Re: [budaya_tionghua] Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing

2007-10-07 Terurut Topik Tony Setiabudhi
Berita semacam ini perlu banyak diungkapkan agar kiat MELEK   bahwa pembangunan di mana pun memerlukan KETENANGAN dan 
STABILITAS - kapan kita mulai ?
Mudah2an milis kita mulai dengan MENGUMPULKAN KELOMPOK yang CINTA damai !!
Salam; 
Tony S
- Original Message 
From: Skalaras <[EMAIL PROTECTED]>
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Sunday, October 7, 2007 6:30:46 PM
Subject: Re: [budaya_tionghua] Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di 
Beijing

Sayang Dahlan Iskan tidak mencoba masuk ke Trowongan air, yaitu pintu masuk 
utama dari arah jalan raya menuju lobby utama. karena dia dari parkir basement 
langsung naik lift masuk Lobby. terowonagn masuk inilah yang menghebohkan, 
seperti masuk trowongan seaworl saja, semua dikelingi air ..

Salam;
ZFy

- Original Message - 
From: HKSIS 
To: HKSIS-Group 
Sent: Sunday, October 07, 2007 8:15 AM
Subject: [budaya_tionghua] Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di 
Beijing

http://jawapos. com/index. php?act=detail_ c&id=307121
Minggu, 07 Okt 2007,
Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing 

Lobi Utama Bisa Tampung Arus 5.000 Penonton ke Tiga Hall
Gedung opera ini tanpa atap dan tanpa dinding. DAHLAN ISKAN, yang tengah 
menjalani recovery setelah transplantasi liver, melakukan perjalanan darat dari 
Tianjin untuk memenuhi undangan pembukaan gedung heboh itu. Berikut catatannya: 

MENJELANG genap dua bulan setelah transplantasi liver, saya sudah bisa 
melakukan perjalanan antarkota, yakni ke Beijing. Sejak pembangunan gedung 
opera itu dihebohkan, saya memang punya impian suatu saat melihat seperti apa 
sih hebatnya gedung tersebut. Tapi, saya tidak menyangka kalau keinginan itu 
bisa terwujud secepat ini. Saya pikir, paling cepat baru pertengahan tahun 
depan. Yakni, setelah gedung opera itu selesai dibangun dan dibuka untuk umum.

Tiba-tiba saja saya menerima undangan untuk menghadiri percobaan pemakaian 
gedung tersebut Minggu malam lalu. Maka, saya minta izin Robert Lai untuk 
memenuhi undangan itu. Saya tahu, Robert, teman baik saya yang amat disiplin 
menjaga saya dari kecerobohan sebelum dan sesudah transplantasi, akan berat 
mengizinkannya. Tapi, saya punya dua alasan tepat.

Pertama, seminggu sebelumnya toh saya sudah selamat menonton sepak bola di 
Stadion Olimpiade Tianjin untuk menyaksikan semifinal Piala Dunia Sepak Bola 
Wanita. Meski malam itu udara dingin dan angin cukup kencang, saya baik-baik 
saja. Malah dia yang terbatuk-batuk.

Kedua, saya baru saja mengajukan protes keras kepadanya. "Tiga bulan lalu saya 
tidak boleh keluar rumah sakit dengan alasan udara panas sekali. Bisa kena flu. 
Bulan berikutnya, ketika panas sudah reda, saya tidak boleh keluar dengan 
alasan lagi musim angin. Bulan lalu saya tidak boleh keluar dengan alasan 
perbedaan suhu terendah dan tertinggi besar sekali -yang membuat orang mudah 
kena flu. Bulan ini pun dilarang keluar karena banyak hujan. Bulan depan pun 
pasti tidak boleh keluar karena udara mulai amat dingin. Dan dua bulan lagi ada 
alasan lebih kuat: salju mulai turun. Setiap bulan kok ada saja alasannya. Lalu 
kapan saya boleh keluar?" kata saya kepadanya.

Senjata itu ternyata ampuh. Saya tidak mengemukakan alasan bahwa saya memang 
punya keinginan kuat untuk melihat gedung opera itu.

"OK, tapi saya akan berangkat dulu, menyiapkan di mana harus istirahat, di mana 
harus makan, dan di mana tempat duduk Anda. Saya akan minta Anda duduk di VIP 
agar tidak terlalu banyak orang," katanya. Hati saya pun plong.

Maka Minggu pukul 15.00 saya berangkat hanya dengan sopir. Robert sudah di 
Beijing, naik KA. Saya sebenarnya pilih naik kereta saja. Jarak Tianjin-Beijing 
cukup ditempuh dengan 1 jam 9 menit dengan kereta nonstop yang tidak pakai 
suara glek-glek glek-glek itu. Tapi, Robert mengkhawatirkan di kereta akan 
terlalu banyak penumpang, terutama di musim libur-emas (libur 8 hari untuk 
perayaan kemerdekaan 1 Oktober) seperti ini.

