Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
Dear member, Terima kasih atas segala masukan tentang asal usul kata ganti OWE. Sekarang sudah jelas tentang sumber kata OWE. Mari kita galakkan pemakaian kata OWE sebagai kata ganti orang pertama yang santun. RGDS,.TG --- On Thu, 3/25/10, liang u lian...@yahoo.com wrote: From: liang u lian...@yahoo.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Thursday, March 25, 2010, 12:48 PM Sdr. Zhou, maaf sekali saya keliru, wei yang saya maksud adalah wei 唯 dalam kamus Hokkian karangan Douglas yang dibuat dua abad yang lalu, maupun kamus baru yang diterbitkan belum 5 tahun yang lalu di Tiongkok yang artinya mengiakan, yaitu ya yang cocok dengan owe yang berarti ya dalam kebiasaan orang Tionghoa peranakan. Untuk wei hallo anda yang benar, jadi tak dapat dikaitkan. Maaf atas kesalahan ini. Xiexie Liang U From: zho...@yahoo. com zho...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Wed, March 24, 2010 3:44:26 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Setahu saya, pengganti kata hallo memang Wei, tapi ini tdk hanya untuk yg menjawab, juga untuk yg memanggil. Rasanya cukup jauh dihubungkan dng kata ganti orang pertama. Lagian wei disini tulisannya 喂, bukan 唯。 Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: liang u lian...@yahoo. com Date: Tue, 23 Mar 2010 19:22:20 -0700 (PDT) To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Hiantit David Kwa, Keterangan anda benar, oe dalam kamus Douglas berasal dari 唯。Kata wei (Mandarin) adalah kata populer yang dipergunakan setiap orang kalau menelpon di Tiongkok sampai sekarang, mereka tidak pernah memakai kata Hallo, begitu telpon diangkat mereka menyahut wei? Yang aneh, kata ini kata Tionghoa asli, dipakai diseluruth Tiongkok, mengapa di Indonesia yang totok justru tak tahu, tapi yang peranakan yang menggunakannya? Oleh karena itu kesimpulan banyak orang (termasuk saya sendiri) kata owe khas di Indonesia, khususnya Jawa adalah kata khusus kaum peranakan. Mungkinkah karena waktu itu belum banyak telpon, sehingga saya tak pernah mendengar orang totok menggunakan kata owe? Kata wei (Hokkian we), masih dipakai terus di Tiongkok, kecuali yang sudah westernisasi menggunakan kata hallo, adakah teman kita yang sering ke Hokkian atau Taiwan pernah mendengar mereka menjawab telpon dengan kata we? Kalau ada maka pasti owe ini berasal dari we. Tinggal owe yang berarti saya, kata ganti pertama, dapatkah kita tarik bahwa juga berasal dari kata wei? Di kamus tidak disebut apa-apa. Tolong input yang lain, agar kedua arti kata owe ini pasti posisinya, tidak menjadi tanda tanya lagi. Terima kasih atas masukan hiantit David Kwa, saya sendiri punya kamus sejenis itu hanya saja ragu kesimpulannya seperti saya katakan di atas. Hanya sayang saya tak dapat membuka Hanzi dari email anda, apakah huruf 唯 saya sama dengan yang dimaksud anda? Banban kamsia li. Liang U From: David dkh...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Tue, March 23, 2010 2:36:47 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS, Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) UÈ å¯. Dalam Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken Language of Amoy, with the Principal Variations of the Chang-chew (i.e. Zhangzhou 漳州) and Chin-chew (i.e. Quanzhou 泉州) Dialects (London: 1873), halaman 350b, ada entri OÈ å¯ (baca: UÈ) yang didefinisikan sebagai “the answer to a call; yes, sir!â€� Jadi, menurut kamus itu, anak orang Hokkian biasanya menjawab panggilan bapanya atau ibunya, atau orang lain yang dihormati, dengan “UÈ å¯!â€� Kata UÈ å¯ ini diadopsi dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasa kaum Peranakan di berbagai kota di seluruh Nusantara, a.l. sampai ke Sumatra Barat, bukan hanya Jawa dari Barat hingga Timur, seiring dengan meningkatnya jumlah kaum Peranakan yang merupakan keturunan orang Tionghoa Totok (SINKHEQ 新客) dengan perempuan lokal (NYAI). Kaum Baba (laki-laki Tionghoa Peranakan) mengadopsi budaya dari pihak ayah yang Totok, sementara kaum Nyonya (perempuan Tionghoa Peranakan) mewarisi budaya ibunya yang perempuan lokal. Di kalangan kaum Baba UÈ―yang dieja OWÈ dalam bahasa Melayu Tionghoa dan Indonesia―memperoleh makna tambahan; OWÈ tidak lagi sekadar mengiakan panggilan seseorang yang dihormati, OWÈ juga mengandung makna kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat. Namun, berbeda dengan kaum BABA, kaum NYONYA tetap menggunakan SAYA yang dipakai ibu mereka, BUKAN OWÈ! Di kuping kaum BABA, kata ganti Hokkian (Selatan) GUA æˆ`, yang sebenarnya bermakna netral, terdengar lebih kasar ketimbang kata OWÈ, yang halus. Dalam budaya Peranakan, akan dianggap SANGAT TIDAK SOPAN
[budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? BABA dan NONA
Mpeq Liang U dan Liatwi, Panggilan Baba dan Nona di Jakarta memang ada, entah di bagian lain pulau ini. Owe ingat, pengalaman owe semasa kecil, waktu berkunjung ke rumah teman, ema (nenek)-nya teman itu, yang peranakan Jakarta asli, pernah âmenginterogasiâ owe dengan logat Jakarta aslinya yang medok: âSi BabÄ (dengan âÄâ pÄpÄt, maksudnya owe) anak siapÄ, tinggal di manÄ?â, dst, dst. Mungkin, maksudnya, siapa tahu dia kenal keluarga owe. Nah, mengenai panggilan Nona, ema owe pun pernah menyapa teman owe yang perempuan dengan panggilan Si Nona. Mungkin, kalau yang menyapa emanya teman owe yang Jakarta asli itu, panggilannya akan berubah lafal jadi Si NonÄ⦠Kesimpulan owe, merupakan hal lazim bagi orang Tionghoa (peranakan) maupun non-Tionghoa, untuk menyapa laki-laki (pemuda) dan perempuan (gadis) Tionghoa peranakan dengan panggilan Baba (BabÄ) dan Nona (NonÄ). Panggilan Nona ternyata tidak terbatas terhadap mereka yang masih belum menikah (gadis) saja. Ema oweâyang tentu sudah ema-ema waktu peristiwa ini terjadiâsering ditawari belanja oleh tukang sayur langganannya yang orang Betawi dengan: âNona, belanja???!!!â Memang, pada masa lampau tidak lazim seorang non-Tionghoa memanggil orang Tionghoa (Peranakan dan Totok) dengan panggilan Ngko/Nci, tapi BABA/NONA. Padahal Ngko/Nso (bukan Nci, bila yang bersangkutan sudah mempunyai suami) hanya dipakai oleh seorang Tionghoa terhadap orang Tionghoa lain yang kira-kira SEBAYA umurnya dengan kita, bukan yang seumuran orangtua kita!!! Makanya, owe pernah mengritik habis novel Ca Bau Kan-nya Remy Sylado yang âtidak sesuai dengan kenyataan sejarahâ⦠Apalagi settingnya pada masa lalu, sehingga dianggap novel sejarah, tapi ternyata si pengarang tidak tahu adanya aturan seperti itu⦠Parahnya, semua dipanggil Ngko⦠Kiongchiu, DK --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u lian...@... wrote: Terima kasih banyak atas masukannya, selama ini semua rekan mengatakan owe hanya dipakai di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Timur ada tapi tidak semua. Saya tak pernah ke Padang, jadi tak tahu. Meskipun we tanpa o tapi saya yakin itu maksudnya dan asalnya sama, cuma variasi daerah saja. Panggilan untuk yang lebih tua kalau begitu lebih mirip dalam Mandarin, laki-laki shushu yang berarti encek dan perempuan ayi yang berarti ie-ie. Hanya di Jawa tak ada panggilan baba, nona ada. Baba dipakai panggilan orang Indonesia non Tionghoa terhadap orang laki-laki Tionghoa. Dalam arti sehari-hari baba atau babah adalah peranakan Tionghoa laki-laki. Perbedaan ini tak aneh di Tiongkok sendiri banyak variasi, meskipun panggilan Mandarin makin populer karena menjadi bahasa persatuan. Di Singapore sendiri panggilan akong, engkong, atau akung mulai digantikan jadi yeye, dan panggilan anma, ama, ataupun emma, mulai diganti jadi nainai. Tapi untuk kakek nenek dari pihak perempuan belum menggunakan laoye dan laolao seperti dalam Mandarin di Tiongkok utara. Sekali lagi terima kasih atas masukan yang berharganya. Kiongchiu. Liang U
Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
