adi wrote:
> On Thu, Apr 27, 2006 at 12:28:05AM -0000, m.c. ptrwn wrote:
> > masalahnya kalau memang hrs stop-import, kita harus bikin appliance
> > with linux, sebagai ingredientnya kan software developer yang
> > berpengalaman.
>
> feeling saya mengatakan, implementasi freebsd/linux untuk keperluan-
> keperluan yang bisa menggantikan kebutuhan akan produk jadi itu sudah
> banyak di Indonesia. cuman ya itu, masih dipasang di PC, sehingga ada
> yang berseloroh: kalau mau routing ya perlu router masa PC, nge-route kok
> pakai PC he..he.. singkat kata, bagaimana mengemasnya menjadi produk jadi,
> nah .. sayangnya kemampuan mengemas ini jauh lebih susah dibanding menjadi,
> misalnya, linux/freebsd hacker. contoh saja, saya melihat dgn mata kepala
> sendiri ada salah satu ISP yang menggunakan yang seperti ini, kecuali switch 
> :-)

ini dari sisi teknis ya. banyak isp dari tahun 1996an yg sudah
menggunakan dial up ports jamanya E1 R2 belum banyak dan router di pc.

masalah kemas mengemas itu sebenarnya gak sulit asal punya orang dengan
skillset yg pas, bikin routing engine juga begitu, hardware yang cocok
di versi retail juga banyak,pakai intel P4 dan high performance memory
sudah beres di urusan HW, tinggal ubah tampak luarnya saja , appliance
yg banyak beredar di market itu sebenarnya high performance cpu saja,
contoh bagaimana cara kerjanya internalnya banyak tertulis di beberapa
paten.

Btw, vendor yg2 bikin appliance juga sebenarnya mereka gak coding dari
awal, tapi ported code yg sudah ada (misalnya codenya john moy untuk
ospf atau gated). kalau hitung2an saya, untuk bikin small box CPU based
pc router dengan port density
beberapa fe mungkin masih ok, sekarang malah ada pc nic untuk 10G
interfaces.
masalah utama di router sebenarnya gimana bikin backplane yg
non-blocking dan juga support feature2 tambahan seperti
access-list,etc.

dari sisi non-teknis, untuk bikin router yg sangat sederhana, cukup
punya 4 software engineer , 2 qa engineer dan 1 hw engineer. that's it.


> soal teknologi yang digunakan oleh operator seluler misalnya, saya yakin 
> rekan-
> rekan dari bandung/depok/yogya bisa mengatasi. cuman sayangnya, seringkali
> yang seperti ini dibayar _JAUH_ lebih kecil dibanding produk dari luar. jadi
> hukum what-you-pay-is-what-you-get berlaku.

nah kalau yang ini saya gak tahu, tapi dulu ada pengusaha yg mengeluh
karena dia bikin phone equipment yang lebih murah dibanding produknya
luc dan ala , tapi contractnya batal karena jamanya pakde harto orang
milih yg lebih banyak komisinya. tapi cuman itu saja kasus yg saya
tahu.


> btw, soal 'iblis', jangan tersinggung, tapi seandainya sempat ketemu sama
> anakin skywalker, titip salam dari saya (hi..hi..).

wah saya gak tahu apa itu chracter 'anakin skywalker' :)    anyway
thanks..

carlos

Kirim email ke