[iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Berikut sebuah tulisan pendek yang saya mulai menulisnya pada 28 Oktober lalu, tepat 80 tahun setelah “Sumpah Pemuda” diikrarkan, yang saya tulis di ujung selatan Afrika - di Capetown di antara kesibukan menghadiri pertemuan AAPG 26-29 Oktober 2008. Tulisan terputus di tengah, terselingi oleh tulisan lain tentang kasus jajak pendapat Lusi di pertemuan AAPG tersebut yang harus segera ditanggapi. Tulisan ini tentang sikap kita pada umumnya kepada bahasa persatuan kita : bahasa Indonesia. Tanggal 28 Oktober yang lalu kita memperingati 80 tahun “Sumpah Pemuda” (28 Oktober 1928). Semoga kita tetap mengingatnya sebagai tonggak penting sejarah bangsa Indonesia, saat para pemuda kita dari berbagai perkumpulan daerah bersatu bersumpah “bertanah air satu : Tanah Air Indonesia, berbangsa satu : Bangsa Indonesia, berbahasa satu : Bahasa Indonesia. Apakah kita telah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar setelah belasan tahun bahasa nasional ini kita pelajari dari TK sampai perguruan tinggi dan setelah puluhan tahun bahasa persatuan ini kita gunakan sehari-hari dalam berbagai kesempatan resmi dan tak resmi ? Banyak orang menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Benarkah ? “Jangan menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Yang mudah ialah bahasa Indonesia tutur (lisan), yang kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari, tetapi bahasa Indonesia ragam resmi yang baku tidak semudah yang disangkakan orang”, demikian kutipan dari “Cakrawala Bahasa Indonesia” (Badudu, 1988, PT Gramedia, hal. 11). Kalau seorang guru besar bahasa Indonesia seperti Yus Badudu saja mengatakan bahwa bahasa Indonesia ragam resmi tak mudah, maka sebaiknya kita menghapus sangkaan itu. Kapan bahasa Indonesia terasa tidak semudah seperti yang kita sangka ? Yaitu, ketika bahasa Indonesia digunakan dalam tulisan resmi. Seseorang yang tidak biasa menggunakan bahasa Indonesia secara teratur dalam bertutur akan merasakan kesukarannya bila ia tiba-tiba diminta berbicara di depan umum dalam suatu acara bersifat resmi. Seseorang yang tidak biasa menulis akan merasa sukar bila ia harus membuat karangan, misalnya surat resmi, kertas kerja, laporan ilmiah. Memeriksa kemampuan sesungguhnya seseorang akan suatu bahasa dapat segera terbaca melalui tulisan resminya. Dalam setiap bahasa berlaku hal itu. Sikap kita terhadap bahasa Indonesia milik nasional sering negatif. Kita yang sudah tidak wajib lagi mempelajari bahasa Indonesia karena telah lulus sekolah umumnya betapa kurang dan tidak adanya perhatian kita terhadap bahasa Indonesia yang setiap hari kita gunakan itu. Kita sering merasa tak ada kekurangan pada diri kita atas kekurangsanggupan kita menggunakan bahasa Indonesia itu dengan baik dan benar. Apakah kita telah yakin bahwa kita tidak membuat kesalahan dalam bertatabahasa Indonesia : susunan kata dalam kalimat, bentukan kata, maupun pemakaian kata dengan makna yang tepat ? Jika bangsa Indonesia sebagai pemilik dan pemakai bahasa Indonesia terus bersikap negatif terhadap bahasa nasionalnya, bahasa Indonesia akan berkembang secara kacau dan tak pernah bahasa ini menjadi bahasa yang mantap. Walaupun kita tidak lagi terikat secara pendidikan harus mempelajari bahasa Indonesia, janganlah kita berhenti mempelajari bahasa Indonesia sebab bahasa kita ini berkembang terus. Aturan bahasa atau bentukan kata yang selama ini kita anggap benar, ternyata salah menurut aturan yang benar. Kita tidak akan pernah tahu bahwa itu salah kalau kita tidak lagi belajar bahasa Indonesia. Kesalahan berbahasa yang kita anggap benar itu disebut ”salah kaprah”. Salah kaprah adalah salah yang sudah umum sehingga tidak lagi terasa kesalahannya. Bentuk salah kaprah hendaknya dikembalikan kepada bentuknya yang benar dan tepat. Bila terlampau banyak bentuk salah kaprah, terlalu banyak penyimpangan dari kaidah bahasa yang berlaku, bahasa itu bukanlah bahasa yang baik, yang mantap. Kalau bentuk salah kaprah diterima sebagai bentuk kecuali maka bahasa itu bukanlah bahasa yang mantap. Bahasa yang baik ialah bahasa yang mantap, yang bersistem, yang mudah dipelajari. Bahasa yang bersistem adalah bahasa yang mudah dipelajari. Dalam linguistik dijelaskan bahwa kita belajar bahasa dengan membentuk analogi dari bentuk pertama yang kita pelajari. Tanpa keteraturan yang ada pada sistem bahasa itu, akan sangat sukar mempelajari bahasa karena semua harus dihafalkan saja. Sikap kita yang kurang teliti (atau kurang peduli) dalam berbahasa menyebabkan makin tersebarnya bentuk salah kaprah itu. Beberapa salah kaprah yang sering ditemui : merubah, mengenyampingkan, dimana, ijin, bersama ini kami kabarkan, pertanggungan jawab, tapi, kenapa, lain kesempatan, kantor di mana saya bekerja, itu adalah benar, disebabkan karena, lebih besar dari, berulang kali, para hadirin, pada zaman dahulu kala, kwalitas, analisa, metoda, prosentase, praktek, hektar, sistim. Semoga kita tahu apa bentuk-bentuk benar dari bentuk-bentuk salah ini. Anton M. Moe
RE: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Pak Awang, Trimakasih atas "wejangannya" yang bagus. Memang kita harus terus belajar bahasa Indonesia. Hanya untuk sekedar menulis surat pembaca atau artikel kecil di majalah Intisari saja, saya mesti menulisnya berkali-kali sampai lebih enak dibaca. Maklum sudah jarang belajar bahasa Indonesia. Kalau membaca laporan kawan-2 (sesama pekerja di rig, S-1) saya sering tersenyum kecewa karena mereka tidak pernah menggunakan tanda baca (titik, koma) atau sering menggunakan huruf besar yang tidak pada tempatnya. Misalnya untuk menulis casing shoe saja, mereka sering menulis Casing Shoe :( Kelihatannya kawan-kawan (muda) ini agak kurang peduli dengan bahasa Indonesia; bahkan kondisi politik. Misalnya mengenai kartun "Panji Koming" di Kompas Minggu. Banyak diantara mereka yang tidak mengenali "tokoh" dalam kartun, padahal dari wajahnya saja kita bisa menerka: Pak JK, Ketua MA, Ketua DPR, Gub DKI dll Kalau diskusi "ditingkatkan": Goenawan Mohammad, Pramudya Ananta Toer, Emha, Mohamad Sobary, Yus Badudu... rata-2 mereka tidak kenal apalagi membaca tulisannya. Baiklah, tulisan Pak Awang akan saya print untuk mereka:) Trimakasih. Oyha, ketika ada kawan yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia tidak "selugas' bahasa Inggris, saya pun menjawab seperti yang dulu pernah ditulis Pak Sudjaka-ITB (?) di majalah Tempo: Coba, untuk kata "lusa" , kalau mereka: "the day after tomorrow". Salam hangat dari Bangko, sugeng From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thu 11/6/2008 10:40 PM To: Geo Unpad; Forum HAGI; Eksplorasi BPMIGAS; IAGI Subject: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Berikut sebuah tulisan pendek yang saya mulai menulisnya pada 28 Oktober lalu, tepat 80 tahun setelah "Sumpah Pemuda" diikrarkan, yang saya tulis di ujung selatan Afrika - di Capetown di antara kesibukan menghadiri pertemuan AAPG 26-29 Oktober 2008. Tulisan terputus di tengah, terselingi oleh tulisan lain tentang kasus jajak pendapat Lusi di pertemuan AAPG tersebut yang harus segera ditanggapi. Tulisan ini tentang sikap kita pada umumnya kepada bahasa persatuan kita : bahasa Indonesia. Tanggal 28 Oktober yang lalu kita memperingati 80 tahun "Sumpah Pemuda" (28 Oktober 1928). Semoga kita tetap mengingatnya sebagai tonggak penting sejarah bangsa Indonesia, saat para pemuda kita dari berbagai perkumpulan daerah bersatu bersumpah "bertanah air satu : Tanah Air Indonesia, berbangsa satu : Bangsa Indonesia, berbahasa satu : Bahasa Indonesia. Apakah kita telah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar setelah belasan tahun bahasa nasional ini kita pelajari dari TK sampai perguruan tinggi dan setelah puluhan tahun bahasa persatuan ini kita gunakan sehari-hari dalam berbagai kesempatan resmi dan tak resmi ? Banyak orang menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Benarkah ? "Jangan menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Yang mudah ialah bahasa Indonesia tutur (lisan), yang kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari, tetapi bahasa Indonesia ragam resmi yang baku tidak semudah yang disangkakan orang", demikian kutipan dari "Cakrawala Bahasa Indonesia" (Badudu, 1988, PT Gramedia, hal. 11). Kalau seorang guru besar bahasa Indonesia seperti Yus Badudu saja mengatakan bahwa bahasa Indonesia ragam resmi tak mudah, maka sebaiknya kita menghapus sangkaan itu. Kapan bahasa Indonesia terasa tidak semudah seperti yang kita sangka ? Yaitu, ketika bahasa Indonesia digunakan dalam tulisan resmi. Seseorang yang tidak biasa menggunakan bahasa Indonesia secara teratur dalam bertutur akan merasakan kesukarannya bila ia tiba-tiba diminta berbicara di depan umum dalam suatu acara bersifat resmi. Seseorang yang tidak biasa menulis akan merasa sukar bila ia harus membuat karangan, misalnya surat resmi, kertas kerja, laporan ilmiah. Memeriksa kemampuan sesungguhnya seseorang akan suatu bahasa dapat segera terbaca melalui tulisan resminya. Dalam setiap bahasa berlaku hal itu. Sikap kita terhadap bahasa Indonesia milik nasional sering negatif. Kita yang sudah tidak wajib lagi mempelajari bahasa Indonesia karena telah lulus sekolah umumnya betapa kurang dan tidak adanya perhatian kita terhadap bahasa Indonesia yang setiap hari kita gunakan itu. Kita sering merasa tak ada kekurangan pada diri kita atas kekurangsanggupan kita menggunakan bahasa Indonesia itu dengan baik dan benar. Apakah kita telah yakin bahwa kita tidak membuat kesalahan dalam bertatabahasa Indonesia : susunan kata dalam kalimat, bentukan kata, maupun pemakaian kata dengan makna yang tepat ? Jika bangsa Indonesia sebagai pemilik dan pemakai bahasa Indonesia terus bersikap negatif terhadap bahasa nasionalnya, bahasa Indonesia akan berkembang secara kacau dan tak pernah bahasa ini menjadi bahasa yang mantap. Walaupun kita tidak lagi terikat secara pendidikan harus mempelajari bahasa Indo
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Menarik sekali pak Awang, - Yang sering alami adalah kesulitan pada saat melakukan paparan teknik dalam bahasa Indonesia. Dikarenakan kebiasaan menggunakan istilah teknik dalam bahasa aslinya (Inggris), maka seringkali terasa kagok waktu memakai istilah padanannya dalam bahasa kita. Dan itu kelihatannya dirasakan juga oleh pendengarnya. - Proses "inggrisisme" saya amati sekarang tidak terbatas di kalangan teknik, tapi juga di kehidupan sehari-hari (terutama di kedai-kedai waralaba).coba kalau makan di tempat itu terus kita pesan es sari jeruk, maka pelayannya akan bengong...mereka baru ngeh kalau kita pesan "orange juice" atau pesan kentang goreng...tahunya setelah disebut "french fries", porsi sedang, mereka akan menegaskan "medium" ya pak...dst... salam, From: Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]> To: Geo Unpad <[EMAIL PROTECTED]>; Forum HAGI <[EMAIL PROTECTED]>; Eksplorasi BPMIGAS <[EMAIL PROTECTED]>; IAGI Sent: Thursday, November 6, 2008 11:40:31 PM Subject: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Berikut sebuah tulisan pendek yang saya mulai menulisnya pada 28 Oktober lalu, tepat 80 tahun setelah “Sumpah Pemuda” diikrarkan, yang saya tulis di ujung selatan Afrika - di Capetown di antara kesibukan menghadiri pertemuan AAPG 26-29 Oktober 2008. Tulisan terputus di tengah, terselingi oleh tulisan lain tentang kasus jajak pendapat Lusi di pertemuan AAPG tersebut yang harus segera ditanggapi. Tulisan ini tentang sikap kita pada umumnya kepada bahasa persatuan kita : bahasa Indonesia. Tanggal 28 Oktober yang lalu kita memperingati 80 tahun “Sumpah Pemuda” (28 Oktober 1928). Semoga kita tetap mengingatnya sebagai tonggak penting sejarah bangsa Indonesia, saat para pemuda kita dari berbagai perkumpulan daerah bersatu bersumpah “bertanah air satu : Tanah Air Indonesia, berbangsa satu : Bangsa Indonesia, berbahasa satu : Bahasa Indonesia. Apakah kita telah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar setelah belasan tahun bahasa nasional ini kita pelajari dari TK sampai perguruan tinggi dan setelah puluhan tahun bahasa persatuan ini kita gunakan sehari-hari dalam berbagai kesempatan resmi dan tak resmi ? Banyak orang menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Benarkah ? “Jangan menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Yang mudah ialah bahasa Indonesia tutur (lisan), yang kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari, tetapi bahasa Indonesia ragam resmi yang baku tidak semudah yang disangkakan orang”, demikian kutipan dari “Cakrawala Bahasa Indonesia” (Badudu, 1988, PT Gramedia, hal. 11). Kalau seorang guru besar bahasa Indonesia seperti Yus Badudu saja mengatakan bahwa bahasa Indonesia ragam resmi tak mudah, maka sebaiknya kita menghapus sangkaan itu. Kapan bahasa Indonesia terasa tidak semudah seperti yang kita sangka ? Yaitu, ketika bahasa Indonesia digunakan dalam tulisan resmi. Seseorang yang tidak biasa menggunakan bahasa Indonesia secara teratur dalam bertutur akan merasakan kesukarannya bila ia tiba-tiba diminta berbicara di depan umum dalam suatu acara bersifat resmi. Seseorang yang tidak biasa menulis akan merasa sukar bila ia harus membuat karangan, misalnya surat resmi, kertas kerja, laporan ilmiah. Memeriksa kemampuan sesungguhnya seseorang akan suatu bahasa dapat segera terbaca melalui tulisan resminya. Dalam setiap bahasa berlaku hal itu. Sikap kita terhadap bahasa Indonesia milik nasional sering negatif. Kita yang sudah tidak wajib lagi mempelajari bahasa Indonesia karena telah lulus sekolah umumnya betapa kurang dan tidak adanya perhatian kita terhadap bahasa Indonesia yang setiap hari kita gunakan itu. Kita sering merasa tak ada kekurangan pada diri kita atas kekurangsanggupan kita menggunakan bahasa Indonesia itu dengan baik dan benar. Apakah kita telah yakin bahwa kita tidak membuat kesalahan dalam bertatabahasa Indonesia : susunan kata dalam kalimat, bentukan kata, maupun pemakaian kata dengan makna yang tepat ? Jika bangsa Indonesia sebagai pemilik dan pemakai bahasa Indonesia terus bersikap negatif terhadap bahasa nasionalnya, bahasa Indonesia akan berkembang secara kacau dan tak pernah bahasa ini menjadi bahasa yang mantap. Walaupun kita tidak lagi terikat secara pendidikan harus mempelajari bahasa Indonesia, janganlah kita berhenti mempelajari bahasa Indonesia sebab bahasa kita ini berkembang terus. Aturan bahasa atau bentukan kata yang selama ini kita anggap benar, ternyata salah menurut aturan yang benar. Kita tidak akan pernah tahu bahwa itu salah kalau kita tidak lagi belajar bahasa Indonesia. Kesalahan berbahasa yang kita anggap benar itu disebut ”salah kaprah”. Salah kaprah adalah salah yang sudah umum sehingga tidak lagi terasa kesalahannya. Bentuk salah kaprah hendaknya dikembalikan kepada bentuknya yang benar dan tepat. Bila terlampau banyak bentuk salah kaprah, terlalu banyak penyimpangan dari k
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
> bener pak Awang memang nulis ilmiah bahasa Indonsia itu sulit, makanya saya belajar nulis selama tulisan dimuat di Indonesia atau disajikan di Indonesia contohnya PIT saya nulis dalam bahasa Indonesia. Oleh karenanya PIT IAGI yang lalu Paniyia PIT tidak mensyaratkan makalah dalam bahasa bukan bahasa Indonesia. Salam: Untung Sudarsono Berikut sebuah tulisan pendek yang saya mulai menulisnya pada 28 Oktober > lalu, tepat 80 tahun setelah Sumpah Pemuda diikrarkan, yang saya tulis > di ujung selatan Afrika - di Capetown di antara kesibukan menghadiri > pertemuan AAPG 26-29 Oktober 2008. Tulisan terputus di tengah, terselingi > oleh tulisan lain tentang kasus jajak pendapat Lusi di pertemuan AAPG > tersebut yang harus segera ditanggapi. Tulisan ini tentang sikap kita > pada umumnya kepada bahasa persatuan kita : bahasa Indonesia. > > Tanggal 28 Oktober yang lalu kita memperingati 80 tahun Sumpah Pemuda > (28 Oktober 1928). Semoga kita tetap mengingatnya sebagai tonggak penting > sejarah bangsa Indonesia, saat para pemuda kita dari berbagai perkumpulan > daerah bersatu bersumpah bertanah air satu : Tanah Air Indonesia, > berbangsa satu : Bangsa Indonesia, berbahasa satu : Bahasa Indonesia. > > Apakah kita telah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar setelah > belasan tahun bahasa nasional ini kita pelajari dari TK sampai perguruan > tinggi dan setelah puluhan tahun bahasa persatuan ini kita gunakan > sehari-hari dalam berbagai kesempatan resmi dan tak resmi ? Banyak orang > menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Benarkah ? > > Jangan menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Yang mudah ialah bahasa > Indonesia tutur (lisan), yang kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari, > tetapi bahasa Indonesia ragam resmi yang baku tidak semudah yang > disangkakan orang, demikian kutipan dari Cakrawala Bahasa Indonesia > (Badudu, 1988, PT Gramedia, hal. 11). Kalau seorang guru besar bahasa > Indonesia seperti Yus Badudu saja mengatakan bahwa bahasa Indonesia ragam > resmi tak mudah, maka sebaiknya kita menghapus sangkaan itu. > > Kapan bahasa Indonesia terasa tidak semudah seperti yang kita sangka ? > Yaitu, ketika bahasa Indonesia digunakan dalam tulisan resmi. Seseorang > yang tidak biasa menggunakan bahasa Indonesia secara teratur dalam > bertutur akan merasakan kesukarannya bila ia tiba-tiba diminta berbicara > di depan umum dalam suatu acara bersifat resmi. Seseorang yang tidak biasa > menulis akan merasa sukar bila ia harus membuat karangan, misalnya surat > resmi, kertas kerja, laporan ilmiah. Memeriksa kemampuan sesungguhnya > seseorang akan suatu bahasa dapat segera terbaca melalui tulisan resminya. > Dalam setiap bahasa berlaku hal itu. > > Sikap kita terhadap bahasa Indonesia milik nasional sering negatif. Kita > yang sudah tidak wajib lagi mempelajari bahasa Indonesia karena telah > lulus sekolah umumnya betapa kurang dan tidak adanya perhatian kita > terhadap bahasa Indonesia yang setiap hari kita gunakan itu. Kita sering > merasa tak ada kekurangan pada diri kita atas kekurangsanggupan kita > menggunakan bahasa Indonesia itu dengan baik dan benar. Apakah kita telah > yakin bahwa kita tidak membuat kesalahan dalam bertatabahasa Indonesia : > susunan kata dalam kalimat, bentukan kata, maupun pemakaian kata dengan > makna yang tepat ? > > Jika bangsa Indonesia sebagai pemilik dan pemakai bahasa Indonesia terus > bersikap negatif terhadap bahasa nasionalnya, bahasa Indonesia akan > berkembang secara kacau dan tak pernah bahasa ini menjadi bahasa yang > mantap. Walaupun kita tidak lagi terikat secara pendidikan harus > mempelajari bahasa Indonesia, janganlah kita berhenti mempelajari bahasa > Indonesia sebab bahasa kita ini berkembang terus. Aturan bahasa atau > bentukan kata yang selama ini kita anggap benar, ternyata salah menurut > aturan yang benar. Kita tidak akan pernah tahu bahwa itu salah kalau kita > tidak lagi belajar bahasa Indonesia. Kesalahan berbahasa yang kita anggap > benar itu disebut salah kaprah. > > Salah kaprah adalah salah yang sudah umum sehingga tidak lagi terasa > kesalahannya. Bentuk salah kaprah hendaknya dikembalikan kepada bentuknya > yang benar dan tepat. Bila terlampau banyak bentuk salah kaprah, terlalu > banyak penyimpangan dari kaidah bahasa yang berlaku, bahasa itu bukanlah > bahasa yang baik, yang mantap. Kalau bentuk salah kaprah diterima sebagai > bentuk kecuali maka bahasa itu bukanlah bahasa yang mantap. Bahasa yang > baik ialah bahasa yang mantap, yang bersistem, yang mudah dipelajari. > Bahasa yang bersistem adalah bahasa yang mudah dipelajari. Dalam > linguistik dijelaskan bahwa kita belajar bahasa dengan membentuk analogi > dari bentuk pertama yang kita pelajari. Tanpa keteraturan yang ada pada > sistem bahasa itu, akan sangat sukar mempelajari bahasa karena semua harus > dihafalkan saja. > > Sikap kita yang kurang teliti (atau kurang peduli) dalam berbahasa > menyebabkan makin tersebarnya bentuk salah kaprah itu. Beberapa salah > kaprah ya