Dear milis, menarik mengikuti pembicaraan ini. Meskipun rasanya sudah lama sekali tidak mendengar orang menyebut owe dalam pembicaraan. Tapi terhadap ajakan Pak Tjandra saya mau katakan oui yang dalam bahasa Perancis berarti ya Salam dari owe (sambil tunjuk hidung sendiri ... eh koq seperti Jacky Chen ya. ..), Petrus Paryono From: Tjandra Ghozalli ghozalli2...@yahoo.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Thu, March 25, 2010 1:07:07 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Dear member, Terima kasih atas segala masukan tentang asal usul kata ganti OWE. Sekarang sudah jelas tentang sumber kata OWE. Mari kita galakkan pemakaian kata OWE sebagai kata ganti orang pertama yang santun. RGDS,.TG --- On Thu, 3/25/10, liang u lian...@yahoo. com wrote: From: liang u lian...@yahoo. com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 25, 2010, 12:48 PM Sdr. Zhou, maaf sekali saya keliru, wei yang saya maksud adalah wei 唯 dalam kamus Hokkian karangan Douglas yang dibuat dua abad yang lalu, maupun kamus baru yang diterbitkan belum 5 tahun yang lalu di Tiongkok yang artinya mengiakan, yaitu ya yang cocok dengan owe yang berarti ya dalam kebiasaan orang Tionghoa peranakan. Untuk wei hallo anda yang benar, jadi tak dapat dikaitkan. Maaf atas kesalahan ini. Xiexie Liang U From: zho...@yahoo. com zho...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Wed, March 24, 2010 3:44:26 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Setahu saya, pengganti kata hallo memang Wei, tapi ini tdk hanya untuk yg menjawab, juga untuk yg memanggil. Rasanya cukup jauh dihubungkan dng kata ganti orang pertama. Lagian wei disini tulisannya 喂, bukan 唯。 Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: liang u lian...@yahoo. com Date: Tue, 23 Mar 2010 19:22:20 -0700 (PDT) To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Hiantit David Kwa, Keterangan anda benar, oe dalam kamus Douglas berasal dari 唯。Kata wei (Mandarin) adalah kata populer yang dipergunakan setiap orang kalau menelpon di Tiongkok sampai sekarang, mereka tidak pernah memakai kata Hallo, begitu telpon diangkat mereka menyahut wei? Yang aneh, kata ini kata Tionghoa asli, dipakai diseluruth Tiongkok, mengapa di Indonesia yang totok justru tak tahu, tapi yang peranakan yang menggunakannya? Oleh karena itu kesimpulan banyak orang (termasuk saya sendiri) kata owe khas di Indonesia, khususnya Jawa adalah kata khusus kaum peranakan. Mungkinkah karena waktu itu belum banyak telpon, sehingga saya tak pernah mendengar orang totok menggunakan kata owe? Kata wei (Hokkian we), masih dipakai terus di Tiongkok, kecuali yang sudah westernisasi menggunakan kata hallo, adakah teman kita yang sering ke Hokkian atau Taiwan pernah mendengar mereka menjawab telpon dengan kata we? Kalau ada maka pasti owe ini berasal dari we. Tinggal owe yang berarti saya, kata ganti pertama, dapatkah kita tarik bahwa juga berasal dari kata wei? Di kamus tidak disebut apa-apa. Tolong input yang lain, agar kedua arti kata owe ini pasti posisinya, tidak menjadi tanda tanya lagi. Terima kasih atas masukan hiantit David Kwa, saya sendiri punya kamus sejenis itu hanya saja ragu kesimpulannya seperti saya katakan di atas. Hanya sayang saya tak dapat membuka Hanzi dari email anda, apakah huruf 唯 saya sama dengan yang dimaksud anda? Banban kamsia li. Liang U From: David dkh...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Tue, March 23, 2010 2:36:47 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS, Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) UÈ å¯. Dalam Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken Language of Amoy, with the Principal Variations of the Chang-chew (i.e. Zhangzhou 漳州) and Chin-chew (i.e. Quanzhou 泉州) Dialects (London: 1873), halaman 350b, ada entri OÈ å¯ (baca: UÈ) yang didefinisikan sebagai “the answer to a call; yes, sir!â€� Jadi, menurut kamus itu, anak orang Hokkian biasanya menjawab panggilan bapanya atau ibunya, atau orang lain yang dihormati, dengan “UÈ å¯!â€� Kata UÈ å¯ ini diadopsi dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasa kaum Peranakan di berbagai kota di seluruh Nusantara, a.l. sampai ke Sumatra Barat, bukan hanya Jawa dari Barat hingga Timur, seiring dengan meningkatnya jumlah kaum Peranakan yang merupakan keturunan orang Tionghoa Totok (SINKHEQ 新客) dengan perempuan lokal (NYAI). Kaum Baba (laki-laki Tionghoa Peranakan) mengadopsi budaya dari pihak ayah yang Totok, sementara kaum Nyonya
[budaya_tionghua] Dubes AS Green Remehkan Baperki
Dubes AS Green Remehkan Baperki Oleh Go Sien Ay Hari Sabtu tanggal 13 Maret 2010, genaplah 7 windu berdirinya Baperki. 56 Tahun yang lalu di bawah pimpinan Thio Thiam Tjong sebagai ketua Partai Demokrat Tionghoa Indonesia di gedung Sin Ming Hui Jakarta ketika itu dengan dihadiri oleh 44 orang tokoh Tionghoa dari seluruh Indonesia yang menyelenggarakan rapat untuk pembentukan sebuah badan yang bisa memperjuangkan terciptanya suatu masyarakat Indonesia yang bebas dari diskriminasi rasial dan menjadikan setiap insan Indonesia menjadi patriot bangsa sesuai cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Para tokoh yang hadir antara lain dari Semarang, Kwik Hway Gwan, Pedagang, ayah Kwik Kian Djiang, Kwik Kian Gie, Kwik Kian Djien, Tan Tjien Lien, bos Union Trading Company, Kwa Khay Twan, pelajar SMA Chung Hua Hui yang merupakan peserta termuda, pedagang Tegal bernama Tan Siang Lan, Ang Jan Gwan bos koran Sin Po, Siauw Giok Tjhan Pemimpin Redaksi Sunday Courier/anggota DPR, Drs. Go Gien Tjwan, Dr Tan Eng Tie, Mr. Oei Tjoe Tat, Mr. Yap Thiam Hien, Mr. Liem Koen Seng, Ir. Tan Hwat Tiang, Mr. Auwyong Peng Koen, Khoe Woen Sioe, Drs Kwee Hwat Djien, Mr. Phoa Thoan Hian, Mr. Tan Po Goan dari Jakarta dan lain-lain. Akhirnya rapat menyetujui untuk berdirinya Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki). Dengan aklamasi terpilih Siauw Giok Tjhan sebagai ketua umumnya. Penulisnya Drs. Go Gien Tjwan dan bendaharanya Ang Jan Gwan. Dalam perkembangannya Baperki maju pesat dan memiliki lebih dari 100 cabang di seluruh Indonesia dan kurang lebih 100 sekolahan mulai TK hingga SMA. Di Jakarta berhasil didirikan Universitas Baperki yang memiliki beberapa fakultas antara lain kedokteran, kedokteran gigi, tehnik mesin, tehnik elektro, tehnik sipil, ekonomi, hukum, dll. Kemudian namanya berubah menjadi Universitas Res Publica (Ureca) yang merupakan universitas pertama yang menerapkan uang gedung untuk pembangunan universitas. Ide ini kemudian diikuti oleh universitas swasta lainnya. Ketika pembangunan gedung-gedung di kampus Grogol selesai para peserta Kongres Baperki tahun 1963 yang berlangsung di Senayan Jakarta, dengan dihadiri Presiden Soekarno, para peserta bertekad semua tak mau bermalam di hotel-hotel seperti biasanya, maklum kebanyakan bos, tapi mereka ingin sekali menginap di kampus Ureca Grogol hingga menyibukkan panitya, karena mesti menyediakan berpuluh-puluh kasur dan tikar serta kamar mandi dan wc darurat. Semua sumbangan yang diserahkan kepada Baperki untuk pembangunan kampus itu tidak satu sen pun yang dikorup, hingga dengan megah berdirilah kampus Universitas Baperki di daerah Grogol/Kyai Tapa, di mana para mahasiswa dan mahasiswinya ikut cancut taliwondo bekerja bakti dengan keringat bercucuran, yang belum pernah ada dalam pembangunan suatu kampus. Dengan penuh semangat dan riang-gembira mereka menyingsingkan lengan baju rela menjadi ?kuli bangunan?. Ada yang dengan bangga dengan senyum simpul berkata, bahwa kelak ia akan bercerita kepada anak-cucunya, bahwa dirinya ikut andil dalam pembangunan kampus itu dengan ikut membanting tulang, berpeluh di bawah terik panas matahari dan basah kuyub di bawah tetesan air hujan. Di Surabaya juga berhasil didirikan Ureca cabang Surabaya dengan fakultas pharmasinya yang untuk pertama kali menempati sebuah tempat /gudang .. peti mati. Sedang di Semarang didirikan fakultas kedokteran di Jl. Pemuda no. 130 (sekarang menjadi gedung Jamsostek). Sungguh sangat disayangkan karena ketika meletus Peristiwa G-30S/PKI dengan bersenjatakan Surat Perintah 11 Maret 1966 Jenderal Soeharto membubarkan PKI dengan ormas-ormasnya. Oleh Rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, Baperki, Permusyawaratan Pemuda Indonesia, (PPI), Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PERHIMI dahulu bernama Ta Hsueh Hsueh Sheng Hui), Perkumpulan Pelajar Sekolah Menengah Indonesia (PPSMI) yang dahulu bernama Chung Lien Hui, dianggap azasnya sama atau berafiliasi dengan PKI, maka dibubarkan oleh rezim tersebut. Banyak para pengurus atau anggota organisasi-organisasi itu ditangkap lalu dijadikan tahanan politik (tapol) disekap di berbagai kamp pengasingan. Dari hasil interogasi, tiada seorang pun yang diajukan ke pengadilan. Semuanya adalah pendukung setia Presiden Soekarno dan melaksanakan semua ajarannya dengan konsisten dan konsekuen. Kalau tokh ada yang menjadi aktivis PKI itu adalah tindakan beberapa oknum saja. Sama sekali tiada bukti konkrit, bahwa organisasi-organisasi tersebut adalah onderbouw PKI atau berafiliasi dengan PKI atau di bawah perlindungan PKI. Dalih lain yang dilimpahkan kepada Baperki ialah karena Siauw Giok Tjhan Ketua Umum Pusat Baperki duduk dalam Dewan Revolusi Indonesia yang diketuai oleh Letkol Untung, jadi Baperki tersangkut dalam pemberontakan G-30S/PKI. Padahal begitu mendengarkan namanya dicantumkan dalam Dewan Revolusi Indonesia, Siauw langsung meluruskan, bahwa pencantuman namanya dalam Dewan
