RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-20 Terurut Topik liamsi
 didunia mengakui dan
 menerimanya.

 UUMigas baru tahun 2001 diselesaikan dalam waktu sembilan
 tahun. Begitu selesai, langsung dihujat kiri kanan. Setelah
 dihujat selama 10 tahun diputuskan untuk membuat UUMigas
 baru, yang sekarang memasuki tahun ke-4 tanpa ada titik
 terang kapan selesai. Nantinya setelah UU baru selesai,
 akan
 dilakukan renegosiasi kontrak. Kalau mengikuti pengalaman
 UUPertambangan baru, menurut Kompas, jalan masih panjang,
 karena sudah 3 tahun belum ada persesuaian.

 Selain itu, belum tentu IOC akan setuju dengan UU baru
 terutama perbankan Internasional yang akan menjadi tulang
 punggung investasi. Dengan PSC sekarang, cadangan minyak
 bisa diagungkan untuk pembiayaan development. Perbankan
 Internasional setuju karena ini sudah berjalan sejak 1966.

 Banyak IOC setuju dengtan keadaan dan UU sekarang, meskipun
 kontrak pendek dan banyak loopholes, karena sudah berjalan
 sejak 1966 dan tidak ada significant dispute.(Padahal IOC
 sebenarnya ingin kontrak yang fool-proof- berarti panjang
 sekali).

 Pembuatan UUMigas sekarang bertele-tele. Kalu menunggu
 sampai UU sempurna, kemungkinan cadangan minyak yang kita
 ketahui keburu habis karena sekarang ini semua investor
 menunggu isi UU baru sebelum melakukan investasi
 baru/eksplorasi.

 Menurut saya tidak perlu UUMigas baru, cukup direvisi
 sambil
 jalan. Pakailah yang ada dan telah terbukti jalan. Harus
 diingat bahwa UU Migas tsb. dibuat oleh putra-putri
 Indonesia terbaik pada waktu itu. Seperti halnya UUD 45,
 kekurangannya banyak, apakah ingin dihujat?

 PSC kita sekarang pendek dan singkat, cuma 40 halaman
 mencakup A sampai Z selama 30 tahun. Banyak loopholes. Jadi
 pinter2nya kita memanfaatkan loopholes. Sekarang K3S yang
 memanfaatkan loopholes tsb. Kita harus belajar gigih dan
 jangan gampang menyerah. Ini adalah prinsip berbusiness
 dimana-mana. Jangan nrimo.

 Dalam email Anda menyebutkan perlunya UUmigas baru demi
 adanya kepastian hukum. Menurut saya kalau investor yang
 punya uang berani invest di Indonesia tanpa kepastian
 hukum,
 mengapa kita yang menerima uang ketakutan? Bahkan kalau PSC
 dijadikan cuma satu halaman dan yang dicantumkan yang
 penting-penting saja, sebagai penerima, kita berani saja.
 Kenapa tidak, karena kita tidak mengeluarkan sepeserpun.
 Risiko semuanya ada pada mereka. Dia sebagai investor yang
 akan mengeluarkan risk capital besar sekali, seyogianya
 yang
 takut. Sekarang koq kebalikannya?

 Minyak bukan bank Century, klik uang keluar. Drilling rig
 tidak bisa dibawa lari. Cadangan yang sudah diperoleh tidak
 bisa dibawa keluar. Terutama K3S yang menemukan minyak atau
 yang sudah berproduksi pasti akan nurut.

 Hubungan yang kita sudah pupuk sejak 1966 dengan IOC,
 jangan
 kita
 sia-siakan. Migas adalah commodity yang memerlukan hubungan
 Internasional. Kita masih harus belajar banyak dari IOC
 dengan adanya shale gas, tight oil, dan subsea development
 yang semuanya memerlukan risk capital yang sangat besar dan
 yang tidak kita punyai.

 Why take the risk?

 Maaf kalau tidak berkenan.

 Salam,

 HL Ong


 -Original Message-
 From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On
 Behalf Of lia...@indo.net.id
 Sent: Thursday, 13 March 2014 2:08 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine
 Thefts Said to Widen

 Pak Ong Yth ,
 Menarik komentarnya mengenahi Belum perlunya ada UU Migas
 baru,
 apa justru tidak sebaliknya segera diperlukannya  UU baru
 Migas
 secepatnya,
 UU adalah implementasi/ operasional  dari amanah UUD
 terkait
 dg
 pengelolaan SDA ( Migas, Minerba, Geothermal ) , oleh
 karena
 itu UU merupakan rujukan dasar tatacara pengeloalaan SDA ,
 UU
 Migas 2001 telah banyak diamputasi , ibaratnya kaki dan
 tangannya di amputasi sekarang pakai tangan darurat ,
 Bagaimna akan menjadi rujukan dasar  yg baik kalau banyak
 yg
 telah diamputasi jadi  perlunya segera di buat UU baru agar
 ada
 kepastian hukum.sesuai dg putusan MK,  Tupoksi BP migas
 paska pembubarannya diserahkan kepada pemerintah , omong
 omong kalau SKK itu
 institusi pemerintah atau semacam konsultannya pemerintah
 ya.
 kalau institusi pemerintah itu spt Dirjen Migas , Badan
 Geologi
 , dll
 UU itu dibuat oleh DPR dan Pemerintah , salah satu tidak
 mau
 ya
 tidak jadi  barang itu.

 Ismail Zaini



 Bagus Pak Ban, udah mulai ngitung2. Ya memang ngono.



 Jadi pembuatan UUMigas yang sekarang sedang digodok DPR
 dan
 memasuki tahun ke-4, begitu selesai, implementasinya,
 kalau
 mengikuti jejak UUPertambangan, paling cepat 3 tahun lagi.
 Jadi apa gunanya menghabiskan uang dan waktu untuk
 pembuatan
 UUMigas baru?



 HL Ong



 From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On
 Behalf Of lia...@indo.net.id
 Sent: Wednesday, 12 March 2014 7:21 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal
 Mine
 Thefts Said to Widen



 Di Kompas hari ini dg judul Renegosiasi Kontrak ,  Jalan
 masih panjang  ditulis karena lamanya proses negosiasi

RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-20 Terurut Topik Hadiyanto Sapardi
Cak Liamsi.
Masalah 10700 IUP itu itung2 an dikeluarkan perijinannya lebih mengerikan.
Setelah UU Minerba dikeluarkan Januari 2009 dan ditindak lanjuti dengan
edaran Dirjen Minerba kepada seluruh Gubernur dan bupati sesuai dengan
kewenangannya untuk melaporkan konsesi IUP lengkap dengan koordinatnya yg
ada diseluruh wilayah administrasinya dengan batas akhir pelaporannya
Januari 2010, maka pada awal tahun 2010 itulah muncul sebanyak 10700 IUP.
Jadi hitungannya bukan dari tahun 2019-2014 didapatkan sejumlah itu. Jangan2
1 bupati dalam sehari bisa keluarkan ratusan IUP. Hebat ya?

Salam
HS

-Original Message-
From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of
lia...@indo.net.id
Sent: Thursday, March 20, 2014 6:54 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to
Widen

Trima kasih pak Ong penjelasannya , jadi tambah pengetahuan saya dg
penjelasan tsb.
kalau menyinggung soal UUD 45 malah setelah reformasi sudah diamandemen
bberapa kali , dan sekarang kita pakai UUD amandemen. untungnya pasal yg
menyagkut SDA masih tetap , coba kalau ikut diamandemen dg ditambah satu
kata saja , misalnya kekayaan alam dikuasi oleh negara   ditambah satu
kata saja  dikelola  shg menjadi . kekayaan alam dikuasai dan
dikelola oleh negara .. maka semua aturan terkait dg itu akan berubah
bukan hanya UU saja , karena secara herarki peraturan per undang undangan
maka UUD 45 berada paling atas , dibawahnya diikuti , UU/Perpu , PP, Perpres
baru Perda.
Soal , SDA disimpan dulu , itu saya hanya mengutip dari pernyataan salah
satu pembicara disuatu seminar bbrap waktu lalu ' Kalau kita tidak bisa
mengelola SDA dg benar maka perut bumi adalah tempat yg sangat baik untuk
menyimpannya  , jadi kata kuncinya pengelolaan dg benar 
Coba kita lihat data ;
saat ini ada 10.700 lebih Ijin Usaha pertambangan (IUP) , IUP ini ada sejak
adanya UU Minerba 2009 , kalau dikotak katik maka akan ketemu angka angka
sbb :UU minerba sdh berjalan 5 tahun ( 2009-2014 ) , kalau saat ini ada
10700 lebih IUP kalau kita rata rata tiap tahun terbit 2140 lebih IUP , atau
rata rata perbulannya 180 an IUP. atau dalam satu hari ada 6 IUP , atau tiap
4 jam satu IUP. ( sekedar gotak gatuk saja , mungkin perhitungan dan
asumsi ini salah
)
Kemudian kita lihat data APBN 2013 , pada penerimaan negara (
PNBP) , disitu ada Penerimaan dari SDA 197,2 T terdiri dari Migas ( 174,8T)
dan Non migas ( minerba, kehutanan, perikanan,
Geothermal)  sebesar 22,3 T , Kalau kita lihat lagi yg non migas  ada 17.5 T
dari pertambangan Umum ( minerba) , Nah disini bisa kita lihat ternyata ,
begitu banyaknya IUP yg dikeluarkan hanya menyumbangkan ke penerimaan negara
(PNBP)
17.5 T atau kalau Total APBN  1500 T lebih  maka penerimaan PNBP dari
Minerba hanya  1,2 %  salam

ISM

 Pak Liamsi,

 Terima kasih atas comment Anda. Ada dua hal yang saya kurang setuju.

 Pertama, kalimat saya jangan dikebiri dong. Lengkapnya:
 Tidak perlu dibuat UU baru tapi cukup direvisi, sambil jalan. 
 Perkataan sambil jalan telah Anda hilangkan. Jadi yang diartikan 
 revisi adalah sedikit-dikit sambil jalan, seperti UUD45 yang telah 
 direvisi. UUD45 pernah diganti total menjadi UUD53, ternyata tidak 
 jalan dan kita kembali ke UUD45.

 Beda pendapat kedua adalah bahwa natural resources kita tidak perlu 
 dikeluarkan dan diolah sekarang, tapi sebaiknya disimpan di perut 
 bumi untuk cucu-cucu kita (sebagai pilihan alternative untuk 
 ketahanan energi).


 Pendapat sebagai pilihan alternative untuk disimpan menyalahi prinsip 
 ekonomi. Mineral resources yang disimpan dan tidak dikeluarkan adalah 
 seperti menabung tanpa bunga, hingga tiap tahun nilainya relative 
 berkurang. Padahal kita memerlukan modal besar untuk pengembangan 
 Negara, sekarang juga, bukan nanti. Pertumbuhan penduduk Indonesia 
 cukup besar dan penduduknya makin tua. Pengobatan makin ekstra mahal. 
 Semua orang menuntut pendidikan. Angkatan perang kita perlu modal 
 untuk menjaga perbatasan yang sangat luas. Sekarang ikan, batubara 
 ($6milliar), emas, dan kemungkian besar juga timah, nickel, dsb. 
 dicuri. Sebagai contoh bagaimana sulitnya menjaga perbatasan, 
 Indonesia hanya punya dua kapal selam, yang satu sudah lama dibengkel. 
 Bandingkan dengan Negara tetangga Malaysia, Singpaore dan Australia.

 Kita memasang advertensi mengundang modal luar masuk. Kita mengemis. 
 Dengan modal diatas US$100,000 saja kita sudah memberikan kemudahan2 
 Penanaman Modal Asing. Perusahaan swasta kalau pinjam untuk usaha 
 dikenakan bunga 15%/tahun, hingga mereka mengharapkan keuntungan 
 antara 20-30%/tahun.
 Kita punya modal yang masih diperut kalau diolah oleh swasta Indonesia 
 pasti juga akan dapat 20-30%. Sedangkan kalau kita biarkan diperut, 
 sama sekali tidak bermanfaat.

 Menurut Prof. Boediono waktu memberikan inauguration address di UGM 
 beberapa tahun yang lalu, beliau menerangkan bahwa Indonesia itu 
 berpacu dengan waktu. Kita harus menaikkan GDP
 (PPP

RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-19 Terurut Topik Ong Han Ling
Pak Liamsi,

Terima kasih atas comment Anda. Ada dua hal yang saya kurang setuju.

Pertama, kalimat saya jangan dikebiri dong. Lengkapnya: Tidak perlu dibuat
UU baru tapi cukup direvisi, sambil jalan. Perkataan sambil jalan telah
Anda hilangkan. Jadi yang diartikan revisi adalah sedikit-dikit sambil
jalan, seperti UUD45 yang telah direvisi. UUD45 pernah diganti total menjadi
UUD53, ternyata tidak jalan dan kita kembali ke UUD45. 

Beda pendapat kedua adalah bahwa natural resources kita tidak perlu
dikeluarkan dan diolah sekarang, tapi sebaiknya disimpan di perut bumi
untuk cucu-cucu kita (sebagai pilihan alternative untuk ketahanan energi).


