Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-19 Terurut Topik edison sembiring
Jangan dikorbankan donk Mas Junrial, paling tidak di
pindahkan dengan catatan mesti ganti rugi, kasihan
ntar penduduknya ...

Salam,
/Eds

--- Junrial Hairul Huzaen [EMAIL PROTECTED] wrote:

 maaf kalau sudah pernah dibahas sebelumnya.
 
 kalau kita perhatikan, desa2 yang dipinggiran sungai
 porong (kalau gak salah) di selatan BJP-1 masih
 dipertahankan. mungkin lebih baik desa2 tersebut
 'dikorbankan' sehingga aliran air LUSI bisa langsung
 ke sungai. Tapi sebelum masuk sungai disaring dulu
 dengan kerakal2 yang diikat dengan kawat, sehingga
 lumpur tidak ikut terjun ke sungai. dan bila lumpur
 sudah mengering bisa diambil sedikit demi sedikit. 
 
 hal tersebut sebetulnya sudah lama diuraikan sama
 mas
 Cahyo, orang Lapindo yang kebagian sibuk ngurusin
 masalah2 surface. tapi mungkin karena beliau bukan
 decision maker, jadi belm bisa terlaksana. 
 
 kalau lumpur dibiarkan terus ke utara, akan semakin
 banyak perumahan yang tenggelam. mungkin suatu saat
 sampe kota sidoarjo.
 
 
 --- nyoto - ke-el [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  Memang problem pokoknya saat ini sebetulnya bukan
  apa penyebab terjadinya
  LUSI, apakah karena drilling sumur BJP-1 atau
 karena
  gempa Yogya.
  
  Yang penting sekarang, apa langkah2 yang harus
  dilakukan oleh pemerintah
  sehubungan dengan bencana alam nasional tsb,
 saya
  sebut bencana alam
  nasional karena sudah berskala besar dampaknya.
  
  Sehingga pemerintah dalam hal ini harus bertindak
  tegas  cepat, jangan
  hanya me-nunggu2 hasil penyelidikan yang kurang
  jelas arahnya.  Apakah
  kontraktor harus disalahkan atau tidak, terus
  ditetapkan siapa yang harus
  mengganti-rugi kepada rakyat yang menjadi
 korbannya,
  karena sudah terlalu
  banyak kerugian yang diderita masyarakat,
 kehilangan
  rumah tempat tinggal,
  halaman, kebun  pohon-tanaman, pabrik, lapangan
  pekerjaan, sekolah2 
  tempat2/fasilitas2 umum lain terlalu banyak yang
  telah hilang.
  
  Dan diadakan program evakuasi permanen dengan
  menyiapkan lahan baru (kalau
  masih mungkin), atau dengan program transmigrasi
  sukarela, dll.  Yang
  penting harus ada langkah nyata dari pemerintah
  pusat (jangan hanya mau
  menerima bagi hasil produksi minyak-gasnya saja,
  kalau terjadi kerugian juga
  harus mau dibagi hasil dengan pemerintah pusat
 yaitu
  mau ikut menggantirugi,
  misalnya), bukan hanya menunggu  menunggu saja
 ...
  apalagi yang ditunggu ?
  nunggu sampai terjadi korban lebih banyak lagi,
  dimana mungkin bisa terjadi
  amblesan yang boleh jadi spektakuler atau pelan2,
  tapi yang jelas semua
  merugikan masyarakat setempat, cepat atau lambat.
  
  
  Wass,
  
  
  
  
  
  On 3/16/07, [EMAIL PROTECTED]
  [EMAIL PROTECTED] wrote:
  
  
   Sedikit komentar dan pendapat,
   Perbedaan pendapat dari penyebab lusi menurut
 saya
  bisa salah satunya
   disebabkan karena perbedaan background ilmu
  pengetahuan.
   Misalkan, karena saya seorang operation
 geologist,
  yang lebih sedikit tahu
   tentang drilling practice dibandingkan
 pengetahuan
  saya tentang geologi
   regional,
   Tentunya pendapat saya akan lebih condong bahwa
  penyebab LUSI adalah
   akibat pengeboran, apalagi setelah membaca data2
  pengeboran yang dipaparkan
   oleh saudara Sugeng Hartono (walaupun masih
  mungkin banyak data yang tidak
   diungkap).
  
   Walaupun secara pribadi, setelah membaca email2
  sebelumnya yang
   diantaranya dari Pak Awang, saya tidak menutup
  diri bahwa ada faktor lain
   penyebab lusi.
  
   Yang saya ingin tanyakan dan concern saya
 adalah,
  apakah 2 pendapat ini
   pada akhirnya akan berdampak besar kepada
  masyarakat.
   - Apakah pendapat 1, yang menyatakan bahwa lusi
  karena pengeboran atau
   kelalaian, membuat masyarakat lebih diuntungkan
  karena mendapat ganti rugi
   dari pihak terkait ?
   - Dan apakah pendapat 2, yang menyatakan bahwa
  lusi karena gempa atau
   bencana alam, membuat masyarakt dirugikan karena
  TIDAK mendapat ganti rugi,
   karena berarti tidak ada pihak yang harus
  bertanggung jawab?
  
   Jikalau ini konsekuensinya, tentu akan sangat
  berat sekali membenarkan
   salah satu pendapat bila tidak ada bukti yang
  sangat akurat
   Diperlukan team yang solid dari berbagai
 kalangan
  yang berbeda background
   pengetahuan dan bukan hanya interpretasi pribadi
  masing2.
  
   Mohon maaf kalau ada kata2 yang salah, hanya
  pendapat pribadi
  
   Salam
   Romdoni
  
  
  
  
  
 *edison sembiring [EMAIL PROTECTED]*
  
   03/16/2007 03:01 PM
   Please respond to iagi-net
  
   To:iagi-net@iagi.or.id
   cc:
   Subject:RE: [iagi-net-l]
 Respon-2
  Surat Terbuka Kepada
   Ketua Umum IAGI
  
  
  
  
   Perbedaan pendapat membuat semakin banyak
  solusi,
   walapun semuanya masih interpretasi dan
   asusmsi(kualitatif), bagi kita yang junior
 dengan
   mengikuti diskusi para senior2 kami semakin
 banyak
   tahu dan terkadang membuat semakin tidak ngeh
  .
   Seperti kata Ahli2 drilling sebelumnya, sangat
  penting
   untuk

Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-18 Terurut Topik Junrial Hairul Huzaen
maaf kalau sudah pernah dibahas sebelumnya.

kalau kita perhatikan, desa2 yang dipinggiran sungai
porong (kalau gak salah) di selatan BJP-1 masih
dipertahankan. mungkin lebih baik desa2 tersebut
'dikorbankan' sehingga aliran air LUSI bisa langsung
ke sungai. Tapi sebelum masuk sungai disaring dulu
dengan kerakal2 yang diikat dengan kawat, sehingga
lumpur tidak ikut terjun ke sungai. dan bila lumpur
sudah mengering bisa diambil sedikit demi sedikit. 

hal tersebut sebetulnya sudah lama diuraikan sama mas
Cahyo, orang Lapindo yang kebagian sibuk ngurusin
masalah2 surface. tapi mungkin karena beliau bukan
decision maker, jadi belm bisa terlaksana. 

kalau lumpur dibiarkan terus ke utara, akan semakin
banyak perumahan yang tenggelam. mungkin suatu saat
sampe kota sidoarjo.


--- nyoto - ke-el [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Memang problem pokoknya saat ini sebetulnya bukan
 apa penyebab terjadinya
 LUSI, apakah karena drilling sumur BJP-1 atau karena
 gempa Yogya.
 
 Yang penting sekarang, apa langkah2 yang harus
 dilakukan oleh pemerintah
 sehubungan dengan bencana alam nasional tsb, saya
 sebut bencana alam
 nasional karena sudah berskala besar dampaknya.
 
 Sehingga pemerintah dalam hal ini harus bertindak
 tegas  cepat, jangan
 hanya me-nunggu2 hasil penyelidikan yang kurang
 jelas arahnya.  Apakah
 kontraktor harus disalahkan atau tidak, terus
 ditetapkan siapa yang harus
 mengganti-rugi kepada rakyat yang menjadi korbannya,
 karena sudah terlalu
 banyak kerugian yang diderita masyarakat, kehilangan
 rumah tempat tinggal,
 halaman, kebun  pohon-tanaman, pabrik, lapangan
 pekerjaan, sekolah2 
 tempat2/fasilitas2 umum lain terlalu banyak yang
 telah hilang.
 
 Dan diadakan program evakuasi permanen dengan
 menyiapkan lahan baru (kalau
 masih mungkin), atau dengan program transmigrasi
 sukarela, dll.  Yang
 penting harus ada langkah nyata dari pemerintah
 pusat (jangan hanya mau
 menerima bagi hasil produksi minyak-gasnya saja,
 kalau terjadi kerugian juga
 harus mau dibagi hasil dengan pemerintah pusat yaitu
 mau ikut menggantirugi,
 misalnya), bukan hanya menunggu  menunggu saja ...
 apalagi yang ditunggu ?
 nunggu sampai terjadi korban lebih banyak lagi,
 dimana mungkin bisa terjadi
 amblesan yang boleh jadi spektakuler atau pelan2,
 tapi yang jelas semua
 merugikan masyarakat setempat, cepat atau lambat.
 
 
 Wass,
 
 
 
 
 
 On 3/16/07, [EMAIL PROTECTED]
 [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
 
  Sedikit komentar dan pendapat,
  Perbedaan pendapat dari penyebab lusi menurut saya
 bisa salah satunya
  disebabkan karena perbedaan background ilmu
 pengetahuan.
  Misalkan, karena saya seorang operation geologist,
 yang lebih sedikit tahu
  tentang drilling practice dibandingkan pengetahuan
 saya tentang geologi
  regional,
  Tentunya pendapat saya akan lebih condong bahwa
 penyebab LUSI adalah
  akibat pengeboran, apalagi setelah membaca data2
 pengeboran yang dipaparkan
  oleh saudara Sugeng Hartono (walaupun masih
 mungkin banyak data yang tidak
  diungkap).
 
  Walaupun secara pribadi, setelah membaca email2
 sebelumnya yang
  diantaranya dari Pak Awang, saya tidak menutup
 diri bahwa ada faktor lain
  penyebab lusi.
 
  Yang saya ingin tanyakan dan concern saya adalah,
 apakah 2 pendapat ini
  pada akhirnya akan berdampak besar kepada
 masyarakat.
  - Apakah pendapat 1, yang menyatakan bahwa lusi
 karena pengeboran atau
  kelalaian, membuat masyarakat lebih diuntungkan
 karena mendapat ganti rugi
  dari pihak terkait ?
  - Dan apakah pendapat 2, yang menyatakan bahwa
 lusi karena gempa atau
  bencana alam, membuat masyarakt dirugikan karena
 TIDAK mendapat ganti rugi,
  karena berarti tidak ada pihak yang harus
 bertanggung jawab?
 
  Jikalau ini konsekuensinya, tentu akan sangat
 berat sekali membenarkan
  salah satu pendapat bila tidak ada bukti yang
 sangat akurat
  Diperlukan team yang solid dari berbagai kalangan
 yang berbeda background
  pengetahuan dan bukan hanya interpretasi pribadi
 masing2.
 
  Mohon maaf kalau ada kata2 yang salah, hanya
 pendapat pribadi
 
  Salam
  Romdoni
 
 
 
 
 
*edison sembiring [EMAIL PROTECTED]*
 
  03/16/2007 03:01 PM
  Please respond to iagi-net
 
  To:iagi-net@iagi.or.id
  cc:
  Subject:RE: [iagi-net-l] Respon-2
 Surat Terbuka Kepada
  Ketua Umum IAGI
 
 
 
 
  Perbedaan pendapat membuat semakin banyak
 solusi,
  walapun semuanya masih interpretasi dan
  asusmsi(kualitatif), bagi kita yang junior dengan
  mengikuti diskusi para senior2 kami semakin banyak
  tahu dan terkadang membuat semakin tidak ngeh
 .
  Seperti kata Ahli2 drilling sebelumnya, sangat
 penting
  untuk mendapatkan data primer pengeboran BP1, yang
  sampai sekarang belum bisa diakses, mungkin dari
 sana
  akan banyak hal yang bisa diketahui dan
 kuantitatif.
 
 
  Salam,
  /Edison Sembiring
  Landmark AFRICA
 
 
 
  --- Witan Ardjakusumah
  [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
   Setuju pak Nyoto, perbedaan harus disyukuri ,
   tentunya tanpa tuduhan
   melakukan tindakan

RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-16 Terurut Topik edison sembiring
Perbedaan pendapat membuat semakin banyak solusi,
walapun semuanya masih interpretasi dan
asusmsi(kualitatif), bagi kita yang junior dengan
mengikuti diskusi para senior2 kami semakin banyak
tahu dan terkadang membuat semakin tidak ngeh .
Seperti kata Ahli2 drilling sebelumnya, sangat penting
untuk mendapatkan data primer pengeboran BP1, yang
sampai sekarang belum bisa diakses, mungkin dari sana
akan banyak hal yang bisa diketahui dan kuantitatif.


Salam,
/Edison Sembiring
Landmark AFRICA



--- Witan Ardjakusumah
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Setuju pak Nyoto, perbedaan harus disyukuri ,
 tentunya tanpa tuduhan
 melakukan tindakan sumir kepada pihak yang mempunyai
 pendapat yang
 berbeza
 
  
 
 Selamat berlibur panjang
 
 Wass.
 
 Witan
 
  
 
 
 
 From: nyoto - ke-el [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Friday, March 16, 2007 9:30 AM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka
 Kepada Ketua Umum IAGI
 
  
 
 Mas Arie, terima kasih komentarnya.
 
 Memang kalau saya ikut didalam penelitian/studinya,
 jelas komentar saya
 akan berbeda.  Semua kan tergantung dari apa yang
 kita lihat, sedang
 misalkan kita melihat barang yang sama aja,
 kesimpulan kita bisa juga
 saling berbeda, dan itulah perbedaan yang harus kita
 syukuri, karena
 kita telah diberikan akal olehNya untuk dipakai,
 dimana hasil buah
 pikiran kita bisa sama tetapi bisa juga berbeda ,
 kalau semua orang
 didunia ini berpikiran sama ... ya malah repot
 nantinya kan  ... 
  
 
 hevenaiswiken 
 
  
 
 wass,
 
  
 
  
 
  
 
 
  
 
 On 3/16/07, Arie Purba Tata
 [EMAIL PROTECTED] wrote: 
 
 Pak Nyoto, 
 
 Saya pribadi mlihat respon bapak, sepertinya bapak
 lebih ahli dan punya
 data yang cukup, sehingga dengan mudahnya langsung
 membantah, penelitian
 yang memang dilakukan, ada baiknya kalo bapak
 sendiri melakukan
 penelitian yang sama kemudian dipresentasikan,
 sehingga kita bisa lihat
 dengan lebih bijak permasalahan nya, apa yang bapak
 simpulkan di email
 sebelumnya, saya kira sama dengan kesimpulan yang
 diambil di acara yang
 diadakan IAGI kemaren hanya pada saat itu tidak di
 bilang presentage
 drilling BJP-1 lebih besar atau pun sebaliknya. 
 
  
 
  
 
 Wassalam 
 
 Arie
 
  
 
 
 
 From: nyoto - ke-el [mailto: [EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Friday, March 16, 2007 8:51 AM 
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka
 Kepada Ketua Umum IAGI
 
  
 
 Oohalah maas, interpretasi koq ambil analognya yang
 jauh2 sampai ribuan
 kilometer to mas.
 
 Wong sudah jelas ada data yang hanya beberapa puluh
 meter jaraknya, koq
 yang dipakai yang berribu2 kilometers, tambah
 semakin sumir dong nanti
 kesimpulannya mas .. hanya sebuah pendapat saja.
 
 
  
 
  
 
 wass,
 
  
 
 
 
  
 
 On 3/16/07, Awang Harun Satyana  [EMAIL PROTECTED]
 mailto:[EMAIL PROTECTED]  wrote: 
 
 Pak Rovicky,
 
 Kalau hanya melihat crossplot after-effect gempa
 dengan sumbu2 distance
 (terhadap episentrum) dan magnitude gempa memang
 LUSI jauh di posisi 
 anomaly, sehingga kita yang menafsirkannya langsung
 akan berkesimpulan
 LUSI jauh panggang dari api sebagai diakibatkan
 gempa.
 
 Tetapi, coba kita lihat slide2 selanjutnya dari
 Prof. Mori itu, bahwa 
 banyak after-effect gempa yang bisa menimbulkan
 banyak reaktivitas
 gejala geologi seperti geothermal dalam jarak ribuan
 km. Bahkan, saat
 gempa Sumatra Desember 2004, spring water level di
 Jepang terpengaruh
 dalam jarak sekitar 6000 km. 
 
 Lagipula, cross plot di atas itu tak pernah melihat
 bagaimana kondisi
 struktur bawah permukaan antara Pusat gempa dengan
 terjadinya
 after-effect. Kalau jaraknya  1000 km, dan
 magnitude  5 Mw, tetapi ada
 
 tectonic freeway di kerak Bumi antara episentrum dan
 tempat after-effect
 terjadi (mis bud volcano), maka saya pikir mud
 volcano akan tetap
 terjadi walau posisi plot-nya jauh ke atas garis
 batas di cross plot
 tersebut.
 
 Benar kata pak Rovicky, statistik penting, tetapi
 kita harus memeriksa
 satu demi satu karakteristiknya. Korelasi tak
 serta-merta bisa
 menunjukkan pembenaran suatu gejala sebab di geologi
 banyak parameter 
 yang variable-nya tak bisa dikuantifikasi.
 