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Terima kasih banyak Pak Awang. Uraian yang menarik. Saya merasakan sekali kesulitan itu. Mau berbahasa Indonesia yang benar ternyata sulit, apalagi berbahasa Inggris yang baik, jauh lebih sulit. Jadinya serba naggung. Campur-campur. Mungkin Pak Awang punya tip (saya takut keliru dengan "tips") apa yang harus kita lakukan dalam belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar itu. Mungkin punya buku-buku referensi yang bagus dan lengkap? Terima kasih, Taufik Anwar On Thu, Nov 6, 2008 at 11:40 PM, Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]>wrote: > Berikut sebuah tulisan pendek yang saya mulai menulisnya pada 28 Oktober > lalu, tepat 80 tahun setelah "Sumpah Pemuda" diikrarkan, yang saya tulis di > ujung selatan Afrika - di Capetown di antara kesibukan menghadiri pertemuan > AAPG 26-29 Oktober 2008. Tulisan terputus di tengah, terselingi oleh tulisan > lain tentang kasus jajak pendapat Lusi di pertemuan AAPG tersebut yang harus > segera ditanggapi. Tulisan ini tentang sikap kita pada umumnya kepada > bahasa persatuan kita : bahasa Indonesia. > > Tanggal 28 Oktober yang lalu kita memperingati 80 tahun "Sumpah Pemuda" (28 > Oktober 1928). Semoga kita tetap mengingatnya sebagai tonggak penting > sejarah bangsa Indonesia, saat para pemuda kita dari berbagai perkumpulan > daerah bersatu bersumpah "bertanah air satu : Tanah Air Indonesia, berbangsa > satu : Bangsa Indonesia, berbahasa satu : Bahasa Indonesia. > > Apakah kita telah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar setelah belasan > tahun bahasa nasional ini kita pelajari dari TK sampai perguruan tinggi dan > setelah puluhan tahun bahasa persatuan ini kita gunakan sehari-hari dalam > berbagai kesempatan resmi dan tak resmi ? Banyak orang menganggap bahasa > Indonesia itu mudah. Benarkah ? > > "Jangan menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Yang mudah ialah bahasa > Indonesia tutur (lisan), yang kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari, > tetapi bahasa Indonesia ragam resmi yang baku tidak semudah yang disangkakan > orang", demikian kutipan dari "Cakrawala Bahasa Indonesia" (Badudu, 1988, PT > Gramedia, hal. 11). Kalau seorang guru besar bahasa Indonesia seperti Yus > Badudu saja mengatakan bahwa bahasa Indonesia ragam resmi tak mudah, maka > sebaiknya kita menghapus sangkaan itu. > > Kapan bahasa Indonesia terasa tidak semudah seperti yang kita sangka ? > Yaitu, ketika bahasa Indonesia digunakan dalam tulisan resmi. Seseorang yang > tidak biasa menggunakan bahasa Indonesia secara teratur dalam bertutur akan > merasakan kesukarannya bila ia tiba-tiba diminta berbicara di depan umum > dalam suatu acara bersifat resmi. Seseorang yang tidak biasa menulis akan > merasa sukar bila ia harus membuat karangan, misalnya surat resmi, kertas > kerja, laporan ilmiah. Memeriksa kemampuan sesungguhnya seseorang akan suatu > bahasa dapat segera terbaca melalui tulisan resminya. Dalam setiap bahasa > berlaku hal itu. > > Sikap kita terhadap bahasa Indonesia milik nasional sering negatif. Kita > yang sudah tidak wajib lagi mempelajari bahasa Indonesia karena telah lulus > sekolah umumnya betapa kurang dan tidak adanya perhatian kita terhadap > bahasa Indonesia yang setiap hari kita gunakan itu. Kita sering merasa tak > ada kekurangan pada diri kita atas kekurangsanggupan kita menggunakan bahasa > Indonesia itu dengan baik dan benar. Apakah kita telah yakin bahwa kita > tidak membuat kesalahan dalam bertatabahasa Indonesia : susunan kata dalam > kalimat, bentukan kata, maupun pemakaian kata dengan makna yang tepat ? > > Jika bangsa Indonesia sebagai pemilik dan pemakai bahasa Indonesia terus > bersikap negatif terhadap bahasa nasionalnya, bahasa Indonesia akan > berkembang secara kacau dan tak pernah bahasa ini menjadi bahasa yang > mantap. Walaupun kita tidak lagi terikat secara pendidikan harus mempelajari > bahasa Indonesia, janganlah kita berhenti mempelajari bahasa Indonesia sebab > bahasa kita ini berkembang terus. Aturan bahasa atau bentukan kata yang > selama ini kita anggap benar, ternyata salah menurut aturan yang benar. Kita > tidak akan pernah tahu bahwa itu salah kalau kita tidak lagi belajar bahasa > Indonesia. Kesalahan berbahasa yang kita anggap benar itu disebut "salah > kaprah". > > Salah kaprah adalah salah yang sudah umum sehingga tidak lagi terasa > kesalahannya. Bentuk salah kaprah hendaknya dikembalikan kepada bentuknya > yang benar dan tepat. Bila terlampau banyak bentuk salah kaprah, terlalu > banyak penyimpangan dari kaidah bahasa yang berlaku, bahasa itu bukanlah > bahasa yang baik, yang mantap. Kalau bentuk salah kaprah diterima sebagai > bentuk kecuali maka bahasa itu bukanlah bahasa yang mantap. Bahasa yang baik > ialah bahasa yang mantap, yang bersistem, yang mudah dipelajari. Bahasa yang > bersistem adalah bahasa yang mudah dipelajari. Dalam linguistik dijelaskan > bahwa kita belajar bahasa dengan membentuk analogi dari bentuk pertama yang > kita pelajari. Tanpa keteraturan yang ada pada sistem bahasa itu, akan > sangat sukar mempelajari bahasa karena s
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Pak Taufik, "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang persenan, (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata itu dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman dan lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai padananannya (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan dan kaidah kebahasaan) adalah wajib bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia berkewarganegaraan Indonesia. Untuk itu, kita harus terus belajar bahasa kita sendiri. Jangan putus belajar bahasa Indonesia seusai kita lulus dari sekolah menengah. Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional kita. Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia (Inggris, Arab, Cina, dll.), bahasa Indonesia masih sangat muda umurnya. Meskipun demikian, penuturnya banyak, sehingga di dunia pun bahasa kita cukup penting posisinya. Maka, pembinaan bahasa Indonesia jelas suatu kemutlakan. Petunjuk praktis berbahasa Indonesia dengan baik dan benar hanya sesederhana membeli buku-bukunya, mempelajarinya dengan bersungguh-sungguh, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Buku-buku wajib untuk dapat mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan benar : - Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional - Balai Pustaka, 2007 - edisi ketiga) - 1387 halaman. Kamus ini akan membimbing kita akan makna tepat suatu kata dan menunjukkan mana kata-kata baku mana kata-kata nonbaku. - Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., Balai Pustaka, 2003,edisi ketiga) - 486 halaman. Buku ini walaupun bersifat akademik, masih cukup praktis untuk digunakan mempelaari semua aturan bahasa Indonesia. - Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 1972, 1988, 1992, 2005). Kedua buku ini bersifat praktis untuk menuntun kita menulis kata-kata dalam bahasa Indonesia dan menerjemahkan istilah asing. Itulah ketiga buku yang harus ada bila kita bersungguh-sungguh ingin mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebagai tambahan atas buku-buku itu, banyak buku praktis yang dapat meningkatkan ketrampilan kita berbahasa Indonesia yang baik dan benar, misalnya seperti di bawah ini. - Berbahasa Indonesialah dengan Benar : Petunjuk Praktis untuk Pelajar, Mahasiswa, dan Guru (Zaenal Arifin, 1986 - saya punya edisi pertamanya, buku ini mudah dipelajari sehingga banyak dicari orang, edisi terbarunya - 2005 masih saya lihat ada di toko-toko buku). - Buku-buku pembinaan bahasa Indonesia tulisan Yus Badudu (mungkin buku-buku ini sudah sulit dicari di toko-toko buku, kecuali karya-karya Pak Badudu yang terbaru). Beberapa seri bukunya yang banyak dicari orang : Membina Bahasa Indonesia Baku (Badudu, 1980, Pustaka Prima, Bandung) Inilah Bahasa Indonesia yang Benar (Badudu, PT Gramedia -banyak edisi dan cetakannya) Pelik-Pelik Bahasa Indonesia (Badudu, Pustaka Prima). Masih banyak buku-buku pembinaan bahasa Indonesia yang lain dari berbagai penulis. Misalnya, "Masalah Bahasa yang Dapat Anda Atasi Sendiri" (Anton Moeliono, Sinar Harapan, 1990), dan "Problematika Bahasa Indonesia : Sebuah Analisis Praktis Bahasa Baku" (Kusno Santoso, PT Rineka Cipta, 1990). Pak Taufik cukup mengunjungi toko buku yang lengkap dan memilih sendiri di sana buku-buku pembinaan bahasa Indonesia. Setelah itu, mempelajari dan menerapkannya secara disiplin, kita akan melihat bahwa meskipun kita pernah mempelajari bahasa Indonesia selama minimal 12 tahun, ternyata masih banyak kesalahan yang selama ini kita lakukan dalam berbahasa Indonesia. Analisis Pak Badudu dalam Cakrawala Bahasa Indonesia (Badudu, 1988) mengatakan bahwa kita sering membuat kesalahan dalam berbahasa Indonesia karena kita selama ini suka menganggap bahasa Indonesia itu mudah dan kita kurang berlatih di sekolah melalui kegiatan menulis atau mengarang. Sebuah pengalaman pribadi, saya menentukan hari-hari tertentu dalam seminggu untuk mempelajari bahasa Indonesia, tetap menyempatkan untuk mempelajarinya di tengah berbagai kesibukan. Kita akan memperhatikan hukum-hukum dalam bahasa ketika kita harus menulis sebuah karangan dengan bahasa yang baik dan benar, maka semakin banyak kita menulis, akan semakin baik ketrampilan kita berbahasa. Mari kita terus belajar bahasa Indonesia ! Beli buku-bukunya, pelajari, dan terapkan ! salam, awang --- On Thu, 11/13/08, taufik anwar <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: taufik anwar <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: iagi-net@iagi.or.id Date: Thursday, November 13, 2008, 8:59 AM Terima kasih banyak Pak Awang. Uraian yang menarik. Saya merasakan sekali kesulitan it
RE: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Pak Awang dan Pak Taufik, Dalam hal penerapan bahasa Indonesia (juga dengan bahasa lainnya), saya belajar banyak ketika saya mulai menulis. Semakin banyak menulis, semakin banyak kita belajar. Pada saat kita mulai mencurahkan pikiran dalam bentuk tulisan, banyak sekali proses yang terjadi di dalam pikiran kita. Hal ini memaksa kita untuk berpikir ulang, baik mengenai ide maupun bahasanya. Apalagi setelah tulisan tersebut diedit oleh orang-orang yang lebih berpengalaman dan fasih dengan bahasa. Kelemahan saya, dan banyak orang lain, adalah takut salah. Takut di kritik dan dianggap tidak mahir. Kita harus belajar mengatasi perasaan ini, karena hal ini adalah bagian dari proses belajar. Kesempatan untuk mendapatkan pengalaman ini saya dapatkan pertama-tama waktu saya ikut sebagai tim editor majalah Suara Gea (majalah himpunan mahasiswa teknik geologi ITB). Kesempatan berikutnya adalah waktu saya menulis tugas akhir. Tugas akhir saya diedit oleh pembimbing saya Dr. Yahdi Zaim (sekarang Prof.), yang tentunya lebih ahli dalam mengevaluasi ide dan bahasa yang saya pakai. Kita bisa terus belajar dengan menulis di IAGI-net, meskipun bahasanya tidak resmi tapi kita bisa coba mulai menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan. Salam, Herman Darman Catatan: kalau ada kesalahan dalam menggunakan bahasa Indonesia, harap maklum karena masih terus belajar. -Original Message- From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, November 13, 2008 8:32 AM To: iagi-net@iagi.or.id; Geo Unpad; Forum HAGI; Eksplorasi BPMIGAS Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Taufik, "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang persenan, (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata itu dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman dan lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai padananannya (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan dan kaidah kebahasaan) adalah wajib bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia berkewarganegaraan Indonesia. Untuk itu, kita harus terus belajar bahasa kita sendiri. Jangan putus belajar bahasa Indonesia seusai kita lulus dari sekolah menengah. Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional kita. Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia (Inggris, Arab, Cina, dll.), bahasa Indonesia masih sangat muda umurnya. Meskipun demikian, penuturnya banyak, sehingga di dunia pun bahasa kita cukup penting posisinya. Maka, pembinaan bahasa Indonesia jelas suatu kemutlakan. Petunjuk praktis berbahasa Indonesia dengan baik dan benar hanya sesederhana membeli buku-bukunya, mempelajarinya dengan bersungguh-sungguh, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Buku-buku wajib untuk dapat mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan benar : - Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional - Balai Pustaka, 2007 - edisi ketiga) - 1387 halaman. Kamus ini akan membimbing kita akan makna tepat suatu kata dan menunjukkan mana kata-kata baku mana kata-kata nonbaku. - Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., Balai Pustaka, 2003,edisi ketiga) - 486 halaman. Buku ini walaupun bersifat akademik, masih cukup praktis untuk digunakan mempelaari semua aturan bahasa Indonesia. - Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 1972, 1988, 1992, 2005). Kedua buku ini bersifat praktis untuk menuntun kita menulis kata-kata dalam bahasa Indonesia dan menerjemahkan istilah asing. Itulah ketiga buku yang harus ada bila kita bersungguh-sungguh ingin mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebagai tambahan atas buku-buku itu, banyak buku praktis yang dapat meningkatkan ketrampilan kita berbahasa Indonesia yang baik dan benar, misalnya seperti di bawah ini. - Berbahasa Indonesialah dengan Benar : Petunjuk Praktis untuk Pelajar, Mahasiswa, dan Guru (Zaenal Arifin, 1986 - saya punya edisi pertamanya, buku ini mudah dipelajari sehingga banyak dicari orang, edisi terbarunya - 2005 masih saya lihat ada di toko-toko buku). - Buku-buku pembinaan bahasa Indonesia tulisan Yus Badudu (mungkin buku-buku ini sudah sulit dicari di toko-toko buku, kecuali karya-karya Pak Badudu yang terbaru). Beberapa seri bukunya yang banyak dicari orang : Membina Bahasa Indonesia Baku (Badudu, 1980, Pustaka Prima, Bandung) Inilah Bahasa Indonesia yang Benar (Badudu, PT Gramedia -banyak edisi dan cetakannya) Pelik-Pelik Bahasa Indonesia (Badudu, Pustaka Prima). Masih banyak buku-buku pembinaan bahasa Indonesia yang lain dari berbagai penulis. Misalnya, "Masalah Bahasa yang Dapat Anda Atasi Sendiri" (Anton Moeliono, Sinar Har
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
