Re: [budaya_tionghua] Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing
Berita semacam ini perlu banyak diungkapkan agar kiat MELEK bahwa pembangunan di mana pun memerlukan KETENANGAN dan STABILITAS - kapan kita mulai ? Mudah2an milis kita mulai dengan MENGUMPULKAN KELOMPOK yang CINTA damai !! Salam; Tony S - Original Message From: Skalaras <[EMAIL PROTECTED]> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, October 7, 2007 6:30:46 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing Sayang Dahlan Iskan tidak mencoba masuk ke Trowongan air, yaitu pintu masuk utama dari arah jalan raya menuju lobby utama. karena dia dari parkir basement langsung naik lift masuk Lobby. terowonagn masuk inilah yang menghebohkan, seperti masuk trowongan seaworl saja, semua dikelingi air .. Salam; ZFy - Original Message - From: HKSIS To: HKSIS-Group Sent: Sunday, October 07, 2007 8:15 AM Subject: [budaya_tionghua] Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing http://jawapos. com/index. php?act=detail_ c&id=307121 Minggu, 07 Okt 2007, Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing Lobi Utama Bisa Tampung Arus 5.000 Penonton ke Tiga Hall Gedung opera ini tanpa atap dan tanpa dinding. DAHLAN ISKAN, yang tengah menjalani recovery setelah transplantasi liver, melakukan perjalanan darat dari Tianjin untuk memenuhi undangan pembukaan gedung heboh itu. Berikut catatannya: MENJELANG genap dua bulan setelah transplantasi liver, saya sudah bisa melakukan perjalanan antarkota, yakni ke Beijing. Sejak pembangunan gedung opera itu dihebohkan, saya memang punya impian suatu saat melihat seperti apa sih hebatnya gedung tersebut. Tapi, saya tidak menyangka kalau keinginan itu bisa terwujud secepat ini. Saya pikir, paling cepat baru pertengahan tahun depan. Yakni, setelah gedung opera itu selesai dibangun dan dibuka untuk umum. Tiba-tiba saja saya menerima undangan untuk menghadiri percobaan pemakaian gedung tersebut Minggu malam lalu. Maka, saya minta izin Robert Lai untuk memenuhi undangan itu. Saya tahu, Robert, teman baik saya yang amat disiplin menjaga saya dari kecerobohan sebelum dan sesudah transplantasi, akan berat mengizinkannya. Tapi, saya punya dua alasan tepat. Pertama, seminggu sebelumnya toh saya sudah selamat menonton sepak bola di Stadion Olimpiade Tianjin untuk menyaksikan semifinal Piala Dunia Sepak Bola Wanita. Meski malam itu udara dingin dan angin cukup kencang, saya baik-baik saja. Malah dia yang terbatuk-batuk. Kedua, saya baru saja mengajukan protes keras kepadanya. "Tiga bulan lalu saya tidak boleh keluar rumah sakit dengan alasan udara panas sekali. Bisa kena flu. Bulan berikutnya, ketika panas sudah reda, saya tidak boleh keluar dengan alasan lagi musim angin. Bulan lalu saya tidak boleh keluar dengan alasan perbedaan suhu terendah dan tertinggi besar sekali -yang membuat orang mudah kena flu. Bulan ini pun dilarang keluar karena banyak hujan. Bulan depan pun pasti tidak boleh keluar karena udara mulai amat dingin. Dan dua bulan lagi ada alasan lebih kuat: salju mulai turun. Setiap bulan kok ada saja alasannya. Lalu kapan saya boleh keluar?" kata saya kepadanya. Senjata itu ternyata ampuh. Saya tidak mengemukakan alasan bahwa saya memang punya keinginan kuat untuk melihat gedung opera itu. "OK, tapi saya akan berangkat dulu, menyiapkan di mana harus istirahat, di mana harus makan, dan di mana tempat duduk Anda. Saya akan minta Anda duduk di VIP agar tidak terlalu banyak orang," katanya. Hati saya pun plong. Maka Minggu pukul 15.00 saya berangkat hanya dengan sopir. Robert sudah di Beijing, naik KA. Saya sebenarnya pilih naik kereta saja. Jarak Tianjin-Beijing cukup ditempuh dengan 1 jam 9 menit dengan kereta nonstop yang tidak pakai suara glek-glek glek-glek itu. Tapi, Robert mengkhawatirkan di kereta akan terlalu banyak penumpang, terutama di musim libur-emas (libur 8 hari untuk perayaan kemerdekaan 1 Oktober) seperti ini. Dengan mobil, jarak itu juga bisa ditempuh satu jam lewat jalan tol, tapi untuk masuk ke tol dan setelah meninggalkan tol, masing-masing perlu satu jam. Sehingga saya harus tiga jam berkendaraan ke Beijing. Tiba di Beijing sudah pukul 06.00, sudah tidak banyak waktu untuk istirahat dan makan. Apalagi, Jalan Chang An Jie (tempat Tian An Men, Istana Kota Terlarang, musoleum Mao Zedong, gedung DPR dan kantor kepresidenan, serta gedung opera itu berada) amat macet. Padahal, jalan itu terdiri atas 14 jalur! Setelah menjemput Robert di Beijing Hotel (saya kaget bahwa kini namanya Raffles Beijing Hotel), kami langsung ke gedung opera. Hujan rintik-rintik, tapi karena undangannya VIP, kami bisa parkir di bawah tanah. Terlihatlah bahwa lokasi parkir ini juga belum sepenuhnya selesai. Masih banyak sisa pembangunan yang belum dibersihkan. Dari tempat parkir, kami naik lif ke lobi utama. Lobi ini amat besar sehingga bisa menampung arus penonton maksimal 5.000 orang. Di lobi ini juga ada pintu masuk ke hall-hall pertunjukan. Tapi, saya har
[budaya_tionghua] Re: Jet Lee [ Li LianJie]
Saya pernah denger sih. Kabarnya ini pengaruh di masa kecilnya yang sudah belajar kungfu. Fyi, Jet Lee ini adalah juara 1 kungfu 7 tahun berturut2 yang diadakan pemerintah RRC di jamannya. Atau aslinya ga bisa baca kali ya?:D Seperti di film Drunken Master Jacky Chan jadul, Jacky sering kena hukum ayahnya karena ga suka belajar menulis. Atau di pilm Huo Yuanjia juga ga suka belajar karena keasikan berantem. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ANDREAS MIHARDJA <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > teman2 semilis saya mendengar gossip - katanya Jetlee tidak bisa baca huruf - katanya adegan film semua harus dibacakan kepadanya. Katany dia punya penyakit dyslexia - tidak dapat concentratie utk belajar sebab ada kesulitan didalam memahami sesuatu. > Apakah ini betul atau hanya gossip. > Andreas
Re: [budaya_tionghua] Bekas pemimpin mafia Taiwan meninggal di Hongkong
--- venesia_1543 <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > http://www.zaobao.com/cgi-bin/zaobao/buyEng.cgi? > url=http://www.zaobao.com/zg/zg071006_507.html > > Taiwan secret society head Chen Chi-li passes away > from illness in > Hong Kong > > Chen Chi-li, head of the United Bamboo gang of > Taiwan who has been > on the run in Cambodia for ten years died from > pancreatic cancer two > nights ago in Hong Kong at 64. Chen Chi-li had been > involved in the > assassination of Taiwan dissident Henry Liu in San > Francisco in > 1984, a case that drew wide publicity around the > world. Liu's widow > said yesterday that: "I have forgiven him a long > time ago". > > __ > > Bekas pemimpin triad Taiwan Chen Chi Li meninggal di > Hongkong. Tokoh > ini sangat legendaris. Menurut media Taiwan, dia > adalah pemimpin > spiritual bamboo union, salah satu organisasi > kriminal terbesar di > Taiwan. > > Tahun 1984 dia dan satu rekannya direkrut oleh Badan > Intelegensia > Militer Taiwan, dilatih untuk membunuh seorang > pengarang buku Taiwan > yang berada di Amerika, yang disebut sebut menghina > Chiang Ching > Guo. Sesudah melaksanakan tugasnya, mereka ditahan > oleh polisi > Taiwan. Chen Chi Li menganggap mereka telah > dikhianati oleh rezim > Taiwan dan melarikan diri ke Kamboja. > > Sesudah beberapa tahun di Kamboja, Chen Chi Li yang > sudah tua banyak > penyakitan, dan akhirnya meninggal 4 Oktober di satu > rumah sakit di > Hongkong. > > > Ada pelajaran yang bisa kita lihat dari sini. Badan > militer dan > intelegensia Taiwan bukan hanya mencampakkan agen > agennya yang > direkrut diluar Taiwan, mereka juga tidak segan > segan mencampakkan > dan 'melenyapkan' orang orang yang benar benar setia > terhadap > mereka. Mudah-mudahan orang orang Indonesia yang > sampai saat ini > masih mempunyai imajinasi terhadap rezim Taiwan bisa > membuka mata. > > maksudnya imajinasi terhadap rezim taiwan apa? Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! FareChase. http://farechase.yahoo.com/
[budaya_tionghua] Re: hongsui lage ?
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ariamakmur" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > > yg dimaksud adalah 3 cai sebagai bagian dari LANGIT BUMI MANUSIA. > > Bukan dalam scope 5 ilmu atau Wu Shu. > > Ya kalu mau ambil dari xiang, jelas kita bisa ambil Yuzhang, Jin > > mian, mo gu, yinxiang de el el. > => sorry, saya agak bingung sama pinyinnya, berhubung pinyin saya > juga ngaco, lebih nangkap baca aksara mandarinnya. setahu saya xiang lebih > condong untuk mempelajari dari bentuk. > yg dimaksud itu yuzhang liat garis tangah , jin mian liat bentuk muka, mo gu meraba tulang , yin xiang =bentuk stempel. Itu emua ya bagian dari xiang toh > > Yang shao itu suatu ERA peradaban purbakala. KAlau Shen Nong itu ya > > bisa kita sebut mitos, para sejarawan ama ahli purbakala ada yg > > bilang Shen Nong itu suatu periode. > > Kalu nurut legenda yg ngajarin bertempat tinggal itu bukan Shen Nong > > tapi You Chao en satu lage Shui Ren yg ngajarin membuat api. > > 2 hal itu yg menjadi dasar perkembangan suatu peradaban. > > Kita semua tau kalu org jaman purbakala gak bisa bikin api artinya > > stuck tuh. > > Makanya 2 tokoh prasejarah yg dicatet atau dimasukin ke mitos yg gak > > dikenal itu adalah You Chao dan Shui Ren. > > Contoh mitos atau salah kaprah itu katanye Fu Xi yg bikin prinsip 5 > > unsur, itu jelas salah kok. Dalam buku Shang shu ditulis Ji Zi yg > > memperkenalkan prinsip 5 unsur. Sedangkan Fu Xi pada jamannya ( ini > > kalu emang ada ya Fu Xi itu ) belon ada unsur logam, so yg tepat itu > > 5 arah bukan 5 unsur. > > Tapi ada lagi benturannya , dikitab Ru ditulis Huang Di 4 muka yg > > ngawasin 4 arah. Jadi mungkin itu tambah2an org. > > > => memang sulit membedakan antara sejarah purbakala china dengan > mitos, setahu saya jaman sebelum Huang Di dikenal 8 raja yang disebut san > wang wu di (3 maha raja 5 raja), shui ren, fu xi dan shen rong merupakan > san wang, saya tidak tahu yang mana raja langit, bumi dan manusia, shen > rong yang mengajarkan bercocok tanam, bukan buat hunian, hunian awal > kalau nggak salah mulai ada datanya pada jaman Xia, dengan model rumah > panggung. memang pernah baca ada yang ngajari buat api, tapi sepertinya > ceritanya juga agak berupa mitos/legenda. > shang shu-dynasty Chou, yang mencatat tentang 5 unsur itu Hong Fan, itu > catatan tertua yang didapat dari tembok rumah konghuchu, yang selamat > dari sitaan raja Qing, jadi tidak hanya buku Ru yang dimusnahkan, tapi ke > 6 negara jajahan, semua peradabannya dimusnahkan, termasuk konon ilmu > kedokteran Pien Cie. FuXi berkepala manusia berbadan ular (agak berbau > mitos juga), memang banyak catatan yang terlalu didewakan/ dilebihkan. > tidak ada bukti bahwa ajaran 5 unsur ada di jaman fuxi, memang lebih bisa > dipercaya ada pada dynasty chou. > you chao juga tidak kenal, tahunya chi you yang raja pasukan pemberontak > jaman huang di saja, terima kasih kalau mau memberikan informasinya. > Banyak versi soal 3 huang itoe, kayak yg udah disebut itu emang bisa disebut 3 huang. Umumnya yg dimaksud 3 huang itu Xuanyan, Shennong dan Fuxi. Emang You Chao dan Shui Ren jarang disebut, jg ada yg masukin Shui Ren kedalam 3 huang/raja. Chiyou boekan pemberontaklah. Nurut cerita dia suka ganggu2 suku2 laen ampe Shen Nong ngajak Xuan Yuan a.k.a Huangdi bareng2 sikat dia. Kitab Shang Shu bab Hong Fan yg tulis kalu Ji Zi yg bahas 5 unsur, so boekan Hong Fan itu person tapi Hong Fan itu bagian dari buku alias bab. Kitab kedokteran gak ilang semua, memang banyak org yg mendeskreditkan Ying Zheng sebagai kaisar lalim ,penyensoran bla bla bla. Padahal kalu diliat dari sudut sejarah, Ying Zheng ngebabat ajaran Ru doang yg jadi lawan aliran Fa waktu itu. Bian Que setau saya seh gak prnah bikin buku ya. > > Dinasti Qin TIDAK MEMUSNAHKAN buku2 yg berkaitan dgn fengshui, > > peramalan, ilmu perang, pertanian de el el, yg jadi sasaran adalah > > buku2 kaum Ru yg dianggap menghambat YingZheng mempersatukan > seluruh > > daratan. Dan Yi Jing TIDAK termasuk yg menjadi sasaran yg > > dimusnahkan. > > Soalnya Yi Jing itu adalah kitab peramalan. > > > > Kalu Awal ming sih baru denger neh. Bisa ceritain kenapa ? > > --- > > > > >awal ming kalau tidak salah ceritanya berhubung kaum ahli fengshui > asal2an sudah terlalu banyak dan mulai meresahkan, dan raja pertamanya > juga lebih condong ke ajaran Budha, maka ada peraturan raja yang > membatasi praktek fengshui jalanan, dengan hukuman yang cukup berat, > sehingga ahli yang benaran juga ikut2an menyelamatkan diri. > Oh ngkale berkaitan ama Liu Bowen yg emang jadi sasaran tembak Zhu Yuanzhang. Tapi2 ini aneh loh, dinasti Ming itoe khan banyak kaisarnya yg taoist tuh. Zhu Yuanzhang aje gak doekoeng Buddhism 100 % kok. > > > Sebenernya Tian = waktu, Di = ruang dan Ren=manusia yg emang ada > > dalam lingkup ruang dan waktu. > > itu konsep sancai yg bisa dikembangkan dalam banyak aspek. > > Sebe
Re: [budaya_tionghua] OOT: Apakah Anda sudah mempopulerkan B.Indonesia hari ini?