 Salam,
 awang
 
 -Original Message-
 From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:
 [EMAIL PROTECTED]
 mailto:[EMAIL PROTECTED] ]
 Sent: Wednesday, March 14, 2007 10:05 C++ 
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka
 Kepada Ketua Umum IAGI 
 
 Menghubungkan gempa dengan semburan memang bukan hal
 tidak mungkin
 karena secara statistik memang ada didaerah lain
 yang menunjukkan hal
 itu. Tentusaja sebagai geologi tidak serta merta
 menggunakan data 
 statistik, karena setiap data memilki karakteristik
 sendiri-sendiri.
 Setiap data point memilki attribut-attribut sehingga
 memenuhi 
 persyaratan untuk menunjukkan korespondensi
 (relasi).
 
 Dalam hal gempa menyebabkan reaktivasi semburan mud
 volkano bisa 
 dilihat persyaratannya yang dilihat

RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-16 Terurut Topik romdoni
Sedikit komentar dan pendapat, 
Perbedaan pendapat dari penyebab lusi menurut saya bisa salah satunya 
disebabkan karena perbedaan background ilmu pengetahuan.
Misalkan, karena saya seorang operation geologist, yang lebih sedikit tahu 
tentang drilling practice dibandingkan pengetahuan saya tentang geologi 
regional, 
Tentunya pendapat saya akan lebih condong bahwa penyebab LUSI adalah 
akibat pengeboran, apalagi setelah membaca data2 pengeboran yang 
dipaparkan oleh saudara Sugeng Hartono (walaupun masih mungkin banyak data 
yang tidak diungkap).

Walaupun secara pribadi, setelah membaca email2 sebelumnya yang 
diantaranya dari Pak Awang, saya tidak menutup diri bahwa ada faktor lain 
penyebab lusi.

Yang saya ingin tanyakan dan concern saya adalah, apakah 2 pendapat ini 
pada akhirnya akan berdampak besar kepada masyarakat.
- Apakah pendapat 1, yang menyatakan bahwa lusi karena pengeboran atau 
kelalaian, membuat masyarakat lebih diuntungkan karena mendapat ganti rugi 
dari pihak terkait ?
- Dan apakah pendapat 2, yang menyatakan bahwa lusi karena gempa atau 
bencana alam, membuat masyarakt dirugikan karena TIDAK mendapat ganti 
rugi, karena berarti tidak ada pihak yang harus bertanggung jawab?

Jikalau ini konsekuensinya, tentu akan sangat berat sekali membenarkan 
salah satu pendapat bila tidak ada bukti yang sangat akurat 
Diperlukan team yang solid dari berbagai kalangan yang berbeda background 
pengetahuan dan bukan hanya interpretasi pribadi masing2.

Mohon maaf kalau ada kata2 yang salah, hanya pendapat pribadi

Salam
Romdoni


 




edison sembiring [EMAIL PROTECTED]
03/16/2007 03:01 PM
Please respond to iagi-net

 
To: iagi-net@iagi.or.id
cc: 
Subject:RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua 
Umum IAGI


Perbedaan pendapat membuat semakin banyak solusi,
walapun semuanya masih interpretasi dan
asusmsi(kualitatif), bagi kita yang junior dengan
mengikuti diskusi para senior2 kami semakin banyak
tahu dan terkadang membuat semakin tidak ngeh .
Seperti kata Ahli2 drilling sebelumnya, sangat penting
untuk mendapatkan data primer pengeboran BP1, yang
sampai sekarang belum bisa diakses, mungkin dari sana
akan banyak hal yang bisa diketahui dan kuantitatif.


Salam,
/Edison Sembiring
Landmark AFRICA



--- Witan Ardjakusumah
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Setuju pak Nyoto, perbedaan harus disyukuri ,
 tentunya tanpa tuduhan
 melakukan tindakan sumir kepada pihak yang mempunyai
 pendapat yang
 berbeza
 
 
 
 Selamat berlibur panjang
 
 Wass.
 
 Witan
 
 
 
 
 
 From: nyoto - ke-el [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Friday, March 16, 2007 9:30 AM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka
 Kepada Ketua Umum IAGI
 
 
 
 Mas Arie, terima kasih komentarnya.
 
 Memang kalau saya ikut didalam penelitian/studinya,
 jelas komentar saya
 akan berbeda.  Semua kan tergantung dari apa yang
 kita lihat, sedang
 misalkan kita melihat barang yang sama aja,
 kesimpulan kita bisa juga
 saling berbeda, dan itulah perbedaan yang harus kita
 syukuri, karena
 kita telah diberikan akal olehNya untuk dipakai,
 dimana hasil buah
 pikiran kita bisa sama tetapi bisa juga berbeda ,
 kalau semua orang
 didunia ini berpikiran sama ... ya malah repot
 nantinya kan  ... 
 
 
 hevenaiswiken 
 
 
 
 wass,
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 On 3/16/07, Arie Purba Tata
 [EMAIL PROTECTED] wrote: 
 
 Pak Nyoto, 
 
 Saya pribadi mlihat respon bapak, sepertinya bapak
 lebih ahli dan punya
 data yang cukup, sehingga dengan mudahnya langsung
 membantah, penelitian
 yang memang dilakukan, ada baiknya kalo bapak
 sendiri melakukan
 penelitian yang sama kemudian dipresentasikan,
 sehingga kita bisa lihat
 dengan lebih bijak permasalahan nya, apa yang bapak
 simpulkan di email
 sebelumnya, saya kira sama dengan kesimpulan yang
 diambil di acara yang
 diadakan IAGI kemaren hanya pada saat itu tidak di
 bilang presentage
 drilling BJP-1 lebih besar atau pun sebaliknya. 
 
 
 
 
 
 Wassalam 
 
 Arie
 
 
 
 
 
 From: nyoto - ke-el [mailto: [EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Friday, March 16, 2007 8:51 AM 
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka
 Kepada Ketua Umum IAGI
 
 
 
 Oohalah maas, interpretasi koq ambil analognya yang
 jauh2 sampai ribuan
 kilometer to mas.
 
 Wong sudah jelas ada data yang hanya beberapa puluh
 meter jaraknya, koq
 yang dipakai yang berribu2 kilometers, tambah
 semakin sumir dong nanti
 kesimpulannya mas .. hanya sebuah pendapat saja.
 
 
 
 
 
 
 wass,
 
 
 
 
 
 
 
 On 3/16/07, Awang Harun Satyana  [EMAIL PROTECTED]
 mailto:[EMAIL PROTECTED]  wrote: 
 
 Pak Rovicky,
 
 Kalau hanya melihat crossplot after-effect gempa
 dengan sumbu2 distance
 (terhadap episentrum) dan magnitude gempa memang
 LUSI jauh di posisi 
 anomaly, sehingga kita yang menafsirkannya langsung
 akan berkesimpulan
 LUSI jauh panggang dari api sebagai diakibatkan
 gempa.
 
 Tetapi, coba kita lihat

Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-16 Terurut Topik aris setiawan

Bapak Edison Yth -

Saya juga kurang tahu, kok kita lebih suka berbeda pendapat berbusa-busa
yang kadang cenderung menjadi saling menyalahkan dan/atau mencari kambing
hitam. Yang pada akhirnya berujung pada duit, proyek, opportunity dan lain
sebagainya. Kita semua adalah manusia jadi selalu salah dan alpa, tapi tidak
perlu untuk selalu saling menyalahkan.

Saya justru setuju dengan keyword yang anda lontarkan, yaitu solusi.
Karena kita bersilang pendapat seperti ini, tetapi yang dibutuhkan rakyat
adalh solusi-nya. Tanpa ada solusi, maka perbincangan kita hanya menjadi
buih di tengah samudera.

Rakyat Sidoarjo sudah cukup mederita, jadi alangkah baiknya kalau kita mulai
berpikir ke depan mencari solusi dan antisipasi bencana yang mungkin akan
terjadi. Saya juga nggak tahu bagaimana persisnya, tetapi misalkan studi
tentang tektonik modern bisa membantu mengantisipasi daerah mana yang rawan.
Selain itu, lesson learned juga harus disebarluaskan sehingga secara
teknikal bisa dipelajari oleh ahli-ahli geologi di Indonesia untuk
proyek-proyek lain.

Salam -

Aris


2007/3/16, edison sembiring [EMAIL PROTECTED]:


Perbedaan pendapat membuat semakin banyak solusi,
walapun semuanya masih interpretasi dan
asusmsi(kualitatif), bagi kita yang junior dengan
mengikuti diskusi para senior2 kami semakin banyak
tahu dan terkadang membuat semakin tidak ngeh .
Seperti kata Ahli2 drilling sebelumnya, sangat penting
untuk mendapatkan data primer pengeboran BP1, yang
sampai sekarang belum bisa diakses, mungkin dari sana
akan banyak hal yang bisa diketahui dan kuantitatif.


Salam,
/Edison Sembiring
Landmark AFRICA




RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-16 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Pak Romdoni,
 
Saya pikir perbedaan pendapat itu tak akan berpengaruh banyak kepada
masyarakat Sidoarjo. Bila ini murni bencana alam maka Pemerintah yang
harus mengganti kerugian masyarakat (seperti bencana alam gempa). Bila
ini murni karena pemboran Banjar Panji-1 maka kontraktor Lapindo lah
yang menggantinya. Buat Lapindo pun gak terlalu beda, bila ini alam, ia
akan di-cost recovery, bila ini akibat pemboran yang human error maka ia
tak akan di-cost recovery (tapi asuransi akan menggantinya). 
Barangkali terjadi perbedaan dalam  kecepatan pembayaran ganti rugi,
bisakah Pemerintah segera mengganti ganti rugi masyarakat bila ini
bencana alam, sebab dana bencana Pemerintah pun sangat terbatas. Maka
untuk sementara, ditalangi Lapindo entah ia bersalah atau tidak atau
barangkali setengah bersalah ?? Sulit memang, harus ada keputusan hitam
putih sementara masalahnya ada di wilayah abu2.
 
Salam,
awang
 
-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, March 16, 2007 3:31 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI
 

Sedikit komentar dan pendapat, 
Perbedaan pendapat dari penyebab lusi menurut saya bisa salah satunya
disebabkan karena perbedaan background ilmu pengetahuan. 
Misalkan, karena saya seorang operation geologist, yang lebih sedikit
tahu tentang drilling practice dibandingkan pengetahuan saya tentang
geologi regional,   
Tentunya pendapat saya akan lebih condong bahwa penyebab LUSI adalah
akibat pengeboran, apalagi setelah membaca data2 pengeboran yang
dipaparkan oleh saudara Sugeng Hartono (walaupun masih mungkin banyak
data yang tidak diungkap). 

Walaupun secara pribadi, setelah membaca email2 sebelumnya yang
diantaranya dari Pak Awang, saya tidak menutup diri bahwa ada faktor
lain penyebab lusi. 

Yang saya ingin tanyakan dan concern saya adalah, apakah 2 pendapat ini
pada akhirnya akan berdampak besar kepada masyarakat. 
- Apakah pendapat 1, yang menyatakan bahwa lusi karena pengeboran atau
kelalaian, membuat masyarakat lebih diuntungkan karena mendapat ganti
rugi dari pihak terkait ? 
- Dan apakah pendapat 2, yang menyatakan bahwa lusi karena gempa atau
bencana alam, membuat masyarakt dirugikan karena TIDAK mendapat ganti
rugi, karena berarti tidak ada pihak yang harus bertanggung jawab? 

Jikalau ini konsekuensinya, tentu akan sangat berat sekali membenarkan
salah satu pendapat bila tidak ada bukti yang sangat akurat 
Diperlukan team yang solid dari berbagai kalangan yang berbeda
background pengetahuan dan bukan hanya interpretasi pribadi masing2. 

Mohon maaf kalau ada kata2 yang salah, hanya pendapat pribadi 

Salam 
Romdoni 


  



 
edison sembiring [EMAIL PROTECTED] 
03/16/2007 03:01 PM 
Please respond to iagi-net 

To:iagi-net@iagi.or.id 
cc: 
Subject:RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada
Ketua Umum IAGI



Perbedaan pendapat membuat semakin banyak solusi,
walapun semuanya masih interpretasi dan
asusmsi(kualitatif), bagi kita yang junior dengan
mengikuti diskusi para senior2 kami semakin banyak
tahu dan terkadang membuat semakin tidak ngeh .
Seperti kata Ahli2 drilling sebelumnya, sangat penting
untuk mendapatkan data primer pengeboran BP1, yang
sampai sekarang belum bisa diakses, mungkin dari sana
akan banyak hal yang bisa diketahui dan kuantitatif.


Salam,
/Edison Sembiring
Landmark AFRICA



--- Witan Ardjakusumah
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Setuju pak Nyoto, perbedaan harus disyukuri ,
 tentunya tanpa tuduhan
 melakukan tindakan sumir kepada pihak yang mempunyai
 pendapat yang
 berbeza
 
  
 
 Selamat berlibur panjang
 
 Wass.
 
 Witan
 
  
 
 
 
 From: nyoto - ke-el [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Friday, March 16, 2007 9:30 AM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka
 Kepada Ketua Umum IAGI
 
  
 
 Mas Arie, terima kasih komentarnya.
 
 Memang kalau saya ikut didalam penelitian/studinya,
 jelas komentar saya
 akan berbeda.  Semua kan tergantung dari apa yang
 kita lihat, sedang
 misalkan kita melihat barang yang sama aja,
 kesimpulan kita bisa juga
 saling berbeda, dan itulah perbedaan yang harus kita
 syukuri, karena
 kita telah diberikan akal olehNya untuk dipakai,
 dimana hasil buah
 pikiran kita bisa sama tetapi bisa juga berbeda ,
 kalau semua orang
 didunia ini berpikiran sama ... ya malah repot
 nantinya kan  ... 
  
 
 hevenaiswiken 
 
  
 
 wass,
 
  
 
  
 
  
 
 
  
 
 On 3/16/07, Arie Purba Tata
 [EMAIL PROTECTED] wrote: 
 
 Pak Nyoto, 
 
 Saya pribadi mlihat respon bapak, sepertinya bapak
 lebih ahli dan punya
 data yang cukup, sehingga dengan mudahnya langsung
 membantah, penelitian
 yang memang dilakukan, ada baiknya kalo bapak
 sendiri melakukan
 penelitian yang sama kemudian dipresentasikan,
 sehingga kita bisa lihat
 dengan lebih bijak permasalahan nya, apa yang bapak
 simpulkan di email
 sebelumnya, saya kira sama dengan

Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-16 Terurut Topik benyamin sembiring

salam,

Pak Awang,
Sepengetahun saya apabila terjadi bencana alam, pemerintah tidak pernah
mengganti rugi terhadap kerugian masarakat. Yang ada pemerintah mengeluarkan
dana APBN untuk memperbaiki/menormalkan kembali kehidupan masyarakat. Kalau
bencana alam, jumlahnya sesuai dengan kemampuan pemerintah. Bisa kita lihat
tsunami aceh, gempa jogja semua bencana alam dan pemerintah tidak pernah
mengganti tapi membantu.
Bahkan belum ada juga bencana alam yang diganti rugi oleh pihak suasta, jadi
pernyataan Lapindo kalau mereka akan mengganti rugi semua, artinyakan sudah
jelas.

Tapi kalau itu akibat Lapindo yang menurut Pak Awang akan dibayarkan ke oleh
Lapindo (dan lapindo pun tidak akan dirugikan karena asuransi) maka lebih
baik rasanya kalau kejadian itu diakibatkan oleh Lapindo
Mengapa :
1. Pemerintah tak perlu mengeluarkan uang untuk menganti rugi artinya APBN
kita tidak terkuras
2. Lapindopun tidak rugi karena ada asuransi
3. Masarakat mendapat ganti rugi sesuai dengan harga pasar, bukan sesuai
kemampuan Lapindo
4. Proses pembayaran pun akan lebih cepat

Jadi tunggu apa lagi
Masyarakat sudah lama menanti agar Lapindo bisa mengganti rugi


salam
benz




Pada tanggal 16/03/07, Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] menulis:


 Pak Romdoni,



Saya pikir perbedaan pendapat itu tak akan berpengaruh banyak kepada
masyarakat Sidoarjo. Bila ini murni bencana alam maka Pemerintah yang
harus mengganti kerugian masyarakat (seperti bencana alam gempa). Bila ini
murni karena pemboran Banjar Panji-1 maka kontraktor Lapindo lah yang
menggantinya. Buat Lapindo pun gak terlalu beda, bila ini alam, ia akan
di-cost recovery, bila ini akibat pemboran yang human error maka ia tak akan
di-cost recovery (tapi asuransi akan menggantinya).

Barangkali terjadi perbedaan dalam  kecepatan pembayaran ganti rugi,
bisakah Pemerintah segera mengganti ganti rugi masyarakat bila ini bencana
alam, sebab dana bencana Pemerintah pun sangat terbatas. Maka untuk
sementara, ditalangi Lapindo entah ia bersalah atau tidak atau barangkali
setengah bersalah ?? Sulit memang, harus ada keputusan hitam putih sementara
masalahnya ada di wilayah abu2.



Salam,

awang



-Original Message-
*From:* [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
*Sent**:* Friday, March 16, 2007 3:31 C++
*To:* iagi-net@iagi.or.id
*Subject:* RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI




Sedikit komentar dan pendapat,
Perbedaan pendapat dari penyebab lusi menurut saya bisa salah satunya
disebabkan karena perbedaan background ilmu pengetahuan.
Misalkan, karena saya seorang operation geologist, yang lebih sedikit tahu
tentang drilling practice dibandingkan pengetahuan saya tentang geologi
regional,
Tentunya pendapat saya akan lebih condong bahwa penyebab LUSI adalah
akibat pengeboran, apalagi setelah membaca data2 pengeboran yang dipaparkan
oleh saudara Sugeng Hartono (walaupun masih mungkin banyak data yang tidak
diungkap).

Walaupun secara pribadi, setelah membaca email2 sebelumnya yang
diantaranya dari Pak Awang, saya tidak menutup diri bahwa ada faktor lain
penyebab lusi.