Pendapat sebagai pilihan alternative untuk disimpan menyalahi prinsip
ekonomi. Mineral resources yang disimpan dan tidak dikeluarkan adalah
seperti menabung tanpa bunga, hingga tiap tahun nilainya relative berkurang.
Padahal kita memerlukan modal besar untuk pengembangan Negara, sekarang
juga, bukan nanti. Pertumbuhan penduduk Indonesia cukup besar dan
penduduknya makin tua. Pengobatan makin ekstra mahal. Semua orang menuntut
pendidikan. Angkatan perang kita perlu modal untuk menjaga perbatasan yang
sangat luas. Sekarang ikan, batubara ($6milliar), emas, dan kemungkian besar
juga timah, nickel, dsb. dicuri. Sebagai contoh bagaimana sulitnya menjaga
perbatasan, Indonesia hanya punya dua kapal selam, yang satu sudah lama
dibengkel. Bandingkan dengan Negara tetangga Malaysia, Singpaore dan
Australia. 

Kita memasang advertensi mengundang modal luar masuk. Kita mengemis. Dengan
modal diatas US$100,000 saja kita sudah memberikan kemudahan2 Penanaman
Modal Asing. Perusahaan swasta kalau pinjam untuk usaha dikenakan bunga
15%/tahun, hingga mereka mengharapkan keuntungan antara 20-30%/tahun. Kita
punya modal yang masih diperut kalau diolah oleh swasta Indonesia pasti juga
akan dapat 20-30%. Sedangkan kalau kita biarkan diperut, sama sekali tidak
bermanfaat. 

Menurut Prof. Boediono waktu memberikan inauguration address di UGM beberapa
tahun yang lalu, beliau menerangkan bahwa Indonesia itu berpacu dengan
waktu. Kita harus menaikkan GDP (PPP) per capita menjadi $6000 untuk di
kategorikan sebagai Negara Maju (Developed). Kalau tidak, berdasarkan studi
empiris kemungkinan besar Indonesia akan kehilangan demokrasi dan kembali ke
totaliter. Dengan kenaikan GDP Indonesia 6%/tahun diperlukan 15 tahun untuk
mencapai $6,000 hingga demokrasi Indonesia sustainable, berarti aman dan
terjamin. Pak Boediono menyebutnya Ambang Aman Demokrasi. Kalau angka ini
tidak tercapai dalam waktu secepatnya, bisa2 kita menjadi Somali kedua. 

Untuk mencapai kenaikan GDP yang demikian besarnya diperlukan modal yang
sangat besar. Kita harus mengeluarkan secepatnya dari perut kita dan
mengelolanya dengan baik. 

Salam,

HL Ong



Original Message-
From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of
lia...@indo.net.id
Sent: Friday, 14 March 2014 10:45 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to
Widen

Trima kasih pak Ong pencerahannya , saya sangat berkenan kok,
shg saya  dapat menambah pengetahuan dari diskusi ini dari
pakarnya langsung,
memang kalau pratisnya , jalanin saja tidak perlu di buat UU
migas baru , yg penting produksi jalan pemasukan negara jalan,
kalau perlu naik terus.
Bagaimanapun proses sudah berjalan , artinya kita tidak bisa
lagi mundur ke belakang , kenyataannya UU Migas 2001 sdh lahir
dan sdh babak belur  diamputasi oleh MK , kemudian ada
kemauan untuk membuat UU baru sebagai penyempurnaan UU migas yg
sdh babak belur tsb, maunya sih tdk usah ada UU migas pakai
yg dulu saja ( UU no.8 th 1971 ) kan  sdh cukup bagus ( jadi
ingat iklan dipinggir jalan Enak Jamanku to ?  )
Pertanyaan saya kemarin Apakah justru UU Migas baru tidak
dipercepat penyelesaiannya  kalau lihat apa yg disampaikan Pak
Ong ternyata , ada jawabannya :

 Tidak perlu dibuat UU baru tapi cukup direvisi  . ini kan
artinya juga membuat UU baru , ( Revisi UU itu sama dg membuat
UU baru.)

 sekarang ini semua investor  menunggu isi UU baru sebelum
melakukan investasi baru/eksplorasi. ini artinya kalau tidak
cepat cepat diselesaikan UU Migas baru investor akan menunggu
terus.

Kalau kekawatiran thd renegosiasi kontrak , sebetulnya tidak
juga , karena disetiap UU baru ada pasal peralihannya yg
intinya Tetap menghormati kontrak/perjanjian yg dibuat sebelum
UU tsb sampai batas akhir dari kontrak/perjanjian tsb.( pasal
ini juga ada di UU migas 2001),
Tentang PSC yg sudah bagus sejak 1966 , Kalau memang sudah
terbukti bagus kan tetap bisa dilanjutkan , apakah  PSC / KKS (
di migas ) atau KK/PKP2B ( kalau di Minerba ) atau KOB/JOC (
kalau di Geothermal ) itu kan pilihan sistem yg dipakai,
tentunya masing masing sesuai dg kondisi / jenis/ perkembangan
SDA tsb , Kalau Minerba dan Geothermal sistem kontrak tsb sdh
bermigrasi jadi IUP tidak masalah yg penting tujuannya untuk
sebesar besarnya keuntungan negara maka sistem  Kontrak
berganti dg IUP, tapi

Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-14 Terurut Topik noor syarifuddin
Rekans,
Saya sepakat dengan Pak Ong... Mari kita sempurnakan yg sudah ada.. Jangan
setiap kali ada kekurangan maka semua diganti total... uUD saja bisa
diamandemen, kenapa UU nggak...
Justru kekuatiran soal kepastian hukum akan terjadi kalau proses terbitnya
UU barus ini bertele2 seperti UU yg berlaku sekarang... Pada kondisi
seperti itu investor akan menunggu dan konsekeunsinya adalah akan terjadi
kevakuman aktifitas eksplorasi... Kita sdh kena 10 tahun waktu buat Uu yg
skg, masa mau diulang lagi.. Paling nggak hal yg sama sudah jalan 4 tahun
seperti ditulis pak Ong..


Salam
On Friday, March 14, 2014, Ong Han Ling hl...@geoservices.co.id wrote:

 Pak Liamsi dan Zainil,

 Alasan saya kurang setuju untuk membuat UUMigas baru adalah karena saya
 mengambil praktisnya saja. PSC Indonesia sudah berjalan baik sejak 1966.
 Meskipun jauh dari sempurna tetapi semua IOC didunia mengakui dan
 menerimanya.

 UUMigas baru tahun 2001 diselesaikan dalam waktu sembilan tahun. Begitu
 selesai, langsung dihujat kiri kanan. Setelah dihujat selama 10 tahun
 diputuskan untuk membuat UUMigas baru, yang sekarang memasuki tahun ke-4
 tanpa ada titik terang kapan selesai. Nantinya setelah UU baru selesai,
 akan
 dilakukan renegosiasi kontrak. Kalau mengikuti pengalaman UUPertambangan
 baru, menurut Kompas, jalan masih panjang, karena sudah 3 tahun belum ada
 persesuaian.

 Selain itu, belum tentu IOC akan setuju dengan UU baru terutama perbankan
 Internasional yang akan menjadi tulang punggung investasi. Dengan PSC
 sekarang, cadangan minyak bisa diagungkan untuk pembiayaan development.
 Perbankan Internasional setuju karena ini sudah berjalan sejak 1966.

 Banyak IOC setuju dengtan keadaan dan UU sekarang, meskipun kontrak pendek
 dan banyak loopholes, karena sudah berjalan sejak 1966 dan tidak ada
 significant dispute.(Padahal IOC sebenarnya ingin kontrak yang fool-proof-
 berarti panjang sekali).

 Pembuatan UUMigas sekarang bertele-tele. Kalu menunggu sampai UU sempurna,
 kemungkinan cadangan minyak yang kita ketahui keburu habis karena sekarang
 ini semua investor menunggu isi UU baru sebelum melakukan investasi
 baru/eksplorasi.

 Menurut saya tidak perlu UUMigas baru, cukup direvisi sambil jalan.
 Pakailah
 yang ada dan telah terbukti jalan. Harus diingat bahwa UU Migas tsb. dibuat
 oleh putra-putri Indonesia terbaik pada waktu itu. Seperti halnya UUD 45,
 kekurangannya banyak, apakah ingin dihujat?

 PSC kita sekarang pendek dan singkat, cuma 40 halaman mencakup A sampai Z
 selama 30 tahun. Banyak loopholes. Jadi pinter2nya kita memanfaatkan
 loopholes. Sekarang K3S yang memanfaatkan loopholes tsb. Kita harus belajar
 gigih dan jangan gampang menyerah. Ini adalah prinsip berbusiness
 dimana-mana. Jangan nrimo.

 Dalam email Anda menyebutkan perlunya UUmigas baru demi  adanya kepastian
 hukum. Menurut saya kalau investor yang punya uang berani invest di
 Indonesia tanpa kepastian hukum, mengapa kita yang menerima uang ketakutan?
 Bahkan kalau PSC dijadikan cuma satu halaman dan yang dicantumkan yang
 penting-penting saja, sebagai penerima, kita berani saja. Kenapa tidak,
 karena kita tidak mengeluarkan sepeserpun. Risiko semuanya ada pada mereka.
 Dia sebagai investor yang akan mengeluarkan risk capital besar sekali,
 seyogianya yang takut. Sekarang koq kebalikannya?

 Minyak bukan bank Century, klik uang keluar. Drilling rig tidak bisa dibawa
 lari. Cadangan yang sudah diperoleh tidak bisa dibawa keluar. Terutama K3S
 yang menemukan minyak atau yang sudah berproduksi pasti akan nurut.

 Hubungan yang kita sudah pupuk sejak 1966 dengan IOC, jangan kita
 sia-siakan. Migas adalah commodity yang memerlukan hubungan Internasional.
 Kita masih harus belajar banyak dari IOC dengan adanya shale gas, tight
 oil,
 dan subsea development yang semuanya memerlukan risk capital yang sangat
 besar dan yang tidak kita punyai.

 Why take the risk?

 Maaf kalau tidak berkenan.

 Salam,

 HL Ong


 -Original Message-
 From: iagi-net@iagi.or.id javascript:; 
 [mailto:iagi-net@iagi.or.idjavascript:;]
 On Behalf Of
 lia...@indo.net.id javascript:;
 Sent: Thursday, 13 March 2014 2:08 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to
 Widen

 Pak Ong Yth ,
 Menarik komentarnya mengenahi Belum perlunya ada UU Migas baru,
 apa justru tidak sebaliknya segera diperlukannya  UU baru Migas
 secepatnya,
 UU adalah implementasi/ operasional  dari amanah UUD terkait dg
 pengelolaan SDA ( Migas, Minerba, Geothermal ) , oleh karena
 itu UU merupakan rujukan dasar tatacara pengeloalaan SDA , UU
 Migas 2001 telah banyak diamputasi , ibaratnya kaki dan
 tangannya di amputasi sekarang pakai tangan darurat ,
 Bagaimna akan menjadi rujukan dasar  yg baik kalau banyak yg
 telah diamputasi jadi  perlunya segera di buat UU baru agar ada
 kepastian hukum.sesuai dg putusan MK,  Tupoksi BP migas paska pembubarannya
 diserahkan kepada pemerintah , omong omong kalau SKK itu
 institusi pemerintah atau semacam

RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-14 Terurut Topik Bandono Salim
Sudut pandang yang bagus Pak.
Dari sisi lain tar dpr takut gak ada obyek lagi di dunia berhamburan $. Nah
tinggal perketat pengawasan pada para pemain baik dari migas, ekonom,
pengusaha, perpajakan dll.
Itu yang mungkin harus dilakukan, agak sulit juga memilih orang yang jujur
untukberkecimpung di dunia emas hitam.
Pada 14 Mar 2014 12:38, Ong Han Ling hl...@geoservices.co.id menulis:

 Pak Liamsi dan Zainil,

 Alasan saya kurang setuju untuk membuat UUMigas baru adalah karena saya
 mengambil praktisnya saja. PSC Indonesia sudah berjalan baik sejak 1966.
 Meskipun jauh dari sempurna tetapi semua IOC didunia mengakui dan
 menerimanya.

 UUMigas baru tahun 2001 diselesaikan dalam waktu sembilan tahun. Begitu
 selesai, langsung dihujat kiri kanan. Setelah dihujat selama 10 tahun
 diputuskan untuk membuat UUMigas baru, yang sekarang memasuki tahun ke-4
 tanpa ada titik terang kapan selesai. Nantinya setelah UU baru selesai,
 akan
 dilakukan renegosiasi kontrak. Kalau mengikuti pengalaman UUPertambangan
 baru, menurut Kompas, jalan masih panjang, karena sudah 3 tahun belum ada
 persesuaian.

 Selain itu, belum tentu IOC akan setuju dengan UU baru terutama perbankan
 Internasional yang akan menjadi tulang punggung investasi. Dengan PSC
 sekarang, cadangan minyak bisa diagungkan untuk pembiayaan development.
 Perbankan Internasional setuju karena ini sudah berjalan sejak 1966.

 Banyak IOC setuju dengtan keadaan dan UU sekarang, meskipun kontrak pendek
 dan banyak loopholes, karena sudah berjalan sejak 1966 dan tidak ada
 significant dispute.(Padahal IOC sebenarnya ingin kontrak yang fool-proof-
 berarti panjang sekali).

