[iagi-net-l] Tanya?
Rekans, Barangkali ada yang bisa memberikan secara ringkas bagaimana proses hydrometallurgical processing untuk tambang nikel sbb.: 1Presure Acid Leach (PAL) 2Atmospheric Leach (AL) 3Heap Leach (HL) 4Reduction Roast - Ammonia Ammonium Carbonate Leach (Caron) Terima kasih, Salam, Slamet Riyadi
Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007
Tapi harus diingat ! Tujuan menjual block bukanlah mencari bonus. Jangan sampai bonus ini menghambat masuknya investor-investor baru. Yang leboh penting adalah memlonggarkan untuk investasi. Barulah nanti setelah sukses mengembangkan penemuannya, baru kita bicara lebih rame soal split, pengawasan, dan sustainability-nya. Di Cina bahkan investor sebelum untung masih didebabskan dari Pajak, tetapi nanti setelah meraup untung barulah dicekik upst !! :) Sebenarnya dalam tingginya CR ini bukan merupakan kerugian seandainya perusahaan services di Indonesia bisa ikutan memetik pekerjaannya. Ntah berbentuk consultansi, kontsruksi, fabrikasi dll. Pengusaha Indonesia tidak harus menjadi Oil Co yang memegang konsesi kalau modalnya ngga cukup. Lah kalau perusahaan nasional memegang konsesi tetapi modalnya dari luar ya sama saja, porsi CR juga lari keluar negeri lagi. RDP 2008/1/28 Salahuddin, Andi [EMAIL PROTECTED]: Berarti dengan adanya diskusi diantara ketiga pihak ini diharapkan akan meminimalisasi subjektivitas besar bonus dan kaya-miskinnya suatu blok sedini mungkin. Terimakasih pak Awang atas penjelasannya. Salam, Andi -Original Message- From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, January 25, 2008 8:25 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Andi, Yang akan menentukan penaksiran kekayaan sumberdaya hidrokarbon di tempat (Hydrocarbon in Place-HCIP) maupun yang bisa diambil (Recoverable Resources- RR/ Expected Recovery) ada tiga pihak : calon investor, tim teknis Migas, perguruan tinggi. Perguruan tinggi harus independen. Pasti nanti akan ada diskusi pada saat penilaian materi tender. Ini nanti juga akan dilakukan discounted factor oleh faktor risiko karena ketersediaan data. Faktor risiko daerah frontier dan mature pasti akan lain. Seperti jumlah kupon undian atas akumulasi tabungan di bank begitulah bonus akan diatur, misalnya 100-500 MMBO = bonus 1 juta US, 500-1000 = bonus 2 juta, dst..setiap kelipatan RR sekian tambah bonus sekian dsb. Saat ini besaran signature bonus akan menjadi salah satu faktor yang dinilai dalam evaluasi pemenangan tender, aturannya gak ada, hanya aturan minimal bonus ada (1 juta USD); besok2 kalau sistem KPS baru benar2 berlaku, bonus akan disesuaikan dengan besarnya sumberdaya. Urusan bonus diselesaikan di depan sebelum tanda tangan kontrak, tak akan ada koreksi bonus di kemudian hari sebab besaran bonus dan sumberdaya telah menjadi agenda dalam evaluasi tender. salam, awang Salahuddin, Andi [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Awang dan rekan2 ysh, Permisi ikut nimbrung... Ada statement pak Awang yang saya kurang faham. Aturan lain adalah bahwa bonus tanda-tangan kontrak akan disesuaikan dengan jumlah sumberdaya di dalam blok itu, semakin kaya semakin tinggi bonusnya. Apakah yang dimaksud dengan sumberdaya tsb adalah expected HCIP dan expected recovery pada blok tertentu? Sedangkal pengetahuan saya, besaran expected HCIP dan recovery yang dihitung oleh suatu KPS (biasanya dilakukan oleh departemen explorasi atau new ventures) nilainya diperoleh dengan studi awal yang semi regional, mulai dari mapping, prospects/leads inventory, basin modeling, geomodeling, engineering, economics, dll, yang saya yakin banyak bapak/ibu disini yang jauh lebih tahu. Tidak menutup kemungkinan bahwa antara pemerintah (tim teknis BPMigas?), KPS A, KPS B, dan KPS2 lainnya yg meneliti blok ini menghasilkan besaran expected HCIP (sumberdaya blok) yang berbeda-beda, tergantung dari GG play concept, analog yang digunakan, dan parameter-parameter perhitungan yang mereka gunakan saat studi tahap awal explorasi. Ada beberapa kasus dimana 2 lapangan yang berdekatan, yang satunya kaya sedangkan yang satunya lagi miskin. Jadi pada akhirnya, menurut saya, penyesuaian antara besar bonus dan jumlah sumberdaya di blok akan sangat subjektif di mata pemerintah dan para KPS. Atau apakah mungkin bahwa signing fee bisa 'di-adjust' kembali berdasarkan hasil real yang diperoleh pada tahapan appraisal dan development? Dimana pada tahap ini, besaran HCIP bisa jauh lebih besar atau jauh lebih kecil daripada expected HCIP pada tahapan explorasi. Jika ternyata kekayaan blok tersebut lebih besar drpd yang diperkirakan saat explorasi, maka KPS harus bayar sisa bonusnya ke pemerintah berdasarkan prorata. Tapi kalau ternyata blok tersebut sangat 'miskin' atau non-commercial, apakah pemerintah harus 'mengembalikan' signing bonus yang ternyata terlalu besar? Mungkin sulit untuk melakukan hal ini. Mohon pencerahannya... Salam, Andi To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123
Re: [iagi-net-l] Fwd: [IndoEnergy] Indonesian MPs Consider Closing Oil, Gas Regulators Due to Poor Performance
Issue baru yang lama. Produksi turun terus sementara cost recovery naik terus tidak bisa segera diterima secara hitam putih, banyak sekali hal terkait kepada itu. Reformasi yang ceritanya diinginkan semua rakyat itu telah membentuk raja2 kecil di daerah yang telah menyebabkan biaya tinggi operasi migas - ini menaikkan cost recovery, nah itu satu contoh saja faktor yang terkait. Karena biaya tinggi di daerah, sebagian operator menunda pemboran sumur2 produksi dan eksplorasinya, sumur2 produksi hanya terealisasi 70- 80 %, sumur2 eksplorasi tak sampai 70 %. Apa akibatnya ? Produksi menurun, penemuan lapangan baru menurun. Tentu ini tak diberitakan kan ? Tetapi, orang yang memahami dengan baik industri migas akan tahu duduk perkara sebenarnya. Pengurusan persetujuan di BPMIGAS lama sehingga menurunkan produksi minyak ? He2... lucu membacanya. Proses persetujuan di BPMIGAS juga telah diaudit oleh lembaga independeden internasional sertifikasi ISO dalam empat tahun terakhir ini. Dan, BPMIGAS terus mencari cara bagaimana agar persetujuan terus disederhanakan tanpa mengurangi ketelitian. Di group saya di BPMIGAS, operasi boleh dijalankan sebelum persetujuan resmi diberikan, tetapi pekerjaan tersebut harus disetujui dulu secara teknis dan anggaran. Aturan2 procurement pun terus dibenahi sehingga tak berbelit2 tetapi tetap menampung azas keadilan. BPMIGAS memerlukan evaluasi yang hati2 atas usulan2 KPS seperti usulan sumur2 eksplorasi di blok produksi dan semua usulan POD (plan of development). Banyak kan kasus POD bila harus segera disetujui karena hal2 tertentu yang politis (katakanlah begitu) telah berdampak buruk merugikan negara sebab cadangan yang diajukan ternyata jauh di bawah kapasitas produksi yang telah terpasang. Saya tak perlu menyebut lapangan2 mana saja di Indonesia yang begitu, tetapi itu telah sangat merugikan negara. Evaluasi yang hati2 tak bisa dilakukan dalam waktu cepat tentu, mestinya semua orang mengerti hal ini. Telah banyak kasus2 merugikan negara akibat hal ini. Minyak langka, masyarakat ngantri minyak di mana2. Ini bukan salah BPH Migas, memang kan pasokan minyak sedang dikurangi agar masyarakat tak terlalu bergantung lagi ke minyak. Penggantinya adalah gas elpiji. Kalau gas elpiji pun langka, nah maka itu yang harus dipertanyakan ke BPH Migas atau Pertamina. Sebagian masyarakat kita pun kepedulian sosialnya kurang, tengah kedelai langka dicari, baru2 ini polisi berhasil menemukan gudang ratusan ton kedelai di Jawa Timur, sengaja ditimbun karena harganya sekarang sedang meroket. Tak jarang kan masyarakat pedagang berbuat hal serupa untuk minyak dan gas elpiji ? Untuk dipahami, jangan sekedar melihat di permukaan. salam, awang Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: Wah issue lagih RDP -- Forwarded message -- From: IndoExplo Date: Jan 28, 2008 10:04 AM Subject: [IndoEnergy] Indonesian MPs Consider Closing Oil, Gas Regulators Due to Poor Performance To: [EMAIL PROTECTED] http://www.redorbit.com/news/business/1227941/indonesian_mps_consider_ closing_oil_gas_regulators_due_to_poor/index.html Posted on: Thursday, 24 January 2008, 06:00 CST Indonesian MPs Consider Closing Oil, Gas Regulators Due to Poor Performance Text of report in English by influential Indonesian newspaper The Jakarta Post English-language website on 23 January The People's Representative Council (DPR) is weighing [up] the possible closure of upstream oil and gas regulator BPMigas and downstream regulator BPH Migas due to decaying administrative performance and failures to meet targets. The