Dengan mobil, jarak itu juga bisa ditempuh satu jam lewat jalan tol, tapi untuk 
masuk ke tol dan setelah meninggalkan tol, masing-masing perlu satu jam. 
Sehingga saya harus tiga jam berkendaraan ke Beijing. Tiba di Beijing sudah 
pukul 06.00, sudah tidak banyak waktu untuk istirahat dan makan. Apalagi, Jalan 
Chang An Jie (tempat Tian An Men, Istana Kota Terlarang, musoleum Mao Zedong, 
gedung DPR dan kantor kepresidenan, serta gedung opera itu berada) amat macet. 
Padahal, jalan itu terdiri atas 14 jalur!

Setelah menjemput Robert di Beijing Hotel (saya kaget bahwa kini namanya 
Raffles Beijing Hotel), kami langsung ke gedung opera. Hujan rintik-rintik, 
tapi karena undangannya VIP, kami bisa parkir di bawah tanah. Terlihatlah bahwa 
lokasi parkir ini juga belum sepenuhnya selesai. Masih banyak sisa pembangunan 
yang belum dibersihkan.

Dari tempat parkir, kami naik lif ke lobi utama. Lobi ini amat besar sehingga 
bisa menampung arus penonton maksimal 5.000 orang. Di lobi ini juga ada pintu 
masuk ke hall-hall pertunjukan. Tapi, saya har

[budaya_tionghua] Re: Jet Lee [ Li LianJie]

2007-10-07 Terurut Topik Alfonso
Saya pernah denger sih. Kabarnya ini pengaruh di masa kecilnya yang 
sudah belajar kungfu. Fyi, Jet Lee ini adalah juara 1 kungfu 7 tahun 
berturut2 yang diadakan pemerintah RRC di jamannya.

Atau aslinya ga bisa baca kali ya?:D
Seperti di film Drunken Master Jacky Chan jadul, Jacky sering kena 
hukum ayahnya karena ga suka belajar menulis. Atau di pilm Huo Yuanjia 
juga ga suka belajar karena keasikan berantem.


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ANDREAS MIHARDJA 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> teman2 semilis  saya mendengar gossip  - katanya Jetlee tidak bisa 
baca huruf - katanya adegan film semua harus dibacakan kepadanya. 
Katany dia punya penyakit dyslexia  - tidak dapat concentratie utk 
belajar sebab ada kesulitan didalam memahami sesuatu.
>   Apakah ini betul atau hanya gossip.
>   Andreas



Re: [budaya_tionghua] Bekas pemimpin mafia Taiwan meninggal di Hongkong

2007-10-07 Terurut Topik agung setiawan

--- venesia_1543 <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> http://www.zaobao.com/cgi-bin/zaobao/buyEng.cgi?
> url=http://www.zaobao.com/zg/zg071006_507.html
> 
> Taiwan secret society head Chen Chi-li passes away
> from illness in 
> Hong Kong
> 
> Chen Chi-li, head of the United Bamboo gang of
> Taiwan who has been 
> on the run in Cambodia for ten years died from
> pancreatic cancer two 
> nights ago in Hong Kong at 64. Chen Chi-li had been
> involved in the 
> assassination of Taiwan dissident Henry Liu in San
> Francisco in 
> 1984, a case that drew wide publicity around the
> world. Liu's widow 
> said yesterday that: "I have forgiven him a long
> time ago".
> 
>
__
> 
> Bekas pemimpin triad Taiwan Chen Chi Li meninggal di
> Hongkong. Tokoh 
> ini sangat legendaris. Menurut media Taiwan, dia
> adalah pemimpin 
> spiritual bamboo union, salah satu organisasi
> kriminal terbesar di 
> Taiwan.
> 
> Tahun 1984 dia dan satu rekannya direkrut oleh Badan
> Intelegensia 
> Militer Taiwan, dilatih untuk membunuh seorang
> pengarang buku Taiwan 
> yang berada di Amerika, yang disebut sebut menghina
> Chiang Ching 
> Guo. Sesudah melaksanakan tugasnya, mereka ditahan
> oleh polisi 
> Taiwan. Chen Chi Li menganggap mereka telah
> dikhianati oleh rezim 
> Taiwan dan melarikan diri ke Kamboja.
> 
> Sesudah beberapa tahun di Kamboja, Chen Chi Li yang
> sudah tua banyak 
> penyakitan, dan akhirnya meninggal 4 Oktober di satu
> rumah sakit di 
> Hongkong.
> 
> 
> Ada pelajaran yang bisa kita lihat dari sini. Badan
> militer dan 
> intelegensia Taiwan bukan hanya mencampakkan agen
> agennya yang 
> direkrut diluar Taiwan, mereka juga tidak segan
> segan mencampakkan 
> dan 'melenyapkan' orang orang yang benar benar setia
> terhadap 
> mereka. Mudah-mudahan orang orang Indonesia yang
> sampai saat ini 
> masih mempunyai imajinasi terhadap rezim Taiwan bisa
> membuka mata.
> 
> 
maksudnya imajinasi terhadap rezim taiwan apa?


   

Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! 
FareChase.
http://farechase.yahoo.com/


[budaya_tionghua] Re: hongsui lage ?