 Pembuatan UUMigas sekarang bertele-tele. Kalu menunggu sampai UU sempurna,
 kemungkinan cadangan minyak yang kita ketahui keburu habis karena sekarang
 ini semua investor menunggu isi UU baru sebelum melakukan investasi
 baru/eksplorasi.

 Menurut saya tidak perlu UUMigas baru, cukup direvisi sambil jalan.
 Pakailah
 yang ada dan telah terbukti jalan. Harus diingat bahwa UU Migas tsb. dibuat
 oleh putra-putri Indonesia terbaik pada waktu itu. Seperti halnya UUD 45,
 kekurangannya banyak, apakah ingin dihujat?

 PSC kita sekarang pendek dan singkat, cuma 40 halaman mencakup A sampai Z
 selama 30 tahun. Banyak loopholes. Jadi pinter2nya kita memanfaatkan
 loopholes. Sekarang K3S yang memanfaatkan loopholes tsb. Kita harus belajar
 gigih dan jangan gampang menyerah. Ini adalah prinsip berbusiness
 dimana-mana. Jangan nrimo.

 Dalam email Anda menyebutkan perlunya UUmigas baru demi  adanya kepastian
 hukum. Menurut saya kalau investor yang punya uang berani invest di
 Indonesia tanpa kepastian hukum, mengapa kita yang menerima uang ketakutan?
 Bahkan kalau PSC dijadikan cuma satu halaman dan yang dicantumkan yang
 penting-penting saja, sebagai penerima, kita berani saja. Kenapa tidak,
 karena kita tidak mengeluarkan sepeserpun. Risiko semuanya ada pada mereka.
 Dia sebagai investor yang akan mengeluarkan risk capital besar sekali,
 seyogianya yang takut. Sekarang koq kebalikannya?

 Minyak bukan bank Century, klik uang keluar. Drilling rig tidak bisa dibawa
 lari. Cadangan yang sudah diperoleh tidak bisa dibawa keluar. Terutama K3S
 yang menemukan minyak atau yang sudah berproduksi pasti akan nurut.

 Hubungan yang kita sudah pupuk sejak 1966 dengan IOC, jangan kita
 sia-siakan. Migas adalah commodity yang memerlukan hubungan Internasional.
 Kita masih harus belajar banyak dari IOC dengan adanya shale gas, tight
 oil,
 dan subsea development yang semuanya memerlukan risk capital yang sangat
 besar dan yang tidak kita punyai.

 Why take the risk?

 Maaf kalau tidak berkenan.

 Salam,

 HL Ong


 -Original Message-
 From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of
 lia...@indo.net.id
 Sent: Thursday, 13 March 2014 2:08 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to
 Widen

 Pak Ong Yth ,
 Menarik komentarnya mengenahi Belum perlunya ada UU Migas baru,
 apa justru tidak sebaliknya segera diperlukannya  UU baru Migas
 secepatnya,
 UU adalah implementasi/ operasional  dari amanah UUD terkait dg
 pengelolaan SDA ( Migas, Minerba, Geothermal ) , oleh karena
 itu UU merupakan rujukan dasar tatacara pengeloalaan SDA , UU
 Migas 2001 telah banyak diamputasi , ibaratnya kaki dan
 tangannya di amputasi sekarang pakai tangan darurat ,
 Bagaimna akan menjadi rujukan dasar  yg baik kalau banyak yg
 telah diamputasi jadi  perlunya segera di buat UU baru agar ada
 kepastian hukum.sesuai dg putusan MK,  Tupoksi BP migas paska pembubarannya
 diserahkan kepada pemerintah , omong omong kalau SKK itu
 institusi pemerintah atau semacam konsultannya pemerintah ya.
 kalau institusi pemerintah itu spt Dirjen Migas , Badan Geologi
 , dll
 UU itu dibuat oleh DPR dan Pemerintah , salah satu tidak mau ya
 tidak jadi  barang itu.

 Ismail Zaini



  Bagus Pak Ban, udah mulai ngitung2. Ya memang ngono.
 
 
 
  Jadi pembuatan UUMigas yang sekarang

RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-14 Terurut Topik liamsi
 untuk membuat UUMigas
 baru, yang sekarang memasuki tahun ke-4 tanpa ada titik
 terang kapan selesai. Nantinya setelah UU baru selesai, akan
 dilakukan renegosiasi kontrak. Kalau mengikuti pengalaman
 UUPertambangan baru, menurut Kompas, jalan masih panjang,
 karena sudah 3 tahun belum ada persesuaian.

 Selain itu, belum tentu IOC akan setuju dengan UU baru
 terutama perbankan Internasional yang akan menjadi tulang
 punggung investasi. Dengan PSC sekarang, cadangan minyak
 bisa diagungkan untuk pembiayaan development. Perbankan
 Internasional setuju karena ini sudah berjalan sejak 1966.

 Banyak IOC setuju dengtan keadaan dan UU sekarang, meskipun
 kontrak pendek dan banyak loopholes, karena sudah berjalan
 sejak 1966 dan tidak ada significant dispute.(Padahal IOC
 sebenarnya ingin kontrak yang fool-proof- berarti panjang
 sekali).

 Pembuatan UUMigas sekarang bertele-tele. Kalu menunggu
 sampai UU sempurna, kemungkinan cadangan minyak yang kita
 ketahui keburu habis karena sekarang ini semua investor
 menunggu isi UU baru sebelum melakukan investasi
 baru/eksplorasi.

 Menurut saya tidak perlu UUMigas baru, cukup direvisi sambil
 jalan. Pakailah yang ada dan telah terbukti jalan. Harus
 diingat bahwa UU Migas tsb. dibuat oleh putra-putri
 Indonesia terbaik pada waktu itu. Seperti halnya UUD 45,
 kekurangannya banyak, apakah ingin dihujat?

 PSC kita sekarang pendek dan singkat, cuma 40 halaman
 mencakup A sampai Z selama 30 tahun. Banyak loopholes. Jadi
 pinter2nya kita memanfaatkan loopholes. Sekarang K3S yang
 memanfaatkan loopholes tsb. Kita harus belajar gigih dan
 jangan gampang menyerah. Ini adalah prinsip berbusiness
 dimana-mana. Jangan nrimo.

 Dalam email Anda menyebutkan perlunya UUmigas baru demi
 adanya kepastian hukum. Menurut saya kalau investor yang
 punya uang berani invest di Indonesia tanpa kepastian hukum,
 mengapa kita yang menerima uang ketakutan? Bahkan kalau PSC
 dijadikan cuma satu halaman dan yang dicantumkan yang
 penting-penting saja, sebagai penerima, kita berani saja.
 Kenapa tidak, karena kita tidak mengeluarkan sepeserpun.
 Risiko semuanya ada pada mereka. Dia sebagai investor yang
 akan mengeluarkan risk capital besar sekali, seyogianya yang
 takut. Sekarang koq kebalikannya?

 Minyak bukan bank Century, klik uang keluar. Drilling rig
 tidak bisa dibawa lari. Cadangan yang sudah diperoleh tidak
 bisa dibawa keluar. Terutama K3S yang menemukan minyak atau
 yang sudah berproduksi pasti akan nurut.

 Hubungan yang kita sudah pupuk sejak 1966 dengan IOC, jangan
 kita
 sia-siakan. Migas adalah commodity yang memerlukan hubungan
 Internasional. Kita masih harus belajar banyak dari IOC
 dengan adanya shale gas, tight oil, dan subsea development
 yang semuanya memerlukan risk capital yang sangat besar dan
 yang tidak kita punyai.

 Why take the risk?

 Maaf kalau tidak berkenan.

 Salam,

 HL Ong


 -Original Message-
 From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On
 Behalf Of lia...@indo.net.id
 Sent: Thursday, 13 March 2014 2:08 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine
 Thefts Said to Widen

 Pak Ong Yth ,
 Menarik komentarnya mengenahi Belum perlunya ada UU Migas
 baru,
 apa justru tidak sebaliknya segera diperlukannya  UU baru
 Migas
 secepatnya,
 UU adalah implementasi/ operasional  dari amanah UUD terkait
 dg
 pengelolaan SDA ( Migas, Minerba, Geothermal ) , oleh karena
 itu UU merupakan rujukan dasar tatacara pengeloalaan SDA ,
 UU
 Migas 2001 telah banyak diamputasi , ibaratnya kaki dan
 tangannya di amputasi sekarang pakai tangan darurat ,
 Bagaimna akan menjadi rujukan dasar  yg baik kalau banyak yg
 telah diamputasi jadi  perlunya segera di buat UU baru agar
 ada
 kepastian hukum.sesuai dg putusan MK,  Tupoksi BP migas
 paska pembubarannya diserahkan kepada pemerintah , omong
 omong kalau SKK itu
 institusi pemerintah atau semacam konsultannya pemerintah
 ya.
 kalau institusi pemerintah itu spt Dirjen Migas , Badan
 Geologi
 , dll
 UU itu dibuat oleh DPR dan Pemerintah , salah satu tidak mau
 ya
 tidak jadi  barang itu.

 Ismail Zaini



 Bagus Pak Ban, udah mulai ngitung2. Ya memang ngono.



 Jadi pembuatan UUMigas yang sekarang sedang digodok DPR dan
 memasuki tahun ke-4, begitu selesai, implementasinya, kalau
 mengikuti jejak UUPertambangan, paling cepat 3 tahun lagi.
 Jadi apa gunanya menghabiskan uang dan waktu untuk
 pembuatan
 UUMigas baru?



 HL Ong



 From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On
 Behalf Of lia...@indo.net.id
 Sent: Wednesday, 12 March 2014 7:21 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine
 Thefts Said to Widen



 Di Kompas hari ini dg judul Renegosiasi Kontrak ,  Jalan
 masih panjang  ditulis karena lamanya proses negosiasi
 kontrak maka membuat tidak optimalnya penerimaan negara
 atas
 royalti dari 112 Perusahaan pemegang Kontrak dg kerugian
 169
 juta dollar per tahun per perusahaan ,

 Kalau dilihat bahwa UU Minerba

Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-14 Terurut Topik aluthfi143

Koh Liam, pembuat UU (Pemerintah dan DPRRI) wis gak fokus memikirkan UU yang 
tak terkait langsung dengan pileg dan pilpres, serta terkait dengan presiden 
dan wakilnya (pengawalan ketika jadi mantan nanti). Yo wis nanti saja setelah 
ada presiden baru diomongkan lagi. Kalau diomongkan sekarang tuwas meniren 
tetep gak disentuh oleh pembuat UU. 

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: lia...@indo.net.id
Sender: iagi-net@iagi.or.id
Date: Fri, 14 Mar 2014 22:44:30 
To: iagi-net@iagi.or.id
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen
Trima kasih pak Ong pencerahannya , saya sangat berkenan kok,
shg saya  dapat menambah pengetahuan dari diskusi ini dari
pakarnya langsung,
memang kalau pratisnya , jalanin saja tidak perlu di buat UU
migas baru , yg penting produksi jalan pemasukan negara jalan,
kalau perlu naik terus.
Bagaimanapun proses sudah berjalan , artinya kita tidak bisa
lagi mundur ke belakang , kenyataannya UU Migas 2001 sdh lahir
dan sdh babak belur  diamputasi oleh MK , kemudian ada
kemauan untuk membuat UU baru sebagai penyempurnaan UU migas yg
sdh babak belur tsb, maunya sih tdk usah ada UU migas pakai
yg dulu saja ( UU no.8 th 1971 ) kan  sdh cukup bagus ( jadi
ingat iklan dipinggir jalan Enak Jamanku to ?  )
Pertanyaan saya kemarin Apakah justru UU Migas baru tidak
dipercepat penyelesaiannya  kalau lihat apa yg disampaikan Pak
Ong ternyata , ada jawabannya :

 Tidak perlu dibuat UU baru tapi cukup direvisi  . ini kan
artinya juga membuat UU baru , ( Revisi UU itu sama dg membuat
UU baru.)

 sekarang ini semua investor  menunggu isi UU baru sebelum
melakukan investasi baru/eksplorasi. ini artinya kalau tidak
cepat cepat diselesaikan UU Migas baru investor akan menunggu
terus.

