[budaya_tionghua] Re: Flame of Shame - Api yang memalukan !

2008-04-13 Terurut Topik Golden Horde

Menghalangi estafet obor  Olympiade, memutar balikkan fakta  dalam  
pemberitaan (The Western  media were more sympathetic to killers than 
victims, ... Although Tibetans started the violence, media 
emphasized the Chinese attempts to stop the violence as being 
oppressive ... Spreading hate under the disguise of 
supporting human rightBy Dan Lieberman),serta seruan memboikot 
Olympiade 2008 di Beijing  dengan tujuan untuk mempermalukan 
Tiongkok,  merupakan  salah satu bentuk  usaha dari negara-negara   
Barat dan Amerika untuk  memutar kembali roda sejarah pada  abad 21 
yang berilusi ingin tetap mempertahankan   hegemoni dan 
supremasinya   dengan segala cara (the end justify the means), 
walaupun diketahui bahwa Olympiade bukanlah milik Tiongkok saja, 
melainkan milik semua bangsa di  dunia.

Negara Barat memboikot pesta Olympiade yang diselenggarakan di Moskow 
(Soviet Union ketika itu namanya) pada tahun 1980 dahulu  dengan 
alasan bahwa  Uni Soviet menginvasi Afghanistan ketika itu. 

Tetapi sekarang negara-negara Barat sendiri dibawah pimpinan Amerika  
yang menggantikan Uni Soviet  melakukan invasi  militer ke  
Afghanistan dengan melakukan pengeboman-pengeboman  yang menimbulkan 
kehancuran  kota, desa dan  kematian penduduk Afghanistan dengan 
mengatas namakan perang melawan terorisme (war on terorrism).

Tetapi  hingga kini tidak ada seruan  dari media  dan pemimpin-
pemimpin negara  Barat  yang  selalu membanggakan dirinya sebagai  
pejuang pembela  demokrasi  dan  hak asazi manusia yang  memprotes 
dan  memboikot atas invasi  militer ke  Afghanistan itu.

Krisis ekonomi Amerika dan negara sekutu Barat  lainnya pada saat 
sekarang yang disebabkan oleh krisis subprime motgage di AS  (dan 
juga perang di Iraq dan Afghanistan) adalah yang terburuk sejak 
krisis ekonomi tahun 1930-an  (depresi), dan   diperkirakan tidak 
mudah mengembalikan  dominasi  ekonominya seperti seperti dahulu  
kala lagi, karena dunia sudah berubah, terutama kebangkitan negara-
negara Asia.

Abad  supremasi   Amerika dan Barat  lambat  tapi pasti akan  surut 
dan berlalu, digantikan oleh abad Asia sebagai arus utama 
(mainstreams)  sejarah. Dan Olympiade 2008 di Beijing  ini dianggap 
sebagai salah satu  "milestone"-nya,  maka itu  negara-negara Barat 
menjadi paranoid terhadap suksesnya  moment Olympiade di Beijing ini.

Golden Horde

http://www.atimes.com/atimes/China/JC26Ad02.html

http://www.globalresearch.ca/index.php?
context=viewArticle&code=CHI20080411&articleId=8656

http://mwcnews.net/index.php?
option=com_content&task=view&id=21632&Itemid=26

http://www.workers.org/2008/world/anti-china_olympics_0403/

http://kommentare.zeit.de/user/nonthinker/beitrag/2008/04/12/arrogance
-and-prejudice

> In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "mangucup88" <[EMAIL PROTECTED]> 
> wrote:
>...
> Walaupun demikian cobalah direnungkan oleh Anda sendiri. Dalam aksi 
> demonstrasi dan gegap gempita pemberitaan media massa, tidak hanya 
> tertumpah kekecewaan mengenai kondisi hak asasi manusia di Cina, 
> melainkan juga ketakutan akan globalisasi, yang di Barat terutama 
> dicitrakan oleh sosok Cina. 
> 
> Barat memandang Cina sebagai saingan berat dalam memperebutkan 
> sumber daya alam, lapangan kerja dan kesejahteraan. Mengritik 
> situasi hak asasi manusia, merupakan usaha yang secara moral tidak 
> berisiko. Dengan itu hendak diingatkan, agar Cina jangan mengganggu 
> gugat hegemoni Barat yang sudah mengakar berabad-abad. Jadi, nyaris 
> tidak ada kaitannya dengan semangat Olimpiade. 
> 
> Maka dari itu tidaklah salah apabila pawai Obor Api Olimpiade ini 
> diberikan julukan sebagai Flame of Shame, karena negara-negara 
> Barat  akan merasa senang dan puas apabila berhasil "Mempermalukan 
> Cina"  atau negara yang sebelumnya telah mempermalukan mereka 
> sebagai  negara-negara industri atas keberhasilannya.
> ..



[budaya_tionghua] Re: dari perbedaan mencari titik temu Budaya

2008-04-07 Terurut Topik Golden Horde

Mungkin saya disini dapat ikut bicara  secara  terbatas mengenai 
fenomena perompak-perompak atau bajak laut Jepang itu yang memterror 
pantai pesisir Tiongkok  terutama pada propinsi Jiangsu dan  Zhejiang 
selain Guangdong, Fujian dan Shandong  pada abad ke 16 (1540-1565), 
ketika Tiongkok dibawah kekuasaan dinasti Ming.

Perompak Jepang itu yang dikenal atau disebut sebagai Wokou (Wako) 
itu sebenarnya bukan bangsa Ainu yang disebut sebagai suku asli 
kepulauan Jepang yang menghuni pulau Hokkaido di Jepang  utara itu.

Perompak Jepang itu awalnya memang  dimulai  dan dilakukan aksinya 
oleh  orang  Jepang sendiri  (terdiri dari ronin, tentara, pedagang 
dan penyelundup) yang dilakukan  sejak abad ke 14  berawal di 
semenanjung Korea, tetapi pada abad-abad selanjutnya terutama pada 
pertengahan abad ke 16, perompak-perompak Wokou itu banyak terdiri 
dari  banyak perompak   Tionghoa sendiri yang berkolusi  dan berkerja 
sama dengan Wokou.

Salah satu pemimpin Wokou yang terkenal adalah  Wang Zhi, ia   adalah 
seorang pedagang besar maritim sekaligus seorang perompak (pirate 
enterpreneur) yang melakukan perdagangan maritim hingga sampai ke 
Malaka, Indonesia (Maluku), Vietnam, Luzon dan Jepang, ia berasal 
dari propinsi Anhui yang akhirnya dapat dieksekusi   pada tahun 1557 
di Hangzhou.  

Beberapa Wokou lainnya  berasal dari  perompak  Tionghoa yang lahir 
di Jepang atau campuran Jepang Tionghoa. Mereka mempunyai basis yang 
permanen  di Hirado, Jepang, dan ada juga  cabangnya di Taiwan dan 
Pescadores.

Zheng Chenggong (Cheng Ch'eng-kung, Kuo-hsing-yeh atau Koxinga) 
seorang loyalis Ming yang mengusir Belanda dari Taiwan tahun 1662 
itu, seperti  diketahui berayahkan seorang pedagang dan perompak 
Tionghoa dan beribukan seorang wanita Jepang yang lahir di Hirado, 
Kyushu-Jepang.

Wokou itu dapat  menteror daratan pesisir Tiongkok, karena salah satu 
sebabnya  adalah kekuatan Maritim dinasti Ming merosot sejak 
dihentikannya pelayaran ke mancanegara yang telah dirintis oleh Cheng 
Ho pada abad ke 15 serta adanya  larangan pembuatan kapal besar dan  
melakukan perdagangan dengan luar negeri.

Dinasti Ming  ketika itu mendapat ancaman-ancaman dari bangsa luar 
seperti dari Mongol dibawah pimpinan Altan Khan, selain itu Tiongkok 
dibawah kepemimpinan kaisar Jiajing dianggap sebagai salah satu 
kaisar terlemah dalam  periode dinasti Ming. 

Karena kelemahan-kelemahan dari pemerintahan kaisar  Jiajing itu, 
perompak Wokou itu  dapat melakukan aksinya  hampir tanpa perlawanan 
berarti menyisir sungai sampai ke daerah  pedalaman.

Kebijaksanaan Ming yang membatasi  dan mengontrol perdagangan 
internasional dengan negara lain (kecuali yang diberikan lisensi 
dengan sistim tributari)  telah memicu lebih lanjut aksi perompakan 
ini. Secara formal hanya pelabuhan Ningbo di propinsi Jejiang yang 
diijinkan melakukan aktivitas perdagangan dengan Jepang (Fuzhou untuk 
perdagangan dengan Filipina dan Guangzhou untuk Indonesia dan negara 
Asia Tenggara lainnya).  

Tetapi perdagangan maritim antara Tiongkok dengan Jepang adalah yang 
paling ramai dibandingkan yang lainnya, walaupun  hubungan dengan 
Jepang dibatasi  oleh penguasa Ming sejak jaman kaisar Yongle. Upaya 
penguasa Ming untuk mengontrol perdagangan maritim dengan negara lain 
juga sia-sia, karena sulit untuk mengontrol semua garis pantainya 
yang panjang itu.

Karena pembatasan perdagangan maritim terhadap warganya, maka banyak 
pedagang-pedagang maritim   Tionghoa sendiri merasa sumber 
penghasilannya berkurang, akhirnya penyelundupan dan perdagangan 
illegal bersemarak, kemudian berkolusi dan  bergabung dengan  Wokou,  
karena dianggap penghasilannya lebih menarik sebagai perompak, 
apalagi ketika itu situasi perekonomian sedang memburuk.

Akhirnya setelah kaisar Jiajing meninggal (1567) peraturan yang 
melarang   perdagangan maritim  dengan negara lain akhirnya dicabut 
dan  setelah menghabiskan biaya  dan energi yang besar aksi perompak 
Wokou tersebut  akhirnya dapat ditumpas  oleh   Jenderal Qi Jiguang 
dan Yu Dayou (seorang ahli silat  pedang/golok  juga )  pada 1560-
1570.

Golden
---
> In budaya_tionghua@yahoogroups.com, indarto tan <[EMAIL PROTECTED]
> wrote:
> 
> Berbeda ditimur yang terbentang lautan luas, yang sering menggangu 
> adalah perompak-perompak bangsa Ai-nu (sekarang Jepang). Semenjak 
> dinasti Ming, pesisir Fu-jian kerap disatroni orang Ai-nu ini. 
> Jenderal Qi Ji-guang adalah seorang militer yang berjasa dalam 
> menumpas para perompak ini. Semenjak dinasti Ming, orang Jepang 
> tidak  memberi kesan baik terhadap bangsa Tionghua. 
> Terutama  setelah  keberhasilan retorasi Meiji, agresi Jepang ke 
> Tiongkok semakin  menjadi-jadi.  
>..




[budaya_tionghua] Re: minta info tentang the Song's Sisters

2008-04-04 Terurut Topik Golden Horde
Maaf salah ketik MCP adalah singkatan dari Malayan Communist Party 
bukan Malayan Chinese Party.

Golden.

--
> In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Golden Horde" <[EMAIL PROTECTED]> 
> wrote:
>
> "One loved money ( Soong Ai-ling), one loved power (Soong May-
> Ling),  and one loved the nation (Soong Ching-ling)"
> 
> Salah satu stasiun kehidupan dari ayah ketiga wanita terkenal  ini 
> adalah  Charlie Soong (Han Yaoru atau Soong Yaoru, 1866 ?-1918)  
> seorang  Hakka dari Hainan (Wenchang), adalah di P. Jawa pada abad 
> 19
 
> Nama marga keluarganya  asalnya adalah Han sebelum dinamakan Soong 
> di  kemudian harinya.
> 
> Charlie  Soong ketika berumur 9 tahun bersama kaka laki-lakinya 
> datang ke P. Jawa menyusul salah satu kerabat keluarganya  yang 
> tinggal di Indonesia pada  abad ke 19. 
> 
> Di Jawa, Charlie diangkat sebagai  anak dari saudara Tante (Bibi)  
> tuan rumah  tempat  Charlie menumpang, saudara laki dari tuan rumah 
> ini tinggal di Boston (USA) dan  tidak memiliki keturunan serta  
> memiliki sebuah  toko kain sutera dan  teh disana.
> 
> Pada tahun 1878, Charlie Soong berlayar ke Boston untuk menyusul 
> orang tua angkatnya  dan bantu berkerja di tokonya disana.(Israel 
> Epstein).
> 
> Pada abad 19 itu, akibat kekacauan, pemberontakkan Taiping dan 
> perang  Candu banyak penduduk dari Hainan yang berimigrasi ke 
> negara-negara  Asia Tenggara, salah satunya adalah saudara sepupu  
> (anak pamannya)  dari Charlie Soong  ini  Han Yu Feng berimigrasi 
> ke Malaysia dan  berkerja di perkebunan karet. 
> 
> Di kemudian harinya  salah satu anak laki Han Yu Feng  ini 
> rgabung  dengan gerilyawan  MCP (Malayan Chinese Party) dibawah 
> pimmpinan Chin  Peng melawan tentara pendudukan Jepang pada tahun 
> 1941 dan kemudian  melawan Inggris sesudahnya, hingga akhirnya 
> meninggal terbunuh. Han  Yu Feng  yang juga membatu gerilyawan di 
> bidang logistik  akhirnya  dideportasi kembali ke Tiongkok  
> (Hainan) bersama keluargany(Epstein).
> 
> Untuk selanjutnya mengenai  keluarga Soong ini ;
> 
> "Woman in World History, Life and Times of Soong Ching Ling (Mme. 
> Sun Yatsen)" by Israel Epstein, Second Edition 1995, New World 
> Press,  Beijing, second edition 1995, 697 pages.
> 
> "The Soong Dynasty", by Sterling Seagrave, 1985 Great Britain, 532 
> pages.
> 
> Golden




[budaya_tionghua] Re: minta info tentang the Song's Sisters

2008-04-04 Terurut Topik Golden Horde
"One loved money ( Soong Ai-ling), one loved power (Soong May-ling), 
and one loved the nation (Soong Ching-ling)"

Salah satu stasiun kehidupan dari ayah ketiga wanita terkenal  ini 
adalah  Charlie Soong (Han Yaoru atau Soong Yaoru, 1866 ?-1918)  
seorang  Hakka dari Hainan (Wenchang), adalah di P. Jawa pada abad 19.

Nama marga keluarganya  asalnya adalah Han sebelum dinamakan Soong di 
kemudian harinya.

Charlie  Soong ketika berumur 9 tahun bersama kaka laki-lakinya 
datang ke P. Jawa menyusul salah satu kerabat keluarganya  yang 
tinggal di Indonesia pada  abad ke 19. 

Di Jawa, Charlie diangkat sebagai  anak dari saudara Tante (Bibi)  
tuan rumah  tempat  Charlie menumpang, saudara laki dari tuan rumah 
ini tinggal di Boston (USA) dan  tidak memiliki keturunan serta  
memiliki sebuah  toko kain sutera dan  teh disana.

Pada tahun 1878, Charlie Soong berlayar ke Boston untuk menyusul 
orang tua angkatnya  dan bantu berkerja di tokonya disana.(Israel 
Epstein).

Pada abad 19 itu, akibat kekacauan, pemberontakkan Taiping dan perang 
Candu banyak penduduk dari Hainan yang berimigrasi ke negara-negara 
Asia Tenggara, salah satunya adalah saudara sepupu  (anak pamannya) 
dari Charlie Soong  ini  Han Yu Feng berimigrasi ke Malaysia dan 
berkerja di perkebunan karet. 

Di kemudian harinya  salah satu anak laki Han Yu Feng  ini bergabung 
dengan gerilyawan  MCP (Malayan Chinese Party) dibawah pimpinan Chin 
Peng melawan tentara pendudukan Jepang pada tahun 1941  dan kemudian 
melawan Inggris sesudahnya, hingga akhirnya meninggal terbunuh. Han 
Yu Feng  yang juga membatu gerilyawan di bidang logistik  akhirnya 
dideportasi kembali ke Tiongkok  (Hainan) bersama keluargany(Epstein).

Untuk selanjutnya mengenai  keluarga Soong ini ;

"Woman in World History, Life and Times of Soong Ching Ling (Mme. 
Sun Yatsen)" by Israel Epstein, Second Edition 1995, New World Press, 
Beijing, second edition 1995, 697 pages.

"The Soong Dynasty", by Sterling Seagrave, 1985 Great Britain, 532 
pages.

Golden

-
> In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "gsuryana" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Aku lupa entah di film entah di buku, emang ke tiga ce ini pada 
> keblinger,  dan emang sih hebat hebat, karena bisa nyantol ke orang 
> orang terkenal.
> 
> sur.




[budaya_tionghua] Re: Stop Kampanye RRT Dan Taiwan!

2008-03-25 Terurut Topik Golden Horde

Kalau anda hendak menjadi pengacara orang lain, maka anda juga harus 
dapat menjelaskan  definisi, batasan dan kriteria  dari STOP KAMPANYE 
yang anda tulis dengan huruf besar itu.

Anda juga  harus dapat menjelaskan dimana  letak perbedaan antara  
perdebatan biasa/umum  dengan  kampanye, dan sampai  dimana 
perdebatan atau diskusi itu dikategorikan   sebagai suatu kampanye 
yang   bukan lagi  menyangkut perdebatan umum, dan tunjukkanlah  
contoh yang kongkrit.

GH.
-
> In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee" <[EMAIL PROTECTED]> 
> wrote:
>
> Kalu bebas berpendapat, ya orang juga bebas-bebas aja bilang STOP
> KAMPANYE donk, 
> nggak usah pake ngusir-ngusir segala, 
> katanya menghargai yang "sepakat untuk tidak sepakat" ???
>  
> Terus melabeli orang macem-macem. kopkamtib lah, preman pasar 
> lah, sindrom ORBA lah
>  
> haduuh bener bener cara ORBA banget nih, 
> hobi melabel-labeli mereka yang tidak sepakat... 
>  
> hihihi... jadi yang mana sebetulnya yang PRODUK ORBA SEJATI neh???
> wakakakakakakaka.
>  
> udeh, sesama produk ORBA jangan saling label melabeli deh, 
> udah jaman repotnasi neh, jurus yang dipake diganti donk, 
> disesuaikan jaman getoh lhooo




[budaya_tionghua] Re: Stop Kampanye RRT Dan Taiwan!

2008-03-23 Terurut Topik Golden Horde
Ini abad 21, abad informasi, dan globalisasi, bukan abad  jaman batu 
atau jaman Orba  lagi Bung !  Setiap orang bebas mengungkapkan  atau 
mengekspresikan pendapatnya disini  tanpa dapat dihalangi, termasuk 
dari anda sendiri yang tidak mempunyai wewenang untuk 
menghentikannya,  kecuali oleh moderator dari milis ini yang memiliki 
peraturan  khusus dan wewenang ! atau rupanya  sdr. Akhmad telah  
mengangkat dirinya  menjadi moderator  di milis ini sekarang

Gaya Kopkamtib seperti di jaman Orba  atau pamer gaya preman pasar 
bukan jaman dan waktunya lagi Bung ! kalau memang anda tidak merasa 
nyaman di milis ini, anda bebas  untuk memilih milis lain yang 
mungkin lebih cocok dengan dunia dan naluri   anda, tak ada yang 
mengharuskan  untuk membaca postingan yang tidak sesuai dengan 
pendapat anda, seperti juga saya yang hampir tidak membuka atau 
membaca postingan dari anda yang saya anggap  lebih banyak 
polemiknya  daripada isi pembahasan yang bermutu.

Salah satu prinsip demokrasi   adalah "sepakat untuk tidak sepakat" 
(agree to disagree), dan kalau sekiranya anda tidak dapat menerima 
prinsip ini, maka anda berada dalam Habitat yang salah dalam  forum 
diskusi milis ini! 

Di forum demokrasi ini anda tidak mempunyai hak dan wewenang untuk 
mendiktekan  setiap anggauta milis BT ini,  topik  apa saja  yang 
diperbolehkan  dan apa yang tidak boleh ! kecuali dari pihak 
moderator, atau anda mengidap syndrom orde baru  ? 

Milis  ini bernaung dibawah Yahoo seperti yang lainnya!  sebuah  
perusahan dunia maya internasional dimana ratusan atau ribuan  forum-
forum lainnya   bernaung di bawah Yahoo ini dan bukan milik sebuah 
negara atau  Kopkamtib.

Milis BT  sekaligus juga sebuah milis internasional yang membahas 
budaya Tionghoa dalam bahasa Indonesia yang  dapat diakses dari luar 
negeri, anggauta-anggautanya  ada yang datang dari berbagai  negara 
seperti Hongkong, Taiwan, Tiongkok, Australia, Amerika, Singapura, 
Belanda dll,  walaupun mayoritas mungkin dari Indonesia ! apakah 
anda  berilusi untuk   membungkamkannya ?  

Di era globalisasi ini, dimana batas batas negara menjadi kabur dan 
terjadi saling ketergantungan  dan keterkaitan satu dengan lainnya,  
anda tidak dapat  dan akan  sia-sia untuk menghalangi arus pertukaran 
informasi dan  ide ini.

Setiap kejadian di  negara atau benua lain  akan berdampak  atau 
berpengaruh  terhadap negara atau benua lainnya (krisis moneter, 
harga minyak yang melambung, pemanasan global dll),  Janganlah hidup 
seperti katak dalam tempurung nak!

Budaya Tionghoa tidaklah  bersifat  eksklusif namun universal, 
mencakup budaya Tionghoa yang ada di Tiongkok (sebagai sumbernya), 
Taiwan, Singapura dan lain-lain tempat, terutama yang ada orang 
Tionghoanya atau bagi mereka yang tertarik dengan budaya Tionghoa, 
walaupun di milis ini  lebih diutamakan budaya Tionghoa yang di 
Indonesia.

Seperti forum-forum diskusi  lainnya, otak lebih diutamakan daripada  
otot didalam era informasi ini.  Setiap orang bebas untuk  
mengemukakan pendapatnya   dan setiap orang juga bebas berargumentasi 
sejauh menghormati norma-norma kesopanan dan prinsip demokratis.

Sekiranya  ada yang tidak sesuai dengan pendapat sesorang, atau  
tidak dapat atau mampu beragumentasi  lagi sesuai dengan level 
intelektualnya, maka tidak  ada gunanya mencari kompensasi lain 
dengan mendiktekan   larangan atau membungkamkan   orang lain yang 
tidak sesuai dengan seleranya.

Karena  anda alergi  terhadap orang lain berbicara mengenai politik, 
agama, Tiongkok dan Taiwan di milis ini yang  dianggap  bukan topik 
pembahasan budaya Tionghoa dan  ditabukan, mungkin saya akan tertarik 
dengan  postingan anda, sekiranya   anda  dapat menjelaskan 
definisi,  batasan dan hubungannya dalam budaya Tionghoa menurut 
versi anda, tetapi ini bukanlah sebuah keharusan kalau sekiranya anda 
tidak bersedia atau alergi. 

Mungkin anda lebih mengetahui daripada anggauta milis Tionghoa 
lainnya dalam penjelasannya nanti.

G.H. 
---
> In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Akhmad Bukhari Saleh" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> Dua minggu ini milis budaya tionghoa isinya hanya kampanye RRT dan 
> Taiwan  saja!!
> 
> Padahal semua posting samasekali tidak ada hubungannya dengan milis 
> ini. Mau RRT jadi bikin Olympiade atau diboikot, mau Taiwan 
> presidennya  Kuomintang atau asli Taiwan, tidak ada sangkutannya 
> dengan keikutsertaan  kita semua dalam milis ini.
> 
> Saya juga tertarik mengikuti soal itu, tetapi banyak sekali media 
> umum yang  memuat kasus ini.
> Semua posting forwardan yang pernah di-posting di sini lebih enak 
> dibaca di  media aslinya, jadi pemuatannya di sini benar-benar 
> tidak ada manfaatnya.
> 
> Saya juga punya pandangan tentang soal itu, dan siap saja 
> berdiskusi atau  berdebat mengenainya.
> Tetapi tempatnya bukan di milis budaya tionghoa ini.
> 
> Jadi stop berhentilah mengkampanyekan pemerintah RRT dan dan 
> pemerintah  Taiwan di milis 

[budaya_tionghua] Fwd: China Makin Susah Didikte

2008-03-22 Terurut Topik Golden Horde
Edisi Kompas hari Minggu  ini menerbitkan sebuah artikel mengenai 
Tibet yang ditulis oleh Simon Saragih. Mungkin tidak semua isinya  
dapat  disetujui oleh setiap orang , namun  ada beberapa sudut 
pandangan yang cukup menarik dan informatif..

Seperti  diberitakan soal keterlibatan orang-orang dari gerakan 
separatisme Tibet yang dilatih  oleh CIA Amerika dengan motivasi 
untuk membuat Tiongkok tidak stabil dan terpecah. 

Selain itu Kompas juga menulis bahwa Indonesia harus dapat meniru 
Tiongkok secara ekonomi dan militer  agar tidak mudah dipermainkan  
dan dianggap enteng  oleh kepentingan pihak  asing: 

"Inilah yang juga perlu ditiru Indonesia, yakni harus kuat secara 
ekonomi dan militer agar disegani dan tidak bisa "diputar" oleh pihak 
asing.

Golden Horde

Kompas
Minggu, 23 Maret 2008 | 00:46 WIB 
Simon Saragih

Apa yang paling ditakutkan China soal Tibet! Tidak ada yang luar 
biasa dari Tibet kecuali komunitas internasional yang berpihak kepada 
Tibet, dengan Dalai Lama menjadi ikon. Akan tetapi, China tidak akan 
peduli dengan kecaman komunitas internasional. Keinginan China hanya 
satu, Ibu Pertiwi harus tetap utuh.

Mereka yang kerap berbicara dengan para pejabat China, atau membaca 
sedikit soal sejarah China, pasti paham bahwa sejarah China sarat 
dengan penaklukan. Ini membuat China trauma dengan intervensi asing 
hingga sekarang China juga pernah menjadi salah satu emporium 
penakluk, namun trauma ditaklukkan lebih melekat ketimbang 
menaklukkan. Karena itu China akan lebih waspada setiap upaya asing 
atau pada upaya domestik untuk melakukan perpecahan.

Sikap ini tidak tergambar dari pernyataan eksplisit para pejabat 
China, termasuk Presiden Hu Jintao. Namun, sikap itu tergambar dari 
media yang dikendalikan pemerintah. "Tak peduli apakah itu 
kemerdekaan Tibet, Xinjiang, atau Taiwan, tujuan mereka satu, yakni 
menciptakan kekacauan dan perpecahan Ibu Pertiwi," demikian terungkap 
di harian resmi Xinjiang (http://www.tianshannet.com), edisi Sabtu 
(22/3).

Pesan senada bermunculan di media China lainnya. "Kita harus waspada 
atas intervensi 'setan', kita harus kukuh memelihara stabilitas dan 
meredam konspirasi atas kemerdekaan Tibet," demikian pernyataan 
People's Daily milik Partai Komunis China, Sabtu.

Ya, sikap persatuan merupakan kartu mati bagi Partai Komunis China. 
Jika China lembek, kekuatan perlawanan, separatisme, bisa merebak di 
China. Sebagaimana bisa dilihat pada grafik, di China banyak wilayah 
yang rawan pemisahan diri.

Dosa-dosa

Namun China juga tak akan selamanya bisa meredam elemen-elemen 
perlawanan. Partai Komunis yang punya sejarah soal sadisme dan 
tragedi kemanusiaan membuat China tak akan pernah meraih kestabilan 
yang sejati.

Akan tetapi, China juga menyadari betul hal ini. Karena itu Presiden 
Hu Jintao telah berulang kali menekankan agar para pejabat Partai 
Komunis menjaga perangai, tidak korup, tidak mengorbankan rakyat. 
Tidak sedikit pejabat Partai Komunis yang kehilangan nyawa setelah 
dieksekusi aparat sesuai dengan perintah pengadilan.

China, sebagaimana juga sering diutarakan Perdana Menteri Wen Jiabao, 
sering mengatakan bahwa China memiliki cara dan interpretasi 
tersendiri soal demokrasi. China ingin menempuh jalan sendiri soal 
demokrasi, yang tentunya juga tidak bisa dilakukan secara cepat.

Meski masih terkesan sangar, China juga memperlihatkan sisi manusiawi 
dan mulai agak mendengar komunitas internasional. Nyatanya, China 
kini menjadi kekasih para investor global.

Kontradiksi

Atas semua itu, maka susah menekan China. Makin susah lagi karena 
China kini telah menjadi salah satu kekuatan utama ekonomi global. 
Dengan kekuatan ekonomi ini, diperkuat kekuatan militer, China makin 
sulit digoyang.

Inilah yang juga perlu ditiru Indonesia, yakni harus kuat secara 
ekonomi dan militer agar disegani dan tidak bisa "diputar" oleh pihak 
asing.

Lagi, siapa negara di dunia ini yang punya hak moral menekan China? 
Amerika Serikat bukan lagi kekuatan unilateral yang disegani 
komunitas internasional, sebagaimana diutarakan Gubernur New Mexico 
Bill Richardson.

Oleh karena itu, sala satu cara Tibet dan elemen-elemen perlawanan 
lain di dalam negeri China adalah dengan bersabar. Inilah yang 
diutarakan mantan gerilyawan Tibet, yang dilatih oleh CIA (intelijen 
AS), bernama Norbu Dorje (73).

Dorje pernah 14 tahun berperan sebagai pemberontak dari wilayah 
Nepal. Dorje yang berasal dari daerah Kham, Tibet timur, mengatakan 
simpati pada aksi-aksi warga Tibet di Lhasa. Namun, ia sekaligus 
waswas tentang nasib yang menimpa pemrotes itu.

China, kata Dorje, juga tak akan membiarkan wartawan menyelusup ke 
Tibet sehingga leluasa bertindak apa saja kepada warga Tibet tanpa 
bisa diketahui dunia.

"China terlalu besar dan begitu kuat dan tindakannya ilegal. Kita 
membutuhkan dukungan yang lebih kuat dari komunitas 

[budaya_tionghua] Tibet dan Media Barat

2008-03-21 Terurut Topik Golden Horde
adan intelijennya seharusnya  tidak 
kekurangan pengalaman dan dukungan medianya  untuk mencari pemimpin 
alternatif  yang lebih pro kepentingan Barat dalam usahanya 
menjadikan RRT seperti Rusia atau Serbia.


Golden Horde

http://www.spiked-online.com/index.php?/site/article/4880/
http://www.channelnewsasia.com/stories/afp_asiapacific/view/335758/1/.
html






[budaya_tionghua] Fwd: Portraits of inspiring women, transcending ethnic barriers

2008-03-06 Terurut Topik Golden Horde

Aimee Dawis,Contributor  
The Jakarta Post
Thursday, March 6, 2008  

The social position of the Chinese-Indonesian woman has always been 
in relation to her father, oldest brother, husband and son. 

In The Making of the Chinese-Indonesian Women, Myra Sydharta writes 
that the ideal Chinese-Indonesian girl in the early twentieth century 
was "obedient, timid, reticent and adaptable. Three rules of 
obedience shape her life: as an unmarried girl, she should obey her 
father and eldest brother, when married, she should obey her husband, 
and when widowed, her son". 

Education opportunities were limited to the young girls growing up in 
that era. Later, when girls did get the opportunity to go to school, 
their brothers still had priority. 

Thankfully, the Chinese-Indonesia women of today are able to pursue 
educational and professional opportunities. Some have even become 
internationally recognized leaders in their chosen professions. 

Three exemplary Chinese-Indonesia women in the country include; Mari 
Elka Pangestu, the country's Trade Minister; Melani Budianta, 
professor and head of the University of Indonesia's literary 
department in the School of Humanities; and Kuei Pin Yeo, founder of 
the Jakarta Music School and the International Music Conservatory of 
Indonesia. 

The three come from diverse social and professional backgrounds -- 
but throughout their lives and careers, all have demonstrated their 
own motivation and efforts which have propelled them to succeed in 
their respective professions. 


Mari Elka Pangestu 

Mari is known as a sharp economist and staunch proponent of 
international trade relations based on multilateral and bilateral 
agreements. 

Throughout her term, she has pushed to attract foreign investment and 
improve existing infrastructure to expand the country's export 
market. 

She believes Indonesia is "very uniquely different", since it is a 
country which allows the co-existence of many different cultures and 
traditions. 

Citing the Hindu temple of Prambanan and the Buddhist monument of 
Borobudur, she affirms Indonesia is a pluralistic country that does 
not destroy vestiges of its cultural heritage, even though Islam has 
become the country's dominant religion. 

While Mari recognizes that Chinese culture and language have 
experience a renaissance following a long period of restriction, she 
stresses we should look historically at "how the first influx of 
Chinese culture became integrated with the indigenous cultures". 

She cites little-known examples of how the pioneers of handmade Batik 
Tulis in Surakarta, Central Java, were actually ethnic Chinese and 
how the celebration of Cap Go Meh (the fifteenth day of Chinese New 
Year) has become localized in places such as Semarang. 

Aside from the historical analysis of the evolution of Chinese 
culture in Indonesia, Mari also points to historical developments of 
the position of women in Indonesia. 

As the first Indonesian woman of Chinese descent to assume the 
prestigious position as the country's trade minister, she said women 
now had more options to prove themselves in the public sphere, unlike 
in the past when women had limited choices. 

In today's Indonesia, women and people from any ethnicity can enter 
politics, arts, culture, fashion and sports; what is important, she 
says, is their own capabilities and tenacity. 

Mari found that her own drive and aptitude were two significant 
factors that helped her during her tertiary education and career. 

Until high school, Mari had always wanted to become a medical doctor. 
It was not until her second year in university did she decided to 
switch to economics, which eventually led to her decision to pursue a 
doctorate in economics at the University of California. 

Having spent so many years abroad, returning home was not an easy 
task for her. Like many others who earned their academic degrees 
abroad, she experienced reverse culture shock when she returned. But 
despite this, Mari insists that "your own country will give you the 
best opportunities" and never doubted her decision to return to 
Indonesia. 

"Indonesians are very capable," she said. "It is our duty to boost 
our country's name internationally with our own capabilities." 


Melani Budianta 

For Melani Budianta, or Bu Mel as she is fondly referred to by her 
colleagues and students, the first Chinese-Indonesian woman to become 
professor of the School of Humanities at the University of Indonesia, 
issues of gender and ethnicity are irrelevant to her achievements. 

The holder of a Master's degree in American Studies from the 
University of Southern California, and a doctorate in English 
Languages and Literatures from Cornell University, firmly believes in 
equality. 

Like Mari Pangestu, she finds women are capable of realizing their 
aspirations based on their own abilities. 

However, she is careful to point out that for women in academia, 
their responsibilities as wives and mothers, 

[budaya_tionghua] Dilema Pilkada

2008-02-29 Terurut Topik Golden Horde
darah  antar etnis hingga kini, para elit politiknya 
mengeksploitasi  emosi dan sentimen antar etnis di kalangan rakyatnya 
sendiri.

Pilkada di  Ternate (Malut) dan Sulawesi Selatan atau tempat lainnya  
juga telah memicu konflik antar kepentingan, walaupun masih dalam 
satu kelompok etnis,  yang kalau tidak dikendalikan  dapat merambat 
ke tempat lain.

Bagi  calon dari  etnis Tionghoa yang mencalonkan dirinya dalam 
Pilkada mendatang,  berkemungkinan akan   menghadapi konsekwensi  
seperti yang disebutkan  diatas dengan situasi yang dilematis, ingin 
berdedikasi  dan peduli terhadap daerahnya tetapi juga membawa 
resiko, walaupun hal ini tidak  terjadi di semua tempat  seperti 
Pilkada di Belitung Timur dan di Singkawang, tetapi potensi ini tetap 
membayang-bayangi.

Skenario yang terburuk atau yang  tidak diinginkan  dapat terjadi, 
sekiranya  kandidat  lainnya  atau  pejabat incumbent yang frustrasi 
atau merasa diunggulkan suaranya, berhasil memancing provokasi atau  
konflik  yang berlatar belakang sara   terhadap komunitas Tionghoa 
setempat. 
 
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa demokrasi bagaikan bunga 
mawar yang berduri, tetapi yang kita inginkan adalah mawarnya dan 
bukan durinya.

Golden Horde





[budaya_tionghua] Fwd: Perempuan Tionghoa

2008-02-24 Terurut Topik Golden Horde
Kompas, Senin, 25 Februari 2008 

Mediator "Diam" Pembentukan Budaya

Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, budaya orang Indonesia Tionghoa 
dikenal memiliki kekhasan yang berbeda dari budaya etnik lain. 

Dapat dikatakan budaya masyarakat Indonesia Tionghoa sebetulnya 
hibrida dari budaya China yang dibawa orang-orang China yang datang 
ke Indonesia dan budaya lokal di mana orang-orang China tersebut 
menetap.

Berbicara tentang budaya hibrida orang Tionghoa, yang sering 
terlupakan adalah peran penting perempuan Tionghoa sebagai pelangsung 
dan pembentuk budaya hibrida ini karena kehidupan mereka yang "diam" 
atau "terdiamkan".

Seperti sudah banyak ditulis dalam buku-buku Leo Suryadinata, Charles 
Coppel, dan Myra Sidharta, kedatangan orang China ke Indonesia pada 
mulanya tidak disertai istri mereka yang ditinggal di negaranya. 

Kehidupan yang cukup lama di Indonesia memaksa mereka mengambil 
perempuan lokal sebagai istri.

Keturunan dari perkawinan antara orang China dan penduduk setempat 
itu menurun kelompok yang dikenal sebagai Tionghoa peranakan. 

Biasanya lelaki China yang kembali ke China hanya membawa anak laki-
laki, sedangkan anak perempuan ditinggal dan dipelihara ibu mereka 
yang orang setempat.

Dari ibu-ibu anak-anak peranakan inilah mereka belajar budaya lokal 
dan mencampurnya dengan kebiasaan orangtua mereka yang China sehingga 
muncul budaya hibrida di kalangan mereka dan keturunannya.

Hal paling menonjol yang bisa kita saksikan dalam budaya hibrida 
apalagi kalau bukan urusan domestik yang sering kali diidentikkan 
dengan urusan perempuan. 

Di sekitar pekerjaan domestik inilah biasanya keseharian hidup 
perempuan. Yang tampak jelas adalah dalam hal busana, makanan, dan 
bahasa sehari-hari.


Busana

Anak-anak perempuan peranakan Tionghoa belajar mengenakan kebaya dan 
sarung yang biasa dikenakan perempuan setempat di Jawa. 

Untuk membedakan mereka dari perempuan setempat biasanya motif sarung 
dan kebaya dibuat berbeda. Batik pekalongan dan lasem dikenal sebagai 
batik yang bercorak khusus yang dipakai perempuan Tionghoa. 

Kebayanya juga dikenal sebagai "kebaya encim" yang biasanya ada 
bordiran di tepi baju. Kalaupun busana seperti itu sudah jarang kita 
temui dikenakan oleh masyarakat Tionghoa perempuan sebagai busana 
sehari-hari, busana ini sudah dimodifikasi sehingga menjadi busana 
anggun yang banyak dikenakan perempuan Indonesia modern untuk acara 
hajatan dan acara resmi.

Pada umumnya perempuan Tionghoa sejak kecil sudah diajarkan memasak 
oleh ibunya karena mereka diharapkan kelak dapat mengurus rumah 
tangga bila sudah menikah. 

Para istri orang setempat yang menikah dengan orang China pasti akan 
berusaha belajar memasak masakan yang biasa dimakan suami Chinanya 
dengan cara masak dan bumbu-bumbu yang didapat di tempatnya.

Dari sinilah muncul masakan yang dinamai dengan nama China, tetapi 
berselera lokal. Seperti kalau kita makan cap cai atau mi. 

Masakan China yang dimasak di Indonesia tidak lagi memiliki rasa yang 
sama dengan masakan yang dimasak di China. Masakan hibrid ini 
ternyata juga digemari orang-orang Tionghoa hingga sekarang maupun 
oleh orang Indonesia umumnya.

Bahasa

Bahasa yang digunakan orang Tionghoa bisa juga kita sebut sebagai 
bahasa hibrida. Jarang sekali kita jumpai di kelompok lain di mana 
kata sapaan mencampurkan dua kata dari budaya berbeda.

Contohnya, pada beberapa kelompok masyarakat Tionghoa tertentu, 
sapaan kohdé, cikngah, dan kulik merupakan gabungan dari dua kata 
engkoh gedé, tacik tengah, dan engku cilik. 

Kata pertama berasal dari dialek China, sedangkan kata kedua dari 
bahasa Jawa. Cara ini mirip dengan cara orang Jawa menyapa, misalnya, 
paklik, pakdé, atau bulik dan budé.

Dari lebih 1.000 kata yang dipakai dalam bahasa Indonesia berasal 
dari bahasa China atau dialek China (ditulis dalam buku Kong Yuanzhi 
Silang Budaya Tiongkok-Indonesia). 

Yang menarik, dari sekian banyak kata tersebut, yang paling banyak 
adalah kata-kata yang berhubungan dengan kekeluargaan, makanan dan 
minuman, serta alat-alat dapur dan rumah tangga.

Tentu peranan perempuan Tionghoa di sini amat penting karena pada 
dasarnya perempuanlah yang sering kali menjadi penerus budaya. 

Perempuan mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kebiasaan sehari-
hari dan bagaimana mereka harus hidup, sedangkan suami pada umumnya 
merasa lebih bertanggung jawab mencari uang untuk keluarga.

Meski demikian, dari sekian banyak buku tentang kehidupan orang 
Tionghoa, sedikit sekali kita jumpai tentang kehidupan perempuan 
Tionghoa dan kiprahnya dalam kehidupan masyarakat di Indonesia.

Myra Sidharta dan Mely G Tan sudah sering mengangkat nama perempuan 
Tionghoa yang sudah banyak berjasa bagi bangsa Indonesia. 

Mereka sudah berkiprah di hampir semua bidang kehidupan, seperti 
politik, ekonomi, susastra, dan pendidikan. 

Meski demikian, secara umum peranan perempuan Tionghoa masih 
terasa "terdiamkan", mungkin karena pada umumnya mereka lebih 
biasa "diam".

Es

[budaya_tionghua] Re: Fwd: Singkawang

2008-02-24 Terurut Topik Golden Horde
Margaret Chan kalau tidak salah telah menulis sebuah buku mengenai 
Tatung yang berjudul  "Ritual Is Theatre, Theatre Is Ritual, Tang-Ki: 
Chinese Spirit Medium Worship",  
Apakah buku ini bisa didapatkan di Indonesia ?

Salam,
Golden Horde

-
> In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Hendri Irawan" <[EMAIL PROTECTED]> 
> wrote:
>
> In [EMAIL PROTECTED], "Margaret  CHAN"
>  wrote:
> 
> Dear friends,
>  
> Victor's and Ronni's photos tell, more than any of my words can, of
> the energies of Capgome in Singkawang, West Kalimantan. But I will
> nevertheless share first impressions. Before I do that, there is 
> first the important task I have to openly thank Ardian and his 
> friends and our Victor Yue, without whom this trip would not have 
> been what it was. 
>  
> Ardian and his Budaya Tionghoa network are passionate about 
> promoting Chinese culture as a legitimite pillar of the diversity 
> that makes up the Indonesian population. Their aspirations went far 
> beyond idealistic thinking to the real. 
> ..
> .



[budaya_tionghua] Re: RENCANA PERBURUAN CAPGO ME TAHUN DEPAN

2008-02-24 Terurut Topik Golden Horde
Selain 3B (Bibir, Bubur, Bunaken), Manado juga terkenal dengan 
perayaan Cap Go Meh-nya atau disebut juga  perayaan Goan Siao. 
Perayaan Cap Go Meh di Manado  hampir semeriah perayaan Cap Go Meh di 
Singkawang ditinjau  dari segi atraksi dan  jumlah pengunjunganya, 
hanya Manado tidak mempunyai  pawai Lampion seperti  di Singkawang, 
yang diadakan dua hari sebelum perayaan Cap Go Meh sebagai puncak 
atraksinya. Kedua perayaan Cap Go Meh di kedua kota tersebut   
mempunyai keunikan masing-masing.

Sebagai ibukota propinsi Sulawesi Utara, Manado lebih mudah 
pencapaiannya dibandingkan dengan Singkawang, karena  Manado 
mempunyai   lapangan terbang sendiri (Sam Ratulangi) yang telah 
dimodernisasi, sehingga para wisatawan dari berbagai daerah dan 
mancanegara dapat langsung tiba ditempat (banyak perusahan 
penerbangan dengan tujuan Manado), sedangkan Singkawang  masih belum 
memilikinya, sehingga para wisatawan yang menggunakan pesawat terbang 
harus mendarat di Pontianak dahulu sebelum menempuh jalan darat 
selama 2,5-3 jam menuju Singkawang. 

Selain itu juga tersedia hotel-hotel yang relatif cukup banyak dan 
berbintang, seperti Hotel Ritzy (dahulu Novotel namanya) yang  
letaknya di  Manado Boulevard dan dapat melihat teluk Manado serta 
P.Bunaken, Hotel Gran Puri, Hotel Sahid Manado,  Kima Bajo Resort & 
Spa Hotel, Hotel Santika dan Hotel Sedona (keduanya  relatif cukup  
jauh letaknya dari pusat kota, walaupun berbintang dan menarik) dll.

Perayaan Cap Go Meh atau perayaan Goan Siau di Manado juga 
menampilkan Tatung  seperti di Singkawang yang sebutannya  Tang Sin, 
tetapi jumlah Tang Sin (atau Tatung) tidaklah sebanyak seperti yang  
dijumpai di Singkawang yang jumlahnya  sangat besar, biasanya di 
Manado jumlahnya sekitar  10 orang, mungkin juga karena tidak 
sebanyak kelenteng seperti di Singkawang (ada enam tempat ibadah umat 
Tridharma atau kelenteng  di Manado)

Prosesi perayaan biasanya dimulai dari Kelenteng Ban Hian Kiong, 
sebagai kelenteng yang dituakan di Manado, yang terletak  jalan  
Panjaitan, di pusat perdagangan atau pecinan kota Manado.  Pemain-
pemain Barongsai  dan Liongnya juga ada yang didatangkan dari luar 
daerah, seperti Makassar, Surabaya, Malang dll.

Perayaan Cap Go Meh di Manado juga merupakan suatu pesta rakyat 
(orang Manado memang gemar berpesta), peserta dan pengunjungnya 
berdatangan dari berbagai kota dan daerah seperti Tomohon,  Bitung, 
Tondano, Kotamobagu, Tahuna, Siau hingga  Gorontalo, Ternate, Palu, 
Makassar dll. serta  wisatawan dari berbagai mancanegara seperti dari 
Filipina, Malaysia dan Singapura.

Perayaan Cap Go Meh ini juga dimeriahkan dengan tarian perang  khas 
Minahasa yang disebut Tarian Kabasaran (Cakalele) dan musik bambu, 
musik tiup  bambu seng serta   klarinet yang memainkan musik dan lagu-
lagu  populer rakyat Minahasa (Folk Songs) seperti Mars Minahasa, Si 
Patokaan dll.

Dalam prosesi Cap Go Meh atau Goan Siao ini juga melibatkan   barisan 
ritual umat Tridharma dan selain itu juga ada atraksi pawai  yang 
disebut pikulan, yaitu pawai  yang menampilkan tokoh-tokoh populer 
atau pahlawan  dari cerita legenda Tiongkok, dewa-dewa umat Tridharma 
dan biasanya diperankan oleh anak kecil.

Golden Horde
-
> In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> teman2 semilist,
>
> kalu Henyonk pake istilah penelitian, so saya lebih suka pake kata 
> perburuan. Habis yg namanya peneliti itu ternyata lebih buas 
> daripada  pemburu binatang lho hehehehehehehehehehe so kita semua 
> ganti nama neh  gak pake kata research or study but HUNTING TATUNG 
> and TEMPLING. 
> nah rencana berburu taon depan itu kita semua mau ke MENADO. 
> So ada teman2 yg bisa kasih input gimana capgome di menado ? or 
> sapa aja yg bisa dikontak selaen bp.Eddy Loho di Jkt ?
> BTW thx buat Jenny alias Jee yg kasih saya pilem capgome di Menado.
>
> Ardian





[budaya_tionghua] Fwd: Presiden: Beri Pelayanan Publik yang Sama

2008-02-17 Terurut Topik Golden Horde
Kompas, Senin, 18 Februari 2008 

Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan 
kepada aparatur pemerintah untuk senantiasa memberikan pelayanan 
publik yang sama kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk 
masyarakat Tionghoa.

Hal ini dikemukakan Presiden dalam sambutannya pada Perayaan Tahun 
Baru Imlek 2559/2008 di Balai Sidang Senayan, Jakarta, Minggu (17/2). 
Acara diselenggarakan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia.

"Berikan semua kemudahan kepada semua dalam pelayanan, misalnya 
administrasi kependudukan, perkawinan, keimigrasian, perizinan, dan 
pelayanan-pelayanan yang lain," katanya.

"Dua tahun lalu kita telah menerbitkan UU No 12/2006 tentang 
Kewarganegaraan Indonesia. UU tersebut di antaranya menempatkan etnis 
Tionghoa dalam persamaan dan kesetaraan dengan warga negara yang lain 
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," katanya.

Presiden menegaskan, UU itu menjadi jaminan etnis Tionghoa untuk 
memperoleh perlakuan sama dan kemudahan dalam memperoleh status WNI.

Presiden mengharapkan seluruh rakyat Indonesia belajar dari sejarah 
sehingga tak akan terjadi lagi konflik horizontal. "Bangsa kita 
memang beragam sehingga kemungkinan konflik dan perselisihan selalu 
ada. Marilah kita kelola dan kita carikan solusi damai tanpa 
kekerasan," katanya.

Para pemuka agama dan tokoh masyarakat, lanjut Presiden, hendaknya 
membimbing komunitasnya dan memberi contoh untuk tidak melakukan 
kekerasan dan main hakim sendiri ketika kita harus menyelesaikan 
konflik atau pertentangan yang ada.

"Reformasi, demokratisasi, dan kebebasan tidak identik dengan 
kekerasan, tidak identik dengan main hakim sendiri, dan tidak identik 
dengan perilaku yang menebarkan ketakutan pada pihak lain," ujar 
Presiden.

Berkat reformasi

Sebelumnya, Ketua Panitia Pelaksana Peter Lesmana melaporkan, 
perayaan Imlek secara nasional itu merupakan yang kesembilan kalinya 
berturut-turut sejak tahun 2000.

"Ini semua bisa terwujud sebagai berkah dari reformasi yang terjadi 
di negeri ini," ujar Peter Lesmana.

Hadir antara lain Ketua DPR Agung Laksono dan para menteri kabinet. 
Acara ini juga ditandai penampilan artis penyanyi yang membawakan 
lagu-lagu berbahasa Mandarin serta pertunjukan wushu dan tarian. 
(OSD/ANTara)




[budaya_tionghua] Re: Fw: Barongsai dilarang di Pontianak ?

2008-02-17 Terurut Topik Golden Horde
Yang dilarang untuk diselenggarakan ditempat umum termasuk rencana 
arak-arakan Naga raksasa yang  dibuat khusus dengan bahan dasar kain 
sepanjang 1000 m dan rotan sebanyak 500 batang. Pada awalnya akan 
diselenggarakan di kota Pontianak  21 Februari mendatang ini, tetapi 
akhirnya arak-arakan Naga raksasa  tersebut akan dipindahkan ke kota 
Singkawang .

Salah satu alasan yang disebutkan oleh beberapa media  seperti dapat 
menimbulkan polemik, situasi tidak kondusif atau pertimbangan khusus 
di lapangan , mungkin ada keterkaitannya  dengan  aksi kekerasan anti 
Tionghoa  pada bulan Desember 2007 lalu, yaitu terjadi  setelah  
penyelenggaraan Pilkada   pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur  baru 
untuk Kalbar berakhir,  dimana etnis non-Melayu yang  terpilih  
yaitu  Drs. Cornelis, MH  (etnis Dayak)  sebagai Gubernur dan Drs. 
Christiandy Sanjaya (etnis Tionghoa) sebagai Wakilnya 

Selain itu juga diketahui bahwa masa jabatan Walikota Singkawang  
Buchary A. Rahman akan berakhir pada tahun 2008 ini yang  menjabat 
sejak tahun 1999, jadi tidak lama lagi  akan diselenggarakan  
pemilihan Walikota Pontianak (Pilwakot)  baru untuk menggantikannya.

Ironisnya pelarangan penyelengaraan Cap Go Meh dan arak-arakan Naga 
ditempat umum di kota Pontianak yang  diharapkan dapat menarik 
kunjungan wisata ini, terjadi pada  "Tahun Kunjungan Wisata Indonesia 
2008" (Visit Indonesia Year 2008).

Golden Horde

>In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "HKSIS" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
> - Original Message - 
>From: Ivan Wibowo 
>To: [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; tionghoa-
>[EMAIL PROTECTED] 
>Sent: Sunday, February 17, 2008 10:27 AM
>Subject: [snb-milis] BArongsai dilarang di Pontianak ?
> 
>Minggu, 10 Februari 2008
>Pemkot Tetap Larang Arakan Naga dan Petasan 
>Buchary: Ada SK Walikota 127/2008
> 
>Pontianak,-  Pemerintah Kota Pontianak tetap melarang pelaksanaan 
>arakan naga, barongsai, jual beli dan pemasangan petasan. Aturan 
>pelarangan itu sesuai dengan Surat Keputusan Walikota Pontianak No 
>127 tahun 2008 tentang Jual Beli, Pemasangan Petasan dan Pelaksanaan 
>Arakan Naga, Barongsai Dalam Wilayah Kota Pontianak. 
> 
>Walikota Pontianak mengeluarkan SK 127/2008 tertanggal 5 Februari 
>2008 dengan lima poin keputusan. Pertama, jual beli memasang 
>petasan, arakan naga, barongsai dalam wilayah Kota Pontianak. 
> 
>Poin kedua, dalam melaksanakan imlek dan cap go meh dilarang 
>melakuakn jual beli dan memasang petasan serta melaksanakan arakan 
>naga, barongsai di jalan umum dan fasilitas umum yang bersifat 
>terbuka. Sedangkan poin ketiga, pelaksanaan permainan naga, 
>barongsai dilaksanakan di Stadion Sultan Syarif Abdurrahman 
>Pontianak. 
> 
>Sementara poin keempat, untuk sarana mobilisasi ke tempat yang 
>ditetapkan harus menggunakan kendaraan truk dan sejenisnya dan poin 
>kelima keputusan ini berlaku sejak ditetapkan. 
> 
>Walikota Pontianak, dr H Buchary A Rahman menegaskan tidak ada yang 
>boleh memasang petasan maupun melakukan arak-arakan naga maupun 
>barongsai. Menurut dia, bila ada yang melanggar berarti telah 
>mengingkari keputusan bersama. 
> 
>"Karena keputusan ini dibuat berdasarkan hasil rapat Muspida Kota 
>Pontianak, 30 Januari 2008 dan pertemuan dengan tokoh-tokoh tionghoa 
>Kota Pontianak. SK ini juga disampaikan ke gubernur Kalbar," kata 
>dia. 
> 
>Buchary belum lama ini mengungkapkan Festival Naga tetap 
>dilaksanakan di Stadion Sultan Syarif Abdurrahman (SSA) Pontianak. 
>Namun, tidak ada arak-arakan naga seperti tahun sebelumnya, 
>dikarenakan situasi Kota Pontianak tidak kondusif pada tahun ini. 
> 
>"Berkaitan dengan perayaan Imlek, pemerintah Kota Pontianak 
>memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk merayakan Imlek 2559. 
>Hanya saja, untuk Cap Go Meh, tidak ada arak-arakan naga. Naga 
>raksasa juga dipindahkan ke Singkawang. Saya sudah telepon langsung 
>ke Walikota Singkawang," ungkap Buchary. 
> 
>Disamping itu, Buchary menegaskan selama perayaan Imlek, tetap 
>dilarang membunyikan petasan. Larangan ini tidak menggunakan SK 
>Walikota, melainkan langsung diatur dalam Undang-Undang 
>Darurat. "Petasan tetap dilarang. Namun masalah petasan ini langsung 
>ditangani Poltabes Pontianak karena menyangkut undang-undang," ujar 
>Buchary. (riq) 




[budaya_tionghua] Buku Laksamana Cheng Ho Dan Asia Tenggara

2008-02-16 Terurut Topik Golden Horde
Buku  yang belum lama diterbitkan tentang Cheng Ho, (juga dikenal 
sebagai Zheng He, Sam Po, Sam Bao, Sam Po Kong, San Bao Gong, Sam Po 
Toa Lang, Sam Po Taijin, San Bao Daren, Sam Po Tai Kam)  dan Asia 
Tenggara ini diambil dari panel yang diselenggarakan oleh Huayinet 
(Singapura) dan Ohio University Materials on the Chinese Overseas 
pada Agustus 2005. 

Panel tersebut merupakan bagian dari konferensi internasional dengan 
tema "Chinese Overseas and Maritime Asia 1405-2005". Seperti 
diketahui bahwa tahun 2005 adalah tahun peringatan ke-600 pelayaran 
armada Cheng Ho dan pelbagai seminar, konferensi, bahkan perayaan, 
digelar di berbagai tempat dan negeri.

Cetakan pertama buku ini diterbitkan oleh Pustaka  LP3ES Indonesia 
pada Desember 2005  (162 halaman) dengan DR. Leo Suryadinata sebagai 
editornya.

Adapun sub-tema isi buku tersebut sbb:

1.Pelayaran Keliling Dunia Armada Zheng He, Komentar Atas Buku Gavin 
Menzies.
Penulis: RZ Lireissa

2.Apakah Zheng He Memang Bermaksud Menjajah Asia Tenggara ? 
Penulis: Tan Ta Sen

3.Tujuh Pelayaran Cheng Ho sebagai Diplomasi Kebudayaan, 1405-1433. 
Penulis: A Dahana

4.Hubungan Kerajaan Malaka dengan Dinasti Ming, Sebuah Tinjauan Ulang
Openulis: Tan Ta Sen

5. Admiral Cheng Ho dan Kota-kota Pesisir di Asia Tenggara
Penulis: Johannes Widodo

6. Laksamana Cheng Ho dan Peranannya dalam Penyebaran Islam di 
Nusantara.
Penulis: Hasan Muarif Ambary

7. Zheng He, Semarang dan Pengislaman Jawa, Antara Sejarah dan Legenda
Penulis: Leo Suryadinata

8. Sino-Javanese Muslim Culture, Menelusuri Jejak Cheng Ho di 
Indonesia
Penulis Sumanto Al Qurtuby.

Buku ini juga melampirkan cuplikan dokumen "Tuanku Rao" (Penulis: 
M.O. Parlindungan, 1964) yang berjudul "Peranan Orang-orang 
Tionghwa/Islam/Hanafi di dalam Perkembangan Agama Islam di Pulau 
Jawa, 1411-1564",  dan lampiran  buku Parlindungan ini (Lampiran 
XXXI) juga  pada gilirannya bersumber dari singkatan dokumen 
Kelenteng Sam Po Kong, Semarang yang disita oleh Resident Poortman 
pada  tahun 1928 dan lalu dirahasiakan oleh Pemerintah Hindia Belanda 
atas hasil penemuan itu.

Golden Horde







[budaya_tionghua] Fwd: China, Indonesia start joint military productions

2008-02-11 Terurut Topik Golden Horde
Kerjasama dibidang  industri pertahanan antara Indonesia dan 
Tiongkok  diberitakan akan segera direalisasi  seperti pembuatan 
kendaraan militer, tank dan peluru kendali  yang akan diproduksi 
bersama  di PT Pindad dan PT PAL  bersama  BPPT. 

Kerjasama ini merupakan kelanjutan dari kesepakatan kerjasama antara 
kedua negara dibidang industri pertahan yang telah ditanda tangani 
tahun lalu serta  kunjungan menhan Tiongkok Cao Gangchuan bulan lalu 
ke Indonesia.

Perlengkapan militer Indonesia diketahui sudah banyak yang sudah 
tidak memenuhi persyaratan lagi dan banyak yang sudah berusia tua 
pada  saat kini, seperti halnya dengan kecelakaan di Situbondo yang 
memakan beberapa korban prajurit Marinir ketika sedang mengadakan 
latihan pendaratan.

Jadi Alutsista atau perlengkapan pertahanan Indonesia sudah sangat  
mendesak saat kini untuk diperbaharui dan dimodernisasi, yang konon  
sudah jauh tertinggal dengan negara tetangga seperti Singapura, 
Malaysia dll.

Dengan produksi bersama  didalam negeri ini, diharapkan nantinya 
Indonesia relatif  dapat memenuhi kebutuhan militernya sendiri serta  
tidak terlalu  banyak tergantung lagi dari pasokan negara Barat yang 
relatif mahal harganya serta tak jarang dengan  persyaratan tertentu. 

Selain itu ada kemungkinan produksi bersama ini akan diekspor ke 
negara lain, seperti negara-negara ASEAN lainnya yang membutuhkannya 
dengan harga yang kompetitif.

Kerja sama dibidang pertahanan ini akan  merupakan salah satu bagian  
daripada  kemitraan strategis antara Indonesia dan Tiongkok yang 
telah disepakati bersama sebelumnya.

GH.
--
China, Indonesia start joint military productions 

Abdul Khalik, The Jakarta Post, Jakarta
February 12, 2008 
 
Indonesia and China have embarked on a joint production of various 
war machines in a bid to help the Southeast Asian country replace its 
aging warfare equipment and ease dependency on imports.

Indonesian Ambassador to China Maj. Gen. (ret) Sudrajat said Monday 
the long-term cooperation would cover production of military 
vehicles, tanks and missiles. 

"What we have now is a project to produce missiles," Sudrajat told 
reporters. 

"In this project, the Chinese defense industry will cooperate with 
BPPT to produce missile launchers and they will work together with PT 
Pindad to produce the missile's ammunition," 

Sudrajat was speaking after reporting to President Susilo Bambang 
Yudhoyono on the progress of Indonesia-China relations at the 
presidential office. 

BPPT is the Agency for the Assessment and Application of Technology 
and Pindad is the Army's arms maker. 

The joint production followed last year's signing of a defense 
cooperation agreement between the two countries on military training 
and arms production. 

Indonesian Defense Minister Juwono Sudarsono held talks with Chinese 
Defense Minister Cao Gangchuan last month in Jakarta to discuss 
details of the agreement. 

Sudradjat said under the joint production agreement, military 
equipment ordered from China would be produced at plants belonging to 
Pindad in Bandung or state shipbuilder PT PAL in Surabaya. 

"In their procurement process, the Indonesian Army, Navy and Air 
Force have struck a deal with Chinese authorities to make some parts 
of the equipment in Indonesia and by Indonesian companies," Sudrajat 
said. 

The president ordered the Indonesian Military to ground its aging 
equipment following a series of fatal accidents involving its war 
machines in the last few months. 

Budget constraints have been blamed for the slow modernization of 
defense equipment in the country. 

The 2008 state budget raised defense spending to Rp 36.4 trillion 
($3.8 billion), but most of the money will be spent on military 
personnel's welfare. 

The government said it was also reluctant to embark on credit export 
facilities offered by some Western countries for fear of criticism 
around further accumulation of fresh foreign debts. 

Chairman of the House of Representatives' Commission I on security, 
defense and foreign affairs Theo Sambuaga hailed the start of joint 
Indonesia-China production of military equipment. 

He said the move was a solution to Indonesia's budgetary limitation 
to replace aging warfare equipment. 

"Gradually, we should replace our aging defense equipment," Theo 
said. 

"As we have budget constraints, we should be able to buy them from 
local companies and only embark on foreign purchases if we really 
can't produce them. 

"That's why joint production is the best option to empower our 
defense industry," he said.

http://www.thejakartapost.com/detailheadlines.asp?
fileid=20080212.A05&irec=4





[budaya_tionghua] Fwd: Maya Soetoro, Senjata Rahasia Barack Obama

2008-02-09 Terurut Topik Golden Horde
Proses pemilu di Amerika Serikat yang sedang berlangsung saat kini  
telah menarik perhatian dunia, termasuk Indonesia dan terutama dengan 
nama kandidat  Barack Obama ( dipanggil juga Bari Soetoro selama 
tinggal di Indonesia) yang pernah tinggal semasa  kecilnya di Jakarta 
bersama ayah tirinya  dari Indonesia yaitu Lolo Soetoro.

Pers dunia  banyak meliput dan mengikuti proses  pemilu di Amerika 
ini, karena diperkirakan akan   terjadi beberapa  perubahan  pada  
kebijaksanaan baru AS, sekiranya presiden baru yang terpilih  
menggantikan Bush yang sekarang telah merosot popularitasnya.

Barack Obama adalah seorang keturunan Afro-Amerika, atau  dapat 
disebut juga peranakan Afrika, tepatnya Kenya. Obama mempunyai latar 
belakang budaya dan etnis yang berbeda dan  multikultural, ibunya 
seorang wanita kulit putih Amerika, ayah kandungnya seorang kulit 
hitam dari Kenya, Afrika, ayah tirinya seorang Indonesia, iparnya 
seorang Tionghoa Kanada dan istrinya seorang kulit hitam Amerika, 
dengan beragam kepercayaan  atau agama yang dianutnya  pada  keluarga 
besar Obama ini. 

Sekiranya Obama dapat terpilih menjadi presiden Amerika mendatang, 
maka ia  akan menjadi  seorang presiden kulit hitam pertama  yang 
terpilih dalam sejarah AS. Tetapi pada  beberapa negara, fenomena ini 
sebenarnya bukanlah hal baru lagi, seperti di Filipina, mantan 
presiden Corazon Aquino (etnis Tionghoa),  di Thailand, mantan 
Perdana Menteri Thaksin Shinawatra (etnis Tionghoa), di PNG, mantan 
Perdana Menteri  Julius Chan (etnis Tionghoa), di Peru, mantan 
presiden Alberto Fujimori (etnis Jepang). 

G.H.
-

Maya Soetoro, Senjata Rahasia Barack Obama

Oleh A Jafar M. Sidik

Jakarta (ANTARA News) - Sepanjang sejarah pemilihan Presiden Amerika 
Serikat (AS), baru sekarang nama Indonesia sangat kerap disebut oleh 
media massa setempat.

Selasa (5/2), nama Indonesia disebut lagi secara luas setelah Barack 
Obama menang dalam pemungutan suara pemilih Partai Demokrat di 
Indonesia, kaukus suara di luar negeri yang sekarang menjadi salah 
satu yang amat menarik untuk diberitakan.

Barack Obama-lah, calon Presiden AS dari Partai Demokrat, yang 
membuat Indonesia tiba-tiba begitu dekat dengan AS.

Keterikatan Obama dan Indonesia bahkan lebih pekat dari yang 
diperkirakan setelah pemberitaan mengenai peran dan identitas adik 
perempuannya yang berdarah Jawa, Indonesia, Maya Soetoro Ng, semakin 
luas.

Sebelumnya, orang Indonesia lebih mengenal Obama hanya sebagai 
seorang AS yang menghabiskan sebagian masa kecilnya di Indonesia. 
Kini, pengetahuan itu bertambah dengan kepopuleran Maya Soetoro.

Ayah kandung Obama yang bernama Barack Hussein Obama adalah seorang 
Afrika berkewargnegaraan Kenya, sedangkan ayah kandung Maya adalah 
Lolo Soetoro, pria Jawa Timur tulen. Baik ayah kandung maupun ayah 
tiri Obama menganut keyakinan Islam.

Obama dan Maya beribu sama, seorang perempuan kulit putih bernama 
Stanley Ann Dunham.

Selama ini orang AS mengenal Michelle Obama, istri Obama, sebagai 
orang kuat di balik kampanye kecalonpresidenan dan karir politik 
Obama.

Tapi, setelah kampanye itu memasuki babak terpanasnya, orang AS mulai 
ingin mengenal lebih dekat sosok Obama, terutama keluarganya.

"...(selain Michelle) ada dua lagi senjata rahasia Barack Obama, 
yakni kakak perempuannya Auma Obama dan adik perempuannya Maya 
Soetoro Ng," tulis Amy Argetsinger dan Roxanne Roberts dari 
Washington Post (22/1).

Kedua wartawati The Post itu menyebutkan, aset politik terbesar Obama 
adalah tradisi multikultur yang ada dalam keluarganya. Tradisi itu 
dikembangkan oleh para perempuan di sekitar Obama, mulai ibunya 
sampai Maya Soetoro.

Begitu besarnya peran perempuan terhadap Obama tercermin dari 
perangai dan sikapnya yang lembut. Hampir semua orang terdekatnya 
adalah perempuan. Lima perempuan menjadi kekuatan inti pribadi Barack 
Obama, yaitu Michelle, ibundanya yang almarhum, sang nenek, Maya, dan 
Auma. 

Keluarga Obama yang unik, karena berkomposisi ras warna-warni, 
sungguh menarik perhatian banyak orang di AS.

Auma adalah asli keturunan Kenya. Ibunda Auma adalah istri pertama 
dari Barack Obama Sr. Sedangkan, Maya, membawa darah campuran Asia 
(Jawa, Indonesia).

Saudara-saudara Obama yang lain hidup tenteram di Iowa, New 
Hampshire, dan jauh dari publikasi media, sehingga menyembunyikan 
keunikan keluarga Obama yang sesungguhnya merangsang apresiasi publik 
AS itu.

Meski berbeda ayah, mereka selalu berdekatan dan berkomunikasi sangat 
rekat, khususnya hubungan antara Maya dengan Obama. 

Sampai sekarang Maya yang tumbuh besar bersama Obama di Indonesia dan 
Hawaii tetap mengenang masa kecil yang indah bersama sang abang. 
Berjam-jam ngobrol di telepon, menjadi tempat berkeluhkesah tatkala 
dibelit frustasi dan dirundung bingung, atau sebagai pelindung yang 
kadang terkesan protektif. 

"Dia membantuku menentukan pilihan," kata Maya kepada Chicago Sun 
Times edisi 9 September 2007.


[budaya_tionghua] Buku-Buku Baru Mengenai Budaya Tionghoa

2008-02-09 Terurut Topik Golden Horde
Buku-Buku Baru Mengenai Budaya Tionghoa

Awal tahun Tikus atau Februari 2008 ini ada beberapa buku baru 
mengenai Budaya Tionghoa yang  dirilis oleh Gramedia:


"Mitos & Legenda China, Kumpulan Kisah Fantastis dan Rahasia di 
Baliknya".
Penulis  : E.T.C. Werner
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, 419 hal, 2008
Buku ini sebenarnya ditulis dan diterbitkan  oleh pengarangnya pada 
tahun 1922, dan dikatakan oleh penerjemahnya (Johan Japardi) bahwa 
isi dan tujuan buku ini difokuskan pada pemaparan mitos-mitos dan 
legenda-legenda China. Walaupun Tiongkok sudah mengalami perubahan 
pada saat kini dibandingkan tahun 1922, tetapi ada juga hal yang 
tidak berubah selama lebih dari empat ribu tahun seperti mitos dan 
legenda tertentu yang masih relevan dan masih dipercayai oleh 
sebagian besar orang Tionghoa.
Namun penerjemah mengganti sistim ejaan Wade-Gildes yang digunakan 
dalam buku aslinya dengan ejaan Pinyin serta menambahkan beberapa 
catatan kaki serta beberapa lampiran (Lampiran sistim Pinyin, Dinasti 
China dan gugusan bintang China).


"The Best of Chinese Wisdom" (Kebijaksanaan China Klassik)
Penulis : leman
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, 173 hal, 2008
Judul bukunya dalam bahasa Inggris tetapi isinya dalam bahasa 
Indonesia.
Disebutkan oleh penulisnya bahwa salah satu warisan kebudayaan China 
yang sudah ribuan tahun lalu, tetapi masih relevan dan bisa 
diterapkan dalam kehidupan modern saat kini adalah kebijaksanaan 
China Klassik (Chinese Wisdom).
Kebijaksanaan China Klassik yang mengandung nilai-nilai 
kebijaksanaan, semangat, motivasi, strategi, dan kepemimpinan itu 
difokuskan pada masa dinasti Qin, Han, dan  Periode Tiga Negara.


"Riwayat Kelenteng, Vihara, Lithang di Jakarta & Banten".
Penulis : Yoest
Penerbit: PT Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia), 325 hal, 2008
Disebutkan oleh penulisnya bahwa buku ini khusus membahas tentang 
sejarah, keunikan bentuk bangunan dan ornamen serta sinbeng yang 
dipuja di Kelenteng, Vihara dan Lithang yang tersebar di Jakarta dan 
Banten, lengkap dengan alamatnya.
Buku ini  telah memberi tambahan lagi  pada perbendaharaan buku-buku 
yang membahas tentang kelenteng yang pernah  diterbitkan sebelumnya 
seperti salah satunya:
"Klenteng-Klenteng Dan Masyarakat Tionghoa di Jakarta" (CL. Lombard & 
D. Lombard), diterbitkan oleh Yayasan Cipta Loka Caraka tahun 2003, 
120 hal.(masih dijumpai  pada beberapa toko buku di Jakarta).

G.H.







[budaya_tionghua] Fwd: I Wibowo tentang Liberalisasi Masyarakat Tionghoa

2008-02-09 Terurut Topik Golden Horde
Kompas Minggu, 10 Februari 2008 
Ilham Khoiri

Masyarakat keturunan China yang berdatangan ke Nusantara sejak 
berabad-abad silam adalah bagian penting dari sejarah bangsa 
Indonesia. Namun, sejak zaman kolonial, kelompok etnis ini kerap 
menjadi sasaran prasangka, diskriminasi, bahkan kekerasan. Baru lima 
tahun terakhir bertiup angin segar kebebasan.

Menurut Dr I Wibowo Wibisono (56), Kepala Centre for Chinese Studies, 
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok, proses 
pembebasan terjadi akibat desakan Reformasi, dan terutama dipicu 
Tragedi Mei 1998. Proses itu, secara kebetulan, bersamaan dengan 
kebangkitan Republik Rakyat China (RRC) sebagai kekuatan ekonomi di 
kawasan Asia dan dunia.

Ditemui di rumahnya di kawasan Kramat, Jakarta Pusat, Selasa (29/1) 
siang, Romo Wibowo— begitu ia disapa—terlihat santai. Ia menyebut 
kondisi kelompok masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia yang 
membaik ini sebagai proses "liberalisasi".

Kondisi sekarang relatif lebih bebas setelah sejumlah peraturan yang 
mengekang mereka tidak diberlakukan lagi, seperti Instruksi Presiden 
(Inpres) Nomor 14 Tahun 1967, yang melarang pertunjukan seni budaya 
China di depan umum. Istilah pribumi dan nonpribumi sudah 
dihilangkan. Tahun Baru Imlek ditetapkan sebagai salah satu hari raya 
dan hari libur nasional dan dapat dirayakan secara terbuka dengan 
pentas seni-budaya China yang meriah, seperti 7 Februari lalu.

Lima tahun terakhir tumbuh berbagai organisasi orang Tionghoa. Ada 
yang berbasis klan, asosiasi atas dasar provinsi asal, serta muncul 
banyak yayasan sosial. Bahasa Mandarin terbuka dipelajari siapa pun, 
sejajar dengan bahasa asing lain, seperti bahasa Inggris.

Reformasi dan Tragedi Mei

Reformasi menyusul Tragedi Mei 1998 adalah sejarah besar yang 
mengubah konstelasi politik di negeri ini. Setelah Soeharto lengser, 
media massa langsung menyoroti Tragedi Mei yang sebagian korbannya 
adalah masyarakat keturunan Tionghoa. Masyarakat langsung turut 
bersimpati. "Itu seperti blessing in disguise," ujar Wibowo.

Peristiwa pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa memicu 
kesadaran tentang kekerasan terhadap perempuan dan kemudian 
menguakkan berbagai fakta mengenai peristiwa serupa di Tanah Air, 
khususnya di berbagai wilayah yang ditetapkan sebagai daerah operasi 
militer.

Peristiwa pemerkosaan yang terjadi bersamaan dengan kerusuhan Mei itu 
sangat mudah dikaitkan isu rasisme meski banyak pihak menolaknya. 
Namun, apa pun latar belakangnya, peristiwa itu bergema ke seluruh 
dunia, di New York, Los Angeles, London, dan Hongkong, dan 
menyebabkan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Masalah 
Kekerasan terhadap Perempuan, Radikha Coomaraswamy, berangkat ke 
Indonesia untuk melakukan investigasi dan melaporkan peristiwa itu 
dalam sidang PBB.

"Seandainya Tragedi Mei tidak terjadi, mungkin proses liberalisasi 
itu akan lambat sekali," Wibowo menambahkan, "Persoalan China akan 
dapat prioritas belakangan. Yang diprioritaskan tentu perkara 
politik, konflik agama, dan Timor Timur."

Setelah itu?

Presiden Habibie dipaksa mengakui dan meminta maaf atas Tragedi Mei 
1998. Presiden Gus Dur melakukan inisiatif luar biasa. Begitu 
terpilih, dia pergi ke China, lalu mencabut Inpres tahun 1967 yang 
mengekang ekspresi masyarakat China. Presiden Megawati menetapkan 
Imlek sebagai hari raya nasional.

Bagaimana masyarakat Tionghoa menyikapi Tragedi Mei?

Kalau menggunakan teori ahli politik ekonomi AS, Albert Hirschman, 
ada tiga respons yang paling dimungkinkan, yaitu exit, voice, 
loyalty. Kelompok pertama, exit, pergi keluar, ke Singapura, 
Hongkong, atau Thailand.

Kelompok kedua adalah kumpulan voice. Mereka melakukan protes, antara 
lain dengan menulis di koran, internet, atau bicara di radio dan 
televisi. Sebagian mendirikan organisasi dan lewat institusi itu 
menuntut keadilan. Ada yang mendirikan Partai Tionghoa Reformasi, 
organisasi nonpemerintah, dan organisasi massa seperti Perhimpunan 
Indonesia-Tionghoa (Inti).

Kelompok besar lain, yaitu loyalty, diam, menunggu, apakah ada 
perubahan atau tidak. Kalau lebih buruk, mungkin akan lari juga. 
Kalau tidak, ya ditahan-tahan. Mereka ini mencakup kelompok 
pengusaha, pedagang, dan orang biasa.

Jumlah orang Tionghoa di Indonesia lebih kurang tiga juta. Kelompok 
yang exit sekitar 10.000 orang, voice sekitar satu juta. Dua juta 
lainnya termasuk loyalty. Selama ini yang menonjol kelompok 
voicesaja, seperti Edi Lembong atau Ester Yusuf.

"The rise of China"

Liberalisasi masyarakat Tionghoa di Indonesia, menurut Wibowo, 
sedikit banyak juga dipengaruhi faktor internasional, yaitu 
kebangkitan ekonomi-politik RRC pada akhir tahun 1990-an, the rise of 
China. China punya peran dan pengaruh politik yang semakin besar di 
Asia dan dunia.

Olimpiade akan diselenggarakan di Beijing tahun ini. China menawarkan 
Free Trade Agreement (FTA) dengan ASEAN tahun 2006. Jika ingin 
bergaul di dunia internasional, terutama di bidang perdagangan, 
I

[budaya_tionghua] Re: Lasem, Titik Penting Hubungan Tionghoa - Jawa

2008-02-08 Terurut Topik Golden Horde

Sdr. David yb,
Terimakasih atas koreksi dan informasinya.
Saya sendiri belum berkesempatan melihat pameran Batik tersebut  di 
Mal Ciputra, tetapi saya berharap dapat  mengunjunginya sebelum 
pamerannya berakhir.

Salam
G.H.
-
>In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "david_kwa2003" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Sdr Golden Horde,
> 
>Maaf, saya beri masukan sedikit. Film Ca Bau Kan bukan disutradarai 
>Remy Silado, tapi Nia Dinata. Remy Silado hanya mengarang bukunya. 
>Salah satu produk batik Lasem yalah toh-ui, yakni kain penghias 
>Meja  Abu leluhur orang Tionghoa. Bila aslinya toh-ui dibuat di 
>Tiongkok,  Hong Kong, maka para produsen batik Peranakan di Lasem 
>membuatnya  dengan cara dibatik, dengan ragam hias khas Tionghoa 
>yang dipadukan dengan Jawa. Jadilah toh-ui yang khas Peranakan dan 
>dengan begitu menjadi khas Indonesia. Batik Lasem yang khas 
>dipamerkan di Mal Ciputra sampai 17 Februari.
> 
> Kiongchiu,
> KH




[budaya_tionghua] Re: Lasem, Titik Penting Hubungan Tionghoa - Jawa

2008-02-07 Terurut Topik Golden Horde

Nuansa arsitektur bangunan dan tata letak pemukiman kota Lasem 
memang  unik dan  kental pengaruh arsitektur Tionghoa-nya yang kadang-
kadang disebutkan juga sebagai kota tembok, karena bangunan-bangunan 
arsitektur Tionghoanya dikelilingi oleh tembok (sutradara Remy Silado 
pernah membuat film disini,Ca Bao Kan,1999), dan salah satu produk 
budaya kota Lasem yang  terkenal lainnya  adalah batik Lasem.

Batik Lasem yang merupakan perpaduan budaya Tionghoa dan Indonesia 
ini adalah salah satu batik pesisir yang unik dan  indah  serta 
telah   mendapatkan penghargaan tinggi dari masyarakat  Internasional 
di luar negeri. 

Batik Lasem ini  sering di pamerkan pada beberapa musium di luar 
negeri seperti salah satunya  pada musium tekstil di Fukuoka, Jepang 
dan juga sering dibahas dan menghias halaman buku-buku  penerbitan 
Internasional mengenai batik serta menjadi  koleksi  item  para 
penggemar tekstil khususnya baik  nasional maupun internasional.

Selain itu batik Lasem ini juga sering diletakkan pada meja 
sembahyang atau abu orang Tionghoa Indonesia. Warisan budaya ini 
memang patut dipertahankan, diwariskan dan bahkan dikembangkan lagi 
dengan interpretasi baru atau kontemporer. 

Tetapi apakah warisan budaya ini dapat dipertahankan terus, masih 
merupakan tanda tanya kedepannya, karena banyak generasi mudanya 
telah meninggalkan kota Lasem dan kota ini hampir kehilangan 
vitalitasnya saat kini.

G.H.
---
>In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "RM Danardono HADINOTO" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Lasem, Titik Penting Hubungan Tionghoa - Jawa
>. 
>Namun dalam beberapa tahun belakangan sejumlah pihak sudah mulai 
>tergerak untuk menghidupkan kembali Lasem sebagai pusat bersatunya 
>hubungan Tionghoa dan Jawa. Salah satunya adalah upaya pengusaha 
>batik lasem untuk membangkitkan kembali bisnis yang telah mati suri. 
> 
>Menghidupkan kembali batik lasem adalah sebuah pekerjaan idealis 
>yang sangat berat. Namun, mengingat hubungan masa lalu yang telah 
>terjalin baik, pekerjaan ini akan terasa ringan. Yang paling penting 
>dilakukan saat ini adalah memanggil generasi muda Tionghoa Lasem 
>yang  ada di luar untuk kembali dan turut terjun melanjutkan usaha 
>yang  sudah mati suri,'' tegas Widji. (Mulyanto Ari Wibowo-62)





[budaya_tionghua] Fwd: Arief Budiman: Defying the Chinese stereotype

2008-02-06 Terurut Topik Golden Horde
Dewi Anggraeni, 
Contributor, Melbourne, Australia

Jakarta Post, February 07, 2008 
 
A pertinent stereotypical image of the ethnic Chinese throughout 
Southeast Asia is that they are bent on making money and interested 
in little else. 

In reality, there have been many whose interests lie in anything but 
making money, apart from that necessary for living, naturally. 

One example is Arief Budiman; the intellectual, academic, social and 
political analyst and once political activist, who in 1997 was 
appointed Chair Professor of the Indonesian Program at the University 
of Melbourne, Australia. 

Though currently living in Melbourne with his wife Leila, the Harvard 
graduate is still very Indonesian at heart. Whenever he is in 
Indonesia, he feels well and truly "fleshed out". 

"I enjoy life here. I follow Australian politics and find it 
interesting, in a cerebral sense. Political crises in Australia for 
instance, somehow do not touch me too deeply. On the other hand, I 
live Indonesian politics. I'm there in a primordial sense. The ups 
and downs of Indonesian politics affect me emotionally," he said. 

Arief, whose Chinese name is Soe Hok Djin, began to pave a remarkable 
path for himself from his days as a secondary school student in the 
1950s at the prestigious Kanisius Catholic school in Jakarta. 

He was always top of his class. His immediate circle of friends 
included Jakarta's young elite, from both indigenous and Chinese 
families. 

In those days, he said, there was mutual acceptance on everybody's 
part. They did rubbish each other on their ethnicity from time to 
time, but he did not feel specifically singled out, because nobody 
was excluded: be they Javanese, Sundanese, Batak, Menadonese, or 
Chinese. 

Even after he had moved on from school life, Arief did not feel 
particularly ethnic Chinese, except when he had contact with the 
state bureaucracy. When applying for a passport, for example, he was 
asked to pay more, merely for being ethnic Chinese. 

On the other hand, when he became increasingly known as an activist, 
those who knew him would not hesitate to give him preferential 
treatment. 

He said he was once at the airport on his way to a conference out of 
town and joined the queue to check in. Suddenly, a uniformed man 
approached him and asked: "Are you Arief Budiman?" 

When he said yes, thinking he was probably going to be taken away for 
interrogation, the official said: "Come with me. You don't have to 
wait in the queue. You are a celebrity". 

"I have always felt Indonesian. Indonesia is my country. It's other 
people, mostly people who don't know me, who keep reminding me that I 
am not quite Indonesian, that I'm Chinese," he said. 

For that reason, he has sometimes felt he has been thrown in limbo; 
not fully Indonesian yet not fully Chinese either. 

Arief is well regarded by those who know of his activities and his 
achievements. The ethnic Chinese communities he has been in contact 
with in Indonesia think highly of him. 

"They tell me that they're proud of me because I am proof that given 
the opportunity an ethnic Chinese can succeed in any field of his 
choosing, pointing to the fact that I've made my name not through 
success in business and commerce, as is usually expected (of 
Chinese)." 

In 1970, he decided to change his name and asked his Minang wife 
Leila to pick one suitable for him. 

However, not everyone was happy with this decision. 

Benedict Anderson, a well-known American author-academic and a close 
friend of Arief and Leila's, told them names were sacred and that 
changing them would be tantamount to disrespect. 

Arief went ahead because he wanted to give other ethnic Chinese the 
message that it was all right to do so. 

He has always believed in assimilation of the ethnic Chinese into the 
indigenous population, adding it should be done naturally and 
voluntarily, without force or pressure. 

Although he was attracted to young women of ethnic Chinese descent, 
it never occurred to Arief to marry any of them. He wanted to "marry 
out". He said when he met Leila, the mutual attraction was very 
strong and he knew he wanted to marry her. 

There was no opposition from his family. Leila's however, gave one 
condition: he had to become Muslim. 

"They didn't want her to marry a non-Muslim, because they believed 
only by marrying a Muslim man would a Muslim woman be secure in her 
faith." 

With his family's blessings, Arief agreed to become Muslim. He 
explained to Leila, however, that he believed in God, but not God as 
fashioned by any institutionalized religion. And he hasn't moved from 
that stance. 

Arief has recently retired, though he still retains an office at the 
university. He is free to travel to Indonesia whenever he pleases; 
something he very much looks forward to, as it gives him the 
opportunity to be involved in public lectures while continuing to 
observe political events in Indonesia. 

At 66, Arief feels he still has a 

[budaya_tionghua] Fwd: Prosesi Pernikahan China Peranakan

2008-02-05 Terurut Topik Golden Horde
Imlek, Prosesi Pernikahan China Peranakan Hanya Bertahan di Tiga Kota
Kompas, Selasa, 5 Februari 2008 

JAKARTA, SELASA - Prosesi Pernikahan ala China Peranakan, saat ini 
hanya bertahan di tiga kota, yaitu Tangerang, Padang dan Makassar. 
Hal ini disebabkan semakin kuatnya pengaruh budaya modern, sehingga 
warga China Peranakan meninggalkan budaya tradisionalnya.

Demikian dikatakan pengamat dan peneliti Budaya Tionghoa, David Kwa, 
seusai memandu prosesi pernikahan China Peranakan di Mal Ciputra, 
Jakarta Barat, Selasa (5/2).

"Karena banyaknya pengaruh dari luar, banyak generasi muda yang 
sepertinya sudah tidak mau tahu dengan dengan budaya tradisional. 
Tapi yang masih banyak dilakukan terutama di Tangerang, yang masih 
sangat kuat budaya China-nya," papar David.

Perbedaan prosesi di Tangerang, Padang, dan Makassar, menurut David, 
lebih banyak dipengaruhi budaya lokal. Tradisi di Tangerang misalnya, 
lebih banyak dipengaruhi budaya Sunda dan Melayu. Sedangkan di 
Padang, selain perbedaan makanan juga penutup kepala. 
"Kalau di Jabotabek itukan pakai mahkota penutup kepala kembang 
goyang, kalau di Padang pakai penutup kepala sendiri. Di Makassar, 
saya belum pernah lihat langsung ya, jadi tidak begitu tahu letak 
perbedaannya," lanjut David.

Ditambahkan David, mengenai makanan yang dihidangkan saat prosesi ada 
12 macam. Angka 12 ini menandai 12 bulan dalam setahun. Maknanya, 
pasangan pengantin diharapkan dapat menjalani bahtera rumah tangganya 
dengan segala suka dan duka dalam setahun penuh.

Makanan itu diantaranya, sambal ubi goreng, abon, ayam goreng, opor 
ayam, pencok dan serundeng.

Prosesi pernikahan China Peranakan di Indonesia, dilaksanakan selama 
3 hari penuh, sementara di Malaysia lebih lama lagi, 12 hari. Prosesi 
ini merupakan tradisi Dinasti Qing tahun 1644-1911. Kata David, 
karena orang China yang masuk ke Indonesia berada pada periode 
tersebut.






[budaya_tionghua] Fwd: Imlek dan Keselamatan Manusia

2008-02-05 Terurut Topik Golden Horde
Kompas,Rabu, 6 Februari 2008 
P Agung Wijayanto

Sejak dinyatakan sebagai hari libur nasional, Imlek di Indonesia kian 
menjadi peristiwa yang dekat dengan kehidupan bangsa. Imlek tidak 
hanya dirayakan China saja, tetapi di banyak tempat dirayakan siapa 
saja, baik aktif maupun pasif.

Ada yang sudah puas merayakan Imlek dengan menonton barongsai. Ada 
yang ikut berpakaian ala China. Ada yang ikut bermain barongsai, dan 
sebagainya. Dapat dipahami bila mereka memiliki alasan-alasan 
tertentu yang mendorong mereka ikut perayaan tersebut kendati tidak 
mereka ungkapkan secara eksplisit.

Dengan memerhatikan fenomena yang terjadi di masyarakat hingga kini, 
pantaslah direnungkan nilai-nilai di sekitar perayaan Imlek yang 
berhasil mengundang atau mempersatukan masyarakat Indonesia dalam 
perayaan itu. Maka, amat menarik memerhatikan beberapa hal yang 
terkait dengan gagasan mengenai keselamatan atau kesejahteraan 
manusia yang terkandung, menjadi motivasi, atau yang dirayakan dalam 
perayaan Imlek.

Keselamatan manusia dalam Imlek

Mengingat Imlek bukan perayaan keagamaan atau dari suatu kelompok 
tertentu, tetapi lebih merupakan perayaan kerakyatan bersama 
(perayaan kaum petani), maka gagasan keselamatan atau kesejahteraan 
manusia tidak dapat diambil dari atau ditolak begitu berdasar 
tradisi "kitab suci" kelompok tertentu. Maka, nilai religiusitas yang 
ada harus dipahami berdasar konteks kesadaran bersama dari masyarakat 
yang merayakannya.

Ada beberapa pemahaman keselamatan atau kesejahteraan manusia yang 
dihayati dalam perayaan Imlek.

Pertama, keselamatan diakui bukan sebagai peristiwa tunggal atau 
hasil usaha perseorangan. Bagi masyarakat China, keselamatan atau 
kesejahteraan tidak ditemukan sebagai peristiwa mandiri, terpisah 
dari unsur kehidupan lain. Keselamatan atau kesejahteraan merupakan 
buah kesalingtergantungan secara harmonis dari semua hal yang ada "di 
bawah langit dan di atas bumi" (Tian Xia, Di Shang).

Bagi masyarakat China, keharmonisan hidup menyangkut relasi manusia 
dengan alam, masyarakat, dan makhluk "ilahi". Keselamatan atau 
kesejahteraan hidup manusia, terutama kehidupan petani, amat 
dipengaruhi oleh apa yang terjadi di alam, di bawah langit: cuaca, 
curah hujan, dan sebagainya. Begitu juga apa yang terjadi di atas 
bumi amat menentukan kehidupan mereka: banjir, kekeringan, wabah 
penyakit, hama, dan sebagainya.

Perjalanan panjang sejarah telah mengantar bangsa China kepada 
pengakuan bahwa keselamatan atau kesejahteraan bergantung pada 
keharmonisan kehidupan bermasyarakat. Dalam perayaan Imlek, pembaruan 
dan peneguhan tali keharmonisan persaudaraan dilakukan melalui acara 
kunjungan ke tetangga, kenalan, dan sanak saudara. Pada saat 
kunjungan itu, kepada mereka yang lebih yunior dibagikan macam-macam 
makanan dan uang yang dibungkus dalam amplop merah atau yang biasa 
disebut sebagai hong/ang bao.

Lebih dari itu, masyarakat China juga mengakui, kehidupan manusia 
bergantung pula pada relasi mereka dengan yang "ilahi", para dewata, 
dan leluhur. Untuk itu, pada awal perayaan Imlek, mereka mengadakan 
upacara atau kegiatan yang bertujuan membarui dan menjaga 
keharmonisan hubungan-hubungan itu. Misalnya, patung atau gambar Dewa 
Dapur dibersihkan, bila perlu diganti dengan yang baru. Sajian berupa 
makanan yang bercita rasa manis dipersembahkan. Makam para leluhur 
dibersihkan, dan sebagainya.

Kedua, keselamatan atau kesejahteraan merupakan anugerah yang pantas 
disyukuri. Menjelang malam Imlek, orang China pergi ke klenteng atau 
tempat ibadah yang lain untuk berdoa mengucap syukur atas keselamatan 
dan kesejahteraan yang telah mereka terima selama tahun yang segera 
berlalu. Rasa syukur ini diungkapkan lagi dalam upacara makan bersama 
keluarga. Selama perayaan Imlek, mereka diharapkan berbicara mengenai 
hal-hal yang baik dan indah. Kata-kata yang tidak pantas harus 
dijauhi. Kepada anak-anak dikisahkan perjuangan dan usaha mengusir 
atau mengalahkan kekuatan jahat yang dibawa oleh tahun yang lama. 
Kekuatan kejahatan ini sering dipersonifikasikan sebagai monster. 
Ungkapan usaha pengusiran makhluk itu diwujudkan dalam bentuk 
penyalaan kembang api atau mercon.

Ketiga, keselamatan atau kesejahteraan sebagai sesuatu yang layak 
untuk diminta dan diusahakan. Kendati keselamatan pada satu sisi 
dipahami sebagai anugerah, tidak berarti keselamatan itu harus 
diterima secara pasif atau sebagai suatu peristiwa kebetulan. 
Keselamatan atau kesejahteraan manusia sudah selayaknya diminta dan 
diusahakan supaya terjadi. Pemasangan hio, pemberian persembahan, dan 
pemanjatan doa bagi orang China juga merupakan saat untuk memohon 
dengan serius keselamatan atau kesejahteraan bagi diri sendiri, 
keluarga, dan masyarakat. Keseriusan itu dilambangkan atau terungkap 
dalam jenis makanan dan minuman yang disajikan, gambar atau tulisan 
yang terpasang sebagai hiasan, kata-kata atau tindakan yang dilakukan 
selama perayaan Imlek. Dengan makan ikan (yu) selama perayaan Imlek, 
ora

[budaya_tionghua] Fwd: Gunungan Kue Keranjang dan Bandeng

2008-02-05 Terurut Topik Golden Horde
Gunungan Kue Keranjang dan Bandeng

Rabu, 6 Februari 2008 
Kompas, Sri Rejeki dan Iwan Santosa

Selain hari raya Idul Fitri dan Natal, ada satu lagi hari besar di 
Indonesia yang menjadi pesta rakyat jelata: perayaan Imlek. 
Imlek "asli" Indonesia menampilkan rebutan gunungan kue keranjang di 
Surakarta.

Selain itu, pagelaran wayang di Semarang, Jawa Tengah, hingga pentas 
gambang kromong dan pesta pindang bandeng masyarakat Betawi di 
Jakarta. Semua itu menghidupkan kembali tradisi kebersamaan 
antarwarga di akar rumput, sekaligus menghapus sekat prasangka. 
Minggu (3/2) siang, Saliyem (50) mendekap kue-kue yang berwarna 
coklat, putih, dan merah muda di dada dengan tangan kirinya. Tangan 
kanannya menyorongkan potongan bakpao (mian pao—Mandarin) ke 
mulutnya. Di dahinya tampak titik-titik peluh. Meski tidak berhasil 
merebut kue ranjang (keranjang) dari gunungan setinggi 1,5 meter, 
Saliyem akhirnya dapat dua kue ranjang dari hasil pembagian panitia 
di Kelenteng Avalokitesvara, di sebelah selatan kompleks Pasar Gedhe, 
Surakarta.

Mbok Saliyem, perempuan Jawa warga Kampung Limolasan, Kelurahan 
Sudiroprajan, Jebres, Solo, di tengah rintik hujan menyempatkan diri 
bersama seorang tetangga pergi ke Pasar Gedhe di pusat kota. Baru 
kali ini ia mau bersusah payah pergi melihat sebuah tontonan karena 
penasaran.

Saliyem rela berdesak-desakan dengan ratusan warga lainnya 
memperebutkan kue ranjang itu. Ia bercampur baur dengan warga 
lainnya, termasuk warga peranakan Tionghoa.

Dalam rangka Imlek 2559, digagaslah pembuatan gunungan yang disusun 
dari kue ranjang, kue yang khas dengan warga peranakan Tionghoa. 
Acara pun disebut "Garebek Sudiro dalam Cahaya Lampion Pasar Gedhe". 
Acara itu mengacu pada Kelurahan Sudiroprajan yang menjadi kantong 
permukiman warga keturunan Tionghoa di Solo.

Di Kota Semarang yang kental dengan budaya peranakan Tionghoa, untuk 
kelima kalinya, perayaan Imlek kembali digelar. Pagelaran wayang 
potehi (wayang Tionghoa) yang dipimpin dalang Jawa hingga wayang 
purwa khas Jawa turut hadir bersama sepanjang acara yang berlangsung 
hingga pesta Cap Go Meh (hari kelima belas setelah tahun baru).

Harianto Halim, Ketua Perkumpulan Kopi Semawis, yang menghidupkan 
kembali tradisi peranakan Tionghoa di Pecinan, Semarang, mengatakan, 
kebersamaan adalah semangat dari perayaan Imlek.

Gambang kromong

Tak ketinggalan di Bogor, Jawa Barat, pun kebersamaan diusung dalam 
perayaan Imlek. "Kami menggelar festival Cap Go Meh. Budaya peranakan 
Tionghoa, Betawi, dan Sunda muncul bersama. Ada gambang kromong dan 
pameran kebaya nyonya," ujar David Kwa, pemerhati budaya peranakan 
Tionghoa yang kini bermukim di Bogor.

Di Jakarta, warga Betawi ikut juga dalam keriaan perayaan Imlek. 
Pekan Imlek ini menjadi pesta pindang bandeng bagi warga Betawi di 
Rawa Belong hingga Srengseng, Jakarta Barat.

Abdul Khaer (50), warga Jalan Sulaeman, mengatakan, membeli bandeng 
di Rawa Belong dan Palmerah seiring perayaan Imlek sudah menjadi 
tradisi warga Betawi. "Sudah turun-temurun kita punya tradisi seperti 
itu," kata Abdul Khaer.

Selain pindang bandeng, dia juga menanti kiriman kue keranjang dari 
tetangga Tionghoa. Warga Tionghoa asli Rawa Belong, menurut Abdul 
Khaer, hidup bersama warga Betawi seiring sejalan sejak dahulu.

Yanto, pedagang bandeng Rawa Belong, mengaku sibuk melayani pesanan 
sejak tiga hari terakhir. Siang itu dia menyiapkan tiga bandeng 
ukuran 2 kg untuk Anyan, seorang Tionghoa peranakan asli Rawa Belong.

Menjelang Imlek, Yanto dapat menjual sekurangnya 2 kuintal ikan 
bandeng tiap hari. Setiap kilogram bandeng dijual dengan harga 
sekitar Rp 30.000. Bahkan, dia pernah menjual bandeng ukuran 7 kg 
dengan harga lebih dari Rp 400.000.

Imlek "Indonesia"

Semangat kebersamaan, keindonesiaanlah yang mendasari inisiatif 
masyarakat tersebut. Dewi Tunjung, salah satu aktivis Kopi Semawis, 
mengatakan, seluruh elemen dari masyarakat Jawa, Arab, dan peranakan 
Tionghoa muncul dalam Pasar Imlek.

Pemahaman serupa muncul dari sosok pria Jawa yang menggagas gunungan 
kue keranjang, yakni Sujarwadi. "Pasar Gedhe, kelenteng, dan 
komunitas Balong dan Sudiroprajan adalah satu-kesatuan yang tidak 
bisa dipisahkan karena latar belakang sejarahnya. Kami mengundang 
pihak kelenteng dan warga Sudiroprajan, bagaimana kalau membuat acara 
bersama ulang tahun Pasar Gedhe, sekaligus menyambut Imlek. Gagasan 
itu disambut positif," kata Kepala Pasar Gedhe Sujarwadi.





[budaya_tionghua] Fwd: Chun Ciek yang Transformatif

2008-02-05 Terurut Topik Golden Horde
Kompas, Rabu, 6 Februari 2008 
William Chang

Sebagai pesta rakyat sejak zaman Huang Ti (2698 SM), ritus Chun Ciek 
(pesta musim semi) mengandung nilai kekerabatan dengan keluarga, 
alam, dan negara. Bagaimana proses transformasi nilai Chun Ciek dalam 
konteks perbaikan sosial dewasa ini?

Kesempatan berkumpul dan bersosialisasi dengan sanak keluarga amat 
jarang terjadi di kalangan masyarakat tani, kecuali kalau ada 
perkawinan dan kematian. Umumnya mereka menghabiskan waktu di ladang, 
kebun, atau tempat kerja di luar daerah. Chun Ciek menjadi salah satu 
medium tradisional untuk mengakrabkan sanak keluarga dan anggota 
masyarakat.

Jiwa persaudaraan dalam keluarga, antara lain, tampak dari ritus 
perjamuan malam bersama sehari sebelum Chun Ciek. Sanak famili dari 
berbagai daerah berkumpul untuk merayakan pesta ini. Tersedia 
kesempatan untuk berbagi pengalaman hidup dan saling meneguhkan dalam 
perjuangan hidup di tengah dunia yang penuh tantangan.

Dalam kekerabatan ini dilestarikan etiket individual dan sosial. 
Keharusan melaksanakan tata krama leluhur ini begitu ketat sehingga 
sikap saling menghargai dan menghormati amat terasa. Tak heran, 
Tiongkok tempo doeloe dijuluki "negeri etiket". Pembatinan nilai-
nilai etiket yang normatif terwujud melalui wadah kekeluargaan (Li 
Xiaoxiang, Origins of Chinese People and Customs, 2006).

Menyatu dengan semesta

Sebagai perayaan yang bertengger pada cakrawala ekologis, Chun Ciek 
merupakan salah satu modal dasar pelestarian lingkungan hidup.

Kaum tani di Tiongkok menyadari ketergantungan mereka pada keadaan 
alam dan pergantian musim. Muatan batiniah ini membuat mereka 
memperlakukan alam dengan arif dan bertanggung jawab. Selain 
menghargai nilai intrinsik dan keindahan kosmik, mereka menyadari 
kehadiran yang ilahi dalam alam. Di antara mereka selalu terjadi 
persaingan bahkan pembunuhan di kalangan tetumbuhan, hewan, dan 
manusia. Hewan saling berkelahi dan membunuh untuk mempertahankan 
hidup. Tetumbuhan, termasuk pepohonan, biasanya menjadi korban ulah 
manusia. Gejala transformasi alamiah ini terdiri atas kesatuan antara 
hidup dan kematian. Maut adalah bagian dari lingkaran kehidupan, 
sedangkan hidup adalah prinsip ilahi yang permanen.

Telah berkembang kearifan lokal kaum agraris sejak era Kong Fu-tze 
untuk menggali makna rohani dalam makhluk ciptaan.

Air yang mengalir tiada henti, misalnya, menjadi simbol keutamaan, 
seperti kebenaran, prinsip yang teguh, dan keberanian. Chou Tun-I dan 
Ceng-Hao, misalnya, tidak memotong rumput dekat jendelanya agar dapat 
merenungkan roh kehidupan; sementara itu ikan-ikan dalam akuarium 
mengingatkan manusia akan dinamika kehidupan. Sikap tenggang rasa 
dengan makhluk ciptaan lain amat ditekankan dalam filsafat Kong Fu-
tze (bdk. John Fiske tentang Darwinism).

Makna transformatif peralihan musim

Sumbangan signifikan Chun Ciek bagi bangsa kita terutama terletak 
pada pemupukan dan perbaikan jalinan sosial dengan sistem kekerabatan 
sebagai bangsa yang begitu majemuk dan acapkali dicengkam 
perbenturan, konflik, dan kekacauan sosial. Proses perbaikan hidup 
sosial kita seharusnya bermula dari sistem keluarga sebagai sel 
terkecil dari seluruh jaringan sosial. Dimensi kesetiakawanan dan 
kekeluargaan bangsa mulai kendur saat ideologi-ideologi asing 
bernapas sektarian dan fundamentalis menyusup ke Tanah Air.

Kekerabatan anak bangsa tidak disalahgunakan untuk mendukung korupsi, 
kolusi, dan nepotisme dalam mekanisme birokratis. Kekerabatan ini 
bertujuan memerangi ideologi peretak persaudaraan. Dinamika 
transformatif Chun Ciek mengingatkan kita sebagai keluarga besar yang 
perlu saling membahu dalam mewujudkan kesejahteraan sosial.

Jaringan kekerabatan kosmik ini merangkul segenap kandungan jagat 
raya sehingga kecenderungan manusia untuk mengobrak-abrik lingkungan 
hidup dapat diminimalisasi melalui semangat persaudaraan universal. 
Dalam persaudaraan ini manusia tidak lagi didewa-dewakan di tengah 
jagat raya sebab setiap makhluk ciptaan memiliki hak dasar untuk 
hidup dan berkembang. Pelebaran jaringan kekerabatan ini diharapkan 
akan menyelamatkan bumi dari pemanasan global yang mengancam.

Proses transformasi sosial sesuai kristalisasi nilai ke-asia-an akan 
menolong pembentukan sebuah komunitas yang lebih damai, saling 
mengerti, dan saling menolong. Adat pembersihan rumah sebelum ritus 
Chun Ciek mengilhami proses pembersihan seluruh jaringan koruptif 
negara.

Budaya bersih diri dan bersih lingkungan terus disosialisasikan. 
Bagaimanakah untaian nilai transformatif Chun Ciek tentang 
kemanusiaan, kebersihan, dan kekerabatan dengan lingkungan hidup 
diterjemahkan dalam praksis hidup sosial yang rumit?

Ta cia chun ciek khuai lek!

William Chang Ketua Program Pascasarjana STT Pastor Bonus






[budaya_tionghua] Fwd: Imlek dan Harmoni dengan Alam

2008-02-04 Terurut Topik Golden Horde
Kompas, Selasa, 5 Februari 2008 
Andika Hadinata

Tanggal 7 Februari 2008, kalender China memasuki angka 2559. Namun, 
menjelang Imlek, Tanah Air diterjang banjir, menewaskan beberapa 
orang dan mengakibatkan kerugian material.

Diperkirakan, banjir masih akan mengancam berbagai kawasan di Tanah 
Air pada Februari dan Maret 2008.

Banjir sudah menjadi bagian hidup kita dan diabadikan dalam aneka 
peradaban. Dalam sejarah Tiongkok kuno, misalnya, dikisahkan Yao 
bersama tujuh orang, atau Fa Li bersama istri dan anak-anaknya yang 
selamat dari banjir dan gempa bumi.

Menghargai alam

Apa kaitan banjir atau bencana dengan Imlek?

Imlek adalah perayaan kaum petani di Tiongkok kuno saat menyambut 
pergantian musim, dari musim dingin menuju musim semi. Kata Imlek 
dari dialek bahasa Hokkian, artinya penanggalan bulan atau yinli 
(Mandarin). Di Tiongkok, Tahun Baru Imlek lebih dikenal dengan 
Chunjie, perayaan musim semi. Kegiatan perayaannya disebut Guo Nian 
(memasuki tahun baru). Di Indonesia hal ini dikenal dengan Konyan.

Maka, Imlek sebenarnya menyimpan semangat penghargaan pada alam. 
Seperti bangsa-bangsa kuno lainnya, saat itu para petani Tiongkok 
mempunyai kosmologi atau pandangan tentang alam semesta yang harus 
selalu dijaga kesakralannya sehingga setiap pergantian musim, saat 
menanam benih atau memanen, selalu disertai ritual khusus bagi Sang 
Pencipta. Jadi, sebagai suku bangsa primitif, prinsip sakralisasi 
alam dipegang teguh.

Hadirnya agama-agama Tao, Konghucu, atau Buddha memberi nuansa 
keagamaan pada Imlek. Agama-agama ini memperkaya kepercayaan para 
petani untuk menghargai alam semesta. Bahkan, saking menghargai alam 
semesta, umat Buddha, misalnya, dilarang membunuh nyamuk atau 
menebang pohon. Intinya sesama makhluk hidup harus dijaga dan 
dihormati.

Agama Tao dengan prinsip Yin dan Yang meyakini, alam semesta selalu 
mengandung dua prinsip ini. Prinsip ini di antaranya juga mengajarkan 
agar manusia selalu menjaga harmoni dan keselarasan. Etika Konghucu 
mengajarkan agar kita tidak melakukan sesuatu yang menyakitkan atau 
merusak alam yang di dalamnya terangkum sesama manusia. Sedikit saja 
keselarasan diusik, manusia harus menanggung bencana dan malapetaka.

Merusak alam

Rasanya, ajaran-ajaran ini relevan dengan kita, khususnya jika 
dikaitkan dengan banjir atau bencana alam. Jika dicari, akar masalah 
banjir di Jakarta, Jawa Timur, dan berbagai tempat semua bermuara 
pada sikap kita yang tidak menghargai alam. Penggundulan hutan 3,8 
juta hektar per tahun membuat kondisi lingkungan dan hutan di Jawa 
tinggal 4 persen dari luas Pulau Jawa, jauh di bawah tingkat 30 
persen yang dikatakan titik keamanan minimum. Ini contoh betapa 
manusia semena-mena pada alam.

Reklamsi pantai Jakarta menjadi tak berarti saat di sana dibangun 
perumahan. Hal ini diyakini menjadi penyebab banjir Jakarta. Prof 
John Rennie Short dalam buku Urban Theory, A Critical Assessment 
(2006) mengingatkan, kekurangpekaan pengelola kota negara atas 
masalah lingkungan bisa memunculkan wounded cities, kota-kota 
terluka. Warga Jakarta sudah merasakan luka akibat banjir.

Sebenarnya reklamasi pantai, pembangunan tol, atau pembabatan hutan 
bisa dikategorikan contra naturam, melawan hukum alam. Manusia 
menunjukkan arogansinya bisa mengalahkan alam. Maka, semangat Imlek 
yang dihayati para petani di Tiongkok kuno untuk selalu menjaga 
keselarasan dengan alam menemukan relevansinya.

Berbagai pandangan itu senada dengan ecotheology yang muncul awal 
1970-an karena maraknya krisis lingkungan hidup. Ekoteologi seperti 
dicetuskan Jack Rogers, Annie Dillard, atau John Cobb Jr dan lainnya 
hendak menekankan interelasi antara Allah dan alam, di dalamnya 
termasuk manusia. Artinya, jika kita merusak hutan, sama dengan 
melawan Allah. Singkatnya, ekoteologi hendak menggarisbawahi 
pentingnya dikembangkan praksis pembebasan manusia dan alam dari 
segala bentuk tirani dan eksploitasi, dan itu menjadi ekspresi 
penghargaan kepada Sang Pencipta.

Maka, Imlek tahun ini selayaknya dijadikan momentum menjaga harmoni 
dengan Tuhan, sesama warga, dan alam sekitar.

Gong xi fa cai dan Xin Nian Kuaile 2559.





[budaya_tionghua] Fwd: Mengingat Tradisi Tionghoa Lewat Gin Swa

2008-02-04 Terurut Topik Golden Horde

Kompas, Selasa, 5 Februari 2008 
TIMBUKTU HARTHANA

Banyak cara yang dilakukan orang Tionghoa untuk berbakti dan 
membayar "utang" selama hidupnya kepada orangtua. Salah satunya 
dengan membakar gin swa atau rumah-rumahan roh. Lay Tiet Cin yang 
tinggal di Cirebon adalah salah seorang dari sedikit perajin gin swa 
yang tersisa.

Tak berbeda dengan umumnya kondisi di kota-kota lain di Tanah Air, di 
Kota Cirebon, Jawa Barat, pun tradisi membakar gin swa mulai 
ditinggalkan sebagian masyarakat Tionghoa. Padahal, upacara itu 
menyimpan makna filosofi, yang menurut Lay Tiet Cin amat dalam, yakni 
wujud penghormatan terakhir seorang anak kepada orangtua yang telah 
meninggal.

Gin swa yang dibakar umumnya berbentuk rumah-rumahan lengkap dengan 
pernak-pernik perabot rumah tangganya. Makna dari gin swa adalah si 
anak menyediakan tempat tinggal yang layak untuk ditempati arwah 
orangtuanya di surga.

"Membakar gin swa merupakan bagian dari kepercayaan dan tradisi orang 
Tionghoa, tetapi sudah banyak orang yang meninggalkannya," ujar Lay 
Tiet Cin.

Umumnya, pembakaran gin swa dilakukan paling cepat seminggu atau 
paling lambat 49 hari setelah orangtuanya meninggal. Namun, ada pula 
sebagian masyarakat yang membakar gin swa satu atau tiga tahun 
setelah orangtua meninggal. Menurut tradisi, rumah-rumahan roh ini 
harus dibakar sehari sebelum jenazah orangtua dikremasikan atau 
dikuburkan.

"Biasanya gin swa hanya dibakar sekali saja. Tetapi, pada zaman dulu 
ada keluarga yang setiap 25 tahun sekali membakar gin swa untuk para 
leluhurnya," kata lelaki yang juga memiliki nama Akiat Priyono 
Pranoto ini.

Akiat yang lahir di Cirebon pada Desember 1943 itu mengaku prihatin 
dengan semakin banyaknya orang Tionghoa yang meninggalkan tradisi 
ini. Mereka yang umumnya tetap mempertahankan tradisi membakar gin 
swa hanyalah generasi tua (berusia lebih dari 50 tahun). Sedangkan 
generasi mudanya sudah sangat jarang melakukannya.

Kondisi ini, seingat Akiat, tak seperti 15-30 tahun lalu saat masih 
banyak orang Tionghoa yang tetap menjalankan tradisi nenek moyangnya, 
terutama warga Tionghoa yang lahir di China dan merantau ke Indonesia.

Banyak faktor yang membuat orang Tionghoa tak lagi membakar gin swa. 
Agar tradisi ini tak hilang, Akiat harus rajin mengunjungi wihara-
wihara yang ada di Cirebon, Tegal, dan Pekalongan. Di sini ia memberi 
informasi mengenai tradisi Tionghoa itu kepada kaum muda.

"Selain karena generasi tua yang semakin berkurang, pada masa Orde 
Baru orang Tionghoa yang mau membakar gin swa harus memperoleh izin 
hajatan dari pihak berwajib, seperti lurah. Akibatnya, sebagian orang 
(Tionghoa) merasa repot untuk melakukan tradisi ini," tuturnya.

Setelah Orde Baru berlalu, keengganan orang muda membakar gin swa 
berlanjut. Ini bukan karena mereka tak punya uang, tetapi lebih 
karena tak mau repot melaksanakan tradisi itu.

"Orang-orang muda itu terlalu sibuk. Membakar gin swa memang 
sebaiknya sesuai hitungan hari baik. Ini sering tak sesuai dengan 
kesibukan mereka," ujarnya.

Diturunkan

Keterlibatan Lay Tiet Cin sebagai perajin gin swa berawal dari 
keluarga. Ayahnya adalah perajin gin swa di Kota Cirebon sejak tahun 
1940-an. Bahkan, cerita Akiat, sejak sang ayah belum merantau ke 
Indonesia dan masih berada di China, dia telah menjadi perajin 
perlengkapan sembahyang.

Pertama kali belajar membuat gin swa, Akiat hanya mendapat tugas 
melapisi rangka rumah-rumahan atau kapal-kapalan yang telah dibuat 
ayahnya dengan kertas warna-warni. Baru pada tahun 1969 secara 
mandiri Akiat mulai serius menekuni bisnis keluarganya itu.

Seiring berjalannya waktu, dia semakin lancar merangkai kayu-kayu 
bambu untuk dijadikan rangka rumah-rumahan roh yang tingginya bisa 
mencapai 2 meter. Tak terasa, 40 tahun lebih Akiat telah memenuhi 
permintaan gin swa yang dipesan warga Tionghoa di Cirebon, Jakarta, 
Bandung, Tegal, Pekalongan, hingga kota-kota kecil lain di Jawa Barat 
dan Jawa Tengah.

Keahlian Akiat membuat gin swa dipelajarinya dari sang ayah yang 
datang ke Cirebon dari China sekitar 70 tahun lalu. Untuk membuat gin 
swa tak ada pendidikan khusus atau sekolah yang mengajarkannya. 
Kepiawaian seseorang membuat Gin swa umumnya diturunkan lewat 
keluarga dan pengalaman.

"Setahu saya tak ada orang yang belajar khusus membuat gin swa. 
Kebisaan ini berlangsung turun-menurun, sambung-menyambung, kepada 
anak-cucu. Ayah menurunkannya kepada saya, dan tugas saya menurunkan 
lagi kepada anak saya," kata Akiat yang mewariskan kemahirannya itu 
kepada anak bungsunya, Sukaewan Pranoto yang biasa dipanggil A Cin.

Meski harus melewati masa sulit, Akiat teguh meneruskan tradisi ini. 
Alasannya, membuat gin swa bagi dia adalah "kewajiban" demi 
regenerasi dan pelestarian "secuil" tradisi etnis Tionghoa.

Jika tak ada yang mempelajari atau meneruskan tradisi membakar gin 
swa, kebiasaan ini akan punah. Sekarang saja jumlah pembuat gin swa 
di Pulau Jawa bisa dihitung dengan jari. Menjadi perajin gin swa pun 
tak bisa 

[budaya_tionghua] Fwd: Indonesia joins business-driven Chinese language boom

2008-02-02 Terurut Topik Golden Horde

The Edge Daily
Feb 03, 2008

JAKARTA: For Indonesian businessman Soerachim, learning to speak 
Mandarin is more than a hobby, it is a business necessity. 

"My business is in supporting oil and gas activities in Indonesia and 
recently American oil companies are phasing out and the Chinese oil 
companies like Petrochina and some others are coming here," said 
Soerachim, who has only one name. 

For years, Indonesia banned the use of Chinese language and repressed 
any signs of Chinese culture. 

The clampdown came after former president Suharto, who died on Jan 
27, crushed what was officially described as a Beijing-backed 
communist coup in 1965. 

But since Suharto's ouster in 1998, Indonesia has embraced democracy 
and greater freedom of expression. 

Ethnic Chinese Indonesians can now celebrate festivals such as the 
Lunar New Year, and once-banned Mandarin language books have gone 
from contraband to big sellers. 

With exports to China climbing from US$2.9 billion (RM9.48 billion) 
in 2002 to US$8.3 billion in 2006, and imports from China almost 
tripling to US$6.6 billion over the same period, more Indonesians are 
motivated to catch up with the global trend and start learning 
Mandarin. 

Soerachim, one of a growing number of "pribumi" or indigenous 
Indonesians embracing the newly valuable language, conducts his 
formal dealings with Chinese businessmen in English or Bahasa 
Indonesia. 

But to really impress a potential partner and clinch a deal ahead of 
the competition, Soerachim said he finds it's helpful to drop in a 
few words of Mandarin. 

"I do believe that Mandarin will be the future language of Southeast 
Asia. My grandchild is learning Mandarin too, so now I can study 
together with her," he said. 

Speaking more than one language is not unusual in Indonesia, the 
world's largest archipelago. 

The country's 300 ethnic groups on 17,000 islands speak more than 500 
languages between them, as well as the official Bahasa Indonesia. 

In the capital Jakarta, the Goethe Institute has long fostered an 
appreciation of German culture, Erasmus Huis has promoted Dutch films 
and speakers and students of French could visit Alliance Francaise. 

But Indonesia's first Chinese cultural centre, the Kongzi Institute, 
opened only late last year, making the country a relative latecomer 
to the global boom which Beijing says will see around 100 million 
foreigners learning Chinese by 2010. 

The institute, tucked inside the Jakarta Chinese Language Teaching 
Centre, is awaiting a shipload of books and movies from the Chinese 
government but will soon host dance performances, traditional paper-
cutting demonstrations, and calligraphy. 

The Kongzi Institute's director, Philip Liwan Pangkey, said the 
growing number of non-Chinese Indonesians showing an interest in 
China reflected the Communist nation's emergence as a global 
superpower. 

http://www.theedgedaily.com/cms/content.jsp?
id=com.tms.cms.article.Article_d46dc7e0-cb73c03a-19214b10-e9656b90





[budaya_tionghua] Fwd: China Kirim Guru Bantu

2008-01-29 Terurut Topik Golden Horde
Kompas. Rabu, 30 januari 2008 

Jakarta, Kompas - Puluhan guru bahasa Mandarin dikirim untuk membantu 
mengajar bahasa tersebut di sekolah menengah atas dan kejuruan di 
Indonesia. Tahun 2008 terdapat 76 guru asal China yang dikirim ke 
Indonesia.

Kerja sama di bidang pengajaran bahasa tersebut terus diperkuat. Hal 
ini terlihat antara lain dalam pertemuan antara perwakilan Departemen 
Pendidikan Nasional dan Director General of Office Chinese Language 
Council International (Hanban), Selasa (29/1).

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 
Fasli Jalal mengatakan, kerja sama untuk pengembangan pengajaran 
bahasa Mandarin dengan Hanban sudah berlangsung sejak tahun 2004. 
Sebanyak 136 pengajar bahasa Mandarin dikirim untuk membantu mengajar 
di sekolah menengah dan kejuruan selama satu tahun. Selain itu, 
terdapat pula kerja sama pengembangan kursus bahasa Mandarin.

"Rencananya kerja sama itu akan diperkuat hingga ke level pendidikan 
tinggi dengan saling berkirim tenaga dosen, juga membuka Pusat Studi 
Bahasa dan Kebudayaan China di Indonesia," ujarnya. Sebaliknya, para 
tenaga pendidik yang dikirim ke China nantinya diharapkan dapat 
mengajarkan bahasa Indonesia sambil menempuh pendidikan di level 
master atau doktor di bidang sastra China.

Menurut Jalal, kerja sama ini sangat penting karena China menjadi 
kekuatan baru dunia dan banyak hubungan bisnis dengan China.

Director General of Office Chinese Language Council International Xu 
Lin mengatakan, minat warga Indonesia belajar bahasa Mandarin cukup 
tinggi. "Sebagai negara sumber, kami ingin membantu Indonesia dalam 
pengajaran bahasa Mandarin," ujarnya. (INE)






[budaya_tionghua] Fwd: Ratusan Warga Tionghoa Sulit Membuat KTP

2008-01-29 Terurut Topik Golden Horde
Kompas. Rabu, 30 januari 2008 

Jakarta, Kompas - Ratusan warga Tionghoa miskin di Jakarta Barat 
masih kesulitan mengurus dokumen kependudukan kartu tanda penduduk 
dan akta kelahiran. Sejumlah warga yang ditemui di Kelurahan Tegal 
Alur, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, Selasa (29/1), mengaku 
terpaksa membuat KTP "tembak".

Theng Pong San alias Sani (36), warga RT 09 RW 09 Kelurahan Tegal 
Alur, terpaksa membuat KTP tembak seharga Rp 150.000 agar dirinya 
memiliki identitas.

"Sekurangnya dari zaman kongco (kakek buyut) kami sudah lahir dan 
turun-temurun tinggal di sini, tetapi tidak bisa membuat akta 
kelahiran dan KTP. Anak-anak juga sulit untuk sekolah dan mencari 
kerja karena tidak punya dokumen resmi," kata Sani.

Menurut Sani, nasib serupa juga dialami warga asli Betawi di Tegal 
Alur. Mereka sama-sama miskin dan terpinggirkan.

Saat ini, lanjut dia, sekurangnya terdapat 150 keluarga yang 
mengalami kesulitan mengurus pelbagai dokumen, seperti akta kelahiran 
hingga KTP.

Nasib serupa dialami Le Tjong Mei (57) yang tujuh anaknya tidak bisa 
mengurus KTP secara resmi disebabkan tidak punya akta kelahiran.

"Mereka akhirnya membuat KTP tembak. Banyak yang tidak punya biaya 
akhirnya tidak membuat dokumen kependudukan sama sekali. Kalau 
mengurus KTP selalu diminta akta kelahiran. Sebaliknya, kalau 
mengurus akta kelahiran selalu diminta KTP. Sudah sering kami 
dipingpong seperti ini," kata Tjong Mei yang sebagian anaknya menjadi 
buruh lepas di pabrik.

Lina, warga Kampung Belakang, Kelurahan Kamal, Kecamatan Kalideres, 
juga mengalami kesulitan serupa.

"Warga Tionghoa di Kampung Belakang juga sulit mengurus dokumen. 
Surat nikah juga tidak bisa diurus," kata Lina.

Akhirnya, banyak anak-anak Tionghoa miskin yang mendapat status anak 
di luar nikah karena orangtua mereka tidak memiliki surat nikah.

Untuk mengurus akta kelahiran, ujar Sani Nio, banyak warga Tionghoa 
yang dimintai biaya sekitar Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta.

Kepala Subdinas Pengawasan dan Pengendalian Dinas Kependudukan dan 
Catatan Sipil DKI Jakarta Edison Sianturi mengatakan, pemerintah kini 
sudah aktif mendata.

"Saat ini ada sekitar 739 warga di sana yang diusulkan untuk 
mendapatkan kewarganegaraan ke Departemen Hukum dan HAM. Selanjutnya 
baru bisa diproses dokumen kependudukan dan catatan sipil. Kita mohon 
masyarakat bersabar dan kelurahan lebih aktif mendata," kata Sianturi.

Warga mengakui ada perbaikan perlakuan yang diterima seusai kampanye 
Fauzi Bowo saat menjadi calon gubernur. Ketika itu, banyak warga 
Tionghoa yang dipermudah saat mengurus KTP.

Yang aneh, meski tidak memiliki dokumen kependudukan lengkap, mereka 
dapat ikut memilih dalam pemilu. "Kami tetap bisa memilih dalam 
pilkada dan pemilu selama ini. Padahal, banyak yang tidak punya KTP," 
kata Lina. (ong)






[budaya_tionghua] Fwd: Kedubes Tiongkok di Indonesia dan CSIS Indonesia Adakan Seminar

2008-01-26 Terurut Topik Golden Horde
Kedubes Tiongkok di Indonesia dan CSIS Indonesia Adakan Seminar

China Radio International
Saturday, Jan 26th   2008 
 
Kedutaan Besar Tiongkok untuk Indonesia serta Pusat Studi Masalah 
Internasional dan Strategis (CSIS) Indonesia kemarin bertempat di 
pusat tersebut bersama-sama mengadakan seminar yang bertajuk 
Perkembangan dan Masa Depan Tiongkok. 

Wakil Kepala Kantor Grup Pimpinan Keuangan dan Ekonomi Pusat Tiongkok 
Chen Xiwen dan Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia Lan Lijun sebagai 
pembicara utama masing-masing menyampaikan pidato tentang situasi 
perkembangan Tiongkok dewasa ini, masalah yang dihadapi dan arah 
perkembangannya, serta strategi diplomatik Tiongkok. 

Dalam seminar itu, mereka telah menjawab pula pertanyaan wartawan. 
Hadir dalam seminar itu Menteri Pertahanan Indonesia Yuwono 
Sudarsono, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu serta hampir 300 
ilmuwan, pejabat pemerintah dan tokoh kalangan pengusaha dari 
Tiongkok dan Indonesia, wartawan dari belasan media Indonesia, serta 
wartawan Kantor Berita Xinhua dan harian Renminribao Tiongkok untuk 
Indonesia. 

Chen Xiwen dalam pidatonya menunjukkan bahwa reformasi yang terus 
diperdalam dan keterbukaan yang terus diperluas merupakan sebab pokok 
Tiongkok dapat mencapai perkembangan pesat dalam waktu 30 tahun yang 
lalu.

Secara titik berat ia menjabarkan problem-problem dan tantangan 
yang dihadapi Tiongkok dewasa ini dan di masa depan, tujuan dan tugas 
pembangunan untuk masa depan dan bagaimana merealisasi tujuan-tujuan 
tersebut. 

Dalam pidatonya ia menguraikan pula secara rinci konsep-konsep 
penting seperti pembangunan ilmiah, masyarakat harmonis dan 
perkembangan secara damai. 

Selain itu, ia telah menjawab pertanyaan peserta seminar tentang 
dampak krisis kredit perumahan Amerika terhadap Tiongkok, masalah-
masalah pertanian, pedesaan dan petani di Tiongkok, pemanfaatan 
sumber daya air serta pembangunan tata hukum demokratis di Tiongkok. 

Duta Besar Lan Lijun dalam seminar itu telah memperkenalkan pandangan 
umum pemerintah Tiongkok terhadap situasi dunia dengan 
menitikberatkan pembahasan mengenai strategi diplomatik mendasar dan 
jangka panjang Tiongkok, khususnya konsep tentang pembangunan dunia 
harmonis. 

Ia menunjukkan bahwa Tiongkok akan senantiasa dengan teguh menempuh 
jalan perkembangan secara damai, menjalankan strategi terbuka yang 
saling menguntungkan dan untuk kemenangan bersama, mengembangkan 
persahabatan dan kerjasama dengan semua negara di atas dasar lima 
prinsip hidup berdampingan secara damai. 

Duta Besar Lan Lijun telah menjawab pula pertanyaan tentang 
kemiteraan strategis antara Tiongkok dan Indonesia serta strategi 
kelautan Tiongkok

Para peserta seminar menyatakan, Chen Xiwen dan Duta Besar Lan Lijun 
telah memberikan informasi yang padat dan menyeluruh sehingga 
memudahkan mereka mengenal situasi perkembangan Tiongkok sekarang ini 
dan masa depannya. 

Seminar terpaksa diperpanjang lebih setengah jam berhubung banyaknya 
pertanyaan yang diajukan peserta. Usai seminar, Chen Xiwen sempat 
diwawancarai oleh pemimpin redaksi harian Jakarta Post, dan Dubes Lan 
Lijun juga diwawancarai wartawan.


http://indonesian.cri.cn/1/2008/01/26/[EMAIL PROTECTED]




[budaya_tionghua] Fwd: Eksotisme dan Sejarah Tionghoa di Glodok

2008-01-26 Terurut Topik Golden Horde

Eksotisme dan Sejarah Tionghoa di Glodok



KOMPAS

Sabtu, 26 januari 2008

Iwan Santosa

Petugas penjaga toko menghias pohon Imlek yang dijual di salah satu kios
di Jalan Pancoran, kawasan Glodok, Jakarta Barat, Jumat (25/1).
Mendekati Tahun Baru Imlek, di kawasan tersebut bermunculan kios-kios
yang menjual berbagai macam pernak-pernik Imlek. Sabtu, 26 januari 2008

Pesona dunia timur daratan Tiongkok masih dapat dinikmati di pecinan
Glodok-Pancoran yang merupakan museum hidup salah satu komunitas tertua
di Jakarta. Glodok-Pancoran dan kawasan sekitar adalah Tang Ren Jie atau
pecinan yang menjadi urat nadi perekonomian Jakarta, bahkan di Indonesia
hingga dekade 1990-an.

Pelbagai grosir besar hingga pedagang eceran dapat ditemui di kawasan
yang membentang hingga wilayah Pinangsia (dahulu Financieren, pusat
keuangan—Red) di timur, Perniagaan, Pasar Pagi, Asemka, dan
Bandengan (dahulu Bacheragracht—Red) di utara.

Secara fisik, tidak banyak bangunan berlanggam Tionghoa tersisa di jalan
utama Glodok- Pancoran. Akan tetapi, masyarakat yang menghuni adalah
keturunan pemukim Tionghoa yang tinggal selepas Perang China (1740-1743)
di Jawa.

Pemerintah Verenigde Oost Indie Compagnie (VOC) sengaja membangun hunian
baru di Glodok-Pancoran yang berada di luar benteng Belanda tetapi masih
di dalam jangkauan tembakan meriam mereka. Strategi itu diterapkan demi
alasan keamanan para kolonis Belanda dan warga penghuni benteng pasca-
Perang China yang diawali dengan pembantaian 10.000 orang Tionghoa di
dalam Benteng Batavia, Oktober 1740. Selanjutnya, daerah hunian baru itu
menjadi pusat bisnis dan ekonomi di Nusantara hingga kini.

Memasuki kawasan tersebut di Jalan Pancoran, puluhan toko obat
tradisional Tionghoa berjajar di rumah toko di kedua sisi jalan.
Iskandar, pemilik toko Bintang Semesta atau Beng Seng (Mandarin: Ming
Xing), mengatakan, toko obat yang ada di tempat itu dimiliki secara
turun-temurun lebih dari empat generasi.

Obat-obatan yang diramu dari tumbuhan, hewan, serangga, cacing, dan
rendaman arak dapat dibeli di sini. Para sinse atau tai fu (dokter
Tionghoa) juga menyediakan jasa memeriksa para pasien yang datang.
Pengunjung yang datang juga tidak melulu orang Tionghoa, tetapi juga
suku bangsa lain banyak yang berobat atau sekadar membeli ramuan untuk
perawatan kesehatan di Pancoran.

Bahkan, pada masa lalu, ada pertunjukan silat oleh para penjual koyo di
jalanan Pancoran. Tian Li Tang, seorang sesepuh warga yang juga keluarga
pemilik Toko Tian Liong, mengenang, para pedagang koyo selalu dikerumuni
penonton saat mempertunjukkan kebolehan ilmu kungfu.

"Sehabis pertunjukan mereka menjual koyo kepada para penonton.
Sayang sekarang tradisi seperti itu sudah tidak ada lagi. Padahal, di
negara lain itu menjadi atraksi wisata," katanya.



Artis Hongkong dan Kapten Westerling

Makanan Tionghoa yang eksotis, seperti belut, ular kobra, bulus, dan
ramuan ayam arak ataupun sup ayam dengan campuran seperti ginseng juga
dapat dinikmati di sekitar Gang Gloria dan Pertokoan Chandra.

Restoran tempo doeloe, seperti Siaw A Tjiap dan Wong Fu Kie, juga masih
berjualan, seperti pada masa prakemerdekaan Indonesia.

Di sudut Gang Gloria, di sebuah pusat jajan, terdapat kedai Tay Loo Tien
yang kesohor dengan nasi goreng ham yang khas sejak zaman Kolonial
Belanda. Adapun pusat jajan di Pertokoan Chandra memiliki penataan ruang
seperti food court di Singapura dan Malaysia.

Tian Li Tang mengatakan, sejumlah artis Hongkong pada tahun 1980-an
menjadi pelanggan pelbagai restoran di Glodok-Pancoran.

"Kapten Westerling pada zaman revolusi juga suka jajan di daerah
ini," kata Li Tang, merujuk pada sosok "The Turk" Raymond
Westerling, komandan pasukan khusus Komando Speciale Troepen (KST) yang
dulu membuat teror di Sulawesi Selatan semasa perjuangan 1945-1949.

Minuman sehat, seperti susu kacang dan cincau hijau ataupun cincau hitam
serta sari tebu, dengan mudah dapat dibeli di restoran ataupun di
pinggir jalan. Satu gelas minuman segar harganya Rp 2.000 hingga Rp
5.000.

Di kawasan sama terdapat puluhan pedagang kudapan khas Tiongkok. Manisan
plum, buah semboi (kiambwee—Red), jeruk mandarin, aneka gula-gula,
dan pelbagai jajanan eksotis dapat diperoleh di ujung Jalan Pancoran,
dekat sudut Jalan Toko Tiga Seberang. Manisan dijual dengan ukuran berat
satu ons.

Selepas jembatan ke arah barat laut di Jalan Pintu Kecil, terdapat
belasan pedagang buku Tionghoa. Banyak buku Tionghoa kuno—yang
diburu kolektor yang datang dari mancanegara—dijual di kios pinggir
jalan tersebut.

Pernak-pernik barang khas Tiongkok dapat dicari di Gang Kali Mati di
sebelah Toko Tian Liong. Belasan ahli feng shui (geomancy) juga
menyediakan jasa di gang tersebut. Bahkan, mereka lengkap dengan
menyediakan dagangan perlengkapan untuk sembahyang.

Minyak wangi impor dengan harga murah dapat dibeli di pertokoan di Jalan
Petak Sembilan. Para importir minyak wangi di Jakarta memulai bisnisnya
di kawasan ini.

Harga jual minyak wangi bisa lebih murah Rp 100.000 hingg

[budaya_tionghua] Fwd: Kambing Hitam Pascakonfrontasi

2008-01-24 Terurut Topik Golden Horde
Kompas hari ini 25 Januari 2008 di kolom Sorotan  menghadirkan 
tulisan  mengenai  sejarah latar belakang  komunitas Tionghoa di 
Kalbar selama pascakonfrontasi (1967) yang dijadikan kambing hitam  
oleh  pemerintah Orba ketika itu.

Ketika itu terjadi pembunuhan-pembunuhan terhadap etnis Tionghoa 
Kalbar  oleh etnis Dayak yang dikenal dengan peristiwa "mangkok 
merah" 

Peristiwa politik ini  terjadi ketika Indonesia baru saja mengakhiri 
konfrontasinya  dengan Malaysia dan tumbangnya pemerintahan Soekarno 
dibawah Soeharto. Mulai saat itu Indonesia dibawah pemerintahan Orba  
menjadi sekutu negara Barat  dalam konstelasi perang dingin dan etnis 
Tionghoa Kalbar menjadi salah satu korban politiknya.

G.H
--

Kambing Hitam Pascakonfrontasi
Jumat, 25 januari 2008 
Iwan Santosa

Habis manis sepah dibuang. Itulah nasib tragis ratusan gerilyawan 
Pasukan Rakyat Kalimantan Utara atau Paraku-Pasukan Gerakan Rakyat 
Sarawak atau PGRS dukungan intelijen militer Indonesia semasa 
Presiden Soekarno mencanangkan konfrontasi menentang pembentukan 
Malaysia tahun 1963. Ketika Soekarno menyatakan "Ganyang Malaysia" 
tanggal 27 Juli 1963, relawan Indonesia dan gerilyawan Paraku-PGRS 
menjadi pahlawan di Indonesia.

Paraku-PGRS menjadi momok menghantui pasukan Malaysia, Brunei, 
Inggris, dan Australia saat bergerilya di perbatasan Kalimantan Barat-
Sarawak. Ketika Soeharto tampil sebagai penguasa yang berdamai dengan 
Malaysia, Paraku-PGRS pun digempur habis dan disertai kerusuhan anti-
Tionghoa di Kalimantan Barat tahun 1967 sebagai harga rekonsiliasi 
Jakarta-Kuala Lumpur.

Paraku-PGRS terlupakan dalam lembaran sejarah seiring kukuhnya Orde 
Baru dan baru muncul kembali dalam pembicaraan Indonesia-Malaysia 
dalam Joint Border Comitee (JBC) di Kuala Lumpur awal Desember 2007.

Peneliti kekerasan terhadap Tionghoa, Benny Subianto, menjelaskan, 
ada benang merah dalam pemberantasan Paraku-PGRS dan kekerasan 
terhadap penduduk Tionghoa di Kalimantan Barat yang dikenal sebagai 
peristiwa "Mangkok Merah".

"Demi menghabisi Paraku-PGRS akhirnya dikondisikan kerusuhan anti-
Tionghoa. Sebelumnya, Dayak, Melayu, dan Tionghoa hidup bersama 
secara damai di Kalimantan Barat," kata Benny.

Keberadaan Paraku-PGRS diakui sebagai buah karya kebijakan militer 
Indonesia. Buku Sejarah TNI Jilid IV (1966-1983) halaman 116-125 
mencatat embrio Paraku-PGRS adalah 850 pemuda China Serawak yang 
menyeberang ke daerah RI saat terjadi konfrontasi dengan Malaysia.

Buku Sejarah TNI menyebut mereka adalah orang-orang China yang 
prokomunis. Pemerintah RI melatih dan mempersenjatai mereka secara 
militer dalam rangka Konfrontasi Indonesia-Malaysia.

Lebih lanjut dijelaskan, mereka dibagi menjadi dua kesatuan, yakni 
Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan 
Utara (Paraku). Kedua pasukan dikoordinasi oleh Brigadir Jenderal TNI 
Supardjo, pejabat Panglima Komando Tempur IV Mandau, berpusat di 
Bengkayan, Kalbar.

Bersama "relawan" dari Indonesia, Paraku-PGRS yang juga menghimpun 
suku Melayu dan Dayak berulang kali menyusup wilayah Sarawak dan 
bahkan Brunei. Salah satu tokoh Revolusi Brunei tahun 1962, Doktor 
Azhari, yang juga pimpinan Partai Rakyat Brunei, dan pengikutnya 
diketahui dekat dengan kubu gerilyawan ini.

Benny Subianto dalam laporan ilmiah itu menjelaskan, banyak pemuda 
Tionghoa di Sabah, Sarawak, dan Brunei menolak pendirian Malaysia 
karena takut dominasi Melayu dan warga Semenanjung Malaya terhadap 
wilayah Sabah-Sarawak dan Brunei.

Gerilyawan Paraku-PGRS dalam laporan Herbert Feith di Far Eastern 
Economic Review (FEER) edisi 59 tanggal 21-27 Januari 1968 dilukiskan 
hidup bagai ikan di tengah air terutama di antara masyarakat Tionghoa 
Kalbar yang waktu itu hidup tersebar di pedalaman.

Benny Subianto menambahkan betapa gerilyawan Paraku-PGRS dan relawan 
Indonesia menghantui wilayah perbatasan. Bahkan, mereka nyaris 
menghancurkan garnisun 1/2 British Gurkha Rifles (1/2 GR) dalam 
serangan terhadap distrik Long Jawi (sekitar 120 kilometer sebelah 
barat Long Nawang, Kalimantan Timur). Selama berbulan-bulan mereka 
juga menghantui jalan darat Tebedu-Serian-Kuching (dekat Pos 
Perbatasan Darat Entikong) selama berbulan-bulan pada paruh pertama 
tahun 1964.

JP Cross dalam buku A Face Like A Chicken Backside-An Unconventional 
Soldier in Malaya and Borneo 1948-1971 halaman 150-151 mencatat 
betapa serangan relawan Indonesia di Long Jawi tanggal 28 September 
1963 menewaskan operator radio, beberapa prajurit Gurkha dan Pandu 
Perbatasan (Border Scout). Long Jawi sempat dikuasai lawan sebelum 
akhirnya Pasukan Gurkha menyerang balik setelah mendapat bala bantuan.

Di balik perjuangan Paraku-PGRS dan relawan Indonesia, sebagian besar 
operasi militer selama konfrontasi tidak mencapai hasil memuaskan. 
Mantan Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) Tanjung Pura Soeharyo 
alias Haryo Kecik dalam memoirnya mencatat, gerakan pasukan dan 
geri

[budaya_tionghua] Kunjungan Menhan Cao Gangchuan ke Indonesia

2008-01-16 Terurut Topik Golden Horde
Setelah mengakhiri kunjungannya  di Brunei, menteri pertahanan RRT 
Cao Gangchuan kemarin  tiba di Jakarta untuk memulai kunjungannya 
selama 5 hari di Indonesia, beliau diterima  oleh Menhan Juwono 
Sudarsono dan Wapres Jusuf Kala, selain itu Cao kemarin juga  
diundang mengunjungi  markas Kopassus di Cijantung.

Kunjungan Cao ini untuk menindak lanjuti memorandum kesepakatan kerja 
sama bilateral  di bidang pertahanan  sebagai bagian dari kemitraan 
strategis yang  telah ditanda tangani oleh Menhan  Juwono bulan 
November 2007 lalu di Beijing.

Kemitraan strategis (strategic partnership)  antara RRT dan 
Indonesia  mulai dirintis dan ditanda tangani oleh Presiden Judhoyono 
dan Presiden Hu Jintao  di Beijing, ketika Judhoyono berkunjung 
kesana pada tahun 2005.

Indonesia adalah negara pertama di Asia Tenggara yang membuat 
kesepakatan kemitraan strategis dengan Tiongkok. Kedua negara  telah 
sepakat untuk melakukan kerja sama di berbagai bidang  pertahanan 
seperti latihan militer bersama, memproduksi kendaraan militer, 
pesawat dan kapal bersama, dimana PT Dirgantara Indonesia dan PT PAL 
ikut berperan dalam produksinya. 

Seperti diketahui, bahwa dalam bidang pertahanan, Indonesia tidak mau 
tergantung hanya kepada satu negara saja sebagai pemasok kebutuhan 
perlengkapan militernya atau disebut  alutsista (alat utama sistim 
pertahanan), Indonesia juga ingin memasok kebutuhan perlengkapan 
pertahanannya dari produksi domestik sendiri,   kecuali yang belum di 
produksi dalam negeri yang masih  harus di impor dari negara lain.

Di masa depan, diharapkan juga adanya  pertukaran kunjungan  antara  
personil dan perwira tinggi  militer  kedua negara tersebut untuk 
membagi pengalaman di lapangan serta  memperdalam kerja sama di 
bidang pertahanan lebih lanjut.

Pada hari Minggu ini, Menhan Cao Gangchuan  yang juga anggauta dari 
Political Bureau of the CPC Central Committee, akan meninggalkan 
Indonesia untuk  melanjutkan kunjungannya  ke  Saudi Arabia.

G.H.

http://www.thejakartapost.com/detaillbus.asp?
fileid=20080116183135&irec=5
http://www.thejakartapost.com/detailgeneral.asp?
fileid=20080116203855&irec=1
http://news.xinhuanet.com/english/2008-01/16/content_7433344_1.htm




[budaya_tionghua] Penilaian terhadap Soeharto & Mao Zedong

2008-01-16 Terurut Topik Golden Horde

Tajuk Rencana Kompas  yang bergengsi hari ini (16 Januari 2008) 
menulis tentang  Soeharto yang  saat kini sedang hangat-hangatnya  
diperdebatkan oleh berbagai media massa  dan  lapisan masyarakat  
sehubungan dengan penilaiannya terhadapnya.

Rupanya opini publik terpecah dua mengenai penilaian terhadap beliau 
yang kontroversial itu, seperti  ada pihak yang ingin tetap 
melanjutkan proses hukumnya, karena pelanggaran HAM dan kasus 
korupsinya dll. dan ada pula  pihak yang ingin memaafkannya karena 
mengingat jasa-jasanya dalam pembangunan ekonomi. Dan  Lee Kuan Yew-
pun tidak ketinggalan untuk membesuk dan memberikan penilaian  
tentang  beliau. 

Tetapi ada hal yang menarik  perhatian dari tajuk rencana Kompas 
hari  ini, disitu ditarik  sebuah  analogi  atau kasus yang dapat  
dianggap  paralel  antara  Soeharto dengan Mao Zedong, yaitu momen-
momen   saat dimana masyarakat  terdorong  memberikan  penilaian 
atas   jasa  atau   kesalahan  kedua mantan pemimpin negara  itu 
sebagai kesimpulan sejarah bangsa, terutama pada saat-saat terakhir 
hidupnya atau sudah meninggal.

Kalimat akhir tajuk rencana Kompas ini  melemparkan  sebuah 
pertanyaan retorik, apakah bangsa dan pemimpin Indonesia  dapat  
melakukan hal yang sama seperti rakyat Tiongkok memandang dan menilai 
Mao Zedong ketika itu.

Tetapi disini mungkin akan timbul sebuah pertanyaan retorik juga, 
sejauh mana  Soeharto  dapat dianalogikan dengan Mao Zedong ?

G.H.

--
Memaafkan Pak Harto
Kompas, Rabu, 16 Januari 2008

Mantan Ketua MPR Amien Rais meminta proses hukum mantan Presiden 
Soeharto dihentikan. Pemerintah secara resmi memaafkan Pak Harto. 
Dengan pemerintah secara resmi melakukan itu, menurut Amien Rais, 
masyarakat dapat pula memaafkan Pak Harto. Kepastian itu sangat 
penting untuk membuat bangsa ini tidak terombang-ambing oleh masalah 
Pak Harto, yang sedang terbaring sakit dan kritis. 

Penjelasan yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
mengenai Pak Harto akhir pekan lalu multi-arti. Presiden mengatakan, 
bukan saatnya untuk membicarakan kasus hukum Pak Harto karena mantan 
presiden itu sedang terbaring sakit. 

Namun, di sisi lain kita lihat, kasus perdata Pak Harto tetap 
berjalan. Jaksa Agung bahkan sempat membicarakan kemungkinan 
penyelesaian di luar pengadilan pada saat Pak Harto sedang berjuang 
antara hidup dan mati. 

Kita memahami bahwa pilihan yang dihadapi tidaklah mudah. Namun, 
dalam politik, pilihan yang kita hadapi sering kali bukan antara baik 
dan buruk, tetapi antara yang buruk dan kurang buruk. Pada satu titik 
putusan itu harus diambil dan dalam kasus Pak Harto putusan itu harus 
diambil sekarang ini ketika Pak Harto masih ada. 

Sungguh sayang, pada saat pemimpin bangsa-bangsa lain memberikan 
penghormatan tinggi kepada Pak Harto, kita belum juga bisa satu kata 
untuk memutuskan sikap kita terhadap Pak Harto. Meski sudah 
berlangsung hampir 10 tahun, kita masih terus berkutat pada 
kontroversi yang tidak berujung. 

Mantan PM Singapura Lee Kuan Yew sesudah menjenguk Pak Harto di Rumah 
Sakit Pusat Pertamina menyampaikan keprihatinan atas perlakuan bangsa 
Indonesia kepada Pak Harto. Menurut dia, seakan hanya praktik KKN 
saja yang ditinggalkan Pak Harto. 

Padahal, jika dilihat bagaimana kondisi ekonomi Indonesia 40 tahun 
yang lalu dan dibandingkan dengan sekarang ini, akan terasa betapa 
besarnya karya Pak Harto. Kontribusi besar Pak Harto tidak hanya 
terbatas untuk Indonesia, tetapi juga bagi kemajuan ASEAN. 

Memang tidak mudah bagi sebuah bangsa untuk menghormati pemimpinnya, 
apalagi pada saat-saat akhir kekuasaannya bukan catatan besar yang 
ditinggalkan. Pengalaman seperti itu pernah dihadapi bangsa China 
ketika mereka diminta untuk menentukan sikap kepada pemimpin besar 
mereka Mao Zedong. Menyusul keterpurukan ekonomi China, banyak yang 
berpikiran untuk tidak menghormati Mao. 

Di tengah pro-kontra yang tajam, pemimpin baru China, Deng Xiaoping, 
lalu berpidato di Lapangan Tiananmen. Deng mengatakan, selama 
hidupnya Mao memang telah membuat tiga dosa besar, tetapi selama 
hidupnya Mao juga telah membuat tujuh jasa besar bagi China. Deng 
lalu mengajak bangsa China untuk mengubur sedalam-dalamnya tiga dosa 
besar Mao dan mengenang selama-lamanya tujuh jasa besarnya. 

Mampukah kita melakukan hal yang sama? Inilah tantangan yang kita 
hadapi sebagai bangsa dan kita membutuhkan pemimpin yang berani untuk 
membawa bangsa ini mengakhiri kontroversi. 

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0801/16/opini/4168134.htm





[budaya_tionghua] Re: Opposition wins easily in Taiwan

2008-01-13 Terurut Topik Golden Horde

Hasil Pemilu di Taiwan ini rupanya  mencerminkan  aspirasi mayoritas 
rakyat Taiwan yang  menolak ide atau rencana  Chen Shui-bian untuk  
memisahkan Taiwan dari Tiongkok seperti  wacana  kemerdekaan bagi 
Taiwan dengan nama Taiwan.

Chen Shui-bian, istri dan menantunya  juga menghadapi tuduhan korupsi 
dan kecurangan di bidang perdagangan, termasuk Wakil Presiden Annette 
Lu yang dituduh pada bulan September lalu menggelapkan uang negara 
dan selain itu  perekonomian Taiwan juga dinilai  mengalami 
pertumbuhan yang  rendah dibawah  kepemimpinan Chen selama ini.

Masyarakat Taiwan juga  menyadari, bahwa kepentingannya, terutama 
kepentingan komersialnya  tergantung akan hubungan yang baik yang 
terjalin  antara Taiwan dengan RRT, karena saat kini banyak  usaha 
bisnisnya terkait dan terintegrasi  dengan RRT seperti usaha bisnis 
dan  pabrik-pabriknya yang dibangun di RRT serta banyak tenaga 
profesionalnya yang juga berkerja di RRT.

Dengan kemenangan lebih dari mayoritas dua pertiga dalam pemilihan 
umum pada hari  Sabtu, selain  menandai perubahan yang dramatis di 
dalam politik Taiwan dan hubungan-hubungan lintas-selat China, 
ketegangan atau potensi konflik bersenjata juga diharapkan akan 
berkurang. 

Sebab jikalau sekiranya pemerintah Taiwan  yang berkuasa tetap  ingin 
mendeklasrasikan dirinya terpisah  dari RRT dan berdiri  sebagai 
entitas sendiri, maka akan  timbul skenario terburuk yaitu pecah 
perang yang  sulit dielakkan  yang pada akhirnya akan pecah perang 
bukan saja  antara RRT dan Taiwan tetapi juga antara RRT dengan  
Amerika di selat Taiwan.

Pendekatan  yang lebih diplomatis dan pragmatis juga  aktif dilakukan 
oleh  RRT sendiri (diplomacy over fighting),  seperti   berusaha 
menjalin hubungan dan dialog (engagement) dengan partai-partai  yang 
ada di Taiwan seperti KMT (Guomindang) dan PFP (People First Party), 
dimana pada bulan April/May 2007 yang lalu pemimpin KMT Lin Chan dan 
pemimpin PFP James Soong  (keduanya tergabung dalam koalisi Pan-
Biru ) diundang  oleh Hu Jintao berkunjung ke RRT.

Dengan kemenangan partai oposisi ini, maka tidak tertutup kemungkinan 
bahwa  proses reunifikasi dapat direalisasikan  lebih cepat  seperti 
yang dikatakan oleh Chen Shui-bian sendiri (If the Kuomintang won, 
then reunification with China could be realized anytime soon) 
(http://www.forbes.com/afxnewslimited/feeds/afx/2008/01/07/afx4499864.
htm)  

G.H.
--
>In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Sunny" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

>Opposition wins easily in Taiwan 
>The Associated Press 
>Saturday, January 12, 2008 

>TAIPEI: Taiwan's opposition Nationalist Party won a landslide 
>victory in legislative elections Saturday, dealing a humiliating 
>blow to the government's hardline China policies two months before 
>the presidential election.
> 
>President Chen Shui-bian resigned as chairman of the Democratic 
>Progressive Party immediately after his party's defeat. "I should 
>shoulder all responsibilities," Chen said. "I feel really apologetic 
>and shamed."
> 
>Chen has been criticized for aggravating relations with Beijing by 
>promoting policies to formalize Taiwan's de facto independence from 
>China. Critics say that has allowed Taiwan's once vibrant economy to 
>lose competitiveness and ratcheted up tension in the perennially 
>edgy Taiwan Strait.
>...
>..



[budaya_tionghua] Fwd: Politik Silang Budaya

2008-01-07 Terurut Topik Golden Horde
Politik  Silang  Budaya

Uang memang bisa membuat orang lebih semringah. Seperti pemandu 
rombongan kami di Guangzhou, yang sambil berkelakar menamsilkan 
kemajuan China. "Sepuluh tahun lalu, orang seperti saya memerlukan 
waktu sepuluh tahun untuk bisa membeli televisi. Kini, setiap bulan, 
saya mampu membeli lima televisi."

Kemajuan pesat dengan perencanaan dan penataan rapi di China bisa 
diendus di ibu kota Provinsi Guangdong. Di wilayah pelopor reformasi 
dan keterbukaan China ini, bandara tampak luas dan sibuk; penataan 
kota terasa lapang, asri dengan dukungan infrastruktur yang adekuat; 
jalanan luas dengan moda transportasi umum beragam; semua diikonisasi 
lanskap tepi kali Mutiara sebagai garda depan estetika kota, yang 
dalam gemerlap lampu malam hari membersitkan bayangan Jakarta sebagai 
kota metropolitan paling primitif.

Perkembangan ini adalah berkah visi kepemimpinan negara dengan 
komitmen kuat pada pemberdayaan rakyat. Hal ini bermula dari 
kebijakan reformer, Deng Xiaoping, untuk mengurangi intensitas 
politisasi rakyat, warisan kebijakan Great Leap Forward-nya, Mao 
Zedong, sejak 1958. Kadar politisasi ekonomi dikurangi lewat 
rasionalisasi dan dekolektivisasi.

Reformasi agraria

Tonggak perubahan ini adalah reformasi agraria sejak 1978. Tanah yang 
semula dikuasai secara kolektif dibagikan secara merata pada setiap 
keluarga. Petani menerima upah pada akhir tahun bukan berdasar 
keterlibatannya dalam kegiatan kolektif, melainkan menurut tingkat 
produktivitasnya. 

Mereka bebas menentukan jenis tanaman yang dibudidayakan, bahkan bisa 
menguasai tanaman tambahan setelah memenuhi kuota bibit yang 
ditetapkan. 

Lebih lanjut, para petani membayar pajak ketimbang menyerahkan kuota 
tertentu kepada kolektivitas. Akhirnya, Deng menghapus monopoli 
negara atas pembelian dan penjualan produk-produk pertanian serta 
melepas batas harga kebanyakan produk pertanian kepada petani. 

Dengan reformasi agraria ini, petani memiliki akses perseorangan, 
memiliki lebih banyak pilihan dan kebebasan. Hal ini mendorong gairah 
bekerja, iklim kompetisi, dan memacu produktivitas.

Dengan prinsip "menyeberang sungai sambil meraba batu", Deng 
mendorong petani agar berani menyeberang dari pertanian ke bisnis. 
China yang lama memandang kapitalisme sebagai iblis mulai belajar 
bercengkerama dengan arus modal dan berguru pada keberhasilan ke 
Indonesia, Singapura; negara yang relatif otoritarian secara politik, 
tetapi menjadi tempat yang ramah bagi pemupukan modal dan industri. 

Deng bereksperimen dalam reformasi industri dengan mengembangkan 
sejumlah kawasan ekonomi khusus di sepanjang pantai timur, mulai dari 
Provinsi Fujian (dekat Taiwan) hingga Provinsi Guangdong (dekat 
Hongkong).

Dengan integritas kepemimpinan yang kuat, komitmen pada kemajuan, dan 
disiplin kerja kolektif, warisan tradisi Xiaogang, industri, dan arus 
investasi berkembang pesat. Produktivitas meroket dengan neraca 
perdagangan melambung. 

Kini ekspor China tiap hari setara ekspor China selama setahun saat 
reformasi mulai digulirkan 1978. Rakyat menemukan aktualisasi diri 
dalam kegiatan ekonomi. Bagi mereka yang tinggal jauh dari Beijing, 
berkembang pandangan, "Istana itu jauh, langit pun jauh. Yang dekat 
dijangkau adalah uang. Maka, rebutlah uang hari ini!" Maka, China pun 
berlimpah uang.

Saatnya memberdayakan keturunan

Kisah sukses China menggugah kesadaran Indonesia, yang hingga dekade 
1970-an dipandang ibarat the new Jerussalem (tanah harapan). 
Kenyataan, kedua negeri memiliki akar kekerabatan dan hubungan 
panjang membersitkan pertanyaan, apa implikasi perkembangan China 
bagi masa depan Indonesia?

Kehendak untuk saling mengerti dan berbagi ini mendapat momentum saat 
akhir Desember 2007, kami diundang Asosiasi Pertukaran Internasional 
Guangdong menghadiri peluncuran buku Cakrawala Indonesia dalam versi 
Mandarin, karangan Max Mulyadi Supangkat.

Pak Max adalah orang Indonesia peranakan Tionghoa. Dalam buku ini 
diungkap, apa yang disebut "pribumi" Indonesia pun sebagian besar 
punya pertalian leluhur dengan orang-orang Tiongkok Selatan (Yunnan). 

Ditambah kenyataan, ada jutaan peranakan Tionghoa yang telah menetap 
lama dan memandang Indonesia sebagai tanah airnya. Dengan demikian, 
etnis Tionghoa pun adalah pribumi dan memiliki derajat yang sama 
dengan etnis lain.

Pandangan demikian punya resonansi kuat dengan sikap pemimpin di 
Beijing. Tiongkok dan Indonesia merupakan dua negara terbesar di Asia 
Timur. Hubungan baik antarkeduanya bisa menghadirkan persemakmuran 
bersama sejalan pesan Konfusius, "Jika diri sendiri ingin tumbuh, 
tumbuhkan pula orang lain; jika diri sendiri ingin makmur, makmurkan 
pula orang lain." 

Hubungan Beijing-Jakarta bisa terganggu ketegangan rasial (anti-
China). Untuk itu, para pemimpin Beijing berharap orang-orang 
peranakan hendaknya menjadi warga negara yang baik di tempat 
tinggalnya, tanpa melupakan leluhurnya.

Orang-orang Indonesia keturunan Tionghoa bisa menjadi jembatan 
a

[budaya_tionghua] Re: Undangan Menyambut Obor HAM

2008-01-06 Terurut Topik Golden Horde
>In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "liemshan" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
 
>Koalisi ini  juga hanya dibentuk untuk acara Obor HAM Estafet Global 
>ini saja,  karena mereka sudah terbiasa untuk menyuarkaan kondisi 
>HAM termasuk  yg internasional (terkahir adalah mereka ikut 
>menyuarakan kondisi HAM  di Burma.
..
>Dan yang diangkat di sini adalah tentang penindasan  HAM di China 
>secara umum, tidak hanya Falun Gong, seperti yang  dialami pengacara 
>HAM (Gao Zhisheng, Hu Jia, dkk), aktivis  HAM dan  lingkungan, 
>kelompok pro-demokrasi, kaum Tibetan, kaum muslim Uighur,  pemimpin 
>agama (Katolik), jurnalis independen, dll.
--
comment:

Tuntutan CIPFG (CIPFG's demands) dalam rangka penyelenggaraan Obor 
Ham Global (Global Human Rights Torch Relay) adalah:

First, stop the persecution of Falun Gong immediately and release all 
practitioners incarcerated for their faith. Second, stop the 
persecution of friends, supporters and defence lawyers of Falun Gong 
practitioners, including Gao Zhisheng and Li Hong. Third, hold 
discussions with CIPFG to arrange details of the opening up of labour 
camps, prisons, hospitals and related secretive facilities for 
inspection by CIPFG independent investigators.

Ini kutipan asli bahasa Inggris  dari 3 tuntutan  CIPFG kepada 
pemerintah Tiongkok  dalam kaitannya penyelenggaraan Obor Ham Global 
(Global Human Rights Torch Relay) yang  bersumber dari situs Epoch 
Times dan CIPFG sendiri, dan  disini yang pertama-tama  yang dituntut 
adalah stop penganiayaan terhadap  praktisi Falun Gong, tetapi tidak 
disebutkan  atau terdapat kalimat  specifik yang mengangkat  tentang 
penindasan HAM terhadap kaum Tibetan, kaum Muslim Uighur, pemimpin 
agama Katolik dan jurnalis independen seperti yang anda telah  
sebutkan.

http://en.epochtimes.com/news/7-8-10/58600.html
http://cipfg.org/en/news/588.html
--
Liemshan wrote:
 
>Tentang CIPFG (Coalition to Investigate the Persecution of Falun 
>Gong Practitioners) Nah, ini dia banyak rekans yang salah faham, 
>karena ada nama "Falun Gong"nya dibelakangnya jadi udah negative 
>thinking dulu . Faktanya, anggota CIPFG sama sekali satupun tidak 
>ada yang merupakan praktisi Falun Gong  
>CIPFG sendiri . tidak ada kaitan sama  sekali ataupun 
>didanai oleh Amerika atau Taiwan.
>..
>Sekali lagi, anggota CIPFG bukan praktisi Falun Gong.
--
comment:

Anda dengan panjang lebar  menjelaskan tentang  kegiatan CIPFG  yang  
keanggautannya anda sebutkan (atau anggap) tidak ada satupun yang 
merupakan praktisi Falun Gong, tetapi disini anda tidak menjelaskan 
siapa yang mendirikan CIPFG ini.
Berdasarkan laporan CRS Report for Congress, Order Code RL33437. 
CIPFG (Coalition to Investigate the Persecution of the Falun Gong) 
ini didirikan oleh Falun Dafa Association pada bulan April 2006 yang 
berbasiskan di Amerika.
(CIPFG, a U.S.-based, non-profitorganization founded by the Falun 
Dafa Association in April 2006) 
http://www.usembassy.it/pdf/other/RL33437.pdf
---
Liemshan wrote:

>Saya dulu kena kerusuhan Mei 98,  tinggal di daerah Jakarta selatan, 
>seisi rumah habis dikuras, satu keluarga termasuk anak perempuan dan 
>satu anjing kesayangan lari mencari perlindungan ke rumah tetangga 
>hanya membawa baju yang  melekat di badan,  demi agar keluarga 
>tidak  dilukai dan anak perempuan tak diperkosa, tetangga orang 
>China tidak membantu, malah  tetangga orang Indonesia yang membuka 
>pintu perlindungan!
-
comment:

Bukan  keluarga anda saja  yang mengalami musibah seperti itu pada 
waktu kerusuhan Mei 1998, karena hampir semua  orang Tionghoa di 
Jakarta juga merasa ikut  keselamatan dan harta bendanya terancam dan 
beberapa keluarga orang Tionghoa juga  juga mengalami nasib buruk 
seperti yang dialami oleh  keluarga anda. 

Mungkin karena dirinya atau keluarganya juga merasa sama seperti anda 
yaitu terancam keselamatannya, maka mereka juga tidak dapat 
memberikan perlindungan kepada keluarga anda, pertama-tama secara 
naluri mereka (orang Tionghoa) mencari perlindungan bagi keluarganya 
sendiri dahulu, sebelum dapat memberikan perlindungan kepada orang 
lain, apalagi ikut memberikan perlindungan kepada anjing kesayangan 
anda.
---
Liemshan wrote:

Yang saya ingin bela adalah rakyat China !.
-
comment:

Heroik sekali !


G.H.



[budaya_tionghua] Re: Undangan Menyambut Obor HAM

2008-01-04 Terurut Topik Golden Horde
>In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Skalaras" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Bagaimana mau mengkritik Amerika? wong yang memsponsori Amerika kok! 
>pesan sponsor: aksi protes ini harus fokus ke RRT, jangan sampai 
>nyimpang ke negara lain, itu bukan tujuan kami!
> 
> ZFy


Atau dengan kalimat lain "Do As We Say, Not As We Do!"

G.H.



[budaya_tionghua] Re: Undangan Menyambut Obor HAM

2008-01-03 Terurut Topik Golden Horde
Mengapa hanya  Tiongkok saja yang  akan dijadikan sasaran protes dan 
demo  atas pelanggaran HAM ? mengapa  Amerika Serikat  tidak  
dijadikan sasaran atas  pelanggaran HAM juga ? dan  pasti  nanti 
akan  lebih meriah  dan banyak pesertanya, sekira  AS juga  diprotes !

Mengapa dalam undangan  dan seruan dalam  menyambut obor HAM itu  
tidak menyebutkan  AS sebagai negara pelanggar HAM  yang serius ? 
Apakah AS  tidak   tergolong  sebagai sebuah negara pelanggar HAM ? 
sehingga  dalam peristiwa  yang disebut sebagai estafet Obor HAM 
Global itu nama AS (sengaja atau tidak sengaja) tidak disebut ?

Apakah korban rakyat Iraq sebagai akibat invasi militer  AS itu, yang 
menurut laporan PBB pada tahun 2006 saja, lebih dari 34.000 orang 
(nytimes, January 17, 2007) yang mati  terbunuh  itu  bukan  bentuk 
dari sebuah pelanggaran HAM ?  Apakah tidak ada yang teraniaya dan 
terancam jiwanya di Iraq seperti  saudara-saudara kita di China?, 
seperti pihak penyelenggara menyebutkannya ? 

Seperti diberitakan bahwa tentara AS telah  melakukan penyiksaan 
terhadap para tahanannya, seperti di penjara Abu Ghraib di Baghdad 
(torture and abuses by member United  States Army Reserve during post-
invasion peroid!) dan juga di penjara Guantanamo, bahkan "Amnesty 
International" dan "Human Rights Watch" menuduh  bahwa AS  telah 
melakukan pelanggaran atas   Geneva Convention   dalam perlakuan 
terhadap tawanan perang! seperti penyiksaan terhadapa para tahanan. 
(Wikipedia, Guantanamo detention camp).

Selain itu CIA juga mempunyai penjara-penjara rahasia di beberapa 
negara di Eropah seperti di Rumania dan Polandia, dimana seorang yang 
dituduh  sebagai teroris, diculik, diinterogasi dan disiksa, seperti 
yang dilaporkan oleh organisasi kemanusiaan "Human Rights Watch" 
(http://www.hrw.org/english/docs/2007/01/08/usint16108.htm)

Bulan lalu  bahkan diberitakan bahwa  CIA telah  menghancurkan 
rekaman video tentang agen yang menginterogasi tersangka al Qaeda 
yang rupanya ingin menutupi bukti kemungkinan terjadinya penyiksaan 
terhadap  para tahanan ini.
(http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2007/12/071208_videoprobe.
shtml)
Apakah semuanya ini bukan  bentuk dari pelanggaran HAM  yang 
dilakukan oleh AS ? atau ada motif lainnya.

Diketahui bahwa aksi Obor Ham itu diprakasai oleh CIPFG (Coalition to 
Investigate the Persecution of Falun Gong), dan dengan tidak 
memasukkan atau menyebutkan Amerika Serikat sebagai salah satu 
pelanggar HAM  dalam acara "Obor Ham Estafet Global" itu , maka pihak 
penyelenggara  telah bersikap "hypocrisy" (munafik)  dan  "double 
standard"  dalam seruannya itu !!  dan mungkin juga karena   pemimpin 
FLG itu, Li Hongzhi tinggal dan hidup  serta  mendapatkan 
perlindungan di AS.

G.H.
--

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ananta_darma" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Solidaritas Indonesia Untuk Rakyat China-- sebuah koalisi 
>masyarakat  sipil Indonesia termasuk atlet nasional, mengundang para 
>aktivis dan  pejuang HAM untuk menghadiri acara penyambutan Obor HAM 
>Estafet  Global. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendorong perbaikan 
>kondisi  HAM di China yang terus memburuk menjelang Olimpiade 
>Beijing 2008,  serta membuka mata akan masih banyaknya pelanggaran 
>HAM diseluruh  dunia. Upacara penyambutan Obor HAM ini rencananya 
>akan  dilangsungkan pada:
> 
> Hari/ Tanggal : Jumat, 4 Januari 2008
> Waktu : Pukul 14.00-17.00 WIB
> Tempat: Depan Pintu Gerbang Parkir Barat 
> Stadion Senayan, Jl. Asia Afrika Jakarta
> Acara : Sambutan, orasi, teatrikal dan hiburan 
> 
>...
> 
> Mari kita bergabung dalam momen sejarah yang agung ini, menyuaran 
> kebenaran dan membela rakyat China yang tertindas dan teraniaya. 
> Pelanggaran HAM yang terjadi di suatu negara, adalah masalah kita 
> bersama. Dengan tidak menutup mata terhadap pelanggaran HAM yang 
> terjadi di Tanah Air, kita juga mesti memberikan solidaritasnya 
> terhadap saudara-saudara kita di China yang disiksa dan terancam 
> jiwanya. 
>  
> Salam
> Ananta





[budaya_tionghua] Re: China falls for Christmas, at least in its stores

2007-12-24 Terurut Topik Golden Horde
Media Barat memperkirakan jumlah pengikut Kristen di Tiongkok 
sekarang  bervariasi  antara  40-100 juta, dan mungkin tidak lama 
lagi polarisasi antara Gereja resmi (yang diakui oleh pemerintah)  
dan Gereja bawah tanah, terutama pada Gereja Katolik akan  terhapus  
perlahan-lahan, seiiring dengan perbaikan hubungan antara Vatikan 
dengan Tiongkok akhir-akhir ini atau sekiranya  hubungan diplomatik 
antara kedua negara tersebut dapat pulih kembali.

Perbaikan hubungan antara Vatikan dan Tiongkok ditandai dengan 
nominasi  3 orang Uskup (Bishop)  di  propinsi Ningxia dan Guangzhou  
pada bulan ini oleh pemerintah Beijing yang telah disetujui oleh 
Vatikan terlebih dahulu. 

Untuk memperbaiki hubungan antara Vatikan dan Tiongkok lebih lanjut 
dan sebagai langkah  persiapan pembukaan hubungan diplomatik kembali 
dimasa depannya, Paus Benediktus juga  menghindari pertemuan dengan 
Dalai Lama pada kunjungannya ke Italy bulan ini.

Tiongkok  yang dianggap sebagai sebuah negara Atheist, ironisnya 
adalah juga salah satu negara yang memproduksi kitab Injil (Bible) 
yang terbesar didunia, bahkan akan menjadi produsen kitab Injil yang 
terbesar didunia pada tahun depan, sekiranya pabrik percetakan  
barunya selesai dibangun pada kawasan industri  di Nanjing  diatas 
lahan seluas 8,5 ha di tahun 2008.

Percetakan ini (Amity Printing)  ini akan menerbitkan 1 juta kitab 
Injil (dalam 90 bahasa, termasuk Braille)  setiap bulannya, atau 
seperempat kebutuhan kitab Injil sedunia pada tahun 2009 nanti. Saat 
kini saja sejumlah 600,000 kitab Injil yang diekspor ke Inggris dan 
sekitar 2 kalinya yang diekspor ke Amerika Serikat.
(http://www.dnaindia.com/report.asp?newsid=1139036).

Hingga kini belum terdengar complain  atau protes dari kedua negara 
tersebut atau negara lainnya  sehubungan dengan kwalitas kitab Injil 
yang diekspor  tersebut seperti halnya mainan anak-anak yang 
mengandung timbal(lead) yang dapat membahayakan kesehatan.

G.H.
-
>In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Sunny" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>China falls for Christmas, at least in its stores 
>Sunday, December 23, 2007 12:56:25 PM Oman Time   
>.
>About 40 million Chinese -- or 3 to 4 percent of the 1.3 billion 
>population -- are Christian, according to the U.S. Central 
>Intelligence Agency. 
> 
>But precise estimates are hard to come by, as devotees are divided 
>between "above ground" churches approved by the ruling Communist 
>Party and "underground" churches, wary of government ties, that have 
>grown in popularity. 
>...



[budaya_tionghua] Re: Menikmati "Guilin" versus "Jangtze" river cruise ==> BH Jo

2007-12-24 Terurut Topik Golden Horde
Beberapa hari yang lalu ada  sebuah reportase dari   National 
Geographic  yang disiarkan di televisi  tentang perjalanan sebuah 
kapal pesiar yang menyusuri sungai Yangtse dan kehidupan penduduknya.

Salah satu yang menarik  dari siaran itu adalah sebuah lagu indah  
yang bernada sentimental dan romantis melatar belakangi  perjalanan 
kapal tersebut, agaknya lagu tersebut hendak melukiskan keindahan 
alam sungai Yangtse.

Lagu  yang dinyanyikan tersebut tidaklah asing bagi telinga orang 
Indonesia yaitu "Sing Sing So" !!, sebuah lagu daerah berasal dari 
Tapanuli, tetapi liriknya dalam bahasa Mandarn.

Entah bagaimana  lagu itu dapat menjadi populer  di Tiongkok, apakah 
diperkenalkan oleh misi kesenian dan kebudayaan  Indonesia  yang 
berkunjung ke Tiongkok ketika pada jaman Soekarno? Atau diperkenalkan 
oleh Hoakiau Indonesia  pada tahun 60-an yang kembali kesana.

Selain Sing Sing So, lagu-lagu daerah lainnya seperti  Bengawan Solo, 
Butet, Ayo Mama, Halo-Halo Bandung, Rayuan Pulau Kelapa dll. juga 
dberitakan cukup populer di Tiongkok, terutama di bagian Selatan.

G.H.
-
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Bung Jo yb,
> 
>Hahah, ... rupanya sudah mau bikin rencana melancong lagi ke 
>Tiongkok daratan, ya? Saya sependapat dengan pendapat Skalaras, jika 
>anda hanya diminta satu pilihan tempat untuk berkunjung di Tiongkok, 
>pilihlah untuk melihat Sungai Yang-Zhi dengan 3 ngarainya itu. 



[budaya_tionghua] Re: Aksi pengrusakan di Pontianak

2007-12-10 Terurut Topik Golden Horde



Saya kira sdr. Prometheaus terlalu melebar menginterpretasi 
kalimat "fakta" yang saya sebutkan serta  keluar dari substansi yang 
saya maksudkan. Saya tidaklah begitu naif atau idiot untuk 
berpendapat atau   mengartikan sebuah opini atau kecurigaan  menjadi  
atau menganggap sebagai sebuah  fakta.

Mungkin sepertinya  kalimat ditulisan saya  kurang lengkap bagi 
sdr.   untuk menjelaskan lebih lanjut  maksud   kalimat fakta yang 
saya sebutkan  yaitu sebagai fakta adanya insiden  aksi kekerasan 
terhadap sebagian etnis Tionghoa di Pontianak ketika itu, seperti 
contohnya  perusakan sebuah Vihara dll. seperti yang  diberitakan 
oleh  Tempointeraktif itu, dan yang  juga  seperti sdr. Prometheus 
juga akui adanya kejadian tersebut. 

G.H.

---
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Prometheus" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Insiden pengrusakan yang sempat terjadi di Jalan Tanjungpura 
>Pontianak memang fakta.  Ada rumah dan toko milik tionghoa yang 
>dilempari juga fakta.   Tapi mengaitkan peristiwa tsb (baik secara 
>sengaja atau tidak) dengan hal seperti tertulis ini :
> 
>"Baru saja warga Tionghoa Kalbar dapat bergembira menyambut 
>terpilihnya  dua dari  warganya dalam Pilkada yang lalu, masing- 
>masing menjadi Wagub >Kalbar  Christiandy Sanjaya) dan Walikota 
>Singkawang (Hasan Karman) yangbaru..." 
>adalah sebuah opini/kecurigaan, bukan fakta. 
>Apakah opini/kecurigaan tsb membantu untuk memulihkan keadaan /
>menyelesaikan masalah ? 
> 
> Prometheus
>



[budaya_tionghua] Re: Aksi pengrusakan di Pontianak

2007-12-08 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
>Hihihihi, kalau media massa tidak menyebutkan eksplisit kelompok 
>yang jadi target pengrusakan,kenapa di akhir opini, Anda kok bisa 
>jump on conclusion  bawa-bawa tionghoa? 
>..
> Udah deh, jangan dibiasakan makan kecurigaan sendiri, ntar jadi
> paranoid. 
> .
---

Kecurigaan dan Paranoid? Apakah sungguh  anda tidak dapat  mengambil 
kesimpulan sendiri ? ataukah hanya  bersandiwara  saja ? apakah 
kelenteng atau Vihara yang menjadi sasaran perusakan itu adalah  
tempat ibadah  milik   warga etnis Dayak atau Melayu ? dan bukan dari 
warga etnis  Tionghoa ? 

Tidak semua media menyebutkannya dengan eksplisit, karena tidak ingin 
memperkeruh suasana yang sensitf (isu sara),  kecuali mungkin  Tempo 
yang lebih jelas pemberitaannya dan fakta adalah fakta (baik pahit 
maupun  manis) yang harus dihadapi  dan tidak perlu  disangkal atau 
disembunyikan, serta harus dicarikan penyelesaiannya.

Selain itu apakah pemberitaan Tempointeraktif  dibawah ini atau yang 
lainnya   juga anda anggap  sebagai kecurigaan  dan   paranoid ?

G.H.
---

Suasana Pontianak Berangsur Normal
Jum'at, 07 Desember 2007 | 12:58 WIB 
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/kalimantan/2007/12/07/brk,20071
207-113104,id.html

TEMPO Interaktif, Pontianak: Suasana Pontianak, Kalimantan Barat 
berangsur normal pada Jumat (7/12) ini setelah semalam sangat 
mencekam. Ribuan warga berkumpul di Jalan Tanjungpura sambil 
melempari rumah dan toko milik warga keturunan Tionghoa. Warga juga 
menyerang kelenteng. 

Kerusuhan ini bermula dari pertikaian dua warga Tionghoa pada Kamis 
(6/12) malam di Gang 17, Jalan Tanjungpura yang dipicu oleh 
serempetan mobil. Mustafa, warga berusia 57 tahun yang datang melerai 
mereka malah menjadi korban. Hidungnya berdarah dan mukanya memar 
akibat pukulan benda keras. "Padahal dia datang untuk melerai," kata 
Usmardan, adik ipar Mustafa di Pontianak.

Setelah dirawat di Rumah Sakit Antonius Pontianak, mustafa dibawa 
pulang. Keluarga melaporkan kekerasan ini kepada polisi setempat. 
Kejadian ini menyebar ke seluruh penjuru Pontianak. Menjelang dini 
hari, ribuan warga mendatangi rumah warga Tionghoa yang diduga 
memukul Mustafa. Dalam sekejap rumah ini hancur.

Amuk masa ini mulai mereda setelah Wakil Kepala Polda Kalimantan 
Barat Komisaris Besar Winarso, Wakil Kepala Poltabes Pontianak Ajun 
Komisaris Besar Andi Musa, dan Kepala Bagian Operasi Poltabes 
Pontianak Komisaris Ndang menemui warga.

Menurut Winarso, kejadian ini merupakan tindak kriminal murni yang 
dilakukan oleh orang per orang. "Kami himbau warga menyerahkan kasus 
ini kepada polisi," katanya. harry daya 



From: Saya anak Pontianak <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: PONTIANAK SEMPAT MEMANAS
Date: Fri, 7 Dec 2007 11:38:18 +0700 (ICT)
http://groups.yahoo.com/group/pluralitas-icrp/message/5744?
source=1&var=1&l=1

PONTIANAK SEMPAT MEMANAS 
Pontianaksempat memanas, Kamis malam, 6 Desember 2007.
Ditengah keramaian kota, terjadi bakuhantam yang hanya
dipicu masalah sepela serempetan mobil, namun hampir
saja meluas menjadi amuk massa. Meski situasi ini
dapat diredam, tak urung beberapa rumah warga,
kendaraan dan satu tempat ibadah (Kelenteng) menjadi
sasaran kemarahan. 

Apakah ini ada muatan politisnya
pasca Pemilu Gubernur Kalbar kemarin? Belum dapat
ditarik kesimpulan ke arah sana, tapi bisa jadi,
mengingat yang menjadi sasaran adalah kalangan
Tionghoa yang pada Pemilu Gubernur kemarin berhasil
menempatkan satu putra terbaiknya sebagai Wakil
Gubernur Kalbar, dan juga di Kota Singkawang yang mana
Kalangan Tionghoa berhasil mengantarkan putra
terbaiknya menjadi Walikota terpilih.

Kalbar memang rentan, kalau dulu hanya vis a vis antar
Dayak dan Madura, Melayu dan Madura, tapi sekarang
bahaya laten konflik itu bisa melebar mengingat
polarisasi politik yang berbau SARA atau politik
etnisitas dan terkadang membawa-bawa agama menjadi
marak. 

Malah pada Pilgub kemarin dengan kentara
polarisasi itu tampak. Kalangan Dayak bermain dengan
isu sudah 40-an tahun kita tidak pernah memimpin
(sejak era Oevang Oeray), untuk itu Dayak harus
memilih Dayak, begitupun dengan Melayu yang akhirnya
memainkan isu Melayu-Muslim yang harus jadi pemimpin.

Tak ada beda dengan kalangan Tionghoa, yang dahulu
cukup puas menjadi penonton pada pertarungan politik.
Karena Kalbar pada polarisasi politik seperti terbiasa
dengan isu bahwa pemimpin di daerah-daerah yang ada di
Kalbar harus berpegang pada konsep DIC (Dayak
Indegeneous Christian) dan MIM (Malay Indegeneous
Moslem).

Namun, ketika Cornelis dari PDIP memilih menggandeng
Cristiandy Sanjaya (sekarang pasangan terpilih), maka
ini meretas pola lama, yakni jika No.1 Dayak, maka
No.2 harus Melayu atau sebaliknya

[budaya_tionghua] Aksi pengrusakan di Pontianak

2007-12-07 Terurut Topik Golden Horde

Baru saja warga Tionghoa Kalbar dapat bergembira menyambut 
terpilihnya  dua dari  warganya dalam Pilkada yang lalu, masing-
masing menjadi Wagub Kalbar  (Christiandy Sanjaya) dan Walikota 
Singkawang (Hasan Karman) yang baru, aksi pengrusakan terhadap harta 
benda dan tempat ibadahnya (kelenteng) milik warga Tionghoa pada 
lokasi tertentu di Pontianak  kembali terjadi  pada tanggal 6 
Desember kemarin seperti yang diberitakan oleh  beberapa media massa.

Pemberitaan media massa itu  tidak menyebutkan  secara eksplisit 
kelompok sasaran yang mana  yang menjadi target  pengrusakan.  
Diberitakan oleh  beberapa suratkabar dan TV tertentu, peristiwa  ini 
dicetuskan oleh hal yang sebenarnya sepele, yaitu gara-gara 
keserempet mobil katanya.

Buntut dari  insiden  ini adalah pengrusakkan  sebuah rumah di jalan 
Tanjung Pura dan puluhan  rumah lainnya  di Gang Ketapang dan Gang 
Kedah termasuk juga  mobil-mobil yang diparkir dihalamannya.  Selain 
itu juga sebuah Vihara yang terletak di  di jalan Gajah Mada  (Vihara 
Panca Dharma) menjadi sasaran pengrusakan.

Karena peristiwa  ini, maka Poltabes  Pontianak menetapkan status 
keamanan  kota Pontianak menjadi siaga satu, dan seperti biasanya 
disebutkan oleh aparat keamanan  bahwa situasi kota Pontianak sudah 
kondusif atau istilah lainnya aman terkendali.

Apakah aksi pengrusakan ini sebagai akibat tindakan  kriminal murni, 
seperti yang dikatakan  oleh Wakapolda Kalbar Kombes Pol Winarso, 
ataukah  sebuah aksi yang mempunyai motivasi politik tertentu,  akan 
menjadi bahan spekulasi orang, karena aksi-aksi  kekerasan terhadap 
warga  Tionghoa di era reformasi ini hampir jarang terjadi lagi. 

G.H.

http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Utama&id=147278
http://www.metrotvnews.com/berita.asp?id=50206
http://www.metrotvnews.com/berita.asp?id=50180





[budaya_tionghua] Hasan Karman, Walikota Baru Singkawang

2007-11-25 Terurut Topik Golden Horde
Hasan Karman, seorang warga  kelahiran Singkawang yang berasal dari 
golongan etnis Tionghoa Kalbar, akhirnya terpilih menjadi walikota 
Singkawang yang baru untuk periode 2007-2012.

Tugas dan jabatan baru ini merupakan tantangan  besar bagi Hasan 
Karman untuk  dapat membuktikan  dirinya membangun  kota Singkawang 
menjadikan sebuah kota modern dan juga harapan menjadikan Singkawang 
sebagai  salah satu pusat pertumbuhan (growth centre) ekonomi baru di 
Kalimantan Barat yang   dapat lebih  berperan dalam perekonomian 
nasional nantinya.
G.H.
---

Hasan-Yacoub Pemenang Pilkada Singkawang 

PONTIANAK, JUMAT - Pasangan Hasan Karman - Edy R Yacoub dinyatakan 
sebagai pemenang dalam Pilkada Kota Singkawang periode 2007-2012. 
Pengumumuan itu disampaikan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota 
Singkawang dalam rapat pleno di Singkawang, Jumat (23/11).

Pasangan yang dijagokan Partai Indonesia Baru dan Partai Persatuan 
Pembangunan itu, mendapat 36.103 suara atau 41,8 persen dari total 
86.294 suara sah. Angka tersebut lebih banyak dibanding incumbent 
Awang Ischak - Raymundus Sailan dengan 30.706 suara yang diusung 
Partai Golkar, PAN, PSI, PBR, PPDI dan PNBK.

Pemilu Walikota-Wakil Walikota Singkawang diikuti lima pasangan 
calon. Tiga pasangan lain yakni Darmawan-Ignatius Apui mendapat 
13.716 suara, Suyadi Wijaya - Bong Wui Khong 3.006 suara, dan Syafei 
Djamil - Felix Periyadi 2.763 suara.

Anggota KPUD Kota Singkawang, Solling saat dihubungi mengatakan, 
pengajuan nama pasangan pemenang ke DPRD Kota Singkawang akan 
dilakukan pada Senin (26/11). KPUD juga menunggu dalam tenggat waktu 
tujuh hari kemungkinan adanya gugatan dari pihak-pihak yang merasa 
dirugikan dengan keputusan tersebut. 

"Kalau tidak ada masalah, DPRD Kota Singkawang akan menyampaikan nama 
terpilih ke Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kalbar," katanya. 
Pelantikan Walikota-Wakil Walikota Singkawang dijadwalkan pada 17 
Desember 2007. 

Solling mengakui, menjelang masa penetapan cukup banyak tekanan dari 
massa terutama pendukung pasangan incumbent yang tidak puas dengan 
hasil tersebut. Namun, lanjutnya, KPUD Kota Singkawang tetap 
berpegang kepada aturan perundang-undangan dalam melaksanakan setiap 
tahapan Pemilu. "Termasuk tentang ketidakpuasan pasangan atau pihak 
lain terhadap hasil Pemilu," kata Solling.

Situasi Kota Singkawang yang berjarak 145 kilometer sebelah utara 
Kota Pontianak itu dilaporkan cukup kondusif, meski sempat diramaikan 
dengan aksi massa menuntut pilkada ulang. Alasannya, diduga banyak 
terjadi kecurangan serta rendahnya partisipasi masyarakat dalam 
memilih karena tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). 
(ANT/ABI)

http://www.kompas.com/ver1/Nusantara/0711/23/145814.htm

 

 




[budaya_tionghua] Re: Fwd: In search of Indonesia's Chinese national heroes

2007-11-11 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Akhmad Bukhari Saleh" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote
>...
>Karena itu saya juga tidak setuju dengan kata-kata Asvi Warman Adam 
>bahwa  tidak perduli siapa orangnya, Nie Hoe Kong keq, John Lie keq, 
>asalkan ada  deh, satu orang saja, sebagai wakil etnis Tionghoa 
>dalam >daftar Pahlawan  Nasional!
>Kalau alm. John Lie dijadikan Pahlawan Nasional atas dasar 
>keterwakilan etnis, itu suatu penghinaan besar atas jasa-jasa 
>luarbiasa alm. bagi nusa dan bangsanya!
>.
> Wasalam.
--

Luar biasa !, suatu pernyataan yang dramatis  kalau  seseorang  
dijadikan Pahlawan Nasional atas dasar keterwakilan etnisnya  
dianggap sebagai  suatu penghinaan besar atas jasa-jasa luarbiasa 
bagi nusa dan bangsanya! 

Terlepas apakah itu John Lie atau bukan, John Lie diusulkan oleh Aswi 
(saya bukan pendukung Aswi) berdasarkan kriteria-kriteria tertentu 
dan dipilih oleh pemerintah, seperti pernah berjasa kepada negara, 
dan bukan sekadar hanya untuk  memenuhi kuota pahlawan nasional dari 
etnis tertentu, dan  tidak perlu  kalimatnya  diputar balik.

John Lie  yang  kebetulan dari etnis Tionghoa  dicalonkan sebagai 
pahlawan nasional  karena dianggap  telah berjasa bagi negara , dan  
sekaligus  juga  dapat mewakili komunitasnya dan ini juga baru  
bentuk usulan dan harap tidak perlu difensif  dahulu.

Pernyataan Bung ABH ini  sebenarnya  dapat merupakan   suatu bentuk  
penghinaan  bagi  intelektual Bung sendiri, karena pemerintah   
sesuai dengan prosedurnya hampir setiap tahun melakukan seleksi 
berdasarkan  permintaan  dan usulan masyarakat dari  daerah masing-
masing untuk mengangkat para tokohnya menjadi pahlawan nasional, 
walaupun prosedurnya masih belum sempurna. Maka tidak heran kalau 
setiap daerah selalu berlomba-lomba mempromosikan putra daerahnya 
menjadi Pahlawan Nasional, dan ini dilaksanakan sejak tahun 1959. 

Sumatra Barat mengusulkan seorang pejuang dari etnis  Minang  yaitu 
Bagindo Azis Chan, Jawa Barat mengusulkan  seorang dari etnis Sunda 
yaitu Mohammad Toha, Riau mengusulkan 4 orang dari etnis Melayu  dan 
salah satunya Raja Ali Haji, Jawa Timur mengusulkan Bung Tomo dari 
etnis Jawa, demikian juga tokoh-tokoh dari etnis Bugis/Makassar 
dicalonkan dari Sulawesi Selatan, dll.

Adalah hal yang wajar  dan  sah-sah saja  kalau setiap daerah 
mengusulkan dari kelompok etnisnya sendiri sebagai calon pahlawan 
nasional,  dan  ini adalah sebuah realitas politik yang  berlaku, 
serta  belum pernah  ada pernyataan sebelumnya  yang menyatakan bahwa 
ini adalah suatu bentuk penghinaan yang besar atas jasa-jasanya 
dalam  mencalonkan dari etnisnya sendiri.

Pemerintah melakukan ini dalam rangka memasukkan semua komponen 
bangsa dalam perjuangan nasional, sehingga tidak ada komunitas atau 
golongan yang merasa disingkirkan atau dipinggirkan, dan memang 
disini ada  unsur politisnya, tetapi unsur politis yang positif, 
yaitu  salah satunya untuk meningkatkan solidaritas nasional atau   
menguatkan sense of nation dan  sense of belonging.

Apakah karena John Lie  (asal Minahasa) yang berasal dari etnis 
Tionghoa dan  dianggap tidak punya daerah asal , maka tidak boleh 
disebutkan mewakili kelompok etnisnya  sendiri ? 

Salam
G.H.





[budaya_tionghua] Fwd: In search of Indonesia's Chinese national heroes

2007-11-10 Terurut Topik Golden Horde
The Jakarta Post.com
Friday, November 09, 2007 
Asvi Warman Adam, Jakarta

Indonesia's first official appointment of national heroes was made in 
1959 and to date 137 individuals have been nominated for the title.

For more than 30 years during the New Order regime, ethnic Chinese 
were not mentioned in Indonesian history books. Any Chinese-related 
festivities or cultural performances were prohibited. 

It was only after political reforms that conditions changed. Chinese 
New Year is now a public holiday. Significant improvements have been 
made to the laws regulating citizenship and civil administration, 
however, less progress has been made on the country's official 
history. 

Students have never been told of the centuries of major contributions 
to science and technology made by ethnic Chinese in Indonesia. 

According to Indonesia's collective memory, no single ethnic Chinese 
ever fought in the revolution, but this is incorrect. One of the 
figures who served this republic was Chinese -- Major John Lie. 

Major Lie was first stationed in Cilacap as a captain in the Allied 
Forces. Over several months he was responsible for clearing the port 
of mines planted by the Japanese. He was then sent to safeguard ships 
carrying Indonesian commodities abroad. These goods were sold to 
replenish the state treasury, which lacked funds at the time. 

In 1947 he guarded a shipment of 800 tons of rubber being delivered 
to an Indonesian representative in Singapore, Utoyo Ramelan. He then 
took part in at least 15 missions, penetrating the Dutch blockade. 

Rubber and other crops were shipped to Singapore to be traded for 
weapons. These weapons were then delivered to state officials in 
Sumatra, including the regent of Riau, in the war against the Dutch 
military. 

The major and his men faced tough challenges as they not only had to 
avoid Dutch patrols, but also the Indian Ocean waves, which were 
relatively large for a ship of that size. 

In early 1950, while in Bangkok, Major Lie was summoned to Surabaya 
by the Navy chief of staff, Subiyakto, to serve as commander of the 
warship Rajawali. During his next term of service he joined military 
operations to wipe out the South Maluku Rebel group (in Maluku) and 
The Revolutionary Government of Indonesia/Permesta. John Lie 
continued serving Indonesia until he retired as rear admiral. He 
deserves the title of "national hero". 

Why is it necessary to have a Chinese hero? 

A list of national heroes is an album of a nation's struggles. Ethnic 
groups and regions are represented in this album. It is regrettable 
however that to date no ethnic Chinese are represented in it. Some 
individuals received orders of merit, for example the Bintang 
Mahaputra (civilian order of merit). 

Seven-time All-England badminton champion, Rudy Hartono, is an 
example, however, the title ranks lower than that of a national hero. 

An ethnic Chinese addition to the national hero list would show that 
Chinese, alongside peoples of other ethnic groups, fought for 
Indonesian independence and defended it. 

Biographies of national heroes are taught at schools all over 
Indonesia. With the nomination of ethnic Chinese national heroes, 
their stories and life would enter the collective memory, 
particularly among the younger generation. In other words the Chinese 
will be positively represented. 

Why is there no Chinese hero? 

During the New Order, everything that showed any trace of being 
Chinese was forbidden. It would have been nearly impossible to 
nominate a Chinese hero at that time. Now after the reforms, Chinese 
people themselves may not yet realize the significance of having 
someone from their own community as a national hero. 

Apart from this, people have no idea how to propose a national hero 
candidate. Nomination of an individual starts at the lowest level, 
i.e. at a municipal/regional level, up to the provincial level before 
his or her name is forwarded to the Social Services Ministry to be 
finally taken to the president. 

There are different opinions as to who should be nominated. A Chinese 
community figure, Eddy Sadeli, proposed Ni Hoe Kong, a Chinese 
captain living in Batavia in 1740. I have no objection to any 
nominees as long as we acknowledge at least one Chinese national 
hero. 

The government has gradually eased up on the New Order's anti-China 
attitude, but has not wanted to take the initiative very far. 

Soeharto once named a few people national heroes under extraordinary 
procedures, when in 1993 at the 30th anniversary of the return of 
West Irian, a number of Irian figures were named national heroes. 

When Tien Soeharto died in 1996, a minister suggested that the first 
lady be named a national hero, and in response to this, President 
Soeharto immediately issued a presidential decree. 

If there was an impression national heroes were those whose lives 
were spent in the political arena or involved in armed struggles, the 
government managed to

[budaya_tionghua] Re: 70 Tahun Tragedi Nanking

2007-11-08 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Sunny" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> http://www.suarapembaruan.com/News/2007/11/07/index.html
> 
> SUARA PEMBARUAN DAILY 
> 70 Tahun Tragedi Nanking
> Josef Purnama Widyatmadja 
> 
>Tahun 2007 adalah peringatan tujuh puluh tahun jatuhnya Kota Nanking 
>(Nanjing) ke tangan tentara Jepang. Peringatan kali ini istimewa 
>karena di beberapa kota besar di dunia akan diluncurkan sebuah film 
>berjudul "Nanking: Even in the Darkness of Times, There is Light" 
>produksi A Ted Leonsis dan disutradarai Bill Guttentag dan Dan 
>Sturman. Film tersebut dibuat berdasarkan buku karya Irish Chang 
>berjudul The Rape of Nanking: The Forgotten Holocaust of World War 
>II (1997). 
> ..
>Pada 9 November 2007 tiga tahun kematian Irish Chang. Ia ditemukan 
>mati di mobilnya di Santa Clara dalam keadaan kepala tertembak. 
>Dalam usia 36 tahun (lahir 1968) ia meninggalkan seorang suami dan 
>seorang anak lelaki berusia dua tahun. Belum jelas apakah dia mati 
>karena bunuh diri atau korban konspirasi pembunuhan sehubungan 
>dengan penelitian dan penerbitan bukunya. 
> 
>Buku Chang menjadi best seller dan membuka mata pembacanya adanya 
>holocaust di Asia selama Perang Dunia II. Sebelumnya, orang hanya 
>mengenal satu holocaust di Auswitch, kisah pembantaian orang Yahudi 
>oleh Nazi Jerman. 
> 
>Banyaknya korban selama invasi Jepang ke Nanking dilukiskan oleh 
>Chang sebagai pembantaian manusia yang tidak ada duanya dalam 
>sejarah dunia. Bukan hanya dalam angka, tapi juga dalam hal derajat 
>cara yang dipakai untuk pembunuhan. 
>. 
>Chang memperkirakan korban sekitar 350.000 orang, hampir mendekati 
>jumlah yang diklaim oleh pemerintah Tiongkok dan Koumintang. 
>Sedangkan pihak Jepang sampai saat ini tidak saja memperkecil jumlah 
>korban (sekitar 40.000), bahkan cenderung menyangkal bahwa 
>pembantaian itu terjadi. 
>.
>Chang tidak saja mengkritik Kaisar Hirohito yang puas dan menyambut 
>jatuhnya Nanking oleh tentara Jepang tanpa mempedulikan korban. 
>Tapi, Chang juga mengecam baik pemerintah Tiongkok yang tidak pernah 
>serius meminta pemerintah Jepang untuk meminta maaf dan memberikan 
>ganti rugi kepada korban. Lebih lanjut Chang menganggap penyangkalan 
>fakta pembantaian oleh pihak Jepang sebagai "pembantaian korban 
>kedua." 
>.
 


Berbeda dengan pemerintah  Jerman, pemerintah Jepang tidak pernah 
secara formal menyatakan permintaan maaf dan mengakui atas kekejaman 
yang dilakukan di Nanjing pada tahun 1937. Buku pelajaran sejarahnya 
(textbook)  juga berusaha untuk  menutupi kekejaman atau  memperkecil 
arti kejahatan perang tentaranya yang dilakukan  pada perang dunia ke 
2 pada umumnya dan pembantaian Nanjing khususnya.

Orang yang bertanggung jawab atas pembantaian Nanjing itu adalah  
Jenderal Iwane Matsui dan   terutama  Pangeran Asaka Yasuhiko, paman  
dari kaisar Jepang Hirohito  sebagai komandan  dan wakil komandan 
pasukan Jepang ketika merebut Nanjing pada bulan Desember 1937.

Pangeran Asaka  adalah orang yang bertangung jawab mengeluarkan 
perintah langsung  untuk membunuh semua tawanan di Nanjing.  Sesudah 
Jepang dikalahkan, Jenderal Matsui  dihukum gantung atas kejahatan 
perangnya, tetapi Pangeran Asaka diberikan amnesti  oleh Jenderal Mac 
Arthur, pimpinan tentara Sekutu di Jepang, dan hal ini dilakukan 
mungkin karena  Amerika ingin mengambil hati Jepang  yang dibutuhkan 
sebagai sekutu barunya dalam era perang dingin yang baru dimulai, 
atau  kalau sekiranya yang menjadi korban adalah warga Amerika 
sendiri, mungkin Pangeran Asaka  yang meninggal pada tahun 1981  akan 
diperlakukan seperti Jenderal Matsui juga (digantung).

Tetapi orang yang paling bertanggung jawab  atas pembantaian tersebut 
adalah Hirohito sendiri, dialah yang mengeluarkan perintah untuk 
tidak mengakui  status tawanan orang   Tiongkok sebagai status 
tawanan perang yang  dilindungi oleh  hukum internasional, sehingga 
dapat diperlakukan sesukanya. (On 5 August 1937, Hirohito personally 
ratified his army's proposition to remove the constraints of 
international law on the treatment of Chinese prisoners. This 
directive also advised staff officers to stop using the 
term "prisoner of war". Wikipedia).  Dan Hirohito juga  dilindungi 
oleh Amerika, sehingga bebas dari semua  tuduhan sebagai penjahat 
perang.

Pembunuhan massal terhadap warga sipil oleh tentara Jepang pada waktu 
perang dunia ke 2 bukan hanya terjadi Tiongkok saja, tetapi  
dilakukan  juga di Indonesia seperti salah satunya di Mandor, 
Kalimantan Barat, hanya dalam skala yang lebih kecil dibandingkan 
dengan yang terjadi di Nanjing pada tahun 1937.

Salam
G.H.

http://www.leechvideo.com/key/na

[budaya_tionghua] Re: Budaya tersinggung, OOT

2007-11-01 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, PK Lim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Salah satu faktor kekalahan Indonesia dalam bersaing dibidang 
>industri dengan negara2 berkembang lainnya ialah peraturan 
>perburuhan yang dibuat oleh Yacob Nua Wea dizaman pemerintahan 
>Megawati.  
>Peraturan itu ibarat membunuh angsa bertelur emas.  
>Sampai saat ini, para "wakil pekerja" tidak sadar, atau dikarenakan 
>kepentingan tertentu, bersikekeh mempertahankan peraturan yang tidak 
>bersahabat dengan investor.  
>Akibatnya sudah terasa dengan ditutupnya beberapa pabrik.  
>
> salam,
> PK Lim


Demo memprotes kedutaan Jepang karena penutupan pabriknya di 
Indonesia  sudah tentu tidak berhasil dan  sepertinya salah alamat 
("bark up the wrong trees"), karena permasalahan yang lebih  
substansial  belum  terpecahkan, seperti yang sering dikeluhkan para 
penanam modal asing maupun lokal yaitu masalah peraturan ketenaga 
kerjaan  yang dianggap tidak pro bisnis, high cost economy, peraturan 
yang tidak konsisten  dan  pembangunan infrastruktur yang lambat dll.

Peraturan ketenaga kerjaan  yang dibuat oleh Jacob Nuwa Wea  dibawah 
pemerintahan Megawati  membuat para penanam modal  (asing dan lokal) 
untuk mempertimbangkan dan memikirkan kembali  masak-masak sebelum 
berani mendirikan pabriknya di Indonesia, karena peraturan  ketenaga 
kerjaan yang berlaku sekarang bukanlah sebuah insentif yang menarik 
bagi para investor untuk mendirikan sebuah pabrik dengan memiliki 
banyak pekerja atau buruh.

Peraturan ketenaga kerjaan yang melindungi hak kaum pekerja adalah 
kebijaksanaan yang benar dan absolut, tenaga kerja Indonesia berhak 
untuk mendapatkan jaminan  kesejahteraan, keamanan tempat berkerja, 
upah minimum, perlindungan kesehatan dll, tetapi  peraturan ketenaga 
kerjaan yang dibuat pada periode   pemerintah Megawati  ini dianggap  
bukanlah sebuah pendekatan "win-win solution"  yang  memperhatikan 
kepentingan  kedua belah pihak antara pekerja dan pengusaha.

Para investor dan pengusaha mengeluhkan bahwa peraturan ketenaga 
kerjaan ini   kurang  memperhatikan kepentingannya, dan dianggap 
berat sebelah, terutama  bagi mereka yang memiliki banyak pekerja dan 
karyawannya  yang akan menghadapi banyak masalah nantinya.

Kebijaksanaan ketenaga kerjaan  yang populis ini memang popular 
dikalangan kaum pekerja dan buruh, dan dapat  dianggap berhasil 
mengangkat citra pemerintahan Megawati yang pro "wong cilik" seperti 
yang diharapkan sebagai salah satu kepentingannya, tetapi  
kebijaksanaan ini  sekaligus juga dianggap kontra produktif 
dan  "deterrent" atau bahkan  "self destructive"  bagi kebijaksanaan 
yang ingin mengundang investor (asing dan lokal) untuk menanamkan 
modalnya di sektor riil (seperti pabrik),  yang diharapkan dapat  
menciptakan lapangan kerja baru bagi angkatan kerja yang bertambah 
jumlahnya setiap tahun.

Sebagai salah satu alasannya yang dipakai, maka tak jarang beberapa 
perusahaan nakal dan tidak bertanggung jawab  yang  menutup 
pabriknya, tidak membayar upah pesangon  kepada buruhnya yang menjadi 
kewajibannya, seperti  halnya beberapa perusahan milik Korea yang 
kabur tanpa memberikan upah ke pekerjanya, seperti yang pernah 
dilaporkan oleh media massa sebelumnya.  
(http://www.majalahtrust.com/ekonomi/sektor_riil/1033.php)

Untuk merevisi peraturan ketenaga kerjaan yang telah dikeluarkan oleh 
Jacob N.W. rasanya tidak mudah lagi tanpa timbulnya  perlawanan dan 
protes dari golongan pekerja dan buruh atau kepentingan tertentu.  
Jadi harapan untuk memperbaiki iklim investasi  melalui peraturan 
ketenaga kerjaan di sektor riil, sementara masih terbatas dalam 
bentuk wacana dahulu.

Selain itu semoga juga  tidak ada lagi perusahaan yang akan menutup 
pabriknya  lagi yang akan menambah deretan  angka pengangguran lebih 
lanjut.

Salam
G.H.

 




[budaya_tionghua] Re: dear all member

2007-10-30 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Purnama Sucipto Gunawan" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Saya membutuhkan informasi mengenai biografi Bpk Haji Karim oei
>sejarah yayasannya. 
>sejarah Mesjid jami yang ada di jalam hayam wuruk. 
>menurut kabar mesjid ini adalah yang tertua di Jakarta ini didirikan 
>oleh suku tionghoa sendiri. 
>. 
> Terima kasih atas bantuanya
> Purnama
---

Mengenai H. Abdul Karim (Oey Tjeng Hien), telah ditulis dalam  sebuah 
buku  auto biografinya (255 hal) berjudul "Mengabdi Agama, Nusa Dan 
Bangsa"  yang diterbitkan pada tahun 1982 (cetakan pertama) oleh PT 
Inti Idayu Press, Gunung Agung.

Mungkin buku ini sudah tidak  dicetak  kembali, tetapi  dapat  
ditanyakan pada  toko buku Wali Songo, Kwitang-Jakarta pusat.

Mengenai  sejarah Mesjid  Jami di Kebon Jeruk  yang didirikan pada 
tahun 1786 oleh seorang Muslim Tionghoa bernama Tschoa yang  juga 
disebut disebut Kapitan Tamien Dossol, kepala  dari   Muslim 
Tionghoa  antara tahun 1780-1797, dapat dilihat dalam sebuah buku 
yang berjudul "Mesjid-mesjid tua di Jakarta", karangan A. Heuken SJ. 

Buku ini  merupakan salah satu dari seri 3 buku yang berjudul Gedung-
gedung ibadat yang tua di Jakarta (Mesjid, Kelenteng dan Gereja)yang  
diterbitkan pada tahun 2003 oleh Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta 
dan masih dapat dijumpai pada  beberapa toko buku Gramedia.

Semoga informasi ini dapat membantu.

Salam
G.H.




[budaya_tionghua] Re: Budaya tersinggung, OOT

2007-10-30 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Rekan-rekan,
>...
>Belum lama Lee Kuan Yew mengkritik kelambanan DPR menangani SEZ  
(Special Economic Zones) di Batam dan Bintan. 
>Para anggota DPR tersinggung mereka mengkritik Singapura habis-
>habisan, what next?
>SEZ yang dimulai di RRT, sekarang mau dicontoh di berbagai negera 
>termasuk India, Russia dan Indonesia, telah berhasil berubah 
>Shenzhen kampung yang sepi, gersang dan miskin, menjadi salah satu 
>kota modern di dunia.  Mengapa Indonesia takut mencontohnya?
>... 
>Jangan hanya berpolitik, agar terpilih lagi dalam pemilu yad.
>..
>Salam 
>Liang U
---

Disebabkan  beberapa alasan tertentu maka rencana pembangunan SEZ 
(Special Economic Zones) di Batam dan Bintan  bersama  Singapura 
memanglah  tidak berjalan  seperti yang diharapkan semula dan 
mengalami keterlambatan.

Di Tiongkok, pemerintah Singapura lebih berhasil  berkerjasama dengan 
pemerintah setempat membangun sebuah kawasan industri seperti  salah 
satunya Suzhou Industrial Park yang telah berjalan selama 12 tahun 
dan memperkerjakan sekitar 400,000 buruh serta membawa pemasukkan 
pajak sekitar 45 milliar yuan ke pemerintah setempat. 
(http://www.chinadaily.com.cn/bizchina/2007-
10/30/content_6215940.htm).

Suzhou Industrial Park ini  pada awalnya juga ada   masalah antara 
kedua belah pihak, tetapi hal ini dapat diatasi dan berkembang lebih 
lanjut hingga sekarang, bahkan dijadikan salah satu model kerja sama 
antara pemerintah Singapura dan Tiongkok.

Keterlambatan membangun SEZ di Batam dan Bintan berarti  juga 
keterlambatan menciptakan lapangan kerja baru di sektor industri. 
Kondisi ini diperburuk lagi dengan berita adanya beberapa pabrik yang 
menutup usahanya di Indonesia pada minggu lalu, seperti  penutupan 
dua  pabrik milik Panasonic ( PT. Panasonic Electronic Device 
Indonesia dan PT. Matsushita Toshiba Picture Display) dan sebuah 
pabrik gelas (PT. Nippon Glass).

Ribuan karyawan ketiga pabrik tersebut terpaksa dirumahkan atau 
kehilangan lapangan pekerjaan. Karyawan ketiga  pabrik itu  
mengadakan unjuk rasa didepan kedutaan Jepang memprotes penutupan 
pabrik, dan sepertinya tuntutan karyawan dan penutupan pabrik 
tersebut  tidaklah mendapat respons  yang cukup memadai dari pihak 
pemerintah maupun  dari  DPR, karena pemerintah dan DPR   juga 
mengetahui tidak dapat  berbuat banyak atau  dapat menghalangi 
penutupan ketiga pabrik itu. 

Diduga bahwa Panasonic memindahkan kegiatan bisnisnya ke Vietnam, 
karena mereka telah membangun pusat penelitan dan pengembangannya (R 
& D Research Centre) di Hanoi serta meluaskan usahanya  disana.

Mengambil model  dari Tiongkok, Vietnam sekarang memiliki sejumlah 
150  kawasan industri (Industrial and export-processing zones ) yang 
tersebar di 49  kota, dimana  90 diantaranya sudah beroperasi, 
sedangkan  lainnya masih dalam taraf konstruksi. 

Industrial and export-processing zones ini telah menarik sekitar 
2,500 perusahan asing  dengan total investasi 24  milliar dollar, 
selain 2700 perusahan lokal yang menanamkan modalnya sekitar 135 
trilliun Dong di kawasan-kawasan industri ini.
(http://www.vneconomy.com.vn/eng/?
param=article&catid=17&id=901420c3d0fcbd).

Pertumbuhan perekonomian Vietnam bersama India adalah yang tertinggi  
sesudah Tiongkok di kawasan Asia. Menurut survey  yang dilakukan oleh 
United Nations Conference on Trade and Development,  Vietnam sekarang 
menduduki peringkat ke 6 dunia sebagai tujuan penanaman modal asing 
(foreign direct investment) sesudah Tiongkok, India, Amerika, Russia  
dan Brasilia.. http://www.vneconomy.com.vn/eng/?
param=article&catid=07&id=c94382e71db464

Dan kedepan Vietnam memproyeksikan dirinya  akan menjadi suatu negara 
indusri baru pada tahun 2020.

Daya tarik Vietnam  sebagai target investor asing adalah upah 
buruhnya yang relatif masih murah (malah lebih rendah dari Tiongkok), 
disiplin dan produktivitasnya tinggi. Bagi Taiwan (investor yang 
terbesar), Jepang dan Korea kedekatan budaya dan agama  mereka dengan 
Vietnam  disebutkan sebagai salah satu potensinya juga.( 
http://english.vietnamnet.vn/biz/2007/10/752046/). 

Investor dari Indonesia juga sudah mulai berinvestasi ke Vietnam 
seperti salah satunya ialah  Ciputra Group yang membangun suatu 
kawasan kota baru di Hanoi yaitu "Ciputra Hanoi International City" 

Salah satu keberhasilan dan motor  pertumbuhan perekonomian yang 
tinggi di Tiongkok yangdiikuti oleh  Vietnam, bukan saja terletak 
pada upah buruhnya yang murah dan banyak jumlahnya (karena negara 
lain juga banyak yang murah dengan jumlah yang besar)  tetapi  sistim 
pemerintahannya yang  lebih terpusat  dan tidak terseret dalam arus  
perdebatan  politik berkepanjangan antara kepentingan kelompok elit, 
seperti yang ditulis oleh Melissa Chan dalam "Aljazeera"  (The 
driv

[budaya_tionghua] Fwd: Israel gets 'Chinese' admiral

2007-10-29 Terurut Topik Golden Horde
The Israel Navy's new commander is of Chinese descent, a first for 
the military top brass in the Jewish state.

Admiral Eli Marom -- nicknamed "Chiney" -- took over as navy chief 
this month after his predecessor, David Ben-Bassat, quit amid 
criticism of his conduct during the Lebanon war.

Marom's mother was a member of the Chinese Jewish community, born to 
a local man and a Russian emigre woman. She married Marom's father 
after he fled his native Germany for China during World War Two. 

In 1955, the couple moved to Israel, where Marom was born.
Marom's asiatic appearance may have helped him advance in the Israel 
Navy.

"The fact that Chiney looked different forced him constantly to show 
that he was better. He became one of the very best very quickly," one 
former comrade told the weekend Yediot Acharonot, which ran a profile 
of the new admiral.

Marom, 52, trained as an engineer and ascended through the ranks, 
overseeing major naval operations such as the 2002 capture of an 
Iranian-supplied weapons ship en route to Gaza.

http://www.jta.org/cgi-bin/iowa/breaking/104918.html
http://www.israelated.com/node/26732
http://dover.idf.il/NR/rdonlyres/B5CEA6AE-47FD-47D9-9162-
49C4C4FAD8E0/0/dotzsmall_cropped_big.jpg
---


Eli Marom yang keturunan dari keluarga Jahudi yang pernah tinggal di 
Tiongkok  sebelum  diangkat sebagai Panglima Angkatan Laut Israel ini 
adalah seorang atase militer Israel di Singapura. Orang tua dan kakek 
PM Israel Ehud Olmert diketahui juga  berasal  dari keluarga  imigran 
Jahudi yang pernah tinggal dan hidup di Harbin, Heilongjiang.

G.H.




[budaya_tionghua] Re: KEMAJUAN CHINA, bagaimana dengan Indonesia ?

2007-10-22 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, PK Lim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> 
>sebetulnya Indonesia sudah membangun ekonominya jauh sebelum negara2 
>lain.  Pada masa RRT masih di sibukkan dengan revolusi kebudayaan di 
>tahun 70an, Indonesia sudah membangun pabrik asembling mobil.  
>.. 
>Coba dibandingkan laju investasi di Vietnam, India dsb, tidak usah 
>dibandingkan dengan BRIC, Indonesia sudah lama dinilai tidak lagi 
>menarik sebagai tujuan investasi.  
>Jadi perbandingannya saya rasa cukup nyata dan mencemaskan.
 
> salam,
> PK Lim
--
 
Vietnam  memang akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang pesat, 
pertumbuhan ekonominya sekitar 8% per tahun. Di Ho Chi Minh City 
(dahulu dinamakan Saigon) orang dapat merasakan denyut pembangunannya 
seperti pembangunan infrastruktur, kawasan industri dan perumahan 
baru yang sedang dalam konstruksi.  

Pada saat kini memang sepeda motor mendominasi jalan-jalan di kota Ho 
Chi Minh ini, bahkan mungkin labih banyak daripada di Jakarta, hanya 
kendaraan mobilnya memang  kalah banyak jumlahnya dibandingkan dengan 
Jakarta. 

Tetapi  diprediksikan keadaan ini akan berubah di masa depannya, maka 
itu Kota Ho Chi Minh sekarang sedang menyiapkan diri untuk meng-
antisipasi kedepannya seperti sistim  transportasi umum Monorail dan 
Metro yang  direncanakan serta pengembangan kawasan kota baru.

Airport  Internasional Tan Son Nhat yang  saat kini sudah  diluaskan 
dan sangat modern arsitekturnya, bahkan  direncanakan akan diganti 
dengan airport  yang lebih baru dan besar lagi.

Dapat disebutkan bahwa konsep  pembangunan di Vietnam hampir 
mengikuti konsep dan strategi pembangunan di Tiongkok, mereka 
mempelajari pengalaman pembangunan di Tiongkok selama ini, mengambil 
segi positifnya, dan menyesuaikan dengan kondisi konkrit negaranya.

Pada tahun 1986, pemerintah Vietnam (Socialist Republic of Vietnam) 
mereformasi perekonomiannya yang dikenal dengan nama "Doi Moi" (era 
baru), yaitu dengan menerapkan  sistim perekonomian pasar bebas (free 
market economy) sehingga sektor swasta dapat berkembang.

Sejak itu banyak investor  luar negeri menanamkan modalnya disana 
seperti Jepang, Korea, Tiongkok, Taiwan, Amerika, Singapura dan 
Malaysia (seperti Berjaya Group) dll. Selain itu jaga banyak  orang 
Vietnam perantauan (overseas Vietnamese dan Tionghoa Vietnam) yang  
disebut Vietkhieu   membawa uang dan menanamkannya ke Vietnam kembali.
 
Kemiripan dengan  situasinya di Tiongkok selain  menganut   pasar 
bebas  adalah pengaruh dominasi Partai tunggal  yaitu partai 
komunisnya di kedua negara tersebut. Walaupun sistim pemerintahannya  
dianggap tidak demokratis  atau kebebasan terbatas untuk ukuran  
negara Barat atau negara lainnya, tetapi suka atau tidak suka model  
ini ternyata efektif dalam proses pembangunan pada saat sekarang. 

Pemerintahnya dan sebagian besar dari mereka menganggap bahwa  sistim 
demokrasi  dalam pengertian demokrasi liberal barat  yang dianggap 
sebagai salah satu syarat  pembangunan perekonomian suatu negara,  
masih terlalu mewah atau luksus untuk kondisi seperti sekarang, 
sekurang kurangnya bagi mayoritas rakyat dan negaranya yang masih 
tertinggal dan baru reunifikasi di tahun 1975. 

Ironisnya, dengan pemusatan kekuasan seperti ini, maka pemerintahnya  
dapat mengambil keputusan relatif lebih singkat  tanpa menunggu 
persetujuan  atau khawatir  dihadang parlemen.  Hal yang hampir 
serupa  dengan  yang  terjadi di Singapura (karena hampir tidak ada 
partai oposisi yang berarti) atau bahkan pemerintah Orba.

Mungkin dapat  dibandingkan  perkembangan antara negara Singapura 
yang dianggap  kurang demokratis dengan  Filipina yang telah lama 
mengecap iklim demokrasi barat. 

Pada saat kini yang diutamakan  oleh Vietnam adalah kebutuhan pokok 
rakyatnya dahulu  terpenuhi dan bebas dari keterbelakangan dan  
kemiskinan, sekarang bahkan Vietnam telah dapat mengekspor beras.

Selain bendera nasional Vietnam yang berdampingan dengan bendera palu 
arit dari Partai Komunis Vietnam yang berkibar pada gedung-gedung 
tertentu, orang tidak merasakan berbeda hidupnya dibandingkan dengan 
kota-kota kapitalis  lainnya seperti di Jakarta, Singapura atau 
Bangkok dll dan  tentu tidak sama dengan  di Burma yang represif 
pemerintahnya.

Korupsi juga ada di Vietnam, tetapi skalanya masih terbatas dan  
kalau  ketahuan  akan mendapatkan hukuman lumayan yang  tidak ringan. 
Mereka sadar bahwa kalau korupsi tidak dapat dikontrol atau 
diberantas, maka legitimasi partainya akan terkikis.

Sekarang tugas   generasi muda  yang lebih berpendidikan dan 
profesional yang akan membangun perekonomian negaranya menggantikan 
tugas  generasi tuanya yang telah berjasa membebaskan dan menyatukan 
Vietnam, tetapi tidak cukup  pendidikannya untuk mengelola 
perekonomian suatu negara modern.

Dengan konsep pembangunan seperti sekarang serta rakyatnya yang mau 
berkeja keras dan 

Re: Fwd: [budaya_tionghua] KRT Secodiningrat alias Tan Jin Sing

2007-10-22 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, PK Lim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Pak Thomas,
> 
>Saya kirim ulang email saya yang terdahulu.  Ada buku terbitan 
>Gramedia mengenai riwayat hidup beliau. 
>Salam,
>PK Lim
>...
>Kabarnya di Yogya ada jalan yang dinamakan Secodiningrat.  Meninggal 
>pada tahun 1831.  Keturunannya membentuk Paguyuban Keturunan 
>Secodiningrat dan beranggota lebih dari 200.
>. 
>Mungkin ada yang dapat menambahkan serita ini? 
>Salam,
>P.K. Lim


Buku mengenai Tan Jin Sing pernah diterbitkan oleh Penerbit PT 
Pustaka Utama Grafiti pada tahun 1990 (cetakan pertama) dengan 
judul "Tan Jin Sing Dari Kapiten Cina sampai Bupati Yogyakarta". 
Ditulis oleh T.S. Werdoyo yang disebutkan sebagai salah satu 
keturunannya.

Tan  yang  telah berkenalan dengan Raffles ketika itu, juga ikut  
berperan  bersamanya dalam menemukan dan merestorasi kembali candi 
Borobudur  yang telah lama  terbengkalai dan dilupakan orang  serta  
ditutupi oleh semak belukar. 

Tan  membuat peta lokasi dan laporan  tentang keadaan candi 
Borobudur  yang akan digunakan  oleh  Raffles dan tim ahli purbakala 
lainnya dalam kunjungannya pada tahun 1814. Dalam rangka kunjungan 
Raffles  dan tim ahli purbakalanya ke Borobudur itu,  Tan membangun 
jalan selebar 5 meter dari desa Bumisegoro menuju candi Borobudur.

Karena Tan juga dapat berbahasa Inggris dan  Jawa-Sanskrit, maka 
Raffles juga pernah memintanya untuk menjadi penerjemah naskah-naskah 
yang dikumpulkannya dalam penyusunan buku sejarah Jawa "History of 
Java", sekiranya dibutuhkan

Dan mengenai sebuah  nama jalan di Yogya memang  dahulu  pernah 
dinamakan Secodiningrat, tetapi kini sudah diganti dengan nama jalan 
P. Senopati.

Salam
G.H.




[budaya_tionghua] Turut belasungkawa

2007-10-17 Terurut Topik Golden Horde
Turut  belasungkawa  atas meninggalnya Ibu mertua Bp. King Hian, 
sebagai salah satu moderator  yang telah banyak memberikan  waktunya  
demi kemajuan milis Budaya Tionghoa ini.

Salam
G.H.




[budaya_tionghua] Kongres PKT ke-17 dan Pemberantasan Korupsi

2007-10-16 Terurut Topik Golden Horde
Seperti halnya dengan presiden SBY yang berjanji akan memberantas 
korupsi dengan tegas, demikian juga dengan Presiden Hu JinTao akan 
melakukan hal yang sama seperti  yang dinyatakannya  dalam Kongres  
Nasional  Ke-17 PKT (Partai Komunis Tiongkok) sekarang.

Kongres Nasional Ke-17 PKT yang  diselenggarakan setiap 5 tahun 
sekali dan sedang berlangsung di Beijing sekarang, menyatakan bahwa 
masalah korupsi di Tiongkok sekarang sudah  dalam tahap cukup serius 
yang  dapat berpotensi  membahayakan stabilitas sosial, politik, 
ekonomi dan dasar legitimasi partai. 

Tahun 2006 lalu sekitar 97,000 pejabat negara dikenakan tindakan 
disiplin  karena dugaan  kasus korupsi dan bulan Juni tahun 2007 ini 
saja ada sekitar 1800 pejabat  yang  mengaku terlibat. 
(http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/7039383.stm). 

Menurut laporan Carnagie Endowmnet for International Peace,  negara 
dirugikan  sekitar 86 milliard dollar karena  kasus korupsi 
(http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/7046606.stm) dan diantara 
pejabat tinggi yang terlibat  dalam kasus korupsi  ini antara lain 
adalah Direktur Badan Pengawas Obat dan Pangan Zheng Xiaoyu, 
sekretaris parta kota Shanghai Chen Liangyu, dan mantan Direktur 
Utama Sinopec (Pertamina-nya Tiongkok) Chen Tonghai  yang juga 
ditangkap karena dugaan korupsi 
(http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/7046606.stm) dll.

Masalah lainnya yang dianggap dapat mengancam stabilitas sosial, 
politik dan ekonomi Tiongkok adalah besarnya jurang  perbedaan antara 
yang kaya dengan yang miskin dan antara   penduduk kota dengan desa 
seperti yang terjadi pada saat kini. Hu  berjanji akan berusaha 
mengurangi jurang sosial ini yang sekiranya tak dapat diatasi akan 
berpotensi menimbulkan gejolak sosial dimasa depannya.

Masalah lingkungan hidup juga mendapat perhatian yang besar dalam 
Kongres tersebut. Pemerintah berjanji akan  menambah anggarannya 
dan akan mengambil langkah, peraturan dan kebijaksanaan  
yang tegas untuk mencegah degradasi lingkungan lebih lanjut.

Hu mengakui dalam laporannya bahwa sejak  dimulainya proses 
modernisasi pada akhir tahun 1970-an, Tiongkok telah mengalami 
pertumbuhan  ekonomi yang pesat, tetapi pertumbuhan ini juga membawa 
dampak negatif lainnya seperti  degradasi lingkungan hidup dan 
kesenjangan sosial. 

Kedepannya Hu menyusun sebuah  strategi pembangunan yang dalam "Road 
Map"-nya  disebut dengan istilah "Pembangunan Ilmiah" (scientific 
development), istilah yang hampir identik dengan istilah "Sustainable 
Development" (pembangunan berkelanjutan). Jadi tidak lagi mengikuti  
model pembangunan "all out", tanpa memperhatikan dampak terhadap 
lingkungan dan sosial dalam mengejar pertumbuhan ekonomi semata-mata. 

Pembangunan infrastruktur sosial seperti kesehatan masyarakat dan 
pendidikan juga akan menjadi salah satu  bagian dari "pembangunan 
ilmiah" yang akan diprioritaskan. 

Salah satu agenda yang penting dalam Kongres Nasional Ke-17 PKT ini 
adalah membahas srtategi pembangunan ekonomi kedepannya. Pada tahun 
2020, GDP Tiongkok  diproyeksikan akan  berjumlah empat kali lipat  
dibandingkan dengan GDP tahun 2000. 

Di bidang politik Hu juga  menjanjikan akan mereformasi sistim 
politiknya secara gradual, seperti demokrasi dalam tubuh internal 
partai seiring dengan perkembangan ekonomi dan sosial di Tiongkok, 
dan sudah tentu bukan demokrasi  liberal dalam pengertian sistim 
politik  Barat dan di bidang politik luar negeri Tiongkok akan tetap  
berpedoman menempuh jalan perkembangan damai seperti yang dilakukan 
selama ini.

Karena  pengaruh dan peran Tiongkok dalam percaturan politik dan 
perekonomian dunia pada saat kini dan dimasa depannya, maka kongres 
ini menjadi salah satu pusat perhatian negara-negara  didunia lainnya 
yang  mengikutinya  dengan saksama. 

Salah satu yang menjadi perhatian adalah calon-calon  atau kandidat 
pemimpin Tiongkok  generasi ke-5 yang akan menggantikan Hu Jin Tao 
yang akan habis masa jabatannya pada tahun 2012 mendatang atau lima 
tahun ke depan.

Pada kongres ini ada dua nama yang dimunculkan sebagai kandidat yang 
berpotensi yaitu Xi Jinping (54 tahun), sekretaris partai kota 
Shanghai dan  Li Keqiang (52 tahun), sekretaris partai  dari 
propinsi  Liaoning. Keduanya dianggap sebagai orangnya Hu Jin Tao 
yang diharapkan akan melanjutkan estafet kepemimpinannya nanti, dan 
biasanya mereka akan diangkat menjadi anggauta komite tetap 
politbiro  (the politburo standing committee) terlebih dahu sebelum 
memegang tanggung jawab kenegaraan yang lebih tinggi.

G.H.




[budaya_tionghua] Fwd: Papa renews call to hire China maids

2007-10-14 Terurut Topik Golden Horde
Keinginan Presiden Persatuan Agensi Pembantu Rumah Asing Malaysia 
(Papa), Datuk Raja Zulkepley Dahalan untuk mendatangkan TKW dari 
Tiongkok  belum lama berselang ini  telah menimbulkan kehebohan 
dikalangan ibu rumah tangga dari  golongan etnis Tionghoa di 
Malaysia, seperti yang disuarakan oleh Wanita MCA, sebuah organisasi 
wanita dari partai MCA (Malaysian Chinese Association).

Wanita MCA memprotesnya dengan usulan ini, karena TKW asal Tiongkok  
yang disebut sebagai "Little Dragon" (Naga Kecil) mempunyai reputasi 
atau dituduh sering merebut suami orang atau suaminya!

Saran untuk mendatangkan TKW dari Tiongkok ini, selain dari India, 
Nepal, Laos dan Vietnam  muncul kembali  ketika hubungan antara 
Malaysia dengan Indonesia makin memburuk akhir-akhir ini.

Sebagai konsekwensi dan reaksi  dari  ketegangan hubungan antara 
kedua negara ini, maka pemerintah Malaysia  meninjau kembali untuk 
mendatangkan tenaga kerja baru  dari Indonesia lebih lanjut.
http://www.economist.com/world/asia/displaystory.cfm?story_id=9961243

Malaysia merencanakan untuk mendatangkan tenaga kerja seperti TKW 
dari beberapa negara, salah satunya dari Tiongkok  yang ditentang 
oleh para ibu rumah tangga golongan Tionghoa di Malaysia.

Seperti diberitakan bahwa saat sekarang ada  sekitar 320,000 TKW yang 
berkerja  di Malaysia,  95%  darinya berasal dari Indonesia, 
selebihnya berasal dari Filipina, Thailand, Cambodia,  dll. 
http://www.iht.com/articles/ap/2007/10/10/asia/AS-GEN-Malaysia-Maid-
Shortage.php

Dan 80% daripada TKW  itu  berkerja sebagai pembantu rumah tangga itu 
pada keluarga-keluarga golongan Tionghoa Malaysia.

Diperkirakan bahwa Malaysia bukan saja akan mengurangi jumlah tenaga 
kerja wanita yang berasal dari Indonesia , tetapi kemungkinan juga 
tenaga kerja lainnya seperti buruh bangunan, infrastruktur dll.

Kedekatan budaya dan bahasa antara Indonesia dan Malaysia yang sering 
disebut juga sebagai "serumpun" (rumpun Melayu), tidaklah  selalu 
menjamin adanya  keharmonisan hubungan antara keduanya.

Sebenarnya kedua-duanya saling membutuhkan dan dapat mengisi 
kekurangan-kekurangannya. Malaysia kekurang tenaga kerja, sedangkan 
Indonesia kekurangan lapangan kerja. Tetapi seperti Shakespeare 
pernah mengatakan "The near in blood, the nearer bloody". 
http://www.economist.com/world/asia/displaystory.cfm?story_id=9961243

G.H.
-

Papa renews call to hire China maids

PETALING JAYA: While the Malaysian Association of Foreign Housemaids 
(Papa) has renewed its call to allow the hiring of maids from China, 
Wanita MCA has once again said no. 

Lauding the Government for excluding China as a source for maids, 
Wanita MCA chief Datuk Dr Ng Yen Yen said it was a wise move that 
would be good for families here. 

However, Papa president Datuk Raja Zulkepley Dahalan is insistent 
that the idea of hiring maids from China has merit considering the 
constant difficulty in sourcing for maids from Indonesia coupled with 
the fact that 80% of households hiring maids are Chinese. 

He said the hiring of maids from China could be done in a controlled 
manner. 

"There is an indication that Indonesia may stop sending maids to us. 
If that happens, what will happen to the Chinese community who rely 
heavily on maids?" he asked. 

"It could be done on a trial basis if need be, where just a few good 
and reputable companies will be allowed to bring in good maids and 
employers will also be vetted." 

Dr Ng said the Government's intention to open up the industry to 
other source countries showed the administration realises families 
needed help to manage the households. 

Dr Ng and Raja Zulkepley were commenting on the decision of the 
Cabinet Committee on Foreign Workers to allow the hiring of maids 
from India, Nepal, Laos and Vietnam, once memorandums of 
understanding (MoU) are signed with these countries. 

When contacted, Home Affairs Minister Datuk Seri Radzi Sheikh Ahmad 
said there was no timeframe set for when the MoUs had to be signed 
and that talks had to be initiated with the countries before anything 
else. 

While Dr Ng thanked the Government for responding to Wanita MCA's 
request to exclude China, Raja Zulkepley also thanked the Government 
for responding to Papa's request to open up more source countries. 

"We officially protested against any move to bring in maids from 
China," Dr Ng said. 

The protest occurred in July after the Government decided that it 
would look to China for maids, with Wanita MCA saying it had been 
besieged with complaints from women whose husbands had been "stolen" 
by little dragon ladies from China. 

After the uproar, the Government decided to reconsider the idea.  

http://www.thestar.com.my/news/story.asp?
file=/2007/10/12/nation/19140123&sec=nation









[budaya_tionghua] May 13: Declassified Documents on the Malaysian Riots of 1969

2007-10-03 Terurut Topik Golden Horde

Pada bulan Mei  2007 yang  lalu sebuah buku yang  berjudul "May 13: 
Declassified Documents on the Malaysian Riots of 1969" tulisan Dr. 
Kua Kia Soong telah  diterbitkan di Malaysia menjelang peringatan 38 
tahun peristiwa kerusuhan rasial di Malaysia  pada tahun 1969 itu.

Buku ini telah menimbulkan kehebohan yang  memancing  perhatian 
publik yang cukup  besar baik di Malaysia maupun di Singapura, karena 
didalam buku tersebut Dr. Kua mengungkapkan latar belakang  politik 
dan pelaku utamanya  dalam peristiwa rasialis yang memakan korban 
banyak jiwa tersebut, terutama dari golongan Tionghoa.

Bahan-bahan yang menjadi sumber penulisan buku itu bersumber dari 
dokumen, laporan dan surat-surat  yang  sudah dikategorikan sebagai  
bukan rahasia lagi (declassified documents), yang disimpan di  Public 
Records Office di London. Dengan demikian  maka umum  dapat 
mengaksesnya.

Buku May 13 ini telah membuat partai yang berkuasa UMNO menjadi 
berang, karena fakta-fakta yang diungkapkan itu  menggoyahkan dasar 
legitimasi kekuasaan UMNO dan versi mengenai peristiwa kerusuhan 
rasial 1969 yang diungkapkan dalam buku itu  juga bertentangan 
dengan  versi resmi pemerintahan. 

Oleh karenanya maka  buku-buku  itu disita oleh pemerintah Malaysia  
(Internal Security Ministry) yang baru saja diluncurkan dan dijual 
pada beberapa toko buku, tetapi   PM. Malaysia Badawi berjanji bahwa 
buku tersebut tidak akan dilarang.

Buku ini  menyebutkan bahwa latar belakang peristiwa kerusuhan rasial 
13 Mei 1996 itu adalah sebuah  bentuk plot atau rekayasa  yang 
digerakkan  oleh golongan kapitalis negara  yang didukung oleh 
militer dan polisi, sebagai dalih untuk menggusur PM. Tunku Abdul 
Rahman yang dianggap mewakili golongan bangsawan dan sekaligus  untuk 
menegakkan dominasi  golongan Melayu 

Dr. Kua menulis bahwa kudeta  yang didukung oleh militer dan polisi 
terhadap Tunku Abdul Rahman adalah tanda kemunculan kelas kapitalis 
negara baru di tubuh Aliansi yang didominasi oleh UMNO dan bersimpati 
dengan ekonomi Barat ("in fact, coup d'tat backed by the army and 
police to place  the "ascendant capitalist class" in power or those 
elements in the Malaysian Alliance who were more favorable to the  
western economicsto size control of the reign of 
power from the old aristocrats to implement the new Malay agenda").

Selama ini versi resmi pemerintah  tentang kerusuhan rasial ini 
adalah dipicu  oleh  "provokasi" yang dilakukan oleh golongan oposisi 
(DAP dan Gerakan) yang didominasi oleh golongan Tionghoa dalam pawai 
kemenangan pemilu  di Kuala Lumpur dan beberapa tempat lainnya 
mengunggulkan  Partai Aliansi yang berkuasa ketika itu.

Versi resmi pemerintah ini dibantah oleh Dr. Kua Kia Soong didalam 
bukunya, disebutkan bahwa kerusuhan 13 Mei itu bukanlah  sebuah 
peristiwa  yang spontan terjadi, melainkan sebuah rekayasa yang 
dilakukan oleh Tun Abdul Razak dan pengikutnya di UMNO  untuk 
menggusur Tunku Abdul Rahman. 

Kesimpulannya adalah bahwa peristiwa 13 Mei 1969 di Malaysia ketika 
itu lebih merupakan sebuah bentuk "state terorrism" atau "shock 
treatment" terhadap salah satu kelompok warganya untuk tujuan politik 
tertentu daripada  kerusuhan yang berdasarkan konflik antar etnis.

Setelah peristiwa 13 Mei tersebut terjadi, tak lama kemudian Tun 
Abdul Razak  naik ke panggung kekuasaan menggantikan Abdul Rahman. 
Tun  segera  mengimplementasikan  program NEP (New Economic Policy) 
atau disebut juga sebagai  Kebijakan Ekonomi Baru (KEB,)  pada tahun 
1971 sebagai bentuk"affirmative action" untuk mengukuhkan  dominasi 
golongan Melayu di bidang perekonomian, pendidikan, pekerjaan dll.

Didalam  buku itu juga diungkapkan insiden-insiden  secara kronologis 
yang mengindikasikan adanya sebuah rekayasa seperti:

Sebelumnya sudah tersebar rumor-rumor akan terjadinya  kerusuhan 
rasial.

Para provokator dan pelaku utamanya adalah preman-preman (samseng) 
Melayu yang didatangkan  dari luar kota ke Kuala Lumpur dan kota 
lainnya  dengan kendaraan truk yang terorganisir ("and the riots 
were works of "Malay thugs" orchestrated by politician behind the 
coup."). 

Selain preman,  UMNO  yang mendominasi Partai Aliansi,  juga 
mengorganisir dan mempersiapkan elemen-elemen pemuda Melayu di tempat 
kediaman Menteri Besar Selangor Harun Idris untuk melakukan aksi 
kerusuhan rasial,  seperti berita yang dilaporkan oleh koresponden 
asing.

Pihak keamanan seperti polisi dan tentara membiarkan para perusuh dan 
preman tersebut serta warga Melayu lainnya yang terpancing, untuk  
melakukan aksi kekerasan terhadap warga Tionghoa, bahkan beberapa 
kesatuan keamanan berpihak pada perusuh dengan  menembaki pertokoan  
warga Tionghoa di Kuala Lumpur seperti yang disaksikan oleh wartawan 
asing yang melaporkan dimana "Royal Malay Regiment" menembaki 
pertokoan-pertokoan  orang Tionghoa tanpa alasan.

Tentara dan Polisi Malaysia yang dianggap selama ini  dianggap ampuh 
dalam menumpas gerilyawan Komunis, sepertinya tid

[budaya_tionghua] Re: China entrepreneurs back ties with Japan

2007-09-17 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Sunny" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> Sunday, Sept. 16, 2007
> 
>China entrepreneurs back ties with Japan
>KOBE (Kyodo) Chinese entrepreneurs from around the world began a 
>three-day meeting in Kobe on Saturday, with China's fourth-ranked 
>leader Jia Qinglin pledging to promote ties with Japan to continue 
>the warming of ties that began during outgoing Prime Minister Shinzo 
>Abe's tenure.
>.
>In an interesting move, former Chief Cabinet Secretary Yasuo Fukuda, 
>the leading candidate to succeed Abe, made a surprise video 
>appearance at the Ninth World Chinese Entrepreneurs Convention, also 
>promising to promote regional development in Asia.
>.. 
>Some 3,600 participants, including 2,600 ethnic Chinese, from 33 
>countries gathered for the biennial convention, which Japan hosted 
>for the first time.It is the first time the host country's leader 
>has skipped the convention since it was initially proposed in 1991 
>by then Singaporean Prime Minister Lee Kuan Yew.
>... 
>Other prominent figures, such as Toyota Motor Corp. Chairman Fujio 
>Cho, Matsushita Electric Industrial Co. Corporate Counselor Yoichi 
>Morishita, and former Philippine President Fidel Ramos also attended 
>the opening event. 
> ...
>The second day will be followed by a series of workshops on broad 
>topics including economics, urban development, media, and medicine 
>at the International Convention Center in Kobe.
>-

World Chinese Entrepreneur Convention (Konvensi Pengusaha Tionghoa 
Sedunia)  yang diadakan di Kobe ini adalah untuk yang ke-9 kalinya. 
Pertama kalinya diadakan di Singapura pada tahun 1991 atas gagasan   
Singapore Chinese Chamber of Commerce & Industry untuk menjalin  
kerjasama ekonomi diantara pengusaha-pengusaha Tionghoa sedunia dan 
sekaligus  memperkenalkan pengusaha Tionghoa itu dengan   negara 
tuan rumahnya (host country) dengan tujuan untuk  membangun  kerja  
sama ekonomi  dan negosiasi bisnis antara pengusaha Tionghoa sedunia 
dengan negara tuan rumahnya itu.

Negara-negara yang pernah menjadi tuan rumahnya sampai kini  adalah 
Singapura (1991), Hongkong (1993), Bangkok (1995), Vancouver (1997), 
Melbourne (1999), Nanjing (2001), Kuala Lumpur (2003), Seoul (2005) 
dan Kobe (2007).  Negara-negara yang  menjadi tuan rumah ini  jeli 
melihat kesempatan dan  potensi pengusaha-pengusaha  "Chinese 
Overseas"  ituyang diperkirakan memiliki  floating asset  lebih 
dari 3 trilliun dollar (Their worldwide floating assets exceed $3 
trillion) 
http://english.chosun.com/w21data/html/news/200610/200610310019.html

Menjelang  penutupan "The World Chinese Entrepreneur  Convention"  di 
Seoul  pada tahun 2005 yang diselenggarakan hanya  dua hari itu  (10-
12 oktober 2005) , Korea  berhasil menggaet   investasi sebesar 850 
juta dollar dan letters of export  intent senilai 580 juta dollar 
(http://english.peopledaily.com.cn/200510/13/eng20051013_214196.html)

Beberapa negara  telah menunjukkan minatnya dengan menawarkan 
negaranya untuk menjadi tuan rumah penyelenggara konvensi ini dan 
hampir setiap konvesi selalu dihadiri atau dibuka oleh pemimpin 
negara tuan rumah, kecuali yang di Jepang , karena PM Jepang Abe 
sedang  dirawat dirumah sakit ketika itu. 

Apakah suatu waktu konvensi ini  juga akan diselenggarakan di 
Jakarta? entahlah, ketika pertama kalinya diselenggarakan  pada tahun 
1991 di Singapura (masih jaman Orba), beberapa pers nasional  ketika 
itu masih menanggapinya dengan sinis dan kecurigaan

Salam
G.H.. 










[budaya_tionghua] Re: Chinese babies for sale

2007-09-14 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ray Indra" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Saat ke Guangzhou kemarin, sempat mampir ke Shamian Island untuk 
>melihat2 peninggalan kolonialisme Barat di sana.  
>Yang unik, adalah maraknya adopsi bayi di sana, setiap tahun 
>sekitar 10.000 pasang ortu mengadopsi bayi Chinese (konon antara 
>lain artis  Meg Ryan). Memang sebagian besar (95%) adalah bayi 
>perempuan yang  tidak diinginkan keluarganya.  
> 
>"harga" ("fee") resminya adalah sekitar USD 12 ribu, tapi pada 
>kenyataannya bergerak antara USD 16 - 22 ribu, mungkin kalau 
>minta 'cepat beres'. 
> 
>Hati saya tercekat melihat puluhan bayi2 lucu itu digendong orang 
>tua  baratnya di bandara. Hanya bisa berkata dalam hati "semoga masa 
>depanmu cerah ya nak, don't ever forget who you are..."
>--

Banyaknya bayi wanita yang diadopsi oleh orang asing ini  merupakan 
salah satu symptom  dari  masalah  atau dilema yang dihadapi oleh  
Tiongkok  sekarang yaitu sebagai salah satu dampak sampingan dari 
kebijaksanaan politik  satu anak ("one child policy") yang tujuan 
utamanya adalah untuk mengontrol pertumbuhan penduduk yang besar di 
Tiongkok terutama terhadap penduduk kota besar.  

Golongan etnis minoritas  dikecualikan dalam kebijaksanaan ini dan  
diberikan toleransi lebih longgar untuk mendapatkan anak lebih dari 
satu, dan di beberapa daerah pedesaan juga masih ditoleransi 
mempunyai anak yang kedua dalam  jarak kelahiran tertentu.

Selain itu  ada juga yang disebut dengan kebijaksanaan  "satu 
setengah anak" (one-and-a-half-child policy")  sebagai salah satu 
bentuk  modifikasi kebijaksanaan keluarga berencana, dimana mereka 
yang mempunyai bayi perempuan diijinkan untuk mempunyai anak lagi 
yang kedua, tetapi bagi yang telah memiliki bayi laki-laki harus stop 
untuk melahirkan kembali (http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-
pacific/3601281.stm)

Kebijaksanaan politik satu anak ini  (seperti di Indonesia "keluarga 
berencana") memang dapat dikatakan berhasil dijalankan oleh 
pemerintah Tiongkok selama ini, sehingga pertumbuhan penduduknya  
dapat terkontrol dan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang 
lebih tinggi dan berkwalitas  bagi  anak-anak-nya  juga lebih besar.

Tetapi politik kebijaksanaan ini juga  menimbulkan  dampak  samping 
lainnya yang negatif   terhadap keseimbangan atau rasio penduduk laki-
laki dengan perempuan (sex ratio), dimana bayi laki-laki lebih 
diutamakan daripada bayi perempuan, apalagi tradisi  dan persepsi 
masyarakat Tiongkok yang lebih mengutamakan (preferensi)  mempunyai 
keturunan laki-laki daripada perempuan dengan berbagai macam alasan 
dan latarbelakang yang sudah diketahui.

Akibat kebijaksanaan politik satu anak ini, berbagai masalah   sosial 
muncul dalam pelaksanaannya, seperti aborsi, bayi yang ditelantarkan, 
penjualan bayi,  adopsi  atau bahkan  female infanticide (pembunuhan 
bayi perempuan) atau  kadang-kadang disebut juga "gendercide". 

Sejak diperkenalkannya perangkat "Ultrasonograph" pada beberapa rumah 
sakit dan klinik  di Tiongkok, maka praktek-praktek pengguguran  bayi 
atau aborsi  lebih meluas, karena jenis kelamin bayi yang  masih 
dalam  janin kandungan dapat diditeksi  dan diseleksi  jenis 
kelaminnya (sex selections)  secara dini dengan alat ultrasonograph 
modern ini.

Pada tahun 2005, rasio jenis kelamin (sex ratio)  kelahiran antara 
bayi laki dengan perempuan di Tiongkok adalah 123 : 100, berarti  123 
bayi laki-laki  yang dilahirkan untuk  setiap kelahiran 100 bayi 
perempuan  (tahun 2000 rasio kelahiran bayi  laki-laki dan perempuan 
110:100). 

Sedangkan rasio kelahiran laki-laki dan perempuan didunia rata-rata-
nya adalah  100:104-107, yang berarti lebih banyak bayi perempuan 
yang dilahirkan daripada laki-laki pada rata-rata di negara dunia 
lainnya.(http://www.china.org.cn/english/features/cw/192838.htm)

Sekiranya trend penduduk Tiongkok berlanjut seperti sekarang tanpa 
perubahan, maka komposisi demografi penduduk Tiongkok pada tahun 2020 
nantinya akan terjadi defisit wanita sekitar 40 juta 
(http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/3601281.stm), ini 
berarti Tiongkok akan mengalami kelebihan  atau surplus  40 juta laki-
laki (dua kali penduduk Australia)pada tahun 2020.

Sex ratio yang tidak seimbang ini atau disebut juga "gender 
imbalance"  atau "gender disparity" ini berpotensi akan  menimbulkan 
berbagai masalah (salah satunya  meluasnya prostitusi)   dan 
stabilitas sosial-politik dimasa depannya. 

Salam
G.H.










[budaya_tionghua] Re: Tee Boen Liong, Warga Tionghoa yang Kondang sebagai Dalang Wayang Kulit

2007-09-14 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "RM Danardono HADINOTO" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Kamis, 13 Sept 2007, 
> Tee Boen Liong, Warga Tionghoa yang Kondang sebagai Dalang Wayang 
> Kulit
--

Patut dihargai bahwa masih ada generasi muda Tionghoa (Tee Boen 
Liong)  yang dapat mengapresiasi  dan mewarisi seni wayang kulit ini, 
sebelumnya juga pernah diketahui pada  sebelum tahun 1967   seorang 
Tionghoa bernama Gan Thwan Sing  (1885-1966)  mendalami seni wayang 
kulit di Yogya yang disebut sebagai wayang "Cina Jawa" . Gan dikenal 
sebagai orang yang mempelopori dan menciptakan  seni wayang 
kulit "Cina Jawa".

Wayang kulit "Cina Jawa" ini muncul untuk pertama kalinya di 
Yogyakarta pada tahun 1925.  Wayang kulit ciptaan Gan Thwan Sing ini 
merupakan bentuk baru jenis wayang kulit bercorak Tionghoa.  Lakon 
atau cerita yang dimainkan adalah mitos dan legenda negeri Tiongkok, 
namun penyajiannya mengikuti pola pertunjukan wayang kulit Jawa. 
Bahasa pengantar adalah bahasa Jawa. Musik karawitannya gamelan Jawa.

Seperti umumnya dalang wayang kulit purwa, seorang dalang 
wayang "Cina-Jawa" pun harus memiliki kemampuan seperti halnya dalang 
wayang kulit purwa. Hal ini disebabkan karena teknik pertunjukan 
wayang yang diciptakan oleh Gan Thwan Sing mengikuti pola pertunjukan 
wayang kulit purwa. Misalnya, para dalang harus mengucapkan mantra 
sebelum memulai pertunjukan wayang kulit. Selain itu, sang dalang 
juga harus menguasai gendhing (lagu) atau tembang-tembang Jawa, 
menguasai cerita, menguasai bahasa Jawa (di lingkungan keraton, 
masyarakat biasa, dewa, pendeta, raksasa). 

Berbeda dengan wayang kulit purwa, yang memiliki adegan banyolan 
(punakawan : Semar, Gareng, Petruk, Bagong), pada mulanya dalam 
pertunjukan wayang "Cina-Jawa" ini tidak dikenal adegan tersebut, 
pada perkembangan selanjutnya, Gan Thwan Sing menciptakan tokoh-tokoh 
mirip punakawan, yang diberi busana dan tata rambut bercorak 
Tionghoa  klasik, kecuali Semar. Tokoh Semar sengaja tidak diciptakan 
karena Gan Thwan Sing memahami makna tokoh Semar bagi orang Jawa. 
Tokoh Semar adalah lambang kemuliaan bagi orang Jawa. 

Nama-nama para tokoh lakon, negara, kerajaan, kadipaten, kahyangan, 
dan lain-lainnya ditulis menurut nama-nama aslinya (Hokkian). Akan 
tetapi istilah-istilah kepangkatan, jabatan, gelar, dan lain-lain, 
sebagian besar mempergunakan istilah-istilah Jawa. Seperti : 
narendra, pangeran, patih, adipati, bupati, tumenggung, senapati, 
pandhita, brahmana, radhyan, dyah, abdi, prajurit.

Pola pertunjukan wayang kulit ciptaan Gan Thwan Sing bukan bertumpu 
pada pola pertunjukan wayang di negeri Tiongkok, melainkan bertolak 
pada pola pertunjukan wayang kulit di Jawa. Bentuk wayang bercorak 
Tionghoa,  tetapi mempunyai pengaruh Jawa misalnya  pada ragam hias, 
gerakan tangan dll. Gan Thwan Sing juga membuat gunungan atau kayon 
yang dalam pertunjukan wayang di negeri Tiongkok  tidak ada Jadi 
merupakan suatu wujud pembauran kultural atau akulturasi budaya 
(selain wayang Potehi)  dalam bentuk seni pewayangan sehingga lebih 
tepat apabila disebut wayang "Cina  Jawa".

Gan menulis sendiri lakon cerita wayangnya sekaligus memainkannya. 
Buku-buku lakon tersebut ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa yang  
bersumber dari folklor Tiongkok  kuna.  Sebagian besar naskah 
wayang "Cina Jawa" ini disimpan di Perpustakaan Berlin-Jerman (39 
naskah) dan hanya satu naskah yang disimpan di Museum Sonobudoyo (1 
naskah) dan Naskah-naskah tersebut ditulis oleh Gan Thwan Sing dalam 
bahasa dan aksara Jawa. 

Wayang kulit Gan ini atau disebut juga wayang thithi  (Kata thithi 
berasal dari suara alat musik yang terbuat dari kayu berlubang yang 
jika dipukul akan mengeluarkan suara thek...thek...thek. Di telinga 
orang Jawa, suara gemerincing kepyak terdengar seperti suara 
thi...thi...thi)   pernah dikenal   Di Yogyakarta, pada tahun 1925 
sampai dengan sekitar 1967, dan sejak wafatnya, seni pertunjukan 
wayang kulit "Cina-Jawa" tidak lagi dikenal orang.

Hilangnya atau tidak dikenalnya lagi seni wayang "Cina Jawa" ini  
lagi disebabkan oleh "jasa" rejim Orba yang melarang sertiap bentuk 
ekspresi  budaya Tionghoa selama 32 tahun. Tahun 1967, pemerintah 
Orba mengeluarkan berbagai larangan yang menyatakan bahwa segala hal 
yang berbau "Cina"  dilarang untuk dikaji, diekspos, disiarkan atau 
pun dimanfaatkan (Instruksi Presiden no. 14/1967). Berbagai peraturan 
pemerintah di jaman Soeharto telah mematikan apresiasi budaya 
Tionghoa  dalam kehidupan sehari-hari, yang juga merupakan bagian 
dari kekayaan budaya bangsa Indonesia (Dwi Woro R. Mastuti).

Selama pemerintahan Orba, jenis wayang "Cina Jawa" dan juga wayang 
Potehi tidak diakui sebagai bagian dari warisan dan tradisi jenis 
wayang yang dikenal dan dimainkan di Indonesia. Seorang penulis 
tentang wayang pada tahun 1988  Pandam Guritno dalam bukunya 
menguraikan 28 jenis wayang dan klasifikasinya, dari sekian banyak 
jenis 

[budaya_tionghua] Re: Wayang Orang Bukan Ciptaan Kraton Solo

2007-09-09 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Sudah seharusnya kenyataan sejarah yang terjadi diajukan sebagaimana 
>adanya, tidak diplintir, digelapkan bahkan terbalik sebagaimana 
>kehendak hati-penguasa. Utarakanlah apa adanya sesusai kenyataan 
>yang terjadi.
> 
>ChanCT
> 
>Wayang Orang Bukan Ciptaan Kraton Solo
>Sabtu, 08 September 2007 | 13:47 WIB 
> 
>TEMPO Interaktif, Solo:Orang-orang Thionghoa memiliki banyak 
>kontribusi terhadap kebudayaan Jawa meski sejak zaman kolonial 
>Belanda hubungan orang Tionghoa dengan orang Jawa dibatasi. 
>Contohnya Wayang Orang Panggung. 
>.. 
>"Go Tik San berperan dalan membuat Batik Indonesia yang merupakan 
>perkawinan batik gaya kraton dengan pesisir," ujar Rustopo. 
>. 
>Menurut Rustopo, tanpa ada seorang warga keturunan Tiongkok yang 
>bernama Kho Djin Tiong, mungkin dunia entertaimen tidak akan 
>mengenal lawakan Srimulat. Kho Djin Tiong yang dikenal bernana Teguh 
>Srimulat lah yang mempelopori dunia lawak seperti saat ini. 



Sebenarnya  judul artikel di  Tempo Interaktif  yang 
menyebutkan "Wayang Orang Bukan Ciptaan Kraton Solo" agak kurang  
tepat, dan kemungkinan  ada kesalahan dalam penulisan  wartawan  
Tempo interaktif  yang  kurang lengkap, sebenarnya harus 
disebutkan  "Wayang Orang Panggung" dan bukan "Wayang Orang" saja.

Diketahui bahwa wayang orang lahir di keraton Mangkunagara dan Yogya, 
sedangkan wayang orang panggung (WOP)  sebagai wayang orang (wong)  
komersil memang diciptakan diluar keraton. 

Rustopo didalam  bukunya  "Menjadi Jawa"  yang membahas sejarah 
perkembangan Wayang Orang Panggung (WOP), menyebutkan bahwa wayang 
orang di Surakarta ini berasal  dari tradisi pertunjukkan seni Kraton 
Mangkunegara yang dikembangkan pada awalnya oleh Pangeran Adipati 
Mangkunegara I (1757-1796).

Rustopo mengutip Soedarsono (R.M. Soedarsono, "Wayang Wong Drama Tari 
Ritual Kenegaraan di Keraton Yogyakarta") yang menyebutkan bahwa 
keraton Yogyakarta dan Mangkunegaran adalah tempat kelahiran wayang 
orang (wong)  ketika kesusasteraan Jawa mengalami masa "renaissance" 
pada abad ke-18-19, yang ditandai dengan penulisan kembali "kakawin" 
(Jawa kuna) dalam bahasa susastra Jawa baru. Sesungguhnya kerajaan-
kerajaan di Jawa Timur abad ke-10 hingga ke-16, seni wayang wong yang 
menceritakan Ramayana dan Mahabarata ini juga sudah dilestarikan.

Kehidupan wayang orang (wong) di keraton Mangkunagara  tampak 
menonjol terutama pada masa pemerintahan Mangkunagara V (1881-1896) 
yang dikenal sebagai penggemar dan patron seni  di keraton. Wayang 
orang di Surakarta mula-mula merupakan bagian dari tradisi 
pertunjukkan di keraton Mangkunegara yang  bersifat eksklusif dan 
sakaral serta hanya dimainkan di keraton.

Untuk melestarikan seni wayang orang  di keraton ini membutuhkan 
biaya yang tidak sedikit, tetapi ketika  terjadi krisis ekonomi yang 
disebabkan oleh gagalnya panen kopi karena serangan hama dan 
bangkrutnya pabrik gula karena beredar luasnya gula bit di Eropah,  
akhirnya mengakibatkan kemerosotan kegiatan seni di keraton 
Mangkunagara. 

Selain karena krisis keuangan, juga kegiatan seni wayang orang ini 
digolongkan sebagai kegiatan yang memboroskan. Akibatnya sebagian 
besar abdi dalem kesenian, termasuk abdi dalem wayang orang 
diberhentikan dan menganggur.

Merosotnya  seni wayang orang di Mangkunagara sebagai akibat dari 
krisis ekonomi di keraton ini menarik minat seorang  pengusaha batik 
Tionghoa Surakarta yang bernama Gan Kam.  Leluhur dan keluarga  Gan 
Kam  yang  bernenek seorang wanita Jawa diketahui sejak lama 
mempunyai hubungan dekat dengan keraton Mangkunegara.  

Anggauta  keturunan keluarga Gan yang Muslim, apabila meninggal dunia 
jenazahnya dimakamkan di makam keluarga Gan di Desa Pajang-Solo 
pemberian Mangkunagara III sebagai  penghargaan atas jasa leluhur Gan 
kepada Mangkunagara ketika terjadi Perang Jawa (1825-1830).

Gan Kam berhasil merayu Mangkunagara V untuk memboyong wayang orang 
Mangkunagara keluar tembok istana untuk dipasarkan atau agar dapat 
dinikmati oleh orang kebanyakan dan penduduk kota

Sekiranya Gan Kan tidak melanjutkan seni tradisi wayang orang 
tersebut diluar   keraton, kemungkinan besar  warisan seni wayang 
orang ini akan hilang untuk selamanya. Dan atas peranannya, seni 
wayang orang dari  keraton itu bergeser menjadi bagian seni tradisi 
pertunjukkan masyarakat yang tidak sakral lagi  (desakralisasi)  atau 
menjadi pertunjukkan hiburan yang bersifat komersil dan populis dalam 
bentuk wayang panggung (komersil).

Pada tahun 1895, Gan Kam  yang dikenal sebagai perintis yang 
mempopulerkan wayang orang  Mangkunagara membentuk rombongan wayang 
orang komersil pertama yang sebagian besar pemainnya direkrut dari 
mantan abdi dalem penari wayang wong Mangkunagara yang diberhentikan.

Ada perbedaan antara  wayang orang Mang

[budaya_tionghua] Buku baru : "Menjadi Jawa" & "Pembesar Batavia"

2007-09-05 Terurut Topik Golden Horde
Baru-baru ini  telah diterbitkan beberapa buku  baru lagi  yang 
membahas komunitas Tionghoa  di Indonesia, seperti buku yang 
berjudul `Menjadi Jawa: Orang-orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di 
Surakarta, 1895-1998" yang ditulis oleh Rustopo.

Buku ini berasal dari disertasi penulis sendiri pada tahun 2006 di 
Universitas Gajah Mada yang  diterbitkan oleh Penerbit Ombak yang 
berkerja sama dengan Yayasan Nabil, Jakarta (420 hal.). 

Guru Besar Ilmu Sejarah UGM, Prof. Dr. Bambang Purwanto dalam 
memberikan kata sambutan dalam buku  Rustopo tersebut  menulis:

"Berbeda dengan tulisan-tulisan yang ada sebelumnya yang lebih 
melihat hubungan antara komunitas Tionghoa dengan aspek ekonomi atau 
politik sehingga orang Tionghoa di Jawa seolah-olah hanya melekat 
modal, negara dan terpisah dari masyarakatnya, buku ini secara cerdik 
menempatkan Tionghoa baik sebagai komunitas maupun individu menjadi 
satu ke dalam masyarakat dan kebudayaan Jawa".

"Kehadiran tokoh-tokoh  Tionghoa yang disebut Rustopo……, tidak 
sekedar menunjukkan adanya keinginan komunitas Tionghoa  
untuk "menjadi" Jawa agar dapat diterima oleh masyarakat Jawa, 
melainkan mereka sebenarnya orang Jawa  itu sendiri, terlepas dari 
ada atau tidaknya warisan biologis Jawa pada diri mereka sebagai 
individu".

"Proses menjadi Jawa yang dipaparkan dalam buku ini lebih menyerupai 
usaha layaknya orang Jawa mencari jati diri dan membangun identitas 
kejawaannya dan bahkan keindonesiaan, melalui proses internalisasi 
budaya….menjadi Jawa bagi semua tokoh yang ada didalamnya bukan 
sebuah pilihan untuk menyenangkan orang lain melainkan takdir atas 
kejawaan mereka".

Purwanto melanjutkan: " Buku ini sangat layak untuk dibaca oleh siapa 
saja, terutama bagi mereka yang tidak percaya bahwa masa lalu 
komunitas Tionghoa merupakan suatu yang integral dalam sejarah 
masyarakat dan kebudayaan Jawa atau bahkan Indonesia"

"Pengasingan Tionghoa dari Jawa yang terus berlanjut merupakan sebuah 
rekayasa politik dan bukan realitas sejarah. Bagi komunitas Tionghoa 
di Surakarta yang ada dalam buku ini, Tionghoa dan Jawa adalah dua 
hal yang tidak bisa dibedakan dan dipisahkan sebagai sebuah 
identitas."

Kalau buku "Menjadi Jawa" yang ditulis oleh Rustopo membahas tentang 
kontribusi, kehidupan budaya  dan bermasyarakat  orang-orang Tionghoa 
di Surakarta (Solo), maka sebuah buku baru yang ditulis oleh Mona 
Lohanda yang berjudul "Sejarah para Pembesar Mengatur Batavia"  (304 
hal.)  telah diterbitkan oleh  penerbit Masup Jakarta pada bulan Juni 
2007 ini.

Mona Lohanda  yang sebelumnya juga telah menulis buku  yang membahas  
tentang komunitas Tionghoa seperti  "The Kapitan Cina of Batavia 1837-
1942" dan "Growing Pains" memberikan gambaran   sejarah politik 
khususnya sejarah pembesar yang di Jakarta "tempo doeloe" atau  
masyur disebut sebagai "orang pangkat-pangkat". 

Dalam buku barunya Mona Lohanda tidak khusus membahas tentang orang 
Tionghoa di Batavia saja, tetapi juga tentang kehidupan politik dan 
intrik para Gubernur Jenderal, Kapitan Cina, Kapitan Arab, Komandan 
Pribumi beserta aparatusnya serta kehidupan sehari-hari 
orang "pangkat-pangkat" dengan istri serta  nyai-nyainya.

Mona Lohanda sebagai peneliti dari Arsip Nasional memudahkan ia untuk 
mendapatkan akses ke sumber bahan dan  data-data sejarah  yang 
terkait dengan sejarah kota Batavia  sejak abad ke-17. Buku ini juga 
disebutkan pada awalnya sebagai kertas kerja pesanan Dinas Kebudayaan 
DKI Jakarta untuk menyokong pengenalan budaya sejarah Betawi-Jakarta, 
dimana komunitas Tionghoa  tidak sedikit yang berperan didalamnya.

G.H.





[budaya_tionghua] Malaysia at 50 : "One Legacy. One Destiny"

2007-08-29 Terurut Topik Golden Horde
Pada tanggal 31 Agustus ini Malaysia akan merayakan 50 tahun 
kemerdekaannya dari Inggris yang disebutkan sebagai "Golden 
annivesary". Sebenarnya yang merdeka ketika   tahun 1957 itu baru 
semenanjung Malaya saja. Singapura, Sabah dan Serawak baru bergabung 
pada tahun 1963.

Menjelang peringatan perayaan 50 tahun kemerdekaan Malaysia ini, 
hubungan  antara Malaysia dan Indonesia  agak terganggu lagi 
dikarenakan insiden pemukulan  terhadap wasit olahraga karate 
Indonesia oleh polisi Malaysia, selain masalah TKI dan sengketa 
Sipadan serta Ligitan yang sempat  terjadi sebelumnya.

Malaysia memang kini  dapat berbangga dengan hasil pembangunannya, 
karena keberhasilannya dibidang ekonomi yang menjadikan  Malaysia 
menjadi  salah satu negara modern dan makmur  yang dinamis  di Asia 
dan bahkan di dunia dengan pertumbuhan sekitar 6 % setahun.

Dibidang olahragapun  Malaysia telah  dapat mengungguli Indonesia 
dalam perolehan medali emas baik  di Asian Games maupun SEA Games 
yang lalu.

Tetapi keberhasilan Malaysia ini tidak diiringi dengan keharmonisan 
hubungan antara mayoritas etnis  Melayu (bumiputra) yang merupakan  
60 % dari penduduk Malaysia  dengan etnis lainnya  yaitu  Tionghoa 
(25%) dan India (9%). Hubungan antara etnis Melayu dengan Tionghoa 
dan India  ini terpisah dan terpecah  berdasarkan  garis agama, ras 
dan golongan.

Golongan Tionghoa dan India  di Malaysia merasa diperlakukan sebagai 
warga negara kelas dua, karena  mereka merasa didiskriminasikan 
dibidang ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan  kepercayaannya.

Dibawah slogan "Malaysia Truly Asia"  dan `One Legacy. One Destiny" 
yang mengiklankan model keharmonisan hubungan antara etnis dan ras 
yang multi rasial  di Malaysia, tersembunyi ketegangan  antar etnis 
dibawah permukaannya.

Polarisasi  dan segregasi didalam tubuh  masyarakat Malaysia  
sekarang ini  dapat menimbulkan  resiko negatif  dan ancaman terhadap 
hubungan antara ras, pembangunan ekonomi dan  persatuan bangsa 
Malaysia (nation building) di masa depannya.

Latar belakang dari perpecahan ini dikarenakan oleh politik 
kebijaksanaan pemerintah Malaysia yang menjalankan "Kebijakan Ekonomi 
Baru" atau NEP (New Economic Policy)  sejak tahun 1971 sebagai bagian 
dari program"affirmative action" yang memprioritaskan dan berpihak 
kepada satu golongan etnis saja yaitu etnis Melayu atau Bumiputera.

Selain itu juga sikap yang  tidak toleran terhadap terhadap golongan 
yang non-Muslim dan  bertambahnya kegiatan Islam  konservativ  serta 
meluasnya ruang lingkup pengadilan syariah, menyebabkan  terjadinya 
ketegangan  etnis serta   ancaman atas  kebebasan beragama  lebih 
lanjut di dalam masyarakat yang multi rasial seperti di Malaysia 
(http://www.iht.com/articles/ap/2007/08/29/asia/AS-FEA-GEN-Malaysia-
Golden-Year.php)

Pemimpin UMNO (partai yang berkuasa)  mengatakan bahwa Malaysia 
adalah sebuah negara Islam dan Wakil Perdana Menteri Najib Razak 
dalam suatu konferensi pers  juga  mengatakan bahwa "Islam adalah 
agama resmi  dan kita  adalah sebuah negara Islam ("Islam is the 
official religion and we are an Islamic state"). 
(http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/IG28Ae01.html)

Dan  ironisnya Najib Razak ini diduga  kuat terlibat dengan 
pembunuhan seorang wanita  cantik Mongolia  (mayatnya dihancurkan 
dengan bom C4) yang menjadi kekasih gelap atau  terkait skandal sex 
dengannya, tetapi  karena Najib orang kuat, maka  dia rupanya tidak 
terjamah oleh hukum.

Pernyatan  Najib bahwa Malaysia sebagai sebuah negara Islam  telah 
menimbulkan protes  dan perdebatan dari berbagai lapisan masyarakat, 
baik dari yang  non-Muslim maupun dari  Muslim sendiri , karena dalam 
konstitusinya Malaysia dianggap  sebuah negara sekuler, yang  dasar 
hukumnya bukan berdasarkan hukum syariah.
(http://www.bangkokpost.com/breaking_news/breakingnews.php?id=121124)

Program Kebijaksanaan Ekonomi Baru   yang dijalankan selama 30 tahun  
itu memang memajukan etnis Melayu di dalam  hal kepemilikan, 
pendidikan dan ekonomi, terutama dari kelompok Bumiputera  tertentu 
yang dekat dengan pusat  kekuasaan,  tetapi   merugikan kelompok 
minoritas non-Bumiputera yang lain. 

Walaupun kebijaksanaan NEP ini telah mengangkat kelas menengah 
golongan Bumiputera, banyak kritikan yang dilontarkan ke arah 
kebijaksanaan yang diskriminatif ini, karena NEP ini telah 
menumbuhkan praktek korupsi, kronisme dan diskriminasi. Yang 
diuntungkan dengan NEP ini adalah golongan Melayu yang kaya dan dekat 
dengan pusat kekuasaan seperti UMNO (United Malays National 
Organization). 

UMNO sebagai partai yang berkuasa berkepentingan untuk tetap  
mempertahankan program NEP ini, karena takut kehilangan dukungan 
suara  dari golongan etnis Melayu yang telah menikmatinya  selama 30 
tahun. Bahkan UMNO memainkan isu rasial dan  mempolitikkan agama 
untuk tetap mempertahankan kekuasan dan kepentingannya (That racial 
divide has and continues to play into UMNO hands). 
http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/IG28Ae01.html

[budaya_tionghua] Re: Fw: Badan POM Larang Seluruh Obat, Kosmetik, dan Makanan China

2007-08-05 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "gsuryana" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> 
> Media Indonesia
> Sabtu, 28 Juli 2007
> BERITA UTAMA
> 
>JAKARTA (Media): Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) melarang 
>seluruh  produk makanan, kosmetik, obat, termasuk obat-obatan 
>tradisional, dan  suplemen asal China masuk ke Indonesia karena 
>dianggap berbahaya bagi  kesehatan masyarakat.
>
>Ia mengungkapkan produk obat tradisional China kebanyakan dicampur 
>bahan  kimia obat, produk kosmetiknya banyak yang dicampur zat 
>rhodamin dan  merkuri, sedangkan produk pangannya banyak dicampur 
>formalin, bahan yang biasa dipakai untuk mengawetkan mayat.
>..
--

Beberapa produk-produk makanan yang dibuat  didalam negeri diketahui 
juga   masih  menggunakan bahan pengawet formalin sampai kini  
(pernah dilarang sebelumnya) terutama bahan makanan yang cepat cepat 
kadaluwarsa (perishable) seperti tahu, bakso, mie basah, ayam potong, 
ikan, cumi dll. (ikan atau produk lainnya  yang menggunakan  bahan 
pengawet formalin  dapat diketahui relatif tidak dikerubuti oleh 
banyak  lalat).

Dengan menggunakan bahan pengawet formalin ini maka produk-produk  
tersebut  diharapkan dapat bertahan  lebih tahan lama. Tahu atau 
bakso yang menggunakan  formalin (dan boraks)  bentuknya sangat 
bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari serta  tidak 
mudah basi.

Ayam yang sudah dipotong berwarna putih bersih, awet dan tidak mudah 
busuk, demikian juga dengan ikan segar, ikan asin dan cumi.

Formalin ini juga sudah dibuat oleh 23 perusahan dalam negeri dengan 
harga yang  relatif murah atau  sekitar Rp.3000-Rp.8000 per liter, 
maka jika dahulu hanya bakso dan mi yang disinyalir mengandung 
formalin, kini hampir semua bahan makanan yang biasa kita konsumsi 
dinyatakan mengandung bahan kimia yang biasa digunakan untuk 
mengawetkan mayat itu 
(http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/02/nas09.htm)

Formalin  diketahui telah digunakan secara luas sejak lama sebagai 
bahan  pengawet dan sterilisasi. Bahan ini  juga digunakan sebagai 
desinfektan  yang efektif melawan bakteri, jamur, beberapa virus  dan 
hampir semua jenis produk perawatan  seperti anti septik, obat, 
cairan pencuci piring, pelembut cucian, perawatan sepatu, pembersih 
karpet, dan bahan adhesif.

Sedangkan fungsi formalin pada pasta gigi adalah untuk membantu 
membersihkan karang gigi. Jangan heran bila formalin merupakan bahan 
yang biasa dipakai antara lain dalam sampho bayi, deodoran, parfum 
dan kosmetika, cat rambut, cairan penyegar mulut, dan pasta gigi 
serta  sebagai fungisida tanaman dan buah-buahan. ( http://www.tribun-
timur.com/viewrss.php?id=47300 )

Produk-produk ini juga sudah banyak diproduksi didalam negeri dan 
mungkin  produk-produk ini dianggap  tidak membahayakan kesehatan 
karena tidak dikonsumsi langsung seperti halnya makanan (food grade).

Selain itu bahan kimia zat pewarna yang berbahaya bagi kesehatan 
seperti Rhodamin B yang  digunakan sebagai  pewarna merah pada 
industri tekstil dan plastik  serta  Metanil Yellow  (zat pewarna 
kuning) sering dipakai mewarnai kerupuk, makanan ringan, terasi, 
kembang gula, sirup, biskuit, sosis, makaroni goreng, minuman ringan, 
cendol, manisan, ikan asap dan saos cabai/tomat.

Makanan yang diberi zat pewarna ini biasanya berwarna lebih terang 
dan memiliki rasa agak pahit. Manisan mangga yang ada di pinggir 
jalan dan tahu kuning sebagian juga memakai Metanil Yellow 
(http://www.kompas.com/kesehatan/news/0601/15/113636.htm)

Sedangkan beberapa produk mie-instant yang populer dan murah  juga 
ada yang dicurigai mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi 
kesehatan  (http://www.kaskus.us/showthread.php?t=161312)

Akankah   BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) akan   bertindak 
konsekwen juga untuk memeriksa dan  melarang  beberapa produk-produk 
konsumsi  (food grade)  dalam negeri ini  yang masih menggunakan 
bahan pengawet  dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat?.

G.H.  



 




[budaya_tionghua] FWD: INDONESIA RAYA DI BELANDA KEMUNGKINAN CIPTAAN YO KIM TJAN

2007-08-05 Terurut Topik Golden Horde
Metrotvnews.com, Jakarta: 

Pelaku sejarah Des Alwi menilai lagu Indonesia Raya yang ditemukan di 
Museum Leiden, Belanda, adalah lagu yang dibuat Yo Kim Tjan, pemilik 
Toko Populer. Lagu itu dibuat atas pesanan Wage Rudolf Supratman. 

Salah satu kopi lagu tersebut kemungkinan dibawa ke Belanda setelah 
direkam di Jerman.

Lagu Indonesia Raya di Museum Leiden itu ditemukan beberapa ahli 
teknologi yang tergabung dalam Tim Air Putih pimpinan Roy Suryo. 

Menurut Roy, awalnya Tim Air Putih hanya ingin mencari dokumentasi 
gambar tentang Indonesia. 

Namun, dalam pencarian tersebut, Tim berhasil menemukan rekaman video 
berisi lagu Indonesia Raya.

Menurut Des Alwi, sejak 1954 hak kepemilikan atas lagu tersebut telah 
diambil alih oleh pemerintah melalui Kementerian Penerangan. 

Setelah dimiliki pemerintah, rekaman tersebut kemungkinan hilang pada 
`50-an.

Dalam sebuah surat dari Kementerian Penerangan tertanggal 11 November 
1953 yang ditunjukkan Des Alwi disebutkan bahwa pemerintah meminta 
kepada Yop Kim Tjan agar lagu tersebut dimiliki oleh negara dan 
melarang reproduksinya. 

Dalam surat tersebut juga diterangkan perubahan syair lagu, di 
antaranya kata-kata "mulya-mulya" diganti menjadi "merdeka-merdeka".
(DEN)

http://www.metrotvnews.com/berita.asp?id=43355




[budaya_tionghua] Re: Sejak jaman Mataram Solo..............................

2007-07-15 Terurut Topik Golden Horde
>In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "harry alim" <[EMAIL PROTECTED]> 
>wrote:

>.
>Pada jaman Mataram sekitar tahun 1740'an tidak aneh menemukan 
>seorang Tionghoa menjadi bupati dan menjadi jawa dan kemudian 
>menggunakan gelar semacam Tondonegoro dsb. Di buku itu disebutkan 
>bahkan bupati pesisir seperti di tegal, pemalang dan pekalongan 
>adalah orang Tionghoa yang menjadi jawa dan merubah nama sesuai 
>dengan gelaran yang berlaku di pusat mataram.
>..
>dalam pusaran politik adalah benar, maka sekitar tahun 1826 terjadi
>pembantaian orang orang Tionghoa di kota Ngawi (jawa timur sekarang) 
>oleh pasukan yang memihak pangeran diponegoro, ini terjadi dalam 
>kemelut perang diponegoro  Dikatakan mulai timbul sentimen kepada 
>orang Tionghoa karena ada orang orang Tionghoa yang mendapat 
>pekerjaan dari pemerintah kolonial belanda atau VOC sebelumnya 
>seperti memungut cukai, pajak dsb.
>
-

Mungkin ada yang tertarik  ingin mengetahui beberapa nama bupati dari 
keturunan Tionghoa   yang dapat diidentifikasi  sampai kini di 
pesisir Jawa pada abad  itu .Bupati-bupati di pesisir ini yang 
dikenal   dalam sejarah Jawa mulai awal abad ke 18 ini umumnya  
terutama dari keluarga  Jayadinigrat dan Puspanagara. Mereka adalah 
keluarga  Tionghoa peranakan yang telah  memeluk Islam.

Adipati Jayadinigrat I:Diangkat oleh Amangkurat III pada  tahun 1703 
menjadi bupati di Pekalongan dengan gelar Tumenggung.

Adipati Jayadinigrat II :Pekalongan, pengganti Ayahnya, Jayaningrat I

Tumenggung Puspanagara I:Batang, adik dari Jayaningrat I 
(Pekalongan), kemudian digantikan oleh anaknya, Tirtanagara dari 
Lembahrawa.

Tumenggung Puspanagara II :Batang, anak Puspanegara I, 

Demang Tirtanata :Tegal, anak dari Jayaningrat  I (Pekalongan), 
menjabat sebagai Bupati Tegal pada tahun 1725-1726. 

Tumenggung Suradiningrat :Nama lain dari Demang Tirtanata yang 
diberi  gelar Tumenggung ketika kemudian diangkat menjadi bupati 
ditempat lain di Lembahrawa (menggantikan Jayanagara) dan Tuban.

Jayanegara :Menggantikan Suradiningrat sebagai bupati di Lembahrawa, 
anak dari Jayaningrat I dan saudara dari Tirtanata (Tegal)

Ngabehi Tirtanagara: Lembahrawa, anak dari Puspanagara (Batang), 
kemudian menjadi bupati di Batang menggantikan Ayahnya  di Batang.

Jayakusuma :Lembahrawa, kakak dari Tirtanagara.yang menggantikan 
adiknya.

Tumenggung Tirtawijaya: Sidayu, saudara sepupu dari Jayaningrat II 
(Pekalongan) dan  iparnya  Ngabehi Jayajengrana menjadi bupati di 
Pasuruan.

Selain itu ada seorang bupati Semarang  dari seorang  peranakan  
Tionghoa yang bergelar  Mas Tumenggung Astrawijaya berjuang bersama  
dengan  pihak pemberontak Tionghoa ketika  Belanda di Semarang 
dikepung oleh pihak pemberontak  tersebut pada  perang 
pemberontakkan  Tionghoa 1740-1743.

Selain itu Sultan Agung  di abad ke-17 juga mengangkat seorang 
pedagang Tionghoa dari Lasem, Cik Go Ing menjadi bupati disana 
sebagai penghargaan atas jasanya memberikan bantuan kepada Mataram 
ketika melawan Surabaya (1620-1625), kepadanya diberikan gelar 
Tumenggung Mertaguna.

Salah satu nama yang lebih dikenal oleh masyarakat  mungkin  Tan Jing 
Sing  dengan gelar Raden Tumenggung  Secadiningrat yang menjadi 
Bupati di Jogyakarta pada tahun 1812-1814, sebelumnya pernah menjadi 
Kapitan Tionghoa  di Kedu dan Jogya. 

Tan  Jin Sing (orang Hokkian) adalah teman dan  penterjemah  serta   
diangkat Bupati oleh Sultan Hamengkubuwana III (Ayah dari Diponegoro).

Bupati-bupati berikutnya serta daerah-daerah Utara seperti Tuban, 
Kudus, Blora dan Bojonagara dipilih  dari keturunannya. Selain 
jabatan bupati, orang Tionghoa juga berperan dalam memberikan 
sumbangan dalam bidang ketrampilan dan teknologi kemiliteran seperti 
saat penaklukkan Raja-Pendeta Giri (Sunan Giri) oleh Pangeran Pekik 
dari Surabaya  pada tahun 1636 di Gresik.

Giri ketika itu mendapatkan bantuan sekitar 250 orang Tionghoa 
penembak senapan  yang dipimpin oleh anak angkat laki-lakinya  
seorang Tionghoa Muslim yang bernama Endrasena (seorang pedagang 
Tionghoa yang masuk Islam) dan salah satu komandan pasukan Trunajaya 
yang ikut mendukungnya ketika Kediri dikepung oleh Belanda  adalah 
orang Tionghoa berikut pasukannya pada tahun 1678. 

Selain itu  pada tahun 1810, Raden Rangga Prawiradirja, , bupati 
wedana propinsi-propinsi bagian Timur  dan ayah dari Sentot Ali Basa 
Prawiradirja  (Panglima pasukan Diponegoro) mendapat dukungan dan 
keikutsertaan  orang Tionghoa  hingga saat terakhir   ketika 
mengadakan  pemberontakkan  terhadap Daendels.

Dan  menurut Tan Jin Sing (Bupati Jogyakarta) para pengawal pribadi 
Diponegoro sebelum meletusnya perang  Jawa itu juga  orang Tionghoa.

Istri/ selir  (garwo ampeyan)  kesayangan Sultan Jogyakarta  yang 
kedua  (Hamengkubuwana II) adalah  seorang dari keturunan peranakan 
Tion

[budaya_tionghua] Pertunjukkan Perdana Film “Nanking” Di Tiongkok

2007-07-12 Terurut Topik Golden Horde
Tahun 2007 ini genap 70  tahun peringatan pembantaian Nanking atau 
dikenal dengan  "Rape of Nanking"  yang dilakukan oleh Jepang pada 
tahun 1937 yang lalu  dan bersamaan dengan ini juga diperingatkan 70 
tahun insiden "Jembatan Marco Polo" (Lugouqiao), yaitu insiden yang 
mengawali agresi Jepang ke Tiongkok atau disebut sebagai perang 
Jepang-Tiongkok ke II.

Dalam rangka peringatan tersebut  telah diselenggarakan  pameran 
film, dokumen dan foto-foto pada beberapa kota di Tiongkok, dan salah 
satunya yang dipertunjukkan adalah sebuah film yang menceritakan 
tentang "Pembantaian  Nanking" di tahun 1937 yang dilakukan oleh 
Jepang.  

Film "Nanking"  yang berdurasi 90 menit ini memulai pertunjukkan 
perdananya pada tanggal 3 Juli, 2007 di Beijing yang lalu.  Direktur 
Film produksi film  Amerika ini,  Bill Guttentag, co-direktur Dan 
Sturman  dan produsernya Ted Leonis juga  hadir dalam  acara 
peresmian pemutaran film ini di Beijing.

Film "Nanking"  ini bersifat film dokumenter yang merekam peristiwa 
di Nanking  tahun 1937 yangmengfokuskan kepada  peranan penduduk  
warga Barat, seperti para missionaris dan  pengusaha yang  memiliki 
motivasi  kemanusiaan, melindungi  pengungsi penduduk Tionghoa dari 
kejaran  tentara Jepang yang brutal.

Warga penduduk  Barat ini mendirikan zona keamanan (safety zone) yang 
Jepang tidak boleh memasuki dan melanggarnya. Di  zona keamanan ini 
banyak warga  pengungsi Nanking  mendapatkan  perlindungan dari 
kejaran Jepang, walaupun tempatnya terbatas. 

Salah satu orang yang berjasa dan menjadi pahlawan  menyelamatkan 
banyak nyawa orang Tionghoa itu adalah  "John Rabe", seorang  
pengusaha Nazi  Jerman. Kisahnya telah dibukukan dalam "The Good 
German Of  Nanking".

Selain itu ada seorang missionaris  wanita (United Christian 
Missionary Association ), kelahiran Illinois, Amerika "Wihelmina 
Vautrin" yang dijuluki "The Living Goddes of Nankng" banyak 
menyelamatkan nyawa wanita dan anak-anak Tionghoa dengan 
mempertaruhkan keselamatannya sendiri serta beberapa nama warga Barat 
lainnya seperti, Dr. Robert Wilson (The Only Surgeon in Nanking, 
Methodist missionaries), Miner Searle Bates (Prof. Sejarah  
Universitas Nanking) dll. (The Rape of Nanking, Iris Chang).

Bahan-bahan pembuatan film ini banyak yang  disarikan dari buku "The 
Rape of Nanking" yang ditulis dan didokumenterkan oleh seorang wanita 
Tionghoa Amerika, Iris Chang yang pada tahun 1997 pernah 
menjadi "bestseller´di Amerika, selain itu  didapatkan juga  dari 
narasi beberapa orang yang masih hidup sampai kini serta dari arsip-
arsip perang Jepang-Tiongkok.

Film ini juga dipertunjukkan pada Film Festifal 2007 di Shanghai dan 
Sundance FilmFestifal di Park City, Utah, Amerika. Dan walaupun sudah 
ada beberapa film tentang pembantaian Nanking sebelumnya,  
film "Nanking" ini mengungkapkan beberapa kisah  baru yang belum 
diketahui.


Pada peristiwa pembantaian Nanking atau disebut juga sebagai "Asian 
Holocaust" diperkirakan sektar 300,000 orang laki-laki, perempuan, 
anak kecil, bayi dibunuh dengan brutal dan sadis (atrocities) oleh 
Jepang.  

Sekitar 80,000  diantaranya, wanita, tua, muda dan remaja diperkosa 
oleh Jepang  dan lalu dibunuh dengan membayonet, memenggal  tubuh 
atau kepalanya dengan pedang atau ditusuk alat kemaluannya dengan 
senjata tajam, seperti yang terlihat pada lampiran  foto-foto  
dokumenter dalam   buku "The Rape Of Naking", Iris Chang itu.

Kemungkinan film ini tidak dapat atau ditolak  beredar di Jepang, 
karena diprotes oleh pemerintah dan pejabat Jepang  sendiri yang 
tidak mau mengakui kebrutalan bangsanya sendiri di masa perang dunia 
ke–II, kecuali kalau film tersebut  menceritakan penderitaan 
rakyatnya yang dibom atom  oleh Amerika di Hiroshima dan Nagasaki.

Peristiwa "Pembantaian Nanking" ini mengingatkan orang dengan 
kejadian yang hampir serupa bentuknya yaitu "pembantaian massal" yang 
terjadi di Mandor, Kalimantan Barat pada tahun 1943-1944 yang lalu. 

Diperkirakan lebih dari 21,000 rakyat Kalimantan Barat dibunuh dan 
disiksa  dengan kejam oleh Jepang ketika itu. Korban-korban kekejaman 
Jepang itu terdiri dari beberapa kelompok etnis seperti Melayu, 
Tionghoa dan Dayak dll yang  terdiri dari segenap lapisan masyarakat 
seperti rakyat biasa, pemuda, golongan intelektual, hingga keluarga 
bangsawan  Kesultanan Pontianak dll.

Jenazah  korban pembantaian Jepang tersebut dibiarkan terserak diatas 
tanah oleh  Jepang di Mandor, Kabupaten Pontianak, dan baru kemudian 
ketika Jepang menyerah dan tentara Australia datang ke Kalbar, mereka 
menemukannya ladang pembantaian itu yang dirahasiakan. Jenazah-
jenazah  korban itu kemudian dikumpulkan dan dikubur secara massal 
dalam 10 lubang raksasa.

Pembunuhan itu tidak saja terjadi di Mandor saja, tetapi juga 
ditempat lainnya seperti di Sungai Durian, Kebon Sayur dan Penjara 
Sungai Jawi. Target pembunuhan adalah 50,000 jiwa. Tapi sebelum 
terlaksana, Jepang keburu menyerah. Sampai kini orang masih dapat 
melihat kubu

[budaya_tionghua] Re: Dr. Han Hwie-Song: Renaissance dan Enlightenment di RRT (penuyup)

2007-07-03 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Han Hwie Song" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
> 

> 
>Para pembaca yang kenal saya tahu bahwa saya pernah tinggal di 
>Shanghai, RRT selama enam tahun, disini saya tinggal diantara rakyat 
>Tiongkok. Saya kerja dengan mereka, makan minum, naik bus dan 
>mengalami Revolusi Besar Kebudayaan dengan mereka. Kemudian saya 
>tinggal satu tahun di Hongkong dan lalu beremigrasi ke negeri 
Belanda. 
>..


Bp. Han yb,

Saya ingin memberikan tanggapan sedikit  atas  essay terakhir  dari 
P. Han ini.

Seperti halnya dengan  P. Han, diperkirakan sekitar 100,000 orang 
Tionghoa Indonesia lainnya juga  pernah  tinggal di Tiongkok karena 
terkena peraturan PP10/1959 pada  tahun 60-an. 

Dari mereka ada cukup banyak jumlahnya yang  akhirnya meninggalkan 
Tiongkok, dan beremigrasi kembali ke Hongkong atau negara ketiga 
lainnya, karena bermacam motivasi dan latar belakang, seperti 
kehidupan yang susah, tidak dapat beradaptasi, tidak diterima/diakui 
dengan baik oleh warga setempat atau berbeda dengan realitas seperti 
yang dibayangkan  sebelumnya.

Tetapi ada juga  cukup banyak  orang Tionghoa Indonesia  yang tetap 
bertahan disana dan   berhasil mengadapsi dengan situasi dan kondisi 
di Tiongkok dari masa lalu hingga sekarang.

Mungkin sedikit berbeda dengan pengalaman P. Han, yaitu mereka yang 
telah meninggalkan Tiongkok dan berimigrasi kembali kenegara lain 
tidak semuanya dapat  menilai dengan sudut pandang yang objektif dan 
positif  atas pengalaman  pribadi  dan keluarganya selama hidup di 
Tiongkok sebelum periode  Deng Xiaoping, yaitu  ketika Tiongkok masih 
miskin dan belum mereformasi ekonominya.

Mungkin disini saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan kepada 
P.Han yaitu faktor atau dorongan apa yang menyebabkan P. Han 
berimigrasi ke Hongkong dan lalu ke Belanda meninggalkan Tiongkok 
yang menurut pengalaman  pribadi P.Han pada masa lalu itu relatif 
cukup positf ?

Bukankah tenaga seorang  profesional seperti P. Han itu  juga  masih 
dibutuhkan dan  diharapkan kontribusinya  oleh  Tiongkok  ketika itu ?

Salam
GH.








[budaya_tionghua] Re: Pope's letter to Catholic Chinese to be released on Saturday

2007-07-02 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Sunny" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
>  
>A letter by Pope Benedict XVI to Roman Catholics in China will be 
>released on Saturday. The pontiff tries to reach out to Beijing and 
>bring all of China's faithful into the Vatican's fold. 
>. 
>Benedict has been reaching out to Beijing in an effort to restore 
>diplomatic ties and unite China's estimated 12 million faithful. 
>.. 


Surat yang panjang  dari  Paus Benediktus  XVI ini merupakan suatu 
langkah lebih maju dalam   proses pemulihan hubungan diplomatk antara 
kedua negara.

Vatikan sekarang memandang lebih  realistis dalam menghadapi fakta  
baru. Paus Benediktus XVI menyebutkan Gereja di Tiongkok  dengan 
sebutan  "Gereja Tiongkok" (Church in China) atau hanya satu Gereja,  
tidak  lagi dengan sebutan yang membedakan antara "Gereja resmi"  
(yang diakui pemerintah) dan "Gereja bawah tanah "(underground 
Church). 

Paus berbicara tentang cita-citanya  persatuan  Gereja Katolik di 
Tiongkok dibawah otoritas  Paus, yaitu antara Gereja resmi yang 
diakui oleh pemerintah (Chinese Patriotic Catholic Association) 
dengan "underground Church" (Gereja bawah tanah) yang mengakui 
kepemimpinan hirarki Paus. 

Surat Paus juga  membatalkan  keputusan sebelumnya  yang dikeluarkan 
pada tahun 1988, yaitu yang melarang hubungan antara Gereja 
pemerintah  dengan Gereja bawah tanah sertasanksi ekskomunikasi  
terhadap para Uskup yang diangkat oleh pemerintah. Paus juga cukup 
realistis, sekiranya  ia tetap ingin menyingkirkan Gereja yang 
disponsori oleh pemerintah, maka akan sia-sia semua perundingannya 
sampai kini. 

Vatikan menilai  bahwa masa depan Gereja di Milenium ke 3 ini 
terletak di benua Afrika dan  Asia Timur, dan Tiongkok dianggap 
memiliki potensi  dan harapan yang besar sebagai gembala barunya 
yang  pada saat kini diperkirakan  pemeluknya berjumlah sekitar 12 
juta umat yang  setiap tahunnya bertambah  sekitar 150,000 orang 
dewasa melalui pembaptisan. 

Seiring dengan reformasi ekonomi dan keterbukaannya   terhadap dunia 
luar, Tiongkok sekarang  dibawah kepemimpinan Hu Jintao relatif lebih 
liberal, terbuka dan toleransi  terhadap berbagai aliran kepercayaan 
seperti Buddhisme, Taoisme, Islam dan Kristen. Banyak tulisan yang 
menyebutkan  tentang kebangkitan baru (renaissance)  kehidupan 
spiritual di Tiongkok yang sebelumnya dianggap vakum.

Pandangan pragmatis dari Vatikan ini juga didorong  oleh situasi 
Gereja Katolik sendiri, yang beberapa relatif  mulai atau sudah 
ditinggalkan  oleh umatnya  seperti di Eropah dan Amerika Latin 
(terutama di Amerika Tengah dan Karibia) dengan berbagai  alasan dan 
motivasi. Kunjungan Paus Benediktus XVI ke Brasilia belum lama 
berselang juga tidak semeriah seperti dahulu lagi seperti 
penyambutan  yang diberikan kepadan Paus pendahulunya yaitu Yohanes 
Paulus II.

Pendekatan-pendekatan antara  Vatikan dan Tiongkok juga ditandai 
dengan  penghindaran penggunaan retorika-retrika  perang dingin 
seperti yang lalu-lalu serta sudah melunak kata-katanya.

Vatikan tidak lagi menyebutkan  Tiongkok sebagai  negara rezim 
Komunis yang Atheis, yang sesungguhnya juga tidak tepat 100% disebut 
sebagai negara komunis  lagi karena Tiongkok menganut konsep 
negara   "satu negara dengan dua sistim", ada sosialis dan ada  
kapitalis (Hongkong dan Macau), sistim sosialisnya sendiri juga sudah 
mengalami metamorfosis.

Vatikan juga mengatakan bahwa ia menghormati sistim negara Tiongkok  
yang dianutnya dan  tidak mengharapkan  adanya perubahan sistim 
negaranya. (the Catholic Church which is in China does not have a 
mission to change the structure or administration of the State)

Sebaliknya Tiongkok juga  sejak lama tidak menyebutnya lagi  Vatikan 
sebagai agen kaki tangan Imperialis.

Tiongkok sendiri juga bersikap pragmatis dan berpandangan kedepan, 
dengan dibukanya hubungan diplomatik dengan Vatikan maka bukan saja 
hubungan diplomatik  antara Vatikan dengan Taiwan diputuskan, tetapi 
juga beberapa negara kecil lainnya  yang beragama Katolik (seperti 
Nicaragua, dll) dan  yang   masih menjalin hubungan diplomatik dengan 
Taiwan, maka ada kemungkinan juga akan mengikuti langkah Vatikan 
kedepannya.

Sekiranya hubungan diplomatik antara Vatikan dan Tiongkok dapat 
dipulihkan sebelum pesta  Olympiade 2008 nanti, maka hal ini  secara 
simbolis dapat menambah citra Tiongkok lebih lanjut  lagi sebagai 
negara yang  terbuka terhadap dunia luar yang menjamin kebebasan 
beragama bagi setiap orang. 

Persyaratan pokok yang dituntut oleh Tiongkok  dalam pemulihan 
hubungan kedua negara tersebut adalah bahwa Vatikan harus memutuskan 
hubungan diplomatiknya dengan Taiwan, dan Vatikan tidak boleh 
mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok dengan alasan kepentingan 
agama yang berarti salah satunya adalah  bahwa pengangkatan Usku

[budaya_tionghua] Re: OOT: Fw: [Singkawang] [PP] Uray Rukiyat Gandeng Chin Siu Sun

2007-06-30 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "KIDYOTI" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> 
> Senin, 25 Juni 2007
> Uray Rukiyat Gandeng Chin Siu Sun 
> Balon Wako dan Wawako Singkawang
>.
--
Mungkin dapat  ditambahkan  disini bahwa selain itu  Hasan Karman SH, 
seorang etnis  Tionghoa  kelahiran  Singkawang mencalonkan diri 
juga   dalam Pilkada 2007 bulan November mendatang  sebagai  calon 
walikota Singkawang. 

Hasan Karman SH adalah   pengurus DPN Partai PIB (Perhimpunan 
Indonesia Baru)  yaitu partai yang didirikan oleh DR.Syahrir.

Mengenainya dapat  dilihat dibawah ini,

http://www.singkawang.us/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=34

http://www.singkawang.us/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=37

Salam
GH.




[budaya_tionghua] Re: Sex voucher for Japanese soldiers found in China

2007-06-28 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Yang Guo&Xiao Longnu" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Sex voucher for Japanese soldiers found in China
> 
>By Ng Ting Ting
>July 9, 2005
>. 
>A tiny little piece of paper, found in a village in North China's 
>Hebei Province, appears to be hard evidence rebutting Japanese 
>government's claim of the absence of sex slaves during World War II. 
>.. 
>During the Japanese invasion of China, about 200,000 Chinese women 
>were kidnapped by the Japanese Army and forced to be their sex 
>slaves. It is believed that Japanese military set up more than 
>10,000 sex slaves centers in more than 20 provinces in China.
>. 
>Tian Susu, an expert with of Hebei academy of social sciences 
>researching the Anti-Japanese War, said the Japanese army set up 
>entertainment centers and abducted women from China, Korea and other 
>Asian countries and regions to be their sex slaves, or comfort women.
>...
--

Bukti sebenarnya sudah cukup banyak yang  mengungkapkan tentang 
kejahatan perang Jepang itu, tetapi pemerintah Jepang sampai kini 
tetap  menyangkal perbuatannya  atau   sudah tidak bersikap "Bushido" 
lagi untuk mengakui dosanya..

Seperti para pendahulunya, PM Jepang Shinzo Abe  juga menyangkal 
tentang  adanya perbudakan sex yang dikatakan pada bulan Maret lalu. 
Para ahli sejarah memperkirakan sekitar 200.000 wanita dijadikan 
budak sex oleh  tentara Jepang pada perang dunia ke II, mereka para 
korban berasal  dari berbagai bangsa seperti Tiongkok, Korea, 
Indonesia dan Filipina dll.

Kantor berita Jepang Kyodo sendiri melaporkan adanya  sebuah dokumen 
yang mengungkapkan tentang adanya kamp-kamp penampungan  di Indonesia 
yang digunakan sebagai tempat untuk mengerjakan dan memaksa wanita 
Indonesia dan Belanda melayani  nafsu  sex tentara Jepang pada perang 
dunia ke II. 

Dokumen ini berasal dari arsip pemerintahan Belanda yang dibuat 
berdasarkan sebuah testimoni dari seorang wanita Belanda  di tahun 
1946 . Wanita yang berumur 27 tahun  ini menceritakan tentang kamp 
wanita pekerja sex  paksa di Magelang, Jawa Tengah ketika itu. Wanita-
wanita di kamp itu dinamakan dengan sinis oleh Jepang dengan sebutan  
euphemisme "Jugun Ianfu" atau "comfort woman".

Dokumen ini disebutkan juga  pernah diajukan sebagai bukti dalam 
sidang pengadilan penjahat  perang Jepang  di Tokyo atau 
disebut "Tokyo War Crimes Tribune" (http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-
pacific/6646297.stm). 

Tetapi seperti halnya  dengan pengadilan tribunal Nuremberg yang 
mengadili penjahat perang Nazi pada perang dunia ke II, tidak semua 
penjahat perang tersebut dikenakan hukuman yang setimpal atas 
kejahatannya. Beberapa diantara yang bertanggung jawab diketahui 
belakangan hari  dibebaskan secara diam-diam untuk dimanfaatkan  demi 
kepentingan sekutu atau Amerika  dalam menghadapi perang dingin yang 
mendatang. 

Kaisar Hirohito sendiri sebagai  pimpinan tertinggi Jepang dan yang 
bertanggung jawab atas kejahatan perang itu dibebaskan dari  tuduhan 
dan  malah dirangkul oleh Jenderal  Mac Arthur.

Jepang sekarang tidak hanya dihujati kritikan oeh negara-negara Asia 
yang menjadi korban kejahatannya saja, tetapi juga harus menghadapi 
kritikan dari Kongres Amerika sendiri. Disponsori oleh beberapa 
anggautanya,  Kongres Amerika mengeluarkan sebuah resolusi yang 
menuntut permintaan maaf dari pemerintah Jepang kepada negara-negara 
dimana kaum wanitanya menjadi   korban kejahatan sex tentara Jepang 
yang dilakukannya di perang dunia ke-II.

Tetapi seperti biasanya  Jepang tidak menggubris resolusi tersebut 
dan Menlu Jepang Taro Aso menyangkalnya  dengan  mengatakan bahwa 
perbudakan sex itu tidak ada buktinya. Sama seperti halnya dengan   
penyangkalannya terhadap kejahatan perang yang dilakukannya pada 
pemerkosaan Nanking (The Rape of Naking) di tahun 1937, dimana  
didalam buku sejarahnya hanya tertulis sebagai insiden Nanking saja.

Berbeda dengan  bangsa Jerman yang berani mengakui tanggung jawabnya 
atas kekejaman yang dilakukan oleh rezim Nazi di perang dunia yang 
lalu, dan  mengambil jarak dengannya. 

Kini Jerman dapat berintegrasi dengan baik dalam Uni Eropah tanpa 
masalah, sebaliknya Jepang hingga kini belum mau secara resmi 
mengakui kekejaman yang dilakukan oleh tentaranya dan  lembaran-
lembaran hitam sejarah masa lalunya ini   dihapus dalam buku  
pelajaran sejarahnya.

Disamping itu Jepang juga menolak atas tuntutan ganti rugi kepada 
wanita-wanita yang menjadi korbannya. Hal inilah salah satunya  yang 
menyebabkan  beberapa  negara Asia yang menjadi korban kekejamannya 
menolak keinginan Jepang untuk duduk dalam Dewan Keamanan PBB, karena 
Jepang tidak mau mengakui tanggung jawabnya sebagai warga dunia yang 
beradab atas tinda

[budaya_tionghua] Re: Malaysia's homesick revolutionary

2007-06-27 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Sunny" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/IF22Ae01.html
>Jun 22, 2007  
 
>Malaysia's homesick revolutionary
>By Andrew Symon 
>..
>And did the MCP's fight push the British to grant independence 
>earlier than otherwise to a conservative United Malays National 
>Organization-led (UMNO) coalition, which has dominated Malaysian 
>politics ever since? 
>...
--
Kalau benar demikian, maka Malaysia harus berterima kasih kepada Chin 
Peng yang menyebabkan Inggris memberikan  hadiah  kemerdekaan  (grant 
independence) lebih awal  kepada Malaysia .

Salam
GH.




[budaya_tionghua] Indonesia Memenangkan Lomba Perahu Naga Di Tiongkok

2007-06-27 Terurut Topik Golden Horde
Perahu Naga Indonesia Disambut Gubernur Gamawan Fauzi 

Kompas Cybermedia
Selasa,26 Juni 2007

http://www.kompas.co.id/ver1/Olahraga/0706/26/220823.htm

JAKARTA, KOMPAS--Tim perahu naga Indonesia yang pulang dengan 
prestasi membanggakan, juara umum pada Festival Perahu Naga 
Internasional di China, Selasa (26/6) tiba di Tanah Air. Karena tim 
yang mewakili Indonesia itu berasal dari Kota Padang, Sumatera Barat, 
mereka mendarat di Bandara Internasional Minangkabau dan disambut 
dengan kalungan bunga oleh Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi dan 
Wali Kota Padang, Fauzi Bahar.

"Keberhasilan tim perahu naga Kota Padang yang mengharumkan Indonesia 
di ajang internasional itu, merupakan hasil kerja keras dan prestasi 
tersebut sangat membanggakan. Karena itu, Pemerintah Provinsi Sumbar 
akan memikirkan semacam apresiasi untuk mendorong olah raga ini dapat 
mempertahankan prestasinya di masa datang," katanya.

Wali Kota Padang Fauzi Bahar, sebagaimana dilaporkan Hasrul, Kabag 
Humas Pemkot Padang, dalam penyambutan itu mengatakan, bahwa menjadi 
juara di tempat lain selain di China, itu tidaklah hal yang istimewa. 
Tetapi, berhasil menundukkan tim kuat China di negeri China --tempat 
leluhur olahraga perahu naga ini dilahirkan, inilah yang luar 
biasa. "Tim Indonesia menang di kandang Naga itu sendiri, ini sangat 
luar biasa," tandasnya.

Menurut Fauzi Bahar, kemenangan bagi tim perahu naga Kota Padang ini 
tidak hanya untuk dunia olah raga semata. Tetapi dalam jangka panjang 
adalah untuk kemenangan sektor ekonomi masyarakat. Kalau Padang sudah 
terkenal ke mana-mana, orang-orang tentu menjadi tertarik untuk 
datang dan berinvestasi ke Padang.

Tim perahu naga Kota Padang ini, tahun 2006 di Penang, Malaysia,juga 
mewakili Indonesia, dan berhasil meraih juara umum. Usai disambut 
resmi di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), tim perahu naga 
Kota Padang, Indonesia, itu diarak keliling kota. (NAL)
-

Selamat bagi Tim perahu naga kota Padang yang  sukses memenangkan  
perlombaan  "Dragon Boat International Four City Festival 2007" di 
Tiongkok sebagai juara umum  !!  

Sebelumnya Tim perahu kota Padang ini juga telah menjuarai perlombaan 
internasional perahu naga  di Penang, Malaysia  tahun lalu.  Selain 
itu  kota Padang juga dikenal  pernah menjuarai perlombaan Barongsai 
sedunia   (World Lion Dance) di Ginting, Malaysia.

Lomba perahu naga ini (Dragon Boat)  atau Mandarinnya disebut Duan Wu 
Jie Festival ini berasal dari salah satu perayaan budaya tradisionil  
Tiongkok yang sudah berumur lebih dari 2000 tahun. Perlombaan ini 
dirayakan biasanya pada tanggal 5, bulan 5 pada  penanggalan kalendar 
Lunar setiap tahunnya atau jatuh  pada bulan Juni pada penanggalan 
internasional (Gregorian). 

Perlombaan "dragon boat" ini sekarang telah menjadi sebuah olahraga  
air yang populer dan tercepat pertumbuhannya didunia sekarang.  
Popularitasnya bukan saja di  negara-negara Asia Timur, tetapi juga 
telah menyebar ke negara lainnya seperti di Amerika Serikat, 
Australia, Eropah, Afrika, Karibia dan terutama di Kanada  
(Vancouver, Toronto dan Ottawa) dimana setiap tahunnya 
diselenggarakan perlombaan Dragon Boat yang menarik ribuan pengunjung 
untuk menyaksikannya. 

Di Indonesia perlombaan perahu naga ini  telah lama diperlombakan  
pada beberapa tempat pada beberapa kota  atau daerah  yang  banyak 
dialiri  sungai-sungai yang cukup besar seperti sungai Batanghari 
(Jambi), Siak (Pekanbaru), Musi (Palembang),  Mahakam (Samarinda dan 
Tenggarong pada  festival Erau), Kapuas (Pontianak), Barito 
(Banjarmasin), Cisadane (Tanggerang) atau di kepulauan yang mempunyai 
banyak selat seperti di Bau-Bau (Buton), Makasar, Kendari, Tanjung 
Pinang dan Batam  (Riau) dan bahkan sampai ke Maluku (Bandaneira), 
Cilacap dan kepulauan Mentawai dll.

Di Maluku dikenal juga sejenis  perahu tradisionil  seperti  perahu 
naga dengan sebutan Kora-Kora.  Perahu ini bukan saja berfungsi 
sebagai alat transportasi laut saja, tetapi juga digunakan sebagai 
perahu perang seperti yang digunakan oleh  Kesultanan Ternate dan 
Tidore dahulu dalam meluaskan wilayahnya serta digunakan dalam 
peperangan dengan  Portugis, Spanyol dan Belanda.

Bagi penduduk Jakarta, perayaan lomba perahu naga  yang dirayakan 
pada pesta Peh Cun itu lebih dikenal  melalui  pesta perayaan Peh Cun 
di Tangerang yang diperlombakan pada sungai Cisadane yang cukup luas, 
dan  sekarang menjadi bagian dari festival budaya Cisadane.

Lomba perahu naga ini sekarang  telah menjadi bagian dari olahraga 
dan budaya  Indonesia. Universitas Indonesia mempunyai  tim perahu 
naga sendiri yang diperlombakan didanau dekat kampusnya di Depok. 

TNI-AL  seperti  Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) dan 
Marinir  juga  mempunyai tim yang cukup tangguh dan pernah 
memenangkan beberapa perlombaan perahu naga nasional, demikian juga 
dengan Polri.

Menurut legendanya seorang  mantan menteri  dan penasihat kaisar yang 

[budaya_tionghua] Dr. Han Hwie-Song:Re: Dr. Han Hwie-Song: Renaissance dan enlightenment di Tiongkok (XII)

2007-06-25 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Han Hwie Song" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> 
>Standard kehidupannya kebanyakan rakyat Tiongkok masih "rendah", 
>terutama di desa-desa di daerah pedalaman, dimana perawatan yang 
>memuaskan masih diluar kemampuan mereka. Ini karena mahalnya 
>pengobatan apalagi kalau masuk rumah sakit dan mempunyai penyakit 
>chronis yang memerlukan setiap hari harus makan obat, seperti 
>penyakit diabetes, jantung dan vascular etc
>..
>pada  jaman Mao Ze-dong, healthcare dibayar oleh pemerintah sekarang
>hospital harus berdiri sendiri, dengan lain perkataan"berdikari 
>finansiil" bebas dari pengaruh dan bantuan pemerintah. Sebetulnya 
>ini  adalah sistim kapitalisme seperti yang kami lihat di USA. 
>
>Bagi kaum tani membayar ongkos kedokteran 5 Rmb sudah terlalu mahal, 
>bahkan ada orang-orang Barat yang mengatakan satu Yuan saja sudah 
>terlalu mahal bagi kaun tani miskin.
>  
>Reformasi ekonomi RRT merobah negara yang miskin menjadi negara yang 
>secara kontinu meningkat kemamkuran rakyatnya. Tetapi dengan 
>kolapsnya  perawatan yang sosialis dimana perawatan kesehatan yang 
>gratis dihapuskan,
>.
-

Salah satu jasa Mao Tse Tung kepada kelas petani dan pekerja Tiongkok 
adalah membangun sistim  pelayanan kesehatan masyarakat   
dengan "dokter telanjang kaki" (barefoot doctors) yang terjangkau dan 
murah oleh masyarakat luas dan berpenghasilan rendah, sesuai dengan 
cita-cita sosialisnya.

Mungkin karenanya Mao sampai kini masih banyak orang yang  
menghormatidan tetap diingat oleh rakyatnya  terutama dari  kelas 
petani di pedesaan dan kelas pekerjanya,  walaupun Mao telah 
melakukan kesalahan-kesalahan yang serius, seperti mencetuskan 
Revolusi Kebudayaan yang kontroversial.

Antara tahun 1965-1981, Tiongkok memperkenalkan   sistim pelayanan 
kesehatan  masyarakat yang menjangkau golongan miskin dan tertinggal  
yang hidup di pedesaan dan yang merupakan mayoritas dari penduduk 
Tiongkok, dengan nama "dokter telanjang kaki" (barefoot doctors). 

Sistim pelayanan kesehatan masyarakat miskin  ini merupakan gagasan 
Mao Tse Tung dan  ironisnya juga merupakan  bagian dari Revolusi 
Kebudayaan.

Tiongkok ketika itu tidak mempunyai tenaga dokter yang  berpendidikan 
kedokteran  barat  yang cukup  untuk melayani masyarakatnya  yang 
berjumlah lebih dari 1 milliar, maka  dengan sistim pelayanan 
masyarakat "dokter telanjang kaki" ini sebagai tulang punggung 
pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan, masyarakat mendapat pelayan 
kesehatan dengan biaya murah dan terjangkau, walaupun aspek preventif 
lebih berperan daripada kuratif.

Para pekerja kesehatan atau paramedik ini mendapatkan pendidikan  
singkat  dibidang kesehatan selama 3-6 bulan dan  dituntut untuk 
berdedikasi  tinggi mengabdi kepada kelas petani dan pekerja dengan 
berteladan  kepada  Dr. Norman Bethune

Dr. Bethune  (1890-1939) adalah putera seorang Missionaris dari 
Kanada  dan  seorang Internasionalis  yang membantu pihak republik 
dalam  perang saudara di Spanyol melawan fasisme Franco (1936-1937) 
dan  mendukung   Tiongkok dalam peperangan melawan Jepang.

Dr. Bethune  memberikan pelayanan kesehatan dan mengobati  korban 
peperangan sebagai seorang dokter. Ia meninggal di Tiongkok  pada 
tahun 1939  ketika masih   bertugas.

Tetapi  pada tahun 1981 ketika sistim pertanian kolektif "kommune 
rakyat" dibubarkan dan Tiongkok memasuki era reformasi ekonomi baru 
(perekonomian pasar), maka sistim pelayanan kesehatan "dokter 
telanjang kaki"  yang disponsori oleh negara  akhirnya juga harus 
bubar, dan sistim pelayanan kesehatan masyarakat di privatisasi 
sebagai konsekwensinya.

Pada laporan WHO ditahun 2000 diberitakan bahwa sistim pelayanan 
masyarakat di Tiongkok sebelum tahun 1980 lebih baik dibandingkan 
negara-negara lainnya yang mempunyai taraf perkembangan ekonomi  yang 
setingkat, tetapi sejak tahun 1980  dilaporkan   keadaannya  
berbalik. 

Pada konferensi WHO di Alma Ata, Kyrgystan tahun 1978, sistim 
pelayanan kesehatan masyarakat Tiongkok "barefoot doctors" ini bahkan 
mendapatkan penghargaan tinggi yang dituangkan dalam deklarasi  Alma-
Ata.

Sistim "dokter telanjang kaki" pada hakikatnya   merupakan bagian 
dari sistim pelayanan kesehatan "universal health care"  atau sistim 
pelayanan kesehatan umum yang disponsori   oleh negara kepada semua 
warganya. 

Dr. Bethune adalah salah satu orang penganjur "universal health care" 
ini dan  berbeda dengan praktek  sistim pelayanan kesehatan 
masyarakat yang menjadikan  pelayanan kesehatan masyarakat sebagai 
komoditas ekonomi saja.

Sisitim "dokter telanjang kaki" memang sudah tidak lagi sesuai dengan 
perkembangan jaman dan perekonomian sekarang, tetapi sekiranya  
pemerintah Tiongkok benar memprivatisasi s

[budaya_tionghua] Re: " TUANKU RAO" Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak

2007-06-21 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "jaringan buku indonesia JBI" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>INFO Buku Baru LKIS yang beredar di Toko Gramadia Taunku Rao dan 
>Slamet Mulyono

>Buku Tuanku Rao: Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak 
>terbitpertamakali tahun 1964 oleh Penerbit Tandjung Pengharapan. 
>Segera setelah erbit buku ini ditarik kembali dari peredaran oleh 
>karena memicu kontroversi yang berkepanjangan. Prof. Hamka bahkan 
>setelah 10 tahun buku ini terbit, menulis sebuah buku berjudul: 
>Antara Fakta dan khayal Tuanku Rao(1974). Di luar kontroversi itu, 
>buku ini layak untuk dilihat dan dibaca.
>
--

Mungkin dapat ditambahkan  lagi sedikit  sinopsis dari buku Tuanku 
Rao karangan Ir. Mangaraja Onggan Parlindungan ini.

Buku ini  tidak  hanya membahas  Tuanku Rao, seorang juru dakwah yang 
mengembangkan Islam di Sumatera Tengah pada pertengahan abad ke-19 
serta  cerita legenda peperangan para pahlawan di Sumatera Tengah 
masa lampau dan patriotisme Batak Muslim, tetapi juga  ada bab yang 
penting bagi sejarah orang Tionghoa di Jawa khususnya.

Pada halaman 650-672 didalam  buku ini ada lampiran XXXI yang 
berjudul: "Peranan orang-orang Tionghoa/Islam/Hanafi didalam 
perkembangan Islam dipulau Jawa 1411-1564". Lampiran ini merupakan 
singkatan dari hasil penyelidikan residen Poortman mengenai naskah 
Kelenteng Sam Po Kong yang disitanya.

Parlindungan mendapatkan akses untuk membaca  arsip Poortman ini  
(arsip kelenteng Sam Po Kong) ketika ia sedang belajar di negeri 
Belanda. Di jaman kolonial, arsip dari kelenteng Semarang itu 
dikategorikan sebagai  arsip sangat rahasia (Zeer Geheim), yang 
mungkin dianggap dapat membahayakan politik pemerintah 
Belanda "devide et impera" ketika itu.

Residen Poortman di tahun 1928 ditugasi pemerintah kolonial untuk 
menyelidiki apakah Raden Patah itu orang Tionghoa atau bukan, dan  
pada penumpasan pemberontakkan Komunis  tahun 1926-1927 Poortman  
menggunakan kesempatan itu  untuk menggeledah kelenteng  Sam Po Kong 
di  Semarang pada tahun 1928 dan  kemudian  menyita  banyak naskah 
berbahasa Tionghoa  yang sebagian sudah  berumur 400 tahun umurnya 
serta  dimuati kedalam 3 gerobak. (naskah aslinya  yang  disimpan di 
Belanda sampai sekarang masih  tidak diketahui keberadaannya).

Arsip kelenteng Sam Po Kong ini memuat catatan  tentang Raden Patah , 
Wali Songo dan tokoh Tionghoa Islam lainnya di abad 15-16. Arsip  
Poortman ini menjadi bahan perdebatan  yang kontroversial antara ahli 
sejarah mengenai otentitas dan keaslian sumbernya  serta  kerancuan 
antara mitos dan  realitas.

Buku Tuanku Rao ini, yang beberapa halamannya  melampirkan arsip 
kelenteng Sam Po Kong dari Poortman itu menjadi acuan Prof. Slamet 
Muljana  (selain Serat Kanda dan  Babad Tanah Jawi) dalam penulisan 
bukunya yang berjudul "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Djawa Dan Timbulnya 
Negara-Negara Islam Di Nusantara"  pada tahun 1968. 

Buku Prof. Slamet ini  kemudian dilarang oleh Kejaksaan Agung tahun 
1971, karena mengungkapkan hal-hal yang kontroversial waktu itu 
dengan   menyebutkan bahwa sebagian Wali Songo berasal dari etnis 
Tionghoa.  

Selain itu juga memunculkan sebuah  pandangan baru  yang sensitif 
tentang teori penyebaran Islam di Indonesia. Pandangan pertama 
mengatakan bahwa Islam yang berkembang di Indonesia berasal dari 
Hadramaut, Yemen. Pandangan kedua mengatakan bahwa peyebarannya 
berasal dari Gujarat, India. 

Mengenai pandangan baru atau ketiga ini telah terbit sebuah buku 
yang   membahasnya  juga dengan judul  "ARUS CINA-ISLAM –JAWA" (2003) 
dikarang oleh Sumanto Al Qurtuby.

Arsip Kelenteng Sam Po Kong dari buku Tuanku Rao ini juga  dibahas, 
diberikan komentar  dan diinterpretasi kembali oleh ahli sejarah 
berkebangsaan Belanda, H.J. De Graaf  & TH. Pigeaud  didalam bukunya 
yang berjudul "CHINESE  MUSLIMS  IN  JAVA in the 15th and 16th 
centuries" (1984). Buku ini juga telah diterjemahkan kedalam bahasa 
Indonesia dengan judul "CINA  MUSLIM di  Jawa Abad XV dan XVI (1998, 
2004).

Sebelumnya arsip Poortman ini belum  diperhatikan atau dianggap 
serius oleh mereka berdua  dalam bukunya yang berjudul "KERAJAAN  
ISLAM  PERTAMA  DI  JAWA' (De Eerste Moslimse Vorstendommen op Java, 
Studien Over de Staatkundige Geschiedenis van de 15 de en 16 de Eeuw, 
1974). Baru pada buku terakhir yang ditulisnya (Chinese Muslim in 
Java)  mereka dengan serius berusaha menginterpretasikannya kembali.

Menurut De Graff dan Pigeaud, dokumen Sam Po Kong  yang ditulis  
dalam buku Tuanku Rao itu  tidak dapat dikesampingkan begitu saja 
sebagai catatan sejarah, walaupun keaslian sumbernya masih 
diperdebatkan. Kesimpulan ini mereka dapati  setelah melakukan 
analisa perbandingan dengan buku-buku sejarah lainnya masa lalu. 

Sebenarnya dengan menulis buku Chinese Muslim in Java ini, De Graaf 
dan Pigeaud secara implisit telah mengakui otentisitas  sejarah 
naskah

[budaya_tionghua] Re: Han Hwie-Song: Jawaban saya:

2007-06-17 Terurut Topik Golden Horde
>In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Han Hwie Song" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:

>Lao Zi mengatakan kalau kita bangun kita harus bongkar 
>...
>Jelas  perlu adanya daerah yang harus dirusak untuk membangun yang 
>baru...
>RRT perlu membangun untuk kepentingan perumahan rakyat dan 
>kebutuhan diplomatik dan perdagangan. 
>...
-
>In budaya_tionghua@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote:

>Tidak semua bangunan atau kawasan lama memiliki nilai sejarah tinggi 
>untuk dipertahankan. kalo disebuah kawasan sdh ada yang mewakili 
>apakah dari sudut kesejarahan, teknologi, seni atau langgam tertentu 
>sisanya boleh2 saja dibongkar. 
>tetapi apakah semua perlu dilestarikan?
>..
--

Benar bahwa tidak semua Hutong dapat  dipertahankan lagi, apalagi 
yang sudah  kumuh dan tidak memenuhi standard  kesehatan dan 
pemukiman yang  layak  lagi.  

Saya  juga  sudah sebutkan sebelumnya bahwa kalau tidak hati-hati dan 
selektif  maka akan hilang  selamanya warisan budaya arsitektur yang 
menjadi  identitas kota Beijing yang tua dan bersejarah itu.

Memang bahwa pemerintahan Tiongkok mempunyai program untuk 
mengkonservasi bangunan-bangunan arsitektur  yang mempunyai nilai 
sejarah, tetapi tidak semua berjalan seperti yang digariskan atau 
diharapkan. 

Dan  ini diungkapkan belum lama berselang oleh wakil menteri 
pembangunan Tiongkok sendiri Qiu Baoxing  .

Qiu Baoxing mengatakan bahwa banyak bangunan-bangunan yang mempunyai 
nilai arsitektur bersejarah sebagai  warisan budaya rusak akibat 
proses urbanisasi yang pesat.

Ironisnya bahwa  banyak  pejabat lokal yang bertanggung jawab atas 
kerusakan tersebut  dengan  mengatas namakan renovasi, seperti yang 
dikatakan lebih lanjut oleh Qiu Baoxing. 

Selain itu Tiongkok baru  pada tahun 1982 mempunyai undang-undang 
perlindungan  cagar budaya .

Salam
GH.
--
China Daily 06/11/2007 
Historical sites 'devastated' in renovations

By LI FANGCHAO
Updated: 2007-06-11 06:44

A large number of historical architecture and cultural heritage sites 
have been destroyed during the country's rapid urbanization, a top 
official lamented yesterday. 

Qiu Baoxing, vice-minister of construction, hit out at some local 
officials for their "senseless actions" that have "devastated" 
historical sites and cultural relics in the name of renovation. 

The country's historical and cultural heritage is facing a third 
round of havoc since New China was founded in 1949, he noted.  The 
first two occurred during the "Great Leap Forward" movement in the 
late 1950s, and the "cultural revolution" (1966-76), when huge 
numbers of relics and sites of historical value were demolished, he 
added. 

"Some local officials seem to be altering the appearance of cities 
with the determination of 'moving the mountain and altering the water 
course'," he told a news briefing on the sidelines of an 
international conference on urban culture and city planning.  

"They are totally unaware of the value of cultural heritage." 
Qiu also slammed the "blind pursuit of large, new and exotic" 
buildings by some local governments. 

"This is leading to a poor sight - many cities have a similar 
construction style. It is like a thousand cities having the same 
appearance," he said. 

Tong Mingkang, deputy director of the State Administration of 
Cultural Heritage, agreed. 

He lashed out at some local governments for their "reckless decision" 
to dismantle valuable historical sites which were in poor repair and 
erecting fake cultural relics at the site. 

"It is like tearing up an invaluable painting and replacing it with a 
cheap print." 

He also blamed long-time neglect by local governments for the fast 
deterioration of historical sites.
"If well protected, their value would grow as days go by," he said. 

Qiu said that the country is revising the Town and Country Planning 
Act, which will prevent local officials from arbitrarily altering 
city planning. 

Tong said that a 1-billion-yuan ($130 million), five-year nationwide 
survey on cultural relics has been launched to get a clearer picture 
of their status. 

http://www.chinadaily.com.cn/cndy/2007-06/11/content_890987.htm








[budaya_tionghua] Re: "WNI Bangsa Tionghoa"

2007-06-16 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Sunny" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>http://www.suarapembaruan.com/News/2007/06/15/index.html
> 
>SUARA PEMBARUAN DAILY 
>"WNI Bangsa Tionghoa"
>Oleh Iskandar Jusuf 
> 
> 
>Istilah "WNI bangsa Tionghoa" terasa sangat janggal. Sebab, tidak 
>ada warga negara Indonesia (WNI) berkebangsaan Tionghoa. Semua WNI 
>tentu bangsa Indonesia. Tetapi ada segelintir orang Tionghoa yang 
>menggunakan istilah "kebangsaan Tionghoa Indonesia" untuk menamakan 
>organisasi masyarakat yang mereka dirikan. 
>


Organisasi masyarakat Tionghoa mana yang dimaksudkan  penulis 
menggunakan istilah "WNI bangsa Tionghoa"  atau pernah menyebutkan 
dirinya dengan istilah ini ?   Istilah ini hampir  atau  tidak pernah 
terdengar sebelumnya. 

Penulis (Iskandar Jusuf) di Suara Pembaharuan ini tidak 
menyebutkannya nama organisasinya.  

Apakah mungkin  istilah  atau sebutan  yang dilontarkan ini sebuah 
umpan  pancingan terselubung yang diharapkan ada yang menyambutnya? 

Ataukah hanya sebuah pernyataan hipotetis yang mengandung unsur 
spekulasi dan perkiraan saja?  seperti kutipan tulisannya dibawah 
ini :

"apabila organisasi masyarakat Tionghoa yang menggunakan nama 
kebangsaan Tionghoa Indonesia ingin mengartikan kata bangsa dalam 
arti suku, sebaiknya gunakan saja kata suku. Maka namanya menjadi 
suku Tionghoa Indonesia, bukan kebangsaan Tionghoa Indonesia, atau 
pakai istilah suku bangsa Tionghoa Indonesia". (Iskandar Jusuf, Suara 
Pembaruan 15 Juni 2007)

Kalau menarik  sebuah kesimpulan hanya  berdasarkan kata 
hipotetis  "apabila"  saja  yang  dituangkan  dalam sebuah suratkabar 
yang serius seperti Suara Pembaruan tanpa  menyebutkan nama 
organisasinya  yang kongkrit  sebagai pembuktian, maka ini hampir 
sama juga dengan mengatakan: 

"Apabila Tante saya mempunyai "kumis", maka Oom saya "komunis" 

Salam
GH.




[budaya_tionghua] Re: Dr. Han Hwie-Song: Renaissance dan entlightenment di Tiongkok (IX)

2007-06-15 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Han Hwie Song" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Renaissance dan entlightenment di Tiongkok
> 
>Restorasi untuk mengembalikan charme kota-kota bersejarah 
>RRT mengadakan restorasi projek dimana-mana untuk menghidupkan 
>kembali glamour sejarah kota-kota kuna diantaranya kota Suzhou. 
>...
>Suzhou, Hangzhou dan kota Zhouzhuang.
>.
---

Pemerintah Tiongkok  memang harus  lebih banyak lagi  mengkonservasi 
dan  melestarikan  kota-kota  bersejarah lainnya  sebagai warisan 
budaya Tiongkok yang bernilai tinggi.

Tidak jarang beberapa kawasan pemukiman yang mempunyai nilai sejarah 
dan  artistik  tingi menjadi korban pembangunan, perluasan dan 
modernisasi kota saat kini.

Di Beijing sendiri tidak sedikit  "Hutong-Hutong"(kawasan tradisionil 
pemukiman) yang sudah berusia ratusan tahun diratakan dengan tanah 
bangunannya  untuk  digantikan dengankawasan pemukiman 
(apartemen) dan komersil (perkantoran dan pusat perbelanjaan) modern 
atau boulevard, apalagi menjelang Olympiade 2008 ini.

Banyak ahli perencanaan kota (urban planner)  dan arsitek, dari 
diluar negeri  maupun Tiongkok  sendiri telah  menyampaikan 
kritikannya terhadap  strategi dan  langkah  pembangunan yang 
sekiranya tak terkendali, selektif dan hati-hati, maka Beijing atau 
kota-kota bersejarah lainnya akan kehilangan warisan dan identitas 
arsitektur  budayanya. 

Kawasan kota lama adalah merupakan salah satu atraksi yang menarik  
bagi wisatawan asing maupun domestik dan   Tiongkok sekarang  sedang 
menghadapi dilemma pembangunan, dimana  kepentingan  dan  percepatan  
pembangunan kota yang modern dan sehat berikut  infrastrukturnya 
berhadapan dengan kepentingan untuk mempertahankan warisan  
(heritage) budaya arsitektur yang tua dan bersejarah.

Beberapa situs-situs bersejarah juga tidak sedikit harus dikorbankan 
seperti dalam pembangunan "Bendungan Tiga Ngarai" (Changjiang Sanxia 
Da Ba) di sungai Yangtse, dimana permukaan air bendungan 
ditingkatkan  pada ketinggian tertentu, sehingga  ada beberapa situs 
arkeologi bersejarah  yang tak dapat diselamatkan lagi dan tenggelam 
dibawah air selamanya.

Sama halnya ini dengan  pembangunan bendungan Aswan di Mesir  
(selesai 1970) sebelumnya,  dimana lokasi  situs arkeologi bersejarah 
Abu Simbel  yang dibangun oleh Ramses lebih dari 3000 tahun yang lalu 
tenggelam dibawah air dan terpaksa harus direlokasi ke tempat yang 
baru.

Tiongkok selama ini banyak kehilangan bangunan-bangunan bersejarah  
yang disebabkan oleh bencana alam, peperangan, seperti perang 
saudara  dan intervensi  bangsa asing   seperti Jin  atau Jurchen 
(ibukota dinasti Sung, Kaifeng  dihancurkan olehnya di abad 12), 
Mongol, Jepang dan Barat  (seperti istana musim panas Yuan Ming Yuan  
yang dibangun oleh kaisar Kangxi di Beijing dihancurkan oleh tentara  
Inggris dan Perancis tahun 1860) 

Dan selama Revolusi Kebudayaan  juga tidak sedikit bangunan 
bersejarah  yang dihancurkan oleh "pengawal merah" saat itu.

Karena dilanda  bencana alam, kekacauan dan peperangan yang tak henti-
hentinya, maka bangunan-bangunan  bersejarah yang bergaya  
arsitektur  dinasti Tang dalam bentuk aslinya lebih sering  dijumpai 
dan  terpelihara (konservasi)   di Jepang daripada di Tiongkok 
sendiri, seperti  bangunan kuil Buddha  abad ke 8 Todai-ji dan 
Toshodai-ji  di Nara serta bangunan-bangunan lainnya di Nara juga 
yang perencanaan kotanya mengikuti  model ibukota dinasti Tang, 
Changan (Xian) pada abad ke 8. 

Bangunan-bangunan bersejarah yang luput dari kehancuran bencana alam, 
peperangan  dan  kekacauan politik  dahulu, sekarang terancam pula  
oleh  modernisasi dan derap pembangunan jaman. 

Pernah diberitakan juga bahwa "Tembok Besar Tiongkok" (Wanli 
Changcheng) yang  dinyatakan oleh UNESCO sebagai  bangunan warisan  
sejarah dunia  (World Heritage)  dan  kebanggaan sertaicon dari 
kebudayaan Tiongkok  dicuri  batu-batunya oleh penduduk setempat 
untuk membangun rumahnya !

Selain itu  Tiongkok menghadapi  ancaman   besar bencana ekologi, 
karena  lingkungan hidup pada beberapa kota-kota  besar seperti 
sungai dan udaranya  tercemar  akibat  polusi  dari industri yang  
tumbuh dengan pesat.

Inilah  tantangan-tantangan pemerintah Tiongkok sekarang  yang  harus 
dihadapinya  menuju ke sebuah negara industri modern di abad ke-21 
yang pada gilirannya akan diwarisi kepada generasi selanjutnya.

Salam
GH.















[budaya_tionghua] Re: Nama toeroenan dan Familliesysteem dari orang Tionghoa.

2007-06-08 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Han Hwie Song" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Sdr. Golden Horde yang budiman, 
>Tulisan anda sangat intersan dan saya membacanya dengan entusias. 
>Bolehkah saya memberi sedikit keterangan, bahwa setahu saya Liang 
>Qichao kemudianberobah pikirannya dari "guru" beliau Kang Youwei. 
>Achirnya beliau menjadi revolusioner, pengikut paham Dr. Sun Yat Sen.
>Maaf kalau koreksi saya ini tidak benar, karena dulu saya pernah 
>membaca sejarah Tiongkok dan ingatan saya demikian. 

>Salam bahagia,   
>Han Hwie-Song


Bp. Han yb.

Benar pendapat Bapak bahwa Liang Qichao akhirnya berbeda jalan dengan 
Kang Youwei walaupun sama-sama dari kubu monarkis dan reformis. Liang 
juga akhirnya memang mendukung revolusi yang menjatuhkan Qing ketika 
itu, karena tidak dapat melawan arus sejarah lagi  tetapi Liang  
tidak pernah bergabung dengan partainya Dr. Sun Yat-Sen yaitu 
Kuomintang, dan masing-masing memiliki visinya sendiri. Mungkin 
dibawah ini saya mencoba sedikit menulis tentang hubungan dan peranan 
mereka berdua ketika pada pembentukkan republik.

Sebenarnya antara Sun  Yat-Sen dan Liang Qichao terdapat   persaingan 
(rivalitas) diantaranya untuk mencari dukungan dalam perjuangannya, 
tidak saja dari golongan terpelajar, pemuda dan intelektual Tiongkok 
sendiri,namun  juga untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat 
Tionghoa yang tinggal di luar negeri (overseas Chinese). 

Mereka berdua  pada hakikatnya mempunyai cita-cita yang  sama yaitu 
ingin membangun Tiongkok baru, tetapi metodenya berbeda. Dr. Sun 
memilih  metode  revolusi  untuk  merebut kekuasan dari Qing dengan 
menghapuskan monarki yang ada serta mendirikan sebuah negara 
Republik, sedangkan Liang Qichao memilih  metode reformasi  dan  
membangun pemerintahan baru dengan sistim monarki kontitusionil 
seperti model negara  Jepang pasca  reformasi meiji.

Latar  belakang pendidikan Dr. Sun Yat-Sen  dan Liang Qichao  juga 
berbeda walaupun berasal dari propinsi yang sama yaitu Guangdong.. 
Dr. Sun  yang lebih banyak menghabiskan waktunya  dan dibesarkan di 
luar negeri (Honolulu & Hongkong) serta mendapatkan pendidikan Barat  
seperti sekolah missionaris (Dr. Sun adalah pemeluk Kristen). 

Dr. Sun juga hampir atau  tanpa memiliki latar belakang  pendidikan 
klassik  Konfusius, seperti  halnya Liang Qichao  yang mendapatkannya 
melalui   pendidikan  dan tradisi klassik Konfusius (Confucian 
Scholar).

Walaupun demikian Liang  tidak menjadikan dirinya  seorang Konfusius 
yang ortodoks  seperti Kang Yuwei dan bahkan bersikap kritis terhadap 
ajaran-ajaran Konfusius yang  tidak sesuai dengan tantangan jaman 
lagi, bahkan ia aktif menyebarkan dan menterjemahkan  ide-ide 
pemikiran Barat yang modern.

Liang memang pernah berkerjasama secara singkat dengan Dr. Sun waktu 
di Jepang, tetapi pada tahun 1903 dan sekembalinya dari perjalanannya 
ke Amerika Serikat yang  dalam kesempatan tersebut juga bertemu  
dengan Dr. Sun Yat-Sen dan  Presiden Theodore  Roosevelt disana, dia 
berubah pandangannya dan menganggap metode revolusi Dr. Sun itu 
radikal dan kemudian kembali berkerjasama dengan  Reformis atau 
Royalis Kang Youwei yang bercita-cita mendirikan Tiongkok baru dengan 
sistim monarki   konstitusionil.

Di Jepang kubu Sun Yat-Sen (Tung Meng Hui) terlibat dalam polemik dan 
perdebatan yang sengit dengan kubu Liang Qichao, yaitu antara kubu 
republik atau revolusioner  dengan kubu monarkis atau reformis  yang 
diwakili oleh Liang.

Sekembalinya dari Amerika itu, Liang berkeyakinan  bahwa rakyat 
Tiongkok saat itu  belum siap atau cukup terdidik secara efektif 
untuk menjalankan sebuah institusi demokrasi.

Sesudah tahun 1905, pengaruh Liang dikalangan kaum terpelajar, pemuda 
dan intelektual  mulai berkurang, karena golongan ini  sudah tidak 
sabar  lagi dengan penguasa  Qing  yang reaksioner, sedangkan gerakan 
revolusi dari Dr. Sun bertambah populer.

Liang  dalam polemiknya dengan golongan republik ini  memperingatkan 
mereka  bahwa gerakan revolusi  mereka yang dianggap radikal dapat 
memprovokasi negara asing untuk mengintervensi dan memecah belah  
Tiongkok.

Tetapi pada tahun 1910-1911, Liang  yang akhirnya frustrasi melihat 
perkembangan politik pemerintah Qing  yang reaksioner dan  menolak 
setiap bentuk perubahan atau reformasi, dan juga sejak kaisar Guangxu 
yang pernah mendukung idenya itu meninggal,  akhirnya mendukung  
revolusi dan menyerukan digulingkannya pemerintahan Qing yang 
berawal  pada peristiwa pemberontakan Wuchang  (propinsi Hubei) di 
tahun 1911.

Perlu ditambahkan juga bahwa peristiwa pemberontakkan Wuchang  yang 
bersejarah di tahun 1911 melawan otoritas Qing saat itu terjadi 
diluar kontrol dan pengetahuan kedua orang tersebut (Liang dan Dr. 
Sun) atau   diluar kontrol Tung-meng-hui. Kedua orang tersebut ketika 
peristiwa terjadi  sedang berada di luar negeri, Dr. Sun  Yat-

[budaya_tionghua] Re: Siapa K. Sindhunata

2007-06-08 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Halaman 172 dari buku berjudul apa??
>  
> -Original Message-
> From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Golden Horde
> Sent: Thursday, June 07, 2007 1:50 AM
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Subject: [budaya_tionghua] Re: Siapa K. Sindhunata
> Sindhunata pada seminar Angkatan Darat II tahun 1966 di Bandung, 
> menyarankan dalam makalahnya untuk menghentikan penyiaran, 
> penerbitan dan pendidikan yang berbahasa Tionghoa (Charles A. 
> Coppel, Tionghoa Dalam Krisis ) 
---

Dari buku yang sama yaitu "Tionghoa Dalam Krisis", Charles A. Coppel

Salam
GH



[budaya_tionghua] Re: Siapa K. Sindhunata

2007-06-07 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Tantono Subagyo" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Semua merasa menjadi pembela Tionghua, saya melihat bahwa Sindhunata 
>(secara salah)  merasa bahwa keterikatan dengan budaya tradisional 
>Tionghua merupakan penghambat asimilasi, tanpa mengingat bahwa 
>budaya ataupun faham tidak dapat diberangus dan akan tetap hidup. 
>Mungkin karena latar belakang militernya.  
>Salam, Tantono
-

Kristoforus Sindhunata  dan Harry Tjan Silalahi, keduanya adalah 
mantan aktivis PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia)   yang 
kemudian menjadi   pengurus  di LPKB (Lembaga Pembinaan Kesatuan 
Bangsa).

Sindhunata pada seminar Angkatan Darat II tahun 1966 di Bandung, 
menyarankan  dalam makalahnya untuk menghentikan  penyiaran, 
penerbitan  dan pendidikan yang berbahasa Tionghoa (Charles A. 
Coppel, Tionghoa Dalam Krisis ) 

"Ia sendiri sebagai seorang Katolik, berpendapat bahwa Konfusianisme 
dengan pemujaannya kepada leluhur , bertanggung jawab terhadap 
orientasi banyak orang Tionghoa kepada leluhur mereka, tanpa 
memandang status nasional masing-masing" (hal 172 ).

Salam
GH




[budaya_tionghua] Re: Apakah Yang Gui Fei Adalah Perempuan Tercantik Dalam Sejarah Tiongkok?

2007-06-06 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Hendri Irawan" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
>Bung Darwin, 
>Pertama, definisi "cantik" itu beragam. Jadi sangat sulit untuk
>menentukan secara akurat apakah Yang Yuhuan itu wanita tercantik 
>dalamsejarah Zhongguo. 
>Kedua, definisi "cantik" juga berubah-rubah seiring dengan waktu dan
>perkembangan kebudayaan. Wanita yang dianggap cantik oleh kalangan
>kekaisaran di jaman Tang itu kira-kira adalah secara fisik, 
>pundaknya berisi dan sedikit bongsor. Hal ini berkaitan dengan asal 
>muasalkekaisaran Tang yang berhubungan dengan suku nomaden dari utara
>(Xianbei). Secara sifat dan keterampilan, wanita yang aktif dan 
>pintar bermain polo (keahlian berkuda) juga sangat dihargai.


Yang Guifei adalah salah satu penyebab awal  runtuhnya dinasti Tang 
yang terkenal itu dalam sejarah Tiongkok. Dan Yang Guifei sebenarnya  
juga adalah gundik dari anaknya kaisar Xuanzong sendiri  yang 
direbutnya dan lalu  diakui sebagai gundiknya.

Yang  Guifei dipersalahkan  sebagai penyebab timbulnya pemberontakkan 
An Lushan (keturunan Turki) di tahun 755 yang berhasil  merebut kota 
Chang'an, sehingga kaisar Xuanzong (Tan Ming Huang) melarikan  dan 
menyelamatkan diri bersama Guifei   meninggalkan ibukotanya itu, 
yang  berakhir  dengan kematian bunuh diri dari Yang   Guifei  yang 
dituntut oleh tentaranya dimana  kaisar Xuanzong sendiri terpaksa 
memenuhi  untuk tuntutan tentaranya  yang sudah marah dengan Guifei.

Walaupun An Lushan, yang diangkat sebagai anak, disenangi dan 
dipromosikan sebagai komandan tinggi militer oleh Yang,  akhirnya 
dapat dikalahkan (dibunuh oleh anaknya sendiri). Tetapi sejak itu 
dinasti Tang merosot melemah terus  dan berakhir  di tahun 907.

Kecantikkan Yang Guifei adalah tipikal standard kecantikkan seorang 
wanita dari dinasti Tang  ketika itu yaitu berwajah bulat  atau 
tembem (plump), ini dapat dilihat dari lukisan-lukisan klasik  dan 
patung  wanita terracota atau keramik gaya Tang.  

Kota Chang'an (Xian sekarang) yang kosmopolitan  ketika itu juga 
sebagai pusat fashion, kostum-kostum wanita  Tang  mempunyai bahan 
dan disain yang unik serta indah dan  populer,  banyak memberikan 
inspirasi atas disain-disain kostum wanita di berbagai negara seperti 
Korea, Jepang dll ketika itu.  Di jaman sekarangpun kostum wanita 
Tang ini cukup  mendapatkan perhatian kembali  dari kalangan 
perancang busana dengan menginterpretasikannya kembali keindahannya.

Cerita dan hubungan cinta (love story) dari Yang Guifei dengan kaisar 
Xuanzong ini telah menjadi tema dalam berbagai objek  seni seperti  
seni pangung atau opera,  novel, syair, lukisan , drama, opera, dan 
film.

Seorang penyair Tang terkenal, Bai Juyi (Pai Chu-I )  telah menulis  
sebuah syair mengenainya dengan judul "Nyanyian Kesedihan Abadi " 
(Song of Everlasting Sorrow ). Syair ini telah memberikan inspirasi 
dan  referensi atas penulisan sebuah  novel  (salah satu novel tertua 
di dunia) di Jepang yaitu "Cerita Genji" (The Tale of Genji) pada 
pertengahan periode Heian (794-1185).

Yang Guifei yang  disebut dengan nama "Yokihi" di  Jepang  juga 
telah  menjadi tema dalam seni satra, lukisan dan bahkan film di 
Jepang, seperti Film "Princess Yang Kwei Fei"yang dibuat pada tahun 
1955 oleh Kenji Mizoguchi.

Juga sebuah buku mengenai pengaruh Yang Guifei dalam sastra Jepang 
telah diterbitkan  pada tahun 1988 oleh  Masako Nakagawa, "The 
Yang Kuei-Fei Legend in Japanese Literature" (Edwin Mellen Press, 
1998).

Mungkin nasib dan sejarah  Yang Guifei dapat dibandingkan dengan 
Marie Antoinette  yang dihukum mati  dengan guillotine pada 
revolusi Prancis di tahun 1793 .

Salam
GH.





[budaya_tionghua] Re: Nama toeroenan dan Familliesysteem dari orang Tionghoa.

2007-06-03 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Skalaras" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
>Yang dimaksud mestinya Liang Qichao, seorang tokoh gerakan reformasi 
>di akhir dinasti Qing, ketika gerakannya gagal, dia sempat lari ke 
>Jepang. Selain seorang pemikir yang banyak menelorkan tulisan2 
>penggugah semangat pembaruan, dia juga seorang sastrawan yang 
>membuat banyak essay dan puisi. puisinya bisa dibaca di buku saya, 
>halaman 52 dan 212.
--

Karena Liang Qichao (1873-1929) adalah salah satu tokoh sejarah dan 
intelektual penting di Tiongkok pada  peralihan abad 19 ke  abad 20 
yang tidak sedikit mempengaruhi pemikiran generasi muda Tiongkok 
ketika itu, mungkin disini ada sedikit lagi tambahan informasi   
mengenainya. 
 
Bersama Kang Youwei (1858-1927, dan  sudah pernah datang ke Indonesia 
tahun 1903 mengunjungi sekolah Tiong Hoa Hwee Koan atau Pa Hoa di  
Patekoan /Jl. Perniagaan, Jakarta), sebagai mentor atau seniornya, 
mereka berdua (keduanya berasal dari propinsi Guangdong seperti Dr. 
Sun Yatsen) dikenal sebagai tokoh  reformasi 100 hari ketika pada 
periode Kaisar Guangxu di tahun 1898.

Tetapi  gerakan reformasi yang diawali   oleh ide mereka berdua dan  
kemudian  disambut serta dijalankan  oleh Kaisar Guangxu tersebut 
hanya mampu bertahan hidup 100 hari, karena dihentikan oleh 
intervensi  ibusuri Cixi (Tzu Hsi) yang merasa pengaruh dan 
kekuasaannya terancam oleh  gerakan reformasi tersebut. 

Cixi mengeluarkan perintah hukuman  mati  kepada kedua orang ini  
yang akhirnya berhasil melarikan diri ke Jepang, sedangkan Kaisar 
Guangxu (1871-1908) dikebiri kekuasaannya serta  diisolasi dalam 
istana.

Berbeda dengan ide Dr. Sun Yatsen yang bercita-cita ingin mengakhiri 
sistim monarki dinasti Qing yang  otoriter, terbelakang  dan  
bangkrut dengan negara Republik dengan metode  revolusi. 
Liang dan Kang ingin menggantikan sistim monarki absolut dinasti 
Qing  itu dengan sistim monarki konstitusionil seperti model Jepang 
sesudah reformasi Meiji, jadi masih tetap mempertahankan sistim 
monarki tanpa perlunya ada revolusi.

Liang Qichao menetap cukup lama di Jepang (14 tahun) yang juga  
bersamaan ketika itu banyak mahasiswa Tiongkok belajar disana. Selama 
di Jepang Liang aktif menerbitkan jurnal-jurnal, suratkabar,  tulisan 
(politik, sastra klasik, novel)  dan terjemahan buku asing. 

Salah satu kontribusi penting dari Liang dalam gerakan pembaharuan di 
Tiongkok adalah menterjemahkan dan menerbitkan buku-buku  yang 
merumuskan  ide-ide Barat dan Jepang serta  menyebarkannya 
(diseminasi)  kepada kaum terpelajar Tiongkok ketika itu seperti ide-
ide demokrasi, sistim konstitusi, pemerintahan  parlementer, 
kesetaraan gender, nasionalisme,  darwinisme, dan teori sosial 
lainnya. Liang juga mempunyai minat yang tinggi  serta menulis 
dibidang  sastra, filsafat klasik dan sejarah.

Salam
GH









[budaya_tionghua] Re: tolong dooong...

2007-05-29 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ruri HP <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Dear all,
>   
>Saya seorang jurnalis di Batam di sebuah media yang memiliki rubrik  
>khusus budaya Tionghoa yang terbit saban Senin-Kamis. 
>
>Tapi, sekarang saya sedang kehabisan ide alias blank, meski sudah 
>buka  beberapa artikel maupun literatur mengenai budaya Tionghoa, 
>misalnya  masuk ke www.budaya-tionghoa.org.
>Mungkin ada rekan-rekan miliser yang bisa memberi ide fresh bagi saya  
>supaya bisa mengelola rubrik ini dengan lebih baik. 
>...


Anda dapat  mencoba di beberapa website ini, termasuk beberapa forum 
yang membahas budaya Tionghoa dengan cukup baik :

http://www.chinahistoryforum.com/index.php?
http://www.sino-economy.com/index.php?act=idx
http://www.asiawind.com/
http://www.asiawind.com/forums/
http://www.china-corner.com/default.asp
http://www.chinaculture.org/gb/en/node_2.htm

Salam
GH






[budaya_tionghua] Re: Peristiwa Mei dan sikap budaya

2007-05-28 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, indarto tan <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:

>Usai perang dunia II, terjadilah perang dingin antara Timur (Uni 
>soviet) dan Barat (Amerika). Saat itu, RRT yang komunis sekubu 
>dengan Timur. Memasuki tahun enampuluhan, Sovyet dan RRT pecah, 
>tetapi RRT dibawah ketua Mao tetap berpolitik kekiri-kirian, dicap 
>suka export revolusi. Bung Karno yang pro RRT sangat tidak disukai 
>oleh kaum kanan dan umat Islam. Masalah politik ini, mau tidak mau,  
>menyebabkan suasana anti Tionghua sering mencuat kepermukaan. 
>Contohnya peristiwa ITB. 
>...
--

Peristiwa-peristiwa kerusuhan anti Tionghoa di Indonesia yang dimulai 
sejak jaman Soekarno itu, tidak terlepas dengan situasi dunia ketika 
itu yaitu ketika dunia masih dalam  keadaan perang dingin, antara 
blok Barat dengan blok Timur.

Seperti diketahui bahwa pada periode perang dingin, Soekarno lebih 
condong ke blok Timur atau Sosialis serta dekat dengan RRT. Hal ini 
tidak disukai oleh AS, dan AS telah berulang kali hendak 
menjatuhkannya seperti mendukung pemberontakkan PRRI dan PERMESTA 
yang akhirnya Soekarno jatuh juga pada tahun 1965.

Peristiwa anti Tionghoa yang terjadi pada bulan Mei 1963 
(kelihatannya setiap kerusuhan terjadi pada bulan Mei, kebetulan ?) 
yang dimulai dari ITB, Bandung dan menjalar kebeberapa kota di Jawa 
Barat  telah disinggung  dalam tulisan  Peter Dale Scott ,"The United 
States  and the Overthrow of Soekarno, 1965-1967"  
http://www.namebase.org/scott.html

Disebutkan disitu bahwa sebuah konspirasi yang terdiri atas CIA 
(aktor intelektual  dan sumber pendanaan, termasuk RAND Corporation 
dan Ford Foundation), elemen tertentu  perwira angkatan darat yang 
telah dibinanya (Kolonel Kosasih dan Jenderal Ishak Djuarsa), sel  
PSI  bawah tanah serta  organisasi mahasiswa yang berafiliasi ke 
Masyumi dan PSI (partainya Prof. Soemitro Djoyohadikusumo)  terlibat 
dalam  memprovokasi  peristiwa anti Tionghoa  di Bandung pada tahun 
1963 tersebut.

Aksi anti Tionghoa itu bertujuan untuk mengganggu  hubungan antara 
Indonesia dengan RRT ("campaign to rupture relations with China") 
ditujukan  ke Soekarno secara tidak langsung. Dan Soekarno 
sendiri terkejut dan tak menduga sebelumnya dengan aksi anti Tionghoa 
itu, dan wajahnya merasa  tercoreng oleh aksi tersebut, karena 
hubungan antara Tiongkok dan Indonesia sedang hangat-hangatnya saat 
itu. 

Walaupun warga Tionghoa Indonesia bukan lagi  warga negara RRT dan 
anti Tionghoa di tahun 1963 di Bandung itu adalah urusan dalam negeri 
Indonesia, tetapi tetap  saja hal ini membuat hubungan kedua negara 
itu merasa terganggu, seperti pepatah  mengatakan "memukul anak untuk 
memperingatkan menantu"

Peter Dale Scott  menyebutkan  bahwa  AS mengobarkan sentimen anti 
Tionghoa di Indonesia  dalam perang dingin ketika itu  dengan  tujuan 
geostrategi politik untuk memecah dan mengganggu   hubungan yang baik 
antara Indonesia dengan Tiongkok, apalagi ketika itu perang Vietnam 
sedang meningkat   dan Amerika tidak menginginkan   Indonesia jatuh 
dalam pangkuan blok Sosialis.

Sejak runtuhnya Orde Baru hubungan Indonesia dengan RRT telah pulih 
kembali dan berkembang dengan pesat ke arah positif. Sedangkan 
hubungan antara AS dan RRT naik turun, bahkan merosot akhir-akhir ini 
seperti dalam  laporan Pentagon yang menyebutkan bahwa perkembangan 
persenjataan RRT (kapal selam nuklir, rudal nuklir  jarak jauh dan 
senjata anti satelit)   sangat mengkhawatirkan AS  yang  merasa 
terancam keamanan negara serta dominasinya didunia, selain itu 
masalah Taiwan juga  berpotensi  memicu  konfrontasi bersenjata 
antara AS dengan RRT, sekiranya Taiwan memerdekakan dirinya.

Maka timbul suatu pertanyaan yang hipotetis, apakah sejarah akan 
terulang  kembali pada saat sekarang seperti dalam perang dingin 
ketika itu ? dan apakah orang Tionghoa sudah merasa aman dan yakin 
tak akan terulang kembali seperti dahulu ? dan tak akan ada negara 
lain yang memancing di air keruh untuk  memecah belah  persatuan 
bangsa?

Sering terjadi dalam sejarah bahwa memburuknya hubungan RRT dengan 
salah satu negara di Asia khususnya, warga etnis Tionghoa setempat 
sering terseret  sebagai sandera politiknya,  seperti halnya dengan 
warga etnis Tionghoa di Vietnam (Hoa) pada tahun 1975 ketika terjadi 
konflik antara RRT dengan Vietnam (atau di India ditahun 1962). 

Walaupun warga etnis Tionghoa Vietnam (Hoa) adalah  warganegara 
Vietnam dan bukan warganegara RRT lagi, dan sudah berasimilasi dan 
berintegrasi sejak beberapa generasi serta  ikut berjuang mengusir 
Amerika, tetap saja mereka  dikaitkan  secara politis  dengan 
kepentingan RRT (dianggap sebagai kolone ke-5). 

Warga etnis Tionghoa Vietnam yang diusir dan dimusuhi ketika itu  
sebagian besar tidak memilih mengungsi ke RRT melainkan ke Amerika, 
Australia, Eropah  dll. karena bagi mereka RRT tetap   saja  dilihat 
seperti  sebuah ne

[budaya_tionghua] Re: Peringatan Tragedi Mei 98 di Los Angeles

2007-05-25 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, PK Lim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Two more cents from me.
>
>Ibu yang disebut di talk show tersebut adalah Ibu Esther, salah satu 
>penulis buku tentang kerusuhan Mei 98 yang baru diluncurkan.  
>Sebagai info, Bapak Fadly Zon yang saya dengan adalah teman dekat 
>Prabowo Subianto.  so, need we more to say ???
---


Dalam perdebatan di talk show Metro TV pekan lalu, terkesan Ester 
dipojokkan  oleh Fadli Zon.  Walaupun demikian  Esther sebagai 
aktivis HAM dari SNB (Solidaritas Nusa Bangsa) patut mendapat 
penghargaan  dan respek atas keberaniannya sebagai seorang wanita 
dalam  menegakkan HAM  dan  penghapusan segala bentuk diskriminasi  
rasial di negara kita, walaupun  ia sering mendapatkan ancaman gelap.

Esther bukan saja memperjuangkan keadilan terhadap etnis Tinghoa yang 
menjadi korban kerusuhan Mei 98,  tetapi juga untuk semua korban  
aksi kekerasan tersebut termasuk warga pribumi lainnya yang ikut 
menjadi korban dalam  peristiwa tersebut.

Bersama dengan almarhum suaminya Arnold Purba (etnis Batak)  dari 
SNB, Esther I Jusuf  sejak lama juga sudah bergerak sebagai aktivis 
HAM, seperti dalam  Tim Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.

Dalam usaha mencari kebenaran dan menegakkan  keadilan atas 
peristiwa  Pogrom Mei 1998, yang sampai kini belum ada penyelesaian 
hukumnya, golongan etnis Tionghoa sebagai salah satu korban utamanya, 
juga  tidak dapat  (atau cukup) memperjuangkan sendiri saja sebagai 
kelompok, melainkan  juga dibutuhkan dukungan dan  solidaritas luas  
dari mayoritas  warga etnis lainnya (pribumi)  sebagai bagian dari 
cita-cita   penegakkan HAM dalam  negara hukum dan demokrasi di 
Indonesia.

Mengenai Fadli Zon, saya telah mengirim sebuah komentar mengenainya 
kemilis BT ini (21 Mei 07). Tetapi entah mengapa, apakah karena tidak 
sampai ke tim moderator atau karena mungkin  isinya dianggap tidak 
berkenan  maka postingan saya tidak muncul  dalam milis ini. Tetapi 
apapun keputusannya saya menghormati  hak  dan wewenang tim moderator 
yang mempunyai kepentingan, kebijaksanaan dan  pertimbangan lainnya

Selanjutnya mengenai peristiwa Mei 1998 dan  Fadli Zon dapat dilihat 
link dibawah ini yang dilaporkan dan diinvestigasi oleh reporter 
asing (Asiaweek & FEER) ketika itu.

(Asiaweek 24 Juli 1998)
http://www.asiaweek.com/asiaweek/98/0724/index.html 
http://www.asiaweek.com/asiaweek/98/0724/cs1.html

(Far Eastern Economic Review  12 Februari 1998)
http://www.geocities.com/CapitolHill/Senate/9388/february98/muslim_act
ivists_say.htm

(Berita SiaR 17 Juli 1998)
http://www.minihub.org/siarlist/msg00348.html

Salam
GH.






[budaya_tionghua] Re: Fwd: Laporan Peluncuran Buku Antologi Puisi Tiongkok Asli Dari Jakarta

2007-05-18 Terurut Topik Golden Horde
>In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Steeve Haryanto" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> In [EMAIL PROTECTED], sarah serena
>  wrote:
 
>LAPORAN DARI JAKARTA
>"ACARA PELUNCURAN BUKU ANTOLOGI PUISI TIONGKOK KLASIK"   

>Peluncuran Buku Antologi Puisi TIongkok Klasik, Purnama
>Di Bukit Langit, di Gedung Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta tanggal
>15 Mei 2007 telah menambah khasanah kesusastraan Indonesia.
>
>-

Saya sendiri berkesempatan hadir dalam acara peluncuran buku tersebut 
di Bentara Budaya. Buku karya saudara Zhou Fuyuan ini merupakan suatu 
kontribusi  yang  kongkrit dan bernilai dalam membangun  sebuah 
jembatan  dialog budaya antara Tiongkok dan Indonesia, selain 
memperkaya khasanah kesusastraan Indonesia sendiri.

Quote:
>...
>Seperti yang terjadi pada kelurga Abdullah Baadilla, dari Banda 
>neira. Abdullah adalah seorang pedagang keturunan arab yang kawin 
>dengan putri kapitan Cina dari Marga Teh, yang pernah ditangkap oleh 
>VOC dan dibuang ke Banda Neira. 

>DI Naira, waktu itu sekitar permulaan abad 19, keluarga Teh, 
>diantaranya dipersunting oleh Abdullah Baadila. Yang satu lagi  oleh 
>seorang kapten Cina, Nio,sedangkan yang ketiga menikah dengan 
>seorang keturnan Spanyol, Montanus. 

>Perkawinan antara Abdullah Baadila dengan puteri Cina itu melahirkan 
>tiga orang putera: Said putera sulung, Abdul Rahim dan si bungsu 
>salim. Ketiga putra Abdullah ini berturut-turut dipanggil dengan 
>julukan Tjong, Nana dan Coco.  
>
---

Mungkin saya dapat memberikan tambahan  sedikit informasi mengenai 
keluarga Tionghoa-Arab yang terkemuka di Bandaneira  (Maluku) ini, 
karena kisahnya  tidak diceritakan lebih lanjut mengenai keturunan 
Tjong ini (dari keturunan marga Tionghoa  The dari pihak ibu).

Tjong yang  terkenal sebagai "orang kaya" Banda ini adalah seorang 
pengekspor pala dan pengusaha mutiara serta pernah diundang ke 
Belanda untuk  bertemu dengan Ratu Belanda  Emma  (ibu Ratu 
Wihelmina) pada tahun 1896. Tjong menghadiahkan Ratu Emma ini sebuah 
mutiara sebesar telur burung merpati yang sampai sekarang masih tetap 
menempel pada perhiasan Kerajaan Oranye dan  Tjong juga pernah  
diangkat menjadi "Kapitan Oranglima" (Kepala Adat) di Banda Naira.

Yang dimaksud dengan Tjong atau   Said Tjong Baadilla  ini tak lain 
adalah kakek dari Des Alwi yang pernah menjadi Atase Press dan 
Kebudayaan KBRI di Bern (Swiss), Austria dan Philipina. Bahkan ketika 
terjadi konfrontasi antara Indonesia-Malaysia , ia sebagai Dinas 
Diplomatik terlibat dalam Operasi Khusus Tim Penyelesaian Konfrontasi 
yang berfungsi sebagai jembatan penghubung dan perantara antara 
Indonesia dan Malaysia.. 

Karena kedekatan Des Alwi dengan mantan PM Malaysia Tunku Abdulahman 
dan Tunku Abdul Razak dan atas jasanya,  maka kedua pihak yang sedang 
berkonfrontasi ini (Indonesia dan Malaysia) dapat dipertemukan  dan   
berdialog untuk  mengakhiri konfrontasi itu.

Tunku Abdul Rahman dan Tunku Abdul Razak adalah kawan sekolah Des 
Alwi  ketika sama-sama belajar di Raffles College, London. 
Hubungannya ini dengan calon-calon pemimpin Malaysia yang dekat ini 
sering disebutkan oleh pers Malaysia sebagai "The Malay College 
Connection"

Selain itu juga Des bergerak dibidang perfilman terutama film 
dokumenter. Kepulauan Banda Naira (Banda Besar atau Lontar, Gunung 
Api, Run atau Hatta, Ai dan Naira)  yang terletak di Tenggara Pulau 
Ambon dan dikelilingi oleh laut Banda  ini adalah salah satu 
kepulauan yang terindah dan bersejarah (juga banyak benteng dan 
bangunan bersejarah lainnya) di Indonesia serta terkenal sebagai 
pulau rempah penghasil Pala yang utama dan pertama didunia.

Beberapa tokoh Nasionalis  Indonesia pernah diasingkan ke pulau ini 
oleh pemerintah  Belanda seperti. Dr. Tjipto Mangunkusumo, Iwa Kusuma 
Sumantri, Hatta dan Syahrir. Di kemudian harinya Des Alwi diangkat 
anak oleh Hatta dan Syahrir yang kelak mempengaruhi jalan hidupnya.

Masyarakat kepulauan Banda Neira ini terdiri dari beberapa kelompok 
etnis pendatang, seperti Arab, Tionghoa, Bugis, Papua, Portugis, 
selain orang Banda sendiri dan Maluku lainnya  Mereka telah lama 
berbaur  atau menikah satu dengan lainnya sejak lama. 

Hampir sebagian besar kepulauan Maluku, dari mulai Maluku Utara 
(Halmahera, Ternate dan Tidore), Maluku Tengah (Ambon, Buru dan 
Seram)  hingga  Maluku Tenggara (Kepulauan Aru, Tanimbar dan Kei) 
dapat dijumpai kelompok masyarakat etnis Tionghoa yang usahanya 
bergerak di bidang perdagangan, mengelola hasil kelautan, 
transportasi laut  serta jasa lainnya.  Di kepulauan Aru dengan 
ibukotanya Dobo, banyak etnis Tionghoa juga menjadi pengusaha  
mutiara.

Di Bandaneira sendiri  ada lokasi yang dinamai  "Kampung Cina", 
karena banyak

[budaya_tionghua] Disepakati Kerjasama Militer RI & RRT

2007-04-04 Terurut Topik Golden Horde
Sebagai kelanjutan dari deklarasi kesepakatan kerja sama Republik 
Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok pada 25 April 2005 tahun 
lalu yang  disepakati oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan  Hu Jintao di 
Jakarta, diberitakan bahwa pada tanggal 3 April 2007 kemarin  telah 
ditanda tangani kesepakatan kerja sama militer yang lebih erat di 
antara kedua negara tersebut di Beijing.

Penandatanganan kesepakatan kerja sama di bidang pertahanan dan 
keamanan itu dilakukan oleh Sekjen Dephan Letjen Sjafrie Sjamsoedin  
(mantan Pangdam Jaya  yang bertangung jawab pada waktu kerusuhan Mei 
1998) dengan Wakil Kepala Staff Umum Tentara Pembebasan Rakyat 
Tiongkok (TPRT) Letjen Zhang Qinsheng di Beijing. 

Rombongan Dephan  yang terdiri dari Sekjen Dephan, Dirjen Perencanaan 
Pertahanan dan Dirjen Strategi Pertahanan itu  juga bertemu dengan 
Menhan Tiongkok Jenderal Chao Guangchuan. Ditekankan bahwa 
kesepakatan kerja sama militer ini bukanlah sebuah pakta pertahanan.  

Kesepakatan kerja sama militer ini adalah merupakan salah satu dari 
sembilan kesepakatan kerja sama yang dibuat pada pertemuan bilateral 
antara Presiden SBY dengan Presiden  Hu Jintao pada  April  2005 yang 
lalu.

Dengan kesepakatan  kerja sama ini diharapkan  dimungkinkannya  
terjadi dialog dalam  membangun kepercayaan di kedua belah pihak 
(confidence building) dalam bidang keamanan sertamemelihara 
stabilitas di kawasan regional Asia dan juga sebuah usaha untuk 
merealisasikan kemitraan strategis antara Indonesia dengan Tiongkok.

Letjen Zhang melihat kerja sama militer ini akan menjadi pilar bagi 
makin dipereratnya hubungan kedua negara. Sjafrie juga menambahkan  
bahwa disamping pembinaan sumber daya manusia, disepakati juga kerja 
sama dalam bidang pengembangan industri militer dan intelijen. 

Sebelumnya  dua kapal  perang (destroyer)  Angkatan Laut RRT juga 
telah berkunjung ke Indonesia yang merapat di Tanjung Priok pada 
bulan Maret lalu. Kunjungan kedua kapal perang  ini merupakan 
kunjungan balasan terhadap kedatangan kapal latih TNI AL Dewa Ruci ke 
Tiongkok pada tahun 2006. 

Salah satu bentuk kerja sama di bidang teknologi pertahanan  dan 
militer adalah rencana kerja sama  dengan LIPI dalam mengembangkan 
peluru kendali (rudal) jarak menengah atau sekitar 150 km. Selain itu 
juga direncanakan sejak tahun 2003, Tiongkok melakukan pengkajian 
tentang  prospek jangka panjang empat industri strategis di bidang 
pertahanan Indonesia yaitu, PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, PT 
PAL dan PT Dahana. 

Tetapi tidak diketahui  dengan pasti hasilnya sampai kini, seberapa 
jauh rencana pengkajiannya ini selesai. Kemungkinan tertunda, karena  
kelihatannya belum  ada kesepakatan antara kedua belah pihak 
sementara ini. Tiongkok minta ke pihak Indonesia  ketika itu untuk 
mendapatkan pendataan  terlebih dahulu tentang kemampuan penelitian 
dan pengembangan di bidang pertahanan pada industri strategis itu, 
sedangkan  Menhan Juwono Sudarsono menolak memberikannya sebelum 
kajian itu selesai. (?)

Guna  memperlancar kerja sama lebih lanjut, maka sekarang akan 
dibentuk semacam komite bersama. Dari pihak Indonesia dipimpin oleh 
Sekjen Dephan dan dari Tiongkok dipimpin oleh Kepala Staf  Umum 
Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok.

Dengan berkerja sama di bidang militer dengan Tiongkok, maka 
pengadaan  sumber Alat Utama Sistim Senjata (Alutsista)  Indonesia 
tidak tergantung lagi dari satu negara saja, terutama dari  Amerika 
Serikat. 

Karena Alutsista Indonesia sebagian besar pada era Orde Baru 
tergantung dari AS,  maka Indonesia menghadapi kesulitan  untuk 
mendapatkan suku cadang atau membeli perlengkapan militer baru 
ketika  diembargo perlengkapan militer oleh AS (seperti suku cadang 
pesawat tempur), karena pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer 
Indonesia. 

Disamping mengembangkan industri pertahanan dalam negeri sendiri, 
Indonesia juga  mencari sumber  pengadaan Alut Sista baru dari 
beberapa negara, seperti Tiongkok,  Rusia, Korea, Jerman, Italia, 
Perancis  sebagai alternatif baru sumber pengadaan senjata. 

Tetapi selain spesifikasi sistim senjatanya, juga harga dan  paket 
keuangan menjadi salah satu kriteria yang penting dalam keputusan 
untuk membelinya. 

Selain itu, seperti diketahui bahwa dalam rencana strategis (renstra) 
pembangunan kekuatan TNI lima tahun ke depan. Dephan merencanakan 
akan membeli 70 kendaraan perintis atau rantis (sejenis APC), 70 
kapal korvet  dan 70 pesawat angkut atau disebut "Formula 70" dan 
perlengkapan militer  modern lainnya.

Terkait dengan berbagai  latar belakang tersebut, Dephan  telah  
mengirim delegasi ke Tiongkok untuk menjajaki persenjataan apa saja 
yang dapat dibeli oleh Indonesia sesuai dengan program pengembangan 
kekuatan militer nasional dan anggaran yang tersedia, disamping kerja 
sama di bidang pertahanan  lainnya seperti pendidikan militer dan 
latihan militer bersama. 

Indonesia mengharapkan juga nantinya selain bantuan teknis, Tiongkok 
dapat ikut berkerja sama meng

[budaya_tionghua] Fwd. Indonesian relations with China: Playing it hard, soft or smart?

2007-04-02 Terurut Topik Golden Horde
Christine Susanna Tjhin, Fuzhou, China  
Monday, April 02, 2007 
The Jakarta Post

Christine Susanna Tjhin, Fuzhou, China
Russia's "Year of China" has officially begun, following the success 
of last year's "Year of Russia" in China, which began after Chinese 
President Hu Jintao's visited to Moscow from March 26 to 28 this 
year. 

The two countries have been exchanging cultural and 
social "ambassadors" for the last two years. Such efforts have been 
attempts to bridge the gap between the dynamic progress of the high-
level government relationship and the more stagnant development of 
people-to-people relations. 

Throughout 2006, China hosted over 300 Russian cultural and 
educational events, including several Sino-Russian economic forums 
with audiences in excess of 500,000 people. 

In Russia, the plan for 2007 is to have around 200 events Chinese-
themed events, ranging from a national exhibition (which being feted 
as the biggest all-inclusive event held by China abroad for three 
decades), to media exchanges, cultural festivals and business forums. 

The current cooperation was formalized when Hu Jintao met Russian 
President Vladimir Putin on the sidelines of the 13th Asia-Pacific 
Economic Cooperation (APEC) Economic Leaders' Meeting in South Korea 
in 2005. In March the following year, Putin himself opened a Russian 
event at the Great Hall of the People in Beijing. 

Putin even managed, to an affectionate reception by Chinese media, to 
exchange some of his black-belt judo moves with kung fu masters in 
Henan's Shaolin Temple. 

Greater media cooperation and educational exchanges are amongst the 
main strategies to bridge the gap between Russia and China. News 
agencies have actively increased cooperation. 

The Chinese state agency Xinhua is cooperating with ITAR-TASS; the 
Russian newspaper RIA Novosti cooperates with Renmin Ribao; and Radio 
of Russia has done exchanges with International Radio of China. 

Both governments have promised to increase the number of 
scholarships, exchanges and research grants for students and 
teachers. Last year Russia sent a large education delegation of 110 
representatives from 53 higher education institutions to the China 
Education Expo to lure Chinese students to the country. 

In 2006, around 4,000 new Chinese students enrolled in Russian 
educational institutions. Those numbers are expected to increase as 
the year progresses. 

These have been, to use the term coined by American political 
scientist Joseph Nye, some of the biggest "soft power" engagements 
between the two titans so far. Soft power engagement favors 
attraction and persuasion based on in-depth knowledge and solid 
understanding between partner countries. 

Although this mainly entails government-to-government interaction, 
people-to-people dynamics are also critical. In contrast to the "hard 
power" of military and economic capability, soft power is about the 
more subtle use of cultural, social and political values. A well-
balanced combination of both hard and soft power would produce 
something else again: "smart power". 

The backbone of contemporary Sino-Russian relations has obviously 
been the economic and strategic security relationship. Sino-Russian 
trade reportedly reached a record high of US$33.4 billion in 2006, an 
increase of 14.7 percent over the previous year. There has been eight 
straight years of double digit growth. 

By 2010, bilateral trade is expected to reach between $60 billion and 
$80 billion. China's 2006 Foreign Direct Investment in Russia reached 
$470 million over 736 projects, representing a 131.5 percent year on 
year increase. China has pledged $12 billion of investment in Russia 
by 2020. 

In 2005 the two countries, who share 4,300 km of border, managed to 
settle four decades of negotiations over their shared 
frontier. "Peace Mission 2005" was held in August, with 9,000 Russian 
and Chinese troops conducting an eight-day exercise along China's 
northeastern coastline, the first such exercise since Sino-Soviet 
relations collapsed in the late 1960s. 

Both countries have established a strategic regional security 
structure, along with Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan and 
Uzbekistan, through the Shanghai Cooperation Organization (SCO). 
Russia has also been one of China's main sources for advanced 
military hardware. 

Although their efforts have not been without complications, both 
countries have consciously strived to put the hard and soft power 
balance between them in tune. 

A lot can be learned from Sino-Russian engagement. 
How smart has Indonesia been with China so far? China's soft power 
charm offensive is underway in Indonesia, though not to the same 
extent as in Russia. But the Indonesian government is still 
apparently reluctant, if not overly suspicious, toward these 
overtures. This is holding Indonesia back from fully benefiting from 
China's dynamic growth. 

When the government clogged up its soft power channels with China in 

[budaya_tionghua] Re: OOT: Selamat Jalan Mas Chrisye Dan NyanyianmuTetap Abadi

2007-03-31 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, wahyudi yudi 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Penyanyi legendaris Indonesia Mas Chrisye telah pergi, pada hari 
>Jum'at 30-03-2007 dalam usia 57. Mas Chrisye telah meninggalkan 
>keluarga, sahabat dan penggemarnya termasuk saya ini. penyanyi yang 
>tidak lekang oleh zaman dan lagu-lagunya bisa 
>dinikmati/didengarkan/dinyanyikan dengan berbagai usia/generasi 
>penuh penghayatan syahdu, hingga hati bergetar lembut selembut wajah 
>dan senyuman Mas Chrisye. Mas Chrisye yang hidupnya total dengan 
ini.
>..deleted.
>salam
>
>yudi


  Sebelum beliau meninggal, sebuah buku yang mengisahkan lebih dari 
30 tahun perjalanan musiknya telah diluncurkan pada tanggal 17 
Februari 2007 yang lalu . Buku yang diterbitkan  dengan 
judul "Chrisye, Sebuah Memoar Musikal", oleh Gramedia Pustaka Utama 
ini  (373 hal) disusun  oleh Alberthiene Endah, ditengah masa 
sakitnya. 

 Dalam peluncuran buku itu banyak dihadiri oleh banyak musisi, 
seperti  Guruh Soekarno Putra,  tetapi penyanyi legendaris ini  tidak 
hadir dalam peluncuran buku tersebut, karena dalam keadaan sakit.

 Buku ini merupakan karya musikal dalam bentuk tulisan yang telah 
memaparkan  karir musik dan suka duka kehidupan pribadinya. 
Dikisahkan dalam buku tersebut bahwa Chrisye  sebagai seorang 
keturunan Tionghoa yang ketika kecil berdomisil di Menteng itu tidak 
mudah  diterima  begitu saja oleh masyarakat non-Tionghoa 
disekelilingnya  dan tak jarang dicemohkan  atau diejek oleh teman-
temannya ketika kecil.

 Chrisye adalah juga seorang penyanyi kharismatik dan salah satu 
musisi terbaik bangsa  seperti dikatakan oleh promotor musik Adrie 
Subono. Di usianya setengah abad lebih, Chrisye (lahir 1949)  masih 
menunjukkan eksistensinya  yang  gemilang,  dan namaya tak pernah 
pudar karena kegemilangan bintang-bintang muda.

 Selama karir musiknya, Chrisye telah meraih penghargaan 
Internasional dan Nasional, seperti juara pertama dalam ajang Enka 
Song Festival tahun 1986 yang diadakan oleh Fuji TV, Tokyo di Jepang 
dan pada tahun 1990, Video Clip "Pergilah Kasih", menjadi Video Klip 
Indonesia pertama yang ditayangkan oleh MTV Hongkong. 

 Video Klip "Sendiri lagi", terpilih sebagai Video Klip favorit dan 
terbaik pada episode ke-5 Video Musik Indonesia.

 Chrisye selama ini telah menciptakan lebih dari 80 lagu, diantaranya 
telah mendapatkan penghargaan musik paling bergengsi di Indonesia 
yang diadakan oleh perusahaan yang memproduksi pita kaset HDX dan 
BASF. Meraih 4 piringan emas dan 4 piringan perak untuk album-
albumnya yang dirilis. 

 Pada tahun 1995, Chrisye menerima penghargaan BASF LEGEND AWARD atas 
pengabdiannya terhadap musik Indonesia selama ini. 

 Beberapa lagunya juga telah menjadi hit yang dibawakan oleh : Vina 
Panduwinata, Tika Bono, Andi Matalatta dan Utha Likumahuwa. Selain 
itu Chrisye juga pernah ikut berakting dalam sebuah film yang 
berjudul " Seindah Rembulan" pada tahun 1981.

 Seperti juga Teguh Karya, N. Riantiarno, dll, Chrisye  telah 
menambah lagi deretan nama-nama dari etnis keturunan Tionghoa 
Indonesia yang telah  memberikan kontribusi dalam perkembangan seni 
budaya Indonesia yang  selalu dikenang  oleh orang.

Salam
G.H.






[budaya_tionghua] Re: NEW: STUDY TOUR TAIWAN 2007

2007-03-26 Terurut Topik Golden Horde
Bukan kepentingan dari etnis Tionghoa atau  bangsa siapapun, untuk 
menolak dan  mendiskriminasi  orang atau bangsa lain yang  ingin 
mempelajari bahasa dan kebudayaannya mereka. Sebaliknya  mereka akan 
disambut hangat dan "welcome" sekali keinginannya.

Selama hampir tiga dekade,  terbatas  atau tidak ada sama sekali 
hubungan  dan pertukaran budaya antara kedua negara ini yaitu 
Indonesia dan Tiongkok, termasuk juga pertukaran mahasiswa  dan 
pelajar, kecuali pada jaman Soekarno yang lalu. Jadi  hampir  dua 
generasi terputus  komunikasi dan dialog antara kedua negara dan 
bangsa ini. Dan baru  sesudah kejatuhan Orde Baru dapat dipulihkan 
kembali, walaupun masih terbatas.

Seperti sebuah pameo mengatakan  bahwa masa depan suatu bangsa 
terletak di tangan generasi mudanya, maka pertukaran mahasiswa dan 
pelajar sebagai generasi muda bangsa harus dipromosikan dan 
digalakkan. 

Dengan adanya pertukaran budaya dan mahasiswa  antara kedua negara 
ini, maka dipersiapkan  sebuah jembatan saling pengertian (mutual 
understanding) serta kerja sama ekonomi, politik dan budaya  antara 
negara dan bangsa dimasa depannya, sekaligus mengikis prasangka dan 
kecurigaan. Apalagi di  era globalisasi ini, dimana ketergantungan 
antara negara satu dengan lainnya bertambah intensif.

Pengalaman Uni Eropah adalah sebuah model percontohan yang baik. 
Sesudah perang dunia ke II, Jerman mengambil langkah inisiatif  
untuk  menghapus  prasangka, kecurigaan dan trauma negara-negara 
tetangga dan Eropah lain  terhadapnya,  yaitu dengan intensif 
melakukan pertukaran budaya dan mahasiswa dengan negara-negara Eropah 
lainnya sebagai salah satu langkahnya.

Dengan demikian diharapkan bahwa generasi baru  Eropah dapat 
membangun saling pengertian dan kepercayaan  bersama  untuk  
membangun Eropah  yang  damai  dan  sejahtera. Pemimpin-pemimpin 
negara dan bangsa Eropah sekarang telah bertekad untuk tidak akan 
mengulangi lagi pengalaman  sejarah masa lalunya yang  gelap seperti 
dua kali perang dunia yang menghancurkan kehidupan bangsa dan 
negaranya. 

Terbentuknya Uni Eropah sekarang adalah merupakan  salah satu  
langkah keberhasilan mereka untuk menghapus kecurigaan dan prasangka 
satu dengan lainnya. Generasi  Eropah pasca perang dunia kedua ini 
lebih mudah berkomunikasi dan berdialog sesamanya,  kekuatan  sinergi 
politik dan perekonomian  dari Uni Eropah  yang bersatu ini tidak 
dapat diremehkan oleh  negara manapun, termasuk Amerika Serikat.

Maka sudah selayaknya kalau kedua negara ini (Indonesia-Tiongkok) 
juga lebih intensif menggalakkan lebih lanjut pertukaran budaya dan 
mahasiswa diantaranya. 

Makin banyak mahasiswa dan pelajar Indonesia  yang belajar ilmu, 
bahasa dan budaya di Tiongkok, makin baik bagi  Tiongkok sendiri 
sebagai mitra strategisnya Indonesia, demikian juga sebaliknya, 
karena  setiap bangsa didunia  akan lebih bangga dan bersahabat kalau 
bangsa lain dapat mengenal bahasa dan budayanya. 

Seperti yang pernah dikatakan orang  bahwa kebudayaan Tionghoa 
bukanlah  eksklusif milik orang Tionghoa saja, melainkan sudah 
menjadi bagian kebudayaan  dunia yang  universal sekarang.

Dan bagi orang Tionghoa di Indonesia, prasangka negatif atau 
diskriminasi terhadapnya juga  tak dapat  dihapus dengan sekaligus 
dan menyeluruh, melainkan membutuhkan proses  waktu, seperti yang 
dikatakan dalam sebuah pameo bahwa Roma tidak dibangun dalam semalam

Maka  sudah menjadi  kepentingan dari etnis Tionghoa Indonesia  
sendiri kalau  lebih banyak lagi  mahasiswa Indonesia, yang non-
Tionghoa atau Pribumi dapat melanjutkan pendidikannya di Tiongkok 
untuk belajar ilmu, bahasa dan kebudayaannya.

Dengan demikian  maka diharapkan  prasangka negatif terhadap etnis 
Tionghoa di Indonesia ikut  terkikis seiring dengan  proses waktu, 
karena  komunikasi dan dialog budaya dapat lebih lancar jalannya, 
termasuk kemitraan dan sinergi di bidang ekonomi nantinya.

Selain itu biaya pendidikan dan hidup di Tiongkok relatif lebih murah 
daripada di Taiwan serta   lebih banyak  pilihan di lembaga 
pendidikannya.

Salam
G.H.




[budaya_tionghua] Re: Gelombang Pengunduran Diri Mendekati 20 Juta

2007-03-26 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, PK Lim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>Biarlah apa yang terjadi disana menjadi urusan mereka2.  Kita2 
>Tionghoa di Indonesia masih banyak masalah yang perlu mendapat 
>perhatian dan penanganan.
> 
>Salam,
>PK Lim


Right, He is barking up the wrong tree !! 

G.H.




Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

2007-03-26 Terurut Topik Golden Horde
GS wrote:

>Fatahilah di tahun 1527M, berputra/i 4 orang salah satunya Ratu Ayu 
>yang  menikah dengan Pangeran Djaya Ki Gedeng Angke..
>dari pasangan ini ber cucu Pangeran Djayakarta dan Pangeran Surya.
> 
>Demikian sekilas tambahan info dari kertas silsilah keluaran Banten.
> 
>sur.
>ps.
>Gelar Tubagus tidak tertulis di silsilah keturunan Fatahilah, dimana 
>untuk  pria mendapat gelar Pangeran sedang Perempuannya Ratu.
>Tubagus setingkat dengan Pangeran.
--

Nama Fatahillah atau  kadang-kadang disebut Faddillah Khan, Faletehan 
dari Pasei atau Tagaril seperti disebutkan oleh orang Portugis, 
disebutkan  dalam catatan  sejarah sebagai panglima pasukan Cirebon 
yang merebut Sunda Kelapa di tahun 1527. Tetapi sampai kini sampai 
kini masih belum ada kesepakatan atau kepastian sejarah  identitas  
sebenarnya Fatahillah tersebut. 

Sejauh ini namanya disebutkan sebagai panglima yang ikut  merebut 
Banten lalu kemudian merebut Sunda Kelapa ( Jakarta ) dari tangan 
Raja Pakuan Pajajaran (kerajaan Sunda) dengan bantuan tentara dari 
Demak. Selain itu juga ia  disebutkan dalam naskah Carita Caruban 
menikah dengan puteri Sunan Gunung Jati dan dimakamkan dekat makam 
Sunan Gunung Jati di Cirebon dengan nama Tubagus Pase. (Tempat-tempat 
bersejarah di Jakarta, A. Heuken, hal 26).

Menurut Hoesein Djajadiningrat dalam bukunya (Tinjauan Kritis Sajarah 
Banten) menyebutkan Fatahillah identik dengan Sunan Gunungj Jati 
(Nurullah), sedangkan menurut naskah `Carita Purwaka Caruban Nagari " 
yang ditulis  sekitar  tahun 1720  itu, disebutkan bahwa Fatahillah  
berbeda dengan Sunan Gunung Jati. 

Tetapi beberapa sejarawan meragukan nilai historisnya naskah  Carita 
Caruban ini, karena dianggap penuh mitos dan dan bertendensi 
melegitimasikan kesultanan Cirebon , serta ditulis 200 tahun setelah 
peristiwa sejarah itu  terjadi. (Sejarah Indonesia Modern, 1200-2004, 
M.C. Riclefs, hal 92 ).

Saya sendiri belum pernah mendapatkan informasi atau catatan sejarah 
tentang  silsilah   putera-puteri dari Fatahilah tersebut  yang  
disebutkan sebagai  kakek dari Pangeran Jayakarta itu. Apakah dapat 
disebutkan sumbernya ? karena cukup menarik untuk diketahui .

Sampai kini para sejarawan pada umumnya  (Prof. Dr. Hasan Muarif 
Ambary, Dr. Uka Tjandrasasmita, Dr. Nina Lubis, Drs. Halwany Michrob, 
A. Heuken SJ, dll) sependapat  dengan  Hoesein Djajadiningrat 
(Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten, 1913),  bahwa "Ratu Bagus 
Angke" adalah menantu dari Sultan Maulana Hasanuddin dari Banten 
(1552-1570)  yang menikah dengan salah satu puterinya (Ratu 
Pambayun). Sultan Hasanuddin sendiri adalah putera dari Sunan Gunung 
Jati, yang didalam Sejarah Banten disebut sebagai Sultan pertama 
Banten.

Versi resmi sejarah kota Jakarta juga menyebutkan hal yang sama 
seperti yang ditulis di "Jakarta Dari Tepian Air Ke Kota Proklamasi" 
yang diterbitkan oleh  Pemerintah Daerah Kusus Ibukota Jakarta, Dinas 
Museum Dan Sejarah,1988 serta  buku kumpulan makalah diskusi yang 
diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, Jakarta 
ditahun 1997 ("Sunda Kelapa Sebagai Bandar Jalur Sutera").

Ratu Bagus Angke, atau Ra(Tu)bagus Angke, dinamakan  mengikuti 
toponinym (toponimi) setempat yaitu daerah kali Angke, dan nama Angke 
sendiri berasal dari bahasa Tionghoa, seperti  sejarawan Denys 
Lombard menulisnya. Hal ini dimungkinkan karena orang Tionghoa sudah 
ada di Jakarta di abad ke 16 itu. Di Banten sendiri sudah ada orang 
Tionghoa sejak abad ke 12 dan 13 (The Sulanate of Banten, Claude 
Guillot).

Dalam bahasa Indonesia sendiri toponimi Angke hampir tidak pernah 
dijumpai ditempat lain dan sering seseorang dinamakan berdasarkan 
sebutan toponiminya, seperti sebutan  Sultan Ageng Tirtayasa (1651-
1682). Tirtayasa adalah nama sebuah desa dekat Serang , dimana ia 
mendirikan keraton baru dan tempat mengasingkan diri sementara di 
desa tersebut.

Nama Ratu untuk seorang  bangsawan laki  mungkin agak membingungkan, 
karena biasanya nama Ratu diasosiasikan dengan nama seorang wanita. 
Tetapi dalam sejarah Indonesia,  hal ini sering ditemukan sebagai 
nama gelar. 

Seperti seorang bangsawan Banten bernama "Ratu Bagus Buang" bersama 
guru agama Kiai Tapa  (namanya diabadikan sebagai nama jalan di 
Grogol sekarang) pada tahun 1750 melakukan pemberontakan terhadap 
Ratu Syarifah Fatimah (keturunan Arab) dan Pangeran Syarif, sebagai 
penguasa Banten yang didukung oleh VOC ketika itu.  

Ketika pada tahun 1750  itu, dan baru sepuluh tahun peristiwa 
pembantaian orang Tionghoa terjadi (1740), Angke menjadi lagi sasaran 
penghancuran lagi, ketika pasukan Kiai Tapa bergerak maju ke Batavia 
dan menghancurkan wilayah pinggiran kota yang bernama Angke (Nusa 
Jawa: Silang Budaya 1, hal 65, Denys Lombard). Kejadian seperti ini 
terulang kembali pada Mei 1998, dimana  kawasan Angke menjadi salah 
satu sasaran awalnya.

Didepan nama Ratu juga sering ditambahkan dengan gelar Pangeran atau 
Panem

[budaya_tionghua] Re: Need Info = Table Manner Chinese

2007-03-24 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, dinda karina <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> 
> dear all,
>
>ada yang tahu tidak ya restaurant china di jakarta yang bisa 
>mengaplikasikan langsung TABLE MANNER nya CHINNA. seperti tata letak 
>utilities nya. lalu cara memegang sumpit yang benar, dll.
>kalau ada yang punya info nya boleh tlg lsg reply ke e-mail saya...
>sebelumnya terimakasih banyak
>
> -dinda-


Anda dapat juga mencarinya langsung melalui Google dibawah judul 
Table Manner+Chinese.

Mungkin salah satu etiket yang perlu untuk diperhatikan pada jamuan 
makan bersama dalam tradisi kebudayaan Tionghoa ialah "jangan 
menancapkan kedua  sumpitnya diatas nasi", karena  ini  dapat 
dianggap seperti upacara sembahyang arwah.

"Don't stick your chopsticks upright in the rice bowl.Instead,lay 
them on your dish. The reason for this is that when somebody dies,the 
shrine to them contains a bowl of sand or rice with two sticks of 
incense stuck upright in it. So if you stick your chopsticks in the 
rice bowl, it looks like this shrine and is equivalent to wishing 
death upon a person at the table!"


http://en.wikipedia.org/wiki/Table_manners#Chinese_table_manners

http://www.travelchinaguide.com/intro/cuisine.htm

http://www.newsgd.com/specials/95cantonfair/95fairhelpfulinfo/20040308
0042.htm

http://www.newsgd.com/specials/95cantonfair/95fairhelpfulinfo/20040308
0042.htm

http://www.warriortours.com/intro/cuisine_culture.htm

Salam 
G.H.





Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

2007-03-24 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote:
>
>  
>Ang itu berarti Hung yang kalau bahasa mandarinnya berarti Merah. 
>Kalau  banjir air tidak akan berwarna merah , kecuali banjir darah.
>Yang menggelitik keingintahuan lebih lanjut adalah mengapa sampai 
>dinamakan   ANGKE dari salah satu dialek Tionghoa ? kenapa tidak 
>KALMER (Kali merah) ?   

>Mengapa nama dari Tionghoa yang justru di adopt ? Dulu banyak daerah 
>dan nama   jalan yang memakai kata dari istilah , nama, dan 
>bahasa/dialek  Tionghoa ,   contoh Gang Toa Hong, Gang Kong Goan, 
>Gang Kong Kwan , Toa She Bio, , Gang Lo Su Fan, Gang Lautze, Bo 
>Ciang, Gang Yo Sun Bie , Gang Cay Ho, Tay Kung Sie  (Kongsi  Besar), 
>gang Sen Tiong, Ji Lak Keng, gang Mo Cui, Gang Hok Tien, Gang Lam 
>Ceng,  Petak Sing Kian, Sam Pan Lio, gang Tiongkok, dan seabreg nama 
>yang   bukan istilah Melayu.  

>Satu alasan yang mungkin bisa masuk akal adalah , pernah suatu 
>waktu   Tionghoa mendapat legitimasi di Nusantara, Koq sekarang 
>tidak ada lagi/kurang ? 

>Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama  
>Pahlawan   Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan . 
==  
  
Nama Angke sebenarnya sudah ada jauh sebelum terjadi pembantaian 
Tionghoa di Batavia di  tahun 1740 (pertengahan abad ke 18) . Dalam 
sejarah kota Jakarta disebutkan pada  abad ke 16 dan awal  ke abad  
17, penguasa Jayakarta (nama Jakarta dahulu) ketika itu bernama 
Pangeran Tubagus Angke (1570-1600 ?), sebagai Adipati  Jayakarta 
kedua dan  bawahan (vasal) kesultanan Banten serta  penerus 
Fatahillah.

Anak dari Pangeran Tubagus Angke ini adalah Pangeran Jayakarta yang 
disebutkan  oleh orang Inggris  dan Belanda  sebagai   "Regent of 
Jakarta" atau   "Koning van Jacatra". (Tempat-tempat bersejarah di 
Jakarta, A. Heuken SJ).

Pada jaman Pangeran Jayakarta inilah orang-orang asing Eropah  
seperti Inggris dan Belanda (sebelumnya  di abad ke 16 orang Portugis 
juga sudah mengunjungi Jakarta)  mulai berdatangan yang kemudian 
harinya pecah konflik dengannya. 

Penduduk Tionghoa sendiri  juga sudah ada sebelumnya di kota ini, dan 
kemudian harinya bertambah lagi dengan orang-orang Tionghoa  yang 
berdatangan   dari Banten dan terutama   sesudah Banten  (dibawah 
Sultan Ageng Tirtayasa) dikuasai  oleh Belanda.

Nama Pangeran Tubagus Angke  sendiri didalam   buku  "Tinjauan Kritis 
Tentang Sajarah Banten" (Hoesein Djajadiningrat) disebutkan 
sebagai "Ratu Bagus Angke" yang juga adalah  menantu  dari Sultan  
Hasanuddin, penguasa Banten  yang dinikahkan dengan  putrinya Ratu 
Pembajun. 

Dia disebut Ratu Bagus Angke, karena  ditempatkan didaerah dekat kali 
Angke di Jakarta.  Ketika itu kali Angke merupakan  perbatasan antara 
wilayah kekuasaan Banten dan Jayakarta sebelum dipindahkan dikemudian 
harinya ke sungai Cisadane. Nama Pangeran Tubagus Angke kini 
dijadikan  nama jalan  di Angke  yang dahulunya  
bernama "Bacherachtsgracht".

Menurut Denys Lombard, Angke adalah berasal dari kata Tionghoa yang 
berarti "Riviere qui deborde', yakni kali yang (suka) banjir  (Tempat-
tempat bersejarah di Jakarta, hal 166. A. Heuken SJ). Apakah benar 
transliterasi Lombard ini ?

Di pemukiman-pemukiman yang mayoritas penduduknya orang Tionghoa pada 
jaman dahulu, terutama di kawasan kota lama seperti di Jakarta Utara, 
tak jarang nama lokasi atau jalan berasal dari bahasa atau dialek 
Tionghoa.

Angke sebagai bagian kota tua dan bersejarah Jakarta, selain pernah 
terjadi peristiwa pembunuhan orang Tionghoa  di tahun 1740 juga  
mempunyai cerita sejarah  lain yang menarik seperti :

Pada  abad ke 17 itu  juga, Arung Palakka  (pahlawan  dan bangsawan  
Bugis dari  Bone) berserta pengikutnya pernah bermukim di Angke  pada 
tahun 1663 sebagai  tempat penampungan  dan pengungsian  sementara di 
Batavia setelah terdesak oleh kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan 
ketika itu. 

Kemudian  di tahun 1666  Arung Palakka kembali bersama pengikutnya 
dan tentara VOC lainnya ke Makassar  untuk menaklukan  Sultan 
Hasanuddin dari  kerajaan Gowa di Makassar.

Pengikut  Arung Palakka ini adalah prajurit-prajurit tangguh yang  
disegani lawan  (warrior) dan  dinamakan "Toangke" , yakni "orang  
dari Angke"  (People of Angke),  dinamakan demikian karena tempat 
pemukimannya di Jakarta terletak di  daerah sekitar  kali Angke 
ketika itu.   ("The Heritage Of Arung Palakka", Leonard Y. Andaya).

Disini   juga terdapat sebuah mesjid  bersejarah yang menarik, baik 
dari segi sejarah maupun dari segi arsitektur. Mesjid ini dinamakan 
mesjid Angke, kini disebut sebagai Masjid Al- Anwar yang  didirikan 
pada tahun 1761 untuk orang Bali pemeluk Islam yang bermukim di  
kampung Gusti dan dibangun oleh seorang kontraktor Tionghoa. Ketika 
itu banyak orang Bali yang tinggal di Batavia yang sebagian dijual 
oleh raja mereka sebagai budak.

Walaupun sudah diperbaiki beberapa kali, bangunan mesjid  Angke ini 
masih menunjukkan campuran harmon

[budaya_tionghua] Re: Sekilas Info

2007-03-22 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liong han <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>..deleted...
>Pada tanggal 8 Maret 2007, saat ia akan mengadakan konferensi pers 
di >Bali, polisi Bali, atas hasutan dan tekanan rejim komunis China, 
>menahan Jia Jia di kantor polisi dan rutan.
>...deleted..

===   
Harap anda ketahui bahwa sudah menjadi kebijaksanaan Pemerintah 
Indonesia dan juga  beberapa negara  lainnya didunia  untuk tidak 
membiarkan atau  mengijinkan seorang warganegara asing  dari negara 
tempatnya berasal atau negara tertentu menggunakan kesempatannya, 
tinggal atau mampir  di Indonesia untuk melakukan kegiatan yang  
dapat mengganggu atau merugikan hubungan antara negara yang mempunyai 
hubungan diplomatik resmi dengan pemerintah Indonesia,  apapun bentuk 
dan sistim negara itu yang dikritiknya (demokrasi ataupun diktaktor).

Anda memang cukup berani dengan  mengatakan  Polisi Bali sebagai 
Lembaga Kepolisian Negara Indonesia dihasut dan ditekan oleh rezim 
komunis China.

G.H.




  1   2   3   >