deputy chairman of the DPR Commission VII overseeing energy and mineral resources, Sutan Batughana, said here Tuesday [22 Jan] the commission would hold several discussions with oil and gas investors operating in Indonesia to hear their opinions on the regulators' performance to determine whether closure was necessary. We have received reports that the performance of these two bodies has worsened, for example, in the process of securing business permits and we want to verify this with the business actors, Batughana said after the first closed meeting with oil and gas contractors on Tuesday. Some have complained the process to secure approval from BP Migas for budget spending on exploration and exploitation activities (now takes longer than) when Pertamina controlled the sector, and that this has hampered our oil production, Batughana, who led the hearing, said. He also referred to BP Migas' failure to increase the nation's oil production despite a sharp increase in recovery costs. He said the recovery costs repaid by the government to oil block contractors in recent years had continued to increase despite the decline in the country's oil production. Figures from the Energy and Mineral Resources Department show the amounts being paid out by the government under the cost recovery system surged from USD 7.63 billion in
Re: [iagi-net-l] Fwd: [IndoEnergy] Indonesian MPs Consider Closing Oil, Gas Regulators Due to Poor Performance
Sebagian masyarakat kita pun kepedulian sosialnya kurang, tengah kedelai langka dicari, baru2 ini polisi berhasil menemukan gudang ratusan ton kedelai di Jawa Timur, sengaja ditimbun karena harganya sekarang sedang meroket. Tak jarang kan masyarakat pedagang berbuat hal serupa untuk minyak dan gas elpiji ? setuju banget, saya bukan kurang peduli sosial, tapi memang jahat betul niatnya: spekulasi. jahatnya sebagian oknum rakyat Indonesia juga kelihatan saat minyak tanah susah dan antrean panjang. kalau diperhatikan sebagian besar yang antre itu pakai jerigen besar kapasitas 20-50 liter yang kemungkinan besar bukan pemakai kebutuhan untuk rumah tangga. waktu kecil orang tua saya jualan minyak tanah eceran, dan seingat saya jarang sekali saya melayani pembeli ukuran rumah tangga yang beli pakai jerigen lebih besar dari 5 liter jadi kelihatannya memang selalu saja ada yang mengambil keuntungan dari kesusahan orang lain..(termasuk para agen yang jual barangnya ke industri karena lebih untung...) salam, - Original Message From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia [EMAIL PROTECTED]; Eksplorasi BPMIGAS [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 28, 2008 10:50:03 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Fwd: [IndoEnergy] Indonesian MPs Consider Closing Oil, Gas Regulators Due to Poor Performance Issue baru yang lama. Produksi turun terus sementara cost recovery naik terus tidak bisa segera diterima secara hitam putih, banyak sekali hal terkait kepada itu. Reformasi yang ceritanya diinginkan semua rakyat itu telah membentuk raja2 kecil di daerah yang telah menyebabkan biaya tinggi operasi migas - ini menaikkan cost recovery, nah itu satu contoh saja faktor yang terkait. Karena biaya tinggi di daerah, sebagian operator menunda pemboran sumur2 produksi dan eksplorasinya, sumur2 produksi hanya terealisasi 70- 80 %, sumur2 eksplorasi tak sampai 70 %. Apa akibatnya ? Produksi menurun, penemuan lapangan baru menurun. Tentu ini tak diberitakan kan ? Tetapi, orang yang memahami dengan baik industri migas akan tahu duduk perkara sebenarnya. Pengurusan persetujuan di BPMIGAS lama sehingga menurunkan produksi minyak ? He2... lucu membacanya. Proses persetujuan di BPMIGAS juga telah diaudit oleh lembaga independeden internasional sertifikasi ISO dalam empat tahun terakhir ini. Dan, BPMIGAS terus mencari cara bagaimana agar persetujuan terus disederhanakan tanpa mengurangi ketelitian. Di group saya di BPMIGAS, operasi boleh dijalankan sebelum persetujuan resmi diberikan, tetapi pekerjaan tersebut harus disetujui dulu secara teknis dan anggaran. Aturan2 procurement pun terus dibenahi sehingga tak berbelit2 tetapi tetap menampung azas keadilan. BPMIGAS memerlukan evaluasi yang hati2 atas usulan2 KPS seperti usulan sumur2 eksplorasi di blok produksi dan semua usulan POD (plan of development). Banyak kan kasus POD bila harus segera disetujui karena hal2 tertentu yang politis (katakanlah begitu) telah berdampak buruk merugikan negara sebab cadangan yang diajukan ternyata jauh di bawah kapasitas produksi yang telah terpasang. Saya tak perlu menyebut lapangan2 mana saja di Indonesia yang begitu, tetapi itu telah sangat merugikan negara. Evaluasi yang hati2 tak bisa dilakukan dalam waktu cepat tentu, mestinya semua orang mengerti hal ini. Telah banyak kasus2 merugikan negara akibat hal ini. Minyak langka, masyarakat ngantri minyak di mana2. Ini bukan salah BPH Migas, memang kan pasokan minyak sedang dikurangi agar masyarakat tak terlalu bergantung lagi ke minyak. Penggantinya adalah gas elpiji. Kalau gas elpiji pun langka, nah maka itu yang harus dipertanyakan ke BPH Migas atau Pertamina. Sebagian masyarakat kita pun kepedulian sosialnya kurang, tengah kedelai langka dicari, baru2 ini polisi berhasil menemukan gudang ratusan ton kedelai di Jawa Timur, sengaja ditimbun karena harganya sekarang sedang meroket. Tak jarang kan masyarakat pedagang berbuat hal serupa untuk minyak dan gas elpiji ? Untuk dipahami, jangan sekedar melihat di permukaan. salam, awang Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: Wah issue lagih RDP -- Forwarded message -- From: IndoExplo Date: Jan 28, 2008 10:04 AM Subject: [IndoEnergy] Indonesian MPs Consider Closing Oil, Gas Regulators Due to Poor Performance To: [EMAIL PROTECTED] http://www.redorbit.com/news/business/1227941/indonesian_mps_consider_ closing_oil_gas_regulators_due_to_poor/index.html Posted on: Thursday, 24 January 2008, 06:00 CST Indonesian MPs Consider Closing Oil, Gas Regulators Due to Poor Performance Text of report in English by influential Indonesian newspaper The Jakarta Post English-language website on 23 January The People's Representative Council (DPR) is weighing [up] the possible closure of upstream oil and gas regulator BPMigas and downstream regulator BPH Migas due to decaying administrative
[iagi-net-l] RE: Spam:Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007
He..he... itu kan biasa..namanya juga USAHA untuk bisa jadi orang kaya... (mendadak). Di dunia tambang, terutama batubara kan biasa terjadi...namanya jualan 'iwir-iwir KP'. Bermodalkan 200-400 juta untuk dapat KP Eksplorasi, kutak katik survey lapangan dengan tambahan modal 300-400 juta lagi, kemudian dikerjasamakan dengan pihak III (dengan sistem royalti xy USD/ton) atau perusahaannya di take over 90-100% dengan harga 2-3 M rupiah ..Untung 1-2 M dalam waktu 6 bulan kan seperti sulap?Gaji geologist level apa tuh?Buat aku more 'kreatif' than BONEK Salam: TPS/GL-76 -Original Message- From: noor syarifuddin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 28, 2008 7:56 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Spam:Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Ada KPS yang mengontrakkan studi kepada konsultan tetapi tidak mampu membayarnya, si konsultan mengadu kepada saya, saya memanggil KPS-nya, KPS-nya memanggil si pemodalnya, dst..Bagaimana KPS mau melakukan seismik atau bor kalau membiayai studi saja tak bisa, atau jaminan untuk menggaji karyawannya sampai tiga bulan ke depan pun harus dicantumkan di notulen rapat. Syarat KPS padahal mampu secara finansial, teknis, dan SDM. wah yang ini sih benar-benar BONEK ya pak Awang. bagaimana bisa kok mereka lolos dan bisa dapat blok yah. jangan-jangan signature bonusnya juga belum dibayar.:-( salam, - Original Message From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, January 25, 2008 9:10:25 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Memang perubahannya drastis Pak Bambang, boleh juga disebut quantum leap, jelas lebih negatif buat investor, tetapi pembagian split rencananya lebih bagus - yang ini sisi positifnya. Tidak akan diberlakukan surut kepada kontrak2 lama, kecuali kalau ada kontrak diperpanjang bisa saja diberlakukan ke kontrak perpanjangannya. Mengejar2 pelaksanaan komitmen memang bagian tugas BPMIGAS. Ada KPS yang mengontrakkan studi kepada konsultan tetapi tidak mampu membayarnya, si konsultan mengadu kepada saya, saya memanggil KPS-nya, KPS-nya memanggil si pemodalnya, dst..Bagaimana KPS mau melakukan seismik atau bor kalau membiayai studi saja tak bisa, atau jaminan untuk menggaji karyawannya