kin banyak kita menulis, akan semakin > baik ketrampilan kita berbahasa. > > Mari kita terus belajar bahasa Indonesia ! Beli buku-bukunya, pelajari, > dan terapkan ! > > salam, > awang > > --- On Thu, 11/13/08, taufik anwar <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > From: taufik anwar <[EMAIL PROTECTED]> > Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia > To: iagi-net@iagi.or.id > Date: Thursday, November 13, 2008, 8:59 AM > > Terima kasih banyak Pak Awang. Uraian yang menarik. Saya merasakan sekali > kesulitan itu. Mau berbahasa Indonesia yang benar ternyata sulit, apalagi > berbahasa Inggris yang baik, jauh lebih sulit. Jadinya serba naggung. > Campur-campur. > Mungkin Pak Awang punya tip (saya takut keliru dengan "tips") apa > yang harus > kita lakukan dalam belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar itu. > Mungkin > punya buku-buku referensi yang bagus dan lengkap? > > Terima kasih, > > Taufik Anwar > > On Thu, Nov 6, 2008 at 11:40 PM, Awang Satyana > <[EMAIL PROTECTED]>wrote: > >> Berikut sebuah tulisan pendek yang saya mulai menulisnya pada 28 Oktober >> lalu, tepat 80 tahun setelah "Sumpah Pemuda" diikrarkan, yang > saya tulis di >> ujung selatan Afrika - di Capetown di antara kesibukan menghadiri > pertemuan >> AAPG 26-29 Oktober 2008. Tulisan terputus di tengah, terselingi oleh > tulisan >> lain tentang kasus jajak pendapat Lusi di pertemuan AAPG tersebut yang > harus >> segera ditanggapi. Tulisan ini tentang sikap kita pada umumnya kepada >> bahasa persatuan kita : bahasa Indonesia. >> >> Tanggal 28 Oktober yang lalu kita memperingati 80 tahun "Sumpah > Pemuda" (28 >> Oktober 1928). Semoga kita tetap mengingatnya sebagai tonggak penting >> sejarah bangsa Indonesia, saat para pemuda kita dari berbagai >> perkumpulan >> daerah bersatu bersumpah "bertanah air satu : Tanah Air Indonesia, > berbangsa >> satu : Bangsa Indonesia, berbahasa satu : Bahasa Indonesia. >> >> Apakah kita telah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar setelah > belasan >> tahun bahasa nasional ini kita pelajari dari TK sampai perguruan tinggi > dan >> setelah puluhan tahun bahasa persatuan ini kita gunakan sehari-hari >> dalam >> berbagai kesempatan resmi dan tak resmi ? Banyak orang menganggap bahasa >> Indonesia itu mudah. Benarkah ? >> >> "Jangan menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Yang mudah ialah > bahasa >> Indonesia tutur (lisan), yang kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari, >> tetapi bahasa Indonesia ragam resmi yang baku tidak semudah yang > disangkakan >> orang", demikian kutipan dari "Cakrawala Bahasa Indonesia" > (Badudu, 1988, PT >> Gramedia, hal. 11). Kalau seorang guru besar bahasa Indonesia seperti >> Yus >> Badudu saja mengatakan bahwa bahasa Indonesia ragam resmi tak mudah, >> maka >> sebaiknya kita menghapus sangkaan itu. >> >> Kapan bahasa Indonesia terasa tidak semudah seperti yang kita sangka ? >> Yaitu, ketika bahasa Indonesia digunakan dalam tulisan resmi. Seseorang > yang >> tidak biasa menggunakan bahasa Indonesia secara teratur dalam bertutur > akan >> merasakan kesukarannya bila ia tiba-tiba diminta berbicara di depan umum >> dalam suatu acara bersifat resmi. Seseorang yang tidak biasa menulis >> akan >> merasa sukar bila ia harus membuat karangan, misalnya surat resmi, >> kertas >> kerja, laporan ilmiah. Memeriksa kemampuan sesungguhnya seseorang akan > suatu >> bahasa dapat segera terbaca melalui tulisan resminya. Dalam setiap >> bahasa >> berlaku hal itu. >> >> Sikap kita terhadap bahasa Indonesia milik nasional sering negatif. Kita >> yang sudah tidak wajib lagi mempelajari bahasa Indonesia karena telah > lulus >> sekolah umumnya betapa kurang dan tidak adanya perhatian kita terhadap >> bahasa Indonesia yang setiap hari kita gunakan itu. Kita sering merasa >> tak >> ada kekurangan pada diri kita atas kekurangsanggupan kita menggunakan > bahasa >> Indonesia itu dengan baik dan benar. Apakah kita telah yakin bahwa kita >> tidak membuat kesalahan dalam bertatabahasa Indonesia : susunan kata >> dalam >> kalimat, bentukan kata, maupun pemakaian kata dengan makna yang tepat ? >> >> Jika bangsa Indonesia sebagai pemilik dan pemakai bahasa Indonesia terus >> bersikap negatif terhadap bahasa nasionalnya, bahasa Indonesia akan >> berkembang secara kacau dan tak pernah bahasa ini menjadi bahasa yang >> mantap. Walaupun kita tidak lagi terikat secara pendidikan harus > mempelajari >> bahasa Indonesia, janganlah
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Awang dan rekan rekan Apakah ke"salah kaprah" -an yang sering rjadi dalam berbahasa Indonesia itu diakibtkan oleh sangat sederhananya bahasa kita ? Sehingga dengan se-mena2 kita (tanpa terasa) mencampuradukan segala macam kata dalam bertutur maupun menulis ? Terus terang saya juga sering merasa ragu agu dalam berbahasa, saya ambil contoh " Mana yang benar ? 1. " Besok saya akan pergi ke Jakarta dengan berkendaraan bus. atau: 2. Saya besok akan pergi berkendaraan bis ke Jakarta , 3. Saya akan pergi ke Jakarta besok dengan berkendaran bis . Kalau kita lihat Subyeknya : SAYA Predikat : PERGI > Obyek ; JAKARTA Yang lain aalah keterangan waktu , dsb . Nah , baru kalimat ang sederhana sudah susah kan . Yanto R.Sumantri. Berikut sebuah tulisan pendek yang saya mulai menulisnya pada 28 Oktober > lalu, tepat 80 tahun setelah “Sumpah Pemuda” diikrarkan, yang saya tulis > di ujung selatan Afrika - di Capetown di antara kesibukan menghadiri > pertemuan AAPG 26-29 Oktober 2008. Tulisan terputus di tengah, terselingi > oleh tulisan lain tentang kasus jajak pendapat Lusi di pertemuan AAPG > tersebut yang harus segera ditanggapi. Tulisan ini tentang sikap kita > pada umumnya kepada bahasa persatuan kita : bahasa Indonesia. > > Tanggal 28 Oktober yang lalu kita memperingati 80 tahun “Sumpah Pemuda” > (28 Oktober 1928). Semoga kita tetap mengingatnya sebagai tonggak penting > sejarah bangsa Indonesia, saat para pemuda kita dari berbagai perkumpulan > daerah bersatu bersumpah “bertanah air satu : Tanah Air Indonesia, > berbangsa satu : Bangsa Indonesia, berbahasa satu : Bahasa Indonesia. > > Apakah kita telah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar setelah > belasan tahun bahasa nasional ini kita pelajari dari TK sampai perguruan > tinggi dan setelah puluhan tahun bahasa persatuan ini kita gunakan > sehari-hari dalam berbagai kesempatan resmi dan tak resmi ? Banyak orang > menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Benarkah ? > > “Jangan menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Yang mudah ialah bahasa > Indonesia tutur (lisan), yang kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari, > tetapi bahasa Indonesia ragam resmi yang baku tidak semudah yang > disangkakan orang”, demikian kutipan dari “Cakrawala Bahasa Indonesia” > (Badudu, 1988, PT Gramedia, hal. 11). Kalau seorang guru besar bahasa > Indonesia seperti Yus Badudu saja mengatakan bahwa bahasa Indonesia ragam > resmi tak mudah, maka sebaiknya kita menghapus sangkaan itu. > > Kapan bahasa Indonesia terasa tidak semudah seperti yang kita sangka ? > Yaitu, ketika bahasa Indonesia digunakan dalam tulisan resmi. Seseorang > yang tidak biasa menggunakan bahasa Indonesia secara teratur dalam > bertutur akan merasakan kesukarannya bila ia tiba-tiba diminta berbicara > di depan umum dalam suatu acara bersifat resmi. Seseorang yang tidak biasa > menulis akan merasa sukar bila ia harus membuat karangan, misalnya surat > resmi, kertas kerja, laporan ilmiah. Memeriksa kemampuan sesungguhnya > seseorang akan suatu bahasa dapat segera terbaca melalui tulisan resminya. > Dalam setiap bahasa berlaku hal itu. > > Sikap kita terhadap bahasa Indonesia milik nasional sering negatif. Kita > yang sudah tidak wajib lagi mempelajari bahasa Indonesia karena telah > lulus sekolah umumnya betapa kurang dan tidak adanya perhatian kita > terhadap bahasa Indonesia yang setiap hari kita gunakan itu. Kita sering > merasa tak ada kekurangan pada diri kita atas kekurangsanggupan kita > menggunakan bahasa Indonesia itu dengan baik dan benar. Apakah kita telah > yakin bahwa kita tidak membuat kesalahan dalam bertatabahasa Indonesia : > susunan kata dalam kalimat, bentukan kata, maupun pemakaian kata dengan > makna yang tepat ? > > Jika bangsa Indonesia sebagai pemilik dan pemakai bahasa Indonesia terus > bersikap negatif terhadap bahasa nasionalnya, bahasa Indonesia akan > berkembang secara kacau dan tak pernah bahasa ini menjadi bahasa yang > mantap. Walaupun kita tidak lagi terikat secara pendidikan harus > mempelajari bahasa Indonesia, janganlah kita berhenti mempelajari bahasa > Indonesia sebab bahasa kita ini berkembang terus. Aturan bahasa atau > bentukan kata yang selama ini kita anggap benar, ternyata salah menurut > aturan yang benar. Kita tidak akan pernah tahu bahwa itu salah kalau kita > tidak lagi belajar bahasa Indonesia. Kesalahan berbahasa yang kita anggap > benar itu disebut ”salah kaprah”. > > Salah kaprah adalah salah yang sudah umum sehingga tidak lagi terasa > kesalahannya. Bentuk salah kaprah hendaknya dikembalikan kepada bentuknya > yang benar dan tepat. Bila terlampau banyak bentuk salah kaprah, terlalu > banyak penyimpangan dari kaidah bahasa yang berlaku, bahasa itu bukanlah > bahasa yang baik, yang mantap. Kalau bentuk salah kaprah diterima sebagai > bentuk kecuali maka bahasa itu bukanlah bahasa yang mantap. Bahasa yang > baik ialah bahasa yang mantap, yang bersistem, yang mudah dipelajari. > Bahasa yang bersistem adalah bahasa yang mudah dipelajari. Dalam >
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Awang dan rekan rekan Apakah ke"salah kaprah" -an yang sering rjadi dalam berbahasa Indonesia itu diakibtkan oleh sangat sederhananya bahasa kita ? Sehingga dengan se-mena2 kita (tanpa terasa) mencampuradukan segala macam kata dalam bertutur maupun menulis ? Terus terang saya juga sering merasa ragu agu dalam berbahasa, saya ambil contoh " Mana yang benar ? 1. " Besok saya akan pergi ke Jakarta dengan berkendaraan bus. atau: 2. Saya besok akan pergi berkendaraan bis ke Jakarta , 3. Saya akan pergi ke Jakarta besok dengan berkendaran bis . Kalau kita lihat Subyeknya : SAYA Predikat : PERGI > Obyek ; JAKARTA Yang lain aalah keterangan waktu , dsb . Nah , baru kalimat ang sederhana sudah susah kan . Yanto R.Sumantri. Berikut sebuah tulisan pendek yang saya mulai menulisnya pada 28 Oktober > lalu, tepat 80 tahun setelah “Sumpah Pemuda” diikrarkan, yang saya tulis > di ujung selatan Afrika - di Capetown di antara kesibukan menghadiri > pertemuan AAPG 26-29 Oktober 2008. Tulisan terputus di tengah, terselingi > oleh tulisan lain tentang kasus jajak pendapat Lusi di pertemuan AAPG > tersebut yang harus segera ditanggapi. Tulisan ini tentang sikap kita > pada umumnya kepada bahasa persatuan kita : bahasa Indonesia. > > Tanggal 28 Oktober yang lalu kita memperingati 80 tahun “Sumpah Pemuda” > (28 Oktober 1928). Semoga kita tetap mengingatnya sebagai tonggak penting > sejarah bangsa Indonesia, saat para pemuda kita dari berbagai perkumpulan > daerah bersatu bersumpah “bertanah air satu : Tanah Air Indonesia, > berbangsa satu : Bangsa Indonesia, berbahasa satu : Bahasa Indonesia. > > Apakah kita telah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar setelah > belasan tahun bahasa nasional ini kita pelajari dari TK sampai perguruan > tinggi dan setelah puluhan tahun bahasa persatuan ini kita gunakan > sehari-hari dalam berbagai kesempatan resmi dan tak resmi ? Banyak orang > menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Benarkah ? > > “Jangan menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Yang mudah ialah bahasa > Indonesia tutur (lisan), yang kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari, > tetapi bahasa Indonesia ragam resmi yang baku tidak semudah yang > disangkakan orang”, demikian kutipan dari “Cakrawala Bahasa Indonesia” > (Badudu, 1988, PT Gramedia, hal. 11). Kalau seorang guru besar bahasa > Indonesia seperti Yus Badudu saja mengatakan bahwa bahasa Indonesia ragam > resmi tak mudah, maka sebaiknya kita menghapus sangkaan itu. > > Kapan bahasa Indonesia terasa tidak semudah seperti yang kita sangka ? > Yaitu, ketika bahasa Indonesia digunakan dalam tulisan resmi. Seseorang > yang tidak biasa menggunakan bahasa Indonesia secara teratur dalam > bertutur akan merasakan kesukarannya bila ia tiba-tiba diminta berbicara > di depan umum dalam suatu acara bersifat resmi. Seseorang yang tidak biasa > menulis akan merasa sukar bila ia harus membuat karangan, misalnya surat > resmi, kertas kerja, laporan ilmiah. Memeriksa kemampuan sesungguhnya > seseorang akan suatu bahasa dapat segera terbaca melalui tulisan resminya. > Dalam setiap bahasa berlaku hal itu. > > Sikap kita terhadap bahasa Indonesia milik nasional sering negatif. Kita > yang sudah tidak wajib lagi mempelajari bahasa Indonesia karena telah > lulus sekolah umumnya betapa kurang dan tidak adanya perhatian kita > terhadap bahasa Indonesia yang setiap hari kita gunakan itu. Kita sering > merasa tak ada kekurangan pada diri kita atas kekurangsanggupan kita > menggunakan bahasa Indonesia itu dengan baik dan benar. Apakah kita telah > yakin bahwa kita tidak membuat kesalahan dalam bertatabahasa Indonesia : > susunan kata dalam kalimat, bentukan kata, maupun pemakaian kata dengan > makna yang tepat ? > > Jika bangsa Indonesia sebagai pemilik dan pemakai bahasa Indonesia terus > bersikap negatif terhadap bahasa nasionalnya, bahasa Indonesia akan > berkembang secara kacau dan tak pernah bahasa ini menjadi bahasa yang > mantap. Walaupun kita tidak lagi terikat secara pendidikan harus > mempelajari bahasa Indonesia, janganlah kita berhenti mempelajari bahasa > Indonesia sebab bahasa kita ini berkembang terus. Aturan bahasa atau > bentukan kata yang selama ini kita anggap benar, ternyata salah menurut > aturan yang benar. Kita tidak akan pernah tahu bahwa itu salah kalau kita > tidak lagi belajar bahasa Indonesia. Kesalahan berbahasa yang kita anggap > benar itu disebut ”salah kaprah”. > > Salah kaprah adalah salah yang sudah umum sehingga tidak lagi terasa > kesalahannya. Bentuk salah kaprah hendaknya dikembalikan kepada bentuknya > yang benar dan tepat. Bila terlampau banyak bentuk salah kaprah, terlalu > banyak penyimpangan dari kaidah bahasa yang berlaku, bahasa itu bukanlah > bahasa yang baik, yang mantap. Kalau bentuk salah kaprah diterima sebagai > bentuk kecuali maka bahasa itu bukanlah bahasa yang mantap. Bahasa yang > baik ialah bahasa yang mantap, yang bersistem, yang mudah dipelajari. > Bahasa yang bersistem adalah bahasa yang mudah dipelajari. Dalam >
RE: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Salut Pak Awang! Semoga kita semua cepat menyadarinya. Habash -Original Message- From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, November 13, 2008 2:32 PM To: iagi-net@iagi.or.id; Geo Unpad; Forum HAGI; Eksplorasi BPMIGAS Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Taufik, "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang persenan, (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata itu dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman dan lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai padananannya (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan dan kaidah kebahasaan) adalah wajib bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia berkewarganegaraan Indonesia. Untuk itu, kita harus terus belajar bahasa kita sendiri. Jangan putus belajar bahasa Indonesia seusai kita lulus dari sekolah menengah. Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional kita. Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia (Inggris, Arab, Cina, dll.), bahasa Indonesia masih sangat muda umurnya. Meskipun demikian, penuturnya banyak, sehingga di dunia pun bahasa kita cukup penting posisinya. Maka, pembinaan bahasa Indonesia jelas suatu kemutlakan. Petunjuk praktis berbahasa Indonesia dengan baik dan benar hanya sesederhana membeli buku-bukunya, mempelajarinya dengan bersungguh-sungguh, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Buku-buku wajib untuk dapat mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan benar : - Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional - Balai Pustaka, 2007 - edisi ketiga) - 1387 halaman. Kamus ini akan membimbing kita akan makna tepat suatu kata dan menunjukkan mana kata-kata baku mana kata-kata nonbaku. - Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., Balai Pustaka, 2003,edisi ketiga) - 486 halaman. Buku ini walaupun bersifat akademik, masih cukup praktis untuk digunakan mempelaari semua aturan bahasa Indonesia. - Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 1972, 1988, 1992, 2005). Kedua buku ini bersifat praktis untuk menuntun kita menulis kata-kata dalam bahasa Indonesia dan menerjemahkan istilah asing. Itulah ketiga buku yang harus ada bila kita bersungguh-sungguh ingin mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebagai tambahan atas buku-buku itu, banyak buku praktis yang dapat meningkatkan ketrampilan kita berbahasa Indonesia yang baik dan benar, misalnya seperti di bawah ini. - Berbahasa Indonesialah dengan Benar : Petunjuk Praktis untuk Pelajar, Mahasiswa, dan Guru (Zaenal Arifin, 1986 - saya punya edisi pertamanya, buku ini mudah dipelajari sehingga banyak dicari orang, edisi terbarunya - 2005 masih saya lihat ada di toko-toko buku). - Buku-buku pembinaan bahasa Indonesia tulisan Yus Badudu (mungkin buku-buku ini sudah sulit dicari di toko-toko buku, kecuali karya-karya Pak Badudu yang terbaru). Beberapa seri bukunya yang banyak dicari orang : Membina Bahasa Indonesia Baku (Badudu, 1980, Pustaka Prima, Bandung) Inilah Bahasa Indonesia yang Benar (Badudu, PT Gramedia -banyak edisi dan cetakannya) Pelik-Pelik Bahasa Indonesia (Badudu, Pustaka Prima). Masih banyak buku-buku pembinaan bahasa Indonesia yang lain dari berbagai penulis. Misalnya, "Masalah Bahasa yang Dapat Anda Atasi Sendiri" (Anton Moeliono, Sinar Harapan, 1990), dan "Problematika Bahasa Indonesia : Sebuah Analisis Praktis Bahasa Baku" (Kusno Santoso, PT Rineka Cipta, 1990). Pak Taufik cukup mengunjungi toko buku yang lengkap dan memilih sendiri di sana buku-buku pembinaan bahasa Indonesia. Setelah itu, mempelajari dan menerapkannya secara disiplin, kita akan melihat bahwa meskipun kita pernah mempelajari bahasa Indonesia selama minimal 12 tahun, ternyata masih banyak kesalahan yang selama ini kita lakukan dalam berbahasa Indonesia. Analisis Pak Badudu dalam Cakrawala Bahasa Indonesia (Badudu, 1988) mengatakan bahwa kita sering membuat kesalahan dalam berbahasa Indonesia karena kita selama ini suka menganggap bahasa Indonesia itu mudah dan kita kurang berlatih di sekolah melalui kegiatan menulis atau mengarang. Sebuah pengalaman pribadi, saya menentukan hari-hari tertentu dalam seminggu untuk mempelajari bahasa Indonesia, tetap menyempatkan untuk mempelajarinya di tengah berbagai kesibukan. Kita akan memperhatikan hukum-hukum dalam bahasa ketika kita harus menulis sebuah karangan dengan bahasa yang baik dan benar, maka semakin banyak kita menulis, akan semakin baik ketrampilan kita berbahasa. Mari kita terus belajar bahasa Indonesia ! Beli buku-bukunya, pelajari, dan terapkan ! salam, awang --- On Thu, 11/13/08