2007-10-07 Terurut Topik ardian_c
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ariamakmur" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> 
> > yg dimaksud adalah 3 cai sebagai bagian dari LANGIT BUMI MANUSIA.
> > Bukan dalam scope 5 ilmu atau Wu Shu.
> > Ya kalu mau ambil dari xiang, jelas kita bisa ambil Yuzhang, Jin 
> > mian, mo gu, yinxiang de el el.
> => sorry, saya agak bingung sama pinyinnya, berhubung pinyin 
saya 
> juga ngaco, lebih nangkap baca aksara mandarinnya. setahu saya 
xiang lebih 
> condong untuk mempelajari dari bentuk.
> 

yg dimaksud itu yuzhang liat garis tangah , jin mian liat bentuk 
muka, mo gu meraba tulang , yin xiang =bentuk stempel.
Itu emua ya bagian dari xiang toh


> > Yang shao itu suatu ERA peradaban purbakala. KAlau Shen Nong itu 
ya 
> > bisa kita sebut mitos, para sejarawan ama ahli purbakala ada yg 
> > bilang Shen Nong itu suatu periode.
> > Kalu nurut legenda yg ngajarin bertempat tinggal itu bukan Shen 
Nong 
> > tapi You Chao en satu lage Shui Ren yg ngajarin membuat api.
> > 2 hal itu yg menjadi dasar perkembangan suatu peradaban.
> > Kita semua tau kalu org jaman purbakala gak bisa bikin api 
artinya 
> > stuck tuh. 
> > Makanya 2 tokoh prasejarah yg dicatet atau dimasukin ke mitos yg 
gak 
> > dikenal itu adalah You Chao dan Shui Ren.
> > Contoh mitos atau salah kaprah itu katanye Fu Xi yg bikin 
prinsip 5 
> > unsur, itu jelas salah kok. Dalam buku Shang shu ditulis Ji Zi 
yg 
> > memperkenalkan prinsip 5 unsur. Sedangkan Fu Xi pada jamannya ( 
ini 
> > kalu emang ada ya Fu Xi itu ) belon ada unsur logam, so yg tepat 
itu 
> > 5 arah bukan 5 unsur.
> > Tapi ada lagi benturannya , dikitab Ru ditulis Huang Di 4 muka 
yg 
> > ngawasin 4 arah. Jadi mungkin itu tambah2an org.
> > 
> => memang sulit membedakan antara sejarah purbakala china 
dengan 
> mitos, setahu saya jaman sebelum Huang Di dikenal 8 raja yang 
disebut san 
> wang wu di (3 maha raja 5 raja), shui ren, fu xi dan shen rong 
merupakan 
> san wang, saya tidak tahu yang mana raja langit, bumi dan manusia, 
shen 
> rong yang mengajarkan bercocok tanam, bukan buat hunian, hunian 
awal 
> kalau nggak salah mulai ada datanya pada jaman Xia, dengan model 
rumah 
> panggung. memang pernah baca ada yang ngajari buat api, tapi 
sepertinya 
> ceritanya juga agak berupa mitos/legenda.
> shang shu-dynasty Chou, yang mencatat tentang 5 unsur itu Hong 
Fan, itu 
> catatan tertua yang didapat dari tembok rumah konghuchu, yang 
selamat 
> dari sitaan raja Qing, jadi tidak hanya buku Ru yang dimusnahkan, 
tapi ke 
> 6 negara jajahan, semua peradabannya dimusnahkan, termasuk konon 
ilmu 
> kedokteran Pien Cie. FuXi berkepala manusia berbadan ular (agak 
berbau 
> mitos juga), memang banyak catatan yang terlalu didewakan/ 
dilebihkan. 
> tidak ada bukti bahwa ajaran 5 unsur ada di jaman fuxi, memang 
lebih bisa 
> dipercaya ada pada dynasty chou.
> you chao juga tidak kenal, tahunya chi you yang raja pasukan 
pemberontak 
> jaman huang di saja, terima kasih kalau mau memberikan 
informasinya.
> 

Banyak versi soal 3 huang itoe, kayak yg udah disebut itu emang bisa 
disebut 3 huang. Umumnya yg dimaksud 3 huang itu Xuanyan, Shennong 
dan Fuxi.
Emang You Chao dan Shui Ren jarang disebut, jg ada yg masukin Shui 
Ren kedalam 3 huang/raja.

Chiyou boekan pemberontaklah. Nurut cerita dia suka ganggu2 suku2 
laen ampe Shen Nong ngajak Xuan Yuan a.k.a Huangdi bareng2 sikat dia.

Kitab Shang Shu bab Hong Fan yg tulis kalu Ji Zi yg bahas 5 unsur, 
so boekan Hong Fan itu person tapi Hong Fan itu bagian dari buku 
alias bab.

Kitab kedokteran gak ilang semua, memang banyak org yg 
mendeskreditkan Ying Zheng sebagai kaisar lalim ,penyensoran bla bla 
bla.
Padahal kalu diliat dari sudut sejarah, Ying Zheng ngebabat ajaran 
Ru doang yg jadi lawan aliran Fa waktu itu.
Bian Que setau saya seh gak prnah bikin buku ya.