Kalau kekawatiran thd renegosiasi kontrak , sebetulnya tidak
juga , karena disetiap UU baru ada pasal peralihannya yg
intinya Tetap menghormati kontrak/perjanjian yg dibuat sebelum
UU tsb sampai batas akhir dari kontrak/perjanjian tsb.( pasal
ini juga ada di UU migas 2001),
Tentang PSC yg sudah bagus sejak 1966 , Kalau memang sudah
terbukti bagus kan tetap bisa dilanjutkan , apakah  PSC / KKS (
di migas ) atau KK/PKP2B ( kalau di Minerba ) atau KOB/JOC (
kalau di Geothermal ) itu kan pilihan sistem yg dipakai,
tentunya masing masing sesuai dg kondisi / jenis/ perkembangan
SDA tsb , Kalau Minerba dan Geothermal sistem kontrak tsb sdh
bermigrasi jadi IUP tidak masalah yg penting tujuannya untuk
sebesar besarnya keuntungan negara maka sistem  Kontrak
berganti dg IUP, tapi kalau migas masih bagus dg sistem PSC/KKS
ya sistem ini yg dipakai. karena kontrak/IUP ini  hanya bagian
dari isi UU tsb, belum lagi siapa yg berkontrak ( lembaganya ,
ada yg ngusulin dibentuk Perusahaan  Migas Negara  , dll
banyak lagi) , Kalau dilihat PSC/KKS itu yg tanda tangan
kontrak Kepala BP Migas , tapi kalau lihat kontrak KK spt
freeport itu yg tanda tangan kontrak Menteri ESDM ( nggak tahu
sekarang setelah BP Migas tdk ada siapa yg nggantikan apakah
SKK atau menteri ESDM ?  kalau nggak digantikan kan cilaka
masak kontrak dg lembaga yg sdh tidak ada padahal
kontraknya masih berlaku , nah hal hal ini kan perlu kepastian)
SDA adalah asset negara yg pengelolaannya diatur dg UUD/UU,
dalam membahas suatu UU apalagi UU yg menyangkut aset negara (
SDA) tentunya semua stakeholder perlu didengarkan pendapatnya
bahkan saat ini aturannya juga melibatkan DPD juga kalau
membahas UU SDA spt Minerba, Migas dan geothermal, apakah
pendapat tsb dipakai atau tidak itu soal lain , yg menentukan
ini semua adalah Negara ( Pemerintah dg DPR ), saat ini situasi
berbeda dg waktu UU Migas 2001 dulu , apalagi situasi pada
pembuatan UU migas ( Pertamina ) No.8 th. 1971 . diera
reformasi saat ini semuanya jadi lbh transparan tidak bisa lagi
ditutup tutupi semua dilibatkan tentunya semua keinginan tidak
bisa ditampung, keputusan ada di dua lembaga Negara Pemerintah
dan DPR tidak bisa kalau hanya salah satu.Tentunya untuk
mmebahas UU semua dilibatkan termasuk dari kalangan industrinya
(IPA kalau Migas , API kalau Geothermal , juga kalangan
organisasi Profesi spt IATMI, IAGI , bahkan juga dg BP Migas
dan Pertamina ) bahkan juga para Pemda Penghasil Migas dll
termasuk pengamat dan pakar hukum tatanegara dan internasional.
tentunya semua stakholder akan memberikan pendapatnya sesuai
kepentingannya dan bukan tidak mungkin bisa saling bertentangan
satu sama lain. bahkan juga dipelajari sistem negara lain ( spt
Norwegia , qatar sampai Malaisia )  akhirnya semuanya keputusan
ada di negara yg menentukan  ( Pemerintah dan DPR )  . memang
kelihatannya repot  kalau berbisnis migas itu , lha ini
konsekwensi kalau kita masuk bisnis SDA yg sdh ada aturan
dasarnya di UUD kita , berbeda kalau masuk bisnis industri
pakaian atau manufactur
saya pernah dengar perkataan Kalau kita tidak bisa mengelola
SDA dg benar maka perut bumi adalah tempat yg sangat baik untuk
menyimpannya

Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-14 Terurut Topik liamsi
He He He .. apalagi Jokowi dadi RI-1.aku sekedar
ikut meramaikan wae ben ra sepiii . Nek saiki tuku saham wae
tadi siang IHSG langsung naik begitu krungu Jokowi Nyapres


ISM


 Koh Liam, pembuat UU (Pemerintah dan DPRRI) wis gak fokus
 memikirkan UU yang tak terkait langsung dengan pileg dan
 pilpres, serta terkait dengan presiden dan wakilnya
 (pengawalan ketika jadi mantan nanti). Yo wis nanti saja
 setelah ada presiden baru diomongkan lagi. Kalau diomongkan
 sekarang tuwas meniren tetep gak disentuh oleh pembuat UU.


 Sent from my BlackBerry®
 powered by Sinyal Kuat INDOSAT

 -Original Message-
 From: lia...@indo.net.id
 Sender: iagi-net@iagi.or.id
 Date: Fri, 14 Mar 2014 22:44:30
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine
 Thefts Said to Widen
 Trima kasih pak Ong pencerahannya ,
 saya sangat berkenan kok,
 shg saya  dapat menambah pengetahuan dari diskusi ini dari
 pakarnya langsung,
 memang kalau pratisnya , jalanin saja tidak perlu di buat
 UU
 migas baru , yg penting produksi jalan pemasukan negara
 jalan,
 kalau perlu naik terus.
 Bagaimanapun proses sudah berjalan , artinya kita tidak
 bisa
 lagi mundur ke belakang , kenyataannya UU Migas 2001 sdh
 lahir
 dan sdh babak belur  diamputasi oleh MK , kemudian ada
 kemauan untuk membuat UU baru sebagai penyempurnaan UU migas
 yg
 sdh babak belur tsb, maunya sih tdk usah ada UU migas
 pakai
 yg dulu saja ( UU no.8 th 1971 ) kan  sdh cukup bagus (
 jadi
 ingat iklan dipinggir jalan Enak Jamanku to ?  )
 Pertanyaan saya kemarin Apakah justru UU Migas baru tidak
 dipercepat penyelesaiannya  kalau lihat apa yg disampaikan
 Pak
 Ong ternyata , ada jawabannya :

  Tidak perlu dibuat UU baru tapi cukup direvisi  . ini
 kan
 artinya juga membuat UU baru , ( Revisi UU itu sama dg
 membuat
 UU baru.)

  sekarang ini semua investor  menunggu isi UU baru sebelum
 melakukan investasi baru/eksplorasi. ini artinya kalau
 tidak
 cepat cepat diselesaikan UU Migas baru investor akan
 menunggu
 terus.

 Kalau kekawatiran thd renegosiasi kontrak , sebetulnya
 tidak
 juga , karena disetiap UU baru ada pasal peralihannya yg
 intinya Tetap menghormati kontrak/perjanjian yg dibuat
 sebelum
 UU tsb sampai batas akhir dari kontrak/perjanjian tsb.(
 pasal
 ini juga ada di UU migas 2001),
 Tentang PSC yg sudah bagus sejak 1966 , Kalau memang sudah
 terbukti bagus kan tetap bisa dilanjutkan , apakah  PSC /
 KKS (
 di migas ) atau KK/PKP2B ( kalau di Minerba ) atau KOB/JOC
 (
 kalau di Geothermal ) itu kan pilihan sistem yg dipakai,
 tentunya masing masing sesuai dg kondisi / jenis/
 perkembangan
 SDA tsb , Kalau Minerba dan Geothermal sistem kontrak tsb
 sdh
 bermigrasi jadi IUP tidak masalah yg penting tujuannya
 untuk
 sebesar besarnya keuntungan negara maka sistem  Kontrak
 berganti dg IUP, tapi kalau migas masih bagus dg sistem
 PSC/KKS
 ya sistem ini yg dipakai. karena kontrak/IUP ini  hanya
 bagian
 dari isi UU tsb, belum lagi siapa yg berkontrak ( lembaganya
 ,
 ada yg ngusulin dibentuk Perusahaan  Migas Negara  , dll
 banyak lagi) , Kalau dilihat PSC/KKS itu yg tanda tangan
 kontrak Kepala BP Migas , tapi kalau lihat kontrak KK spt
 freeport itu yg tanda tangan kontrak Menteri ESDM ( nggak
 tahu
 sekarang setelah BP Migas tdk ada siapa yg nggantikan
 apakah
 SKK atau menteri ESDM ?  kalau nggak digantikan kan cilaka
 masak kontrak dg lembaga yg sdh tidak ada padahal
 kontraknya masih berlaku , nah hal hal ini kan perlu
 kepastian)
 SDA adalah asset negara yg pengelolaannya diatur dg UUD/UU,
 dalam membahas suatu UU apalagi UU yg menyangkut aset negara
 (
 SDA) tentunya semua stakeholder perlu didengarkan
 pendapatnya
 bahkan saat ini aturannya juga melibatkan DPD juga kalau
 membahas UU SDA spt Minerba, Migas dan geothermal, apakah
 pendapat tsb dipakai atau tidak itu soal lain , yg
 menentukan
 ini semua adalah Negara ( Pemerintah dg DPR ), saat ini
 situasi
 berbeda dg waktu UU Migas 2001 dulu , apalagi situasi pada
 pembuatan UU migas ( Pertamina ) No.8 th. 1971 . diera
 reformasi saat ini semuanya jadi lbh transparan tidak bisa
 lagi
 ditutup tutupi semua dilibatkan tentunya semua keinginan
 tidak
 bisa ditampung, keputusan ada di dua lembaga Negara
 Pemerintah
 dan DPR tidak bisa kalau hanya salah satu.Tentunya untuk
 mmebahas UU semua dilibatkan termasuk dari kalangan
 industrinya
 (IPA kalau Migas , API kalau Geothermal , juga kalangan
 organisasi Profesi spt IATMI, IAGI , bahkan juga dg BP
 Migas
 dan Pertamina ) bahkan juga para Pemda Penghasil Migas dll
 termasuk pengamat dan pakar hukum tatanegara dan
 internasional.
 tentunya semua stakholder akan memberikan pendapatnya
 sesuai
 kepentingannya dan bukan tidak mungkin bisa saling
 bertentangan
 satu sama lain. bahkan juga dipelajari sistem negara lain (
 spt
 Norwegia , qatar sampai Malaisia )  akhirnya semuanya
 keputusan
 ada di negara yg menentukan  ( Pemerintah dan DPR )  .
 memang
 kelihatannya repot  kalau

RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-13 Terurut Topik liamsi
Pak Ong Yth ,
Menarik komentarnya mengenahi Belum perlunya ada UU Migas baru,
apa justru tidak sebaliknya segera diperlukannya  UU baru Migas
secepatnya,
UU adalah implementasi/ operasional  dari amanah UUD terkait dg
pengelolaan SDA ( Migas, Minerba, Geothermal ) , oleh karena
itu UU merupakan rujukan dasar tatacara pengeloalaan SDA , UU
Migas 2001 telah banyak diamputasi , ibaratnya kaki dan
tangannya di amputasi sekarang pakai tangan darurat ,
Bagaimna akan menjadi rujukan dasar  yg baik kalau banyak yg
telah diamputasi jadi  perlunya segera di buat UU baru agar ada
kepastian hukum.sesuai dg putusan MK,  Tupoksi BP migas paska pembubarannya
diserahkan kepada pemerintah , omong omong kalau SKK itu
institusi pemerintah atau semacam konsultannya pemerintah ya.
kalau institusi pemerintah itu spt Dirjen Migas , Badan Geologi
, dll
UU itu dibuat oleh DPR dan Pemerintah , salah satu tidak mau ya
tidak jadi  barang itu.

Ismail Zaini



 Bagus Pak Ban, udah mulai ngitung2. Ya memang ngono.



 Jadi pembuatan UUMigas yang sekarang sedang digodok DPR dan
 memasuki tahun ke-4, begitu selesai, implementasinya, kalau
 mengikuti jejak UUPertambangan, paling cepat 3 tahun lagi.
 Jadi apa gunanya menghabiskan uang dan waktu untuk pembuatan
 UUMigas baru?



 HL Ong



 From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On
 Behalf Of lia...@indo.net.id
 Sent: Wednesday, 12 March 2014 7:21 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine
 Thefts Said to Widen



 Di Kompas hari ini dg judul Renegosiasi Kontrak ,  Jalan
 masih panjang  ditulis karena lamanya proses negosiasi
 kontrak maka membuat tidak optimalnya penerimaan negara atas
 royalti dari 112 Perusahaan pemegang Kontrak dg kerugian 169
 juta dollar per tahun per perusahaan ,

 Kalau dilihat bahwa UU Minerba ini mulai berlaku 2009 dan
 renegosiasi harus selesai 2 tahun maka 2011 selesai , jadi
 kalau sampai sekarang belum selesai maka sudah telat 3 tahun
 atau dg kata lain potensi kerugiannya dg asumsi diatas maka
 112 Perush x 169 juta $ x 3 thn = 56,7 M $ atau lbh 600 T Rp
 ,

 opo gitu ya cara ngetungnya / matematiknya ?




 Powered by Telkomsel BlackBerryR

  _

 From: Bandono Salim bandon...@gmail.com

 Sender: iagi-net@iagi.or.id

 Date: Wed, 12 Mar 2014 18:18:27 +0700

 To: Iagiiagi-net@iagi.or.id

 ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id

 Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine
 Thefts Said to Widen



 Terimakasih Pak Ong, jadi agak ngerti sekarang.
 Apakah btbara bakalan terus di ekspor nantinya?
 Salam.

 Pada 12 Mar 2014 11:11, Ong Han Ling
 hl...@geoservices.co.id menulis:

 Bu Parvita,



 Trim atas tanggapan Anda.



 Memang tiap perusahaan berkepentingan untuk melakukan audit
 cadangannya setiap tahun karena shareholders ingin
 mengetahui kekayaannya bertambah, sama, atau berkurang. Lalu
 mereka bandingkan dengan perusahaan lain sebelum mengambil
 keputusan apakah investment diteruskan atau pindah
 keperusahaan lain yang lebih menguntungkan.



 Sedangkan Negara juga memerlukan audit cadangan secara
 keseluruhan. Tetapi untuk keperluan lain. Negara memerlukan
 data cadangan untuk energy planning, untuk energy security,
 dan untuk dijadikan salah satu masukan dalam pengambilan
 kebijakan/policy atau UU. Mengetahui cadangan jenis apa,
 dimana, dan besarnya, akan dijadikan salah satu dasar
 pembuatan UUMigas.