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Pak Awang, Kebetulan sedang membahas buku-buku Bahasa Indonesia, saya pernah diberi mandat untuk mencari kamus etimologi bahasa indonesia (kamus asal-usul kata), yang sampai sekarang belum pernah saya temukan. Pak Awang tau dimana kamus tersebut bisa ditemukan? Mungkin bisa menjadi koleksi yang menarik juga untuk mendalami bahasa kita, Pak. Salam, wayan y. From: Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]> To: iagi-net@iagi.or.id; Geo Unpad <[EMAIL PROTECTED]>; Forum HAGI <[EMAIL PROTECTED]>; Eksplorasi BPMIGAS <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Thursday, November 13, 2008 3:32:18 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Taufik, "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang persenan, (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata itu dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman dan lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai padananannya (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan dan kaidah kebahasaan) adalah wajib bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia berkewarganegaraan Indonesia. Untuk itu, kita harus terus belajar bahasa kita sendiri. Jangan putus belajar bahasa Indonesia seusai kita lulus dari sekolah menengah. Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional kita. Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia (Inggris, Arab, Cina, dll.), bahasa Indonesia masih sangat muda umurnya. Meskipun demikian, penuturnya banyak, sehingga di dunia pun bahasa kita cukup penting posisinya. Maka, pembinaan bahasa Indonesia jelas suatu kemutlakan. Petunjuk praktis berbahasa Indonesia dengan baik dan benar hanya sesederhana membeli buku-bukunya, mempelajarinya dengan bersungguh-sungguh, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Buku-buku wajib untuk dapat mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan benar : - Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional - Balai Pustaka, 2007 - edisi ketiga) - 1387 halaman. Kamus ini akan membimbing kita akan makna tepat suatu kata dan menunjukkan mana kata-kata baku mana kata-kata nonbaku. - Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., Balai Pustaka, 2003,edisi ketiga) - 486 halaman. Buku ini walaupun bersifat akademik, masih cukup praktis untuk digunakan mempelaari semua aturan bahasa Indonesia. - Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 1972, 1988, 1992, 2005). Kedua buku ini bersifat praktis untuk menuntun kita menulis kata-kata dalam bahasa Indonesia dan menerjemahkan istilah asing. Itulah ketiga buku yang harus ada bila kita bersungguh-sungguh ingin mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebagai tambahan atas buku-buku itu, banyak buku praktis yang dapat meningkatkan ketrampilan kita berbahasa Indonesia yang baik dan benar, misalnya seperti di bawah ini. - Berbahasa Indonesialah dengan Benar : Petunjuk Praktis untuk Pelajar, Mahasiswa, dan Guru (Zaenal Arifin, 1986 - saya punya edisi pertamanya, buku ini mudah dipelajari sehingga banyak dicari orang, edisi terbarunya - 2005 masih saya lihat ada di toko-toko buku). - Buku-buku pembinaan bahasa Indonesia tulisan Yus Badudu (mungkin buku-buku ini sudah sulit dicari di toko-toko buku, kecuali karya-karya Pak Badudu yang terbaru). Beberapa seri bukunya yang banyak dicari orang : Membina Bahasa Indonesia Baku (Badudu, 1980, Pustaka Prima, Bandung) Inilah Bahasa Indonesia yang Benar (Badudu, PT Gramedia -banyak edisi dan cetakannya) Pelik-Pelik Bahasa Indonesia (Badudu, Pustaka Prima). Masih banyak buku-buku pembinaan bahasa Indonesia yang lain dari berbagai penulis. Misalnya, "Masalah Bahasa yang Dapat Anda Atasi Sendiri" (Anton Moeliono, Sinar Harapan, 1990), dan "Problematika Bahasa Indonesia : Sebuah Analisis Praktis Bahasa Baku" (Kusno Santoso, PT Rineka Cipta, 1990). Pak Taufik cukup mengunjungi toko buku yang lengkap dan memilih sendiri di sana buku-buku pembinaan bahasa Indonesia. Setelah itu, mempelajari dan menerapkannya secara disiplin, kita akan melihat bahwa meskipun kita pernah mempelajari bahasa Indonesia selama minimal 12 tahun, ternyata masih banyak kesalahan yang selama ini kita lakukan dalam berbahasa Indonesia. Analisis Pak Badudu dalam Cakrawala Bahasa Indonesia (Badudu, 1988) mengatakan bahwa kita sering membuat kesalahan dalam berbahasa Indonesia karena kita selama ini suka menganggap bahasa Indonesia itu mudah dan kita kurang berlatih di sekolah melalui kegiatan menulis atau mengarang. Sebuah pengalaman pribadi, saya menentukan hari-hari tertentu dalam seminggu untuk mempelajari bahasa Indonesia, tetap menye
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Iya Pak Untung, terima kasih untuk mengingatkan. Tetapi dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) itu pun, terdapat 24 orang ahli penyumbang istilah keilmuan. M.M. Purbo-Hadiwidjojo tercatat di dalam kamus tersebut sebagai penyumbang istilah-istilah geologi. Namun demikian, bila kita ingin tahu lebih banyak tentang peng-Indonesia-an istilah-istilah geologi, apa yang diingatkankan Pak Untung adalah tepat. Pak Purbo pernah menerbitkan dua buku tentang istilah-istilah geologi dalam bahasa Indonesia, baik sebagai padanan dari bahasa Inggris (diterbitkan ITB, 1981), maupun sebagai Kamus Ilmu Kebumian (Grasindo, 1994). Bagaimana perkembangan terbaru pengistilahan geologi dalam bahasa Indonesia setelah pertengahan tahun 1990 ? Adakah yang meneruskan usaha yang telah dengan tekun dirintis oleh Pak Purbo tersebut ? Barangkali Pak Untung punya info ? Mud volcano pernah diterjemahkan sebagai "poton" oleh Pak Purbo, megambil kata asli dari Pulau Timor yang banyak gununglumpurnya. Tak ada seorang pun yang kini menggunakan "poton" tersebut untuk menamai Lusi di Jawa Timur, gununglumpur pun sedikit yang memakainya, lebih banyak yang memakai "Lusi mud volcano". Ini mencerminkan bahwa kebanyakan orang lebih senang berbahasa teknis dengan istilah aslinya. Adakah yang lebih senang memakai "selut" sebagai ganti "ooze","petabah" untuk monadnock", "bintil" untuk "nodule", "surutan cepat" untuk "rapid drawdown" ? Saya tak pernah mendengar seorang pun lebih senang memakainya. Maka, pengistilahan bahasa Indonesia jelas masih harus bersaing dengan kegemaran orang beristilah dengan bahasa aslinya. Saya memperhatikan bahwa peristilahan yang dianggit Pak Purbo kebanyakan hanya dipakai oleh publikasi-publikasi keluaran P3G/PSG. Di luar itu, nampak keengganan menggunakannya. Entah mengapa. Paling mungkin adalah bahwa mereka tidak pernah tahu bahwa istilah-istilah bahasa Indonesia untuk banyak istilah teknis geologi itu telah ada. salam, awang --- On Thu, 11/13/08, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: iagi-net@iagi.or.id Cc: "Geo Unpad" <[EMAIL PROTECTED]>, "Forum HAGI" <[EMAIL PROTECTED]>, "Eksplorasi BPMIGAS" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Thursday, November 13, 2008, 3:44 PM > Pak Awang jangan lupa kamus istilah geologi karya MM Purbo-Hadiwidjojo, banyak membantu peristilahan dalam geologi Salam Untung Sudarsono Pak Taufik, > > "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang persenan, > (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata > itu dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman > dan lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai padananannya > (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). > > Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan > dan kaidah kebahasaan) adalah wajib bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia > berkewarganegaraan Indonesia. Untuk itu, kita harus terus belajar bahasa > kita sendiri. Jangan putus belajar bahasa Indonesia seusai kita lulus dari > sekolah menengah. Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan > baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa > nasional kita. Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia > (Inggris, Arab, Cina, dll.), bahasa Indonesia masih sangat muda umurnya. > Meskipun demikian, penuturnya banyak, sehingga di dunia pun bahasa kita > cukup penting posisinya. Maka, pembinaan bahasa Indonesia jelas suatu > kemutlakan. > > Petunjuk praktis berbahasa Indonesia dengan baik dan benar hanya > sesederhana membeli buku-bukunya, mempelajarinya dengan > bersungguh-sungguh, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. > > Buku-buku wajib untuk dapat mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan > benar : > > - Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional - Balai > Pustaka, 2007 - edisi ketiga) - 1387 halaman. Kamus ini akan membimbing > kita akan makna tepat suatu kata dan menunjukkan mana kata-kata baku mana > kata-kata nonbaku. > > - Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., Balai Pustaka, 2003,edisi > ketiga) - 486 halaman. Buku ini walaupun bersifat akademik, masih cukup > praktis untuk digunakan mempelaari semua aturan bahasa Indonesia. > > - Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum > Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen > Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 1972, 1988, 1992, 2005). Kedua > buku ini bersifat praktis untuk menuntun kita menulis kata-kata dalam > bahasa Indonesia dan menerjemahkan is
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Pak Wayan, Kamus etimologi bahasa Indonesia termasuk buku yang sulit dicari. Buku semacam itu sudah lama tidak pernah saya temukan di toko-toko buku. Ada beberapa buku kamus etimologi bahasa Indonesia yang pernah diterbitkan, tetapi sudah sekian belas - puluh tahun yang lalu. Misalnya, buku tulisan Prijohutomo (1954 - Pusataka Rakjat), Notosudirjo (1981 -Tiga Serangkai), Ramli Harun (1984- Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa), dan Mohamad Ngajenan (1992). Saya sudah mencoba mencari buku-buku kamus etimologi bahasa Indonesia menggunakan google, yang ada buku-buku antiknya saja, tak ada yang baru. Buku antik namanya, maka harganya pun mahal (di atas Rp 500 ribu). Saya tidak memiliki keempat buku tersebut di atas, saya hanya mencatatnya dari daftar pustaka buku-buku bahasa Indonesia yang saya punya. Tetapi, buku kamus etimologi bahasa Indonesia karya Notosudirjo (1981) pernah saya pinjam dari perpustakaan saat saya masih siswa SMA dan karena begitu tertarik dengan buku tersebut, saya mencatat seluruh isinya. Buku ini tipis saja sekitar 100-an halaman, memuat asal-usul 209 kata dalam bahasa Indonesia. Buku catatan itu masih saya simpan sampai sekarang. Mempelajari asal kata bahasa Indonesia memberikan kesenangan tersendiri. Beberapa saya petikkan dari kamus Notosudirjo (1981) : -jenggala : berasal dari kata Sanskerta "janggala" = belukar, hutan; bisa diartikan bahwa Kerajaan Jenggala di Jawa Timur pada abad ke-11/12 dibangun di wilayah yang sebelumnya merupakan hutan belukar. -daha : berasal dari kata Sanskerta "daha" = panas; mungkin berhubungan dengan Kerajaan Daha di Jawa Timur yang didirikan di dekat Gunung Kelud yang berhawa panas karena aktivitas volkanismenya. -gempa : berasal dari kata Sanskerta "kampa" = getaran Bila Pak Wayan berminat dengan buku-buku etimologi bahasa Indonesia, saya pikir pertama kali bisa menghubungi Pusat Bahasa di Rawamangun, Jakarta. Mencarinya di toko-toko buku akan sulit. salam, awang --- On Thu, 11/13/08, Wayan Ismara Heru Young <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Wayan Ismara Heru Young <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: iagi-net@iagi.or.id Date: Thursday, November 13, 2008, 4:15 PM Pak Awang, Kebetulan sedang membahas buku-buku Bahasa Indonesia, saya pernah diberi mandat untuk mencari kamus etimologi bahasa indonesia (kamus asal-usul kata), yang sampai sekarang belum pernah saya temukan. Pak Awang tau dimana kamus tersebut bisa ditemukan? Mungkin bisa menjadi koleksi yang menarik juga untuk mendalami bahasa kita, Pak. Salam, wayan y. From: Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]> To: iagi-net@iagi.or.id; Geo Unpad <[EMAIL PROTECTED]>; Forum HAGI <[EMAIL PROTECTED]>; Eksplorasi BPMIGAS <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Thursday, November 13, 2008 3:32:18 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Taufik, "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang persenan, (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata itu dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman dan lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai padananannya (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan dan kaidah kebahasaan) adalah wajib bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia berkewarganegaraan Indonesia. Untuk itu, kita harus terus belajar bahasa kita sendiri. Jangan putus belajar bahasa Indonesia seusai kita lulus dari sekolah menengah. Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional kita. Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia (Inggris, Arab, Cina, dll.), bahasa Indonesia masih sangat muda umurnya. Meskipun demikian, penuturnya banyak, sehingga di dunia pun bahasa kita cukup penting posisinya. Maka, pembinaan bahasa Indonesia jelas suatu kemutlakan. Petunjuk praktis berbahasa Indonesia dengan baik dan benar hanya sesederhana membeli buku-bukunya, mempelajarinya dengan bersungguh-sungguh, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Buku-buku wajib untuk dapat mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan benar : - Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional - Balai Pustaka, 2007 - edisi ketiga) - 1387 halaman. Kamus ini akan membimbing kita akan makna tepat suatu kata dan menunjukkan mana kata-kata baku mana kata-kata nonbaku. - Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., Balai Pustaka, 2003,edisi ketiga) - 486 halaman. Buku ini walaupun bersifat akademik, masih cukup praktis untuk digunakan mempelaari semua aturan bahasa Indonesia. - Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasio
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Abah, Salah kaprah banyak terjadi karena kekurangtelitian dan kekurangpedulian pemakai bahasa. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang masih tumbuh, ia mendapatkan pengaruh baik atau buruk dari bahasa asing dan bahasa daerah dalam segenap aspeknya (tata kalimat, makna kata, dan sebagainya). Pemakai bahasa masih membawa bahasa ibunya (bahasa daerah) ke dalam bahasa Indonesia, sehingga terjadi kontaminasi atau kerancuan. Lalu, bentuk rancu itu digunakan umum sehingga seolah-olah benar karena banyak yang menggunakannya dengan cara itu, padahal salah. Bahasa Indonesia dalam beberapa hal lebih sederhana dibandingkan dengan bahasa asing, tetapi dalam aspek-aspek lain lebih kompleks. Salah kaprah justru banyak terjadi karena kompleksitas itu. Salah kaprah juga terjadi karena kita masih mempertahankan bentuk-bentuk salah sebagai kekecualian. Mana yang benar di antara pemboran dan pengeboran, mentik dan mengetik, membom dan mengebom ? Kalau kita mau tepatasas (konsisten) dengan kaidah bahasa Indonesia, maka bentuk-bentuk yang benar adalah pengeboran, mengetik, dan mengebom. Selaras dengan aturan ini, maka bentuk yang benar adalah pengetikan dan pengeboman. Tetapi, bentuk pemboran diterima sebagai bentuk kekecualian (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia), meskipun menurut ilmu syaraf bahasa (grammar), bentuk itu tidak benar. Inilah contoh salah kaprah karena kekecualian. Kalimat yang benar menurut kaidah bahasa Indonesia adalah : "Saya akan pergi ke Jakarta besok dengan berkendaran bis." Alasannya, tata kalimat yang baik dan benar adalah mengikuti urutan SPOK (subyek-predikat-obyek-keterangan). Kata "bis" juga tidak baku, yang baku adalah "bus". Mengapa tidak baku ? Sebab, kata aslinya adalah "bus". Penerjemahan istilah asing sedapat mungkin mendekati bentuk aslinya, begitu amanat Pedoman Pembentukan Istilah. Selaras dengan aturan ini, maka bentuk baku adalah analisis, hipotesis, metode; bukan analisa, hipotesa, metoda. Contoh-contoh analisis (bukan analisa) di atas menunjukkan kepada kita bahwa masalah-masalah kebahasaan dalam bahasa Indonesia sebenarnya sederhana saja, tetapi akan terasa sulit bila kita tidak peduli kepada bahasa Indonesia. salam, awang --- On Thu, 11/13/08, yanto R.Sumantri <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: yanto R.Sumantri <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: iagi-net@iagi.or.id Date: Thursday, November 13, 2008, 4:07 PM Awang dan rekan rekan Apakah ke"salah kaprah" -an yang sering rjadi dalam berbahasa Indonesia itu diakibtkan oleh sangat sederhananya bahasa kita ? Sehingga dengan se-mena2 kita (tanpa terasa) mencampuradukan segala macam kata dalam bertutur maupun menulis ? Terus terang saya juga sering merasa ragu agu dalam berbahasa, saya ambil contoh " Mana yang benar ? 1. " Besok saya akan pergi ke Jakarta dengan berkendaraan bus. atau: 2. Saya besok akan pergi berkendaraan bis ke Jakarta , 3. Saya akan pergi ke Jakarta besok dengan berkendaran bis . Kalau kita lihat Subyeknya : SAYA Predikat : PERGI > Obyek ; JAKARTA Yang lain aalah keterangan waktu , dsb . Nah , baru kalimat ang sederhana sudah susah kan . Yanto R.Sumantri. Berikut sebuah tulisan pendek yang saya mulai menulisnya pada 28 Oktober > lalu, tepat 80 tahun setelah “Sumpah Pemuda” diikrarkan, yang saya tulis > di ujung selatan Afrika - di Capetown di antara kesibukan menghadiri > pertemuan AAPG 26-29 Oktober 2008. Tulisan terputus di tengah, terselingi > oleh tulisan lain tentang kasus jajak pendapat Lusi di pertemuan AAPG > tersebut yang harus segera ditanggapi. Tulisan ini tentang sikap kita > pada umumnya kepada bahasa persatuan kita : bahasa Indonesia. > > Tanggal 28 Oktober yang lalu kita memperingati 80 tahun “Sumpah Pemuda” > (28 Oktober 1928). Semoga kita tetap mengingatnya sebagai tonggak penting > sejarah bangsa Indonesia, saat para pemuda kita dari berbagai perkumpulan > daerah bersatu bersumpah “bertanah air satu : Tanah Air Indonesia, > berbangsa satu : Bangsa Indonesia, berbahasa satu : Bahasa Indonesia. > > Apakah kita telah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar setelah > belasan tahun bahasa nasional ini kita pelajari dari TK sampai perguruan > tinggi dan setelah puluhan tahun bahasa persatuan ini kita gunakan > sehari-hari dalam berbagai kesempatan resmi dan tak resmi ? Banyak orang > menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Benarkah ? > > “Jangan menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Yang mudah ialah bahasa > Indonesia tutur (lisan), yang kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari, > tetapi bahasa Indonesia ragam resmi yang baku tidak semudah yang > disangkakan orang”, demikian kutipan dari “Cakrawala Bahasa Indonesia” > (Badudu, 1988, PT Gramedia, hal. 11). Kalau seorang guru besar bahasa > Indonesia seperti Yus Badudu saja mengatakan bahwa bah