[budaya_tionghua] Re: Fw: Sincia Zaman Dulu di Rumah Kapten Tionghoa
Mpeh Chan, Wah sungguh bagus dan menarik sekali kisahnya. Alangkah menariknya bila bisa diceritakan waktu ada pesta pernikahan, pesta ulang tahun (shejit) serta saat Kapitan meninggal dunia dan juga kenangan-kenangan lain yang pak Go alami sebagai tetangga dan teman main anak Kapitan. Kiongchiu, DK --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ChanCT sa...@...wrote: - Original Message - From: Go Sien Ay To: Sent: Monday, March 22, 2010 4:18 PM Subject: Sincia Zaman Dulu di Rumah Kapten Tionghoa Sincia Zaman Dulu di Rumah Kapten Tionghoa Oleh: Go Sien Ay Suatu kenang-kenangan zaman dulu yang pernah saya alami ialah ketika perayaan Sincia di rumah seorang Kapten Tionghoa Pati bernama Ong Kie Bik yang berdiam di Daendelsweg nomor 295, berdampingan dengan rumah kakek/nenek saya yakni Gan Swan Tien/Liem Per Nio di Daendelsweg 297. Pada tiap perayaan Tahun Baru Imlek rumah Kapten tersebut selalu diterangi dengan lampu pom (lampu dengan bahan bakar gas) hingga terang benderang. Kapten Ong berdiam dengan istrinya yang ketiga di situ bersama 9 anaknya yakni 4 putra dan 5 putri, dua di antaranya sebaya dengan saya. Dari istri pertamanya, Kapten Ong dikaruniai seorang putra dan seorang putri. Putra pertamanya bernama Ong Gwat Tjee dan bersama adik prempuannya berdiam bersama ibunya di rumah lain. Sedang istri kedua Kapten Ong melahirkan seorang putra dan 2 putri. Di masa kecilnya Ong Gwat Tjee, yang diharapkan dapat menggantikan kedudukan ayahnya kelak, ternyata lebih suka bermain dengan kudanya sampai berlebihan, sehingga membuat jengkel ayahnya dan ketika ia ditugaskan untuk melakukan suatu pekerjaan, ia membangkang. Maka ayahnya naik pitam dan menyumpahinya dengan kata-kata: Hee... Klembak, besok kau akan diberi makan oleh kudamu. Klembak ini adalah nama Jawanya Ong Gwat Tjee. Ternyata di kemudian hari ucapan sang Kapten kepada putranya itu manjur sekali dan Klembak seumur hidupnya tak bisa bekerja selain sebagai sais dokar yang ditarik kudanya, walaupun dokarnya itu lux, sering digunakan untuk mempelai sebagai gantinya mobil di zaman Jepang dan pada masa revolusi. Bahkan saya bersama Thio Kiat Sing, ketika ke Semarang tanggal 19 Januari 1949 naik dokar Klembak, putra Kapten Ong sampai Kudus yang dikusiri oleh Klembak sendiri. Sudah menjadi tradisi, bahwa pada tiap Sincia di rumah Kapten Ong itu diadakan judi antar kaum prempuan Tionghoa kaya Pati, yang disponsori oleh Ny. Kapten. Sayang Kapten Ong setelah baru naik pangkat dari Letnan menjadi Kapten telah wafat. Judi yang diadakan di sana adalah ceki dengan menggunakan meja bulat pendek. Semua peserta ceki duduk lesehan diatas tikar halus. Di situ ada 2 pasangan ibu dan putrinya salah satunya ialah Ny Kapten dan ibunya sendiri yang khusus datang dari Tayu. Sebelum kedatangan nyonya-nyonya besar itu, telah dipersiapkan payung kebesaran untuk menyambut mereka. Saya dan adik Sien Ging serta putra Kapten Ong Hong LIat dan putrinya Ong Hong Ien, ditugaskan untuk memayungi pata tamu agung tersebut dan kalau hujan ditugaskan juga untuk mengganti sepatu mereka dengan sandal cap Macan buatan Srondol yang terkenal ketika itu. Sepatu-sepatu mereka kita bawa masuk. Kita juga ditugaskan mengambil buah pinang di belakang kebun rumah kakek/nenek saya serta membuatkan rokok dari bunga kecubung yang telah dikeringkan untuk ibu Ny. Kapten yang menderita asma alias bengek. Para putri Ny. Kapten mempersiapkan perangkat menginang yang ditempatkan dalam kotak perak antik serta tempolong tempat membuang ludah terbuat dari kuningan. Kita juga ditugaskan menyajikan minuman dan snack, yang seringkali kita mencicipinya terlebih dahulu, dasar anak-anak. Momen yang paling mendebarkan dan menggembirakan, ialah ketika perjudian ceki berakhir. Kita ramai-ramai minta cok (baca seperti Koperasi) dari pemenang judi. Kita anak-anak diberi cok 4 sen masing-masing, sedang yang remaja mendapat 10 sen, lumayan. Kedatangan dan kepulangan para nyonya besar itu selalu menggunakan dokar, tapi tak pernah sekalipun naik dokar Klembak, putra sulung alm Kapten Ong Kie Bik. Seringkali Ny. Kapten juga memanggil rombongan ketoprak jalanan Sipon untuk mementaskan cerita Sanpek Engtay atau Nyai Dasima atau cerita lainnya. Jika Capgomeh tiba maka di rumah itu dipertunjukkan wayang kulit semalam suntuk. Demikianlah sedikit kisah di zaman dahulu pada saat Sincia. Saya tunggu respons sdr. Go Sien Ay
Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
Dlm kamus, Istilah wei memang berarti yes, utk mengiyakan. Tapi sejak kapan menjadi saya? Apakah di bumi tiongkok atau sesudah di indonesia? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: liang u lian...@yahoo.com Date: Wed, 24 Mar 2010 22:48:54 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Sdr. Zhou, maaf sekali saya keliru, wei yang saya maksud adalah wei 唯 dalam kamus Hokkian karangan Douglas yang dibuat dua abad yang lalu, maupun kamus baru yang diterbitkan belum 5 tahun yang lalu di Tiongkok yang artinya mengiakan, yaitu ya yang cocok dengan owe yang berarti ya dalam kebiasaan orang Tionghoa peranakan. Untuk wei hallo anda yang benar, jadi tak dapat dikaitkan. Maaf atas kesalahan ini. Xiexie Liang U From: zho...@yahoo.com zho...@yahoo.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wed, March 24, 2010 3:44:26 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Setahu saya, pengganti kata hallo memang Wei, tapi ini tdk hanya untuk yg menjawab, juga untuk yg memanggil. Rasanya cukup jauh dihubungkan dng kata ganti orang pertama. Lagian wei disini tulisannya 喂, bukan 唯。 Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: liang u lian...@yahoo. com Date: Tue, 23 Mar 2010 19:22:20 -0700 (PDT) To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Hiantit David Kwa, Keterangan anda benar, oe dalam kamus Douglas berasal dari 唯。Kata wei (Mandarin) adalah kata populer yang dipergunakan setiap orang kalau menelpon di Tiongkok sampai sekarang, mereka tidak pernah memakai kata Hallo, begitu telpon diangkat mereka menyahut wei? Yang aneh, kata ini kata Tionghoa asli, dipakai diseluruth Tiongkok, mengapa di Indonesia yang totok justru tak tahu, tapi yang peranakan yang menggunakannya? Oleh karena itu kesimpulan banyak orang (termasuk saya sendiri) kata owe khas di Indonesia, khususnya Jawa adalah kata khusus kaum peranakan. Mungkinkah karena waktu itu belum banyak telpon, sehingga saya tak pernah mendengar orang totok menggunakan kata owe? Kata wei (Hokkian we), masih dipakai terus di Tiongkok, kecuali yang sudah westernisasi menggunakan kata hallo, adakah teman kita yang sering ke Hokkian atau Taiwan pernah mendengar mereka menjawab telpon dengan kata we? Kalau ada maka pasti owe ini berasal dari we. Tinggal owe yang berarti saya, kata ganti pertama, dapatkah kita tarik bahwa juga berasal dari kata wei? Di kamus tidak disebut apa-apa. Tolong input yang lain, agar kedua arti kata owe ini pasti posisinya, tidak menjadi tanda tanya lagi. Terima kasih atas masukan hiantit David Kwa, saya sendiri punya kamus sejenis itu hanya saja ragu kesimpulannya seperti saya katakan di atas. Hanya sayang saya tak dapat membuka Hanzi dari email anda, apakah huruf 唯 saya sama dengan yang dimaksud anda? Banban kamsia li. Liang U From: David dkh...