Yang saya ingin tanyakan dan concern saya adalah, apakah 2 pendapat ini
pada akhirnya akan berdampak besar kepada masyarakat.
- Apakah pendapat 1, yang menyatakan bahwa lusi karena pengeboran atau
kelalaian, membuat masyarakat lebih diuntungkan karena mendapat ganti rugi
dari pihak terkait ?
- Dan apakah pendapat 2, yang menyatakan bahwa lusi karena gempa atau
bencana alam, membuat masyarakt dirugikan karena TIDAK mendapat ganti rugi,
karena berarti tidak ada pihak yang harus bertanggung jawab?

Jikalau ini konsekuensinya, tentu akan sangat berat sekali membenarkan
salah satu pendapat bila tidak ada bukti yang sangat akurat
Diperlukan team yang solid dari berbagai kalangan yang berbeda background
pengetahuan dan bukan hanya interpretasi pribadi masing2.

Mohon maaf kalau ada kata2 yang salah, hanya pendapat pribadi

Salam
Romdoni






*edison sembiring [EMAIL PROTECTED]*

03/16/2007 03:01 PM
Please respond to iagi-net


To:iagi-net@iagi.or.id
cc:
Subject:RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada
Ketua Umum IAGI




Perbedaan pendapat membuat semakin banyak solusi,
walapun semuanya masih interpretasi dan
asusmsi(kualitatif), bagi kita yang junior dengan
mengikuti diskusi para senior2 kami semakin banyak
tahu dan terkadang membuat semakin tidak ngeh .
Seperti kata Ahli2 drilling sebelumnya, sangat penting
untuk mendapatkan data primer pengeboran BP1, yang
sampai sekarang belum bisa diakses, mungkin dari sana
akan banyak hal yang bisa diketahui dan kuantitatif.


Salam,
/Edison Sembiring
Landmark AFRICA



--- Witan Ardjakusumah
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Setuju pak Nyoto, perbedaan harus disyukuri ,
 tentunya tanpa tuduhan
 melakukan tindakan sumir kepada pihak yang mempunyai
 pendapat yang
 berbeza



 Selamat berlibur panjang

 Wass.

 Witan



 

 From: nyoto - ke-el [mailto:[EMAIL PROTECTED

RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-16 Terurut Topik Winderasta, Wikan (wikanw)
Sekedar usulan dan sumbang saran...mungkin sebenarnya sudah menjadi
agenda Timnas penanggulangan lumpur. Saya harapkan demikian, karena saya
tetap percaya kepada timnas.
 
Solusinya ada 3 dalam kaitan faktor alam (geologis kan nggak ngurusin
ganti untung/rugi kan), yaitu:
 
1. Menyetop semburan atau paling kurang mengurangi intensitasnya. Hal
ini yang sudah sangat intens diusahakan oleh timnas Penanggulangan
lumpur. Kalau berhasil alhamdulillah, kalau nggak ya namanya usaha.
 
2. Evakuasi/relokasi penduduk dan infrastruktur terkait dengan luasan
daerah genangan dan amblesan. Nah ini perlu studi prediksi/pemodelan dan
usaha surveillance yang harus dilakukan oleh instansi yang konsisten
terus bekerja. Nggak bisa nungguin voluntary, apa gunanya anggaran
negara kalau bukan untuk kebaikan rakyat. Dan ada payung hukum untuk
enforcement evakuasi/relokasi. 
 
3. Pengambilan keputusan mengenai material lumpur yang ada : mau dibuang
ke laut atau dibiarkan saja tergenang jadi danau lumpur (termasuk
potensi pemanfaatannya dan penataan ruang juga).
 
Kalau masih ada energi, studi penyebab mud-volcano dan antisipasi agar
tidak terulang juga bisa menjadi solusi tambahan terutama untuk
kepentingan hukum dan bisnis.
 
salam,
ww



From: nyoto - ke-el [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, March 16, 2007 3:54 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI


Memang problem pokoknya saat ini sebetulnya bukan apa penyebab
terjadinya LUSI, apakah karena drilling sumur BJP-1 atau karena gempa
Yogya.
 
Yang penting sekarang, apa langkah2 yang harus dilakukan oleh pemerintah
sehubungan dengan bencana alam nasional tsb, saya sebut bencana alam
nasional karena sudah berskala besar dampaknya. 
 
Sehingga pemerintah dalam hal ini harus bertindak tegas  cepat, jangan
hanya me-nunggu2 hasil penyelidikan yang kurang jelas arahnya.  Apakah
kontraktor harus disalahkan atau tidak, terus ditetapkan siapa yang
harus mengganti-rugi kepada rakyat yang menjadi korbannya, karena sudah
terlalu banyak kerugian yang diderita masyarakat, kehilangan rumah
tempat tinggal, halaman, kebun  pohon-tanaman, pabrik, lapangan
pekerjaan, sekolah2  tempat2/fasilitas2 umum lain terlalu banyak yang
telah hilang. 
 
Dan diadakan program evakuasi permanen dengan menyiapkan lahan baru
(kalau masih mungkin), atau dengan program transmigrasi sukarela, dll.
Yang penting harus ada langkah nyata dari pemerintah pusat (jangan hanya
mau menerima bagi hasil produksi minyak-gasnya saja, kalau terjadi
kerugian juga harus mau dibagi hasil dengan pemerintah pusat yaitu mau
ikut menggantirugi, misalnya), bukan hanya menunggu  menunggu saja ...
apalagi yang ditunggu ? nunggu sampai terjadi korban lebih banyak lagi,
dimana mungkin bisa terjadi amblesan yang boleh jadi spektakuler atau
pelan2, tapi yang jelas semua merugikan masyarakat setempat, cepat atau
lambat. 
 
 
Wass,
 
 


 
On 3/16/07, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] 
wrote: 


Sedikit komentar dan pendapat, 
Perbedaan pendapat dari penyebab lusi menurut saya bisa salah
satunya disebabkan karena perbedaan background ilmu pengetahuan. 
Misalkan, karena saya seorang operation geologist, yang lebih
sedikit tahu tentang drilling practice dibandingkan pengetahuan saya
tentang geologi regional,   
Tentunya pendapat saya akan lebih condong bahwa penyebab LUSI
adalah akibat pengeboran, apalagi setelah membaca data2 pengeboran yang
dipaparkan oleh saudara Sugeng Hartono (walaupun masih mungkin banyak
data yang tidak diungkap). 

Walaupun secara pribadi, setelah membaca email2 sebelumnya yang
diantaranya dari Pak Awang, saya tidak menutup diri bahwa ada faktor
lain penyebab lusi. 

Yang saya ingin tanyakan dan concern saya adalah, apakah 2
pendapat ini pada akhirnya akan berdampak besar kepada masyarakat. 
- Apakah pendapat 1, yang menyatakan bahwa lusi karena
pengeboran atau kelalaian, membuat masyarakat lebih diuntungkan karena
mendapat ganti rugi dari pihak terkait ? 
- Dan apakah pendapat 2, yang menyatakan bahwa lusi karena gempa
atau bencana alam, membuat masyarakt dirugikan karena TIDAK mendapat
ganti rugi, karena berarti tidak ada pihak yang harus bertanggung jawab?


Jikalau ini konsekuensinya, tentu akan sangat berat sekali
membenarkan salah satu pendapat bila tidak ada bukti yang sangat akurat 
Diperlukan team yang solid dari berbagai kalangan yang berbeda
background pengetahuan dan bukan hanya interpretasi pribadi masing2. 

Mohon maaf kalau ada kata2 yang salah, hanya pendapat pribadi 

Salam 
Romdoni 


  



edison sembiring [EMAIL PROTECTED] 

03/16/2007 03:01 PM 
Please respond to iagi-net 



To:iagi-net@iagi.or.id 
cc: 
Subject:RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada

RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-16 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Pak Romdoni dan Pak Benz,
 
Ya, maksudnya bantuan Pemerintah, bukan ganti rugi. Pak Benz, kalau mau
menyalahkan si ini atau si itu dan gak peduli dengan sebenarnya
bagaimana saya pikir itu proses pengkambinghitaman, atau sarat muatan
politis..
 
Selamat berlibur panjang,
awang
 
-Original Message-
From: benyamin sembiring [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, March 16, 2007 4:00 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI
 
salam,

Pak Awang,
Sepengetahun saya apabila terjadi bencana alam, pemerintah tidak pernah
mengganti rugi terhadap kerugian masarakat. Yang ada pemerintah
mengeluarkan dana APBN untuk memperbaiki/menormalkan kembali kehidupan
masyarakat. Kalau bencana alam, jumlahnya sesuai dengan kemampuan
pemerintah. Bisa kita lihat tsunami aceh, gempa jogja semua bencana alam
dan pemerintah tidak pernah mengganti tapi membantu. 
Bahkan belum ada juga bencana alam yang diganti rugi oleh pihak suasta,
jadi pernyataan Lapindo kalau mereka akan mengganti rugi semua,
artinyakan sudah jelas.

Tapi kalau itu akibat Lapindo yang menurut Pak Awang akan dibayarkan ke
oleh Lapindo (dan lapindo pun tidak akan dirugikan karena asuransi) maka
lebih baik rasanya kalau kejadian itu diakibatkan oleh Lapindo 
Mengapa :
1. Pemerintah tak perlu mengeluarkan uang untuk menganti rugi artinya
APBN kita tidak terkuras
2. Lapindopun tidak rugi karena ada asuransi
3. Masarakat mendapat ganti rugi sesuai dengan harga pasar, bukan sesuai
kemampuan Lapindo 
4. Proses pembayaran pun akan lebih cepat

Jadi tunggu apa lagi
Masyarakat sudah lama menanti agar Lapindo bisa mengganti rugi


salam
benz




Pada tanggal 16/03/07, Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] menulis:
Pak Romdoni,
 
Saya pikir perbedaan pendapat itu tak akan berpengaruh banyak kepada
masyarakat Sidoarjo. Bila ini murni bencana alam maka Pemerintah yang
harus mengganti kerugian masyarakat (seperti bencana alam gempa). Bila
ini murni karena pemboran Banjar Panji-1 maka kontraktor Lapindo lah
yang menggantinya. Buat Lapindo pun gak terlalu beda, bila ini alam, ia
akan di-cost recovery, bila ini akibat pemboran yang human error maka ia
tak akan di-cost recovery (tapi asuransi akan menggantinya). 
Barangkali terjadi perbedaan dalam  kecepatan pembayaran ganti rugi,
bisakah Pemerintah segera mengganti ganti rugi masyarakat bila ini
bencana alam, sebab dana bencana Pemerintah pun sangat terbatas. Maka
untuk sementara, ditalangi Lapindo entah ia bersalah atau tidak atau
barangkali setengah bersalah ?? Sulit memang, harus ada keputusan hitam
putih sementara masalahnya ada di wilayah abu2.
 
Salam,
awang
 
-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, March 16, 2007 3:31 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI
 

Sedikit komentar dan pendapat, 
Perbedaan pendapat dari penyebab lusi menurut saya bisa salah satunya
disebabkan karena perbedaan background ilmu pengetahuan. 
Misalkan, karena saya seorang operation geologist, yang lebih sedikit
tahu tentang drilling practice dibandingkan pengetahuan saya tentang
geologi regional,   
Tentunya pendapat saya akan lebih condong bahwa penyebab LUSI adalah
akibat pengeboran, apalagi setelah membaca data2 pengeboran yang
dipaparkan oleh saudara Sugeng Hartono (walaupun masih mungkin banyak
data yang tidak diungkap). 

Walaupun secara pribadi, setelah membaca email2 sebelumnya yang
diantaranya dari Pak Awang, saya tidak menutup diri bahwa ada faktor
lain penyebab lusi. 

Yang saya ingin tanyakan dan concern saya adalah, apakah 2 pendapat ini
pada akhirnya akan berdampak besar kepada masyarakat. 
- Apakah pendapat 1, yang menyatakan bahwa lusi karena pengeboran atau
kelalaian, membuat masyarakat lebih diuntungkan karena mendapat ganti
rugi dari pihak terkait ? 
- Dan apakah pendapat 2, yang menyatakan bahwa lusi karena gempa atau
bencana alam, membuat masyarakt dirugikan karena TIDAK mendapat ganti
rugi, karena berarti tidak ada pihak yang harus bertanggung jawab? 

Jikalau ini konsekuensinya, tentu akan sangat berat sekali membenarkan
salah satu pendapat bila tidak ada bukti yang sangat akurat 
Diperlukan team yang solid dari berbagai kalangan yang berbeda
background pengetahuan dan bukan hanya interpretasi pribadi masing2. 

Mohon maaf kalau ada kata2 yang salah, hanya pendapat pribadi 

Salam 
Romdoni 


  

 
edison sembiring [EMAIL PROTECTED] 
03/16/2007 03:01 PM 
Please respond to iagi-net 

To:iagi-net@iagi.or.id 
cc: 
Subject:RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada
Ketua Umum IAGI



Perbedaan pendapat membuat semakin banyak solusi,
walapun semuanya masih interpretasi dan
asusmsi(kualitatif), bagi kita yang junior dengan
mengikuti diskusi para senior2 kami semakin banyak
tahu dan terkadang membuat semakin tidak ngeh .
Seperti kata Ahli2 drilling sebelumnya, sangat penting
untuk mendapatkan

RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-16 Terurut Topik edison sembiring
Tapi tidak tertutup kemungkinan ada muatan politisnya
juga kan Pak Awang .

Salam,
/Eds

--- Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Pak Romdoni dan Pak Benz,
  
 Ya, maksudnya bantuan Pemerintah, bukan ganti rugi.
 Pak Benz, kalau mau
 menyalahkan si ini atau si itu dan gak peduli dengan
 sebenarnya
 bagaimana saya pikir itu proses pengkambinghitaman,
 atau sarat muatan
 politis..
  
 Selamat berlibur panjang,
 awang
  
 -Original Message-
 From: benyamin sembiring
 [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Friday, March 16, 2007 4:00 C++
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka
 Kepada Ketua Umum IAGI
  
 salam,
 
 Pak Awang,
 Sepengetahun saya apabila terjadi bencana alam,
 pemerintah tidak pernah
 mengganti rugi terhadap kerugian masarakat. Yang ada
 pemerintah
 mengeluarkan dana APBN untuk memperbaiki/menormalkan
 kembali kehidupan
 masyarakat. Kalau bencana alam, jumlahnya sesuai
 dengan kemampuan
 pemerintah. Bisa kita lihat tsunami aceh, gempa
 jogja semua bencana alam
 dan pemerintah tidak pernah mengganti tapi membantu.
 
 Bahkan belum ada juga bencana alam yang diganti rugi
 oleh pihak suasta,
 jadi pernyataan Lapindo kalau mereka akan mengganti
 rugi semua,
 artinyakan sudah jelas.
 
 Tapi kalau itu akibat Lapindo yang menurut Pak Awang
 akan dibayarkan ke
 oleh Lapindo (dan lapindo pun tidak akan dirugikan
 karena asuransi) maka
 lebih baik rasanya kalau kejadian itu diakibatkan
 oleh Lapindo 
 Mengapa :
 1. Pemerintah tak perlu mengeluarkan uang untuk
 menganti rugi artinya
 APBN kita tidak terkuras
 2. Lapindopun tidak rugi karena ada asuransi
 3. Masarakat mendapat ganti rugi sesuai dengan harga
 pasar, bukan sesuai
 kemampuan Lapindo 
 4. Proses pembayaran pun akan lebih cepat
 
 Jadi tunggu apa lagi
 Masyarakat sudah lama menanti agar Lapindo bisa
 mengganti rugi
 
 
 salam
 benz
 
 
 
 
 Pada tanggal 16/03/07, Awang Harun Satyana
 [EMAIL PROTECTED] menulis:
 Pak Romdoni,
  
 Saya pikir perbedaan pendapat itu tak akan
 berpengaruh banyak kepada
 masyarakat Sidoarjo. Bila ini murni bencana alam
 maka Pemerintah yang
 harus mengganti kerugian masyarakat (seperti bencana
 alam gempa). Bila
 ini murni karena pemboran Banjar Panji-1 maka
 kontraktor Lapindo lah
 yang menggantinya. Buat Lapindo pun gak terlalu
 beda, bila ini alam, ia
 akan di-cost recovery, bila ini akibat pemboran yang
 human error maka ia
 tak akan di-cost recovery (tapi asuransi akan
 menggantinya). 
 Barangkali terjadi perbedaan dalam  kecepatan
 pembayaran ganti rugi,
 bisakah Pemerintah segera mengganti ganti rugi
 masyarakat bila ini
 bencana alam, sebab dana bencana Pemerintah pun
 sangat terbatas. Maka
 untuk sementara, ditalangi Lapindo entah ia bersalah
 atau tidak atau
 barangkali setengah bersalah ?? Sulit memang, harus
 ada keputusan hitam
 putih sementara masalahnya ada di wilayah abu2.
  
 Salam,
 awang
  
 -Original Message-
 From: [EMAIL PROTECTED]
 [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Friday, March 16, 2007 3:31 C++
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka
 Kepada Ketua Umum IAGI
  
 
 Sedikit komentar dan pendapat, 
 Perbedaan pendapat dari penyebab lusi menurut saya
 bisa salah satunya
 disebabkan karena perbedaan background ilmu
 pengetahuan. 
 Misalkan, karena saya seorang operation geologist,
 yang lebih sedikit
 tahu tentang drilling practice dibandingkan
 pengetahuan saya tentang
 geologi regional,   
 Tentunya pendapat saya akan lebih condong bahwa
 penyebab LUSI adalah
 akibat pengeboran, apalagi setelah membaca data2
 pengeboran yang
 dipaparkan oleh saudara Sugeng Hartono (walaupun
 masih mungkin banyak
 data yang tidak diungkap). 
 
 Walaupun secara pribadi, setelah membaca email2
 sebelumnya yang
 diantaranya dari Pak Awang, saya tidak menutup diri
 bahwa ada faktor
 lain penyebab lusi. 
 