> > Dinasti Qin TIDAK MEMUSNAHKAN buku2 yg berkaitan dgn fengshui, 
> > peramalan, ilmu perang, pertanian de el el, yg jadi sasaran 
adalah 
> > buku2 kaum Ru yg dianggap menghambat YingZheng mempersatukan 
> seluruh 
> > daratan. Dan Yi Jing TIDAK termasuk yg menjadi sasaran yg 
> > dimusnahkan.
> > Soalnya Yi Jing itu adalah kitab peramalan.
> > 
> > Kalu Awal ming sih baru denger neh. Bisa ceritain kenapa ?
> > ---
> > > 
> >awal ming kalau tidak salah ceritanya berhubung kaum ahli 
fengshui 
> asal2an sudah terlalu banyak dan mulai meresahkan, dan raja 
pertamanya 
> juga lebih condong ke ajaran Budha, maka ada peraturan raja yang 
> membatasi praktek fengshui jalanan, dengan hukuman yang cukup 
berat, 
> sehingga ahli yang benaran juga ikut2an menyelamatkan diri.
> 

Oh ngkale berkaitan ama Liu Bowen yg emang jadi sasaran tembak Zhu 
Yuanzhang.
Tapi2 ini aneh loh, dinasti Ming itoe khan banyak kaisarnya yg 
taoist tuh.
Zhu Yuanzhang aje gak doekoeng Buddhism 100 % kok.

> 
> > Sebenernya Tian = waktu, Di = ruang dan Ren=manusia yg emang ada 
> > dalam lingkup ruang dan waktu.
> > itu konsep sancai yg bisa dikembangkan dalam banyak aspek.
> > Sebe

Re: [budaya_tionghua] OOT: Apakah Anda sudah mempopulerkan B.Indonesia hari ini?

2007-10-07 Terurut Topik PK Lim
Milis yth,

Bangsa ini memang selalu mau terlihat, terkesan modern.  Lihat saja penggunaan 
nama2.  Saya perhatikan pengambilan nama untuk perumahan atau mall.  Banyak 
yang menggunakan, malah mencontek nama luar.  Tanpa bermaksud menyudutkan 
pengembang, coba lihat penggunaan nama seperti Pasadena, Arcadia, Riverside, 
Beverly Hills.  Semua nama2 tempat di Amerika.  Kok ya gak bisa kreatif sedikit 
cari namanya.  Pemerintah juga begitu, lihat istilah 3 in 1, Busway.  Tambahan 
lagi ketentuan2nya yang ber ubah2.  Contoh istilah 3 in 1 timbul pada masa 
Gubenur Wiyogo.  Pada zaman Gubenur Surjadi Sudirja diadakan kampanye 
Indonesianisasi nama sampe2 penjahit yang pake Taylor diganti Tailor.  Beauty 
menjadi beauti, Green Apple menjadi Gren Apel.  Betul2 menggelitik.  Eh di 
zaman Bang Yos, timbul lah Busway.  Mungkin nanti ada gubenur yang akan 
mengantinya bemjadi BUSWEI ???  Gak aneh ??

salam,
PK Lim

Benny Lin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:   Jawapos.com 
7 Oktober 07
 JAKARTA - Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
 prihatin atas kurangnya apresiasi penggunaan bahasa Indonesia di
 tempat-tempat umum. Diduga, hal itu disebabkan kurangnya kebanggaan
 terhadap bahasa Indonesia.
 
 Kepala Pusat Bahasa Depdiknas Dandy Sugono mengatakan, bahasa
 Indonesia seakan tidak lagi memiliki nilai jual di tempat-tempat umum.
 "Saat ini, nama-nama pusat perbelanjaan dan fasilitas hiburan umum
 lebih banyak menggunakan istilah asing," ujarnya.
 
 Menurut Dandy, Pusat Bahasa Depdiknas merasa terganggu atas penggunaan
 istilah-istilah asing itu. Sebagai bagian dari tempat umum,
 fasilitas-fasilitas tersebut seharusnya lebih menunjukkan identitas
 dalam bahasa Indonesia.
 
 "Kami tidak melarang, tapi saat ini yang dikedepankan selalu istilah
 asing. Kalau sudah di wilayah sini (Indonesia), seharusnya muatan
 lokal yang dikedepankan, baru asingnya," kata Dandy. Dia mencontohkan
 ucapan selamat datang yang berada di bandara. "Masak, selamat datang
 kalah sama welcome?" sindirnya.
 
 artikel asli:
 http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=307109
 
 
 
   

   
-
Shape Yahoo! in your own image.  Join our Network Research Panel today!

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [budaya_tionghua] Re: Sekali lagi tentang Cina-Tionghoa

2007-10-07 Terurut Topik PK Lim
Para milis yth,

Saya setuju sekali dengan pandangan Pak Chan.  Perlu dicatat disini, kalu belum 
pernah ada yang ajukan, bahwa sudah beberapa surat kabar yang mengganti 
penggunaan istilah, dimana digunakan istilah Tiongkok dan Tionghoa.  Yaitu 
surat kabar Investor Daily dan Suara Pembaruan.  Kita perlu memberikan salut.  
Dulu pada waktu pemaksaan penggunaan istilah yang menghina, juga ada surat 
kabar yang tetap mempertahankan istilah Tiongkok/Tionghoa, namanya lupa 
(mungkin Merdeka), tapi punyanya BM Diah.