sampai tiga bulan ke depan pun harus dicantumkan di notulen rapat. Syarat KPS padahal mampu secara finansial, teknis, dan SDM. Kalau mau melaksanakan isi kontrak yang sudah ditandatangani, KPS2 semacam ini mestinya sudah diterminasi dari dulu. salam, awang Bambang Satya Murti [EMAIL PROTECTED] wrote: PakAwang, Waduh.seandainya itu terlaksana dan bisa diimplementasi, saya akan bilang ini merupakan lompatan jauh kedepan. Lha kalau bisa diberlakukan surut (undang-undang kita kan biasanya sepertiitu ya?), hmmm, itu bener bener quantum leap... Capek ya, mengejar-ngejar komitmen? Salam, Bambang - Original Message From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id; Forum HAGI ; Geo Unpad Sent: Friday, January 25, 2008 11:34:20 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Kalau jadi, kontrak PSC yang akan datang (rencananya akan mulai diterapkan kepada 26 blok yang sekarang sedang ditawarkan) akan mengalami perubahan besar soal sunk cost, komersialitas blok/lapangan, cost recovery dan relinquishment. Perubahannya begitu signifikan sahingga boleh saja kalau mau kita sebut sebagai PSC generasi baru. Jadi diberlakukan atau tidak kita lihat nanti. Komersialitas blok oleh lapangan pertama tidak akan lagi menjadi tiket untuk cost recovery kegiatan2 eksplorasi berikutnya bila lapangan ke-2, ke-3 dan seterusnya tidak ditemukan dan dikembangkan. Di kontrak PSC lama, setelah lapangan pertama ditemukan dan blok menjadi komersial maka seluruh usaha eksplorasi berikutnya akan bisa di-cost recovery baik ia gagal maupun berhasil, jadi lapangan atau tidak. Apa pun yang dibelanjakan akan diganti. Sistem ini telah mendorong PSC2 melakukan eksplorasi kurang hati2, tokh biayanya akan diganti ini. Di sistem PSC baru nanti, biaya eksplorasi setelah lapangan pertama akan dianggap sebagai upaya untuk menemukan lapangan ke-dua. Bila lapangan kedua ditemukan dan dapat dikembangkan menjadi lapangan maka biaya2 eksplorasi setelah lapangan kedua itu bisa di-cost recovery; bila tidak jadi lapangan,maka biaya2 tersebut sepenuhnya menjadi tanggungan PSC. Upaya2 eksplorasi setelah lapangan kedua akan dianggap sebagai upaya menemukan lapangan ke-3. Bila gagal menemukan lapangan ke-3, maka biaya2 itu tak bisa di-cost recovery, bila lapangan ke-3 ditemukan, upaya2 eksplorasi untuk menemukannya bisa di-cost recovery, dst..dst.. Aturan baru itu disertai aturan baru relinquishment. Relinquishment terakhir akan dilakukan pada akhir tahun ke-8 dan hanya mempertahankan lapangan2 yang sudah ditemukan. Area di luar lapangan harus dikembalikan ke Pemerintah. Ini untuk mengatasi banyaknya lahan2 tidur yang tetap dimiliki
Re: [iagi-net-l] Fwd: [IndoEnergy] Indonesian MPs Consider Closing Oil, Gas Regulators Due to Poor Performance
Pak Awang, sepertinya kita ini keteteran (kesulitan) dalam soal pengawasan. selain jumlah tenaga, juga mungkin memang sistemnya memerlukan pengawasan terlalu banyak. Sepertinya pengawasan yang dituntut dalam sistem PSC kita diluar kemampuan. Bukan karena kemampuan tehnis BPMIGAS looh, tetapi juga buanyaknya kepentingan yang menganggu jalannya sistem pengawasan. Apakah mungkin sistem PSC kita diubah sedemikian rupa sehingga sistem pengawasannya dipersempit. Atau diciptakan sistem pengawasan otomatis (auto correction). Auto correction ? Misalnya nih, apabila cost yang dipakai dalam mengajukan CR melebihi angka tertentu maka splitnya berubah dengan sendirinya. Ini misalnya saja looh. Jadi dengan demikian si kontraktor akan dengan sendirinya mengontrol sistem costnya ... tanpa diawasi, karena aturannya memiliki auto correction dalam mengoptimasinya. Pemanfaatan threshold utk menciptakan auto correction (optimisation) Misalnya dengan pembatasan ROI (supaya tidak ada kesan keuntungan perusahaan berlebihan) ROI = 15-20, maka split utk kontraktor 100% dari yang disepakati ROI = 20-25, maka split untuk kontraktor 80% dari yang disepakati ROI = 25-30, maka split untuk kontraktor 60% dari yang disepakati (angka threshold ini bisa berapa aja tergantung studi keekonomian). Yang selama ini ada adalah threshold harga minyak. cukup bagus sih, tetapi harga minyak itu terlalu jauh diluar kontrol perusahaan maupun pemerintah. Bisa juga menggunakan THV = Threshold Volume (30MMSTB or 0.75 TSCF), ini misalnya untuk daerah mature dengan resource kecil-kecil (marginal field). Kalau volumenya kecil maka splitnya sekian, Misal: OIP 50 MMBOE splitnya 80 : 20 OIP 50-75 MMBOE splitnya 85 : 15 OIP 75-100 MMBOE splitnya 90 : 10 dst Sehingga dengan threshold inilah BPMIGAS dan kontraktor akan berantem disisi teknisnya. Jadi dengan menggunakan threshold ini akan menciptakan auto correction untuk menuju titik efisiensi terbaik. Salam RDP 2008/1/28 Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]: Issue baru yang lama. Produksi turun terus sementara cost recovery naik terus tidak bisa segera diterima secara hitam putih, banyak sekali hal terkait kepada itu. Reformasi yang ceritanya diinginkan semua rakyat itu telah membentuk raja2 kecil di daerah yang telah menyebabkan biaya tinggi operasi migas - ini menaikkan cost recovery, nah itu satu contoh saja faktor yang terkait. Karena biaya tinggi di daerah, sebagian operator menunda pemboran sumur2 produksi dan eksplorasinya, sumur2 produksi hanya terealisasi 70- 80 %, sumur2 eksplorasi tak sampai 70 %. Apa akibatnya ? Produksi menurun, penemuan lapangan baru menurun. Tentu ini tak diberitakan kan ? Tetapi, orang yang memahami dengan baik industri migas akan tahu duduk perkara sebenarnya. Pengurusan persetujuan di BPMIGAS lama sehingga menurunkan produksi minyak ? He2... lucu membacanya. Proses persetujuan di BPMIGAS juga telah diaudit oleh lembaga independeden internasional sertifikasi ISO dalam empat tahun terakhir ini. Dan, BPMIGAS terus mencari cara bagaimana agar persetujuan terus disederhanakan tanpa mengurangi ketelitian. Di group saya di BPMIGAS, operasi boleh dijalankan sebelum persetujuan resmi diberikan, tetapi pekerjaan tersebut harus disetujui dulu secara teknis dan anggaran. Aturan2 procurement pun terus dibenahi sehingga tak berbelit2 tetapi tetap menampung azas keadilan. BPMIGAS memerlukan evaluasi yang hati2 atas usulan2 KPS seperti usulan sumur2 eksplorasi di blok produksi dan semua usulan POD (plan of development). Banyak kan kasus POD bila harus segera disetujui karena hal2 tertentu yang politis (katakanlah begitu) telah berdampak buruk merugikan negara sebab cadangan yang diajukan ternyata jauh di bawah kapasitas produksi yang telah terpasang. Saya tak perlu menyebut lapangan2 mana saja di Indonesia yang begitu, tetapi itu telah sangat merugikan negara. Evaluasi yang hati2 tak bisa dilakukan dalam waktu cepat tentu, mestinya semua orang mengerti hal ini. Telah banyak kasus2 merugikan negara akibat hal ini. Minyak langka, masyarakat ngantri minyak di mana2. Ini bukan salah BPH Migas, memang kan pasokan minyak sedang dikurangi agar masyarakat tak terlalu bergantung lagi ke minyak. Penggantinya adalah gas elpiji. Kalau gas elpiji pun langka, nah maka itu yang harus dipertanyakan ke BPH Migas atau Pertamina. Sebagian masyarakat kita pun kepedulian sosialnya kurang, tengah kedelai langka dicari, baru2 ini polisi berhasil menemukan gudang ratusan ton kedelai di Jawa Timur, sengaja ditimbun karena harganya sekarang sedang meroket. Tak jarang kan masyarakat pedagang berbuat hal serupa untuk minyak dan gas elpiji ? Untuk dipahami, jangan sekedar melihat di permukaan. salam, awang Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: Wah issue lagih RDP -- Forwarded message -- From: IndoExplo Date: Jan 28, 2008 10:04 AM Subject: [IndoEnergy] Indonesian MPs Consider Closing Oil, Gas
Re: [iagi-net-l] RE: Spam:Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007