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Tue, March 23, 2010 2:36:47 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS, Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) UÈ å¯. Dalam Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken Language of Amoy, with the Principal Variations of the Chang-chew (i.e. Zhangzhou 漳州) and Chin-chew (i.e. Quanzhou 泉州) Dialects (London: 1873), halaman 350b, ada entri OÈ å¯ (baca: UÈ) yang didefinisikan sebagai “the answer to a call; yes, sir!â€� Jadi, menurut kamus itu, anak orang Hokkian biasanya menjawab panggilan bapanya atau ibunya, atau orang lain yang dihormati, dengan “UÈ å¯!â€� Kata UÈ å¯ ini diadopsi dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasa kaum Peranakan di berbagai kota di seluruh Nusantara, a.l. sampai ke Sumatra Barat, bukan hanya Jawa dari Barat hingga Timur, seiring dengan meningkatnya jumlah kaum Peranakan yang merupakan keturunan orang Tionghoa Totok (SINKHEQ 新客) dengan perempuan lokal (NYAI). Kaum Baba (laki-laki Tionghoa Peranakan) mengadopsi budaya dari pihak ayah yang Totok, sementara kaum Nyonya (perempuan Tionghoa Peranakan) mewarisi budaya ibunya yang perempuan lokal. Di kalangan kaum Baba UÈ―yang dieja OWÈ dalam bahasa Melayu Tionghoa dan Indonesia―memperoleh makna tambahan; OWÈ tidak lagi sekadar mengiakan panggilan seseorang yang dihormati, OWÈ juga mengandung makna kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat. Namun, berbeda dengan kaum BABA, kaum NYONYA tetap menggunakan SAYA yang dipakai ibu mereka, BUKAN OWÈ! Di kuping kaum BABA, kata ganti Hokkian (Selatan) GUA æˆ`, yang sebenarnya bermakna netral, terdengar lebih kasar ketimbang kata OWÈ, yang halus. Dalam budaya Peranakan, akan dianggap
Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
He..he..Bisa aja bung Petrus, bukan tunjuk hidung kaya orang Hongkong, tapi sambil soja seraya bilang OWE, nah gitu lebih pas. RGDS.TG --- On Thu, 3/25/10, Petrus Paryono petruspary...@yahoo.com wrote: From: Petrus Paryono petruspary...@yahoo.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Thursday, March 25, 2010, 4:13 PM Dear milis, menarik mengikuti pembicaraan ini. Meskipun rasanya sudah lama sekali tidak mendengar orang menyebut owe dalam pembicaraan. Tapi terhadap ajakan Pak Tjandra saya mau katakan oui yang dalam bahasa Perancis berarti ya Salam dari owe (sambil tunjuk hidung sendiri ... eh koq seperti Jacky Chen ya. ..), Petrus Paryono From: Tjandra Ghozalli ghozalli2002@ yahoo.com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Thu, March 25, 2010 1:07:07 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Dear member, Terima kasih atas segala masukan tentang asal usul kata ganti OWE. Sekarang sudah jelas tentang sumber kata OWE. Mari kita galakkan pemakaian kata OWE sebagai kata ganti orang pertama yang santun. RGDS,.TG --- On Thu, 3/25/10, liang u lian...@yahoo. com wrote: From: liang u lian...@yahoo. com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 25, 2010, 12:48 PM Sdr. Zhou, maaf sekali saya keliru, wei yang saya maksud adalah wei 唯 dalam kamus Hokkian karangan Douglas yang dibuat dua abad yang lalu, maupun kamus baru yang diterbitkan belum 5 tahun yang lalu di Tiongkok yang artinya mengiakan, yaitu ya yang cocok dengan owe yang berarti ya dalam kebiasaan orang Tionghoa peranakan. Untuk wei hallo anda yang benar, jadi tak dapat dikaitkan. Maaf atas kesalahan ini. Xiexie Liang U From: zho...@yahoo. com zho...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Wed, March 24, 2010 3:44:26 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Setahu saya, pengganti kata hallo memang Wei, tapi ini tdk hanya untuk yg menjawab, juga untuk yg memanggil. Rasanya cukup jauh dihubungkan dng kata ganti orang pertama. Lagian wei disini tulisannya 喂, bukan 唯。 Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: liang u lian...@yahoo. com Date: Tue, 23 Mar 2010 19:22:20 -0700 (PDT) To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Hiantit David Kwa, Keterangan anda benar, oe dalam kamus Douglas berasal dari 唯。Kata wei (Mandarin) adalah kata populer yang dipergunakan setiap orang kalau menelpon di Tiongkok sampai sekarang, mereka tidak pernah memakai kata Hallo, begitu telpon diangkat mereka menyahut wei? Yang aneh, kata ini kata Tionghoa asli, dipakai diseluruth Tiongkok, mengapa di Indonesia yang totok justru tak tahu, tapi yang peranakan yang menggunakannya? Oleh karena itu kesimpulan banyak orang (termasuk saya sendiri) kata owe khas di Indonesia, khususnya Jawa adalah kata khusus kaum peranakan. Mungkinkah karena waktu itu belum banyak telpon, sehingga saya tak pernah mendengar orang totok menggunakan kata owe? Kata wei (Hokkian we), masih dipakai terus di Tiongkok, kecuali yang sudah westernisasi menggunakan kata hallo, adakah teman kita yang sering ke Hokkian atau Taiwan pernah mendengar mereka menjawab telpon dengan kata we? Kalau ada maka pasti owe ini berasal dari we. Tinggal owe yang berarti saya, kata ganti pertama, dapatkah kita tarik bahwa juga berasal dari kata wei? Di kamus tidak disebut apa-apa. Tolong input yang lain, agar kedua arti kata owe ini pasti posisinya, tidak menjadi tanda tanya lagi. Terima kasih atas masukan hiantit David Kwa, saya sendiri punya kamus sejenis itu hanya saja ragu kesimpulannya seperti saya katakan di atas. Hanya sayang saya tak dapat membuka Hanzi dari email anda, apakah huruf 唯 saya sama dengan yang dimaksud anda? Banban kamsia li. Liang U From: David dkh...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Tue, March 23, 2010 2:36:47 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS, Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) UÈ å¯. Dalam Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken Language of Amoy, with the Principal Variations of the Chang-chew (i.e. Zhangzhou 漳州) and Chin-chew (i.e. Quanzhou 泉州) Dialects (London: 1873), halaman 350b, ada entri OÈ å¯ (baca: UÈ) yang didefinisikan sebagai “the answer to a call; yes, sir!â€� Jadi, menurut kamus itu, anak orang Hokkian biasanya menjawab panggilan bapanya atau ibunya, atau orang lain yang dihormati, dengan “UÈ å¯!â€� Kata UÈ å¯ ini diadopsi dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasa kaum Peranakan di berbagai kota di seluruh Nusantara, a.l. sampai ke Sumatra Barat, bukan hanya Jawa dari Barat hingga Timur,
[budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
Sebenarnya ini sebuah kebiasaan yang mengherankan saya. Di P Jawa kita menunjuk ke dada saat menunjuk diri sendiri. Di Singapura, Hong Kong dan Malaysia (mungkin juga ditempat lain) hidung sendiri yang ditunjuk. Mungkin di Tiongkok daratan ada beberapa daerah yang penduduknya menunjuk ke dada untuk menunjuk diri sendiri ? Atau ada periode tertentu dimana menunjuk dada menjadi kebiasaan ? Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Petrus Paryono petruspary...@... wrote: Dear milis, Salam dari owe (sambil tunjuk hidung sendiri ... eh koq seperti Jacky Chen ya. ..), Petrus Paryono
[budaya_tionghua] Babeh vs Babah? (Was: ASAL OWE DARI MANA? BABA dan NONA)