 Yang saya ingin tanyakan dan concern saya adalah,
 apakah 2 pendapat ini
 pada akhirnya akan berdampak besar kepada
 masyarakat. 
 - Apakah pendapat 1, yang menyatakan bahwa lusi
 karena pengeboran atau
 kelalaian, membuat masyarakat lebih diuntungkan
 karena mendapat ganti
 rugi dari pihak terkait ? 
 - Dan apakah pendapat 2, yang menyatakan bahwa lusi
 karena gempa atau
 bencana alam, membuat masyarakt dirugikan karena
 TIDAK mendapat ganti
 rugi, karena berarti tidak ada pihak yang harus
 bertanggung jawab? 
 
 Jikalau ini konsekuensinya, tentu akan sangat berat
 sekali membenarkan
 salah satu pendapat bila tidak ada bukti yang sangat
 akurat 
 Diperlukan team yang solid dari berbagai kalangan
 yang berbeda
 background pengetahuan dan bukan hanya interpretasi
 pribadi masing2. 
 
 Mohon maaf kalau ada kata2 yang salah, hanya
 pendapat pribadi 
 
 Salam 
 Romdoni 
 
 
   
 
  
 edison sembiring [EMAIL PROTECTED] 
 03/16/2007 03:01 PM 
 Please respond to iagi-net 
 
 To:iagi-net@iagi.or.id 
 cc: 
 Subject:RE: [iagi-net-l] Respon-2
 Surat Terbuka Kepada
 Ketua Umum IAGI

Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-15 Terurut Topik nyoto - ke-el

Concern-nya pak Kabul ini sebetulnya sudah saya respons 2 hari lalu langsung
ke pak Luthfi juga  sudah di-reply oleh beliau kemarin pak (silahkan
mengikuti/membaca email2 di milis IAGI-Net sebelum ini). Tapi anyway
concern-nya pak Kabul memang valid  penting sekali (tanggal terjadinya
gempa besar Yogya), hanya agak telat aja.

Wass,
nyoto





On 3/15/07, Kabul Ahmad [EMAIL PROTECTED] wrote:


Tulisan pak Luthfi dibawah ini  tidak akurat...
Kita semua tahu bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur
BJP-1 pada
tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa Jogja.

Lho kok tiba-tiba gempa Yogya berubah hari dan tanggalnya bersamaan dengan
semburan BJP-1 pak ?
Bahkan cuma selisih bebepa menit saja ??apa agar teori gempa ini cocok
teori mudvulcano LUSI ?
Gempa Yogya terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 jam 05:55 wib pada 5.9 SR.

Wallahua'alam bisawab,
KA


- Original Message -
From: Achmad Luthfi [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Tuesday, March 13, 2007 7:11 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI


RESPON-2 SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI

LULA adalah sebutan lain dari LUSI yang sudah lebih dulu popular, tdk
ada makna lain dibalik itu, bahkan ada yang menyebutnya LULUK (Luapan
Lumpur tanpa Kendali). Melihat skala luapan LULA yang begitu dahsya
tentu tidak seorangpun diantara kita ada yang pernah memperkirakan ada
semburan lumpur panas yang begitu dahsyat di cekungan jawa timur laut
walaupun di cekungan ini banyak tersebar mud volcano. Kita semua tahu
bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa Jogja.
Spontan muncul berbagai komentar yang berbuah opini dari yang berdasar
scientific sampai yang non-scientific, makin hari makin kearah teknis,
terbentuk opini penyebabnya adalah tidak set casing dalam selang yang
panjang di BJP-1. Kalo tidak salah seminggu kemudian Menteri ESDM
membentuk tim investigasi yang diketuai oleh Dr. Ir. Rudy Rubiandini
(Kang Rudy). Saya sering mengikuti diskusi teknis tim-nya Kang Rudy,
setelah diputuskan melakukan serangkaian pekerjaan dari mulai snubbing
unit sampai relief well dan belum menampakkan hasilnya, IAGI mengundang
Kang Rudy untuk jadi pembicara dalam buka puasa bersama tahun lalu di
hotel Sahid, topiknya adalah hasil kerja Kang Rudy dalam upaya mematikan
LULA. Kang Rudy berpendapat bahwa air (panas) bertekanan tinggi berasal
dari lubang bor kedalam 9000-an kaki, air mengalir keatas melalui lubang
bor menggerus shale diatasnya sehingga terjadi perlumpuran yang terus
bergerak ke atas melalui zona lemah dan terus ke permukaan. Dalam
kesempatan itu bagaimana kami bisa melakukan relief well sementara
pantat kami (maaf ini asli ucapan Kang Rudy) dikejar lumpur panas
(pemboran relief well spi kadalam 3600-an kaki gak maju2 sementara
permukaan lumpur panas naik begitu cepat). Salah seorang peserta buka
puasa bernama Hari (PT. Saripari) bertanya: kalau melihat volume lumpur
yang keluar mencapai seratusan meter kubik, diperlukan berapa banyak
pompa duplex untuk mematikan semburan mengingat kapasitas pompa jauh
lebih kecil dari volume lumpur yang keluar, mungkin diperlukan puluhan
pompa sekaligus. Waktu itu saya gak jelas apa jawaban Kang Rudy. Bagi
yang mengikuti seminar di BPPT yang lalu, pendapat Kang Rudy tersebut
mirip dengan teori satu (teori aliran) yang disampaikan/dipresentasikan
oleh DR. Ir. Doddy Nawangsidi (itb) yang menyampaikan empat macam teori
aliran, dengan fakta volume semburan lumpur Beliau mengemukakan bahwa
teori-1, teori-2, teori-3 tidak mungkin diterapkan untuk LULA, jadi yang
paling mungkin adalah teori empat, yakni lumpur panas sampai ke
permukaan tidak melalui lubang bor tapi melalui rekahan yang sangat
besar, saya (DR. Doddy) tidak tahu bagaimana rekahan itu terjadi apakah
akibat tektonik atau bukan karena saya (DR. Doddy) bukan ahli geologi.
Karena Kang Rudy sudah pernah berbicara di IAGI, teman2 panitia tidak
mengundang Kang Rudy sahabat saya sebagai pembicara dalam seminar di
BPPT yang lalu. Saya sangat menghargai DR. IR. Rudy Rubiandini, walaupun
masih muda Kang Rudy seorang guru yang punya kompetensi tinggi
dibidangnya (drilling engineering). Masih segar dalam ingatan saya dalam
milis IAGI pernah heboh atas wawancara Kang Rudy dengan radio Elshinta.
Bagi saya persahabatan dan kerukunan adalah nomor satu baik seprofesi
maupun antar profesi, kita harus kompak begitu kata Abah Yanto melalui
SMS. Untuk itu saya minta sekjen IAGI utk melakukan klarifikasi kepada
Kang Rudy dan hasilnya dimuat di milis ini.  Saya percaya sebagai
seorang guru, Kang Rudy tidak sedikitpun berniat/bermaksud menuduh atau
menjelekkan rekan lain profesi. Sayang Kang Rudy mengajukan surat
pengunduran diri (surat ditembuskan ke saya, tapi saya tidak tahu apakah
sudah disetujui oleh MESDM). Itulah ilustrasi pertemanan saya dengan
Kang Rudy, kalau dalam seminar tersebut tidak mengundang Kang Rudy
sebagai pembicara tidak

Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-15 Terurut Topik Kabul Ahmad

Oaalah si Lusi ini kok lama-lama jadi seperti teka-teki :

Duluan mana Ayam dengan Telur ?

Gempa atau Driling ? Bencana Alam atau Ulah manusia ?

Wong wis cetho melo-melo..
Salam IAGI...
KA
- Original Message - 
From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, March 14, 2007 10:04 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI



Menghubungkan gempa dengan semburan memang bukan hal tidak mungkin
karena secara statistik memang ada didaerah lain yang menunjukkan hal
itu. Tentusaja sebagai geologi tidak serta merta menggunakan data
statistik, karena setiap data memilki karakteristik sendiri-sendiri.
Setiap data point memilki attribut-attribut sehingga memenuhi
persyaratan untuk menunjukkan korespondensi (relasi).

Dalam hal gempa menyebabkan reaktivasi semburan mud volkano bisa
dilihat persyaratannya yang dilihat dengan cara fisis yaitu diukur
atau ada hal-hal dalam bentuk ukuran measurement. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tentu saja besaran getaran. Kita sangat beruntung
karena ada ilmu gempa yang menggunakan ukuran ini misalnya MMI. MMI
ini mengukur (mengestimasi) besarnya kekuatan getaran di titik yang
diukur.

Secara grafis dapat digambarkan seperti yang ada disini :
http://rovicky.wordpress.com/2006/06/27/mungkinkah-gempa-penyebab-mud-flow/
Juga yang dipertontonkan bulan lalu di BPPT disini (trims Pak Koesoema):
http://dongenggeologi.files.wordpress.com/2007/02/earthquake-trigger-lusi.jpg

Gambar pertama menunjukkan bahwa intensitas diatas 6 MMI (ditempat
itu) yang akan menyebabkan reaktivasi dari mudvulkano (ingat
re-aktivasi, bukan pembentukan mudvolkano baru !).

Dua gambar itu jelas menunjukkan bahwa sangat sulit gempa jogja 
menyebabkan LuSi

Atau dalam bahasa awam jauh panggang dari api. Walaupun secara
ilmiah api memang menyebabkan air itu mendidih, tetapi tidak bisa
menyatakan kalau ada api selalu akan menyebabkan air mendidih, kan ?
Menurut info di IAGI-net tulisan Pak Awang di stasiun Karangkates
tercatat III-IV MMI ...
bisa dibaca ulang lengkapnya disini :
http://hotmudflow.wordpress.com/2006/06/13/iagi-net-l-informasinya-benar-banjar-panji-mud-extrusion/

Bagaimana kalau dengan hitung2an, ya siapa tahu pengukuran yang di tretes
menurut perhitungan rekan saya yang terurai disini :
http://hotmudflow.wordpress.com/2006/07/05/gempa-yogya-bikin-mud-volcano-di-porong/
Diperkirakan getaran sekitar 4.9 Mw ... sangat sesuai dengan yang
terukur di Karangkates maupun Surabaya yang kira-kira III-IV MMI.

Memang kadangkala kita terperangah dengan besarnya dampak yang hanya
karena kesalahan kecil. Akupun melihat dimensi dampak lumpurnya saja
menjadi terbelalak. Seolah kagak percaya apa iya ngebor ukuran 12 inci
bisa menyebabkan dampak sebesar itu ?

Kalau menggunakan pemikiran trigger mechanism yang menjalar dengan
domino effect dicampur dengan teori butterfly effect, hal-hal
kecil memang bisa saja menyebabkan perubahan besar.
wadduh tapi ini tidak mudah membuktikanya secara matematika ataupun
fisika  memang angel ...tetapi bukan tidak mungkin dilakukan  :(


rdp

On 3/14/07, Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:





Pak Nyoto,



Semua mud volcano di Indonesia dan di seluruh dunia muncul di suatu 
kawasan

geologi yang tidak stabil dan tertekan. Kawasan tidak stabil itu tempat
sedimen diendapkan begitu cepatnya sehingga tak punya waktu terkompaksi
dengan baik, tak ada proses dewatering sempurna. Di Indonesia, wilayah
seperti itu ada di dua tempat yang sangat menonjol : Kendeng Deep-Madura
Strait dan foredeep Sorong Fault di utara Papua dari
Salawati-Mamberamo-Sepik-Ramu di utara PNG. Di forearc basin yang dalam 
pun

ada seperti di Sawu Basin yang timbul akibat collision Australia. Maka di
wilayah2 ini banyak mud volcano dijumpai. Sedimentasi tak stabil, 
terangkat,

dan tertekan, akan mudah memunculkan mudvolcano.



Kita cek peta fisiografi Jawa van Bemmelen (1949), khusus bagian Jawa
Tengah-Jawa Timur. Sedimentasi tak stabil akan ada di dua tempat : 
Depresi
Solo dan Jalur Antiklinorium Kendeng. Jalur antiklinorium ini dulunya 
adalah

cekungan panjang (trough) yang sangat dalam tempat sedimen volkanoklastik
Neogen diendapkan di sini. Lalu pada Mio-Plio-Plistosen terangkat dan
tertekan sangat kuat dengan dominasi arah kompresi (vergency) ke utara.
Kompresi karena subduction di selatan Jawa telah sangat menekan Kendeng 
Deep
ini. Maka, elisional condition sebagai syarat mud volcanoing pun 
terbentuk

di Kendeng Deep. Dalam kondisi sedimen tak stabil yang undercompacted dan
sangat tertekan, mud volcano bisa muncul.  Sidoarjo adalah wilayah di 
bagian
selatan Kendeng Deep yang menerus ke Madura Strait. Kalau saya bisa 
membagi

data seismik di Selat Madura yang belum tiga tahun diakuisisi di
siniwawmengerikan Pak mud volcanonya...



Mengapa LUSI bukan timbul di daerah dekat Yogya ? Tak ada fisiografi yang
mendukung terbentuknya dalaman seperti Kendeng Deep di situ. Di wilayah
Yogya dan sekitarnya adalah

RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-15 Terurut Topik Achmad Luthfi
Betul Mas Kabul, maksudnya ngetik beberapa hari yang terketik
beberapa menit, maklumlah setelah seharian bekerja menangani berbagai
dokumen (WPB, POD, AFE, dsb) yg sangat rawan tuntutat/gugatan,
kesempatan merespon imil sebelum pulang jam 19.11.

-Original Message-
From: Kabul Ahmad [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: 15 Maret 2007 14:08
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

Oaalah si Lusi ini kok lama-lama jadi seperti teka-teki :

Duluan mana Ayam dengan Telur ?

Gempa atau Driling ? Bencana Alam atau Ulah manusia ?

Wong wis cetho melo-melo..
Salam IAGI...
KA
- Original Message - 
From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, March 14, 2007 10:04 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI


 Menghubungkan gempa dengan semburan memang bukan hal tidak mungkin
 karena secara statistik memang ada didaerah lain yang menunjukkan hal
 itu. Tentusaja sebagai geologi tidak serta merta menggunakan data
 statistik, karena setiap data memilki karakteristik sendiri-sendiri.
 Setiap data point memilki attribut-attribut sehingga memenuhi
 persyaratan untuk menunjukkan korespondensi (relasi).

 Dalam hal gempa menyebabkan reaktivasi semburan mud volkano bisa
 dilihat persyaratannya yang dilihat dengan cara fisis yaitu diukur
 atau ada hal-hal dalam bentuk ukuran measurement. Faktor-faktor yang
 mempengaruhi tentu saja besaran getaran. Kita sangat beruntung
 karena ada ilmu gempa yang menggunakan ukuran ini misalnya MMI. MMI
 ini mengukur (mengestimasi) besarnya kekuatan getaran di titik yang
 diukur.

 Secara grafis dapat digambarkan seperti yang ada disini :

http://rovicky.wordpress.com/2006/06/27/mungkinkah-gempa-penyebab-mud-fl
ow/
 Juga yang dipertontonkan bulan lalu di BPPT disini (trims Pak
Koesoema):

http://dongenggeologi.files.wordpress.com/2007/02/earthquake-trigger-lus
i.jpg

 Gambar pertama menunjukkan bahwa intensitas diatas 6 MMI (ditempat
 itu) yang akan menyebabkan reaktivasi dari mudvulkano (ingat
 re-aktivasi, bukan pembentukan mudvolkano baru !).

 Dua gambar itu jelas menunjukkan bahwa sangat sulit gempa jogja 
 menyebabkan LuSi
 Atau dalam bahasa awam jauh panggang dari api. Walaupun secara
 ilmiah api memang menyebabkan air itu mendidih, tetapi tidak bisa
 menyatakan kalau ada api selalu akan menyebabkan air mendidih, kan ?
 Menurut info di IAGI-net tulisan Pak Awang di stasiun Karangkates
 tercatat III-IV MMI ...
 bisa dibaca ulang lengkapnya disini :

http://hotmudflow.wordpress.com/2006/06/13/iagi-net-l-informasinya-benar
-banjar-panji-mud-extrusion/

 Bagaimana kalau dengan hitung2an, ya siapa tahu pengukuran yang di
tretes
 menurut perhitungan rekan saya yang terurai disini :

http://hotmudflow.wordpress.com/2006/07/05/gempa-yogya-bikin-mud-volcano
-di-porong/
 Diperkirakan getaran sekitar 4.9 Mw ... sangat sesuai dengan yang
 terukur di Karangkates maupun Surabaya yang kira-kira III-IV MMI.

 Memang kadangkala kita terperangah dengan besarnya dampak yang hanya
 karena kesalahan kecil. Akupun melihat dimensi dampak lumpurnya saja
 menjadi terbelalak. Seolah kagak percaya apa iya ngebor ukuran 12 inci
 bisa menyebabkan dampak sebesar itu ?

 Kalau menggunakan pemikiran trigger mechanism yang menjalar dengan
 domino effect dicampur dengan teori butterfly effect, hal-hal
 kecil memang bisa saja menyebabkan perubahan besar.
 wadduh tapi ini tidak mudah membuktikanya secara matematika ataupun
 fisika  memang angel ...tetapi bukan tidak mungkin dilakukan  :(


 rdp

 On 3/14/07, Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:




 Pak Nyoto,



 Semua mud volcano di Indonesia dan di seluruh dunia muncul di suatu 
 kawasan
 geologi yang tidak stabil dan tertekan. Kawasan tidak stabil itu
tempat
 sedimen diendapkan begitu cepatnya sehingga tak punya waktu
terkompaksi
 dengan baik, tak ada proses dewatering sempurna. Di Indonesia,
wilayah
 seperti itu ada di dua tempat yang sangat menonjol : Kendeng
Deep-Madura
 Strait dan foredeep Sorong Fault di utara Papua dari
 Salawati-Mamberamo-Sepik-Ramu di utara PNG. Di forearc basin yang
dalam 
 pun
 ada seperti di Sawu Basin yang timbul akibat collision Australia.
Maka di
 wilayah2 ini banyak mud volcano dijumpai. Sedimentasi tak stabil, 
 terangkat,
 dan tertekan, akan mudah memunculkan mudvolcano.