 Contoh konkrit dimana cadangan memegang peranan penting
 dalam pengambil kebijaksanaan (UU) adalah keputusan Dewan
 Energi Nasional baru-baru ini, 2014. Somehow, Pemerintah
 beranggapan bahwa 40% cadangan energy geothermal didunia ada
 di Indonesia. Karenanya DEN mengeluarkan semacam fatwa bahwa
 pemakaian Energi Baru dan Terbarukan yang komponen utamanya
 adalah Geothermal Energi yang sekarang 6% (seharusnya 3%),
 perlu ditingakatkan tiga sampai empat kali lipat pada tahun
 2025.



 Perhitungan cadangan Negara yang terakir dibuat oleh
 Pemerintah
 (Pertamina/MPS) adalah sekitar tahun 2000, yaitu sebelum
 UUMigas baru. Dengan adanya kebijakan demikian semua orang
 tahu berapa cadangan Indonesia. Sekarang simpang siur, tiap
 penjabat menggunakan angka yang berlainan hingga kebijakan
 juga berlainan, terutama untuk gas.



 Moga-moga keterangan singkat ini menjawab pertanyaan Anda.



 Salam,



 HL Ong



 From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On
 Behalf Of Parvita Siregar
 Sent: Tuesday, 11 March 2014 1:31 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine
 Thefts Said to Widen



 Pak Ong, punten mau nambahin, kita di Migas tiap tahun isi
 yang namanya RPS untuk tahu berapa jumlah cadangan yang
 sudah terbukti maupun yang belum terbukti di blok2 kami.
 Jadi tiap tahun ada pembaharuan.



 Tapi saya masih belum mengerti hubungan UU dengan data
 cadangan.  Bisa dijelaskan, Pak?



 Parvita





 mailto:iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id





 
 Siapkan waktu PIT IAGI ke-43
 Mark

RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-13 Terurut Topik liamsi
Memang untuk perencanaan Data harus detail , spt yg disampaikan
Pak Ong =
[  Pemerintah
 beranggapan bahwa 40% cadangan energy geothermal didunia ada
 di Indonesia. Karenanya DEN mengeluarkan semacam fatwa bahwa
 pemakaian Energi Baru dan Terbarukan yang komponen utamanya
 adalah Geothermal Energi yang sekarang 6% (seharusnya 3%),
 perlu ditingakatkan tiga sampai empat kali lipat pada tahun
 2025  ] .

Kadang malah dicampur adukan antara pengertian Cadangan (
reserve ) dg  Sumberdaya ( resources) , belum lagi kalau lebih
rinci lagi apakah  Sumberdaya spekulatif , Hypothetic  dan
apakah Cadangan Terduga , Cadangan Mungkin atau cadangan
Terbukti. kemudian angka yg dipakai itu masuk yg mana , apakah
sumberdaya atau cadangannya  atau penjumlahan total  sumberdaya
dg cadangan.
Kalau kita lihat KEN buatan DEN  yg kemarin ditetapkan target
pemakaian untuk masing masing energi primer pada 2025 nanti
adalah Minyak Bumi 25% , Batubara 30 % , gas bumi 22 % dan
Energi terbarukan (ET) 23 %.
ambil contoh ET ( yg dikatakan Pak Ong komponen utamanya
Geothermal ), untuk saat ini Geothermal pada posisi 3 % dg
kapasitas ( PLTP) masih dibawah 1500 MW , disisi lain total
kapasitas listrik saat ini sudah 44- 45 GW sedangkan target yg
di buat DEN pada 2025 nanti kapasitasnya menjadi 115 GW (KEN),
jadi kalau 23 % akan ada kira kira 26 GW untuk ET , ET ini
banyak sekali jenisnya ( Geothermal, solar, hidro, BBN, dll ) ,
kalau untuk Geothermal 50 % saja dari 26 GW , ini sudah 13 GW
padahal saat ini baru tersedia 1,5 GW, Mungkinkah ini
terlaksana ? sedangkan untuk membangun PLTP mulai dari
ekplorasi sampai listriknya nyala kira kira memerlukan waktu 7
tahun , tahun 2025 tinggal 10 tahun lagi . Perlu diingat untuk
mebnagun kapasitas PLTP yg hanya  sampai  1,5 GW tsb sudah
dimulai berpuluh tahun lalu.
Tugasnya para Den Den baru untuk melihat hal ini lagi..



Ism





 Bu Parvita,



 Trim atas tanggapan Anda.



 Memang tiap perusahaan berkepentingan untuk melakukan audit
 cadangannya setiap tahun karena shareholders ingin
 mengetahui kekayaannya bertambah, sama, atau berkurang. Lalu
 mereka bandingkan dengan perusahaan lain sebelum mengambil
 keputusan apakah investment diteruskan atau pindah
 keperusahaan lain yang lebih menguntungkan.



 Sedangkan Negara juga memerlukan audit cadangan secara
 keseluruhan. Tetapi untuk keperluan lain. Negara memerlukan
 data cadangan untuk energy planning, untuk energy security,
 dan untuk dijadikan salah satu masukan dalam pengambilan
 kebijakan/policy atau UU. Mengetahui cadangan jenis apa,
 dimana, dan besarnya, akan dijadikan salah satu dasar
 pembuatan UUMigas.



 Contoh konkrit dimana cadangan memegang peranan penting
 dalam pengambil kebijaksanaan (UU) adalah keputusan Dewan
 Energi Nasional baru-baru ini, 2014. Somehow, Pemerintah
 beranggapan bahwa 40% cadangan energy geothermal didunia ada
 di Indonesia. Karenanya DEN mengeluarkan semacam fatwa bahwa
 pemakaian Energi Baru dan Terbarukan yang komponen utamanya
 adalah Geothermal Energi yang sekarang 6% (seharusnya 3%),
 perlu ditingakatkan tiga sampai empat kali lipat pada tahun
 2025.



 Perhitungan cadangan Negara yang terakir dibuat oleh
 Pemerintah
 (Pertamina/MPS) adalah sekitar tahun 2000, yaitu sebelum
 UUMigas baru. Dengan adanya kebijakan demikian semua orang
 tahu berapa cadangan Indonesia. Sekarang simpang siur, tiap
 penjabat menggunakan angka yang berlainan hingga kebijakan
 juga berlainan, terutama untuk gas.



 Moga-moga keterangan singkat ini menjawab pertanyaan Anda.



 Salam,



 HL Ong



 From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On
 Behalf Of Parvita Siregar
 Sent: Tuesday, 11 March 2014 1:31 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine
 Thefts Said to Widen



 Pak Ong, punten mau nambahin, kita di Migas tiap tahun isi
 yang namanya RPS untuk tahu berapa jumlah cadangan yang
 sudah terbukti maupun yang belum terbukti di blok2 kami.
 Jadi tiap tahun ada pembaharuan.



 Tapi saya masih belum mengerti hubungan UU dengan data
 cadangan.  Bisa dijelaskan, Pak?



 Parvita





 mailto:iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id





 
 Siapkan waktu PIT IAGI ke-43
 Mark your date 43rd IAGI Annual Convention  Exhibition
 JAKARTA,15-18 September 2014
 
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact
 
 Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,-
 (mahasiswa) Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
 Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
 No. Rek: 123 0085005314
 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
 Bank BCA KCP. Manara Mulia
 No. Rekening: 255-1088580
 A/n: Shinta Damayanti
 
 Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id
 Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id

RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-13 Terurut Topik Ong Han Ling
Pak Liamsi dan Zainil,

Alasan saya kurang setuju untuk membuat UUMigas baru adalah karena saya
mengambil praktisnya saja. PSC Indonesia sudah berjalan baik sejak 1966.
Meskipun jauh dari sempurna tetapi semua IOC didunia mengakui dan
menerimanya.

UUMigas baru tahun 2001 diselesaikan dalam waktu sembilan tahun. Begitu
selesai, langsung dihujat kiri kanan. Setelah dihujat selama 10 tahun
diputuskan untuk membuat UUMigas baru, yang sekarang memasuki tahun ke-4
tanpa ada titik terang kapan selesai. Nantinya setelah UU baru selesai, akan
dilakukan renegosiasi kontrak. Kalau mengikuti pengalaman UUPertambangan
baru, menurut Kompas, jalan masih panjang, karena sudah 3 tahun belum ada
persesuaian. 

Selain itu, belum tentu IOC akan setuju dengan UU baru terutama perbankan
Internasional yang akan menjadi tulang punggung investasi. Dengan PSC
sekarang, cadangan minyak bisa diagungkan untuk pembiayaan development.
Perbankan Internasional setuju karena ini sudah berjalan sejak 1966. 

Banyak IOC setuju dengtan keadaan dan UU sekarang, meskipun kontrak pendek
dan banyak loopholes, karena sudah berjalan sejak 1966 dan tidak ada
significant dispute.(Padahal IOC sebenarnya ingin kontrak yang fool-proof-
berarti panjang sekali).

Pembuatan UUMigas sekarang bertele-tele. Kalu menunggu sampai UU sempurna,
kemungkinan cadangan minyak yang kita ketahui keburu habis karena sekarang
ini semua investor menunggu isi UU baru sebelum melakukan investasi
baru/eksplorasi. 

Menurut saya tidak perlu UUMigas baru, cukup direvisi sambil jalan. Pakailah
yang ada dan telah terbukti jalan. Harus diingat bahwa UU Migas tsb. dibuat
oleh putra-putri Indonesia terbaik pada waktu itu. Seperti halnya UUD 45,
kekurangannya banyak, apakah ingin dihujat? 

PSC kita sekarang pendek dan singkat, cuma 40 halaman mencakup A sampai Z
selama 30 tahun. Banyak loopholes. Jadi pinter2nya kita memanfaatkan
loopholes. Sekarang K3S yang memanfaatkan loopholes tsb. Kita harus belajar
gigih dan jangan gampang menyerah. Ini adalah prinsip berbusiness
dimana-mana. Jangan nrimo. 

Dalam email Anda menyebutkan perlunya UUmigas baru demi  adanya kepastian
hukum. Menurut saya kalau investor yang punya uang berani invest di
Indonesia tanpa kepastian hukum, mengapa kita yang menerima uang ketakutan?
Bahkan kalau PSC dijadikan cuma satu halaman dan yang dicantumkan yang
penting-penting saja, sebagai penerima, kita berani saja. Kenapa tidak,
karena kita tidak mengeluarkan sepeserpun. Risiko semuanya ada pada mereka.
Dia sebagai investor yang akan mengeluarkan risk capital besar sekali,
seyogianya yang takut. Sekarang koq kebalikannya?

Minyak bukan bank Century, klik uang keluar. Drilling rig tidak bisa dibawa
lari. Cadangan yang sudah diperoleh tidak bisa dibawa keluar. Terutama K3S
yang menemukan minyak atau yang sudah berproduksi pasti akan nurut.

Hubungan yang kita sudah pupuk sejak 1966 dengan IOC, jangan kita
sia-siakan. Migas adalah commodity yang memerlukan hubungan Internasional.
Kita masih harus belajar banyak dari IOC dengan adanya shale gas, tight oil,
dan subsea development yang semuanya memerlukan risk capital yang sangat
besar dan yang tidak kita punyai.

Why take the risk?

Maaf kalau tidak berkenan.

Salam,

HL Ong 


-Original Message-
From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of
lia...@indo.net.id
Sent: Thursday, 13 March 2014 2:08 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to
Widen

Pak Ong Yth ,
Menarik komentarnya mengenahi Belum perlunya ada UU Migas baru,
apa justru tidak sebaliknya segera diperlukannya  UU baru Migas
secepatnya,
UU adalah implementasi/ operasional  dari amanah UUD terkait dg
pengelolaan SDA ( Migas, Minerba, Geothermal ) , oleh karena
itu UU merupakan rujukan dasar tatacara pengeloalaan SDA , UU
Migas 2001 telah banyak diamputasi , ibaratnya kaki dan
tangannya di amputasi sekarang pakai tangan darurat ,
Bagaimna akan menjadi rujukan dasar  yg baik kalau banyak yg
telah diamputasi jadi  perlunya segera di buat UU baru agar ada
kepastian hukum.sesuai dg putusan MK,  Tupoksi BP migas paska pembubarannya
diserahkan kepada pemerintah , omong omong kalau SKK itu
institusi pemerintah atau semacam konsultannya pemerintah ya.
kalau institusi pemerintah itu spt Dirjen Migas , Badan Geologi
, dll
UU itu dibuat oleh DPR dan Pemerintah , salah satu tidak mau ya
tidak jadi  barang itu.

Ismail Zaini



 Bagus Pak Ban, udah mulai ngitung2. Ya memang ngono.



 Jadi pembuatan UUMigas yang sekarang sedang digodok DPR dan
 memasuki tahun ke-4, begitu selesai, implementasinya, kalau
 mengikuti jejak UUPertambangan, paling cepat 3 tahun lagi.
 Jadi apa gunanya menghabiskan uang dan waktu untuk pembuatan
 UUMigas baru?