Bung David Kwa dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe. menarik sekali baca posting berdiskusi ttg 'owe' ini, mulanya cuma mau pasip jadi pembaca yang baik doang, tapi tak tahan juga mau nimbrung juga nih. Saya baru tahu kalau 'baba(h)' di Betawi jadi 'babe(h)', dengan pengertian 'baba'nya sebutan untuk seorang Tionghua yang dipanggil oleh non Tionghua dan Tiuonghua peranakan. Apakah ini babe(h)-nye same ame nyang biase dipake buat gantinye nyebut 'ayah' atawa 'bapak' bagi masyarakat Betawi asli ya? Contohnye, Babeh Saman nyang juwalan nasi uduk di Kebon Kacang, bilangan Tenabang itu, lalu ade Babe(h) Lili nyang dagangnye ikan bakar di bilangan Kebon Sirih. Kalau iya, berarti banyak juga kosakata basa Betawi yang terpengaruh oleh basa dialek Hok-kian tuh ye? Gue dari gua (wa), apalagi 'elo' (lu), belum lagi angka-angka jigo, gocap, seceng. Yang selama ini jadi kecurigaan saya mah, kata 'dialogue' dalam basa Inggris itu, jangan-jangan berasal dari basa Betawi - dia (e)lo gue, pan bener banget tuh, kalau mau dialogue ya kudu ada 3 unsur: ada dia, ada (e)lo dan ada gue tuh, jeh! ***just kidding-larrr!*** Lanjut dikit soal 'owe' ya. Kalau di Cirebon, kayaknya ada imbuhan bunyi 'h' di belakangnyah, jadi terdengarnyah 'oweh' dan untuk anak perempuan 'sayah'. Mungkin juga ini hampir sama-sama pengaruh di daerah berbasa Sunda, kalau tak salah, seperti Bandung, Bogor, Tasik, Garut dan lain-lainnya. Ene saya (mestinya sih ema, cuma salah kaprah dalam keluarga oweh ajah sih) dengan sabarnya 'mengajarkan' anak-anak mamah saya dengan sebutan itu, diulang-ulangnya terus kalau kami salah nyebut. Lama-lama kami jadi belajar bahwa yang lelaki mesti ber-'oweh' kepada mereka dan anak-anaknya (engku, ie-ie, dan locian-pwee lainnya) dan yang perempuan mesti ber'sayah'. Waktu anak saya lahir, ene dan ie-ie saya, coba mengajarkan kepada cicit dan cucu-nya (=anak saya) dengan panggilan 'oweh' juga. Jadi, kalau pas mereka bertandang ke rumah saya, menginap, mereka akan membiasakan anak saya (lelaki) ber-oweh. Saya sih cuma senyum di kulum ajah di samping, ndak mengiyakan tapi juga ndak menghalangi. Soalnya, bukan apa-apa, mami mertua saya itu totok Holland sprekken, jadi kagak ngatri samsek soal 'oweh-oweh-an' begitu. Padahal mertuanya mami mertua saya (engkong dan ema nyonyah saya dari papi-nya) totok Tiongkok asli. Pernah sekali waktu, saya berkenalan dengan seorang supplier asal Cerebon. Begitu tahu saya wong Cerebon juga, mulailah dia berbasa krama dengan menyebut dirinya dengan 'oweh'. Sebab di Cerebon, generasi saya masih terpapar oleh 'oweh' ini. Dalam bisnis, basa krama dengan menyebut diri 'oweh' memang lazim di Cerebon. Jadi, ketika si supplier bertandang ke rumah saya, dia ramai menyebut 'oweh' berulang-ulang dan cuku kerap, soalnya 'kan 'oweh' berarti 'saya' dan juga 'iya'. Yang ada, nyonyah saya ketawa sendiri di dapur mendengarnya. Dia ingat ama mertua dan ema mertuanya yang coba mengajarkan anaknya waktu masih bayi dan balita untuk ber'oweh-oweh'an juga. Ya sudah, akhirnya anak-anak saya (2 orang) tidak bisa dicekokin kultur 'oweh' ini. Sorry. Mission is gatot (gagal total) deh ya. Begitu ajah sih ya kira-kira. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, David dkh...@... wrote: Mpeq Liang U dan Liatwi, Panggilan Baba dan Nona di Jakarta memang ada, entah di bagian lain pulau ini. Owe ingat, pengalaman owe semasa kecil, waktu berkunjung ke rumah teman, ema (nenek)-nya teman itu, yang peranakan Jakarta asli, pernah âmenginterogasiâ owe dengan logat Jakarta aslinya yang medok: âSi BabÄ (dengan âÄâ pÄpÄt, maksudnya owe) anak siapÄ, tinggal di manÄ?â, dst, dst. Mungkin, maksudnya, siapa tahu dia kenal keluarga owe. Nah, mengenai panggilan Nona, ema owe pun pernah menyapa teman owe yang perempuan dengan panggilan Si Nona. Mungkin, kalau yang menyapa emanya teman owe yang Jakarta asli itu, panggilannya akan berubah lafal jadi Si NonÄ⦠Kesimpulan owe, merupakan hal lazim bagi orang Tionghoa (peranakan) maupun non-Tionghoa, untuk menyapa laki-laki (pemuda) dan perempuan (gadis) Tionghoa peranakan dengan panggilan Baba (BabÄ) dan Nona (NonÄ). Panggilan Nona ternyata tidak terbatas terhadap mereka yang masih belum menikah (gadis) saja. Ema oweâyang tentu sudah ema-ema waktu peristiwa ini terjadiâsering ditawari belanja oleh tukang sayur langganannya yang orang Betawi dengan: âNona, belanja???!!!â Memang, pada masa lampau tidak lazim seorang non-Tionghoa memanggil orang Tionghoa (Peranakan dan Totok) dengan panggilan Ngko/Nci, tapi BABA/NONA. Padahal Ngko/Nso (bukan Nci, bila yang bersangkutan sudah mempunyai suami) hanya dipakai oleh seorang Tionghoa terhadap orang Tionghoa lain yang kira-kira SEBAYA umurnya dengan kita, bukan yang seumuran orangtua kita!!! Makanya, owe pernah mengritik habis novel Ca Bau Kan-nya Remy Sylado yang
Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
Thanks - Andreas From: zho...@yahoo.com zho...@yahoo.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wed, March 24, 2010 7:40:28 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Black barry sebenarnya adalah mini komputer, semua program dasar bisa diset, termasuk pilihan bahasanya. pada dasarnya pilihan bahasanya cukup komplit. Tapi kalau semua diupload terlalu membebani mesinnya, makanya biasanya penjualnya mensettingkan kita beberapa pilihan saja, tergantung kebutuhan kita. Demikian juga saat beli komputer, kita harus pesan ke penjual, agar program windownya diupload komplit, termasuk asian languade. Dari window ini kita otomatis sudah bisa baca dan menulis huruf Han pakai berbagai metode. Tapi yg paling praktis saya kira adalah pakai program google chinese input, yg bisa didownload dari internet. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: ANDREAS MIHARDJA mihar...@pacbell.net Date: Wed, 24 Mar 2010 08:53:46 -0700 (PDT) To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Sdr zhoufy saya ingin tanya Kirim email dgn blackberry - koq bisa kirim huruf kanji. Apakah blackberry diIndonesia ada kemungkinan utk menulis pakai pinyin sehingga hurufnya dpt keluar. Kita diUS tidak punya kemungkinan utk menulis huruf kanji dan dulu NJstar dpt dipakai - tetapi sekarang ini dgn MS yg terachir semua macet. Dulu juga bisa krim dgn menulis pakai tangan tetapi sekarang kaga bisa lagi -- malah baca email sering kali mendapat text nawur meskipun didalam email system ada segala macem encoding dari UTF sampai simplified dan traditional belasan macem. Terus terang saya sekarang sudah give-up utk mencoba. Andreas From: zho...@yahoo. com zho...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Wed, March 24, 2010 12:44:26 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Setahu saya, pengganti kata hallo memang Wei, tapi ini tdk hanya untuk yg menjawab, juga untuk yg memanggil. Rasanya cukup jauh dihubungkan dng kata ganti orang pertama. Lagian wei disini tulisannya 喂, bukan 唯。 Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: liang u lian...@yahoo. com Date: Tue, 23 Mar 2010 19:22:20 -0700 (PDT) To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Hiantit David Kwa, Keterangan anda benar, oe dalam kamus Douglas berasal dari 唯。Kata wei (Mandarin) adalah kata populer yang dipergunakan setiap orang kalau menelpon di Tiongkok sampai sekarang, mereka tidak pernah memakai kata Hallo, begitu telpon diangkat mereka menyahut wei? Yang aneh, kata ini kata Tionghoa asli, dipakai diseluruth Tiongkok, mengapa di Indonesia yang totok justru tak tahu, tapi yang peranakan yang menggunakannya? Oleh karena itu kesimpulan banyak orang (termasuk saya sendiri) kata owe khas di Indonesia, khususnya Jawa adalah kata khusus kaum peranakan. Mungkinkah karena waktu itu belum banyak telpon, sehingga saya tak pernah mendengar orang totok menggunakan kata owe? Kata wei (Hokkian we), masih dipakai terus di Tiongkok, kecuali yang sudah westernisasi menggunakan kata hallo, adakah teman kita yang sering ke Hokkian atau Taiwan pernah mendengar mereka menjawab telpon dengan kata we? Kalau ada maka pasti owe ini berasal dari we. Tinggal owe yang berarti saya, kata ganti pertama, dapatkah kita tarik bahwa juga berasal dari kata wei? Di kamus tidak disebut apa-apa. Tolong input yang lain, agar kedua arti kata owe ini pasti posisinya, tidak menjadi tanda tanya lagi. Terima kasih atas masukan hiantit David Kwa, saya sendiri punya kamus sejenis itu hanya saja ragu kesimpulannya seperti saya katakan di atas. Hanya sayang saya tak dapat membuka Hanzi dari email anda, apakah huruf 唯 saya sama dengan yang dimaksud anda? Banban kamsia li. Liang U From: David dkh...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Tue, March 23, 2010 2:36:47 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS, Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) UÈ å¯. Dalam Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken Language of Amoy, with the Principal Variations of the Chang-chew (i.e. Zhangzhou 漳州) and Chin-chew (i.e. Quanzhou 泉州) Dialects (London: 1873), halaman 350b, ada entri OÈ å¯ (baca: UÈ) yang didefinisikan sebagai “the answer to a call; yes, sir!â€� Jadi, menurut kamus itu, anak orang Hokkian biasanya menjawab panggilan bapanya atau ibunya, atau orang lain yang dihormati, dengan “UÈ å¯!â€� Kata UÈ å¯ ini diadopsi dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasa kaum Peranakan di berbagai kota di seluruh Nusantara, a.l.