kang Tonny, ya saya sebut BONEK, lha wong bayar konsultannya saja tidak mampu terus apa lagi yang bisa diharapkan...:-) salam, - Original Message From: Tonny P. Sastramihardja [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Monday, January 28, 2008 11:00:06 AM Subject: [iagi-net-l] RE: Spam:Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 He..he... itu kan biasa..namanya juga USAHA untuk bisa jadi orang kaya... (mendadak). Di dunia tambang, terutama batubara kan biasa terjadi...namanya jualan 'iwir-iwir KP'. Bermodalkan 200-400 juta untuk dapat KP Eksplorasi, kutak katik survey lapangan dengan tambahan modal 300-400 juta lagi, kemudian dikerjasamakan dengan pihak III (dengan sistem royalti xy USD/ton) atau perusahaannya di take over 90-100% dengan harga 2-3 M rupiah ..Untung 1-2 M dalam waktu 6 bulan kan seperti sulap?Gaji geologist level apa tuh?Buat aku more 'kreatif' than BONEK Salam: TPS/GL-76 -Original Message- From: noor syarifuddin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 28, 2008 7:56 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Spam:Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Ada KPS yang mengontrakkan studi kepada konsultan tetapi tidak mampu membayarnya, si konsultan mengadu kepada saya, saya memanggil KPS-nya, KPS-nya memanggil si pemodalnya, dst..Bagaimana KPS mau melakukan seismik atau bor kalau membiayai studi saja tak bisa, atau jaminan untuk menggaji karyawannya sampai tiga bulan ke depan pun harus dicantumkan di notulen rapat. Syarat KPS padahal mampu secara finansial, teknis, dan SDM. wah yang ini sih benar-benar BONEK ya pak Awang. bagaimana bisa kok mereka lolos dan bisa dapat blok yah. jangan-jangan signature bonusnya juga belum dibayar.:-( salam, - Original Message From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, January 25, 2008 9:10:25 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Memang perubahannya drastis Pak Bambang, boleh juga disebut quantum leap, jelas lebih negatif buat investor, tetapi pembagian split rencananya lebih bagus - yang ini sisi positifnya. Tidak akan diberlakukan surut kepada kontrak2 lama, kecuali kalau ada kontrak diperpanjang bisa saja diberlakukan ke kontrak perpanjangannya. Mengejar2 pelaksanaan komitmen memang bagian tugas BPMIGAS. Ada KPS yang mengontrakkan studi kepada konsultan tetapi tidak mampu membayarnya, si konsultan mengadu kepada saya, saya memanggil KPS-nya, KPS-nya memanggil si pemodalnya, dst..Bagaimana KPS mau melakukan seismik atau bor kalau membiayai studi saja tak bisa, atau jaminan untuk menggaji karyawannya sampai tiga bulan ke depan pun harus dicantumkan di notulen rapat. Syarat KPS padahal mampu secara finansial, teknis, dan SDM. Kalau mau melaksanakan isi kontrak yang sudah ditandatangani, KPS2 semacam ini mestinya sudah diterminasi dari dulu. salam, awang Bambang Satya Murti [EMAIL PROTECTED] wrote: PakAwang, Waduh.seandainya itu terlaksana dan bisa diimplementasi, saya akan bilang ini merupakan lompatan jauh kedepan. Lha kalau bisa diberlakukan surut (undang-undang kita kan biasanya sepertiitu ya?), hmmm, itu bener bener quantum leap... Capek ya, mengejar-ngejar komitmen? Salam, Bambang - Original Message From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id; Forum HAGI ; Geo Unpad Sent: Friday, January 25, 2008 11:34:20 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Kalau jadi, kontrak PSC yang akan datang (rencananya akan mulai diterapkan kepada 26 blok yang sekarang sedang ditawarkan) akan mengalami perubahan besar soal sunk cost, komersialitas blok/lapangan, cost recovery dan relinquishment. Perubahannya begitu signifikan sahingga boleh saja kalau mau kita sebut sebagai PSC generasi baru. Jadi diberlakukan atau tidak kita lihat nanti. Komersialitas blok oleh lapangan pertama tidak akan lagi menjadi tiket untuk cost recovery kegiatan2 eksplorasi berikutnya bila lapangan ke-2, ke-3 dan seterusnya tidak ditemukan dan dikembangkan. Di kontrak PSC lama, setelah lapangan pertama ditemukan dan blok menjadi komersial maka seluruh usaha eksplorasi berikutnya akan bisa di-cost recovery baik ia gagal maupun berhasil, jadi lapangan atau tidak. Apa pun yang dibelanjakan akan diganti. Sistem ini telah mendorong PSC2 melakukan eksplorasi kurang hati2, tokh biayanya akan diganti ini. Di sistem PSC baru nanti, biaya eksplorasi setelah lapangan pertama akan dianggap sebagai upaya untuk menemukan lapangan ke-dua. Bila lapangan kedua ditemukan dan dapat dikembangkan menjadi lapangan maka biaya2 eksplorasi setelah lapangan kedua itu bisa di-cost recovery; bila tidak jadi lapangan,maka biaya2 tersebut sepenuhnya menjadi tanggungan PSC. Upaya2 eksplorasi setelah lapangan kedua akan dianggap sebagai upaya menemukan lapangan ke-3. Bila gagal menemukan lapangan ke-3, maka biaya2 itu tak bisa di-cost recovery, bila lapangan ke-3
Re: [iagi-net-l] Petrophysics - Penentuan Transition Zone
kartiko, Kalo resistivitynya menunjukan adanya invasi profile yang baek, barangkali overlay Rt/RXo akan membantu. Nah batuan disini gamping dan hampir semua phase resistivity nya rapat. Mud log lebih sulit lagi karena kita belajar di sumur sebelahnya yang punya core ternyata di bawah OWC pun masih punya signifikan oil show. Saya sedang belajar bagaimana caranya kita membuat landing point di zona minyak yang kita perkirakan kemungkinan besar minyak itu dalam kondisi transisi. Ketebalan minyaknya sekitar 50 sampe 60 ft. Dari interpretasi log, saya dapatkan bahwa hampir semuanya adalah zona transisi artinya ada fase dari movable water. Nah dimana landing pointnya untuk mendapatkan hasil minyak yang optimum untuk menghindari adanya water coning ataupun gas coning? On 1/26/08, kartiko samodro [EMAIL PROTECTED] wrote: kalau di LFA/OFA gimana ? atau overlaykan saja rt/rxo lognya dan dikombinasikan dengan mudlognya. kalau masalah perforasi, biasanya selalu ngambil di top reservoir kok? 2008/1/24 Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED]: Mungkin ada yang share bagaimana caranya menentukan transition zone di zona minyak. Saat ini yang sering saya lakukan adalah dengan membuat Kurva Swirr dari log NMR yang dioverlay dengan kurva Sw nya. Harga yang sama dari Swirr dan Swirr menunjukan kalo reservoar tersebut dalam kondisi Swirr. Sw yang mulai melengceng dari kurva Swirr merupakan awal dari zona transisi. Ini penting untuk memahami apakah nanti reservoarnya memproduksi air (movable water) atau tidak (free-water production) selama test produksi. Cara kedua adalah dengan membuat Buckle plot yaitu crossplot antara Por (axis x) dan Sw (axis y). Kalo titik titik penyebaran dua harga tersebut mendekati parabolik, berarti menunjukan zona yang dalam kondisi Swirr, kalo scattered, berarti airnya dalam kondisi movable. Apakah cara diatas reliable atau mungkin ada cara laen untuk mengetahui apakah reservoar dalam kondisi Swirr atau airnya movable? Trims sebelumnya Shofi -- Salam hangat Shofi
[iagi-net-l] RE: Spam:Re: [iagi-net-l] RE: Spam:Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007
He...he...iya juga sih...belum dapet ANGEL (Dewa Penolong) kali. Satu hal yang perlu kita sadari, kalau hanya bermodalkan IDE, KNOWLEDGE/KNOW HOW dan JARINGAN saja untuk bridging sebuah Company atau Industri sesungguhnya bagian kita maksimal kan hanya 3% share sajaJadi jangan ingin lebih besar dari itu...(faktanya dunia bisnis memang 'kejam'). Kalau mine value nya USD 10 juta (misalkan based on NPV) apalagi kalau lebih besar dari itu, maka 1-2% share kan sudah cukup besar jika dibandingkan dengan gaji para profesional?, kalau terlibat di Operasi nya kan masih dibayar juga. Persentase geologist (profesional) dengan nett income USD 100,000/year kan sangat sangat kecil? Salam: TPS -Original Message- From: noor syarifuddin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 28, 2008 10:48 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Spam:Re: [iagi-net-l] RE: Spam:Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 kang Tonny, ya saya sebut BONEK, lha wong bayar konsultannya saja tidak mampu terus apa lagi yang bisa diharapkan...:-) salam, - Original Message From: Tonny P. Sastramihardja [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Monday, January 28, 2008 11:00:06 AM Subject: [iagi-net-l] RE: Spam:Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 He..he... itu kan biasa..namanya juga USAHA untuk bisa jadi orang kaya... (mendadak). Di dunia tambang, terutama batubara kan biasa terjadi...namanya jualan 'iwir-iwir KP'. Bermodalkan 200-400 juta untuk dapat KP Eksplorasi, kutak katik survey lapangan dengan tambahan modal 300-400 juta lagi, kemudian dikerjasamakan dengan pihak III (dengan sistem royalti xy USD/ton) atau perusahaannya di take over 90-100% dengan harga 2-3 M rupiah ..Untung 1-2 M dalam waktu 6 bulan kan seperti sulap?Gaji geologist level apa tuh?Buat aku more 'kreatif' than BONEK Salam: TPS/GL-76 -Original Message- From: noor syarifuddin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 28, 2008 7:56 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Spam:Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Ada KPS yang mengontrakkan studi kepada konsultan tetapi tidak mampu membayarnya, si konsultan mengadu kepada saya, saya memanggil KPS-nya, KPS-nya memanggil si pemodalnya, dst..Bagaimana KPS mau melakukan seismik atau bor kalau membiayai studi saja tak bisa, atau jaminan untuk menggaji karyawannya sampai tiga bulan ke depan pun harus dicantumkan di notulen rapat. Syarat KPS padahal mampu secara