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
"Sedapat mungkin mendekati bentuk asli (aseli?)-nya" Aslinya dari bahasa Belanda (methode), dari Bahasa Inggris (method), atau dari bahasa Latin (methodus)?. Seperti Belanda 'universiteit', Inggris 'university', Latin 'universitas'. Dulu tahun 50-han diperdebatkan antara Universitet Indonesia dan Universiti Indonesia, akhirnya oleh Bung Karno didekritkan 'Universitas Indonesia' (dari bahasa Latin). Kemudian fasiliteit jadi fasilitas, mobiliteit jadi mobilitas, tetapi akte (Belanda) atau act (Inggris) jadi akta dsb2nya security (saham) jadi sekuritas (kecuali jika dalam pengertian keselematan tetap jadi security). Jadi kelihatannya harus diambil dari bahasa akarnya, jadi Latin, bukan Belanda atau Inggris. Dalam bahasa Malaysia diambil dari bahasa Inggris (police jadi polis, university jadi universiti) Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu diambil dari bahasa Latin-nya, kadang2 dari Bahasa Belanda, adakalanya dari Bahasa Inggris. Akumulasi dari bahasa Belanda Accumulatie, Polisi dari dari Bahasa Belanda Politie, banyak lagi masalah apa yang disebut bahasa aselinya itu. RPK - Original Message - From: "Awang Satyana" <[EMAIL PROTECTED]> To: ; "Geo Unpad" <[EMAIL PROTECTED]>; "Forum HAGI" <[EMAIL PROTECTED]>; "Eksplorasi BPMIGAS" <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Thursday, November 13, 2008 5:10 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Abah, Salah kaprah banyak terjadi karena kekurangtelitian dan kekurangpedulian pemakai bahasa. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang masih tumbuh, ia mendapatkan pengaruh baik atau buruk dari bahasa asing dan bahasa daerah dalam segenap aspeknya (tata kalimat, makna kata, dan sebagainya). Pemakai bahasa masih membawa bahasa ibunya (bahasa daerah) ke dalam bahasa Indonesia, sehingga terjadi kontaminasi atau kerancuan. Lalu, bentuk rancu itu digunakan umum sehingga seolah-olah benar karena banyak yang menggunakannya dengan cara itu, padahal salah. Bahasa Indonesia dalam beberapa hal lebih sederhana dibandingkan dengan bahasa asing, tetapi dalam aspek-aspek lain lebih kompleks. Salah kaprah justru banyak terjadi karena kompleksitas itu. Salah kaprah juga terjadi karena kita masih mempertahankan bentuk-bentuk salah sebagai kekecualian. Mana yang benar di antara pemboran dan pengeboran, mentik dan mengetik, membom dan mengebom ? Kalau kita mau tepatasas (konsisten) dengan kaidah bahasa Indonesia, maka bentuk-bentuk yang benar adalah pengeboran, mengetik, dan mengebom. Selaras dengan aturan ini, maka bentuk yang benar adalah pengetikan dan pengeboman. Tetapi, bentuk pemboran diterima sebagai bentuk kekecualian (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia), meskipun menurut ilmu syaraf bahasa (grammar), bentuk itu tidak benar. Inilah contoh salah kaprah karena kekecualian. Kalimat yang benar menurut kaidah bahasa Indonesia adalah : "Saya akan pergi ke Jakarta besok dengan berkendaran bis." Alasannya, tata kalimat yang baik dan benar adalah mengikuti urutan SPOK (subyek-predikat-obyek-keterangan). Kata "bis" juga tidak baku, yang baku adalah "bus". Mengapa tidak baku ? Sebab, kata aslinya adalah "bus". Penerjemahan istilah asing sedapat mungkin mendekati bentuk aslinya, begitu amanat Pedoman Pembentukan Istilah. Selaras dengan aturan ini, maka bentuk baku adalah analisis, hipotesis, metode; bukan analisa, hipotesa, metoda. Contoh-contoh analisis (bukan analisa) di atas menunjukkan kepada kita bahwa masalah-masalah kebahasaan dalam bahasa Indonesia sebenarnya sederhana saja, tetapi akan terasa sulit bila kita tidak peduli kepada bahasa Indonesia. salam, awang --- On Thu, 11/13/08, yanto R.Sumantri <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: yanto R.Sumantri <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: iagi-net@iagi.or.id Date: Thursday, November 13, 2008, 4:07 PM Awang dan rekan rekan Apakah ke"salah kaprah" -an yang sering rjadi dalam berbahasa Indonesia itu diakibtkan oleh sangat sederhananya bahasa kita ? Sehingga dengan se-mena2 kita (tanpa terasa) mencampuradukan segala macam kata dalam bertutur maupun menulis ? Terus terang saya juga sering merasa ragu agu dalam berbahasa, saya ambil contoh " Mana yang benar ? 1. " Besok saya akan pergi ke Jakarta dengan berkendaraan bus. atau: 2. Saya besok akan pergi berkendaraan bis ke Jakarta , 3. Saya akan pergi ke Jakarta besok dengan berkendaran bis . Kalau kita lihat Subyeknya : SAYA Predikat : PERGI > Obyek ; JAKARTA Yang lain aalah keterangan waktu , dsb . Nah , baru kalimat ang sederhana sudah susah kan . Yanto R.Sumantri. Berikut sebuah tulisan pendek yang saya mulai menulisnya pada 28 Oktober lalu, tepat 80 tahun setelah “Sumpah Pemuda” diikrarkan, yang saya tulis di ujung selatan Afrika - di Capetown di antara kesibuk
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Saya yang kurang setuju dengan istilah2 geologi yang diciptakan Pak Mulyono Purbo, karena akan mempersulit untuk menghafalnya, bahkan dapat menyesatkan. Contoh tuff diterjemahkan menjadi tufa, menyesatkan. Dalam bahasa Malaysia yang ingin memelayukan istilah2 geologi bisa terjadi lucu: graben diterjemahkan 'lurah tergelincir', padahal graben sendiri adalah berasal dari bahasa Jerman, orang Inggris saja tidak menterjemahkannya. Sebaiknya istilah-istilah geologi dicari dari bahasa Latin yang diindonesiakan, karena lafal bahasa Latin tidak terlalu jauh berbeda dengan bahasa Indonesia. Istilah geologi bahasa Inggris banyak menggunakan istilah Latin yang diinggriskan, apalagi dalam bahasa Perancis. Beruntunglah ilmu biologi yang secara konsisten menggunakan istilah2 Latin, walapun di'italic'kan. RPK - Original Message - From: "Awang Satyana" <[EMAIL PROTECTED]> To: Cc: "Geo Unpad" <[EMAIL PROTECTED]>; "Forum HAGI" <[EMAIL PROTECTED]>; "Eksplorasi BPMIGAS" <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Thursday, November 13, 2008 4:34 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Iya Pak Untung, terima kasih untuk mengingatkan. Tetapi dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) itu pun, terdapat 24 orang ahli penyumbang istilah keilmuan. M.M. Purbo-Hadiwidjojo tercatat di dalam kamus tersebut sebagai penyumbang istilah-istilah geologi. Namun demikian, bila kita ingin tahu lebih banyak tentang peng-Indonesia-an istilah-istilah geologi, apa yang diingatkankan Pak Untung adalah tepat. Pak Purbo pernah menerbitkan dua buku tentang istilah-istilah geologi dalam bahasa Indonesia, baik sebagai padanan dari bahasa Inggris (diterbitkan ITB, 1981), maupun sebagai Kamus Ilmu Kebumian (Grasindo, 1994). Bagaimana perkembangan terbaru pengistilahan geologi dalam bahasa Indonesia setelah pertengahan tahun 1990 ? Adakah yang meneruskan usaha yang telah dengan tekun dirintis oleh Pak Purbo tersebut ? Barangkali Pak Untung punya info ? Mud volcano pernah diterjemahkan sebagai "poton" oleh Pak Purbo, megambil kata asli dari Pulau Timor yang banyak gununglumpurnya. Tak ada seorang pun yang kini menggunakan "poton" tersebut untuk menamai Lusi di Jawa Timur, gununglumpur pun sedikit yang memakainya, lebih banyak yang memakai "Lusi mud volcano". Ini mencerminkan bahwa kebanyakan orang lebih senang berbahasa teknis dengan istilah aslinya. Adakah yang lebih senang memakai "selut" sebagai ganti "ooze","petabah" untuk monadnock", "bintil" untuk "nodule", "surutan cepat" untuk "rapid drawdown" ? Saya tak pernah mendengar seorang pun lebih senang memakainya. Maka, pengistilahan bahasa Indonesia jelas masih harus bersaing dengan kegemaran orang beristilah dengan bahasa aslinya. Saya memperhatikan bahwa peristilahan yang dianggit Pak Purbo kebanyakan hanya dipakai oleh publikasi-publikasi keluaran P3G/PSG. Di luar itu, nampak keengganan menggunakannya. Entah mengapa. Paling mungkin adalah bahwa mereka tidak pernah tahu bahwa istilah-istilah bahasa Indonesia untuk banyak istilah teknis geologi itu telah ada. salam, awang --- On Thu, 11/13/08, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: iagi-net@iagi.or.id Cc: "Geo Unpad" <[EMAIL PROTECTED]>, "Forum HAGI" <[EMAIL PROTECTED]>, "Eksplorasi BPMIGAS" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Thursday, November 13, 2008, 3:44 PM Pak Awang jangan lupa kamus istilah geologi karya MM Purbo-Hadiwidjojo, banyak membantu peristilahan dalam geologi Salam Untung Sudarsono Pak Taufik, "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang persenan, (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata itu dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman dan lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai padananannya (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan dan kaidah kebahasaan) adalah wajib bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia berkewarganegaraan Indonesia. Untuk itu, kita harus terus belajar bahasa kita sendiri. Jangan putus belajar bahasa Indonesia seusai kita lulus dari sekolah menengah. Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional kita. Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia (Inggris, Arab, Cina, dll.), bahasa Indonesia masih sangat muda umurnya. Meskipun demikian, penuturnya banyak, sehingga di dunia pun bahasa kita cukup penting posisinya. Maka, pembinaan bahasa Indonesia jelas suatu kemutlakan. Petunjuk praktis berbahasa Indonesia dengan
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Lanjutan: Saya tetap menggunakan porositas daripada kesarangan, permeabilitas daripada kelulusan, probabilitas daripada kebolehjadian, angularitas daripada kesudutan, sferisitas, stratum, volkanisma dari pada kegunung-apian, seismisitas daripada kegempaan, survey seismik daripada survai kegempaan. survey seismik refleksi daripada survai gempa pantul, survey gravitasi daripada survai gaya berat dsb. Namun pengaruh Pak Mulyono ini sangat kuat di Pusat Survey Geologi ex P3G, sehingga pada umumnya sulit bagi saya untuk mengerti makalah-makalah dalam bahasa Indonesia terbitan PSG (ex-P3G) dan memerlukan kamus dari Pak Mulyono untuk membacanya.Wassalam RPK - Original Message - From: "Awang Satyana" <[EMAIL PROTECTED]> To: Sent: Thursday, November 13, 2008 7:46 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Wayan, Kamus etimologi bahasa Indonesia termasuk buku yang sulit dicari. Buku semacam itu sudah lama tidak pernah saya temukan di toko-toko buku. Ada beberapa buku kamus etimologi bahasa Indonesia yang pernah diterbitkan, tetapi sudah sekian belas - puluh tahun yang lalu. Misalnya, buku tulisan Prijohutomo (1954 - Pusataka Rakjat), Notosudirjo (1981 -Tiga Serangkai), Ramli Harun (1984- Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa), dan Mohamad Ngajenan (1992). Saya sudah mencoba mencari buku-buku kamus etimologi bahasa Indonesia menggunakan google, yang ada buku-buku antiknya saja, tak ada yang baru. Buku antik namanya, maka harganya pun mahal (di atas Rp 500 ribu). Saya tidak memiliki keempat buku tersebut di atas, saya hanya mencatatnya dari daftar pustaka buku-buku bahasa Indonesia yang saya punya. Tetapi, buku kamus etimologi bahasa Indonesia karya Notosudirjo (1981) pernah saya pinjam dari perpustakaan saat saya masih siswa SMA dan karena begitu tertarik dengan buku tersebut, saya mencatat seluruh isinya. Buku ini tipis saja sekitar 100-an halaman, memuat asal-usul 209 kata dalam bahasa Indonesia. Buku catatan itu masih saya simpan sampai sekarang. Mempelajari asal kata bahasa Indonesia memberikan kesenangan tersendiri. Beberapa saya petikkan dari kamus Notosudirjo (1981) : -jenggala : berasal dari kata Sanskerta "janggala" = belukar, hutan; bisa diartikan bahwa Kerajaan Jenggala di Jawa Timur pada abad ke-11/12 dibangun di wilayah yang sebelumnya merupakan hutan belukar. -daha : berasal dari kata Sanskerta "daha" = panas; mungkin berhubungan dengan Kerajaan Daha di Jawa Timur yang didirikan di dekat Gunung Kelud yang berhawa panas karena aktivitas volkanismenya. -gempa : berasal dari kata Sanskerta "kampa" = getaran Bila Pak Wayan berminat dengan buku-buku etimologi bahasa Indonesia, saya pikir pertama kali bisa menghubungi Pusat Bahasa di Rawamangun, Jakarta. Mencarinya di toko-toko buku akan sulit. salam, awang --- On Thu, 11/13/08, Wayan Ismara Heru Young <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Wayan Ismara Heru Young <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: iagi-net@iagi.or.id Date: Thursday, November 13, 2008, 4:15 PM Pak Awang, Kebetulan sedang membahas buku-buku Bahasa Indonesia, saya pernah diberi mandat untuk mencari kamus etimologi bahasa indonesia (kamus asal-usul kata), yang sampai sekarang belum pernah saya temukan. Pak Awang tau dimana kamus tersebut bisa ditemukan? Mungkin bisa menjadi koleksi yang menarik juga untuk mendalami bahasa kita, Pak. Salam, wayan y. From: Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]> To: iagi-net@iagi.or.id; Geo Unpad <[EMAIL PROTECTED]>; Forum HAGI <[EMAIL PROTECTED]>; Eksplorasi BPMIGAS <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Thursday, November 13, 2008 3:32:18 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Taufik, "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang persenan, (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata itu dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman dan lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai padananannya (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan dan kaidah kebahasaan) adalah wajib bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia berkewarganegaraan Indonesia. Untuk itu, kita harus terus belajar bahasa kita sendiri. Jangan putus belajar bahasa Indonesia seusai kita lulus dari sekolah menengah. Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional kita. Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia (Inggris, Arab, Cina, dll.), bahasa Indonesia masih sangat muda umurnya. Meskipun demikian, penuturnya banyak, sehingga di dunia pun bahasa kita cukup penting posisinya. Maka, pembinaan bahasa Indonesia jelas suatu kemutlakan. Petunjuk praktis b
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Terus-terang, dalam beberapa hal, saya sependapat dengan pak Koesoema. Mohon penjelasan, mengapa terjemahan 'tufa' dari 'tuff' dianggap menyesatkan? Terimakasih dan salam, syaiful 2008/11/13 R.P.Koesoemadinata <[EMAIL PROTECTED]>: > Saya yang kurang setuju dengan istilah2 geologi yang diciptakan Pak Mulyono > Purbo, karena akan mempersulit untuk menghafalnya, bahkan dapat menyesatkan. > Contoh tuff diterjemahkan menjadi tufa, menyesatkan. Dalam bahasa Malaysia > yang ingin memelayukan istilah2 geologi bisa terjadi lucu: graben > diterjemahkan 'lurah tergelincir', padahal graben sendiri adalah berasal > dari bahasa Jerman, orang Inggris saja tidak menterjemahkannya. Sebaiknya > istilah-istilah geologi dicari dari bahasa Latin yang diindonesiakan, karena > lafal bahasa Latin tidak terlalu jauh berbeda dengan bahasa Indonesia. > Istilah geologi bahasa Inggris banyak menggunakan istilah Latin yang > diinggriskan, apalagi dalam bahasa Perancis. Beruntunglah ilmu biologi yang > secara konsisten menggunakan istilah2 Latin, walapun di'italic'kan. > RPK > - Original Message - From: "Awang Satyana" <[EMAIL PROTECTED]> > To: > Cc: "Geo Unpad" <[EMAIL PROTECTED]>; "Forum HAGI" > <[EMAIL PROTECTED]>; "Eksplorasi BPMIGAS" > <[EMAIL PROTECTED]> > Sent: Thursday, November 13, 2008 4:34 PM > Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia > > > Iya Pak Untung, terima kasih untuk mengingatkan. Tetapi dalam KBBI (Kamus > Besar Bahasa Indonesia) itu pun, terdapat 24 orang ahli penyumbang istilah > keilmuan. M.M. Purbo-Hadiwidjojo tercatat di dalam kamus tersebut sebagai > penyumbang istilah-istilah geologi. > > Namun demikian, bila kita ingin tahu lebih banyak tentang peng-Indonesia-an > istilah-istilah geologi, apa yang diingatkankan Pak Untung adalah tepat. Pak > Purbo pernah menerbitkan dua buku tentang istilah-istilah geologi dalam > bahasa Indonesia, baik sebagai padanan dari bahasa Inggris (diterbitkan ITB, > 1981), maupun sebagai Kamus Ilmu Kebumian (Grasindo, 1994). Bagaimana > perkembangan terbaru pengistilahan geologi dalam bahasa Indonesia setelah > pertengahan tahun 1990 ? Adakah yang meneruskan usaha yang telah dengan > tekun dirintis oleh Pak Purbo tersebut ? Barangkali Pak Untung punya info ? > > Mud volcano pernah diterjemahkan sebagai "poton" oleh Pak Purbo, megambil > kata asli dari Pulau Timor yang banyak gununglumpurnya. Tak ada seorang pun > yang kini menggunakan "poton" tersebut untuk menamai Lusi di Jawa Timur, > gununglumpur pun sedikit yang memakainya, lebih banyak yang memakai "Lusi > mud volcano". Ini mencerminkan bahwa kebanyakan orang lebih senang berbahasa > teknis dengan istilah aslinya. Adakah yang lebih senang memakai "selut" > sebagai ganti "ooze","petabah" untuk monadnock", "bintil" untuk "nodule", > "surutan cepat" untuk "rapid drawdown" ? Saya tak pernah mendengar seorang > pun lebih senang memakainya. Maka, pengistilahan bahasa Indonesia jelas > masih harus bersaing dengan kegemaran orang beristilah dengan bahasa > aslinya. > > Saya memperhatikan bahwa peristilahan yang dianggit Pak Purbo kebanyakan > hanya dipakai oleh publikasi-publikasi keluaran P3G/PSG. Di luar itu, nampak > keengganan menggunakannya. Entah mengapa. Paling mungkin adalah bahwa mereka > tidak pernah tahu bahwa istilah-istilah bahasa Indonesia untuk banyak > istilah teknis geologi itu telah ada. > > salam, > awang > > --- On Thu, 11/13/08, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > From: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> > Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia > To: iagi-net@iagi.or.id > Cc: "Geo Unpad" <[EMAIL PROTECTED]>, "Forum HAGI" > <[EMAIL PROTECTED]>, "Eksplorasi BPMIGAS" > <[EMAIL PROTECTED]> > Date: Thursday, November 13, 2008, 3:44 PM > >> Pak Awang jangan lupa kamus istilah geologi karya MM Purbo-Hadiwidjojo, > > banyak membantu peristilahan dalam geologi > > Salam Untung Sudarsono > Pak Taufik, >> >> "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang > > persenan, >> >> (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata >> itu dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman >> dan lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai > > padananannya >> >> (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). >> >> Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan >> dan kaidah kebahasaa