Re: rumah Tjong A Fie d/h[budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia
terima kasih sdr David. Segera Bukjam kejar... 2010/3/24 David dkh...@yahoo.com Sdr. Bukjam, Buku tersebut sepertinya ada di Toko Buku Periplus - JavaBooks di Kelapa Gading. Alamatnya owe lupa. Di dalamnya ada pembahasan rumah Tjong A Fie di Medan (hlm. 146) dan Tjong Pit Se (Cheong Fatt Tze) di Pulau Pinang (hlm. 128) lengkap, disamping rumah yang Tjong Pit Se bangun di kampung halaman di Dabu, Guangdong (hlm. 274). Coba aja cari di sana. Kiongchiu 拱手, DK --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com budaya_tionghua%40yahoogroups.com, bukjam buk...@... wrote: teman-teman sekalian, sayang bukjam keliwatan diskusi soal topik menarik ini. gara-gara masalah mailbox. Buku itu bisa beli dimana di jkt? Apakah ada pembahasan mengenai rumah Tjong A Fie di Medan? Atau Tjong Pit Se di Penang? BUKJAM mengunjungi rumah peninggalan Tjong A Fie di Medan, melihat akan peninggalan arsitektur Hakka (khek) zaman dulu dipadukan dengan arsitektur Belanda di bagian loteng. Sungguh bagus ukiran-ukiran asli Tiongkok, bahkan ada hadiah langsung ukiran karakter dari Kaisar Ching. salam, BUKJAM Liatwi, Setahu owe, sesuai kondisi geografis, CIMCE 深井 pada rumah-rumah di Tiongkok UTARA yang kurang sinar matahari dan hujan, macam SIHEYUAN di Beijing, memang lebih besar daripada di Tiongkok SELATAN yang kebalikannya. Maka tak heran bila CIMCE yang sengaja ditutupi dengan bahan transparan tidak diketemukan dalam buku-buku yang berbicara tentang arsitektur Tiongkok UTARA. Oleh sebab itu arsitektur Tiongkok UTARA tidak “nyambung†dengan arsitektur Tionghoa yang ada di kita. “Lha wong†beda banget koq! Sebaliknya, hal yang sama tidak berlaku di SELATAN. Di propinsi-propinsi Tiongkok SELATAN macam di FUJIAN dan GUANGDONG, tempat asal sebagian besar orang Tionghoa di Indonesia, curah hujan lebih tinggi dan sinar matahari lebih banyak, sehingga orang tidak perlu membuat CIMCE 深井 yang besar-besar. Setelah orang Tionghoa bermigrasi ke Nanyang, termasuk ke Indonesia, yang lebih “basah†, CIMCE 深井 yang besarnya seperti di Fujian selatan jelas tidak begitu diperlukan, malah kalau perlu “ditahan†dengan krei kayu atau bambu. Selain itu, rupanya banyak CIMCE 深井 yang sengaja ditutupi dengan genteng kaca, setelah diketemukannya genteng kaca. Bahkan ada yang menulis, ada bukti bahwa CIMCE 深井 rumah-rumah Tionghoa di Bogor yang DOELOE curah hujannya sangat tinggi (maklum Kota Hujan) sengaja dibuat lebih kecil, atau malah ditutupi dengan genteng kaca. Kiongchiu 拱手, DK --- In budaya_tionghua@yahoogroups.combudaya_tionghua%40yahoogroups.com, zho...@ wrote: Adanya sumur langit yg ditutupi genteng kaca ini memang bisa jadi dibangun berbarengan dng pendirian bangunan utama, bukan ditambahkan di kemudian hari. Maka ini tepatnya disebut modifikasi pribadi pemilik. Tapi saya lihat modifikasi ini sifatnya sporadis, tdk mengikuti pakem arsitektur yg baku. Coba perhatikan, bagaimana pola dan konstruksi atap tambahannya,pasti akan terlihat kacau dipaksakan. Dan saya kira pola ini juga belum terlalu lama, mengingat di zaman kuno genteng kaca juga belum ada. Seberapa lamanya ya perlu diriset, kapan genteng kaca mulai di produksi. Dan saya tidak menjumpai penutupan ini di quadrant house beijing, rumah taman suzhou maupun di wilayah lain di Tiongkok, lebih banyak terjadi di asia tenggara, apa karena di sini curah hujannya deras? -Original Message- From: David dkh...@ Date: Wed, 10 Mar 2010 01:23:12 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com budaya_tionghua%40yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia Zhou-xiong, Loek-heng dan Dipo-te, Yang menarik, CIMCE 深井 yang tertutup ternyata bukan hanya dijumpai di bangunan skala kecil macam Ruko Familie Lo di Pasar Lama, Tangerang, dan tempat-tempat lain di seluruh Jawa, tapi juga di gedung BESAR model bekas kediaman Majoor der Chineezen Khouw Kim An 許��`安―Sin Ming Hui 新明會―Tjandra Naja/Candra Naya di Jl. Gajah Mada 188, Jakarta Barat. Pada halaman 176-177 buku Chinese Houses in Southeast Asia ada fotonya yang dengan jelas menggambarkan bagaimana CIMCE 深井 yang seharusnya terbuka tersebut sengaja ditutup dengan struktur kuda-kuda Tionghoa berukir yang bergenteng kaca, agaknya supaya cahaya tetap dapat masuk, namun air hujan tidak. Dari buatannya, struktur ini sepertinya bukan buatan baru yang ditambahkan kemudian, tapi sudah ada sejak lama, bahkan mungkin seusia bangunannya sendiri yang didirikan pada 1807. Atau, ini memang merupakan tambahan kemudian, namun tetap pada abad 19, beberapa tahun setelah didirikan? Kiongchiu 拱手, DK --- In budaya_tionghua@yahoogroups.combudaya_tionghua%40yahoogroups.com, Fy Zhou zho...@ wrote: kemungkinan besar rumah2 yang anda amati ini tidak terlalu besar, sehingga
[budaya_tionghua] Hakka Indonesia Convention Pangkal Pinang, Bangka Belitung 2010
Khiungthi Cimoi, KONVENSI HAKKA INDONESIA ke-8 diadakan di Pangkal Pinang, Bangka Belitung 6-8 Maret 2010 berkat pertolongan Tuhan telah selesai dengan baik. Acara-acara yang didukung oleh berbagai kesenian termasuk dari Yunan. Semangat kebersamaan, kesatuan dan keakraban sangat kentara dan nyata, bukan saja antara sesama Thong Ngin Hak Ngin tetapi juga dengan saudara-saudari Melayu Bangka Belitung dan suku-suku lainnya. Sila lihat foto dalam url berikut ni dan mohon isi kuesioner singkat dibawahnya. http://bukjam.wordpress.com/2010/03/25/hakka-indonesia-convention-2010-in-pangkal-pinang-bangka-belitung/ sinmung, BUKJAM
Re: Bls: rumah Tjong A Fie d/h[budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia
hmm..banana kayak sebutan tionghoa negeri jiran. Mereka sebut kita banana :-) 2010/3/24 hermawati wiriadinata herma...@yahoo.com Pagi semuanya...sekedar saran...untuk yg pakar2 peneliti...hobby baca..hobi jalan2...sangat ditunggu info2nya yang menarikapakah mengenai arsitektur leluhur (menurut saya arsitektur2 dulu itu hebat2 sih tapi banyak yg tidak tau atau belum tau), yang senang kuliner ditunggu resep2 masakannya, yang tau tentang furniture jaman dulu ditunggu jg paparannyabiar kita2 jangan kaya pisang ya...kulitnya kuning tapi dalemnya putihalias ga tau apa apa tentang kehebatan leluhur tengkyuu --- Pada *Sel, 23/3/10, bukjam buk...@bukjam.com* menulis: Dari: bukjam buk...@bukjam.com Judul: rumah Tjong A Fie d/h[budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Selasa, 23 Maret, 2010, 6:21 AM teman-teman sekalian, sayang bukjam keliwatan diskusi soal topik menarik ini. gara-gara masalah mailbox. Buku itu bisa beli dimana di jkt? Apakah ada pembahasan mengenai rumah Tjong A Fie di Medan? Atau Tjong Pit Se di Penang? BUKJAM mengunjungi rumah peninggalan Tjong A Fie di Medan, melihat akan peninggalan arsitektur Hakka (khek) zaman dulu dipadukan dengan arsitektur Belanda di bagian loteng. Sungguh bagus ukiran-ukiran asli Tiongkok, bahkan ada hadiah langsung ukiran karakter dari Kaisar Ching. salam, BUKJAM Liatwi, Setahu owe, sesuai kondisi geografis, CIMCE 深井 pada rumah-rumah di Tiongkok UTARA yang kurang sinar matahari dan hujan, macam SIHEYUAN di Beijing, memang lebih besar daripada di Tiongkok SELATAN yang kebalikannya. Maka tak heran bila CIMCE yang sengaja ditutupi dengan bahan transparan tidak diketemukan dalam buku-buku yang berbicara tentang arsitektur Tiongkok UTARA. Oleh sebab itu arsitektur Tiongkok UTARA tidak “nyambung” dengan arsitektur Tionghoa yang ada di kita. “Lha wong” beda banget koq! Sebaliknya, hal yang sama tidak berlaku di SELATAN. Di propinsi-propinsi Tiongkok SELATAN macam di FUJIAN dan GUANGDONG, tempat asal sebagian besar orang Tionghoa di Indonesia, curah hujan lebih tinggi dan sinar matahari lebih banyak, sehingga orang tidak perlu membuat CIMCE 深井 yang besar-besar. Setelah orang Tionghoa bermigrasi ke Nanyang, termasuk ke Indonesia, yang lebih “basah”, CIMCE 深井 yang besarnya seperti di Fujian selatan jelas tidak begitu diperlukan, malah kalau perlu “ditahan” dengan krei kayu atau bambu. Selain itu, rupanya banyak CIMCE 深井 yang sengaja ditutupi dengan genteng kaca, setelah diketemukannya genteng kaca. Bahkan ada yang menulis, ada bukti bahwa CIMCE 深井 rumah-rumah Tionghoa di Bogor yang DOELOE curah hujannya sangat tinggi (maklum Kota Hujan) sengaja dibuat lebih kecil, atau malah ditutupi dengan genteng kaca. Kiongchiu 拱手, DK --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com http://id.mc320.mail.yahoo.com/mc/compose?to=budaya_tiong...@yahoogroups.com, zho...