 HL Ong



 From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On
 Behalf Of lia...@indo.net.id
 Sent: Wednesday, 12 March 2014 7:21 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine
 Thefts

Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-12 Terurut Topik liamsi
Di Kompas hari ini dg judul Renegosiasi Kontrak , “ Jalan masih panjang “  
ditulis karena lamanya proses negosiasi kontrak maka membuat  tidak optimalnya 
penerimaan negara atas royalti dari 112 Perusahaan pemegang Kontrak dg kerugian 
169 juta dollar per tahun per perusahaan ,

Kalau dilihat bahwa UU Minerba ini mulai berlaku 2009 dan renegosiasi harus 
selesai 2 tahun maka 2011 selesai , jadi kalau sampai sekarang belum selesai 
maka sudah telat 3 tahun atau dg kata lain potensi  kerugiannya dg asumsi 
diatas maka  112 Perush x 169 juta $ x 3 thn = 56,7 M $ atau lbh 600 T Rp ,

 opo gitu ya cara ngetungnya /  matematiknya  ?





Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: Bandono Salim bandon...@gmail.com
Sender: iagi-net@iagi.or.id
Date: Wed, 12 Mar 2014 18:18:27 
To: Iagiiagi-net@iagi.or.id
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen
Terimakasih Pak Ong, jadi agak ngerti sekarang.
Apakah btbara bakalan terus di ekspor nantinya?
Salam.
Pada 12 Mar 2014 11:11, Ong Han Ling hl...@geoservices.co.id menulis:

  Bu Parvita,



 Trim atas tanggapan Anda.



 Memang tiap perusahaan berkepentingan untuk melakukan audit cadangannya
 setiap tahun karena shareholders ingin mengetahui kekayaannya bertambah,
 sama, atau berkurang. Lalu mereka bandingkan dengan perusahaan lain sebelum
 mengambil keputusan apakah investment diteruskan atau pindah keperusahaan
 lain yang lebih menguntungkan.



 Sedangkan Negara juga memerlukan audit cadangan secara keseluruhan. Tetapi
 untuk keperluan lain. Negara memerlukan data cadangan untuk energy
 planning, untuk energy security, dan untuk dijadikan salah satu masukan
 dalam pengambilan kebijakan/policy atau UU. Mengetahui cadangan jenis apa,
 dimana, dan besarnya, akan dijadikan salah satu dasar pembuatan UUMigas.



 Contoh konkrit dimana cadangan memegang peranan penting dalam pengambil
 kebijaksanaan (UU) adalah keputusan Dewan Energi Nasional baru-baru ini,
 2014. Somehow, Pemerintah beranggapan bahwa 40% cadangan energy geothermal
 didunia ada di Indonesia. Karenanya DEN mengeluarkan semacam fatwa bahwa
 pemakaian Energi Baru dan Terbarukan yang komponen utamanya adalah
 Geothermal Energi yang sekarang 6% (seharusnya 3%), perlu ditingakatkan
 tiga sampai empat kali lipat pada tahun 2025.



 Perhitungan cadangan Negara yang terakir dibuat oleh Pemerintah
 (Pertamina/MPS) adalah sekitar tahun 2000, yaitu sebelum UUMigas baru.
 Dengan adanya kebijakan demikian semua orang tahu berapa cadangan
 Indonesia. Sekarang simpang siur, tiap penjabat menggunakan angka yang
 berlainan hingga kebijakan juga berlainan, terutama untuk gas.



 Moga-moga keterangan singkat ini menjawab pertanyaan Anda.



 Salam,



 HL Ong



 *From:* iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] *On Behalf Of 
 *Parvita
 Siregar
 *Sent:* Tuesday, 11 March 2014 1:31 PM
 *To:* iagi-net@iagi.or.id
 *Subject:* RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said
 to Widen



 Pak Ong, punten mau nambahin, kita di Migas tiap tahun isi yang namanya
 RPS untuk tahu berapa jumlah cadangan yang sudah terbukti maupun yang belum
 terbukti di blok2 kami.   Jadi tiap tahun ada pembaharuan.



 Tapi saya masih belum mengerti hubungan UU dengan data cadangan.  Bisa
 dijelaskan, Pak?



 Parvita






  iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id



 
 Siapkan waktu PIT IAGI ke-43
 Mark your date 43rd IAGI Annual Convention  Exhibition
 JAKARTA,15-18 September 2014
 
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact
 
 Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)
 Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
 Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
 No. Rek: 123 0085005314
 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
 Bank BCA KCP. Manara Mulia
 No. Rekening: 255-1088580
 A/n: Shinta Damayanti
 
 Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id
 Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id
 
 DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
 posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others.
 In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not
 limited
 to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever,
 resulting
 from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with
 the use of
 any information posted on IAGI mailing list.
 




Siapkan waktu PIT IAGI ke-43
Mark your date 43rd IAGI Annual Convention  Exhibition
JAKARTA,15-18 September 2014

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Hubungi

RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-12 Terurut Topik Ong Han Ling
Bagus Pak Ban, udah mulai ngitung2. Ya memang ngono.

 

Jadi pembuatan UUMigas yang sekarang sedang digodok DPR dan memasuki tahun
ke-4, begitu selesai, implementasinya, kalau mengikuti jejak UUPertambangan,
paling cepat 3 tahun lagi. Jadi apa gunanya menghabiskan uang dan waktu
untuk pembuatan UUMigas baru?  

 

HL Ong  

 

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of
lia...@indo.net.id
Sent: Wednesday, 12 March 2014 7:21 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to
Widen

 

Di Kompas hari ini dg judul Renegosiasi Kontrak ,  Jalan masih panjang 
ditulis karena lamanya proses negosiasi kontrak maka membuat tidak
optimalnya penerimaan negara atas royalti dari 112 Perusahaan pemegang
Kontrak dg kerugian 169 juta dollar per tahun per perusahaan ,

Kalau dilihat bahwa UU Minerba ini mulai berlaku 2009 dan renegosiasi harus
selesai 2 tahun maka 2011 selesai , jadi kalau sampai sekarang belum selesai
maka sudah telat 3 tahun atau dg kata lain potensi kerugiannya dg asumsi
diatas maka 112 Perush x 169 juta $ x 3 thn = 56,7 M $ atau lbh 600 T Rp ,

opo gitu ya cara ngetungnya / matematiknya ?




Powered by Telkomsel BlackBerryR

  _  

From: Bandono Salim bandon...@gmail.com 

Sender: iagi-net@iagi.or.id 

Date: Wed, 12 Mar 2014 18:18:27 +0700

To: Iagiiagi-net@iagi.or.id

ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 

Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to
Widen

 

Terimakasih Pak Ong, jadi agak ngerti sekarang.
Apakah btbara bakalan terus di ekspor nantinya?  
Salam.

Pada 12 Mar 2014 11:11, Ong Han Ling hl...@geoservices.co.id menulis:

Bu Parvita,

 

Trim atas tanggapan Anda.

 

Memang tiap perusahaan berkepentingan untuk melakukan audit cadangannya
setiap tahun karena shareholders ingin mengetahui kekayaannya bertambah,
sama, atau berkurang. Lalu mereka bandingkan dengan perusahaan lain sebelum
mengambil keputusan apakah investment diteruskan atau pindah keperusahaan
lain yang lebih menguntungkan. 

 

Sedangkan Negara juga memerlukan audit cadangan secara keseluruhan. Tetapi
untuk keperluan lain. Negara memerlukan data cadangan untuk energy planning,
untuk energy security, dan untuk dijadikan salah satu masukan dalam
pengambilan kebijakan/policy atau UU. Mengetahui cadangan jenis apa, dimana,
dan besarnya, akan dijadikan salah satu dasar pembuatan UUMigas.

 

Contoh konkrit dimana cadangan memegang peranan penting dalam pengambil
kebijaksanaan (UU) adalah keputusan Dewan Energi Nasional baru-baru ini,
2014. Somehow, Pemerintah beranggapan bahwa 40% cadangan energy geothermal
didunia ada di Indonesia. Karenanya DEN mengeluarkan semacam fatwa bahwa
pemakaian Energi Baru dan Terbarukan yang komponen utamanya adalah
Geothermal Energi yang sekarang 6% (seharusnya 3%), perlu ditingakatkan tiga
sampai empat kali lipat pada tahun 2025. 

 

Perhitungan cadangan Negara yang terakir dibuat oleh Pemerintah
(Pertamina/MPS) adalah sekitar tahun 2000, yaitu sebelum UUMigas baru.
Dengan adanya kebijakan demikian semua orang tahu berapa cadangan Indonesia.
Sekarang simpang siur, tiap penjabat menggunakan angka yang berlainan hingga
kebijakan juga berlainan, terutama untuk gas.

 

Moga-moga keterangan singkat ini menjawab pertanyaan Anda.

 

Salam,

 

HL Ong

 

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of Parvita
Siregar
Sent: Tuesday, 11 March 2014 1:31 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to
Widen

 

Pak Ong, punten mau nambahin, kita di Migas tiap tahun isi yang namanya RPS
untuk tahu berapa jumlah cadangan yang sudah terbukti maupun yang belum
terbukti di blok2 kami.   Jadi tiap tahun ada pembaharuan.  

 

Tapi saya masih belum mengerti hubungan UU dengan data cadangan.  Bisa
dijelaskan, Pak?

 

Parvita

 

 

 mailto:iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id 


 



Siapkan waktu PIT IAGI ke-43
Mark your date 43rd IAGI Annual Convention  Exhibition
JAKARTA,15-18 September 2014

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact

Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti

Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id
Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id

DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information 
posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. 
In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not
limited
to direct

RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-12 Terurut Topik Ong Han Ling
Anggota IAGI Yth.

 

Waktu saya mencari Kompas hari ini perihal renegosiasi kontrak anjuran Pak
Liamsi, saya melihat artikel Pertama Pakai Gas Terkompresi. (Maaf Pak
Liamsi, email yang sebelumnya saya tujukan kepada Pak Bandono). Di artrikle
ini ada table yang dikutib dari ESDM. Data ini memang sudah lama beredar.
Saya hanya ingin mengulang apa yang saya kemukakan sebelumnya; banyak data
Pemerintah salah. Kesalahan data dipakai untuk mengambil keputusan.

 

Dalam table tsb. ada daftar cadagan gas Indonesia terbukti (proven)
103,35TSCF dan cadangan Potensial 47,35 TSCF.  Pertanyaan bagaimana bisanya
cadangan potensial lebih kecil dari proven reserve?  Ini tidak masuk akal.
(Selain itu kita mengetahui bahwa potensial reseve adalah istilah yang
tidak pernah dipakai dalam definisi cadangan oleh SPE, WPC, AAPG, maupun
SPEE).

 

Kesalahan sering terjadi dengan data dari Pemerintah. Sedangkan diluar
Negeri kalau ada cap atau logo dari Pemerintah, data tidak diragukan dan
dianggap betul.  

 

Dalam hal ini, apakah anggota IAGI bisa ikut membantu Pemerintah dan
memberitahu kalau ada kesalahan? Pembaca IAGI diminta untuk berpikir kritis.
Mungkin hal ini bisa dikoordinasi oleh Pak Rovicky, ketua kita  yang sangat
aktif. 

 

Maaf jika tidak berkenan.

 

HL Ong   

 

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of
lia...@indo.net.id
Sent: Wednesday, 12 March 2014 7:21 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to
Widen

 

Di Kompas hari ini dg judul Renegosiasi Kontrak ,  Jalan masih panjang 
ditulis karena lamanya proses negosiasi kontrak maka membuat tidak
optimalnya penerimaan negara atas royalti dari 112 Perusahaan pemegang
Kontrak dg kerugian 169 juta dollar per tahun per perusahaan ,

Kalau dilihat bahwa UU Minerba ini mulai berlaku 2009 dan renegosiasi harus
selesai 2 tahun maka 2011 selesai , jadi kalau sampai sekarang belum selesai
maka sudah telat 3 tahun atau dg kata lain potensi kerugiannya dg asumsi
diatas maka 112 Perush x 169 juta $ x 3 thn = 56,7 M $ atau lbh 600 T Rp ,

opo gitu ya cara ngetungnya / matematiknya ?





Powered by Telkomsel BlackBerryR

  _  

From: Bandono Salim bandon...@gmail.com 

Sender: iagi-net@iagi.or.id 

Date: Wed, 12 Mar 2014 18:18:27 +0700

To: Iagiiagi-net@iagi.or.id

ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 

Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to
Widen

 

Terimakasih Pak Ong, jadi agak ngerti sekarang.
Apakah btbara bakalan terus di ekspor nantinya?  
Salam.

Pada 12 Mar 2014 11:11, Ong Han Ling hl...@geoservices.co.id menulis:

Bu Parvita,

 

Trim atas tanggapan Anda.

 

Memang tiap perusahaan berkepentingan untuk melakukan audit cadangannya
setiap tahun karena shareholders ingin mengetahui kekayaannya bertambah,
sama, atau berkurang. Lalu mereka bandingkan dengan perusahaan lain sebelum
mengambil keputusan apakah investment diteruskan atau pindah keperusahaan
lain yang lebih menguntungkan. 

 

Sedangkan Negara juga memerlukan audit cadangan secara keseluruhan. Tetapi
untuk keperluan lain. Negara memerlukan data cadangan untuk energy planning,
untuk energy security, dan untuk dijadikan salah satu masukan dalam
pengambilan kebijakan/policy atau UU. Mengetahui cadangan jenis apa, dimana,
dan besarnya, akan dijadikan salah satu dasar pembuatan UUMigas.