Salam,
PK Lim

ChanCT <[EMAIL PROTECTED]> wrote:   Kalau boleh 
saya menambahkan sedikit pendapat yang belum disinggung dalam masalah 
penggunaan istilah Cina vs Tiongkok/Tionghoa.
 Pertama, harus diyakini bahwa sebutan satu bangsa dan negara sepenuhnya adalah 
hak bangsa dan negara itu yang menentukan, mau disebut apa atau diganti deengan 
sebutan apa. Satu bangsa yang bersahabat dan beradab, seharusnya menuruti 
kehendak bangsa dan negara itu ingin menggunakan sebutan yang mana.
 
 Sama halnya dengan seseorang yang tidak ingin disebut Ah Kiao misalnya, kita 
kita yang bersahabat dan beradab tentu menuruti kehendaknya ingin disebut apa, 
Agung, misalnya. Adalah seorang yang kurang ajar, dan tidak beradab namanya, 
kalau terus saja menyebut dia Ah Kiao. Bukankah masalah penamaan seseorang 
sepenuhnya adalah hak pribadi seseorang yang harus dilindungi?!
 
 Kedua, harus dimengerti bahwa perubahan sebutan istilah Tiongkok/Tionghoa 
menjadi "Cina" dilakukan oleh pemerintah Soeharto di tahun 67, dalam rangka 
meningkatkan politik anti-Tiongkok dan anti-Tionghoa menuruti kehendak Amerika. 
Perubahan penggunaan istilah "Tiongkok", "Tionghoa" menjadi "Cina" adalah 
berdasarkan keputusan Presidium Kabinet pada tanggal 25 Juli 1967, yang 
mensahkan keputusan Seminar Angkatan Darat untuk menggunakan istilah "Cina" 
sebagai ganti istilah "Tiongkok" dan "Tionghoa". Keputusan yang sangat tidak 
bersahabat dan salah dari pemerintah terdahulu, dan sudah saatnya harus 
dicabut! Dibatalkan secara resmi dengan mengakui kesalahan!
 
 Seminar Angkatan Darat ke-2 yang diselenggarakan di Bandung pada tahun 1966, 
Agustus 25 -- 31, wakil panglima AD Panggabean dalam laporan kesimpulan Seminar 
pada Suharto -- pimpinan Kabinet menyatakan, "Demi memulihkan dan keseragaman 
penggunaan istilah dan bahasa yang dipakai secara umum diluar dan dalam negeri 
terhadap sebutan negara dan warganya, dan terutama menghilangkan rasa 
rendah-diri rakyat negeri kita, sekaligus juga untuk menghilangkan segolongan 
warga negeri kita yang superior, kami melaporkan pada yang mulia, keputusan 
Seminar untuk memulihkan penggunaan istilah "Republik Rakyat Tjina" (ZhiNa Ren 
Min Gong He Guo) dan "warganegara Tjina" (ZhiNa Gong Min), sebagai ganti 
sebutan "Republik Rakyat Tiongkok" dan warga-nya. Dari segi pandang sejarah dan 
masyarakat, keputusan tersebut adalah tepat." (Setelah penggunaan ejaan baru, 
Tjina berubah jadi Cina).
 
 Bersamaan dengan itu, salah seorang peserta Seminar Letjen Soemitro, didepan 
pertemuan dengan wartawan mengumumkan Republik Rakyat Tiongkok sebagai 
Neokolonialisme - salahsatu negara imperialis, yaitu Tjinkolim (Tjina 
Kolonialisme-imperialisme).
 
 Jadi jelas, Pemerintah RI ketika itu, setelah Jenderal Soeharto berhasil 
merebut kekuasaan dengan menggulingkan Presiden Soekarno, dan mengikuti politik 
Amerika yang anti-komunis dan anti-Tiongkok, meningkatkan aksi kemarahan rakyat 
untuk membasmi komunis dan sekaligus meningkatkan permusuhan pada Tiongkok. 
Sengaja menggantikan istilah "Tiongkok", "Tionghoa" menjadi "Cina" yang 
berkonotasi menghina dan melecehkan itu. Dan tidak segan-segan mengerahkan 
massa untuk menyerbu dan mengobrak-abrik kedutaan Besar RRT (Republik Rakyat 
Tiongkok) dan lebih lanjut membekukan hubungan diplomatik kedua negara ditahun 
1967 bulan Agustus.
 
 Perubahan penggunaan istilah "Tiongkok", "Tionghoa" menjadi "Cina" terjadi 
reaksi cukup keras, seperti yang dilakukan Mochtar Lubis, seorang wartawan dan 
penulis kawakan memuat tulisan di Harian "Kompas" 28 April 
 1967, menandaskan bahwa penggunaan istilah "Cina" setidaknya telah melukai 
perasaan peranakan Tionghoa di Indonesia. Juga di Surat kabar "Sinar Harapan" 
tertanggal 3 Mei 1967 telah memuat surat seorang pembaca, Alexsander yang 
menyatakan: "Kami bangsa Indonesia yang berjiwa besar, tidak seharusnya melukai 
perasaan suku bangsa lain, jadi sudah seharusnya menghentikan penggunaan 
istilah 'Cina'".
 