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Karena istilah 'tufa' itu dalam bahasa Inggris berarti endapan 'travertine' - Original Message - From: "mohammad syaiful" <[EMAIL PROTECTED]> To: Sent: Friday, November 14, 2008 5:45 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Terus-terang, dalam beberapa hal, saya sependapat dengan pak Koesoema. Mohon penjelasan, mengapa terjemahan 'tufa' dari 'tuff' dianggap menyesatkan? Terimakasih dan salam, syaiful 2008/11/13 R.P.Koesoemadinata <[EMAIL PROTECTED]>: Saya yang kurang setuju dengan istilah2 geologi yang diciptakan Pak Mulyono Purbo, karena akan mempersulit untuk menghafalnya, bahkan dapat menyesatkan. Contoh tuff diterjemahkan menjadi tufa, menyesatkan. Dalam bahasa Malaysia yang ingin memelayukan istilah2 geologi bisa terjadi lucu: graben diterjemahkan 'lurah tergelincir', padahal graben sendiri adalah berasal dari bahasa Jerman, orang Inggris saja tidak menterjemahkannya. Sebaiknya istilah-istilah geologi dicari dari bahasa Latin yang diindonesiakan, karena lafal bahasa Latin tidak terlalu jauh berbeda dengan bahasa Indonesia. Istilah geologi bahasa Inggris banyak menggunakan istilah Latin yang diinggriskan, apalagi dalam bahasa Perancis. Beruntunglah ilmu biologi yang secara konsisten menggunakan istilah2 Latin, walapun di'italic'kan. RPK - Original Message - From: "Awang Satyana" <[EMAIL PROTECTED]> To: Cc: "Geo Unpad" <[EMAIL PROTECTED]>; "Forum HAGI" <[EMAIL PROTECTED]>; "Eksplorasi BPMIGAS" <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Thursday, November 13, 2008 4:34 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Iya Pak Untung, terima kasih untuk mengingatkan. Tetapi dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) itu pun, terdapat 24 orang ahli penyumbang istilah keilmuan. M.M. Purbo-Hadiwidjojo tercatat di dalam kamus tersebut sebagai penyumbang istilah-istilah geologi. Namun demikian, bila kita ingin tahu lebih banyak tentang peng-Indonesia-an istilah-istilah geologi, apa yang diingatkankan Pak Untung adalah tepat. Pak Purbo pernah menerbitkan dua buku tentang istilah-istilah geologi dalam bahasa Indonesia, baik sebagai padanan dari bahasa Inggris (diterbitkan ITB, 1981), maupun sebagai Kamus Ilmu Kebumian (Grasindo, 1994). Bagaimana perkembangan terbaru pengistilahan geologi dalam bahasa Indonesia setelah pertengahan tahun 1990 ? Adakah yang meneruskan usaha yang telah dengan tekun dirintis oleh Pak Purbo tersebut ? Barangkali Pak Untung punya info ? Mud volcano pernah diterjemahkan sebagai "poton" oleh Pak Purbo, megambil kata asli dari Pulau Timor yang banyak gununglumpurnya. Tak ada seorang pun yang kini menggunakan "poton" tersebut untuk menamai Lusi di Jawa Timur, gununglumpur pun sedikit yang memakainya, lebih banyak yang memakai "Lusi mud volcano". Ini mencerminkan bahwa kebanyakan orang lebih senang berbahasa teknis dengan istilah aslinya. Adakah yang lebih senang memakai "selut" sebagai ganti "ooze","petabah" untuk monadnock", "bintil" untuk "nodule", "surutan cepat" untuk "rapid drawdown" ? Saya tak pernah mendengar seorang pun lebih senang memakainya. Maka, pengistilahan bahasa Indonesia jelas masih harus bersaing dengan kegemaran orang beristilah dengan bahasa aslinya. Saya memperhatikan bahwa peristilahan yang dianggit Pak Purbo kebanyakan hanya dipakai oleh publikasi-publikasi keluaran P3G/PSG. Di luar itu, nampak keengganan menggunakannya. Entah mengapa. Paling mungkin adalah bahwa mereka tidak pernah tahu bahwa istilah-istilah bahasa Indonesia untuk banyak istilah teknis geologi itu telah ada. salam, awang --- On Thu, 11/13/08, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: iagi-net@iagi.or.id Cc: "Geo Unpad" <[EMAIL PROTECTED]>, "Forum HAGI" <[EMAIL PROTECTED]>, "Eksplorasi BPMIGAS" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Thursday, November 13, 2008, 3:44 PM Pak Awang jangan lupa kamus istilah geologi karya MM Purbo-Hadiwidjojo, banyak membantu peristilahan dalam geologi Salam Untung Sudarsono Pak Taufik, "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang persenan, (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata itu dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman dan lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai padananannya (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan dan kaidah kebahasaan) adalah wajib bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia berkewarganegaraan Indonesia. Untuk itu, kita harus terus belajar bahas
RE: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Wah, jangan2 Bahasa Inggrispun mengambil kata dari Bahasa Sansekerta: Janggala = "jungle" -Original Message- From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, November 13, 2008 7:46 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Wayan, Kamus etimologi bahasa Indonesia termasuk buku yang sulit dicari. Buku semacam itu sudah lama tidak pernah saya temukan di toko-toko buku. Ada beberapa buku kamus etimologi bahasa Indonesia yang pernah diterbitkan, tetapi sudah sekian belas - puluh tahun yang lalu. Misalnya, buku tulisan Prijohutomo (1954 - Pusataka Rakjat), Notosudirjo (1981 -Tiga Serangkai), Ramli Harun (1984- Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa), dan Mohamad Ngajenan (1992). Saya sudah mencoba mencari buku-buku kamus etimologi bahasa Indonesia menggunakan google, yang ada buku-buku antiknya saja, tak ada yang baru. Buku antik namanya, maka harganya pun mahal (di atas Rp 500 ribu). Saya tidak memiliki keempat buku tersebut di atas, saya hanya mencatatnya dari daftar pustaka buku-buku bahasa Indonesia yang saya punya. Tetapi, buku kamus etimologi bahasa Indonesia karya Notosudirjo (1981) pernah saya pinjam dari perpustakaan saat saya masih siswa SMA dan karena begitu tertarik dengan buku tersebut, saya mencatat seluruh isinya. Buku ini tipis saja sekitar 100-an halaman, memuat asal-usul 209 kata dalam bahasa Indonesia. Buku catatan itu masih saya simpan sampai sekarang. Mempelajari asal kata bahasa Indonesia memberikan kesenangan tersendiri. Beberapa saya petikkan dari kamus Notosudirjo (1981) : -jenggala : berasal dari kata Sanskerta "janggala" = belukar, hutan; bisa diartikan bahwa Kerajaan Jenggala di Jawa Timur pada abad ke-11/12 dibangun di wilayah yang sebelumnya merupakan hutan belukar. -daha : berasal dari kata Sanskerta "daha" = panas; mungkin berhubungan dengan Kerajaan Daha di Jawa Timur yang didirikan di dekat Gunung Kelud yang berhawa panas karena aktivitas volkanismenya. -gempa : berasal dari kata Sanskerta "kampa" = getaran Bila Pak Wayan berminat dengan buku-buku etimologi bahasa Indonesia, saya pikir pertama kali bisa menghubungi Pusat Bahasa di Rawamangun, Jakarta. Mencarinya di toko-toko buku akan sulit. salam, awang --- On Thu, 11/13/08, Wayan Ismara Heru Young <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Wayan Ismara Heru Young <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: iagi-net@iagi.or.id Date: Thursday, November 13, 2008, 4:15 PM Pak Awang, Kebetulan sedang membahas buku-buku Bahasa Indonesia, saya pernah diberi mandat untuk mencari kamus etimologi bahasa indonesia (kamus asal-usul kata), yang sampai sekarang belum pernah saya temukan. Pak Awang tau dimana kamus tersebut bisa ditemukan? Mungkin bisa menjadi koleksi yang menarik juga untuk mendalami bahasa kita, Pak. Salam, wayan y. From: Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]> To: iagi-net@iagi.or.id; Geo Unpad <[EMAIL PROTECTED]>; Forum HAGI <[EMAIL PROTECTED]>; Eksplorasi BPMIGAS <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Thursday, November 13, 2008 3:32:18 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Taufik, "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang persenan, (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata itu dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman dan lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai padananannya (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan dan kaidah kebahasaan) adalah wajib bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia berkewarganegaraan Indonesia. Untuk itu, kita harus terus belajar bahasa kita sendiri. Jangan putus belajar bahasa Indonesia seusai kita lulus dari sekolah menengah. Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional kita. Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia (Inggris, Arab, Cina, dll.), bahasa Indonesia masih sangat muda umurnya. Meskipun demikian, penuturnya banyak, sehingga di dunia pun bahasa kita cukup penting posisinya. Maka, pembinaan bahasa Indonesia jelas suatu kemutlakan. Petunjuk praktis berbahasa Indonesia dengan baik dan benar hanya sesederhana membeli buku-bukunya, mempelajarinya dengan bersungguh-sungguh, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Buku-buku wajib untuk dapat mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan benar : - Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional - Balai Pustaka, 2007 - edisi ketiga) - 1387 halaman. Kamus ini akan membimbing kita akan makna tepat suatu kata dan menunjukkan mana kata-kata baku mana kata-kata nonbaku. - Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., B
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Setuju Awang. Kalau say tambahkan keterangan lain " untuk mengikuti ujian S 3". Apakah menjadi : 1.Saya akan pergi ke Jakarta untuk mengikuti ujian S2 dengan dengan berkendaraan bus besok . 2. Saya akan pergi ke Jakarta dengan berkendaraan bus untuk mengikuti ujian S3 besok. 3. Saya akan pergi ke Jakarta untuk megikuti ujian S3 dengan berkendaraan bus besok. Apakah aturan meletekan keterangan ada pemmbakuaan ? Saya pribadi kok merasa ""srek"" kalau ""besok" diletakan didepan kalimat : jadi "Besok .dst", apa ini salah satu salah kaprah lagi ya ! Si Abah Abah, > > Salah kaprah banyak terjadi karena kekurangtelitian dan kekurangpedulian > pemakai bahasa. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang masih tumbuh, ia > mendapatkan pengaruh baik atau buruk dari bahasa asing dan bahasa daerah > dalam segenap aspeknya (tata kalimat, makna kata, dan sebagainya). Pemakai > bahasa masih membawa bahasa ibunya (bahasa daerah) ke dalam bahasa > Indonesia, sehingga terjadi kontaminasi atau kerancuan. Lalu, bentuk rancu > itu digunakan umum sehingga seolah-olah benar karena banyak yang > menggunakannya dengan cara itu, padahal salah. Bahasa Indonesia dalam > beberapa hal lebih sederhana dibandingkan dengan bahasa asing, tetapi > dalam aspek-aspek lain lebih kompleks. Salah kaprah justru banyak terjadi > karena kompleksitas itu. Salah kaprah juga terjadi karena kita masih > mempertahankan bentuk-bentuk salah sebagai kekecualian. > > Mana yang benar di antara pemboran dan pengeboran, mentik dan mengetik, > membom dan mengebom ? Kalau kita mau tepatasas (konsisten) dengan kaidah > bahasa Indonesia, maka bentuk-bentuk yang benar adalah pengeboran, > mengetik, dan mengebom. Selaras dengan aturan ini, maka bentuk yang benar > adalah pengetikan dan pengeboman. Tetapi, bentuk pemboran diterima sebagai > bentuk kekecualian (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia), meskipun menurut > ilmu syaraf bahasa (grammar), bentuk itu tidak benar. Inilah contoh salah > kaprah karena kekecualian. > > Kalimat yang benar menurut kaidah bahasa Indonesia adalah : > "Saya akan pergi ke Jakarta besok dengan berkendaran bis." Alasannya, tata > kalimat yang baik dan benar adalah mengikuti urutan SPOK > (subyek-predikat-obyek-keterangan). Kata "bis" juga tidak baku, yang baku > adalah "bus". Mengapa tidak baku ? Sebab, kata aslinya adalah "bus". > Penerjemahan istilah asing sedapat mungkin mendekati bentuk aslinya, > begitu amanat Pedoman Pembentukan Istilah. Selaras dengan aturan ini, maka > bentuk baku adalah analisis, hipotesis, metode; bukan analisa, hipotesa, > metoda. > > > Contoh-contoh analisis (bukan analisa) di atas menunjukkan kepada kita > bahwa masalah-masalah kebahasaan dalam bahasa Indonesia sebenarnya > sederhana saja, tetapi akan terasa sulit bila kita tidak peduli kepada > bahasa Indonesia. > > salam, > awang > > --- On Thu, 11/13/08, yanto R.Sumantri <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > From: yanto R.Sumantri <[EMAIL PROTECTED]> > Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia > To: iagi-net@iagi.or.id > Date: Thursday, November 13, 2008, 4:07 PM > > > > Awang dan rekan rekan > > Apakah ke"salah kaprah" > -an yang sering rjadi dalam berbahasa Indonesia itu diakibtkan oleh sangat > sederhananya bahasa kita ? > Sehingga dengan se-mena2 kita (tanpa > terasa) mencampuradukan segala macam kata dalam bertutur maupun menulis > ? > > Terus terang saya juga sering merasa ragu agu dalam > berbahasa, saya ambil contoh " > > Mana yang benar ? > 1. > " Besok saya akan pergi ke Jakarta dengan berkendaraan bus. > atau: > 2. Saya besok akan pergi berkendaraan bis ke Jakarta , > 3. Saya akan pergi ke Jakarta besok dengan berkendaran bis . > > Kalau kita lihat Subyeknya : SAYA > Predikat : PERGI > > Obyek ; JAKARTA > > Yang lain aalah keterangan waktu , dsb . > > Nah , baru kalimat ang sederhana sudah susah kan . > > > Yanto R.Sumantri. > > Berikut sebuah tulisan pendek > yang saya mulai menulisnya pada 28 Oktober >> lalu, tepat 80 tahun > setelah “Sumpah Pemuda” diikrarkan, yang saya tulis >> > di ujung selatan Afrika - di Capetown di antara kesibukan menghadiri >> pertemuan AAPG 26-29 Oktober 2008. Tulisan terputus di tengah, > terselingi >> oleh tulisan lain tentang kasus jajak pendapat Lusi > di pertemuan AAPG >> tersebut yang harus segera ditanggapi. > Tulisan ini tentang sikap kita >> pada umumnya kepada bahasa > persatuan kita : bahasa Indonesia. >> >> Tanggal 28 > Oktober yang lalu kita memperingati 80 tahun “Sumpah > Pemuda” >> (28 Oktober
RE: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Abah, "untuk mengikuti ujian S-3" adalah juga kata-kata keterangan. Kalimat yang Abah tulis mengandung banyak kata keterangan. Susunan urutan antara kata-kata keterangan di dalam sebuah kalimat bergantung kepada kedekatan hubungan di antara kata-kata itu. Dalam kasus yang Abah tulis, kalimatnya menjadi, "Saya akan pergi ke Jakarta besok untuk mengikuti ujian S-3 dengan berkendaraan bus." Bila kedekatan antara kata-kata keterangan bisa dipertukarkan, maka urutan itu bisa pula dipertukarkan, misalnya, "Saya akan pergi ke Jakarta besok dengan berkendaraan bus untuk mengikuti ujian S-3." Urutan kata yang normal di dalam kalimat mengikuti urutan SPOK. Urutan ini dapat diubah bila diperlukan penekanan atas unsur kalimat tertentu, misalnya atas keterangan waktu. Dalam kasus di atas, misalnya, "Besok, saya akan pergi ke Jakarta dengan berkendaraan bus untuk mengikuti ujian S-3." Penggunaan tanda baca koma sesudah "besok" adalah keharusan sebab urutan kalimat diawali dengan keterangan waktu yang mestinya ditaruh di urutan setelah obyek. Mengapa saya menempatkan "dengan berkendaraan bus" sesudah "Jakarta" ? Sebab, "dengan berkendaraan bus" adalah keterangan kata kerja (semacam adverb) setelah "pergi ke Jakarta". Karena hubungan mereka dekat, maka diurutkan. Salam, awang -Original Message- From: yanto R.Sumantri [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 14, 2008 12:50 C++ To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Setuju Awang. Kalau say tambahkan keterangan lain " untuk mengikuti ujian S 3". Apakah menjadi : 1.Saya akan pergi ke Jakarta untuk mengikuti ujian S2 dengan dengan berkendaraan bus besok . 2. Saya akan pergi ke Jakarta dengan berkendaraan bus untuk mengikuti ujian S3 besok. 3. Saya akan pergi ke Jakarta untuk megikuti ujian S3 dengan berkendaraan bus besok. Apakah aturan meletekan keterangan ada pemmbakuaan ? Saya pribadi kok merasa ""srek"" kalau ""besok" diletakan didepan kalimat : jadi "Besok .dst", apa ini salah satu salah kaprah lagi ya ! Si Abah
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