 

Contoh konkrit dimana cadangan memegang peranan penting dalam pengambil
kebijaksanaan (UU) adalah keputusan Dewan Energi Nasional baru-baru ini,
2014. Somehow, Pemerintah beranggapan bahwa 40% cadangan energy geothermal
didunia ada di Indonesia. Karenanya DEN mengeluarkan semacam fatwa bahwa
pemakaian Energi Baru dan Terbarukan yang komponen utamanya adalah
Geothermal Energi yang sekarang 6% (seharusnya 3%), perlu ditingakatkan tiga
sampai empat kali lipat pada tahun 2025. 

 

Perhitungan cadangan Negara yang terakir dibuat oleh Pemerintah
(Pertamina/MPS) adalah sekitar tahun 2000, yaitu sebelum UUMigas baru.
Dengan adanya kebijakan demikian semua orang tahu berapa cadangan Indonesia.
Sekarang simpang siur, tiap penjabat menggunakan angka yang berlainan hingga
kebijakan juga berlainan, terutama untuk gas.

 

Moga-moga keterangan singkat ini menjawab pertanyaan Anda.

 

Salam,

 

HL Ong

 

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of Parvita
Siregar
Sent: Tuesday, 11 March 2014 1:31 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to
Widen

 

Pak Ong, punten mau nambahin, kita di Migas tiap tahun isi yang namanya RPS
untuk tahu berapa jumlah cadangan yang sudah terbukti maupun yang belum
terbukti di blok2 kami.   Jadi tiap tahun ada pembaharuan.  

 

Tapi saya masih belum mengerti hubungan UU dengan data cadangan.  Bisa
dijelaskan, Pak?

 

Parvita

 

 

 mailto:iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id 


 



Siapkan waktu PIT IAGI ke-43
Mark your date 43rd IAGI Annual Convention

Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-12 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
Quote Dalam hal ini, apakah anggota IAGI bisa ikut membantu Pemerintah dan 
memberitahu kalau ada kesalahan? 
Saat ini IAGI-MGEI bersama perhapi sdg menyusun dan kn mengusulkn KCMI Kodw 
Cadangan Mineral Indonesia utk menjdi acuan baku dalm perhitingn perkiraan 
cadangn minerba. Dilengkpi sg sertifikasi competent person yg berhak dn 
bertanggung jawab atas angka yg dikeluarkannya. 
Saya ykin ini sdh merupakn cara yg tepat dan semestinya dapat diikuti oleh 
kawan2 dari Migas, yg tertinggal dalm hal ini. Atau migas punya pertimbangan 
lain ?

Rdp

Sent from my iPhone

 On 12 Mar 2014, at 22.54, Ong Han Ling hl...@geoservices.co.id wrote:
 
 Dalam hal ini, apakah anggota IAGI bisa ikut membantu Pemerintah dan 
 memberitahu kalau ada kesalahan?

Siapkan waktu PIT IAGI ke-43
Mark your date 43rd IAGI Annual Convention  Exhibition
JAKARTA,15-18 September 2014

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact

Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti

Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id
Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id

DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others.
In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not 
limited
to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting
from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use 
of
any information posted on IAGI mailing list.



RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-12 Terurut Topik Hadiyanto Sapardi
Pak Ong yang saya hoirmati.

 

Masalah data sumberdaya dan cadangan sumber daya geologi ( Migas, mineral,
batubara, panasbumi, gambut, oil shale ) di KESDM yang menangani adalah
Badan Geologi. Sebelum ada Badan Geologi yg menangani adalah Direktorat
Sumber daya Mineral sekarang Pusat Sumber daya Geologi (mantan kantor
saya.). Untuk migas kami pada waktu itu mengambil data dari Direktorat
Jendetal Migas. Semua data yang kita release berdasarkan SNI ttg Sumberdaya
dan Cadangan Mineral dan Batubara dan SNI untuk Sumberdaya Panasbumi. Data
didapatkan dari hasil eksplorasi pemerintah (Badan Geologi) plus laporan2
dari KK, PKP2B, dan kegiatan dari WKP/Wilayah Kerja Panasbumi. Untuk Migas
tentunya data berasal dari laporan2 PSC dlsb. 

 

Didalam mengewavulasi Sumberdaya dan Cadangan tersebut Badan Geologi
melibatkan instansi terkait seperti Ditjen Minerba, EBTKE dan yg lainnya.
Setiap tahun hasilnya dilaporkan kpd KESDM dan di publish oleh Pusdatin.
Namun dalam perjalannya terkadang seorang pejabat pada waktu
mempresentasikan data tdk mengacu kpd data terkini dari PUSDATIN konyolnya
lagi PUSDATIN terkadang terlambat mempublikasikan data paling akhir.
Sehingga pada waktu sang pejabat memberikan press release atau presentasi
masih memakai data lama bahkan mungkin juga memakai data yg tdk secara resmi
dikeluarkan oleh PUSDATIN.

 

Masalah IAGI/PERHAPI membantu pemerintah saya kira baik sekali dan bisa
menawarkan diri kepada KESDM untuk membantu Pemerintah. Upaya PERHAPI dan
MGEI untuk membuat  Cara Pelaporan Sumberdaya Mineral Batubara sudah cukup
baik. Namun perlu di ingat bahwa Standart Nasional Indonesia (SNI) dlm
bidang Mineral/Batubara/Panasbumi yg dikeluarkan BSNI masih berlaku.
PERHAPI/MGEI membuat Tata Cara Pelaporan Sumberdaya dan Cadangan agaknya
mengadopsi? Join Ore Reserves Committee(JORC)  yg notabene utk keperluaan
Industri/Pengusahaan Tambang yg dipelopori oleh organisasi profesi dan dan
orang2 pertambangan di Australia. Konyolnya lagi stempel JORC tersebut yg
dipercaya oleh Bank-2 guna mengucurkan pinjaman kpd para nasabah perusahaan
Pertambangan. Sudah saatnya kalau JORC-Indonesia dapat secepat mungkin
diakui oleh Perbankan Indonesia maupun Asing dalam meng evaluasi keyakinan
mereka utuk meminjamkan uang kpd nasabah Pertambangan.

 

Memang praktek dilapangan tidak semudah yg kita harapkan. Setiap tahun smua
perusahaan Pertambangan harus menyampaikan Rencana Kegiatan Anggaran dan
Biaya (RKAB) kepada pemerintah disitu pula tidak semua oerusahaan mau
memakai Standart Nasional Indonesia yang disarankan utk dipakai dlm
menghitung Sumberdaya dan Cadangannya. Masing2 pakai perhitungan yang
dikeluarkan Negara masing2. Namanya Standart apapun menurut United Nation
Framework Natural Resources Clasification dan Badan Standarisasi yang
lainnya sifatnya tidak wajib dan tidak bisa dipaksakan. Namun demikian kalau
pemerintah dalam halini KESDM mengeluarkan KEPMEN atau BAHKAN PP tentang
STANDARISASI SUMBER DAYA GEOLOGI yang HARUS di adopt oleh perusahaan yg
bergerak di bidang Pertambangan/perminyakan maka data-2 ttg hal tersebut yg
selalu ber beda-2 bisa diilminir. Saya juga kurang paham para publisher baik
itu Koran maupun majalah waktu menulis ttg sumberdaya/cadangan sumber daya
geologi Indonesia, mereka merujuk darimana? Sekian dulu sumbang saran saya.
Semoga bermanfaat.

 

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of Ong Han
Ling
Sent: Wednesday, March 12, 2014 10:54 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to
Widen

 

Anggota IAGI Yth.

 

Waktu saya mencari Kompas hari ini perihal renegosiasi kontrak anjuran Pak
Liamsi, saya melihat artikel Pertama Pakai Gas Terkompresi. (Maaf Pak
Liamsi, email yang sebelumnya saya tujukan kepada Pak Bandono). Di artrikle
ini ada table yang dikutib dari ESDM. Data ini memang sudah lama beredar.
Saya hanya ingin mengulang apa yang saya kemukakan sebelumnya; banyak data
Pemerintah salah. Kesalahan data dipakai untuk mengambil keputusan.

 

Dalam table tsb. ada daftar cadagan gas Indonesia terbukti (proven)
103,35TSCF dan cadangan Potensial 47,35 TSCF.  Pertanyaan bagaimana bisanya
cadangan potensial lebih kecil dari proven reserve?  Ini tidak masuk akal.
(Selain itu kita mengetahui bahwa potensial reseve adalah istilah yang
tidak pernah dipakai dalam definisi cadangan oleh SPE, WPC, AAPG, maupun
SPEE).

 

Kesalahan sering terjadi dengan data dari Pemerintah. Sedangkan diluar
Negeri kalau ada cap atau logo dari Pemerintah, data tidak diragukan dan
dianggap betul.  

 

Dalam hal ini, apakah anggota IAGI bisa ikut membantu Pemerintah dan
memberitahu kalau ada kesalahan? Pembaca IAGI diminta untuk berpikir kritis.
Mungkin hal ini bisa dikoordinasi oleh Pak Rovicky, ketua kita  yang sangat
aktif. 

 

Maaf jika tidak berkenan.

 

HL Ong   

 

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of
lia...@indo.net.id
Sent: Wednesday, 12 March 2014 7:21 PM
To: iagi-net@iagi.or.id

RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-11 Terurut Topik Ong Han Ling
Bu Parvita,

 

Trim atas tanggapan Anda.

 

Memang tiap perusahaan berkepentingan untuk melakukan audit cadangannya
setiap tahun karena shareholders ingin mengetahui kekayaannya bertambah,
sama, atau berkurang. Lalu mereka bandingkan dengan perusahaan lain sebelum
mengambil keputusan apakah investment diteruskan atau pindah keperusahaan
lain yang lebih menguntungkan. 

 

Sedangkan Negara juga memerlukan audit cadangan secara keseluruhan. Tetapi
untuk keperluan lain. Negara memerlukan data cadangan untuk energy planning,
untuk energy security, dan untuk dijadikan salah satu masukan dalam
pengambilan kebijakan/policy atau UU. Mengetahui cadangan jenis apa, dimana,
dan besarnya, akan dijadikan salah satu dasar pembuatan UUMigas.

 

Contoh konkrit dimana cadangan memegang peranan penting dalam pengambil
kebijaksanaan (UU) adalah keputusan Dewan Energi Nasional baru-baru ini,
2014. Somehow, Pemerintah beranggapan bahwa 40% cadangan energy geothermal
didunia ada di Indonesia. Karenanya DEN mengeluarkan semacam fatwa bahwa
pemakaian Energi Baru dan Terbarukan yang komponen utamanya adalah
Geothermal Energi yang sekarang 6% (seharusnya 3%), perlu ditingakatkan tiga
sampai empat kali lipat pada tahun 2025. 

 

Perhitungan cadangan Negara yang terakir dibuat oleh Pemerintah
(Pertamina/MPS) adalah sekitar tahun 2000, yaitu sebelum UUMigas baru.
Dengan adanya kebijakan demikian semua orang tahu berapa cadangan Indonesia.
Sekarang simpang siur, tiap penjabat menggunakan angka yang berlainan hingga
kebijakan juga berlainan, terutama untuk gas.

 

Moga-moga keterangan singkat ini menjawab pertanyaan Anda.

 

Salam,

 

HL Ong

 

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of Parvita
Siregar
Sent: Tuesday, 11 March 2014 1:31 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to
Widen

 

Pak Ong, punten mau nambahin, kita di Migas tiap tahun isi yang namanya RPS
untuk tahu berapa jumlah cadangan yang sudah terbukti maupun yang belum
terbukti di blok2 kami.   Jadi tiap tahun ada pembaharuan.  

 

Tapi saya masih belum mengerti hubungan UU dengan data cadangan.  Bisa
dijelaskan, Pak?

 

Parvita

 

 

 mailto:iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id 


 



Siapkan waktu PIT IAGI ke-43
Mark your date 43rd IAGI Annual Convention  Exhibition
JAKARTA,15-18 September 2014

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact

Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti

Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id
Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id

DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information 
posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. 
In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not 
limited
to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting 
from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use 
of 
any information posted on IAGI mailing list.


Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-10 Terurut Topik Muhammad Razi
Thanks Pak Noel,
Saya memang dengar tentang pencurian batubara karena saya penduduk asli
kalimantan, tapi tidak menyangka sebesar itu, berapa kali APBN tuh,
3 kali lebih besar dari GDP Timor leste 

atau setara dengan produksi minyak 160bph selama satu tahun !

angka yg fantastis begitu tentu banyak orang yang suka ... dan memelihara
.. kali .

salam
Razi


On Sun, Mar 9, 2014 at 9:24 AM, Noel Pranoto ipran...@gmail.com wrote:

 Pak Muhammad Razi,

 Nilainya mungkin tergantung dari kualitas batubara dan harga pada saat itu
 namun kasus pencuriannya sendiri betul dan pemerintah juga tahu.

 Penambangan liar batubara sudah berlangsung lama dan puluhan juta ton yang
 harusnya bisa menyumbang pemasukan negara lewat royalti sudah raib.

 Salam,

 --
 Noel Pranoto
 Sent with Sparrow http://www.sparrowmailapp.com/?sig

 On Friday, 7 March 2014 at 16:42, Muhammad Razi wrote:

 Besar juga ya pencurian coal sampai bernilai US$ 6 billion per tahun,
 betulkah?