finansial, teknis, dan SDM. wah yang ini sih benar-benar BONEK ya pak Awang. bagaimana bisa kok mereka lolos dan bisa dapat blok yah. jangan-jangan signature bonusnya juga belum dibayar.:-( salam, - Original Message From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, January 25, 2008 9:10:25 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Memang perubahannya drastis Pak Bambang, boleh juga disebut quantum leap, jelas lebih negatif buat investor, tetapi pembagian split rencananya lebih bagus - yang ini sisi positifnya. Tidak akan diberlakukan surut kepada kontrak2 lama, kecuali kalau ada kontrak diperpanjang bisa saja diberlakukan ke kontrak perpanjangannya. Mengejar2 pelaksanaan komitmen memang bagian tugas BPMIGAS. Ada KPS yang mengontrakkan studi kepada konsultan tetapi tidak mampu membayarnya, si konsultan mengadu kepada saya, saya memanggil KPS-nya, KPS-nya memanggil si pemodalnya, dst..Bagaimana KPS mau melakukan seismik atau bor kalau membiayai studi saja tak bisa, atau jaminan untuk menggaji karyawannya sampai tiga bulan ke depan pun harus dicantumkan di notulen rapat. Syarat KPS padahal mampu secara finansial, teknis, dan SDM. Kalau mau melaksanakan isi kontrak yang sudah ditandatangani, KPS2 semacam ini mestinya sudah diterminasi dari dulu. salam, awang Bambang Satya Murti [EMAIL PROTECTED] wrote: PakAwang, Waduh.seandainya itu terlaksana dan bisa diimplementasi, saya akan bilang ini merupakan lompatan jauh kedepan. Lha kalau bisa diberlakukan surut (undang-undang kita kan biasanya sepertiitu ya?), hmmm, itu bener bener quantum leap... Capek ya, mengejar-ngejar komitmen? Salam, Bambang - Original Message From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id; Forum HAGI ; Geo Unpad Sent: Friday, January 25, 2008 11:34:20 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Kalau jadi, kontrak PSC yang akan datang (rencananya akan mulai diterapkan kepada 26 blok yang sekarang sedang ditawarkan) akan mengalami perubahan besar soal sunk cost, komersialitas blok/lapangan, cost recovery dan relinquishment. Perubahannya begitu signifikan sahingga boleh saja kalau mau kita sebut sebagai PSC generasi baru. Jadi diberlakukan atau tidak kita lihat nanti. Komersialitas blok oleh lapangan pertama tidak akan lagi menjadi tiket untuk cost recovery kegiatan2 eksplorasi berikutnya bila lapangan ke-2, ke-3 dan
Re: [iagi-net-l] Fwd: [IndoEnergy] Indonesian MPs Consider Closing Oil, Gas Regulators Due to Poor Performance
Pak Rovicky, Memang BPMIGAS kekurangan orang untuk pengawasan yang efektif. Saat ini ada sekitar 200 blok yang harus diawasi. Sedang ditenderkan 26 blok, sedang dalam tahap joint study sekitar 25 termasuk pengusulan baru. Bila semuanya jadi blok, akhir tahun ini mungkin akan ada sekitar 250 blok. Itu belum termasuk blok2 CBM yang nantinya akan ada dalam dalam pengawasan BPMIGAS. Sejak 2006 BPMIGAS berusaha menambah sumberdaya manusianya, kabarnya juga akan mengubah struktur organisasinya agar lebih efektif. Beberapa termin yang sedang disiapkan untuk kontrak terbaru memuat hal2 yang Pak Rovicky sebutkan sebagai auto-correction kalau jadi dimasukkan ke dalam kontrak. Ide2 Pak Rovicky seperti di bawah saya catat, masukan yang bagus ! salam, awang Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Awang, sepertinya kita ini keteteran (kesulitan) dalam soal pengawasan. selain jumlah tenaga, juga mungkin memang sistemnya memerlukan pengawasan terlalu banyak. Sepertinya pengawasan yang dituntut dalam sistem PSC kita diluar kemampuan. Bukan karena kemampuan tehnis BPMIGAS looh, tetapi juga buanyaknya kepentingan yang menganggu jalannya sistem pengawasan. Apakah mungkin sistem PSC kita diubah sedemikian rupa sehingga sistem pengawasannya dipersempit. Atau diciptakan sistem pengawasan otomatis (auto correction). Auto correction ? Misalnya nih, apabila cost yang dipakai dalam mengajukan CR melebihi angka tertentu maka splitnya berubah dengan sendirinya. Ini misalnya saja looh. Jadi dengan demikian si kontraktor akan dengan sendirinya mengontrol sistem costnya ... tanpa diawasi, karena aturannya memiliki auto correction dalam mengoptimasinya. Pemanfaatan threshold utk menciptakan auto correction (optimisation) Misalnya dengan pembatasan ROI (supaya tidak ada kesan keuntungan perusahaan berlebihan) ROI = 15-20, maka split utk kontraktor 100% dari yang disepakati ROI = 20-25, maka split untuk kontraktor 80% dari yang disepakati ROI = 25-30, maka split untuk kontraktor 60% dari yang disepakati (angka threshold ini bisa berapa aja tergantung studi keekonomian). Yang selama ini ada adalah threshold harga minyak. cukup bagus sih, tetapi harga minyak itu terlalu jauh diluar kontrol perusahaan maupun pemerintah. Bisa juga menggunakan THV = Threshold Volume (30MMSTB or 0.75 TSCF), ini misalnya untuk daerah mature dengan resource kecil-kecil (marginal field). Kalau volumenya kecil maka splitnya sekian, Misal: OIP 50 MMBOE splitnya 80 : 20 OIP 50-75 MMBOE splitnya 85 : 15 OIP 75-100 MMBOE splitnya 90 : 10 dst Sehingga dengan threshold inilah BPMIGAS dan kontraktor akan berantem disisi teknisnya. Jadi dengan menggunakan threshold ini akan menciptakan auto correction untuk menuju titik efisiensi terbaik. Salam RDP 2008/1/28 Awang Satyana : Issue baru yang lama. Produksi turun terus sementara cost recovery naik terus tidak bisa segera diterima secara hitam putih, banyak sekali hal terkait kepada itu. Reformasi yang ceritanya diinginkan semua rakyat itu telah membentuk raja2 kecil di daerah yang telah menyebabkan biaya tinggi operasi migas - ini menaikkan cost recovery, nah itu satu contoh saja faktor yang terkait. Karena biaya tinggi di daerah, sebagian operator menunda pemboran sumur2 produksi dan eksplorasinya, sumur2 produksi hanya terealisasi 70- 80 %, sumur2 eksplorasi tak sampai 70 %. Apa akibatnya ? Produksi menurun, penemuan lapangan baru menurun. Tentu ini tak diberitakan kan ? Tetapi, orang yang memahami dengan baik industri migas akan tahu duduk perkara sebenarnya. Pengurusan persetujuan di BPMIGAS lama sehingga menurunkan produksi minyak ? He2... lucu membacanya. Proses persetujuan di BPMIGAS juga telah diaudit oleh lembaga independeden internasional sertifikasi ISO dalam empat tahun terakhir ini. Dan, BPMIGAS terus mencari cara bagaimana agar persetujuan terus disederhanakan tanpa mengurangi ketelitian. Di group saya di BPMIGAS, operasi boleh dijalankan sebelum persetujuan resmi diberikan, tetapi pekerjaan tersebut harus disetujui dulu secara teknis dan anggaran. Aturan2 procurement pun terus dibenahi sehingga tak berbelit2 tetapi tetap menampung azas keadilan. BPMIGAS memerlukan evaluasi yang hati2 atas usulan2 KPS seperti usulan sumur2 eksplorasi di blok produksi dan semua usulan POD (plan of development). Banyak kan kasus POD bila harus segera disetujui karena hal2 tertentu yang politis (katakanlah begitu) telah berdampak buruk merugikan negara sebab cadangan yang diajukan ternyata jauh di bawah kapasitas produksi yang telah terpasang. Saya tak perlu menyebut lapangan2 mana saja di Indonesia yang begitu, tetapi itu telah sangat merugikan negara. Evaluasi yang hati2 tak bisa dilakukan dalam waktu cepat tentu, mestinya semua orang mengerti hal ini. Telah banyak kasus2 merugikan negara akibat hal ini. Minyak langka, masyarakat ngantri minyak di mana2. Ini bukan salah BPH Migas, memang kan pasokan minyak sedang
RE: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007