 Pemerintah Orba pada saat pemulihan hubungan diplomatik tahun 1990, tetap saja 
ngotot menggunakan istilah "Cina", sedang pemerintah RRT yang mengutamakan dan 
memperhatikan kepentingan persahabatan kedua rakyat dan dipulihkannya hubungan 
diplomatik, akhirnya terpaksa menerima untuk menggunakan "CHINA" sebagaimana 
sebutan dalam bahasa Inggris. Dengan ketegasan tidak bisa menerima penggunaan 
istilah "CINA" yang berkonotasi menghina itu.
 
 Ketiga, Sementara itu bisa kita ikuti bersama, kenyataan seja

Re: [budaya_tionghua] Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing

2007-10-07 Terurut Topik Skalaras
Sayang Dahlan Iskan tidak mencoba masuk ke Trowongan air, yaitu pintu masuk 
utama dari arah jalan raya menuju lobby utama. karena dia dari parkir basement 
langsung naik lift masuk Lobby. terowonagn masuk inilah yang menghebohkan, 
seperti masuk trowongan seaworl saja, semua dikelingi air ..

Salam;
ZFy


  - Original Message - 
  From: HKSIS 
  To: HKSIS-Group 
  Sent: Sunday, October 07, 2007 8:15 AM
  Subject: [budaya_tionghua] Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di 
Beijing


  http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=307121
  Minggu, 07 Okt 2007,
  Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing 

  Lobi Utama Bisa Tampung Arus 5.000 Penonton ke Tiga Hall
  Gedung opera ini tanpa atap dan tanpa dinding. DAHLAN ISKAN, yang tengah 
menjalani recovery setelah transplantasi liver, melakukan perjalanan darat dari 
Tianjin untuk memenuhi undangan pembukaan gedung heboh itu. Berikut catatannya: 

  MENJELANG genap dua bulan setelah transplantasi liver, saya sudah bisa 
melakukan perjalanan antarkota, yakni ke Beijing. Sejak pembangunan gedung 
opera itu dihebohkan, saya memang punya impian suatu saat melihat seperti apa 
sih hebatnya gedung tersebut. Tapi, saya tidak menyangka kalau keinginan itu 
bisa terwujud secepat ini. Saya pikir, paling cepat baru pertengahan tahun 
depan. Yakni, setelah gedung opera itu selesai dibangun dan dibuka untuk umum.

  Tiba-tiba saja saya menerima undangan untuk menghadiri percobaan pemakaian 
gedung tersebut Minggu malam lalu. Maka, saya minta izin Robert Lai untuk 
memenuhi undangan itu. Saya tahu, Robert, teman baik saya yang amat disiplin 
menjaga saya dari kecerobohan sebelum dan sesudah transplantasi, akan berat 
mengizinkannya. Tapi, saya punya dua alasan tepat.

  Pertama, seminggu sebelumnya toh saya sudah selamat menonton sepak bola di 
Stadion Olimpiade Tianjin untuk menyaksikan semifinal Piala Dunia Sepak Bola 
Wanita. Meski malam itu udara dingin dan angin cukup kencang, saya baik-baik 
saja. Malah dia yang terbatuk-batuk.

  Kedua, saya baru saja mengajukan protes keras kepadanya. "Tiga bulan lalu 
saya tidak boleh keluar rumah sakit dengan alasan udara panas sekali. Bisa kena 
flu. Bulan berikutnya, ketika panas sudah reda, saya tidak boleh keluar dengan 
alasan lagi musim angin. Bulan lalu saya tidak boleh keluar dengan alasan 
perbedaan suhu terendah dan tertinggi besar sekali -yang membuat orang mudah 
kena flu. Bulan ini pun dilarang keluar karena banyak hujan. Bulan depan pun 
pasti tidak boleh keluar karena udara mulai amat dingin. Dan dua bulan lagi ada 
alasan lebih kuat: salju mulai turun. Setiap bulan kok ada saja alasannya. Lalu 
kapan saya boleh keluar?" kata saya kepadanya.

  Senjata itu ternyata ampuh. Saya tidak mengemukakan alasan bahwa saya memang 
punya keinginan kuat untuk melihat gedung opera itu.

  "OK, tapi saya akan berangkat dulu, menyiapkan di mana harus istirahat, di 
mana harus makan, dan di mana tempat duduk Anda. Saya akan minta Anda duduk di 
VIP agar tidak terlalu banyak orang," katanya. Hati saya pun plong.

  Maka Minggu pukul 15.00 saya berangkat hanya dengan sopir. Robert sudah di 
Beijing, naik KA. Saya sebenarnya pilih naik kereta saja. Jarak Tianjin-Beijing 
cukup ditempuh dengan 1 jam 9 menit dengan kereta nonstop yang tidak pakai 
suara glek-glek glek-glek itu. Tapi, Robert mengkhawatirkan di kereta akan 
terlalu banyak penumpang, terutama di musim libur-emas (libur 8 hari untuk 
perayaan kemerdekaan 1 Oktober) seperti ini.