 ===

 Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

 By Jesse Riseborough  Mar 5, 2014 11:47 PM GMT+0800

 At one of the world's largest coal mines in the Indonesian province of
 South Kalimantan, enough of the fossil 
 fuelhttp://topics.bloomberg.com/fossil-fuel/ is
 being stolen every three days to fill a vessel almost the size of the
 Chrysler Building, according to two people with knowledge of the situation.

 The illegal shipments are undermining global prices for thermal coal,
 already near a four-year low, and have prompted a London-listed stakeholder
 in the Arutmin mine run by Jakarta-based PT Bumi Resources 
 (BUMI)http://www.bloomberg.com/quote/BUMI:IJ to
 ask its lawyers to review the claims. The people who discussed the thefts
 with Bloomberg asked not to be identified because the details aren't public.

 Coal thefts across the Indonesian archipelago totaled about $6 billion
 last year, a local industry group estimates. Illicit mining at Arutmin is
 claiming about two million metric tons of coal each month, according to the
 people. Those volumes are valued at about $150 million at current prices
 and are bypassing a marketing contract for shipments with Glencore
 Xstrata Plc (GLEN) http://www.bloomberg.com/quote/GLEN:LN, the world's
 biggest exporter of the fuel, they said.

 Bumi's Arutmin mine is one of the key assets at the heart of an ill-fated
 venture founded by U.K. financier Nathaniel 
 Rothschildhttp://topics.bloomberg.com/nathaniel-rothschild/ and
 Indonesia's Bakrie family, now known as Asia Resource Minerals Plc 
 (ARMS)http://www.bloomberg.com/quote/ARMS:LN,
 or ARMS.

 ARMS owns 29 percent of Bumi and it asked law firm Macfarlanes LLP to
 assess allegations of illegal mining in January, three people said.





Siapkan waktu PIT IAGI ke-43
Mark your date 43rd IAGI Annual Convention  Exhibition
JAKARTA,15-18 September 2014

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact

Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti

Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id
Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id

DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information 
posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. 
In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not 
limited
to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting 
from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use 
of 
any information posted on IAGI mailing list.


Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-10 Terurut Topik Bandono Salim
Tinggal kemauan negara ini; kompak tidak untuk  bergiat bagi kesejahteraan,
kemajuan dan kekuatan NKRI?
jika hal ini dipenuhi NKRI jadi disegani lagi.
Kalau masih untuk kepentingan golongan yaaa kapan NKRI jadi kuat dan
bergerak sebagai satu negara?
Salam.bdn.s

lia...@indo.net.id menulis:

 Di Kompas hari minggu kemarin ada profil Presiden IAGI. Lengkap dg Foto
dg baju IAGInya dlm rubik Pesona , yg menarik ada yg disampaikan terkait dg
pengelolaan SDA  Jangan lagi menjual barang mentah Keluar , Jangan
menghitung sekian Ton batubara yg bisa diekpor tetapi Berapa Giga watt yg
kita bawa keluar { intinya tidak mengekpor sumber energinya / bahan mentah
tapi yg diekpor energinya }

 Hal ini kalau diterapkan di minyak , yg dibawa keluar BBM dan turunannya
yg lain bukan minyak mentahnya

 Pertanyaan besarnya Mungkinkah hal ini dilaksanakan ,
 { Apasih yg tdk mungkin }


 Powered by Telkomsel BlackBerry(R)
 
 From: nawawi_lut...@yahoo.com
 Sender: iagi-net@iagi.or.id
 Date: Mon, 10 Mar 2014 22:35:53 +
 To: iagi-net@iagi.or.id
 ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said
to Widen

 Tulisan pak Ong dengan angka pencurian dan kerugian negara sangat
mengejutkan. Apa mungkin tulisan ini disebarkan melalui media cetak?
Harapanya akan ada tindak lanjut dari yang berwenang. Siapa tau ada yang
masih berani dan berpikir lurus.

 Salam,
 Nawawi
 Sent from my BlackBerry(R)
 powered by Sinyal Kuat INDOSAT
 
 From: Bandono Salim bandon...@gmail.com
 Sender: iagi-net@iagi.or.id
 Date: Tue, 11 Mar 2014 04:50:56 +0700
 To: Iagiiagi-net@iagi.or.id
 ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: RE: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said
to Widen

 Kata penambang lho kan sudah ada ijin dari distam dan bupati serta aparat
daerah pak. Maka mother vessel dapat menampung batubara. Kalau tidak kan
pejabat pelabuhan polisi perairan dll pasti sdh bergerak menangkap.
 Salam

 Pada 11 Mar 2014 00:52, Ong Han Ling hl...@geoservices.co.id menulis:

 Teman2 IAGI,



 Pencurian batubara telah berjalan lebih dari 10 tahun sejak kenaikan
harga minyak. Kerusakan lingkungan yang luar biasa disebabkan oleh Tambang
liar dan telah diketahui oleh semua orang. Asosiasi Pertambangan Batubara
sering protes tetapi tidak dapat tanggapan. APB memperkirakan pencurian
sekitar 3,4 sampai 5.5 trilliun rupiah tahun 2013. Pertanyaan adalah
bagaimana kapal2 samudra bisa lewat perairan Indonesia dengan bebas?



 Kalau angka pencurian tahun 2013 sebesar $6 billion yang dikemukakan
dalam tulisan ini benar, ini berarti Rp.70 trilliun, atau 10X kerugian yang
diderita bank Century. Angka tsb. akan membengkak tahun depan. Pencurian
yang demikian besarnya sebaiknya kita minta KPK ikut menanggulangi untuk
mencegah terjadinya tahun berikutnya. Bandingkan dengan pengadilan yang
sekarang sedang berjalan menyangkut Pemerintah dan anggota komisi DPR,
hanya bernilai sekitar satu juta dollar, namun memerlukan pembuktian yang
bertele-tele demi kebenaran.



 Jo Cochran, wartawan dari Herald Tribune, dalam tulisannya di Jakarta
Globe tgl.3/1/2014, melakukan penelitian tentang impor mercury Indonesia
dalam hubungannya produksi emas yang dihasilkan dari tambang rakyat yang
produksinya sangat significant tetapi tidak tercatat. Mercury oleh UN
dianggap sebagai bahan polusi (Minamata) hingga dijaga ketat. Data dari UN
menunjukan impor mercury Indonesia tahun 2012 berdasarkan data resmi dari
Negara eksportir adalah 386 metric ton. Sedangkan data dari Departemen
Perdagangan,  Indonesia hanya impor kurang dari satu metric ton mercury
tahun 2012. Perbedaan angka yang luar biasa. Berarti data Indonesia tentang
ekspor (batubara) maupun impor (mercury) dua2-nya keliru. Satu karena
dicuri dan satu karena keteledoran pencatatan.



 Jadi tidak hanya batubara, tetapi juga emas, berdasarkan pemakaian
mercury, dalam jumlah yang significant diselundupkan keluar Indonesia.
Selain itu mercury telah mengotori sungai-sungai di Jawa, Lombok,
Kalimantan, Buru, Halmaheira, dsb. Konon timah, pasir besi, bauxite, dan
nickel laterite juga diselundupkan keluar, dan tidak menutupi kemungkinan
minyak kalau policy pembiaran tidak diselesaikan secepatnya.



 DPR selama lebih dari 3 tahun terakir ini melakukan sosialisasi dalam
rangka menyusun UU migas baru. Banyak orang diberi harapan bahwa UU baru
akan menyelesaikan banyak persoalan yang dihadapi migas. Namun  harus
diingat bahwa UU dibuat berdasarkan data yang kebenarannya sangat diragukan
seperti halnya data mercury dan data batubara.  Cadangan yang merupakan
dasar dari keekonomian banyak yang keliru. Sudah sejak  tahun 2000 tidak
dilakukan inventarisasi cadangan lagi. Banyak penjabat memberikan angka
yang berlainan tanpa ada yang berani memberikan koreksi. Angka domestik
consumption banyak yang keliru karena tercampur dengan subsidi. Angka
penerimaan Negara keliru, terdapat perbedaan besar antara Biro Pusat
Statistik dan

Re: [iagi-net] Indonesia's $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen

2014-03-08 Terurut Topik Noel Pranoto
Pak Muhammad Razi,

Nilainya mungkin tergantung dari kualitas batubara dan harga pada saat itu 
namun kasus pencuriannya sendiri betul dan pemerintah juga tahu.  

Penambangan liar batubara sudah berlangsung lama dan puluhan juta ton yang 
harusnya bisa menyumbang pemasukan negara lewat royalti sudah raib.

Salam,

--  
Noel Pranoto
Sent with Sparrow (http://www.sparrowmailapp.com/?sig)


On Friday, 7 March 2014 at 16:42, Muhammad Razi wrote:

 Besar juga ya pencurian coal sampai bernilai US$ 6 billion per tahun, 
 betulkah?  
  
 ===
  
 Indonesia’s $6 Billion of Coal Mine Thefts Said to Widen  
  
 By Jesse Riseborough  Mar 5, 2014 11:47 PM GMT+0800
  
  
 At one of the world’s largest coal mines in the Indonesian province of South 
 Kalimantan, enough of the fossil fuel 
 (http://topics.bloomberg.com/fossil-fuel/) is being stolen every three days 
 to fill a vessel almost the size of the Chrysler Building, according to two 
 people with knowledge of the situation.
  
  
 The illegal shipments are undermining global prices for thermal coal, already 
 near a four-year low, and have prompted a London-listed stakeholder in the 
 Arutmin mine run by Jakarta-based PT Bumi Resources (BUMI) 
 (http://www.bloomberg.com/quote/BUMI:IJ) to ask its lawyers to review the 
 claims. The people who discussed the thefts with Bloomberg asked not to be 
 identified because the details aren’t public.
  
  
 Coal thefts across the Indonesian archipelago totaled about $6 billion last 
 year, a local industry group estimates. Illicit mining at Arutmin is claiming 
 about two million metric tons of coal each month, according to the people. 
 Those volumes are valued at about $150 million at current prices and are 
 bypassing a marketing contract for shipments with Glencore Xstrata Plc (GLEN) 
 (http://www.bloomberg.com/quote/GLEN:LN), the world’s biggest exporter of the 
 fuel, they said.
  
  
 Bumi’s Arutmin mine is one of the key assets at the heart of an ill-fated 
 venture founded by U.K. financier Nathaniel Rothschild 
 (http://topics.bloomberg.com/nathaniel-rothschild/) and Indonesia’s Bakrie 
 family, now known as Asia Resource Minerals Plc (ARMS) 
 (http://www.bloomberg.com/quote/ARMS:LN), or ARMS.
  
  
 ARMS owns 29 percent of Bumi and it asked law firm Macfarlanes LLP to assess 
 allegations of illegal mining in January, three people said.
  
 Exit Deal
  
 The claims have come to light weeks before the Bakries are due to complete a 
 deal to withdraw from the ARMS venture, which has been marked by conflict 
 between the family and their former partner, Rothschild. The alleged thefts 
 from Arutmin may divert revenues from Bumi, whose falling share price the 
 Bakries have cited as a factor in repeated delays in completing their exit 
 from ARMS. Bumi has not been accused of any wrongdoing.
  
  
 The Bakries are due to close the $501 million transaction on March 21. That 
 deal sees them buying back the 29 percent stake in Bumi sold to ARMS and 
 regaining control of the operator of Arutmin. Bumi stock has slumped 85 
 percent in Jakarta trading since the start of 2012, while ARMS has slipped 75 
 percent in London (http://topics.bloomberg.com/london/).
  
  
 Elizabeth Mercer, a London-based spokeswoman for Macfarlanes, declined to 
 comment. A spokesman for ARMS declined to comment.
  
  
 Dileep Srivastava, a Jakarta-based director of Bumi, said the company isn’t 
 aware of “any specifics” around coal-theft claims at Arutmin. “But I’d think 
 ‘informal’ mining in Indonesia (http://topics.bloomberg.com/indonesia/) has 
 been a reality for decades, well before Bumi entered mining,” he said in an 
 e-mail.
  
 ‘Far Fetched’
  
 The Bakrie Group, a family-run palm oil-to-property business empire and a 
 shareholder in Bumi, questioned the accuracy of the coal-theft allegations.
  
  
 “These accusations seem wild and extremely far fetched,” Chris Fong, a 
 spokesman for the Bakries, said in e-mailed comments. “Mining operations in 
 Indonesia are well regulated, documented and monitored across the entire 
 chain of custody. There is no doubt that illegal activities surrounding the 
 resource sector are well documented, however we doubt at the scale as 
 claimed.”
  
  
 The Indonesian Coal Mining Association estimates that 71 million tons of the 
 country’s 2013 production can’t be tracked, Pandu Sjahrir, chairman of the 
 group’s commercial committee, said this week. At average benchmark Asian 
 prices last year, that amount of coal is valued at about $6 billion.
  
 Glencore Contract
  
 Arutmin coal is allegedly being sold outside of a marketing contract Bumi has 
 with Glencore, the people said. The volumes would be enough to load a 
 190,000-ton capacity capesize vessel, similar in length to the iconic 
 Manhattan building, every three days, according to data compiled by 
 Bloomberg. Glencore owns about 4 percent of Bumi, a list of shareholders on 
 the Indonesian