----- Original Message ----- 
From: "adi" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <teknologia@googlegroups.com>
Sent: Friday, January 13, 2006 12:46 AM
Subject: [teknologia] Re: Dosen VS Mahasiswa


>
> On Fri, Jan 13, 2006 at 04:51:09AM +0700, Budi Rahardjo wrote:
> > - berapa besar (nilainya) subsidi pemerintah tersebut?
> > Jika kita lihat, seluruh kebutuhan basic di universitas Jerman sudah
> > dapat dipenuhi oleh subsidi tersebut.
>
> sebetulnya ini titik pangkal pertanyaan sementara orang kenapa PTN harus
> (lebih) mahal. dulu pun sebenarnya operasional ndak cukup, apalagi kalau
> gedung dan tanah dan gaji (yang sedikit itu) harus ditanggung sendiri.
> ala-mak-jan.
>
> sekarang, gedung dan tanah masih, gaji (PNS) masih, dulu era subsidi
> juga kurang, sama saja, sekarang setelah dinaikkan pasti masih kurang
> juga.
>
> nah ... pertanyaannya, kalau dulu bisa kenapa sekarang tidak? jadi ndak
> salah kan kalau ada yang bilang bahwa birokrat (bbrp) PTN mengambil
> jurus aji mumpung? sampai-sampai ada yang berkomentar: 'anda tahu tidak
> besar spp taman kanak-kanak sekarang?' (maksudnya: ya wajar dong kalau
> biaya PTN naik). omong-omong, walaupun sedikit, subsidi yang dulu-dulu
> itu duit rakyat juga lho ... walapun (konon) 80% roda ekonomi berputar
> dikalangan menengah atas dan hanya 20% saja bisa dinikmati kaum
> mayoritas (miskin). lantas apa yang dilakukan PTN demi membalas budi
> kaum mayoritas tsb?
>
> dulu pun akses ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sudah terbatas
> (daya tampung PTN terbatas), sekarang lebih terbatas lagi, padahal
> era-nya kan sekarang harus serba sarjana, dokter harus spesialis, dukun
> pun kalau bisa, diembel-embeli dengan gelar profesor doktor dokter
> insinyur.
>
> rumit? sukar dipahami? hrs ada konsensus? egp? it's okay lah .. he..he..
>
> the world is not enough :-)
>
> btw, dengan kondisi sekarang, kembali ke topik 'Dosen vs Mahasiswa',
> mestinya lebih gampang menendang dosen ke luar dari pada mahasiswa ya
> hi..hi.. (j/k).
>

mas Adi,

Sebetulnya apa sih yang kita inginkan dari PT(N) itu?
Jangan-jangan apa yang kita pikulkan ke pundak PT itu nggak realistis.
Seperti contohnya bahkan untuk membalas budi mayoritas rakyat saja
dibebankan ke pundak PT(N).
Emangnya PT itu apaan yak....he he he he...

Saya pikir sudah waktunya kita berfikir logis, realistis dan duitnya diitung
yang bener.
PT itu diharapkan apa lalu diberi modal berapa.
Kalo modalnya nggak ada, harapannya yang diturunin.
Itu realistis....kita juga kalo nggak punya duit beli mobil baru kan mobil
bekas juga nggak apa-apa.

Contohnya:
kalo memang modalnya hanya cukup untuk produsen sarjana, dan nggak cukup
buat bicara penelitian apa lagi bicara menumbuhkembangkan enterpreneurship,
maka wajib hukumnya buat statemen politik yang jelas bahwa selama misalkan
10 tahun, tujuan utama PT itu sbg produsen sarjana. Lalu semua daya upaya
diarahkan ke arah situ. Nggak usah bicara penelitian atau apalagi bisa
mempelopori BHTV he he he he...
Lebih lanjut, kalo modalnya hanya cukup buat 100 mahasiswa, ya jangan
memaksakan diri jadi 200, nantinya nggak berkualitas. 100 orang jadi sarjana
yang berkualitas dan bisa menghasilkan Infosys misalnya ;), lebih baik
daripada 200 yang hanya mencari kerja. dst.dst.

Jangan spt. sekarang, kewajiban PT itu menurut saya aneh-aneh dan nggak
fokus alias macem-macem dari mulai pendidikan, penelitian, pengabdian
masyarakat sampe nyari beasiswa ketika ada masyarakat yang nggak mampu
sekolah juga harus jadi tanggung jawab PT. Padahal punya duitnya berapa?
Ketika PTnya jadi banyak mroyek sibuk cari duit, penelitian terbengkalai,
nggak masuk PT kelas dunia,
semua mencemooh....

Ini sih namanya zalim...he he he he

Salam
Ary



Kirim email ke