Setuju mas Vick. Tugas yang diemban Ibu/Bapak regulator memang penuh tantangan. Membuat aturan yang tidak terlalu 'berat' sehingga tetap menarik minat investor domestik dan asing. Tapi juga tidak terlalu lemah agar tidak gampang 'disusupi' dan merugikan negara. salam, Andi -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 28, 2008 9:40 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Tapi harus diingat ! Tujuan menjual block bukanlah mencari bonus. Jangan sampai bonus ini menghambat masuknya investor-investor baru. Yang leboh penting adalah memlonggarkan untuk investasi. Barulah nanti setelah sukses mengembangkan penemuannya, baru kita bicara lebih rame soal split, pengawasan, dan sustainability-nya. Di Cina bahkan investor sebelum untung masih didebabskan dari Pajak, tetapi nanti setelah meraup untung barulah dicekik upst !! :) Sebenarnya dalam tingginya CR ini bukan merupakan kerugian seandainya perusahaan services di Indonesia bisa ikutan memetik pekerjaannya. Ntah berbentuk consultansi, kontsruksi, fabrikasi dll. Pengusaha Indonesia tidak harus menjadi Oil Co yang memegang konsesi kalau modalnya ngga cukup. Lah kalau perusahaan nasional memegang konsesi tetapi modalnya dari luar ya sama saja, porsi CR juga lari keluar negeri lagi. RDP 2008/1/28 Salahuddin, Andi [EMAIL PROTECTED]: Berarti dengan adanya diskusi diantara ketiga pihak ini diharapkan akan meminimalisasi subjektivitas besar bonus dan kaya-miskinnya suatu blok sedini mungkin. Terimakasih pak Awang atas penjelasannya. Salam, Andi -Original Message- From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, January 25, 2008 8:25 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Andi, Yang akan menentukan penaksiran kekayaan sumberdaya hidrokarbon di tempat (Hydrocarbon in Place-HCIP) maupun yang bisa diambil (Recoverable Resources- RR/ Expected Recovery) ada tiga pihak : calon investor, tim teknis Migas, perguruan tinggi. Perguruan tinggi harus independen. Pasti nanti akan ada diskusi pada saat penilaian materi tender. Ini nanti juga akan dilakukan discounted factor oleh faktor risiko karena ketersediaan data. Faktor risiko daerah frontier dan mature pasti akan lain. Seperti jumlah kupon undian atas akumulasi tabungan di bank begitulah bonus akan diatur, misalnya 100-500 MMBO = bonus 1 juta US, 500-1000 = bonus 2 juta, dst..setiap kelipatan RR sekian tambah bonus sekian dsb. Saat ini besaran signature bonus akan menjadi salah satu faktor yang dinilai dalam evaluasi pemenangan tender, aturannya gak ada, hanya aturan minimal bonus ada (1 juta USD); besok2 kalau sistem KPS baru benar2 berlaku, bonus akan disesuaikan dengan besarnya sumberdaya. Urusan bonus diselesaikan di depan sebelum tanda tangan kontrak, tak akan ada koreksi bonus di kemudian hari sebab besaran bonus dan sumberdaya telah menjadi agenda dalam evaluasi tender. salam, awang Salahuddin, Andi [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Awang dan rekan2 ysh, Permisi ikut nimbrung... Ada statement pak Awang yang saya kurang faham. Aturan lain adalah bahwa bonus tanda-tangan kontrak akan disesuaikan dengan jumlah sumberdaya di dalam blok itu, semakin kaya semakin tinggi bonusnya. Apakah yang dimaksud dengan sumberdaya tsb adalah expected HCIP dan expected recovery pada blok tertentu? Sedangkal pengetahuan saya, besaran expected HCIP dan recovery yang dihitung oleh suatu KPS (biasanya dilakukan oleh departemen explorasi atau new ventures) nilainya diperoleh dengan studi awal yang semi regional, mulai dari mapping, prospects/leads inventory, basin modeling, geomodeling, engineering, economics, dll, yang saya yakin banyak bapak/ibu disini yang jauh lebih tahu. Tidak menutup kemungkinan bahwa antara pemerintah (tim teknis BPMigas?), KPS A, KPS B, dan KPS2 lainnya yg meneliti blok ini menghasilkan besaran expected HCIP (sumberdaya blok) yang berbeda-beda, tergantung dari GG play concept, analog yang digunakan, dan parameter-parameter perhitungan yang mereka gunakan saat studi tahap awal explorasi. Ada beberapa kasus dimana 2 lapangan yang berdekatan, yang satunya kaya sedangkan yang satunya lagi miskin. Jadi pada akhirnya, menurut saya, penyesuaian antara besar bonus dan jumlah sumberdaya di blok akan sangat subjektif di mata pemerintah dan para KPS. Atau apakah mungkin bahwa signing fee bisa 'di-adjust' kembali berdasarkan hasil real yang diperoleh pada tahapan appraisal dan development? Dimana pada tahap ini, besaran HCIP bisa jauh lebih besar atau jauh lebih kecil daripada expected HCIP pada tahapan explorasi. Jika ternyata kekayaan blok tersebut lebih besar drpd yang diperkirakan saat explorasi, maka KPS harus bayar sisa bonusnya ke pemerintah berdasarkan prorata. Tapi kalau ternyata blok tersebut sangat 'miskin' atau non-commercial, apakah
Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007
Ada KPS yang mengontrakkan studi kepada konsultan tetapi tidak mampu membayarnya, si konsultan mengadu kepada saya, saya memanggil KPS-nya, KPS-nya memanggil si pemodalnya, dst..Bagaimana KPS mau melakukan seismik atau bor kalau membiayai studi saja tak bisa, atau jaminan untuk menggaji karyawannya sampai tiga bulan ke depan pun harus dicantumkan di notulen rapat. Syarat KPS padahal mampu secara finansial, teknis, dan SDM. wah yang ini sih benar-benar BONEK ya pak Awang. bagaimana bisa kok mereka lolos dan bisa dapat blok yah. jangan-jangan signature bonusnya juga belum dibayar.:-( salam, - Original Message From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, January 25, 2008 9:10:25 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Memang perubahannya drastis Pak Bambang, boleh juga disebut quantum leap, jelas lebih negatif buat investor, tetapi pembagian split rencananya lebih bagus - yang ini sisi positifnya. Tidak akan diberlakukan surut kepada kontrak2 lama, kecuali kalau ada kontrak diperpanjang bisa saja diberlakukan ke kontrak perpanjangannya. Mengejar2 pelaksanaan komitmen memang bagian tugas BPMIGAS. Ada KPS yang mengontrakkan studi kepada konsultan tetapi tidak mampu membayarnya, si konsultan mengadu kepada saya, saya memanggil KPS-nya, KPS-nya memanggil si pemodalnya, dst..Bagaimana KPS mau melakukan seismik atau bor kalau membiayai studi saja tak bisa, atau jaminan untuk menggaji karyawannya sampai tiga bulan ke depan pun harus dicantumkan di notulen rapat. Syarat KPS padahal mampu secara finansial, teknis, dan SDM. Kalau mau melaksanakan isi kontrak yang sudah ditandatangani, KPS2 semacam ini mestinya sudah diterminasi dari dulu. salam, awang Bambang Satya Murti [EMAIL PROTECTED] wrote: PakAwang, Waduh.seandainya itu terlaksana dan bisa diimplementasi, saya akan bilang ini merupakan lompatan jauh kedepan. Lha kalau bisa diberlakukan surut (undang-undang kita kan biasanya sepertiitu ya?), hmmm, itu bener bener quantum leap... Capek ya, mengejar-ngejar komitmen? Salam, Bambang - Original Message From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id; Forum HAGI ; Geo Unpad Sent: Friday, January 25, 2008 11:34:20 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Kalau jadi, kontrak PSC yang akan datang (rencananya akan mulai diterapkan kepada 26 blok yang sekarang sedang ditawarkan) akan mengalami perubahan besar soal sunk cost, komersialitas blok/lapangan, cost recovery dan relinquishment. Perubahannya begitu signifikan sahingga boleh saja kalau mau kita sebut sebagai PSC generasi baru. Jadi diberlakukan atau tidak kita lihat nanti. Komersialitas blok oleh lapangan pertama tidak akan lagi menjadi tiket untuk cost recovery kegiatan2 eksplorasi berikutnya bila lapangan ke-2, ke-3 dan seterusnya tidak ditemukan dan dikembangkan. Di kontrak PSC lama, setelah lapangan pertama ditemukan dan blok menjadi komersial maka seluruh usaha eksplorasi berikutnya akan bisa di-cost recovery baik ia gagal maupun berhasil, jadi lapangan atau tidak. Apa pun yang dibelanjakan akan diganti. Sistem ini telah mendorong PSC2 melakukan eksplorasi kurang hati2, tokh biayanya akan diganti ini. Di sistem PSC baru nanti, biaya eksplorasi setelah lapangan pertama akan dianggap sebagai upaya untuk menemukan lapangan ke-dua. Bila lapangan kedua ditemukan dan dapat dikembangkan menjadi lapangan maka biaya2 eksplorasi setelah lapangan kedua itu bisa di-cost recovery; bila tidak jadi lapangan,maka biaya2 tersebut sepenuhnya menjadi tanggungan PSC. Upaya2 eksplorasi setelah lapangan kedua akan dianggap sebagai upaya menemukan lapangan ke-3. Bila gagal menemukan lapangan ke-3, maka biaya2 itu tak bisa di-cost recovery, bila lapangan ke-3 ditemukan, upaya2 eksplorasi untuk menemukannya bisa di-cost recovery, dst..dst.. Aturan baru itu disertai aturan baru relinquishment. Relinquishment terakhir akan dilakukan pada akhir tahun ke-8 dan hanya mempertahankan lapangan2 yang sudah ditemukan. Area di luar lapangan harus dikembalikan ke Pemerintah. Ini untuk mengatasi banyaknya lahan2 tidur yang tetap dimiliki PSC sementara investor baru yang berminat tidak bisa masuk. Aturan lain adalah bahwa bonus tanda-tangan kontrak akan disesuaikan dengan jumlah sumberdaya di dalam blok itu, semakin kaya semakin tinggi bonusnya. Masih ada beberapa lagi hal signifikan yang akan berubah dalam kontrak PSC kita. Itu kalau jadi diberlakukan. Untuk diberlakukan akan banyak bergantung kepada banyak faktor teknis dan nonteknis, politik dan nonpolitik. Saya pribadi berpendapat bahwa sudah saatnya diberlakukan perubahan2 signifikan atas kontrak saat ini. Pemerintah kita menjual terlalu murah untuk lahannya yang subur. Dalam investasi migas internasional pun berlaku bahwa barang bagus harganya mahal, tetapi di Indonesia sering terjadi barang bagus malah diobral, setelah
RE: [iagi-net-l] Yodium mud diapirism