 Kita cek peta fisiografi Jawa van Bemmelen (1949), khusus bagian Jawa
 Tengah-Jawa Timur. Sedimentasi tak stabil akan ada di dua tempat : 
 Depresi
 Solo dan Jalur Antiklinorium Kendeng. Jalur antiklinorium ini dulunya

 adalah
 cekungan panjang (trough) yang sangat dalam tempat sedimen
volkanoklastik
 Neogen diendapkan di sini. Lalu pada Mio-Plio-Plistosen terangkat dan
 tertekan sangat kuat dengan dominasi arah kompresi (vergency) ke
utara.
 Kompresi karena subduction di selatan Jawa telah sangat menekan
Kendeng 
 Deep
 ini. Maka, elisional condition sebagai syarat mud volcanoing pun 
 terbentuk
 di Kendeng Deep

RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-15 Terurut Topik Taufik Manan
Malam ini secara tidak sengaja saya mendapatkan buku
tentang Gempa : Jogja, Indonesia  Dunia dengan
penerbit PT Mediarona Dirgantara - Kelompok Gramedia
Majalah. Silakan dicari di toko buku anda, semoga
masih ada.

Kalau tidak salah kelompok ini pernah menerbitkan buku
tentang Gempa dan Tsunami Aceh. Saya juga membeli dan
mengkoleksinya.

Buku-buku tersebut selain relatif murah (Rp 25 ribu)
namun sarat dengan informasi tentang gempa dari
pakar-pakarnya khususnya di Indonesia, cerita (dongeng
geologi) tentang pergerakan lempeng di dunia (teori
Continental Drift karya Alfred A. Wegener)sampai
berbagai mitos yang ada. Sisipan Poster Peta Digital
Tektonik Dunia beserta gambar-gambar akibat gempa di
penjuru dunia sangat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan tentang gempa dan akibatnya.

Ini bagus untuk sosialisasi gempa dan bencana alam.
Semoga IAGI dan instansi terkait lainnya dapat semakin
memasyarakatkan ilmu geologi sehingga masyarakan dapat
merasakan manfaatnya.

Namun di buku tersebut tidak dibahas dampaknya pada
Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoardjo.

Sekian dulu dan ini bukan iklan serta maaf bila ada
yang kurang berkenan.

Wassalam

Yang masih peduli pada semua dampak bencana alam.

--- Achmad Luthfi [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Betul Mas Kabul, maksudnya ngetik beberapa hari
 yang terketik
 beberapa menit, maklumlah setelah seharian bekerja
 menangani berbagai
 dokumen (WPB, POD, AFE, dsb) yg sangat rawan
 tuntutat/gugatan,
 kesempatan merespon imil sebelum pulang jam 19.11.
 
 -Original Message-
 From: Kabul Ahmad
 [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: 15 Maret 2007 14:08
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka
 Kepada Ketua Umum IAGI
 
 Oaalah si Lusi ini kok lama-lama jadi seperti
 teka-teki :
 
 Duluan mana Ayam dengan Telur ?
 
 Gempa atau Driling ? Bencana Alam atau Ulah manusia
 ?
 
 Wong wis cetho melo-melo..
 Salam IAGI...
 KA
 - Original Message - 
 From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Wednesday, March 14, 2007 10:04 PM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka
 Kepada Ketua Umum IAGI
 
 
  Menghubungkan gempa dengan semburan memang bukan
 hal tidak mungkin
  karena secara statistik memang ada didaerah lain
 yang menunjukkan hal
  itu. Tentusaja sebagai geologi tidak serta merta
 menggunakan data
  statistik, karena setiap data memilki
 karakteristik sendiri-sendiri.
  Setiap data point memilki attribut-attribut
 sehingga memenuhi
  persyaratan untuk menunjukkan korespondensi
 (relasi).
 
  Dalam hal gempa menyebabkan reaktivasi semburan
 mud volkano bisa
  dilihat persyaratannya yang dilihat dengan cara
 fisis yaitu diukur
  atau ada hal-hal dalam bentuk ukuran
 measurement. Faktor-faktor yang
  mempengaruhi tentu saja besaran getaran. Kita
 sangat beruntung
  karena ada ilmu gempa yang menggunakan ukuran ini
 misalnya MMI. MMI
  ini mengukur (mengestimasi) besarnya kekuatan
 getaran di titik yang
  diukur.
 
  Secara grafis dapat digambarkan seperti yang ada
 disini :
 

http://rovicky.wordpress.com/2006/06/27/mungkinkah-gempa-penyebab-mud-fl
 ow/
  Juga yang dipertontonkan bulan lalu di BPPT disini
 (trims Pak
 Koesoema):
 

http://dongenggeologi.files.wordpress.com/2007/02/earthquake-trigger-lus
 i.jpg
 
  Gambar pertama menunjukkan bahwa intensitas diatas
 6 MMI (ditempat
  itu) yang akan menyebabkan reaktivasi dari
 mudvulkano (ingat
  re-aktivasi, bukan pembentukan mudvolkano baru
 !).
 
  Dua gambar itu jelas menunjukkan bahwa sangat
 sulit gempa jogja 
  menyebabkan LuSi
  Atau dalam bahasa awam jauh panggang dari api.
 Walaupun secara
  ilmiah api memang menyebabkan air itu mendidih,
 tetapi tidak bisa
  menyatakan kalau ada api selalu akan menyebabkan
 air mendidih, kan ?
  Menurut info di IAGI-net tulisan Pak Awang di
 stasiun Karangkates
  tercatat III-IV MMI ...
  bisa dibaca ulang lengkapnya disini :
 

http://hotmudflow.wordpress.com/2006/06/13/iagi-net-l-informasinya-benar
 -banjar-panji-mud-extrusion/
 
  Bagaimana kalau dengan hitung2an, ya siapa tahu
 pengukuran yang di
 tretes
  menurut perhitungan rekan saya yang terurai disini
 :
 

http://hotmudflow.wordpress.com/2006/07/05/gempa-yogya-bikin-mud-volcano
 -di-porong/
  Diperkirakan getaran sekitar 4.9 Mw ... sangat
 sesuai dengan yang
  terukur di Karangkates maupun Surabaya yang
 kira-kira III-IV MMI.
 
  Memang kadangkala kita terperangah dengan besarnya
 dampak yang hanya
  karena kesalahan kecil. Akupun melihat dimensi
 dampak lumpurnya saja
  menjadi terbelalak. Seolah kagak percaya apa iya
 ngebor ukuran 12 inci
  bisa menyebabkan dampak sebesar itu ?
 
  Kalau menggunakan pemikiran trigger mechanism
 yang menjalar dengan
  domino effect dicampur dengan teori butterfly
 effect, hal-hal
  kecil memang bisa saja menyebabkan perubahan
 besar.
  wadduh tapi ini tidak mudah membuktikanya secara
 matematika ataupun
  fisika  memang angel ...tetapi bukan tidak
 mungkin dilakukan  :(
 
 
  rdp
 
  On 3/14/07, Awang Harun

RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-15 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Pak Rovicky,

Kalau hanya melihat crossplot after-effect gempa dengan sumbu2 distance
(terhadap episentrum) dan magnitude gempa memang LUSI jauh di posisi
anomaly, sehingga kita yang menafsirkannya langsung akan berkesimpulan
LUSI jauh panggang dari api sebagai diakibatkan gempa.

Tetapi, coba kita lihat slide2 selanjutnya dari Prof. Mori itu, bahwa
banyak after-effect gempa yang bisa menimbulkan banyak reaktivitas
gejala geologi seperti geothermal dalam jarak ribuan km. Bahkan, saat
gempa Sumatra Desember 2004, spring water level di Jepang terpengaruh
dalam jarak sekitar 6000 km. 

Lagipula, cross plot di atas itu tak pernah melihat bagaimana kondisi
struktur bawah permukaan antara Pusat gempa dengan terjadinya
after-effect. Kalau jaraknya  1000 km, dan magnitude  5 Mw, tetapi ada
tectonic freeway di kerak Bumi antara episentrum dan tempat after-effect
terjadi (mis bud volcano), maka saya pikir mud volcano akan tetap
terjadi walau posisi plot-nya jauh ke atas garis batas di cross plot
tersebut.

Benar kata pak Rovicky, statistik penting, tetapi kita harus memeriksa
satu demi satu karakteristiknya. Korelasi tak serta-merta bisa
menunjukkan pembenaran suatu gejala sebab di geologi banyak parameter
yang variable-nya tak bisa dikuantifikasi.

Salam,
awang

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, March 14, 2007 10:05 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

Menghubungkan gempa dengan semburan memang bukan hal tidak mungkin
karena secara statistik memang ada didaerah lain yang menunjukkan hal
itu. Tentusaja sebagai geologi tidak serta merta menggunakan data
statistik, karena setiap data memilki karakteristik sendiri-sendiri.
Setiap data point memilki attribut-attribut sehingga memenuhi
persyaratan untuk menunjukkan korespondensi (relasi).

Dalam hal gempa menyebabkan reaktivasi semburan mud volkano bisa
dilihat persyaratannya yang dilihat dengan cara fisis yaitu diukur
atau ada hal-hal dalam bentuk ukuran measurement. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tentu saja besaran getaran. Kita sangat beruntung
karena ada ilmu gempa yang menggunakan ukuran ini misalnya MMI. MMI
ini mengukur (mengestimasi) besarnya kekuatan getaran di titik yang
diukur.

Secara grafis dapat digambarkan seperti yang ada disini :
http://rovicky.wordpress.com/2006/06/27/mungkinkah-gempa-penyebab-mud-fl
ow/
Juga yang dipertontonkan bulan lalu di BPPT disini (trims Pak Koesoema):
http://dongenggeologi.files.wordpress.com/2007/02/earthquake-trigger-lus
i.jpg

Gambar pertama menunjukkan bahwa intensitas diatas 6 MMI (ditempat
itu) yang akan menyebabkan reaktivasi dari mudvulkano (ingat
re-aktivasi, bukan pembentukan mudvolkano baru !).

Dua gambar itu jelas menunjukkan bahwa sangat sulit gempa jogja
menyebabkan LuSi
Atau dalam bahasa awam jauh panggang dari api. Walaupun secara
ilmiah api memang menyebabkan air itu mendidih, tetapi tidak bisa
menyatakan kalau ada api selalu akan menyebabkan air mendidih, kan ?
Menurut info di IAGI-net tulisan Pak Awang di stasiun Karangkates
tercatat III-IV MMI ...
bisa dibaca ulang lengkapnya disini :
http://hotmudflow.wordpress.com/2006/06/13/iagi-net-l-informasinya-benar
-banjar-panji-mud-extrusion/

Bagaimana kalau dengan hitung2an, ya siapa tahu pengukuran yang di
tretes
menurut perhitungan rekan saya yang terurai disini :
http://hotmudflow.wordpress.com/2006/07/05/gempa-yogya-bikin-mud-volcano
-di-porong/
Diperkirakan getaran sekitar 4.9 Mw ... sangat sesuai dengan yang
terukur di Karangkates maupun Surabaya yang kira-kira III-IV MMI.

Memang kadangkala kita terperangah dengan besarnya dampak yang hanya
karena kesalahan kecil. Akupun melihat dimensi dampak lumpurnya saja
menjadi terbelalak. Seolah kagak percaya apa iya ngebor ukuran 12 inci
bisa menyebabkan dampak sebesar itu ?

Kalau menggunakan pemikiran trigger mechanism yang menjalar dengan
domino effect dicampur dengan teori butterfly effect, hal-hal
kecil memang bisa saja menyebabkan perubahan besar.
wadduh tapi ini tidak mudah membuktikanya secara matematika ataupun
fisika  memang angel ...tetapi bukan tidak mungkin dilakukan  :(


rdp

On 3/14/07, Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:




 Pak Nyoto,



 Semua mud volcano di Indonesia dan di seluruh dunia muncul di suatu
kawasan
 geologi yang tidak stabil dan tertekan. Kawasan tidak stabil itu
tempat
 sedimen diendapkan begitu cepatnya sehingga tak punya waktu
terkompaksi
 dengan baik, tak ada proses dewatering sempurna. Di Indonesia, wilayah
 seperti itu ada di dua tempat yang sangat menonjol : Kendeng
Deep-Madura
 Strait dan foredeep Sorong Fault di utara Papua dari
 Salawati-Mamberamo-Sepik-Ramu di utara PNG. Di forearc basin yang
dalam pun
 ada seperti di Sawu Basin yang timbul akibat collision Australia. Maka
di
 wilayah2 ini banyak mud volcano dijumpai. Sedimentasi tak stabil,
terangkat,
 dan tertekan, akan mudah memunculkan mudvolcano.



 Kita cek peta fisiografi

Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-14 Terurut Topik Supardan
 diatasi, akan menjadi bencana yang lebih besar dan lebih parah
 akibatnya. Tetapi sebagaimana kita ketahui di negri ini, seringkali mencari
 kambing hitamnya dulu yang menjadi penyebab kejadian, kemudian berdasarkan
 asumsi itu baru dicari solusinya. Karena dari awal (dan sampai sekarang)
 yang menjadi kambing hitam adalah 100% Lapindo dengan pemboran sumur BJP-1,
 maka penanganan awal tertumpu kepada penanggulangan drilling hazzard,
 bukan penanggulangan mud vulcano. Dan kita bisa lihat kenyataannya sekarang.


 Barangkali itu saja yang ingin disampaikan, dan bagi rekan yang
 berlangganan mimbar jum'at, semuanya sudah tahu.

 - Original Message -
 *From:* nyoto - ke-el [EMAIL PROTECTED]
 *To:* iagi-net@iagi.or.id
  *Sent:* Tuesday, March 13, 2007 7:42 PM
 *Subject:* Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum
 IAGI


 Pak Achmad Luthfi ternyata sebagai seorang Ketua IAGI (Ikatan Ahli
 Geologi Indonesia) kurang teliti didalam menulis Respon-2 ini. Perhatikan
 didalam kalimat seperti tsb dibawah ini :
 Kita semua tahu bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur
 BJP-1 pada tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa
 Jogja.

 Memang betul semburan lumpur panas tsb terjadi disekitar sumur BJP-1
 pada hari Senin 29 Mei 2006 pagi, tetapi gempa Yogya terjadinya bukan hari
 Senin itu tetapi terjadinya 2 hari sebelumnya, yaitu hari Sabtu pagi2 sekali
 tanggal 27 Mei 2006, bisa ditanyakan kepada orang2 di Yogyakarta yang
 mengalami sendiri gempa itu atau data2 gempa Yogya, dimana jelas terjadinya
 bukan hari Senin 29 Mei melainkan hari Sabtu pagi2 tanggal 27 Mei 2006.

 Apakah penyebutan terjadinya gempa Yogya tanggal 29 Mei 2006, sengaja
 akan dihubungkan dengan awal terjadinya semburan pertama lumpur panas
 Sidoardjo, supaya klop dengan teori pak Luthfi, yaitu penyebab terjadinya
 lumpur panas adalah akibat gempa Yogya ?  Tetapi sayang sekali teori itu
 banyak sekali kelemahannya pak (tidak didukung data yang benar).

 Sekian dari saya, semoga pak Luthfi maklum.


 Wassalam,
 nyoto - TG'74





 On 3/13/07, Achmad Luthfi [EMAIL PROTECTED]  wrote:
 
  RESPON-2 SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI
 
  LULA adalah sebutan lain dari LUSI yang sudah lebih dulu popular, tdk
  ada makna lain dibalik itu, bahkan ada yang menyebutnya LULUK (Luapan
  Lumpur tanpa Kendali). Melihat skala luapan LULA yang begitu dahsya
  tentu tidak seorangpun diantara kita ada yang pernah memperkirakan ada
  semburan lumpur panas yang begitu dahsyat di cekungan jawa timur laut
  walaupun di cekungan ini banyak tersebar mud volcano. Kita semua tahu
  bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
  tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa Jogja.
  Spontan muncul berbagai komentar yang berbuah opini dari yang berdasar
  scientific sampai yang non-scientific, makin hari makin kearah teknis,
  terbentuk opini penyebabnya adalah tidak set casing dalam selang yang
  panjang di BJP-1. Kalo tidak salah seminggu kemudian Menteri ESDM
  membentuk tim investigasi yang diketuai oleh Dr. Ir. Rudy Rubiandini
  (Kang Rudy). Saya sering mengikuti diskusi teknis tim-nya Kang Rudy,
  setelah diputuskan melakukan serangkaian pekerjaan dari mulai snubbing
 
  unit sampai relief well dan belum menampakkan hasilnya, IAGI
  mengundang
  Kang Rudy untuk jadi pembicara dalam buka puasa bersama tahun lalu di
  hotel Sahid, topiknya adalah hasil kerja Kang Rudy dalam upaya
  mematikan
  LULA. Kang Rudy berpendapat bahwa air (panas) bertekanan tinggi
  berasal
  dari lubang bor kedalam 9000-an kaki, air mengalir keatas melalui
  lubang
  bor menggerus shale diatasnya sehingga terjadi perlumpuran yang terus
  bergerak ke atas melalui zona lemah dan terus ke permukaan. Dalam
  kesempatan itu bagaimana kami bisa melakukan relief well sementara
  pantat kami (maaf ini asli ucapan Kang Rudy) dikejar lumpur panas
  (pemboran relief well spi kadalam 3600-an kaki gak maju2 sementara
  permukaan lumpur panas naik begitu cepat). Salah seorang peserta buka
  puasa bernama Hari (PT. Saripari) bertanya: kalau melihat volume
  lumpur
  yang keluar mencapai seratusan meter kubik, diperlukan berapa banyak
  pompa duplex untuk mematikan semburan mengingat kapasitas pompa jauh
  lebih kecil dari volume lumpur yang keluar, mungkin diperlukan puluhan
  pompa sekaligus. Waktu itu saya gak jelas apa jawaban Kang Rudy. Bagi
  yang mengikuti seminar di BPPT yang lalu, pendapat Kang Rudy tersebut
  mirip dengan teori satu (teori aliran) yang
  disampaikan/dipresentasikan
  oleh DR. Ir. Doddy Nawangsidi (itb) yang menyampaikan empat macam
  teori
  aliran, dengan fakta volume semburan lumpur Beliau mengemukakan bahwa
  teori-1, teori-2, teori-3 tidak mungkin diterapkan untuk LULA, jadi
  yang
  paling mungkin adalah teori empat, yakni lumpur panas sampai ke
  permukaan tidak melalui lubang bor tapi melalui rekahan yang sangat
  besar, saya (DR. Doddy) tidak tahu bagaimana rekahan itu terjadi
  apakah
  akibat

RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-14 Terurut Topik Achmad Luthfi
Betul Anda Mas Nyoto, maaf terjadi mistype, bukan kesengajaan.

Terima kasih atas koreksi Anda.

 

Salam, 

 

  _  

From: nyoto - ke-el [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: 13 Maret 2007 19:42
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

 

Pak Achmad Luthfi ternyata sebagai seorang Ketua IAGI (Ikatan Ahli
Geologi Indonesia) kurang teliti didalam menulis Respon-2 ini.
Perhatikan didalam kalimat seperti tsb dibawah ini : 

Kita semua tahu bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur
BJP-1 pada tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa
Jogja. 

 

Memang betul semburan lumpur panas tsb terjadi disekitar sumur BJP-1
pada hari Senin 29 Mei 2006 pagi, tetapi gempa Yogya terjadinya bukan
hari Senin itu tetapi terjadinya 2 hari sebelumnya, yaitu hari Sabtu
pagi2 sekali tanggal 27 Mei 2006, bisa ditanyakan kepada orang2 di
Yogyakarta yang mengalami sendiri gempa itu atau data2 gempa Yogya,
dimana jelas terjadinya bukan hari Senin 29 Mei melainkan hari Sabtu
pagi2 tanggal 27 Mei 2006. 

 

Apakah penyebutan terjadinya gempa Yogya tanggal 29 Mei 2006, sengaja
akan dihubungkan dengan awal terjadinya semburan pertama lumpur panas
Sidoardjo, supaya klop dengan teori pak Luthfi, yaitu penyebab
terjadinya lumpur panas adalah akibat gempa Yogya ?  Tetapi sayang
sekali teori itu banyak sekali kelemahannya pak (tidak didukung data
yang benar). 

 

Sekian dari saya, semoga pak Luthfi maklum.

 

 

Wassalam,

nyoto - TG'74

 

 

 

 

On 3/13/07, Achmad Luthfi [EMAIL PROTECTED] wrote: 

RESPON-2 SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI

LULA adalah sebutan lain dari LUSI yang sudah lebih dulu popular, tdk 
ada makna lain dibalik itu, bahkan ada yang menyebutnya LULUK (Luapan
Lumpur tanpa Kendali). Melihat skala luapan LULA yang begitu dahsya
tentu tidak seorangpun diantara kita ada yang pernah memperkirakan ada
semburan lumpur panas yang begitu dahsyat di cekungan jawa timur laut
walaupun di cekungan ini banyak tersebar mud volcano. Kita semua tahu
bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa Jogja. 
Spontan muncul berbagai komentar yang berbuah opini dari yang berdasar
scientific sampai yang non-scientific, makin hari makin kearah teknis,
terbentuk opini penyebabnya adalah tidak set casing dalam selang yang 
panjang di BJP-1. Kalo tidak salah seminggu kemudian Menteri ESDM
membentuk tim investigasi yang diketuai oleh Dr. Ir. Rudy Rubiandini
(Kang Rudy). Saya sering mengikuti diskusi teknis tim-nya Kang Rudy,
setelah diputuskan melakukan serangkaian pekerjaan dari mulai snubbing 
unit sampai relief well dan belum menampakkan hasilnya, IAGI mengundang
Kang Rudy untuk jadi pembicara dalam buka puasa bersama tahun lalu di
hotel Sahid, topiknya adalah hasil kerja Kang Rudy dalam upaya mematikan

LULA. Kang Rudy berpendapat bahwa air (panas) bertekanan tinggi berasal
dari lubang bor kedalam 9000-an kaki, air mengalir keatas melalui lubang
bor menggerus shale diatasnya sehingga terjadi perlumpuran yang terus 
bergerak ke atas melalui zona lemah dan terus ke permukaan. Dalam
kesempatan itu bagaimana kami bisa melakukan relief well sementara
pantat kami (maaf ini asli ucapan Kang Rudy) dikejar lumpur panas
(pemboran relief well spi kadalam 3600-an kaki gak maju2 sementara 
permukaan lumpur panas naik begitu cepat). Salah seorang peserta buka
puasa bernama Hari (PT. Saripari) bertanya: kalau melihat volume lumpur
yang keluar mencapai seratusan meter kubik, diperlukan berapa banyak
pompa duplex untuk mematikan semburan mengingat kapasitas pompa jauh
lebih kecil dari volume lumpur yang keluar, mungkin diperlukan puluhan
pompa sekaligus. Waktu itu saya gak jelas apa jawaban Kang Rudy. Bagi
yang mengikuti seminar di BPPT yang lalu, pendapat Kang Rudy tersebut 
mirip dengan teori satu (teori aliran) yang disampaikan/dipresentasikan
oleh DR. Ir. Doddy Nawangsidi (itb) yang menyampaikan empat macam teori
aliran, dengan fakta volume semburan lumpur Beliau mengemukakan bahwa 
teori-1, teori-2, teori-3 tidak mungkin diterapkan untuk LULA, jadi yang
paling mungkin adalah teori empat, yakni lumpur panas sampai ke
permukaan tidak melalui lubang bor tapi melalui rekahan yang sangat
besar, saya (DR. Doddy) tidak tahu bagaimana rekahan itu terjadi apakah 
akibat tektonik atau bukan karena saya (DR. Doddy) bukan ahli geologi.
Karena Kang Rudy sudah pernah berbicara di IAGI, teman2 panitia tidak
mengundang Kang Rudy sahabat saya sebagai pembicara dalam seminar di
BPPT yang lalu. Saya sangat menghargai DR. IR. Rudy Rubiandini, walaupun
masih muda Kang Rudy seorang guru yang punya kompetensi tinggi
dibidangnya (drilling engineering). Masih segar dalam ingatan saya dalam
milis IAGI pernah heboh atas wawancara Kang Rudy dengan radio Elshinta. 
Bagi saya persahabatan dan kerukunan adalah nomor satu baik seprofesi
maupun antar profesi, kita harus kompak begitu kata Abah Yanto melalui
SMS. Untuk itu

Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-14 Terurut Topik nyoto - ke-el

Mudah2an tidak akan terjadi salah ketik lagi didalam tulisan2 anda
berikutnya pak Luthfi, terutama yang berhubungan dengan profesi anda sebagai
geologist dan dipergunakan untuk menarik kesimpulan2 teknis.


wass,

nyoto





On 3/14/07, Achmad Luthfi [EMAIL PROTECTED] wrote:


 Betul Anda Mas Nyoto, maaf terjadi mistype, bukan kesengajaan.

Terima kasih atas koreksi Anda.



Salam,


 --

*From:* nyoto - ke-el [mailto:[EMAIL PROTECTED]
*Sent:* 13 Maret 2007 19:42
*To:* iagi-net@iagi.or.id
*Subject:* Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI



Pak Achmad Luthfi ternyata sebagai seorang Ketua IAGI (Ikatan Ahli Geologi
Indonesia) kurang teliti didalam menulis Respon-2 ini. Perhatikan didalam
kalimat seperti tsb dibawah ini :

Kita semua tahu bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur
BJP-1 pada tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa
Jogja.



Memang betul semburan lumpur panas tsb terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
hari Senin 29 Mei 2006 pagi, tetapi gempa Yogya terjadinya bukan hari Senin
itu tetapi terjadinya 2 hari sebelumnya, yaitu hari Sabtu pagi2 sekali
tanggal 27 Mei 2006, bisa ditanyakan kepada orang2 di Yogyakarta yang
mengalami sendiri gempa itu atau data2 gempa Yogya, dimana jelas terjadinya
bukan hari Senin 29 Mei melainkan hari Sabtu pagi2 tanggal 27 Mei 2006.



Apakah penyebutan terjadinya gempa Yogya tanggal 29 Mei 2006, sengaja akan
dihubungkan dengan awal terjadinya semburan pertama lumpur panas Sidoardjo,
supaya klop dengan teori pak Luthfi, yaitu penyebab terjadinya lumpur panas
adalah akibat gempa Yogya ?  Tetapi sayang sekali teori itu banyak sekali
kelemahannya pak (tidak didukung data yang benar).



Sekian dari saya, semoga pak Luthfi maklum.





Wassalam,

nyoto - TG'74









On 3/13/07, *Achmad Luthfi* [EMAIL PROTECTED] wrote:

RESPON-2 SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI

LULA adalah sebutan lain dari LUSI yang sudah lebih dulu popular, tdk
ada makna lain dibalik itu, bahkan ada yang menyebutnya LULUK (Luapan
Lumpur tanpa Kendali). Melihat skala luapan LULA yang begitu dahsya
tentu tidak seorangpun diantara kita ada yang pernah memperkirakan ada
semburan lumpur panas yang begitu dahsyat di cekungan jawa timur laut
walaupun di cekungan ini banyak tersebar mud volcano. Kita semua tahu
bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa Jogja.
Spontan muncul berbagai komentar yang berbuah opini dari yang berdasar
scientific sampai yang non-scientific, makin hari makin kearah teknis,
terbentuk opini penyebabnya adalah tidak set casing dalam selang yang
panjang di BJP-1. Kalo tidak salah seminggu kemudian Menteri ESDM
membentuk tim investigasi yang diketuai oleh Dr. Ir. Rudy Rubiandini
(Kang Rudy). Saya sering mengikuti diskusi teknis tim-nya Kang Rudy,
setelah diputuskan melakukan serangkaian pekerjaan dari mulai snubbing
unit sampai relief well dan belum menampakkan hasilnya, IAGI mengundang
Kang Rudy untuk jadi pembicara dalam buka puasa bersama tahun lalu di
hotel Sahid, topiknya adalah hasil kerja Kang Rudy dalam upaya mematikan
LULA. Kang Rudy berpendapat bahwa air (panas) bertekanan tinggi berasal
dari lubang bor kedalam 9000-an kaki, air mengalir keatas melalui lubang
bor menggerus shale diatasnya sehingga terjadi perlumpuran yang terus
bergerak ke atas melalui zona lemah dan terus ke permukaan. Dalam
kesempatan itu bagaimana kami bisa melakukan relief well sementara
pantat kami (maaf ini asli ucapan Kang Rudy) dikejar lumpur panas
(pemboran relief well spi kadalam 3600-an kaki gak maju2 sementara
permukaan lumpur panas naik begitu cepat). Salah seorang peserta buka
puasa bernama Hari (PT. Saripari) bertanya: kalau melihat volume lumpur
yang keluar mencapai seratusan meter kubik, diperlukan berapa banyak
pompa duplex untuk mematikan semburan mengingat kapasitas pompa jauh
lebih kecil dari volume lumpur yang keluar, mungkin diperlukan puluhan
pompa sekaligus. Waktu itu saya gak jelas apa jawaban Kang Rudy. Bagi
yang mengikuti seminar di BPPT yang lalu, pendapat Kang Rudy tersebut
mirip dengan teori satu (teori aliran) yang disampaikan/dipresentasikan
oleh DR. Ir. Doddy Nawangsidi (itb) yang menyampaikan empat macam teori
aliran, dengan fakta volume semburan lumpur Beliau mengemukakan bahwa
teori-1, teori-2, teori-3 tidak mungkin diterapkan untuk LULA, jadi yang
paling mungkin adalah teori empat, yakni lumpur panas sampai ke
permukaan tidak melalui lubang bor tapi melalui rekahan yang sangat
besar, saya (DR. Doddy) tidak tahu bagaimana rekahan itu terjadi apakah
akibat tektonik atau bukan karena saya (DR. Doddy) bukan ahli geologi.
Karena Kang Rudy sudah pernah berbicara di IAGI, teman2 panitia tidak
mengundang Kang Rudy sahabat saya sebagai pembicara dalam seminar di
BPPT yang lalu. Saya sangat menghargai DR. IR. Rudy Rubiandini, walaupun
masih muda Kang Rudy seorang guru yang punya kompetensi tinggi
dibidangnya

Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-14 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
.



Mengapa baru dua hari setelah gempa Yogya terjadi semburan LUSI ? Semua
pengaktifan skala besar geologi karena gempa terjadi umumnya beberapa hari
sesudah gempa. Aktivitas awan panas Merapi pun meningkat dua hari setelah
gempa, aktivitas awan panas Semeru pun terjadi dua hari setelah gempa Yogya
(data NASA 29 Mei 2006). Saat gempa menggoncang Nias tahun 2005 dengan
kekuatan 8 SR pun gunung Talang aktif setelah beberapa hari. Tetapi, ada
gejala yang lebih instan akibat gempa ini di sekitar LUSI, yaitu menurunnya
produksi sumur Carat. Sumur Carat berlokasi di sekitar sumur Banjar Panji
juga.



Sesar regional ala Sumatra Fault sebagai tectonic freeway dari Yogya ke LUSI
memang tidak ada, tetapi analisis citra, gravity dan peta permukaan
menunjukkan hadirnya sekian banyak sesar2 mendatar (kebanyakan dextral) yang
berpola right-stepping sejak dari Opak Fault sampai ke sesar mendatar besar
di sekitar Banjar Panji (Sesar Watukosek). Coba kalau kita plot semua
episentrum gempa afterschock dalam 2 hari setelah mainshock gempa Yogya maka
akan membuat cluster ke arah NE sesuai dengan berjalannya pola
right-stepping sesar2 tadi. Apa artinya ? Kalau saya menafsirkannya terjadi
propagasi gaya ke timurlaut dari mainshock. Interpretasi ini dikuatkan oleh
terukurnya getaran gempa Yogya pada lima menit pertama perekaman seismik
Hess di perairan Ujung Pangkah di utara Delta Bengawan Solo.



Tentu saja, posisi sumur Banjar Panji-1 yang jaraknya hanya 200 meter dari
pusat semburan akan menjadi sasaran utama untuk pemikiran sebagai penyebab
semburan LUSI. Tak usah kita para geologist, masyarakat non-geologi pun
semua akan bilang begitu. Ini adalah sebab-akibat yang paling sederhana.
Media pun menyebarkan berita itu. Tak perlu analisis mendalam, tak perlu
melihat2 data regional, dll. Kalau itu blow-out biasa, saya juga tak akan
susah2 mengumpulkan segala data seismik, data regional, data kegempaan, dll.
Tetapi, yang tengah terjadi di LUSI bukanlah blow-out biasa, bukan gejala
liquefaction seperti saya duga pertama kali, tetapi erupsi mud volcano ala
Bledug Kuwu. Dan, sebab ada koinsiden dengan gempa Yogya 27 Mei 2006 dan
secara regional dan lokal banyak terpenuhinya syarat earthquake-triggering
mud volcanism, maka saya tak akan secepat orang lain menuduh sumur Banjar
Panji sebagai penyebab LUSI. Saya juga tak akan menafikan sumur Banjar Panji
sebagai penyebab LUSI. Semua harus dilihat dengan hati-hati sebab masalahnya
sungguh tak sederhana. Ocham/Ozzam  Razor analysis di sini tak bisa dipakai
saya pikir, masalahnya kompleks.



Secara internasional, hanya tulisan Richard Davis dkk. (University of
Durham) yang bilang bahwa LUSI akibat pemboran. Ini baru interpretasi,
sebab Richard Davis mengumpulkan datanya dari publikasi2 yang ada (termasuk
dari internet), bukan dari hard field data (keterangan dari Richard
Swarbick, co-authornya). Hard field data dikumpulkan oleh para peneliti dari
Jepang, Rusia dan Norwegia. Dan, tak ada peneliti dari Jepang/Rusia/Norwegia
yang bilang bahwa LUSI adalah akibat pemboran.



Yang saya tulis di atas pun adalah fakta dan data, bukan interpretasi.
Tulisan saya ini hendaknya tidak diinterpretasikan bahwa saya mendukung
teori gempa sebagai asal semburan LUSI, saya hanya ingin melihat lebih jauh
kemungkinan gempa sebagai penyebabnya, sebab terlalu banyak yang apriori dan
menutup mata terhadap hal ini. Karena saya terdidik sebagai geologist yang
biasa bermain dalam skala spatial dan temporal, maka saya tak mungkin hanya
melihat LUSI sebagai berhubungan dengan  Banjar Panji Lapindo, saya juga
harus melihat hubungannya dengan gempa Yogya 27 Mei 2006. Maka, saya tak
bisa secepat itu menunjuk Lapindo sebagai bertanggung jawab dalam hal ini.



Salam,

awang



-Original Message-
 From: nyoto - ke-el [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Wednesday, March 14, 2007 8:58 C++
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI




Justru saya sejak awal kurang sependapat dengan interpretasinya mas Nana
didalam Mimbar Jum'at-nya (tiap Jum'at saya terima via email) mas Nana
Djumhana tentang awal terjadinya LUSI/LULA tsb.  Tetapi karena itu berupa
Mimbar Jum'at ya saya kira kurang pas untuk meng-counter-nya.





Kalau sebagai triggernya adalah gempa, mengapa LUSI justru timbulnya di
Sidoardjo, bukan di-dekat2 daerah Yogyakarta ?  Dan kenapa baru 2 hari
kemudian munculnya ?  Itu bisa mungkin terjadi kalau misalnya memang ada
sesar/patahan regional yang besar sekali dengan trend dari Yogya ke
Sidoardjo, seperti sesar Semangko di sepanjang P.Sumatra yang mempunyai
panjang sampai berratus kilometer.





Perlu diketahui bahwa awal mula terjadinya LUSI adalah setelah terjadinya
problem drilling di sumur BJP-1, dan terjadinya juga hanya beberapa meter
dari lokasi sumur (tidak sampai ber-kilo2 meter, sedang jarak LUSI dengan
gempa Yogya adalah ber-ratus2 km) dan terjadinya 2 hari kemudian.  Jadi
menurut logika akal sehat, apakah masuk akal kalau trigger-nya LUSI adalah
gempa

Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-14 Terurut Topik Iwan B
 NE sesuai dengan berjalannya pola
right-stepping sesar2 tadi. Apa artinya ? Kalau saya menafsirkannya terjadi
propagasi gaya ke timurlaut dari mainshock. Interpretasi ini dikuatkan oleh
terukurnya getaran gempa Yogya pada lima menit pertama perekaman seismik
Hess di perairan Ujung Pangkah di utara Delta Bengawan Solo.



 Tentu saja, posisi sumur Banjar Panji-1 yang jaraknya hanya 200 meter dari
pusat semburan akan menjadi sasaran utama untuk pemikiran sebagai penyebab
semburan LUSI. Tak usah kita para geologist, masyarakat non-geologi pun
semua akan bilang begitu. Ini adalah sebab-akibat yang paling sederhana.
Media pun menyebarkan berita itu. Tak perlu analisis mendalam, tak perlu
melihat2 data regional, dll. Kalau itu blow-out biasa, saya juga tak akan
susah2 mengumpulkan segala data seismik, data regional, data kegempaan, dll.
Tetapi, yang tengah terjadi di LUSI bukanlah blow-out biasa, bukan gejala
liquefaction seperti saya duga pertama kali, tetapi erupsi mud volcano ala
Bledug Kuwu. Dan, sebab ada koinsiden dengan gempa Yogya 27 Mei 2006 dan
secara regional dan lokal banyak terpenuhinya syarat earthquake-triggering
mud volcanism, maka saya tak akan secepat orang lain menuduh sumur Banjar
Panji sebagai penyebab LUSI. Saya juga tak akan menafikan sumur Banjar Panji
sebagai penyebab LUSI. Semua harus dilihat dengan hati-hati sebab masalahnya
sungguh tak sederhana. Ocham/Ozzam  Razor analysis di sini tak bisa dipakai
saya pikir, masalahnya kompleks.



 Secara internasional, hanya tulisan Richard Davis dkk. (University of
Durham) yang bilang bahwa LUSI akibat pemboran. Ini baru interpretasi,
sebab Richard Davis mengumpulkan datanya dari publikasi2 yang ada (termasuk
dari internet), bukan dari hard field data (keterangan dari Richard
Swarbick, co-authornya). Hard field data dikumpulkan oleh para peneliti dari
Jepang, Rusia dan Norwegia. Dan, tak ada peneliti dari Jepang/Rusia/Norwegia
yang bilang bahwa LUSI adalah akibat pemboran.



 Yang saya tulis di atas pun adalah fakta dan data, bukan interpretasi.
Tulisan saya ini hendaknya tidak diinterpretasikan bahwa saya mendukung
teori gempa sebagai asal semburan LUSI, saya hanya ingin melihat lebih jauh
kemungkinan gempa sebagai penyebabnya, sebab terlalu banyak yang apriori dan
menutup mata terhadap hal ini. Karena saya terdidik sebagai geologist yang
biasa bermain dalam skala spatial dan temporal, maka saya tak mungkin hanya
melihat LUSI sebagai berhubungan dengan  Banjar Panji Lapindo, saya juga
harus melihat hubungannya dengan gempa Yogya 27 Mei 2006. Maka, saya tak
bisa secepat itu menunjuk Lapindo sebagai bertanggung jawab dalam hal ini.



 Salam ,

 awang



 -Original Message-
 From: nyoto - ke-el [mailto: [EMAIL PROTECTED]
 Sent : Wednesday, March 14, 2007 8:58 C++
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI




 Justru saya sejak awal kurang sependapat dengan interpretasinya mas Nana
didalam Mimbar Jum'at-nya (tiap Jum'at saya terima via email) mas Nana
Djumhana tentang awal terjadinya LUSI/LULA tsb.  Tetapi karena itu berupa
Mimbar Jum'at ya saya kira kurang pas untuk meng-counter-nya.





 Kalau sebagai triggernya adalah gempa, mengapa LUSI justru timbulnya di
Sidoardjo, bukan di-dekat2 daerah Yogyakarta ?  Dan kenapa baru 2 hari
kemudian munculnya ?  Itu bisa mungkin terjadi kalau misalnya memang ada
sesar/patahan regional yang besar sekali dengan trend dari Yogya ke
Sidoardjo, seperti sesar Semangko di sepanjang P.Sumatra yang mempunyai
panjang sampai berratus kilometer.





 Perlu diketahui bahwa awal mula terjadinya LUSI adalah setelah terjadinya
problem drilling di sumur BJP-1, dan terjadinya juga hanya beberapa meter
dari lokasi sumur (tidak sampai ber-kilo2 meter, sedang jarak LUSI dengan
gempa Yogya adalah ber-ratus2 km) dan terjadinya 2 hari kemudian.  Jadi
menurut logika akal sehat, apakah masuk akal kalau trigger-nya LUSI adalah
gempa Yogya  bukan sumur BJP-1 yang sedanag mengalami problem drilling saat
itu ?





 Terbukti sudah 2 ahli bumi international (kalau tidak salah dari
Inggris/USA ?  dari Jepang) yang meng-interpretasikan bahwa kejadian LUSI
adalah dipicu oleh problem drilling di sumur BJP-1  bukan oleh gempa Yogya.




 Interpretasi boleh berbeda, tetapi data/fakta yang ada seyogyanya jangan
diabaikan ataupun dirubah.  Sebagai geologist memang kita bisa selalu
berbeda pendapat  interpretasi, itu sah2 saja, jadi ya silahkan saja kalau
mas Nana masih tetap mempercayai interpretasinya, sedang saya lebih ke
data/faktanya.





 Wass,








 ps: terima kasih tanggapannya mas Nana.















 On 3/14/07, Nana Djumhana  [EMAIL PROTECTED] wrote:



 Ingin juga saya urun rembug dalam masalah ini.





 Soal nama semburan lumpur, apakah LULA, LUSI atau apa saja, tidak perlu
dipermasalahkan. Saya sendiri sejak awal kejadian menamakannya dengan
Bledug Porong yang identik dengan Bledug Kuwu di Wirosari, Purwodadi,
Jawa Tengah. Karena dari awal pula (Juni 2006) saya

Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-14 Terurut Topik Kabul Ahmad

Tulisan pak Luthfi dibawah ini  tidak akurat...
Kita semua tahu bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur 
BJP-1 pada

tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa Jogja.

Lho kok tiba-tiba gempa Yogya berubah hari dan tanggalnya bersamaan dengan 
semburan BJP-1 pak ?
Bahkan cuma selisih bebepa menit saja ??apa agar teori gempa ini cocok 
teori mudvulcano LUSI ?

Gempa Yogya terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 jam 05:55 wib pada 5.9 SR.

Wallahua'alam bisawab,
KA


- Original Message - 
From: Achmad Luthfi [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Tuesday, March 13, 2007 7:11 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI


RESPON-2 SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI

LULA adalah sebutan lain dari LUSI yang sudah lebih dulu popular, tdk
ada makna lain dibalik itu, bahkan ada yang menyebutnya LULUK (Luapan
Lumpur tanpa Kendali). Melihat skala luapan LULA yang begitu dahsya
tentu tidak seorangpun diantara kita ada yang pernah memperkirakan ada
semburan lumpur panas yang begitu dahsyat di cekungan jawa timur laut
walaupun di cekungan ini banyak tersebar mud volcano. Kita semua tahu
bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa Jogja.
Spontan muncul berbagai komentar yang berbuah opini dari yang berdasar
scientific sampai yang non-scientific, makin hari makin kearah teknis,
terbentuk opini penyebabnya adalah tidak set casing dalam selang yang
panjang di BJP-1. Kalo tidak salah seminggu kemudian Menteri ESDM
membentuk tim investigasi yang diketuai oleh Dr. Ir. Rudy Rubiandini
(Kang Rudy). Saya sering mengikuti diskusi teknis tim-nya Kang Rudy,
setelah diputuskan melakukan serangkaian pekerjaan dari mulai snubbing
unit sampai relief well dan belum menampakkan hasilnya, IAGI mengundang
Kang Rudy untuk jadi pembicara dalam buka puasa bersama tahun lalu di
hotel Sahid, topiknya adalah hasil kerja Kang Rudy dalam upaya mematikan
LULA. Kang Rudy berpendapat bahwa air (panas) bertekanan tinggi berasal
dari lubang bor kedalam 9000-an kaki, air mengalir keatas melalui lubang
bor menggerus shale diatasnya sehingga terjadi perlumpuran yang terus
bergerak ke atas melalui zona lemah dan terus ke permukaan. Dalam
kesempatan itu bagaimana kami bisa melakukan relief well sementara
pantat kami (maaf ini asli ucapan Kang Rudy) dikejar lumpur panas
(pemboran relief well spi kadalam 3600-an kaki gak maju2 sementara
permukaan lumpur panas naik begitu cepat). Salah seorang peserta buka
puasa bernama Hari (PT. Saripari) bertanya: kalau melihat volume lumpur
yang keluar mencapai seratusan meter kubik, diperlukan berapa banyak
pompa duplex untuk mematikan semburan mengingat kapasitas pompa jauh
lebih kecil dari volume lumpur yang keluar, mungkin diperlukan puluhan
pompa sekaligus. Waktu itu saya gak jelas apa jawaban Kang Rudy. Bagi
yang mengikuti seminar di BPPT yang lalu, pendapat Kang Rudy tersebut
mirip dengan teori satu (teori aliran) yang disampaikan/dipresentasikan
oleh DR. Ir. Doddy Nawangsidi (itb) yang menyampaikan empat macam teori
aliran, dengan fakta volume semburan lumpur Beliau mengemukakan bahwa
teori-1, teori-2, teori-3 tidak mungkin diterapkan untuk LULA, jadi yang
paling mungkin adalah teori empat, yakni lumpur panas sampai ke
permukaan tidak melalui lubang bor tapi melalui rekahan yang sangat
besar, saya (DR. Doddy) tidak tahu bagaimana rekahan itu terjadi apakah
akibat tektonik atau bukan karena saya (DR. Doddy) bukan ahli geologi.
Karena Kang Rudy sudah pernah berbicara di IAGI, teman2 panitia tidak
mengundang Kang Rudy sahabat saya sebagai pembicara dalam seminar di
BPPT yang lalu. Saya sangat menghargai DR. IR. Rudy Rubiandini, walaupun
masih muda Kang Rudy seorang guru yang punya kompetensi tinggi
dibidangnya (drilling engineering). Masih segar dalam ingatan saya dalam
milis IAGI pernah heboh atas wawancara Kang Rudy dengan radio Elshinta.
Bagi saya persahabatan dan kerukunan adalah nomor satu baik seprofesi
maupun antar profesi, kita harus kompak begitu kata Abah Yanto melalui
SMS. Untuk itu saya minta sekjen IAGI utk melakukan klarifikasi kepada
Kang Rudy dan hasilnya dimuat di milis ini.  Saya percaya sebagai
seorang guru, Kang Rudy tidak sedikitpun berniat/bermaksud menuduh atau
menjelekkan rekan lain profesi. Sayang Kang Rudy mengajukan surat
pengunduran diri (surat ditembuskan ke saya, tapi saya tidak tahu apakah
sudah disetujui oleh MESDM). Itulah ilustrasi pertemanan saya dengan
Kang Rudy, kalau dalam seminar tersebut tidak mengundang Kang Rudy
sebagai pembicara tidak ada maksud lain yang tersembunyi.

DIMANA IAGI BERADA WAKTU TIM INVESTIGASI DIBENTUK?

Pada waktu rapat pembentukan tim investigasi, IAGI menugaskan DR. Edy
Sunardi (Ketua Departemen Pengembangan Keilmuan). Kang Edy diminta untuk
menjadi anggota tim investigasi, tapi Kang Edy tidak bersedia karena
sudah menjadi ketua tim IAGI untuk LULA. Apa yang dilakukan oleh tim
IAGI? Tim yang

RE: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-13 Terurut Topik Achmad Luthfi
RESPON-2 SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI

LULA adalah sebutan lain dari LUSI yang sudah lebih dulu popular, tdk
ada makna lain dibalik itu, bahkan ada yang menyebutnya LULUK (Luapan
Lumpur tanpa Kendali). Melihat skala luapan LULA yang begitu dahsya
tentu tidak seorangpun diantara kita ada yang pernah memperkirakan ada
semburan lumpur panas yang begitu dahsyat di cekungan jawa timur laut
walaupun di cekungan ini banyak tersebar mud volcano. Kita semua tahu
bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa Jogja.
Spontan muncul berbagai komentar yang berbuah opini dari yang berdasar
scientific sampai yang non-scientific, makin hari makin kearah teknis,
terbentuk opini penyebabnya adalah tidak set casing dalam selang yang
panjang di BJP-1. Kalo tidak salah seminggu kemudian Menteri ESDM
membentuk tim investigasi yang diketuai oleh Dr. Ir. Rudy Rubiandini
(Kang Rudy). Saya sering mengikuti diskusi teknis tim-nya Kang Rudy,
setelah diputuskan melakukan serangkaian pekerjaan dari mulai snubbing
unit sampai relief well dan belum menampakkan hasilnya, IAGI mengundang
Kang Rudy untuk jadi pembicara dalam buka puasa bersama tahun lalu di
hotel Sahid, topiknya adalah hasil kerja Kang Rudy dalam upaya mematikan
LULA. Kang Rudy berpendapat bahwa air (panas) bertekanan tinggi berasal
dari lubang bor kedalam 9000-an kaki, air mengalir keatas melalui lubang
bor menggerus shale diatasnya sehingga terjadi perlumpuran yang terus
bergerak ke atas melalui zona lemah dan terus ke permukaan. Dalam
kesempatan itu bagaimana kami bisa melakukan relief well sementara
pantat kami (maaf ini asli ucapan Kang Rudy) dikejar lumpur panas
(pemboran relief well spi kadalam 3600-an kaki gak maju2 sementara
permukaan lumpur panas naik begitu cepat). Salah seorang peserta buka
puasa bernama Hari (PT. Saripari) bertanya: kalau melihat volume lumpur
yang keluar mencapai seratusan meter kubik, diperlukan berapa banyak
pompa duplex untuk mematikan semburan mengingat kapasitas pompa jauh
lebih kecil dari volume lumpur yang keluar, mungkin diperlukan puluhan
pompa sekaligus. Waktu itu saya gak jelas apa jawaban Kang Rudy. Bagi
yang mengikuti seminar di BPPT yang lalu, pendapat Kang Rudy tersebut
mirip dengan teori satu (teori aliran) yang disampaikan/dipresentasikan
oleh DR. Ir. Doddy Nawangsidi (itb) yang menyampaikan empat macam teori
aliran, dengan fakta volume semburan lumpur Beliau mengemukakan bahwa
teori-1, teori-2, teori-3 tidak mungkin diterapkan untuk LULA, jadi yang
paling mungkin adalah teori empat, yakni lumpur panas sampai ke
permukaan tidak melalui lubang bor tapi melalui rekahan yang sangat
besar, saya (DR. Doddy) tidak tahu bagaimana rekahan itu terjadi apakah
akibat tektonik atau bukan karena saya (DR. Doddy) bukan ahli geologi.
Karena Kang Rudy sudah pernah berbicara di IAGI, teman2 panitia tidak
mengundang Kang Rudy sahabat saya sebagai pembicara dalam seminar di
BPPT yang lalu. Saya sangat menghargai DR. IR. Rudy Rubiandini, walaupun
masih muda Kang Rudy seorang guru yang punya kompetensi tinggi
dibidangnya (drilling engineering). Masih segar dalam ingatan saya dalam
milis IAGI pernah heboh atas wawancara Kang Rudy dengan radio Elshinta.
Bagi saya persahabatan dan kerukunan adalah nomor satu baik seprofesi
maupun antar profesi, kita harus kompak begitu kata Abah Yanto melalui
SMS. Untuk itu saya minta sekjen IAGI utk melakukan klarifikasi kepada
Kang Rudy dan hasilnya dimuat di milis ini.  Saya percaya sebagai
seorang guru, Kang Rudy tidak sedikitpun berniat/bermaksud menuduh atau
menjelekkan rekan lain profesi. Sayang Kang Rudy mengajukan surat
pengunduran diri (surat ditembuskan ke saya, tapi saya tidak tahu apakah
sudah disetujui oleh MESDM). Itulah ilustrasi pertemanan saya dengan
Kang Rudy, kalau dalam seminar tersebut tidak mengundang Kang Rudy
sebagai pembicara tidak ada maksud lain yang tersembunyi.

DIMANA IAGI BERADA WAKTU TIM INVESTIGASI DIBENTUK?

Pada waktu rapat pembentukan tim investigasi, IAGI menugaskan DR. Edy
Sunardi (Ketua Departemen Pengembangan Keilmuan). Kang Edy diminta untuk
menjadi anggota tim investigasi, tapi Kang Edy tidak bersedia karena
sudah menjadi ketua tim IAGI untuk LULA. Apa yang dilakukan oleh tim
IAGI? Tim yang dipimpin Kang Rudy bekerja di lapangan lebih dulu
berfokus pada drilling engineering untuk mematikan LULA. Baru Kemudian
tim IAGI melakukan observasi lapangan dan sampling lumpur. Pada saat
yang sama ada tim subsurface ITS yang dipimpin oleh DR. Ir. Maki
melakukan survey VFL (Very Low Frequnce) dan tim dari geofisika itb yang
melakukan survey mikro seismic dan pemetaan penyebaran lumpur dengan
menggunakan foto udara yang dilakukan dgn cara sederhana (pesawat mainan
berkamera dikendalikan dengan remote control) semua tim bekerja 24 jam
bergantian. Area survey meliputi daerah Banjarpanji dan sekitarnya. Tim
IAGI, tim ITS, tim ITB melakukan diskusi secara intens di kampus ITS
maupun di hotel Shangrila 

Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-13 Terurut Topik nyoto - ke-el

Pak Achmad Luthfi ternyata sebagai seorang Ketua IAGI (Ikatan Ahli Geologi
Indonesia) kurang teliti didalam menulis Respon-2 ini. Perhatikan didalam
kalimat seperti tsb dibawah ini :
Kita semua tahu bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur
BJP-1 pada tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa
Jogja.

Memang betul semburan lumpur panas tsb terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
hari Senin 29 Mei 2006 pagi, tetapi gempa Yogya terjadinya bukan hari Senin
itu tetapi terjadinya 2 hari sebelumnya, yaitu hari Sabtu pagi2 sekali
tanggal 27 Mei 2006, bisa ditanyakan kepada orang2 di Yogyakarta yang
mengalami sendiri gempa itu atau data2 gempa Yogya, dimana jelas terjadinya
bukan hari Senin 29 Mei melainkan hari Sabtu pagi2 tanggal 27 Mei 2006.

Apakah penyebutan terjadinya gempa Yogya tanggal 29 Mei 2006, sengaja akan
dihubungkan dengan awal terjadinya semburan pertama lumpur panas Sidoardjo,
supaya klop dengan teori pak Luthfi, yaitu penyebab terjadinya lumpur panas
adalah akibat gempa Yogya ?  Tetapi sayang sekali teori itu banyak sekali
kelemahannya pak (tidak didukung data yang benar).

Sekian dari saya, semoga pak Luthfi maklum.


Wassalam,
nyoto - TG'74





On 3/13/07, Achmad Luthfi [EMAIL PROTECTED] wrote:


RESPON-2 SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI

LULA adalah sebutan lain dari LUSI yang sudah lebih dulu popular, tdk
ada makna lain dibalik itu, bahkan ada yang menyebutnya LULUK (Luapan
Lumpur tanpa Kendali). Melihat skala luapan LULA yang begitu dahsya
tentu tidak seorangpun diantara kita ada yang pernah memperkirakan ada
semburan lumpur panas yang begitu dahsyat di cekungan jawa timur laut
walaupun di cekungan ini banyak tersebar mud volcano. Kita semua tahu
bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa Jogja.
Spontan muncul berbagai komentar yang berbuah opini dari yang berdasar
scientific sampai yang non-scientific, makin hari makin kearah teknis,
terbentuk opini penyebabnya adalah tidak set casing dalam selang yang
panjang di BJP-1. Kalo tidak salah seminggu kemudian Menteri ESDM
membentuk tim investigasi yang diketuai oleh Dr. Ir. Rudy Rubiandini
(Kang Rudy). Saya sering mengikuti diskusi teknis tim-nya Kang Rudy,
setelah diputuskan melakukan serangkaian pekerjaan dari mulai snubbing
unit sampai relief well dan belum menampakkan hasilnya, IAGI mengundang
Kang Rudy untuk jadi pembicara dalam buka puasa bersama tahun lalu di
hotel Sahid, topiknya adalah hasil kerja Kang Rudy dalam upaya mematikan
LULA. Kang Rudy berpendapat bahwa air (panas) bertekanan tinggi berasal
dari lubang bor kedalam 9000-an kaki, air mengalir keatas melalui lubang
bor menggerus shale diatasnya sehingga terjadi perlumpuran yang terus
bergerak ke atas melalui zona lemah dan terus ke permukaan. Dalam
kesempatan itu bagaimana kami bisa melakukan relief well sementara
pantat kami (maaf ini asli ucapan Kang Rudy) dikejar lumpur panas
(pemboran relief well spi kadalam 3600-an kaki gak maju2 sementara
permukaan lumpur panas naik begitu cepat). Salah seorang peserta buka
puasa bernama Hari (PT. Saripari) bertanya: kalau melihat volume lumpur
yang keluar mencapai seratusan meter kubik, diperlukan berapa banyak
pompa duplex untuk mematikan semburan mengingat kapasitas pompa jauh
lebih kecil dari volume lumpur yang keluar, mungkin diperlukan puluhan
pompa sekaligus. Waktu itu saya gak jelas apa jawaban Kang Rudy. Bagi
yang mengikuti seminar di BPPT yang lalu, pendapat Kang Rudy tersebut
mirip dengan teori satu (teori aliran) yang disampaikan/dipresentasikan
oleh DR. Ir. Doddy Nawangsidi (itb) yang menyampaikan empat macam teori
aliran, dengan fakta volume semburan lumpur Beliau mengemukakan bahwa
teori-1, teori-2, teori-3 tidak mungkin diterapkan untuk LULA, jadi yang
paling mungkin adalah teori empat, yakni lumpur panas sampai ke
permukaan tidak melalui lubang bor tapi melalui rekahan yang sangat
besar, saya (DR. Doddy) tidak tahu bagaimana rekahan itu terjadi apakah
akibat tektonik atau bukan karena saya (DR. Doddy) bukan ahli geologi.
Karena Kang Rudy sudah pernah berbicara di IAGI, teman2 panitia tidak
mengundang Kang Rudy sahabat saya sebagai pembicara dalam seminar di
BPPT yang lalu. Saya sangat menghargai DR. IR. Rudy Rubiandini, walaupun
masih muda Kang Rudy seorang guru yang punya kompetensi tinggi
dibidangnya (drilling engineering). Masih segar dalam ingatan saya dalam
milis IAGI pernah heboh atas wawancara Kang Rudy dengan radio Elshinta.
Bagi saya persahabatan dan kerukunan adalah nomor satu baik seprofesi
maupun antar profesi, kita harus kompak begitu kata Abah Yanto melalui
SMS. Untuk itu saya minta sekjen IAGI utk melakukan klarifikasi kepada
Kang Rudy dan hasilnya dimuat di milis ini.  Saya percaya sebagai
seorang guru, Kang Rudy tidak sedikitpun berniat/bermaksud menuduh atau
menjelekkan rekan lain profesi. Sayang Kang Rudy mengajukan surat
pengunduran diri (surat ditembuskan ke saya, tapi saya tidak tahu apakah

Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-13 Terurut Topik Nana Djumhana
Ingin juga saya urun rembug dalam masalah ini.

Soal nama semburan lumpur, apakah LULA, LUSI atau apa saja, tidak perlu 
dipermasalahkan. Saya sendiri sejak awal kejadian menamakannya dengan Bledug 
Porong yang identik dengan Bledug Kuwu di Wirosari, Purwodadi, Jawa Tengah. 
Karena dari awal pula (Juni 2006) saya mengatakan bahwa berdasarkan data yang 
ada kejadian tersebut merupakan mud vulcano, yang merupakan kejadian alam dan 
kemungkinan tidak berkaitan dengan adanya pemboran sumur BJP-1. Hal ini saya 
sampaikan selesai meeting di BP Migas tgl. 15 Juni 2006, ketika itu Awang tanya 
pada saya tentang hal tersebut, yang ternyata sama dengan dugaan dia. Bahkan 
Awang menambahkan data lainnya dan efek/akibat yang akan mengikutinya. Masalah 
ini juga saya sampaikan melalui Mimbar Jum'at mulai dari edisi No. 258 tgl.23 
Juni 2006, yang berjudul Bencana Porong. Berbagai reaksi, baik kritik yang 
bernada memperingatkan sampai yang menakut-nakuti ditujukan kepada saya, karena 
dianggap melawan arus.

Kejadiannya memang 2 hari setelah gempa yang mengguncang Jogja dan sekitarnya. 
Oleh karena itu dalam beberapa Mimbar Jum'at, saya mengatakan bahwa gempa 
Jogja, kemungkinan hanya merupakan pemicu aktivitas mud vulcano tsb., tetapi 
penyebab sebenarnya kemungkinan adalah : adanya getaran terus menerus dari 
mobil-mobil besar yang melintas di jalan toll di atas area shale diapir, dan 
beratnya beban bangunan di atas area tersebut. Sedangkan adanya pemboran sumur 
BJP-1, kalaupun ikut andil sebagai penyebab, kecil peranannya. Saya sampaikan 
juga melalui Mimbar Jum'at sejak awal (karena saya belum bergabung dengan 
iagi-net) bagaimana mengatasinya, yaitu agar segera melokalisir area luapan 
lumpur dan segera dibuatkan salurannya ke laut, karena lumpur akan terus 
mengalir sampai waktu yang tidak diketahui, bisa setahun, puluhan tahun atau 
mungkin ratusan tahun. Dan jika tidak segera diatasi, akan menjadi bencana yang 
lebih besar dan lebih parah akibatnya. Tetapi sebagaimana kita ketahui di negri 
ini, seringkali mencari kambing hitamnya dulu yang menjadi penyebab kejadian, 
kemudian berdasarkan asumsi itu baru dicari solusinya. Karena dari awal (dan 
sampai sekarang) yang menjadi kambing hitam adalah 100% Lapindo dengan pemboran 
sumur BJP-1, maka penanganan awal tertumpu kepada penanggulangan drilling 
hazzard, bukan penanggulangan mud vulcano. Dan kita bisa lihat kenyataannya 
sekarang.

Barangkali itu saja yang ingin disampaikan, dan bagi rekan yang berlangganan 
mimbar jum'at, semuanya sudah tahu.
  - Original Message - 
  From: nyoto - ke-el 
  To: iagi-net@iagi.or.id 
  Sent: Tuesday, March 13, 2007 7:42 PM
  Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI


  Pak Achmad Luthfi ternyata sebagai seorang Ketua IAGI (Ikatan Ahli Geologi 
Indonesia) kurang teliti didalam menulis Respon-2 ini. Perhatikan didalam 
kalimat seperti tsb dibawah ini : 
  Kita semua tahu bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur BJP-1 
pada tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa Jogja. 

  Memang betul semburan lumpur panas tsb terjadi disekitar sumur BJP-1 pada 
hari Senin 29 Mei 2006 pagi, tetapi gempa Yogya terjadinya bukan hari Senin itu 
tetapi terjadinya 2 hari sebelumnya, yaitu hari Sabtu pagi2 sekali tanggal 27 
Mei 2006, bisa ditanyakan kepada orang2 di Yogyakarta yang mengalami sendiri 
gempa itu atau data2 gempa Yogya, dimana jelas terjadinya bukan hari Senin 29 
Mei melainkan hari Sabtu pagi2 tanggal 27 Mei 2006. 

  Apakah penyebutan terjadinya gempa Yogya tanggal 29 Mei 2006, sengaja akan 
dihubungkan dengan awal terjadinya semburan pertama lumpur panas Sidoardjo, 
supaya klop dengan teori pak Luthfi, yaitu penyebab terjadinya lumpur panas 
adalah akibat gempa Yogya ?  Tetapi sayang sekali teori itu banyak sekali 
kelemahannya pak (tidak didukung data yang benar). 

  Sekian dari saya, semoga pak Luthfi maklum.


  Wassalam,
  nyoto - TG'74




   
  On 3/13/07, Achmad Luthfi [EMAIL PROTECTED] wrote: 
RESPON-2 SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI

LULA adalah sebutan lain dari LUSI yang sudah lebih dulu popular, tdk 
ada makna lain dibalik itu, bahkan ada yang menyebutnya LULUK (Luapan
Lumpur tanpa Kendali). Melihat skala luapan LULA yang begitu dahsya
tentu tidak seorangpun diantara kita ada yang pernah memperkirakan ada
semburan lumpur panas yang begitu dahsyat di cekungan jawa timur laut
walaupun di cekungan ini banyak tersebar mud volcano. Kita semua tahu
bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa Jogja. 
Spontan muncul berbagai komentar yang berbuah opini dari yang berdasar
scientific sampai yang non-scientific, makin hari makin kearah teknis,
terbentuk opini penyebabnya adalah tidak set casing dalam selang yang 
panjang di BJP-1. Kalo tidak salah seminggu kemudian Menteri ESDM
membentuk tim investigasi yang diketuai

Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

2007-03-13 Terurut Topik nyoto - ke-el

Justru saya sejak awal kurang sependapat dengan interpretasinya mas Nana
didalam Mimbar Jum'at-nya (tiap Jum'at saya terima via email) mas Nana
Djumhana tentang awal terjadinya LUSI/LULA tsb.  Tetapi karena itu berupa
Mimbar Jum'at ya saya kira kurang pas untuk meng-counter-nya.

Kalau sebagai triggernya adalah gempa, mengapa LUSI justru timbulnya di
Sidoardjo, bukan di-dekat2 daerah Yogyakarta ?  Dan kenapa baru 2 hari
kemudian munculnya ?  Itu bisa mungkin terjadi kalau misalnya memang ada
sesar/patahan regional yang besar sekali dengan trend dari Yogya ke
Sidoardjo, seperti sesar Semangko di sepanjang P.Sumatra yang mempunyai
panjang sampai berratus kilometer.

Perlu diketahui bahwa awal mula terjadinya LUSI adalah setelah terjadinya
problem drilling di sumur BJP-1, dan terjadinya juga hanya beberapa meter
dari lokasi sumur (tidak sampai ber-kilo2 meter, sedang jarak LUSI dengan
gempa Yogya adalah ber-ratus2 km) dan terjadinya 2 hari kemudian.  Jadi
menurut logika akal sehat, apakah masuk akal kalau trigger-nya LUSI adalah
gempa Yogya  bukan sumur BJP-1 yang sedanag mengalami problem drilling saat
itu ?

Terbukti sudah 2 ahli bumi international (kalau tidak salah dari Inggris/USA
?  dari Jepang) yang meng-interpretasikan bahwa kejadian LUSI adalah dipicu
oleh problem drilling di sumur BJP-1  bukan oleh gempa Yogya.

Interpretasi boleh berbeda, tetapi data/fakta yang ada seyogyanya jangan
diabaikan ataupun dirubah.  Sebagai geologist memang kita bisa selalu
berbeda pendapat  interpretasi, itu sah2 saja, jadi ya silahkan saja kalau
mas Nana masih tetap mempercayai interpretasinya, sedang saya lebih ke
data/faktanya.

Wass,


ps: terima kasih tanggapannya mas Nana.





On 3/14/07, Nana Djumhana [EMAIL PROTECTED] wrote:


 Ingin juga saya urun rembug dalam masalah ini.

Soal nama semburan lumpur, apakah LULA, LUSI atau apa saja, tidak perlu
dipermasalahkan. Saya sendiri sejak awal kejadian menamakannya dengan
Bledug Porong yang identik dengan Bledug Kuwu di Wirosari, Purwodadi,
Jawa Tengah. Karena dari awal pula (Juni 2006) saya mengatakan bahwa
berdasarkan data yang ada kejadian tersebut merupakan mud vulcano, yang
merupakan kejadian alam dan kemungkinan tidak berkaitan dengan adanya
pemboran sumur BJP-1. Hal ini saya sampaikan selesai meeting di BP Migas
tgl. 15 Juni 2006, ketika itu Awang tanya pada saya tentang hal tersebut,
yang ternyata sama dengan dugaan dia. Bahkan Awang menambahkan data lainnya
dan efek/akibat yang akan mengikutinya. Masalah ini juga saya sampaikan
melalui Mimbar Jum'at mulai dari edisi No. 258 tgl.23 Juni 2006, yang
berjudul Bencana Porong. Berbagai reaksi, baik kritik yang bernada
memperingatkan sampai yang menakut-nakuti ditujukan kepada saya, karena
dianggap melawan arus.

Kejadiannya memang 2 hari setelah gempa yang mengguncang Jogja dan
sekitarnya. Oleh karena itu dalam beberapa Mimbar Jum'at, saya mengatakan
bahwa gempa Jogja, kemungkinan hanya merupakan pemicu aktivitas mud vulcano
tsb., tetapi penyebab sebenarnya kemungkinan adalah : adanya getaran terus
menerus dari mobil-mobil besar yang melintas di jalan toll di atas area
shale diapir, dan beratnya beban bangunan di atas area tersebut. Sedangkan
adanya pemboran sumur BJP-1, kalaupun ikut andil sebagai penyebab, kecil
peranannya. Saya sampaikan juga melalui Mimbar Jum'at sejak awal (karena
saya belum bergabung dengan iagi-net) bagaimana mengatasinya, yaitu agar
segera melokalisir area luapan lumpur dan segera dibuatkan salurannya ke
laut, karena lumpur akan terus mengalir sampai waktu yang tidak diketahui,
bisa setahun, puluhan tahun atau mungkin ratusan tahun. Dan jika tidak
segera diatasi, akan menjadi bencana yang lebih besar dan lebih parah
akibatnya. Tetapi sebagaimana kita ketahui di negri ini, seringkali mencari
kambing hitamnya dulu yang menjadi penyebab kejadian, kemudian berdasarkan
asumsi itu baru dicari solusinya. Karena dari awal (dan sampai sekarang)
yang menjadi kambing hitam adalah 100% Lapindo dengan pemboran sumur BJP-1,
maka penanganan awal tertumpu kepada penanggulangan drilling hazzard,
bukan penanggulangan mud vulcano. Dan kita bisa lihat kenyataannya sekarang.

Barangkali itu saja yang ingin disampaikan, dan bagi rekan yang
berlangganan mimbar jum'at, semuanya sudah tahu.

- Original Message -
*From:* nyoto - ke-el [EMAIL PROTECTED]
*To:* iagi-net@iagi.or.id
 *Sent:* Tuesday, March 13, 2007 7:42 PM
*Subject:* Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI


Pak Achmad Luthfi ternyata sebagai seorang Ketua IAGI (Ikatan Ahli Geologi
Indonesia) kurang teliti didalam menulis Respon-2 ini. Perhatikan didalam
kalimat seperti tsb dibawah ini :
Kita semua tahu bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur
BJP-1 pada tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa
Jogja.

Memang betul semburan lumpur panas tsb terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
hari Senin 29 Mei 2006 pagi, tetapi gempa Yogya terjadinya bukan hari Senin
itu tetapi terjadinya 2 hari sebelumnya