@... wrote: Adanya sumur langit yg ditutupi genteng kaca ini memang bisa jadi dibangun berbarengan dng pendirian bangunan utama, bukan ditambahkan di kemudian hari. Maka ini tepatnya disebut modifikasi pribadi pemilik. Tapi saya lihat modifikasi ini sifatnya sporadis, tdk mengikuti pakem arsitektur yg baku. Coba perhatikan, bagaimana pola dan konstruksi atap tambahannya, pasti akan terlihat kacau dipaksakan. Dan saya kira pola ini juga belum terlalu lama, mengingat di zaman kuno genteng kaca juga belum ada. Seberapa lamanya ya perlu diriset, kapan genteng kaca mulai di produksi. Dan saya tidak menjumpai penutupan ini di quadrant house beijing, rumah taman suzhou maupun di wilayah lain di Tiongkok, lebih banyak terjadi di asia tenggara, apa karena di sini curah hujannya deras? -Original Message- From: David dkh...@... Date: Wed, 10 Mar 2010 01:23:12 To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com http://id.mc320.mail.yahoo.com/mc/compose?to=budaya_tiong...@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia Zhou-xiong, Loek-heng dan Dipo-te, Yang menarik, CIMCE 深井 yang tertutup ternyata bukan hanya dijumpai di bangunan skala kecil macam Ruko Familie Lo di Pasar Lama, Tangerang, dan tempat-tempat lain di seluruh Jawa, tapi juga di gedung BESAR model bekas kediaman Majoor der Chineezen Khouw Kim An 許��`安―Sin Ming Hui 新明會―Tjandra Naja/Candra Naya di Jl. Gajah Mada 188, Jakarta Barat. Pada halaman 176-177 buku Chinese Houses in Southeast Asia ada fotonya yang dengan jelas menggambarkan bagaimana CIMCE 深井 yang seharusnya terbuka tersebut sengaja ditutup dengan struktur kuda-kuda Tionghoa berukir yang bergenteng kaca, agaknya supaya cahaya tetap dapat masuk, namun air hujan tidak. Dari buatannya, struktur ini sepertinya bukan buatan baru yang ditambahkan kemudian, tapi sudah ada sejak lama, bahkan mungkin seusia bangunannya sendiri yang didirikan pada 1807. Atau, ini memang merupakan
Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
Sdr.Zhou, dalam email saya yang lalu setelah membenarkan Sdr. David Kwa, bahwa 唯 dalam kamus Douglas yang di terbitkan dua abad yang lalu berarti mengiakan, saya pernah mengatakan, bahwa istilah owe untuk mengiyakan dapat kita anggap sudah selesai, meskipun saya punya pertanyaan, kalau berasal dari dialek Hokkian, mengapa orang Hokkian totok tak memakainya tapi peranakan yang memakainya. Saya minta masukan dari rekan lain apakah we itu masih dipakai oleh orang Hokkian asli di Tiongkok ataupun di Taiwan? Mengapa? Karena kamus Hokkian terbaru untuk logat Zhangzhou yang belum lama diterbitkan di Tiongkok, kata we sebagai ya tetap tercantum, hurufnyapun tetap 唯. Kamus ini banyak dipunyai oleh rekan kita karena waktu itu dicopy beberapa oleh sdr. Keng Hian. Ini sebagai konfirmasi thd kamus Douglas yang terbit tahun 1873 kalau tak salah. Sudah terlalu lama, kemungkinan sebuah kata bisa berubah. Setelah itu, saya katakan, tinggal owe yang berarti aku. Ini belum ada kesimpulan. Pendapat saya mungkin berasal dari gue, itu perkiraan saya bukan berarti harus begitu. Justru saya mohon masukan yang lain. Mari telusur terus asal ada masukan baru. Kiongchiu From: zho...@yahoo.com zho...@yahoo.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Thu, March 25, 2010 6:28:43 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Dlm kamus, Istilah wei memang berarti yes, utk mengiyakan. Tapi sejak kapan menjadi saya? Apakah di bumi tiongkok atau sesudah di indonesia? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: liang u lian...@yahoo. com Date: Wed, 24 Mar 2010 22:48:54 -0700 (PDT) To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Sdr. Zhou, maaf sekali saya keliru, wei yang saya maksud adalah wei 唯 dalam kamus Hokkian karangan Douglas yang dibuat dua abad yang lalu, maupun kamus baru yang diterbitkan belum 5 tahun yang lalu di Tiongkok yang artinya mengiakan, yaitu ya yang cocok dengan owe yang berarti ya dalam kebiasaan orang Tionghoa peranakan. Untuk wei hallo anda yang benar, jadi tak dapat dikaitkan. Maaf atas kesalahan ini. Xiexie Liang U From: zho...@yahoo. com zho...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Wed, March 24, 2010 3:44:26 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Setahu saya, pengganti kata hallo memang Wei, tapi ini tdk hanya untuk yg menjawab, juga untuk yg memanggil. Rasanya cukup jauh dihubungkan dng kata ganti orang pertama. Lagian wei disini tulisannya 喂, bukan 唯。 Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: liang u lian...@yahoo. com Date: Tue, 23 Mar 2010 19:22:20 -0700 (PDT) To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Hiantit David Kwa, Keterangan anda benar, oe dalam kamus Douglas berasal dari 唯。Kata wei (Mandarin) adalah kata populer yang dipergunakan setiap orang kalau menelpon di Tiongkok sampai sekarang, mereka tidak pernah memakai kata Hallo, begitu telpon diangkat mereka menyahut wei? Yang aneh, kata ini kata Tionghoa asli, dipakai diseluruth Tiongkok, mengapa di Indonesia yang totok justru tak tahu, tapi yang peranakan yang menggunakannya? Oleh karena itu kesimpulan banyak orang (termasuk saya sendiri) kata owe khas di Indonesia, khususnya Jawa adalah kata khusus kaum peranakan. Mungkinkah karena waktu itu belum banyak telpon, sehingga saya tak pernah mendengar orang totok menggunakan kata owe? Kata wei (Hokkian we), masih dipakai terus di Tiongkok, kecuali yang sudah westernisasi menggunakan kata hallo, adakah teman kita yang sering ke Hokkian atau Taiwan pernah mendengar mereka menjawab telpon dengan kata we? Kalau ada maka pasti owe ini berasal dari we. Tinggal owe yang berarti saya, kata ganti pertama, dapatkah kita tarik bahwa juga berasal dari kata wei? Di kamus tidak disebut apa-apa. Tolong input yang lain, agar kedua arti kata owe ini pasti posisinya, tidak menjadi tanda tanya lagi. Terima kasih atas masukan hiantit David Kwa, saya sendiri punya kamus sejenis itu hanya saja ragu kesimpulannya seperti saya katakan di atas. Hanya sayang saya tak dapat membuka Hanzi dari email anda, apakah huruf 唯 saya sama dengan yang dimaksud anda? Banban kamsia li. Liang U From: David dkh...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Tue, March 23, 2010 2:36:47 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS, Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) UÈ å¯. Dalam Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken Language of Amoy, with the Principal Variations of the Chang-chew (i.e. Zhangzhou 漳州)
Re: [budaya_tionghua] Babeh vs Babah? (Was: ASAL OWE DARI MANA? BABA dan NONA)
Sdr. Ophoeng, Orang yang berdialek Jawa, menyebut engko menjadi engkoh. Di Jawa barat 姑姑 kou (ou adalah o pendek) menjadi koh. nio (ibu) menjadi nioh. Kata Hokkian dulu banyak sekali dan mulai lenyap setelah zaman orba, dulu orang Tionghoa tak ada yang mengatakan bahaya tetapi honghiam, tak ada yang mengatakan dibunuh tapi di-thai, tak ada yang mengatakan telanjang kaki tapi ciakah dan lain-lain, tak ada yang mengatakan dirampok tapi di chnio dll. Jadi besar sekali pengaruh dialek Hokkian di Indonesia terhadap orang non Tionghoa maupun Tionghoa yang berdialek lain. Ada orang sne Ui orang Hokchnia , Liem Sioe Liong kalau menurut dialeknya yaitu dialek Hokchnia harusnya sne Lieng bukan Liem, itu semua pengaruh dialek Hokkian. Akibatnya banyak orang non Tionghoa dulu menganggap dialek Hokkian adalah bahasa nasional. Wartawan yang datang ke Tiongkok merasa tahu sedikit bahasa Tionghoa lalu bilang gocap, yang diajak bicara cuma bengong, disangkanya bahasa Indonesia. Kiongchiu From: Ophoeng opho...@yahoo.