  Dengan mobil, jarak itu juga bisa ditempuh satu jam lewat jalan tol, tapi 
untuk masuk ke tol dan setelah meninggalkan tol, masing-masing perlu satu jam. 
Sehingga saya harus tiga jam berkendaraan ke Beijing. Tiba di Beijing sudah 
pukul 06.00, sudah tidak banyak waktu untuk istirahat dan makan. Apalagi, Jalan 
Chang An Jie (tempat Tian An Men, Istana Kota Terlarang, musoleum Mao Zedong, 
gedung DPR dan kantor kepresidenan, serta gedung opera itu berada) amat macet. 
Padahal, jalan itu terdiri atas 14 jalur!

  Setelah menjemput Robert di Beijing Hotel (saya kaget bahwa kini namanya 
Raffles Beijing Hotel), kami langsung ke gedung opera. Hujan rintik-rintik, 
tapi karena undangannya VIP, kami bisa parkir di bawah tanah. Terlihatlah bahwa 
lokasi parkir ini juga belum sepenuhnya selesai. Masih banyak sisa pembangunan 
yang belum dibersihkan.

  Dari tempat parkir, kami naik lif ke lobi utama. Lobi ini amat besar sehingga 
bisa menampung arus penonton maksimal 5.000 orang. Di lobi ini juga ada pintu 
masuk ke hall-hall pertunjukan. Tapi, saya harus naik eskalator dulu ke lobi 
lantai 2. Pintu masuk saya di lobi atas ini. Sebagian penonton masih naik 
eskalator lagi ke lobi lantai 3, karena pintu masuk kan di atas sana.

  Plafon hall-hall itu memang amat tinggi sehingga tempat duduk penonton ada 
yang di lantai dasar, ada yang di balkon tengah, dan ada yang di balkon atas.

  Di dalam gedung ini, memang terdapat tiga hall. Hall tengah untuk opera 
dengan kapasitas temp

[budaya_tionghua] Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing

2007-10-07 Terurut Topik HKSIS
http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=307121
Minggu, 07 Okt 2007,
Catatan Perjalanan Melihat Gedung Opera Baru di Beijing 


Lobi Utama Bisa Tampung Arus 5.000 Penonton ke Tiga Hall
Gedung opera ini tanpa atap dan tanpa dinding. DAHLAN ISKAN, yang tengah 
menjalani recovery setelah transplantasi liver, melakukan perjalanan darat dari 
Tianjin untuk memenuhi undangan pembukaan gedung heboh itu. Berikut catatannya: 

MENJELANG genap dua bulan setelah transplantasi liver, saya sudah bisa 
melakukan perjalanan antarkota, yakni ke Beijing. Sejak pembangunan gedung 
opera itu dihebohkan, saya memang punya impian suatu saat melihat seperti apa 
sih hebatnya gedung tersebut. Tapi, saya tidak menyangka kalau keinginan itu 
bisa terwujud secepat ini. Saya pikir, paling cepat baru pertengahan tahun 
depan. Yakni, setelah gedung opera itu selesai dibangun dan dibuka untuk umum.

Tiba-tiba saja saya menerima undangan untuk menghadiri percobaan pemakaian 
gedung tersebut Minggu malam lalu. Maka, saya minta izin Robert Lai untuk 
memenuhi undangan itu. Saya tahu, Robert, teman baik saya yang amat disiplin 
menjaga saya dari kecerobohan sebelum dan sesudah transplantasi, akan berat 
mengizinkannya. Tapi, saya punya dua alasan tepat.

Pertama, seminggu sebelumnya toh saya sudah selamat menonton sepak bola di 
Stadion Olimpiade Tianjin untuk menyaksikan semifinal Piala Dunia Sepak Bola 
Wanita. Meski malam itu udara dingin dan angin cukup kencang, saya baik-baik 
saja. Malah dia yang terbatuk-batuk.

Kedua, saya baru saja mengajukan protes keras kepadanya. "Tiga bulan lalu saya 
tidak boleh keluar rumah sakit dengan alasan udara panas sekali. Bisa kena flu. 
Bulan berikutnya, ketika panas sudah reda, saya tidak boleh keluar dengan 
alasan lagi musim angin. Bulan lalu saya tidak boleh keluar dengan alasan 
perbedaan suhu terendah dan tertinggi besar sekali -yang membuat orang mudah 
kena flu. Bulan ini pun dilarang keluar karena banyak hujan. Bulan depan pun 
pasti tidak boleh keluar karena udara mulai amat dingin. Dan dua bulan lagi ada 
alasan lebih kuat: salju mulai turun. Setiap bulan kok ada saja alasannya. Lalu 
kapan saya boleh keluar?" kata saya kepadanya.

Senjata itu ternyata ampuh. Saya tidak mengemukakan alasan bahwa saya memang 
punya keinginan kuat untuk melihat gedung opera itu.

"OK, tapi saya akan berangkat dulu, menyiapkan di mana harus istirahat, di mana 
harus makan, dan di mana tempat duduk Anda. Saya akan minta Anda duduk di VIP 
agar tidak terlalu banyak orang," katanya. Hati saya pun plong.