abah, tentu saja ada urutan bakunya, tetapi lebih penting adalah mana yg dipentingkan. makanya dikenal adanya kalimata aktif, kalimat pasif, dll. kalau abah suka meletakkan kata 'besok' di depan, artinya abah selalu mementingkan keterangan waktu. 'time is money', 'kan? he.. he.. salam, syaiful On Fri, Nov 14, 2008 at 12:50 PM, yanto R.Sumantri <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > > Setuju Awang. > > Kalau say tambahkan keterangan lain " > untuk mengikuti ujian S 3". > > Apakah menjadi : > > 1.Saya akan pergi ke Jakarta untuk mengikuti ujian S2 dengan dengan > berkendaraan bus besok . > 2. Saya akan pergi ke Jakarta dengan > berkendaraan bus untuk mengikuti ujian S3 besok. > 3. Saya akan pergi > ke Jakarta untuk megikuti ujian S3 dengan berkendaraan bus > besok. > > Apakah aturan meletekan keterangan ada > pemmbakuaan ? > > Saya pribadi kok merasa > ""srek"" kalau ""besok" diletakan > didepan kalimat : jadi "Besok .dst", apa ini salah satu > salah kaprah lagi ya ! > > Si Abah > > > Abah, >> >> Salah kaprah banyak terjadi karena kekurangtelitian dan > kekurangpedulian >> pemakai bahasa. Bahasa Indonesia adalah bahasa > yang masih tumbuh, ia >> mendapatkan pengaruh baik atau buruk dari > bahasa asing dan bahasa daerah >> dalam segenap aspeknya (tata > kalimat, makna kata, dan sebagainya). Pemakai >> bahasa masih > membawa bahasa ibunya (bahasa daerah) ke dalam bahasa >> Indonesia, > sehingga terjadi kontaminasi atau kerancuan. Lalu, bentuk rancu >> > itu digunakan umum sehingga seolah-olah benar karena banyak yang >> > menggunakannya dengan cara itu, padahal salah. Bahasa Indonesia dalam >> beberapa hal lebih sederhana dibandingkan dengan bahasa asing, > tetapi >> dalam aspek-aspek lain lebih kompleks. Salah kaprah > justru banyak terjadi >> karena kompleksitas itu. Salah kaprah juga > terjadi karena kita masih >> mempertahankan bentuk-bentuk salah > sebagai kekecualian. >> >> Mana yang benar di antara > pemboran dan pengeboran, mentik dan mengetik, >> membom dan > mengebom ? Kalau kita mau tepatasas (konsisten) dengan kaidah >> > bahasa Indonesia, maka bentuk-bentuk yang benar adalah pengeboran, >> mengetik, dan mengebom. Selaras dengan aturan ini, maka bentuk yang > benar >> adalah pengetikan dan pengeboman. Tetapi, bentuk pemboran > diterima sebagai >> bentuk kekecualian (lihat Kamus Besar Bahasa > Indonesia), meskipun menurut >> ilmu syaraf bahasa (grammar), > bentuk itu tidak benar. Inilah contoh salah >> kaprah karena > kekecualian. >> >> Kalimat yang benar menurut kaidah > bahasa Indonesia adalah : >> "Saya akan pergi ke Jakarta besok > dengan berkendaran bis." Alasannya, tata >> kalimat yang baik > dan benar adalah mengikuti urutan SPOK >> > (subyek-predikat-obyek-keterangan). Kata "bis" juga tidak baku, > yang baku >> adalah "bus". Mengapa tidak baku ? Sebab, > kata aslinya adalah "bus". >> Penerjemahan istilah asing > sedapat mungkin mendekati bentuk aslinya, >> begitu amanat Pedoman > Pembentukan Istilah. Selaras dengan aturan ini, maka >> bentuk baku > adalah analisis, hipotesis, metode; bukan analisa, hipotesa, >> > metoda. >> >> >> Contoh-contoh analisis (bukan > analisa) di atas menunjukkan kepada kita >> bahwa masalah-masalah > kebahasaan dalam bahasa Indonesia sebenarnya >> sederhana saja, > tetapi akan terasa sulit bila kita tidak peduli kepada >> bahasa > Indonesia. >> >> salam, >> awang >> >> --- On Thu, 11/13/08, yanto R.Sumantri <[EMAIL PROTECTED]> > wrote: >> >> > From: yanto R.Sumantri > <[EMAIL PROTECTED]> >> Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita > Terus Belajar Bahasa Indonesia >> To: iagi-net@iagi.or.id >> > Date: Thursday, November 13, 2008, 4:07 PM >> >> >> > >> Awang dan rekan rekan >> >> Apakah ke"salah > kaprah" >> -an yang sering rjadi dalam berbahasa Indonesia itu > diakibtkan oleh sangat >> sederhananya bahasa kita ? >> > Sehingga dengan se-mena2 kita (tanpa >> terasa) mencampuradukan > segala macam kata dalam bertutur maupun menulis >> ? >> >> Terus terang saya juga sering merasa ragu agu dalam >> > berbahasa, saya ambil contoh " >> >> Mana yang benar > ? >> 1. >> " Besok saya akan pergi ke Jakarta dengan > berkendaraan bus. >> atau: >> 2. Saya besok akan pergi > berkendaraa
RE: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Ada kecenderungan, orang Indonesia (katanya) lebih senag menggunakan "Passive Voice" daripada "Active Voice" dalam bahasa tulisan berbahasa Inggris. Mungkin ini karena pengaruh Bahasa Indonesia? Habash -Original Message- From: yanto R.Sumantri [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 14, 2008 12:50 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Setuju Awang. Kalau say tambahkan keterangan lain " untuk mengikuti ujian S 3". Apakah menjadi : 1.Saya akan pergi ke Jakarta untuk mengikuti ujian S2 dengan dengan berkendaraan bus besok . 2. Saya akan pergi ke Jakarta dengan berkendaraan bus untuk mengikuti ujian S3 besok. 3. Saya akan pergi ke Jakarta untuk megikuti ujian S3 dengan berkendaraan bus besok. Apakah aturan meletekan keterangan ada pemmbakuaan ? Saya pribadi kok merasa ""srek"" kalau ""besok" diletakan didepan kalimat : jadi "Besok .dst", apa ini salah satu salah kaprah lagi ya ! Si Abah Abah, > > Salah kaprah banyak terjadi karena kekurangtelitian dan kekurangpedulian > pemakai bahasa. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang masih tumbuh, ia > mendapatkan pengaruh baik atau buruk dari bahasa asing dan bahasa daerah > dalam segenap aspeknya (tata kalimat, makna kata, dan sebagainya). Pemakai > bahasa masih membawa bahasa ibunya (bahasa daerah) ke dalam bahasa > Indonesia, sehingga terjadi kontaminasi atau kerancuan. Lalu, bentuk rancu > itu digunakan umum sehingga seolah-olah benar karena banyak yang > menggunakannya dengan cara itu, padahal salah. Bahasa Indonesia dalam > beberapa hal lebih sederhana dibandingkan dengan bahasa asing, tetapi > dalam aspek-aspek lain lebih kompleks. Salah kaprah justru banyak terjadi > karena kompleksitas itu. Salah kaprah juga terjadi karena kita masih > mempertahankan bentuk-bentuk salah sebagai kekecualian. > > Mana yang benar di antara pemboran dan pengeboran, mentik dan mengetik, > membom dan mengebom ? Kalau kita mau tepatasas (konsisten) dengan kaidah > bahasa Indonesia, maka bentuk-bentuk yang benar adalah pengeboran, > mengetik, dan mengebom. Selaras dengan aturan ini, maka bentuk yang benar > adalah pengetikan dan pengeboman. Tetapi, bentuk pemboran diterima sebagai > bentuk kekecualian (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia), meskipun menurut > ilmu syaraf bahasa (grammar), bentuk itu tidak benar. Inilah contoh salah > kaprah karena kekecualian. > > Kalimat yang benar menurut kaidah bahasa Indonesia adalah : > "Saya akan pergi ke Jakarta besok dengan berkendaran bis." Alasannya, tata > kalimat yang baik dan benar adalah mengikuti urutan SPOK > (subyek-predikat-obyek-keterangan). Kata "bis" juga tidak baku, yang baku > adalah "bus". Mengapa tidak baku ? Sebab, kata aslinya adalah "bus". > Penerjemahan istilah asing sedapat mungkin mendekati bentuk aslinya, > begitu amanat Pedoman Pembentukan Istilah. Selaras dengan aturan ini, maka > bentuk baku adalah analisis, hipotesis, metode; bukan analisa, hipotesa, > metoda. > > > Contoh-contoh analisis (bukan analisa) di atas menunjukkan kepada kita > bahwa masalah-masalah kebahasaan dalam bahasa Indonesia sebenarnya > sederhana saja, tetapi akan terasa sulit bila kita tidak peduli kepada > bahasa Indonesia. > > salam, > awang > > --- On Thu, 11/13/08, yanto R.Sumantri <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > From: yanto R.Sumantri <[EMAIL PROTECTED]> > Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia > To: iagi-net@iagi.or.id > Date: Thursday, November 13, 2008, 4:07 PM > > > > Awang dan rekan rekan > > Apakah ke"salah kaprah" > -an yang sering rjadi dalam berbahasa Indonesia itu diakibtkan oleh sangat > sederhananya bahasa kita ? > Sehingga dengan se-mena2 kita (tanpa > terasa) mencampuradukan segala macam kata dalam bertutur maupun menulis > ? > > Terus terang saya juga sering merasa ragu agu dalam > berbahasa, saya ambil contoh " > > Mana yang benar ? > 1. > " Besok saya akan pergi ke Jakarta dengan berkendaraan bus. > atau: > 2. Saya besok akan pergi berkendaraan bis ke Jakarta , > 3. Saya akan pergi ke Jakarta besok dengan berkendaran bis . > > Kalau kita lihat Subyeknya : SAYA > Predikat : PERGI > > Obyek ; JAKARTA > > Yang lain aalah keterangan waktu , dsb . > > Nah , baru kalimat ang sederhana sudah susah kan . > > > Yanto R.Sumantri. > > Berikut sebuah tulisan pendek > yang saya mulai menulisnya pada 28 Oktober >> lalu, tepat 80 tahun > setelah “Sumpah Pemuda” diikrarkan, yang saya tulis >> > di ujung selatan Afrika - di Capetown di antara kesibukan menghadiri >> pert
Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Sekali lagi terima kasih banyak Pak Awang. On Thu, Nov 13, 2008 at 3:32 PM, Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]>wrote: > Pak Taufik, > > "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang persenan, > (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata itu > dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman dan > lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai padananannya (lihat > Kamus Besar Bahasa Indonesia). > > Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan > dan kaidah kebahasaan) adalah wajib bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia > berkewarganegaraan Indonesia. Untuk itu, kita harus terus belajar bahasa > kita sendiri. Jangan putus belajar bahasa Indonesia seusai kita lulus dari > sekolah menengah. Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik > dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional > kita. Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia (Inggris, Arab, > Cina, dll.), bahasa Indonesia masih sangat muda umurnya. Meskipun demikian, > penuturnya banyak, sehingga di dunia pun bahasa kita cukup penting > posisinya. Maka, pembinaan bahasa Indonesia jelas suatu kemutlakan. > > Petunjuk praktis berbahasa Indonesia dengan baik dan benar hanya > sesederhana membeli buku-bukunya, mempelajarinya dengan bersungguh-sungguh, > dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. > > Buku-buku wajib untuk dapat mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan > benar : > > - Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional - Balai > Pustaka, 2007 - edisi ketiga) - 1387 halaman. Kamus ini akan membimbing kita > akan makna tepat suatu kata dan menunjukkan mana kata-kata baku mana > kata-kata nonbaku. > > - Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., Balai Pustaka, 2003,edisi > ketiga) - 486 halaman. Buku ini walaupun bersifat akademik, masih cukup > praktis untuk digunakan mempelaari semua aturan bahasa Indonesia. > > - Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum > Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen > Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 1972, 1988, 1992, 2005). Kedua buku > ini bersifat praktis untuk menuntun kita menulis kata-kata dalam bahasa > Indonesia dan menerjemahkan istilah asing. > > Itulah ketiga buku yang harus ada bila kita bersungguh-sungguh ingin > mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebagai tambahan atas > buku-buku itu, banyak buku praktis yang dapat meningkatkan ketrampilan kita > berbahasa Indonesia yang baik dan benar, misalnya seperti di bawah ini. > > - Berbahasa Indonesialah dengan Benar : Petunjuk Praktis untuk Pelajar, > Mahasiswa, dan Guru (Zaenal Arifin, 1986 - saya punya edisi pertamanya, buku > ini mudah dipelajari sehingga banyak dicari orang, edisi terbarunya - 2005 > masih saya lihat ada di toko-toko buku). > > - Buku-buku pembinaan bahasa Indonesia tulisan Yus Badudu (mungkin > buku-buku ini sudah sulit dicari di toko-toko buku, kecuali karya-karya Pak > Badudu yang terbaru). Beberapa seri bukunya yang banyak dicari orang : > > Membina Bahasa Indonesia Baku (Badudu, 1980, Pustaka Prima, Bandung) > Inilah Bahasa Indonesia yang Benar (Badudu, PT Gramedia -banyak edisi dan > cetakannya) > Pelik-Pelik Bahasa Indonesia (Badudu, Pustaka Prima). > > Masih banyak buku-buku pembinaan bahasa Indonesia yang lain dari berbagai > penulis. Misalnya, "Masalah Bahasa yang Dapat Anda Atasi Sendiri" (Anton > Moeliono, Sinar Harapan, 1990), dan "Problematika Bahasa Indonesia : Sebuah > Analisis Praktis Bahasa Baku" (Kusno Santoso, PT Rineka Cipta, 1990). > > Pak Taufik cukup mengunjungi toko buku yang lengkap dan memilih sendiri di > sana buku-buku pembinaan bahasa Indonesia. Setelah itu, mempelajari dan > menerapkannya secara disiplin, kita akan melihat bahwa meskipun kita pernah > mempelajari bahasa Indonesia selama minimal 12 tahun, ternyata masih banyak > kesalahan yang selama ini kita lakukan dalam berbahasa Indonesia. > > Analisis Pak Badudu dalam Cakrawala Bahasa Indonesia (Badudu, 1988) > mengatakan bahwa kita sering membuat kesalahan dalam berbahasa Indonesia > karena kita selama ini suka menganggap bahasa Indonesia itu mudah dan kita > kurang berlatih di sekolah melalui kegiatan menulis atau mengarang. > > Sebuah pengalaman pribadi, saya menentukan hari-hari tertentu dalam > seminggu untuk mempelajari bahasa Indonesia, tetap menyempatkan untuk > mempelajarinya di tengah berbagai kesibukan. Kita akan memperhatikan > hukum-hukum dalam bahasa ketika kita harus menulis sebuah karangan dengan > bahasa yang baik dan benar, maka semakin banyak kita menulis, akan semakin > baik ketrampilan kit
RE: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Betul , ini mungkin karena kemampuan bhs Inggris yang terbtas , terutama dalam idiom. Si Abah Ada kecenderungan, orang Indonesia (katanya) lebih senag menggunakan > "Passive Voice" daripada "Active Voice" dalam bahasa tulisan berbahasa > Inggris. Mungkin ini karena pengaruh Bahasa Indonesia? > > Habash > > -Original Message- > From: yanto R.Sumantri [mailto:[EMAIL PROTECTED] > Sent: Friday, November 14, 2008 12:50 PM > To: iagi-net@iagi.or.id > Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia > > > > > Setuju Awang. > > Kalau say tambahkan keterangan lain " > untuk mengikuti ujian S 3". > > Apakah menjadi : > > 1.Saya akan pergi ke Jakarta untuk mengikuti ujian S2 dengan dengan > berkendaraan bus besok . > 2. Saya akan pergi ke Jakarta dengan > berkendaraan bus untuk mengikuti ujian S3 besok. > 3. Saya akan pergi > ke Jakarta untuk megikuti ujian S3 dengan berkendaraan bus besok. > > Apakah aturan meletekan keterangan ada pemmbakuaan ? > > Saya pribadi kok merasa > ""srek"" kalau ""besok" diletakan > didepan kalimat : jadi "Besok .dst", apa ini salah satu salah kaprah > lagi ya ! > > Si Abah > > > Abah, >> >> Salah kaprah banyak terjadi karena kekurangtelitian dan > kekurangpedulian >> pemakai bahasa. Bahasa Indonesia adalah bahasa > yang masih tumbuh, ia >> mendapatkan pengaruh baik atau buruk dari > bahasa asing dan bahasa daerah >> dalam segenap aspeknya (tata > kalimat, makna kata, dan sebagainya). Pemakai >> bahasa masih > membawa bahasa ibunya (bahasa daerah) ke dalam bahasa >> Indonesia, > sehingga terjadi kontaminasi atau kerancuan. Lalu, bentuk rancu >> > itu digunakan umum sehingga seolah-olah benar karena banyak yang >> > menggunakannya dengan cara itu, padahal salah. Bahasa Indonesia dalam >> beberapa hal lebih sederhana dibandingkan dengan bahasa asing, > tetapi >> dalam aspek-aspek lain lebih kompleks. Salah kaprah > justru banyak terjadi >> karena kompleksitas itu. Salah kaprah juga > terjadi karena kita masih >> mempertahankan bentuk-bentuk salah > sebagai kekecualian. >> >> Mana yang benar di antara > pemboran dan pengeboran, mentik dan mengetik, >> membom dan > mengebom ? Kalau kita mau tepatasas (konsisten) dengan kaidah >> > bahasa Indonesia, maka bentuk-bentuk yang benar adalah pengeboran, >> mengetik, dan mengebom. Selaras dengan aturan ini, maka bentuk yang > benar >> adalah pengetikan dan pengeboman. Tetapi, bentuk pemboran > diterima sebagai >> bentuk kekecualian (lihat Kamus Besar Bahasa > Indonesia), meskipun menurut >> ilmu syaraf bahasa (grammar), > bentuk itu tidak benar. Inilah contoh salah >> kaprah karena > kekecualian. >> >> Kalimat yang benar menurut kaidah > bahasa Indonesia adalah : >> "Saya akan pergi ke Jakarta besok > dengan berkendaran bis." Alasannya, tata >> kalimat yang baik > dan benar adalah mengikuti urutan SPOK >> > (subyek-predikat-obyek-keterangan). Kata "bis" juga tidak baku, yang baku >> adalah "bus". Mengapa tidak baku ? Sebab, > kata aslinya adalah "bus". >> Penerjemahan istilah asing > sedapat mungkin mendekati bentuk aslinya, >> begitu amanat Pedoman > Pembentukan Istilah. Selaras dengan aturan ini, maka >> bentuk baku > adalah analisis, hipotesis, metode; bukan analisa, hipotesa, >> > metoda. >> >> >> Contoh-contoh analisis (bukan > analisa) di atas menunjukkan kepada kita >> bahwa masalah-masalah > kebahasaan dalam bahasa Indonesia sebenarnya >> sederhana saja, > tetapi akan terasa sulit bila kita tidak peduli kepada >> bahasa > Indonesia. >> >> salam, >> awang >> >> --- On Thu, 11/13/08, yanto R.Sumantri <[EMAIL PROTECTED]> > wrote: >> >> > From: yanto R.Sumantri > <[EMAIL PROTECTED]> >> Subject: Re: [iagi-net-l] Mari Kita > Terus Belajar Bahasa Indonesia >> To: iagi-net@iagi.or.id >> > Date: Thursday, November 13, 2008, 4:07 PM >> >> >> > >> Awang dan rekan rekan >> >> Apakah ke"salah > kaprah" >> -an yang sering rjadi dalam berbahasa Indonesia itu > diakibtkan oleh sangat >> sederhananya bahasa kita ? >> > Sehingga dengan se-mena2 kita (tanpa >> terasa) mencampuradukan > segala macam kata dalam bertutur maupun menulis >> ? >> >> Terus terang saya juga sering merasa ragu agu dalam >> > berbahasa, saya ambil contoh " >> >> Mana y
[iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Pak Muharram, Keinginan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa wajib investasi migas di Indonesia (misalnya menggunakannya sebagai bahasa resmi dan tunggal kontrak migas) selalu bersinggungan secara tajam dengan keinginan lain menarik investor mancanegara yang berbahasa Inggris. Akhirnya, bahasa wajib investasi migas di Indonesia menggunakan dwibahasa : bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Bila terjadi multitafsir atas bahasa kontrak, maka prioritas diberikan kepada pengkalimatan dalam bahasa Indonesia. Namun, sayang sekali sampai saat ini bahasa Indonesia belum berdaulat dalam bahasa kontrak, masih dikalahkan bahasa Inggris. Dalam surat-menyurat kepada BPMIGAS, para Kontraktor wajib menggunakan dua bahasa dalam surat-suratnya. BPMIGAS akan menjawab surat-surat tersebut dalam bahasa Indonesia saja. Kontraktor yang hanya menggunakan bahasa Inggris dalam suratnya kepada BPMIGAS akan diminta mengubahnya menggunakan dua bahasa. Kemampuan berbahasa Indonesia para pejabat asing di bidang migas masih minimal, sebagian dapat memahami pembicaraan dalam bahasa Indonesia, terutama yang punya istri/suami orang Indonesia. Memang kepada mereka tidak diwajibkan mampu berbahasa Indonesia saat mereka datang ke Indonesia. Beberapa dari antara mereka mengambil kursus bahasa Indonesia. Semacam TOEFL tetapi untuk bahasa Indonesia mestinya dilakukan kepada para mahasiswa asing yang mengambil seolah pascasarjana di Indonesia. Tetapi untuk bekerja, setahu saya belum ada aturan tersebut. "Cost recovery" dapat dipadankan dengan "penggantian biaya" atau "pengembalian biaya" salam, awang --- On Thu, 11/13/08, Muharram J. Panguriseng <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Muharram J. Panguriseng <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: "'Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia'" <[EMAIL PROTECTED]>, iagi-net@iagi.or.id, "'Geo Unpad'" <[EMAIL PROTECTED]>, "'Eksplorasi BPMIGAS'" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Thursday, November 13, 2008, 4:01 PM Saya sangat tertarik dengan ungkapan Pak Awang, “Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional kita”. Sayangnya sebagian besar komunitas geoscientist kurang “PD” berbahasa Indonesia atas nama “go international”, bahkan dalam kondisi mayoritas disuatu forum. Ketika ada orang “bule” datang presentasi ke kantor kita, walau pesertanya 100% Warga Negara Indonesia terpaksa forum diskusi itu terlaksana dengan bahasa pengantar bahasa Inggris. Harusnya kita paksa mereka berbahasa Indonesia ketika mau cari makan di Indonesia (?). Apa yang harus kita lakukan sebagai anak bangsa (meminjam istilah Pak Amin Rais) untuk menyiasati kondisi ini? Sekedar jadi provokator, ketika kita melamar kerja keluar negeri tentu kita harus mempunyai skor TOEFL tertentu. Barangkali BPMIGAS dapat menerapkan aturan yang sama bagi pekerja asing yang akan bekerja di PSC dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia, yang notabene gajinya dibayar dengan cost recovery. Untuk istilah cost recovery yang dikeluarkan BPMIGAS padanan katanya dalam bahasa Indonesia apa ya ? He he he … Terima kasih & Salam, --mjp-- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Awang Satyana Sent: Thursday, November 13, 2008 2:32 PM To: iagi-net@iagi.or.id; Geo Unpad; Forum HAGI; Eksplorasi BPMIGAS Subject: Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Taufik, "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang persenan, (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata itu dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman dan lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai padananannya (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan dan kaidah kebahasaan) adalah wajib bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia berkewarganegaraan Indonesia. Untuk itu, kita harus terus belajar bahasa kita sendiri. Jangan putus belajar bahasa Indonesia seusai kita lulus dari sekolah menengah. Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional kita. Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia (Inggris, Arab, Cina, dll.), bahasa Indonesia masih sangat muda umurnya. Meskipun demikian, penuturnya banyak, sehingga di dunia pun bahasa kita cukup penting posisinya. Maka, pembinaan bahasa Indonesia jelas suatu kemutlakan. Petunjuk praktis berbahasa Indonesia dengan baik dan benar hanya sesederhana membeli buku-bukunya, mempelajarinya dengan bersungguh-sungguh, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Buku-buku wajib untuk dapat mempelajari bah
Re: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Cost recovery lebih tepat diterjemahkan menjadi "pemulihan biaya" RPK - Original Message - From: "Awang Satyana" <[EMAIL PROTECTED]> To: "Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia" <[EMAIL PROTECTED]>; ; "'Geo Unpad'" <[EMAIL PROTECTED]>; "'Eksplorasi BPMIGAS'" <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Thursday, November 13, 2008 5:26 PM Subject: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Muharram, Keinginan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa wajib investasi migas di Indonesia (misalnya menggunakannya sebagai bahasa resmi dan tunggal kontrak migas) selalu bersinggungan secara tajam dengan keinginan lain menarik investor mancanegara yang berbahasa Inggris. Akhirnya, bahasa wajib investasi migas di Indonesia menggunakan dwibahasa : bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Bila terjadi multitafsir atas bahasa kontrak, maka prioritas diberikan kepada pengkalimatan dalam bahasa Indonesia. Namun, sayang sekali sampai saat ini bahasa Indonesia belum berdaulat dalam bahasa kontrak, masih dikalahkan bahasa Inggris. Dalam surat-menyurat kepada BPMIGAS, para Kontraktor wajib menggunakan dua bahasa dalam surat-suratnya. BPMIGAS akan menjawab surat-surat tersebut dalam bahasa Indonesia saja. Kontraktor yang hanya menggunakan bahasa Inggris dalam suratnya kepada BPMIGAS akan diminta mengubahnya menggunakan dua bahasa. Kemampuan berbahasa Indonesia para pejabat asing di bidang migas masih minimal, sebagian dapat memahami pembicaraan dalam bahasa Indonesia, terutama yang punya istri/suami orang Indonesia. Memang kepada mereka tidak diwajibkan mampu berbahasa Indonesia saat mereka datang ke Indonesia. Beberapa dari antara mereka mengambil kursus bahasa Indonesia. Semacam TOEFL tetapi untuk bahasa Indonesia mestinya dilakukan kepada para mahasiswa asing yang mengambil seolah pascasarjana di Indonesia. Tetapi untuk bekerja, setahu saya belum ada aturan tersebut. "Cost recovery" dapat dipadankan dengan "penggantian biaya" atau "pengembalian biaya" salam, awang --- On Thu, 11/13/08, Muharram J. Panguriseng <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Muharram J. Panguriseng <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: "'Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia'" <[EMAIL PROTECTED]>, iagi-net@iagi.or.id, "'Geo Unpad'" <[EMAIL PROTECTED]>, "'Eksplorasi BPMIGAS'" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Thursday, November 13, 2008, 4:01 PM Saya sangat tertarik dengan ungkapan Pak Awang, “Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional kita”. Sayangnya sebagian besar komunitas geoscientist kurang “PD” berbahasa Indonesia atas nama “go international”, bahkan dalam kondisi mayoritas disuatu forum. Ketika ada orang “bule” datang presentasi ke kantor kita, walau pesertanya 100% Warga Negara Indonesia terpaksa forum diskusi itu terlaksana dengan bahasa pengantar bahasa Inggris. Harusnya kita paksa mereka berbahasa Indonesia ketika mau cari makan di Indonesia (?). Apa yang harus kita lakukan sebagai anak bangsa (meminjam istilah Pak Amin Rais) untuk menyiasati kondisi ini? Sekedar jadi provokator, ketika kita melamar kerja keluar negeri tentu kita harus mempunyai skor TOEFL tertentu. Barangkali BPMIGAS dapat menerapkan aturan yang sama bagi pekerja asing yang akan bekerja di PSC dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia, yang notabene gajinya dibayar dengan cost recovery. Untuk istilah cost recovery yang dikeluarkan BPMIGAS padanan katanya dalam bahasa Indonesia apa ya ? He he he … Terima kasih & Salam, --mjp-- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Awang Satyana Sent: Thursday, November 13, 2008 2:32 PM To: iagi-net@iagi.or.id; Geo Unpad; Forum HAGI; Eksplorasi BPMIGAS Subject: Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Taufik, "Tip atau tips" dalam bahasa Inggris bisa berarti dua : (1) uang persenan, (2) petunjuk praktis (kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily). Dua kata itu dalam bahasa Indonesia baku tentu tidak dianjurkan, kita lebih aman dan lebih sesuai menggunakan "petunjuk praktis" sebagai padananannya (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Berbahasa Indonesia dengan baik (sesuai ragamnya) dan benar (sesuai aturan dan kaidah kebahasaan) adalah wajib bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia berkewarganegaraan Indonesia. Untuk itu, kita harus terus belajar bahasa kita sendiri. Jangan putus belajar bahasa Indonesia seusai kita lulus dari sekolah menengah. Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasion
Re: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Pak Koesoema, "recovery" sebagai "pemulihan" lebih sesuai dalam bidang kesehatan, bila diterjemahkan sebagai "pemulihan biaya" terkesan harafiah. Kalau mengenai keuangan, tentu kita akan melihat lingkungan katanya (konteks), maka "pengembalian biaya" atau "penggantian biaya" saya pikir lebih mengena sebab penggantian dan pengembalian berada dalam konteks keuangan. Penerjemahan "cost recovery" sebagai "penggantian/pengembalian biaya" telah umum digunakan. salam, awang --- On Thu, 11/13/08, R.P.Koesoemadinata <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: R.P.Koesoemadinata <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: iagi-net@iagi.or.id Date: Thursday, November 13, 2008, 10:17 PM Cost recovery lebih tepat diterjemahkan menjadi "pemulihan biaya" RPK - Original Message - From: "Awang Satyana" <[EMAIL PROTECTED]> To: "Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia" <[EMAIL PROTECTED]>; ; "'Geo Unpad'" <[EMAIL PROTECTED]>; "'Eksplorasi BPMIGAS'" <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Thursday, November 13, 2008 5:26 PM Subject: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Muharram, Keinginan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa wajib investasi migas di Indonesia (misalnya menggunakannya sebagai bahasa resmi dan tunggal kontrak migas) selalu bersinggungan secara tajam dengan keinginan lain menarik investor mancanegara yang berbahasa Inggris. Akhirnya, bahasa wajib investasi migas di Indonesia menggunakan dwibahasa : bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Bila terjadi multitafsir atas bahasa kontrak, maka prioritas diberikan kepada pengkalimatan dalam bahasa Indonesia. Namun, sayang sekali sampai saat ini bahasa Indonesia belum berdaulat dalam bahasa kontrak, masih dikalahkan bahasa Inggris. Dalam surat-menyurat kepada BPMIGAS, para Kontraktor wajib menggunakan dua bahasa dalam surat-suratnya. BPMIGAS akan menjawab surat-surat tersebut dalam bahasa Indonesia saja. Kontraktor yang hanya menggunakan bahasa Inggris dalam suratnya kepada BPMIGAS akan diminta mengubahnya menggunakan dua bahasa. Kemampuan berbahasa Indonesia para pejabat asing di bidang migas masih minimal, sebagian dapat memahami pembicaraan dalam bahasa Indonesia, terutama yang punya istri/suami orang Indonesia. Memang kepada mereka tidak diwajibkan mampu berbahasa Indonesia saat mereka datang ke Indonesia. Beberapa dari antara mereka mengambil kursus bahasa Indonesia. Semacam TOEFL tetapi untuk bahasa Indonesia mestinya dilakukan kepada para mahasiswa asing yang mengambil seolah pascasarjana di Indonesia. Tetapi untuk bekerja, setahu saya belum ada aturan tersebut. "Cost recovery" dapat dipadankan dengan "penggantian biaya" atau "pengembalian biaya" salam, awang --- On Thu, 11/13/08, Muharram J. Panguriseng <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Muharram J. Panguriseng <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: "'Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia'" <[EMAIL PROTECTED]>, iagi-net@iagi.or.id, "'Geo Unpad'" <[EMAIL PROTECTED]>, "'Eksplorasi BPMIGAS'" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Thursday, November 13, 2008, 4:01 PM Saya sangat tertarik dengan ungkapan Pak Awang, “Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional kita”. Sayangnya sebagian besar komunitas geoscientist kurang “PD” berbahasa Indonesia atas nama “go international”, bahkan dalam kondisi mayoritas disuatu forum. Ketika ada orang “bule” datang presentasi ke kantor kita, walau pesertanya 100% Warga Negara Indonesia terpaksa forum diskusi itu terlaksana dengan bahasa pengantar bahasa Inggris. Harusnya kita paksa mereka berbahasa Indonesia ketika mau cari makan di Indonesia (?). Apa yang harus kita lakukan sebagai anak bangsa (meminjam istilah Pak Amin Rais) untuk menyiasati kondisi ini? Sekedar jadi provokator, ketika kita melamar kerja keluar negeri tentu kita harus mempunyai skor TOEFL tertentu. Barangkali BPMIGAS dapat menerapkan aturan yang sama bagi pekerja asing yang akan bekerja di PSC dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia, yang notabene gajinya dibayar dengan cost recovery. Untuk istilah cost recovery yang dikeluarkan BPMIGAS padanan katanya dalam bahasa Indonesia apa ya ? He he he … Terima kasih & Salam, --mjp-- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Awang Satyana Sent: Thursday, November 13, 2008 2:32 PM To: iagi-net@iagi.or.id; Geo Unpad; Forum HAGI; Eksplorasi BPMIGAS Subject: Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Taufik, "Tip atau
Re: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Kalau 'reimbursement' diternjemahkan jadi apa? Saya kira ada perbedaan pengertian antara 'reimbursement' dengan 'cost recovery' RPK - Original Message - From: "Awang Satyana" <[EMAIL PROTECTED]> To: ; "Forum HAGI" <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Friday, November 14, 2008 8:04 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Koesoema, "recovery" sebagai "pemulihan" lebih sesuai dalam bidang kesehatan, bila diterjemahkan sebagai "pemulihan biaya" terkesan harafiah. Kalau mengenai keuangan, tentu kita akan melihat lingkungan katanya (konteks), maka "pengembalian biaya" atau "penggantian biaya" saya pikir lebih mengena sebab penggantian dan pengembalian berada dalam konteks keuangan. Penerjemahan "cost recovery" sebagai "penggantian/pengembalian biaya" telah umum digunakan. salam, awang --- On Thu, 11/13/08, R.P.Koesoemadinata <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: R.P.Koesoemadinata <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: iagi-net@iagi.or.id Date: Thursday, November 13, 2008, 10:17 PM Cost recovery lebih tepat diterjemahkan menjadi "pemulihan biaya" RPK - Original Message - From: "Awang Satyana" <[EMAIL PROTECTED]> To: "Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia" <[EMAIL PROTECTED]>; ; "'Geo Unpad'" <[EMAIL PROTECTED]>; "'Eksplorasi BPMIGAS'" <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Thursday, November 13, 2008 5:26 PM Subject: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Muharram, Keinginan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa wajib investasi migas di Indonesia (misalnya menggunakannya sebagai bahasa resmi dan tunggal kontrak migas) selalu bersinggungan secara tajam dengan keinginan lain menarik investor mancanegara yang berbahasa Inggris. Akhirnya, bahasa wajib investasi migas di Indonesia menggunakan dwibahasa : bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Bila terjadi multitafsir atas bahasa kontrak, maka prioritas diberikan kepada pengkalimatan dalam bahasa Indonesia. Namun, sayang sekali sampai saat ini bahasa Indonesia belum berdaulat dalam bahasa kontrak, masih dikalahkan bahasa Inggris. Dalam surat-menyurat kepada BPMIGAS, para Kontraktor wajib menggunakan dua bahasa dalam surat-suratnya. BPMIGAS akan menjawab surat-surat tersebut dalam bahasa Indonesia saja. Kontraktor yang hanya menggunakan bahasa Inggris dalam suratnya kepada BPMIGAS akan diminta mengubahnya menggunakan dua bahasa. Kemampuan berbahasa Indonesia para pejabat asing di bidang migas masih minimal, sebagian dapat memahami pembicaraan dalam bahasa Indonesia, terutama yang punya istri/suami orang Indonesia. Memang kepada mereka tidak diwajibkan mampu berbahasa Indonesia saat mereka datang ke Indonesia. Beberapa dari antara mereka mengambil kursus bahasa Indonesia. Semacam TOEFL tetapi untuk bahasa Indonesia mestinya dilakukan kepada para mahasiswa asing yang mengambil seolah pascasarjana di Indonesia. Tetapi untuk bekerja, setahu saya belum ada aturan tersebut. "Cost recovery" dapat dipadankan dengan "penggantian biaya" atau "pengembalian biaya" salam, awang --- On Thu, 11/13/08, Muharram J. Panguriseng <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Muharram J. Panguriseng <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia To: "'Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia'" <[EMAIL PROTECTED]>, iagi-net@iagi.or.id, "'Geo Unpad'" <[EMAIL PROTECTED]>, "'Eksplorasi BPMIGAS'" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Thursday, November 13, 2008, 4:01 PM Saya sangat tertarik dengan ungkapan Pak Awang, “Bila semua orang Indonesia berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dibayangkan betapa akan semakin majunya bahasa nasional kita”. Sayangnya sebagian besar komunitas geoscientist kurang “PD” berbahasa Indonesia atas nama “go international”, bahkan dalam kondisi mayoritas disuatu forum. Ketika ada orang “bule” datang presentasi ke kantor kita, walau pesertanya 100% Warga Negara Indonesia terpaksa forum diskusi itu terlaksana dengan bahasa pengantar bahasa Inggris. Harusnya kita paksa mereka berbahasa Indonesia ketika mau cari makan di Indonesia (?). Apa yang harus kita lakukan sebagai anak bangsa (meminjam istilah Pak Amin Rais) untuk menyiasati kondisi ini? Sekedar jadi provokator, ketika kita melamar kerja keluar negeri tentu kita harus mempunyai skor TOEFL tertentu. Barangkali BPMIGAS dapat menerapkan aturan yang sama bagi pekerja asing yang akan bekerja di PSC dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia, yang notabene gajinya dibayar d
RE: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia
Pak Koesoema, Baik "cost recovery" maupun "cost reimbursement" keduanya diterjemahkan sebagai "penggantian biaya" atau "pengembalian biaya" di dalam praktis migas. Di dalam kontrak migas, kata reimbursement dipakai dalam pengembalian pajak yang telah dibayarkan. Persoalannya bukan pada bahasa Indonesia, tetapi pada bahasa Inggris. Recovery bersifat umum, sedangkan reimbursement lebih berfokus kepada finansial yaitu pembayaran kembali atau penggantian untuk pengeluaran uang. Cost recovery dalam hal ini berarti "didapatnya kembali biaya yang telah dikeluarkan". Didapatnya kembali = recovery. Agak janggal bila diterjemahkan "pemulihan biaya" sebab pada praktiknya adalah penggantian atau pengembalian biaya. Salam, awang -Original Message- From: R.P.Koesoemadinata [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 14, 2008 4:16 C++ To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Kalau 'reimbursement' diternjemahkan jadi apa? Saya kira ada perbedaan pengertian antara 'reimbursement' dengan 'cost recovery' RPK - Original Message - From: "Awang Satyana" <[EMAIL PROTECTED]> To: ; "Forum HAGI" <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Friday, November 14, 2008 8:04 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Mari Kita Terus Belajar Bahasa Indonesia Pak Koesoema, "recovery" sebagai "pemulihan" lebih sesuai dalam bidang kesehatan, bila diterjemahkan sebagai "pemulihan biaya" terkesan harafiah. Kalau mengenai keuangan, tentu kita akan melihat lingkungan katanya (konteks), maka "pengembalian biaya" atau "penggantian biaya" saya pikir lebih mengena sebab penggantian dan pengembalian berada dalam konteks keuangan. Penerjemahan "cost recovery" sebagai "penggantian/pengembalian biaya" telah umum digunakan. salam, awang