Milis yth, Bangsa ini memang selalu mau terlihat, terkesan modern. Lihat saja penggunaan nama2. Saya perhatikan pengambilan nama untuk perumahan atau mall. Banyak yang menggunakan, malah mencontek nama luar. Tanpa bermaksud menyudutkan pengembang, coba lihat penggunaan nama seperti Pasadena, Arcadia, Riverside, Beverly Hills. Semua nama2 tempat di Amerika. Kok ya gak bisa kreatif sedikit cari namanya. Pemerintah juga begitu, lihat istilah 3 in 1, Busway. Tambahan lagi ketentuan2nya yang ber ubah2. Contoh istilah 3 in 1 timbul pada masa Gubenur Wiyogo. Pada zaman Gubenur Surjadi Sudirja diadakan kampanye Indonesianisasi nama sampe2 penjahit yang pake Taylor diganti Tailor. Beauty menjadi beauti, Green Apple menjadi Gren Apel. Betul2 menggelitik. Eh di zaman Bang Yos, timbul lah Busway. Mungkin nanti ada gubenur yang akan mengantinya bemjadi BUSWEI ??? Gak aneh ?? salam, PK Lim Benny Lin <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Jawapos.com 7 Oktober 07 JAKARTA - Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) prihatin atas kurangnya apresiasi penggunaan bahasa Indonesia di tempat-tempat umum. Diduga, hal itu disebabkan kurangnya kebanggaan terhadap bahasa Indonesia. Kepala Pusat Bahasa Depdiknas Dandy Sugono mengatakan, bahasa Indonesia seakan tidak lagi memiliki nilai jual di tempat-tempat umum. "Saat ini, nama-nama pusat perbelanjaan dan fasilitas hiburan umum lebih banyak menggunakan istilah asing," ujarnya. Menurut Dandy, Pusat Bahasa Depdiknas merasa terganggu atas penggunaan istilah-istilah asing itu. Sebagai bagian dari tempat umum, fasilitas-fasilitas tersebut seharusnya lebih menunjukkan identitas dalam bahasa Indonesia. "Kami tidak melarang, tapi saat ini yang dikedepankan selalu istilah asing. Kalau sudah di wilayah sini (Indonesia), seharusnya muatan lokal yang dikedepankan, baru asingnya," kata Dandy. Dia mencontohkan ucapan selamat datang yang berada di bandara. "Masak, selamat datang kalah sama welcome?" sindirnya. artikel asli: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=307109 - Shape Yahoo! in your own image. Join our Network Research Panel today! [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [budaya_tionghua] Re: Sekali lagi tentang Cina-Tionghoa
Para milis yth, Saya setuju sekali dengan pandangan Pak Chan. Perlu dicatat disini, kalu belum pernah ada yang ajukan, bahwa sudah beberapa surat kabar yang mengganti penggunaan istilah, dimana digunakan istilah Tiongkok dan Tionghoa. Yaitu surat kabar Investor Daily dan Suara Pembaruan. Kita perlu memberikan salut. Dulu pada waktu pemaksaan penggunaan istilah yang menghina, juga ada surat kabar yang tetap mempertahankan istilah Tiongkok/Tionghoa, namanya lupa (mungkin Merdeka), tapi punyanya BM Diah. Salam, PK Lim ChanCT <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Kalau boleh saya menambahkan sedikit pendapat yang belum disinggung dalam masalah penggunaan istilah Cina vs Tiongkok/Tionghoa. Pertama, harus diyakini bahwa sebutan satu bangsa dan negara sepenuhnya adalah hak bangsa dan negara itu yang menentukan, mau disebut apa atau diganti deengan sebutan apa. Satu bangsa yang bersahabat dan beradab, seharusnya menuruti kehendak bangsa dan negara itu ingin menggunakan sebutan yang mana. Sama halnya dengan seseorang yang tidak ingin disebut Ah Kiao misalnya, kita kita yang bersahabat dan beradab tentu menuruti kehendaknya ingin disebut apa, Agung, misalnya. Adalah seorang yang kurang ajar, dan tidak beradab namanya, kalau terus saja menyebut dia Ah Kiao. Bukankah masalah penamaan seseorang sepenuhnya adalah hak pribadi seseorang yang harus dilindungi?! Kedua, harus dimengerti bahwa perubahan sebutan istilah Tiongkok/Tionghoa menjadi "Cina" dilakukan oleh pemerintah Soeharto di tahun 67, dalam rangka meningkatkan politik anti-Tiongkok dan anti-Tionghoa menuruti kehendak Amerika. Perubahan penggunaan istilah "Tiongkok", "Tionghoa" menjadi "Cina" adalah berdasarkan keputusan Presidium Kabinet pada tanggal 25 Juli 1967, yang mensahkan keputusan Seminar Angkatan Darat untuk menggunakan istilah "Cina" sebagai ganti istilah "Tiongkok" dan "Tionghoa". Keputusan yang sangat tidak bersahabat dan salah dari pemerintah terdahulu, dan sudah saatnya harus dicabut! Dibatalkan secara resmi dengan mengakui kesalahan! Seminar Angkatan Darat ke-2 yang diselenggarakan di Bandung pada tahun 1966, Agustus 25 -- 31, wakil panglima AD Panggabean dalam laporan kesimpulan Seminar pada Suharto -- pimpinan Kabinet menyatakan, "Demi memulihkan dan keseragaman penggunaan istilah dan bahasa yang dipakai secara umum diluar dan dalam negeri terhadap sebutan negara dan warganya, dan terutama menghilangkan rasa rendah-diri rakyat negeri kita, sekaligus juga untuk menghilangkan segolongan warga negeri kita yang superior, kami melaporkan pada yang mulia, keputusan Seminar untuk memulihkan penggunaan istilah "Republik Rakyat Tjina" (ZhiNa Ren Min Gong He Guo) dan "warganegara Tjina" (ZhiNa Gong Min), sebagai ganti sebutan "Republik Rakyat Tiongkok" dan warga-nya. Dari segi pandang sejarah dan masyarakat, keputusan tersebut adalah tepat." (Setelah penggunaan ejaan baru, Tjina berubah jadi Cina). Bersamaan dengan itu, salah seorang peserta Seminar Letjen Soemitro, didepan pertemuan dengan wartawan mengumumkan Republik Rakyat Tiongkok sebagai Neokolonialisme - salahsatu negara imperialis, yaitu Tjinkolim (Tjina Kolonialisme-imperialisme). Jadi jelas, Pemerintah RI ketika itu, setelah Jenderal Soeharto berhasil merebut kekuasaan dengan menggulingkan Presiden Soekarno, dan mengikuti politik Amerika yang anti-komunis dan anti-Tiongkok, meningkatkan aksi kemarahan rakyat untuk membasmi komunis dan sekaligus meningkatkan permusuhan pada Tiongkok. Sengaja menggantikan istilah "Tiongkok", "Tionghoa" menjadi "Cina" yang berkonotasi menghina dan melecehkan itu. Dan tidak segan-segan mengerahkan massa untuk menyerbu dan mengobrak-abrik kedutaan Besar RRT (Republik Rakyat Tiongkok) dan lebih lanjut membekukan hubungan diplomatik kedua negara ditahun 1967 bulan Agustus. Perubahan penggunaan istilah "Tiongkok", "Tionghoa" menjadi "Cina" terjadi reaksi cukup keras, seperti yang dilakukan Mochtar Lubis, seorang wartawan dan penulis kawakan memuat tulisan di Harian "Kompas" 28 April 1967, menandaskan bahwa penggunaan istilah "Cina" setidaknya telah melukai perasaan peranakan Tionghoa di Indonesia. Juga di Surat kabar "Sinar Harapan" tertanggal 3 Mei 1967 telah memuat surat seorang pembaca, Alexsander yang menyatakan: "Kami bangsa Indonesia yang berjiwa besar, tidak seharusnya melukai perasaan suku bangsa lain, jadi sudah seharusnya menghentikan penggunaan istilah 'Cina'". Pemerintah Orba pada saat pemulihan hubungan diplomatik tahun 1990, tetap saja ngotot menggunakan istilah "Cina", sedang pemerintah RRT yang mengutamakan dan memperhatikan kepentingan persahabatan kedua rakyat dan dipulihkannya hubungan diplomatik, akhirnya terpaksa menerima untuk menggunakan "CHINA" sebagaimana sebutan dalam bahasa Inggris. Dengan ketegasan tidak bisa menerima penggunaan istilah "CINA" yang berkonotasi menghina itu. Ketiga, Sementara itu bisa kita ikuti bersama, kenyataan seja
Re: [budaya_tionghua] Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing
Sayang Dahlan Iskan tidak mencoba masuk ke Trowongan air, yaitu pintu masuk utama dari arah jalan raya menuju lobby utama. karena dia dari parkir basement langsung naik lift masuk Lobby. terowonagn masuk inilah yang menghebohkan, seperti masuk trowongan seaworl saja, semua dikelingi air .. Salam; ZFy - Original Message - From: HKSIS To: HKSIS-Group Sent: Sunday, October 07, 2007 8:15 AM Subject: [budaya_tionghua] Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=307121 Minggu, 07 Okt 2007, Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing Lobi Utama Bisa Tampung Arus 5.000 Penonton ke Tiga Hall Gedung opera ini tanpa atap dan tanpa dinding. DAHLAN ISKAN, yang tengah menjalani recovery setelah transplantasi liver, melakukan perjalanan darat dari Tianjin untuk memenuhi undangan pembukaan gedung heboh itu. Berikut catatannya: MENJELANG genap dua bulan setelah transplantasi liver, saya sudah bisa melakukan perjalanan antarkota, yakni ke Beijing. Sejak pembangunan gedung opera itu dihebohkan, saya memang punya impian suatu saat melihat seperti apa sih hebatnya gedung tersebut. Tapi, saya tidak menyangka kalau keinginan itu bisa terwujud secepat ini. Saya pikir, paling cepat baru pertengahan tahun depan. Yakni, setelah gedung opera itu selesai dibangun dan dibuka untuk umum. Tiba-tiba saja saya menerima undangan untuk menghadiri percobaan pemakaian gedung tersebut Minggu malam lalu. Maka, saya minta izin Robert Lai untuk memenuhi undangan itu. Saya tahu, Robert, teman baik saya yang amat disiplin menjaga saya dari kecerobohan sebelum dan sesudah transplantasi, akan berat mengizinkannya. Tapi, saya punya dua alasan tepat. Pertama, seminggu sebelumnya toh saya sudah selamat menonton sepak bola di Stadion Olimpiade Tianjin untuk menyaksikan semifinal Piala Dunia Sepak Bola Wanita. Meski malam itu udara dingin dan angin cukup kencang, saya baik-baik saja. Malah dia yang terbatuk-batuk. Kedua, saya baru saja mengajukan protes keras kepadanya. "Tiga bulan lalu saya tidak boleh keluar rumah sakit dengan alasan udara panas sekali. Bisa kena flu. Bulan berikutnya, ketika panas sudah reda, saya tidak boleh keluar dengan alasan lagi musim angin. Bulan lalu saya tidak boleh keluar dengan alasan perbedaan suhu terendah dan tertinggi besar sekali -yang membuat orang mudah kena flu. Bulan ini pun dilarang keluar karena banyak hujan. Bulan depan pun pasti tidak boleh keluar karena udara mulai amat dingin. Dan dua bulan lagi ada alasan lebih kuat: salju mulai turun. Setiap bulan kok ada saja alasannya. Lalu kapan saya boleh keluar?" kata saya kepadanya. Senjata itu ternyata ampuh. Saya tidak mengemukakan alasan bahwa saya memang punya keinginan kuat untuk melihat gedung opera itu. "OK, tapi saya akan berangkat dulu, menyiapkan di mana harus istirahat, di mana harus makan, dan di mana tempat duduk Anda. Saya akan minta Anda duduk di VIP agar tidak terlalu banyak orang," katanya. Hati saya pun plong. Maka Minggu pukul 15.00 saya berangkat hanya dengan sopir. Robert sudah di Beijing, naik KA. Saya sebenarnya pilih naik kereta saja. Jarak Tianjin-Beijing cukup ditempuh dengan 1 jam 9 menit dengan kereta nonstop yang tidak pakai suara glek-glek glek-glek itu. Tapi, Robert mengkhawatirkan di kereta akan terlalu banyak penumpang, terutama di musim libur-emas (libur 8 hari untuk perayaan kemerdekaan 1 Oktober) seperti ini. Dengan mobil, jarak itu juga bisa ditempuh satu jam lewat jalan tol, tapi untuk masuk ke tol dan setelah meninggalkan tol, masing-masing perlu satu jam. Sehingga saya harus tiga jam berkendaraan ke Beijing. Tiba di Beijing sudah pukul 06.00, sudah tidak banyak waktu untuk istirahat dan makan. Apalagi, Jalan Chang An Jie (tempat Tian An Men, Istana Kota Terlarang, musoleum Mao Zedong, gedung DPR dan kantor kepresidenan, serta gedung opera itu berada) amat macet. Padahal, jalan itu terdiri atas 14 jalur! Setelah menjemput Robert di Beijing Hotel (saya kaget bahwa kini namanya Raffles Beijing Hotel), kami langsung ke gedung opera. Hujan rintik-rintik, tapi karena undangannya VIP, kami bisa parkir di bawah tanah. Terlihatlah bahwa lokasi parkir ini juga belum sepenuhnya selesai. Masih banyak sisa pembangunan yang belum dibersihkan. Dari tempat parkir, kami naik lif ke lobi utama. Lobi ini amat besar sehingga bisa menampung arus penonton maksimal 5.000 orang. Di lobi ini juga ada pintu masuk ke hall-hall pertunjukan. Tapi, saya harus naik eskalator dulu ke lobi lantai 2. Pintu masuk saya di lobi atas ini. Sebagian penonton masih naik eskalator lagi ke lobi lantai 3, karena pintu masuk kan di atas sana. Plafon hall-hall itu memang amat tinggi sehingga tempat duduk penonton ada yang di lantai dasar, ada yang di balkon tengah, dan ada yang di balkon atas. Di dalam gedung ini, memang terdapat tiga hall. Hall tengah untuk opera dengan kapasitas temp
[budaya_tionghua] Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing
http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=307121 Minggu, 07 Okt 2007, Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing Lobi Utama Bisa Tampung Arus 5.000 Penonton ke Tiga Hall Gedung opera ini tanpa atap dan tanpa dinding. DAHLAN ISKAN, yang tengah menjalani recovery setelah transplantasi liver, melakukan perjalanan darat dari Tianjin untuk memenuhi undangan pembukaan gedung heboh itu. Berikut catatannya: MENJELANG genap dua bulan setelah transplantasi liver, saya sudah bisa melakukan perjalanan antarkota, yakni ke Beijing. Sejak pembangunan gedung opera itu dihebohkan, saya memang punya impian suatu saat melihat seperti apa sih hebatnya gedung tersebut. Tapi, saya tidak menyangka kalau keinginan itu bisa terwujud secepat ini. Saya pikir, paling cepat baru pertengahan tahun depan. Yakni, setelah gedung opera itu selesai dibangun dan dibuka untuk umum. Tiba-tiba saja saya menerima undangan untuk menghadiri percobaan pemakaian gedung tersebut Minggu malam lalu. Maka, saya minta izin Robert Lai untuk memenuhi undangan itu. Saya tahu, Robert, teman baik saya yang amat disiplin menjaga saya dari kecerobohan sebelum dan sesudah transplantasi, akan berat mengizinkannya. Tapi, saya punya dua alasan tepat. Pertama, seminggu sebelumnya toh saya sudah selamat menonton sepak bola di Stadion Olimpiade Tianjin untuk menyaksikan semifinal Piala Dunia Sepak Bola Wanita. Meski malam itu udara dingin dan angin cukup kencang, saya baik-baik saja. Malah dia yang terbatuk-batuk. Kedua, saya baru saja mengajukan protes keras kepadanya. "Tiga bulan lalu saya tidak boleh keluar rumah sakit dengan alasan udara panas sekali. Bisa kena flu. Bulan berikutnya, ketika panas sudah reda, saya tidak boleh keluar dengan alasan lagi musim angin. Bulan lalu saya tidak boleh keluar dengan alasan perbedaan suhu terendah dan tertinggi besar sekali -yang membuat orang mudah kena flu. Bulan ini pun dilarang keluar karena banyak hujan. Bulan depan pun pasti tidak boleh keluar karena udara mulai amat dingin. Dan dua bulan lagi ada alasan lebih kuat: salju mulai turun. Setiap bulan kok ada saja alasannya. Lalu kapan saya boleh keluar?" kata saya kepadanya. Senjata itu ternyata ampuh. Saya tidak mengemukakan alasan bahwa saya memang punya keinginan kuat untuk melihat gedung opera itu. "OK, tapi saya akan berangkat dulu, menyiapkan di mana harus istirahat, di mana harus makan, dan di mana tempat duduk Anda. Saya akan minta Anda duduk di VIP agar tidak terlalu banyak orang," katanya. Hati saya pun plong. Maka Minggu pukul 15.00 saya berangkat hanya dengan sopir. Robert sudah di Beijing, naik KA. Saya sebenarnya pilih naik kereta saja. Jarak Tianjin-Beijing cukup ditempuh dengan 1 jam 9 menit dengan kereta nonstop yang tidak pakai suara glek-glek glek-glek itu. Tapi, Robert mengkhawatirkan di kereta akan terlalu banyak penumpang, terutama di musim libur-emas (libur 8 hari untuk perayaan kemerdekaan 1 Oktober) seperti ini. Dengan mobil, jarak itu juga bisa ditempuh satu jam lewat jalan tol, tapi untuk masuk ke tol dan setelah meninggalkan tol, masing-masing perlu satu jam. Sehingga saya harus tiga jam berkendaraan ke Beijing. Tiba di Beijing sudah pukul 06.00, sudah tidak banyak waktu untuk istirahat dan makan. Apalagi, Jalan Chang An Jie (tempat Tian An Men, Istana Kota Terlarang, musoleum Mao Zedong, gedung DPR dan kantor kepresidenan, serta gedung opera itu berada) amat macet. Padahal, jalan itu terdiri atas 14 jalur! Setelah menjemput Robert di Beijing Hotel (saya kaget bahwa kini namanya Raffles Beijing Hotel), kami langsung ke gedung opera. Hujan rintik-rintik, tapi karena undangannya VIP, kami bisa parkir di bawah tanah. Terlihatlah bahwa lokasi parkir ini juga belum sepenuhnya selesai. Masih banyak sisa pembangunan yang belum dibersihkan. Dari tempat parkir, kami naik lif ke lobi utama. Lobi ini amat besar sehingga bisa menampung arus penonton maksimal 5.000 orang. Di lobi ini juga ada pintu masuk ke hall-hall pertunjukan. Tapi, saya harus naik eskalator dulu ke lobi lantai 2. Pintu masuk saya di lobi atas ini. Sebagian penonton masih naik eskalator lagi ke lobi lantai 3, karena pintu masuk kan di atas sana. Plafon hall-hall itu memang amat tinggi sehingga tempat duduk penonton ada yang di lantai dasar, ada yang di balkon tengah, dan ada yang di balkon atas. Di dalam gedung ini, memang terdapat tiga hall. Hall tengah untuk opera dengan kapasitas tempat duduk 2.416 kursi. Hall kanan untuk pertunjukan teater dengan 1.040 kursi. Sedang hall kiri untuk konser musik klasik dengan 2.017 kursi. Masing-masing hall dikitari lobi yang bisa untuk pameran lukisan, patung, atau parade keliling. Gedung ini tidak punya atap dan dinding, karena atapnya ya dindingnya, dindingnya ya atapnya. Bentuk gedung nan kemilau ini memang seperti lampion. Bahannya terbuat dari tetanium dan kaca berwarna hijau muda. Bangunan ini dari jauh seperti muncul dari permukaan air karena di depannya terdapa
[budaya_tionghua] Jet Lee [ Li LianJie]
teman2 semilis saya mendengar gossip - katanya Jetlee tidak bisa baca huruf - katanya adegan film semua harus dibacakan kepadanya. Katany dia punya penyakit dyslexia - tidak dapat concentratie utk belajar sebab ada kesulitan didalam memahami sesuatu. Apakah ini betul atau hanya gossip. Andreas [Non-text portions of this message have been removed]
[budaya_tionghua] OOT: Apakah Anda sudah mempopulerkan B.Indonesia hari ini?
Jawapos.com 7 Oktober 07 JAKARTA - Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) prihatin atas kurangnya apresiasi penggunaan bahasa Indonesia di tempat-tempat umum. Diduga, hal itu disebabkan kurangnya kebanggaan terhadap bahasa Indonesia. Kepala Pusat Bahasa Depdiknas Dandy Sugono mengatakan, bahasa Indonesia seakan tidak lagi memiliki nilai jual di tempat-tempat umum. "Saat ini, nama-nama pusat perbelanjaan dan fasilitas hiburan umum lebih banyak menggunakan istilah asing," ujarnya. Menurut Dandy, Pusat Bahasa Depdiknas merasa terganggu atas penggunaan istilah-istilah asing itu. Sebagai bagian dari tempat umum, fasilitas-fasilitas tersebut seharusnya lebih menunjukkan identitas dalam bahasa Indonesia. "Kami tidak melarang, tapi saat ini yang dikedepankan selalu istilah asing. Kalau sudah di wilayah sini (Indonesia), seharusnya muatan lokal yang dikedepankan, baru asingnya," kata Dandy. Dia mencontohkan ucapan selamat datang yang berada di bandara. "Masak, selamat datang kalah sama welcome?" sindirnya. artikel asli: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=307109