Maka Minggu pukul 15.00 saya berangkat hanya dengan sopir. Robert sudah di 
Beijing, naik KA. Saya sebenarnya pilih naik kereta saja. Jarak Tianjin-Beijing 
cukup ditempuh dengan 1 jam 9 menit dengan kereta nonstop yang tidak pakai 
suara glek-glek glek-glek itu. Tapi, Robert mengkhawatirkan di kereta akan 
terlalu banyak penumpang, terutama di musim libur-emas (libur 8 hari untuk 
perayaan kemerdekaan 1 Oktober) seperti ini.

Dengan mobil, jarak itu juga bisa ditempuh satu jam lewat jalan tol, tapi untuk 
masuk ke tol dan setelah meninggalkan tol, masing-masing perlu satu jam. 
Sehingga saya harus tiga jam berkendaraan ke Beijing. Tiba di Beijing sudah 
pukul 06.00, sudah tidak banyak waktu untuk istirahat dan makan. Apalagi, Jalan 
Chang An Jie (tempat Tian An Men, Istana Kota Terlarang, musoleum Mao Zedong, 
gedung DPR dan kantor kepresidenan, serta gedung opera itu berada) amat macet. 
Padahal, jalan itu terdiri atas 14 jalur!

Setelah menjemput Robert di Beijing Hotel (saya kaget bahwa kini namanya 
Raffles Beijing Hotel), kami langsung ke gedung opera. Hujan rintik-rintik, 
tapi karena undangannya VIP, kami bisa parkir di bawah tanah. Terlihatlah bahwa 
lokasi parkir ini juga belum sepenuhnya selesai. Masih banyak sisa pembangunan 
yang belum dibersihkan.

Dari tempat parkir, kami naik lif ke lobi utama. Lobi ini amat besar sehingga 
bisa menampung arus penonton maksimal 5.000 orang. Di lobi ini juga ada pintu 
masuk ke hall-hall pertunjukan. Tapi, saya harus naik eskalator dulu ke lobi 
lantai 2. Pintu masuk saya di lobi atas ini. Sebagian penonton masih naik 
eskalator lagi ke lobi lantai 3, karena pintu masuk kan di atas sana.

Plafon hall-hall itu memang amat tinggi sehingga tempat duduk penonton ada yang 
di lantai dasar, ada yang di balkon tengah, dan ada yang di balkon atas.

Di dalam gedung ini, memang terdapat tiga hall. Hall tengah untuk opera dengan 
kapasitas tempat duduk 2.416 kursi. Hall kanan untuk pertunjukan teater dengan 
1.040 kursi. Sedang hall kiri untuk konser musik klasik dengan 2.017 kursi. 
Masing-masing hall dikitari lobi yang bisa untuk pameran lukisan, patung, atau 
parade keliling.

Gedung ini tidak punya atap dan dinding, karena atapnya ya dindingnya, 
dindingnya ya atapnya. Bentuk gedung nan kemilau ini memang seperti lampion. 
Bahannya terbuat dari tetanium dan kaca berwarna hijau muda. Bangunan ini dari 
jauh seperti muncul dari permukaan air karena di depannya terdapa

[budaya_tionghua] Jet Lee [ Li LianJie]

2007-10-07 Terurut Topik ANDREAS MIHARDJA
teman2 semilis  saya mendengar gossip  - katanya Jetlee tidak bisa baca huruf - 
katanya adegan film semua harus dibacakan kepadanya. Katany dia punya penyakit 
dyslexia  - tidak dapat concentratie utk belajar sebab ada kesulitan didalam 
memahami sesuatu.
  Apakah ini betul atau hanya gossip.
  Andreas


[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] OOT: Apakah Anda sudah mempopulerkan B.Indonesia hari ini?

2007-10-07 Terurut Topik Benny Lin
Jawapos.com 7 Oktober 07
JAKARTA - Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
prihatin atas kurangnya apresiasi penggunaan bahasa Indonesia di
tempat-tempat umum. Diduga, hal itu disebabkan kurangnya kebanggaan
terhadap bahasa Indonesia.

Kepala Pusat Bahasa Depdiknas Dandy Sugono mengatakan, bahasa
Indonesia seakan tidak lagi memiliki nilai jual di tempat-tempat umum.
"Saat ini, nama-nama pusat perbelanjaan dan fasilitas hiburan umum
lebih banyak menggunakan istilah asing," ujarnya.

Menurut Dandy, Pusat Bahasa Depdiknas merasa terganggu atas penggunaan
istilah-istilah asing itu. Sebagai bagian dari tempat umum,
fasilitas-fasilitas tersebut seharusnya lebih menunjukkan identitas
dalam bahasa Indonesia.

"Kami tidak melarang, tapi saat ini yang dikedepankan selalu istilah
asing. Kalau sudah di wilayah sini (Indonesia), seharusnya muatan
lokal yang dikedepankan, baru asingnya," kata Dandy. Dia mencontohkan
ucapan selamat datang yang berada di bandara. "Masak, selamat datang
kalah sama welcome?" sindirnya.

artikel asli:
http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=307109