Pak Suratman, guru saya sewaktu di PPT-Migas Cepu (1990), pernah menulis soal geologi yodium, khususnya yang di Jawa Timur, di Proceedings PIT IAGI. Edisi ke berapa, nanti saya cek lagi. Saat ini 95 % kebutuhan yodium dunia dipasok oleh Chili, Amerika, Jepang yang mengekstraksi yodium dari Chili salt, semacam halit sepertinya, di Indonesia sulit kelihatannya mendapatkan deposit semacam saltrock seperti Chili salt. Yodium kan terdapat juga di air laut atau ganggang seperti yang Pak Bambang sebutkan. Kelihatannya dari asal itulah yang diekstraksi di PT Kimia Farma Watudakon, Mojokerto. Produksinya 100-120 ton/tahun, bisa memenuhi pasar domestik. Perusahaan tersebut memproduksi iodium dari bahan baku air sumur artesis yang digali hingga kedalaman 200 meter untuk sumur dangkal dan 700 meter untuk sumur dalam. Kandungan ion iodida air sumur berkisar antara 60-130 mg/L. Menggenjot produksinya, kiranya bisa dilakukan dengan dua cara : intensifikasi dan ekstensifikasi (jadi ingat program peningkatan pangan/padi yang digulirkan oleh alm. Pak Suharto, presiden RI ke-2). Intensifikasi, ya membor sumur2 baru di sekitar Watudakon atau memperbaiki sumur2 tua yang sudah 200 tahun umurnya itu. Ekstensifikasi, ya mencari deposit yodium baru, sementara ini ikuti saja jalur Watudakon ke arah barat, masih sama kok geologinya. Ekstensifikasi ini terbukti di lapangan2 Cepu. Berdasarkan hasil survei dan penelitian yang dilakukan sebuah perusahaan sebenarnya sumur-sumur tersebut mempunyai cadangan deposit iodium yang potensial. Diantaranya adalah sumur minyak bumi Lapangan Ledok dan Nglobo, yang dikelola oleh Pertamina-Cepu, masing-masing mempunyai kapasitas air total sebesar 500 m3/hari dan 700 m3/hari serta mengandung iodida sebesar 60-170 mg/L. Sampai saat ini limbah cair itu belum dimanfaatkan dan dibuang begitu saja ke sungai atau laut. Tidak ada perbedaan teknologi proses yang digunakan dalam produksi iodium dari air asosiasi minyak ini, kecuali penambahan 1 buah unit pre-treatment. Unit tersebut berperan memisahkan sisa-sisa partikel minyak dan dapat dilakukan pemisahan secara mekanis atau adsorbsi menggunakan batuan aluminosilikat-seperti kaolin, bentonit atau zeolit. Pemanfaatan limbah air sumur minyak jelas banyak gunanya : mengurangi pencemaran, menghasilkan yodium, menghemat devisa negara untuk impor, dan jelas mengatasi penyakit2 GAKI (gangguan akibat kekurangan iodium). Salam, awang -Original Message- From: Bambang Satya Murti [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Sunday, January 27, 2008 11:45 C++ To: IAGI NET Subject: [iagi-net-l] Yodium mud diapirism Sharing knowledge saja Yodium merupakan salah satu komponen vital dalam kehidupan kita...cerita-nya bisa panjang ditinjau dari segi medis. Njenengan luka, hmm, perlu Iodine Providon (Betadin), dalam garam dapur, hmm, mencegah kretinisme (kerdil)...dst..dst.. Lha di Indonesia, yodium di ekstrak secara komersial di plant Watudakon, Jombang, dari deep water well yang memproduksi brine water dari formasi Pucangan - Kalibeng, dengan konsentrasi NaCl sekitar 20,000 ppm. Tinggi kan? Sementara, konsentrasi iodine-nya hanya sekitar 100 ppm. Nah, yang menarik, aquifer dari kedua formasi tersebut di daerah Watudakon, berdasarkan core dan data biostrat yang pernah dilakukan, menunjukkan umur Plio-Pleistosen, dan besar kemungkinan diendapkan dalam lingkungan bathyal dan arus turbid. Menjadi semakin menarik, karena dalam beberapa literatur, iodine merupakan hasil dekomposisi red algae, yang umumnya dijumpai dalam lingkungan laut dangkal yang beriklim hangat. Sekarang, pertanyaannya, bagaimana asal-usul iodine di Watudakon tersebut? Jelas, beliau-nya bukan merupakan mahluk indigenous di aquifer-nya. Barangkali lateral migration dari facies lain di formasi yang setara? ATau justru migrate dari deepr older formation, let's say, setara Ngimbang? Barangkali ada yang pernah utak-atik mengenai hal tersebut? Rekan-rekan di Kaltim barangkali ada yang pernah melakukan extraksi atau analysis water content dari air yang ter produksi dan melihat keberadaan unsur I tersebut? Adakah dia-nya bersimbiose dengan let's say, mud diapirism? Salam, Bambang Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now. http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ This email was Anti Virus checked by Administrator. http://www.bpmigas.com To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1:
Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007
Pak Noor, Pemerintah harus pintar2 membagi dua hal ini : (1) memajukan perusahaan2 nasional berinvestasi di bidang migas, (2) memangkas perusahaan2 minyak2-an. Kalau ada sebuah perusahaan memenangi blok mestinya itu sudah lewat saringan penelitian kemampuan teknis, finansial, dan sumberdaya. Makin ke sini, saringannya makin ketat. Yang saya ceritakan itu adalah blok kontrak awal 2000, saat penyaringan belum seketat sekarang. Dalam lima tahun di internalnya terjadi beberapa kali pergantian pemilik hingga saat ini hanya sisa tiga orang penyuplai dananya. Ini membuktikan bahwa sebenarnya perusahaan itu tidak mampu secara finansial. Sekarang ini, sebelum mereka mengajukan joint study pun (kalau direct offer), sudah banyak syarat2 yang berhubungan dengan finansial yang dimintakan Pemerintah, termasuk beberapa jenis bond/ ikatan finansial yang bisa dicairkan sepihak oleh Pemerintah bila komitmen kontrak tidak direalisasi. Bonus pun harus diserahkan sebelum tanda tangan kontrak. (dulu rekan2 saya di Divisi Operasi Finansial suka capek juga mengejar2 pembayaran bonus itu, malah ada yang ngemplang, perusahannya raib; apa harus menggunakan jasa debt collector he2..) salam, awang noor syarifuddin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada KPS yang mengontrakkan studi kepada konsultan tetapi tidak mampu membayarnya, si konsultan mengadu kepada saya, saya memanggil KPS-nya, KPS-nya memanggil si pemodalnya, dst..Bagaimana KPS mau melakukan seismik atau bor kalau membiayai studi saja tak bisa, atau jaminan untuk menggaji karyawannya sampai tiga bulan ke depan pun harus dicantumkan di notulen rapat. Syarat KPS padahal mampu secara finansial, teknis, dan SDM. wah yang ini sih benar-benar BONEK ya pak Awang. bagaimana bisa kok mereka lolos dan bisa dapat blok yah. jangan-jangan signature bonusnya juga belum dibayar.:-( salam, - Original Message From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, January 25, 2008 9:10:25 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Memang perubahannya drastis Pak Bambang, boleh juga disebut quantum leap, jelas lebih negatif buat investor, tetapi pembagian split rencananya lebih bagus - yang ini sisi positifnya. Tidak akan diberlakukan surut kepada kontrak2 lama, kecuali kalau ada kontrak diperpanjang bisa saja diberlakukan ke kontrak perpanjangannya. Mengejar2 pelaksanaan komitmen memang bagian tugas BPMIGAS. Ada KPS yang mengontrakkan studi kepada konsultan tetapi tidak mampu membayarnya, si konsultan mengadu kepada saya, saya memanggil KPS-nya, KPS-nya memanggil si pemodalnya, dst..Bagaimana KPS mau melakukan seismik atau bor kalau membiayai studi saja tak bisa, atau jaminan untuk menggaji karyawannya sampai tiga bulan ke depan pun harus dicantumkan di notulen rapat. Syarat KPS padahal mampu secara finansial, teknis, dan SDM. Kalau mau melaksanakan isi kontrak yang sudah ditandatangani, KPS2 semacam ini mestinya sudah diterminasi dari dulu. salam, awang Bambang Satya Murti wrote: PakAwang, Waduh.seandainya itu terlaksana dan bisa diimplementasi, saya akan bilang ini merupakan lompatan jauh kedepan. Lha kalau bisa diberlakukan surut (undang-undang kita kan biasanya sepertiitu ya?), hmmm, itu bener bener quantum leap... Capek ya, mengejar-ngejar komitmen? Salam, Bambang - Original Message From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id; Forum HAGI ; Geo Unpad Sent: Friday, January 25, 2008 11:34:20 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Kalau jadi, kontrak PSC yang akan datang (rencananya akan mulai diterapkan kepada 26 blok yang sekarang sedang ditawarkan) akan mengalami perubahan besar soal sunk cost, komersialitas blok/lapangan, cost recovery dan relinquishment. Perubahannya begitu signifikan sahingga boleh saja kalau mau kita sebut sebagai PSC generasi baru. Jadi diberlakukan atau tidak kita lihat nanti. Komersialitas blok oleh lapangan pertama tidak akan lagi menjadi tiket untuk cost recovery kegiatan2 eksplorasi berikutnya bila lapangan ke-2, ke-3 dan seterusnya tidak ditemukan dan dikembangkan. Di kontrak PSC lama, setelah lapangan pertama ditemukan dan blok menjadi komersial maka seluruh usaha eksplorasi berikutnya akan bisa di-cost recovery baik ia gagal maupun berhasil, jadi lapangan atau tidak. Apa pun yang dibelanjakan akan diganti. Sistem ini telah mendorong PSC2 melakukan eksplorasi kurang hati2, tokh biayanya akan diganti ini. Di sistem PSC baru nanti, biaya eksplorasi setelah lapangan pertama akan dianggap sebagai upaya untuk menemukan lapangan ke-dua. Bila lapangan kedua ditemukan dan dapat dikembangkan menjadi lapangan maka biaya2 eksplorasi setelah lapangan kedua itu bisa di-cost recovery; bila tidak jadi lapangan,maka biaya2 tersebut sepenuhnya menjadi tanggungan PSC. Upaya2 eksplorasi setelah lapangan kedua akan dianggap sebagai upaya menemukan lapangan ke-3. Bila gagal