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Fri, March 26, 2010 12:15:12 AM Subject: [budaya_tionghua] Babeh vs Babah? (Was: ASAL OWE DARI MANA? BABA dan NONA) Bung David Kwa dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe. menarik sekali baca posting berdiskusi ttg 'owe' ini, mulanya cuma mau pasip jadi pembaca yang baik doang, tapi tak tahan juga mau nimbrung juga nih. Saya baru tahu kalau 'baba(h)' di Betawi jadi 'babe(h)', dengan pengertian 'baba'nya sebutan untuk seorang Tionghua yang dipanggil oleh non Tionghua dan Tiuonghua peranakan. Apakah ini babe(h)-nye same ame nyang biase dipake buat gantinye nyebut 'ayah' atawa 'bapak' bagi masyarakat Betawi asli ya? Contohnye, Babeh Saman nyang juwalan nasi uduk di Kebon Kacang, bilangan Tenabang itu, lalu ade Babe(h) Lili nyang dagangnye ikan bakar di bilangan Kebon Sirih. Kalau iya, berarti banyak juga kosakata basa Betawi yang terpengaruh oleh basa dialek Hok-kian tuh ye? Gue dari gua (wa), apalagi 'elo' (lu), belum lagi angka-angka jigo, gocap, seceng. Yang selama ini jadi kecurigaan saya mah, kata 'dialogue' dalam basa Inggris itu, jangan-jangan berasal dari basa Betawi - dia (e)lo gue, pan bener banget tuh, kalau mau dialogue ya kudu ada 3 unsur: ada dia, ada (e)lo dan ada gue tuh, jeh! ***just kidding-larrr! *** Lanjut dikit soal 'owe' ya. Kalau di Cirebon, kayaknya ada imbuhan bunyi 'h' di belakangnyah, jadi terdengarnyah 'oweh' dan untuk anak perempuan 'sayah'. Mungkin juga ini hampir sama-sama pengaruh di daerah berbasa Sunda, kalau tak salah, seperti Bandung, Bogor, Tasik, Garut dan lain-lainnya. Ene saya (mestinya sih ema, cuma salah kaprah dalam keluarga oweh ajah sih) dengan sabarnya 'mengajarkan' anak-anak mamah saya dengan sebutan itu, diulang-ulangnya terus kalau kami salah nyebut. Lama-lama kami jadi belajar bahwa yang lelaki mesti ber-'oweh' kepada mereka dan anak-anaknya (engku, ie-ie, dan locian-pwee lainnya) dan yang perempuan mesti ber'sayah'. Waktu anak saya lahir, ene dan ie-ie saya, coba mengajarkan kepada cicit dan cucu-nya (=anak saya) dengan panggilan 'oweh' juga. Jadi, kalau pas mereka bertandang ke rumah saya, menginap, mereka akan membiasakan anak saya (lelaki) ber-oweh. Saya sih cuma senyum di kulum ajah di samping, ndak mengiyakan tapi juga ndak menghalangi. Soalnya, bukan apa-apa, mami mertua saya itu totok Holland sprekken, jadi kagak ngatri samsek soal 'oweh-oweh-an' begitu. Padahal mertuanya mami mertua saya (engkong dan ema nyonyah saya dari papi-nya) totok Tiongkok asli. Pernah sekali waktu, saya berkenalan dengan seorang supplier asal Cerebon. Begitu tahu saya wong Cerebon juga, mulailah dia berbasa krama dengan menyebut dirinya dengan 'oweh'. Sebab di Cerebon, generasi saya masih terpapar oleh 'oweh' ini. Dalam bisnis, basa krama dengan menyebut diri 'oweh' memang lazim di Cerebon. Jadi, ketika si supplier bertandang ke rumah saya, dia ramai menyebut 'oweh' berulang-ulang dan cuku kerap, soalnya 'kan 'oweh' berarti 'saya' dan juga 'iya'. Yang ada, nyonyah saya ketawa sendiri di dapur mendengarnya. Dia ingat ama mertua dan ema mertuanya yang coba mengajarkan anaknya waktu masih bayi dan balita untuk ber'oweh-oweh' an juga. Ya sudah, akhirnya anak-anak saya (2 orang) tidak bisa dicekokin kultur 'oweh' ini. Sorry. Mission is gatot (gagal total) deh ya. Begitu ajah sih ya kira-kira. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, David dkh...@... wrote: Mpeq Liang U dan Liatwi, Panggilan Baba dan Nona di Jakarta memang ada, entah di bagian lain pulau ini. Owe ingat, pengalaman owe semasa kecil, waktu berkunjung ke rumah teman, ema (nenek)-nya teman itu, yang peranakan Jakarta asli, pernah “menginterogasi” owe dengan logat Jakarta aslinya yang medok: “Si Babĕ (dengan “ĕ” pĕpĕt, maksudnya owe) anak siapĕ, tinggal di manĕ?”, dst,
Re: [budaya_tionghua] Babeh vs Babah? (Was: ASAL OWE DARI MANA? BABA dan NONA)
Memang bahasa dapet berubah2 saling melengkapi, Apa bener gitu ko babah ??? katanya jaman th 1930an ada kata sinyo babah ??? From: liang u lian...@yahoo.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Fri, 26 March, 2010 10:08:50 Subject: Re: [budaya_tionghua] Babeh vs Babah? (Was: ASAL OWE DARI MANA? BABA dan NONA) Sdr. Ophoeng, Orang yang berdialek Jawa, menyebut engko menjadi engkoh. Di Jawa barat 姑姑 kou (ou adalah o pendek) menjadi koh. nio (ibu) menjadi nioh. Kata Hokkian dulu banyak sekali dan mulai lenyap setelah zaman orba, dulu orang Tionghoa tak ada yang mengatakan bahaya tetapi honghiam, tak ada yang mengatakan dibunuh tapi di-thai, tak ada yang mengatakan telanjang kaki tapi ciakah dan lain-lain, tak ada yang mengatakan dirampok tapi di chnio dll. Jadi besar sekali pengaruh dialek Hokkian di Indonesia terhadap orang non Tionghoa maupun Tionghoa yang berdialek lain. Ada orang sne Ui orang Hokchnia , Liem Sioe Liong kalau menurut dialeknya yaitu dialek Hokchnia harusnya sne Lieng bukan Liem, itu semua pengaruh dialek Hokkian. Akibatnya banyak orang non Tionghoa dulu menganggap dialek Hokkian adalah bahasa nasional. Wartawan yang datang ke Tiongkok merasa tahu sedikit bahasa Tionghoa lalu bilang gocap, yang diajak bicara cuma bengong, disangkanya bahasa Indonesia. Kiongchiu From: Ophoeng opho...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Fri, March 26, 2010 12:15:12 AM Subject: [budaya_tionghua] Babeh vs Babah? (Was: ASAL OWE DARI MANA? BABA dan NONA) Bung David Kwa dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe. menarik sekali baca posting berdiskusi ttg 'owe' ini, mulanya cuma mau pasip jadi pembaca yang baik doang, tapi tak tahan juga mau nimbrung juga nih. Saya baru tahu kalau 'baba(h)' di Betawi jadi 'babe(h)', dengan pengertian 'baba'nya sebutan untuk seorang Tionghua yang dipanggil oleh non Tionghua dan Tiuonghua peranakan. Apakah ini babe(h)-nye same ame nyang biase dipake buat gantinye nyebut 'ayah' atawa 'bapak' bagi masyarakat Betawi asli ya? Contohnye, Babeh Saman nyang juwalan nasi uduk di Kebon Kacang, bilangan Tenabang itu, lalu ade Babe(h) Lili nyang dagangnye ikan bakar di bilangan Kebon Sirih. Kalau iya, berarti banyak juga kosakata basa Betawi yang terpengaruh oleh basa dialek Hok-kian tuh ye? Gue dari gua (wa), apalagi 'elo' (lu), belum lagi angka-angka jigo, gocap, seceng. Yang selama ini jadi kecurigaan saya mah, kata 'dialogue' dalam basa Inggris itu, jangan-jangan berasal dari basa Betawi - dia (e)lo gue, pan bener banget tuh, kalau mau dialogue ya kudu ada 3 unsur: ada dia, ada (e)lo dan ada gue tuh, jeh! ***just kidding-larrr! *** Lanjut dikit soal 'owe' ya. Kalau di Cirebon, kayaknya ada imbuhan bunyi 'h' di belakangnyah, jadi terdengarnyah 'oweh' dan untuk anak perempuan 'sayah'. Mungkin juga ini hampir sama-sama pengaruh di daerah berbasa Sunda, kalau tak salah, seperti Bandung, Bogor, Tasik, Garut dan lain-lainnya. Ene saya (mestinya sih ema, cuma salah kaprah dalam keluarga oweh ajah sih) dengan sabarnya 'mengajarkan' anak-anak mamah saya dengan sebutan itu, diulang-ulangnya terus kalau kami salah nyebut. Lama-lama kami jadi belajar bahwa yang lelaki mesti ber-'oweh' kepada mereka dan anak-anaknya (engku, ie-ie, dan locian-pwee lainnya) dan yang perempuan mesti ber'sayah'. Waktu anak saya lahir, ene dan ie-ie saya, coba mengajarkan kepada cicit dan cucu-nya (=anak saya) dengan panggilan 'oweh' juga. Jadi, kalau pas mereka bertandang ke rumah saya, menginap, mereka akan membiasakan anak saya (lelaki) ber-oweh. Saya sih cuma senyum di kulum ajah di samping, ndak mengiyakan tapi juga ndak menghalangi. Soalnya, bukan apa-apa, mami mertua saya itu totok Holland sprekken, jadi kagak ngatri samsek soal 'oweh-oweh-an' begitu. Padahal mertuanya mami mertua saya (engkong dan ema nyonyah saya dari papi-nya) totok Tiongkok asli. Pernah sekali waktu, saya berkenalan dengan seorang supplier asal Cerebon. Begitu tahu saya wong Cerebon juga, mulailah dia berbasa krama dengan menyebut dirinya dengan 'oweh'. Sebab di Cerebon, generasi saya masih terpapar oleh 'oweh' ini. Dalam bisnis, basa krama dengan menyebut diri 'oweh' memang lazim di Cerebon. Jadi, ketika si supplier bertandang ke rumah saya, dia ramai menyebut 'oweh' berulang-ulang dan cuku kerap, soalnya 'kan 'oweh' berarti 'saya' dan juga 'iya'. Yang ada, nyonyah saya ketawa sendiri di dapur mendengarnya. Dia ingat ama mertua dan ema mertuanya yang coba mengajarkan anaknya waktu masih bayi dan balita untuk ber'oweh-oweh' an juga. Ya sudah, akhirnya anak-anak saya (2 orang) tidak bisa dicekokin kultur 'oweh' ini. Sorry. Mission is gatot (gagal total) deh ya. Begitu ajah sih ya kira-kira. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, David dkh...@... wrote: Mpeq Liang U dan Liatwi,
[budaya_tionghua] Re: (budaya_tionghua) ASAL OWE DARI MANA?
Dear member, Istilah yang berasal dari suku Hokkian memang mempengaruhi bahasa Melayu, sebab suku Hokkian adalah suku Tionghoa yang terbesar (terbanyak) di Indonesia. Selain itu dahulu di negeri ini orang Tionghoa terkatagorikan sbb: Hokkian dikenal sebagai pebisnis, profesional (dokter, insinyur, ahli hukum dsb), penulis dan penerbit. Khe dikenal sebagai pedagang kelontong, Konghu dikenal sebagai pengusaha meubel, Hokcia dikenal sebagai pemilik restoran dan lain sebagainya. Redaksi SinPo, Star Weekly, Pancawarna, Panorama, Liberty, Perniagaan dll dipegang oleh orang Hokkian. Bahkan Si Put On tidak lain penjawantahan orang Hokkian peranakan yang sarat dengan istilah: owe, ne, ngko, nci, nso, ngku, ngkong, thiokong, juga istilah gosu, phoatang, ciacay, captun, gotun. Jadi oleh karena suku Hokkian memegang kendali penerbitan dan penulis novel maka istilah istilah Hokkian mudah mengalir ke masyarakat Tionghoa (termasuk non Hokkian) dan masyarakat non Tionghoa di Indonesia. Demikian penjelasan dari saya mengapa istilah atau penulisan nama bergaya Hokkian dipakai di Indonesia sejak zaman Belanda.. RGDS.TG