[iagi-net-l] Fwd: [IndoEnergy] Indonesian MPs Consider Closing Oil, Gas Regulators Due to Poor Performance
Wah issue lagih RDP -- Forwarded message -- From: IndoExplo [EMAIL PROTECTED] Date: Jan 28, 2008 10:04 AM Subject: [IndoEnergy] Indonesian MPs Consider Closing Oil, Gas Regulators Due to Poor Performance To: [EMAIL PROTECTED] http://www.redorbit.com/news/business/1227941/indonesian_mps_consider_ closing_oil_gas_regulators_due_to_poor/index.html Posted on: Thursday, 24 January 2008, 06:00 CST Indonesian MPs Consider Closing Oil, Gas Regulators Due to Poor Performance Text of report in English by influential Indonesian newspaper The Jakarta Post English-language website on 23 January The People's Representative Council (DPR) is weighing [up] the possible closure of upstream oil and gas regulator BPMigas and downstream regulator BPH Migas due to decaying administrative performance and failures to meet targets. The deputy chairman of the DPR Commission VII overseeing energy and mineral resources, Sutan Batughana, said here Tuesday [22 Jan] the commission would hold several discussions with oil and gas investors operating in Indonesia to hear their opinions on the regulators' performance to determine whether closure was necessary. We have received reports that the performance of these two bodies has worsened, for example, in the process of securing business permits and we want to verify this with the business actors, Batughana said after the first closed meeting with oil and gas contractors on Tuesday. Some have complained the process to secure approval from BP Migas for budget spending on exploration and exploitation activities (now takes longer than) when Pertamina controlled the sector, and that this has hampered our oil production, Batughana, who led the hearing, said. He also referred to BP Migas' failure to increase the nation's oil production despite a sharp increase in recovery costs. He said the recovery costs repaid by the government to oil block contractors in recent years had continued to increase despite the decline in the country's oil production. Figures from the Energy and Mineral Resources Department show the amounts being paid out by the government under the cost recovery system surged from USD 7.63 billion in 2005 to USD 9 billion in 2006, even though output declined during that period from 1.06 million barrels per day to 1.04 million barrels per day. One rumour in circulation holds that after accusations of failing to do his job, BPMigas chairman, Kardaya Warnika, will be replaced by the current director of upstream oil and gas development at the Energy and Mineral Resources Department, Priyono. Lawmakers also discussed BPH Migas' failures in the distribution of oil and gas in the downstream sector, particularly kerosene, as it was now considered scarce in the market. We may disband the body if it proves to be failing in guaranteeing supply for the public, because that's its job, Batughana said. BPMigas and BPH Migas were formed as independent bodies in charge of regulating the oil and gas sector under the 2002 Oil and Gas Law, which liberalised the sector and ended state oil and gas company Pertamina's monopoly. The chairman and members of the two bodies are installed by the president with the consent of the legislative body. Tuesday's meeting was attended by oil and gas companies Pertamina, Royal Dutch Shell and UK-based BP. In the next meeting, the commission will continue the hearing by summoning other oil and gas companies. Originally published by The Jakarta Post website, Jakarta, in English 23 Jan 08. (c) 2008 BBC Monitoring Asia Pacific. Provided by ProQuest Information and Learning. All rights Reserved. Source: BBC Monitoring Asia Pacific __._,_.___ Messages in this topic (1) Reply (via web post) | Start a new topic Messages | Database | Polls | Calendar TAHUKAH ANDA: - Geothermal hanya menyumbang 800MW listrik (2.5% kebutuhan listrik) dan hanya 4% dari 20,000 MW of geothermal potential Indonesia ! - Potensi geothermal Indonesia 40% dari Potensi geothermal dunia ! -- http://tempe.wordpress.com/ No one can monopolize the truth ! To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and its members be liable for any, including but not limited to direct or
RE: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007
Berarti dengan adanya diskusi diantara ketiga pihak ini diharapkan akan meminimalisasi subjektivitas besar bonus dan kaya-miskinnya suatu blok sedini mungkin. Terimakasih pak Awang atas penjelasannya. Salam, Andi -Original Message- From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, January 25, 2008 8:25 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Cost Recovery Capai US$ 8,33 Miliar Selama 2007 Andi, Yang akan menentukan penaksiran kekayaan sumberdaya hidrokarbon di tempat (Hydrocarbon in Place-HCIP) maupun yang bisa diambil (Recoverable Resources- RR/ Expected Recovery) ada tiga pihak : calon investor, tim teknis Migas, perguruan tinggi. Perguruan tinggi harus independen. Pasti nanti akan ada diskusi pada saat penilaian materi tender. Ini nanti juga akan dilakukan discounted factor oleh faktor risiko karena ketersediaan data. Faktor risiko daerah frontier dan mature pasti akan lain. Seperti jumlah kupon undian atas akumulasi tabungan di bank begitulah bonus akan diatur, misalnya 100-500 MMBO = bonus 1 juta US, 500-1000 = bonus 2 juta, dst..setiap kelipatan RR sekian tambah bonus sekian dsb. Saat ini besaran signature bonus akan menjadi salah satu faktor yang dinilai dalam evaluasi pemenangan tender, aturannya gak ada, hanya aturan minimal bonus ada (1 juta USD); besok2 kalau sistem KPS baru benar2 berlaku, bonus akan disesuaikan dengan besarnya sumberdaya. Urusan bonus diselesaikan di depan sebelum tanda tangan kontrak, tak akan ada koreksi bonus di kemudian hari sebab besaran bonus dan sumberdaya telah menjadi agenda dalam evaluasi tender. salam, awang Salahuddin, Andi [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Awang dan rekan2 ysh, Permisi ikut nimbrung... Ada statement pak Awang yang saya kurang faham. Aturan lain adalah bahwa bonus tanda-tangan kontrak akan disesuaikan dengan jumlah sumberdaya di dalam blok itu, semakin kaya semakin tinggi bonusnya. Apakah yang dimaksud dengan sumberdaya tsb adalah expected HCIP dan expected recovery pada blok tertentu? Sedangkal pengetahuan saya, besaran expected HCIP dan recovery yang dihitung oleh suatu KPS (biasanya dilakukan oleh departemen explorasi atau new ventures) nilainya diperoleh dengan studi awal yang semi regional, mulai dari mapping, prospects/leads inventory, basin modeling, geomodeling, engineering, economics, dll, yang saya yakin banyak bapak/ibu disini yang jauh lebih tahu. Tidak menutup kemungkinan bahwa antara pemerintah (tim teknis BPMigas?), KPS A, KPS B, dan KPS2 lainnya yg meneliti blok ini menghasilkan besaran expected HCIP (sumberdaya blok) yang berbeda-beda, tergantung dari GG play concept, analog yang digunakan, dan parameter-parameter perhitungan yang mereka gunakan saat studi tahap awal explorasi. Ada beberapa kasus dimana 2 lapangan yang berdekatan, yang satunya kaya sedangkan yang satunya lagi miskin. Jadi pada akhirnya, menurut saya, penyesuaian antara besar bonus dan jumlah sumberdaya di blok akan sangat subjektif di mata pemerintah dan para KPS. Atau apakah mungkin bahwa signing fee bisa 'di-adjust' kembali berdasarkan hasil real yang diperoleh pada tahapan appraisal dan development? Dimana pada tahap ini, besaran HCIP bisa jauh lebih besar atau jauh lebih kecil daripada expected HCIP pada tahapan explorasi. Jika ternyata kekayaan blok tersebut lebih besar drpd yang diperkirakan saat explorasi, maka KPS harus bayar sisa bonusnya ke pemerintah berdasarkan prorata. Tapi kalau ternyata blok tersebut sangat 'miskin' atau non-commercial, apakah pemerintah harus 'mengembalikan' signing bonus yang ternyata terlalu besar? Mungkin sulit untuk melakukan hal ini. Mohon pencerahannya... Salam, Andi To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -