On 4/27/06, adi <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

mestinya: apa mungkin seorang insinyur indonesia mengoprek appliances tsb?
baru, kalau jawabannya mungkin, maka pertanyaan dilanjutkan: ada berapa orang
yang bisa, cukup atau tidak dst..dst.. nah, sebelum menjawab pertanyaan pertama,
apa iya kebutuhan tsb. memang dibutuhkan dalam implementasi real? jawabannya
tidak bukan? yang dibutuhkan adalah sertifikasi CCNA/CDMA/STMJ/dll

hi hi hi ... sarkasme mas Adi saya kira ok juga.
eh. sertifikasi ini kayaknya udah kebablasan euy.

bukan tidak mungkin resources berupa intelectual
capital di negara ini dikuasai dan digunakan untuk kemaslahatan
negara lain. buktinya ngurusin/dominasi thd natural resources
di negara ini saja sudah sangat memprihatinkan.

yang ini saya setuju, memprihatinkan.
tapi karena di luar kemampuan saya, saya no comment ah.


di satu sisi, mendatangkan vendor-vendor raksasa untuk melakukan
R&D di sini itu menguntungkan, tapi di sisi lain seperti
menyerahkan jiwa kita kepada iblis (ha..ha..).

itulah sebabnya perlu ada pemahaman mengapa melakukan R&D di sini.
bukan semata hanya membukan lapangan pekerjaan saja akan tetapi
juga untuk *belajar* melakukan R&D seperti yang dilakukan di
luar negeri.

(Misalnya, flow melakukan R&D itu seperti apa sih? Membuat tech
roadmap itu seperti apa? form-form untuk melakukan R&D itu seperti
apa - ada B100, B200, dst? bagaimana seluk beluk tentang pengelolan
intelectual propertynya?)

Saya pernah kerja sebentar di R&D center (di bidang telekomunikasi).
Sebagai pekerja (techie) saja ada banyak aturan / prosedur yang
harus diikuti, tapi saya tidak tahu dari sisi pengelolaannya
(management). Bagaimana mereka mendapatkan funding, distribusi
hasil riset dsb.
Waktu itu yang saya ingat, saya gak boleh publish hasil penelitian
di konferensi / journal sebelum diperiksa (screening) oleh tim
untuk melihat potensi paten. Sebel juga, tapi itulah prosedur
dari pengelolaan R&D.
Nah, hal-hal semacam ini yang perlu kita pelajari.

Kita sudah kenyang dengan belajar sebagai mahasiswa. Itulah
sebabnya sudah banyak sekolah-sekolah bagus di Indonesia yang
menghasilkan sarjana.
Tapi belum ada sekolah bagus di Indonesia yang menghasilkan
peneliti! (Not even ITB! Kalaupun dihasilkan peneliti bagus
di ITB, itu adalah by accident, not by design. he he he.)
Itulah sebabnya kita perlu belajar meneliti dan mengelola
penelitian.
Itulah sebabnya Made jangan cepat-cepat pulang. ha ha ha.
Jadi kepala lab (head of R&D) dulu di sana, baru boleh pulang!
he he he. Kalau belum, ya tolong tinggal 5 tahun lagi di sana.


Ada dua cara beserta plus(+) dan minus(-)nya.
1. mengirimkan orang ke luar negeri (seperti Made, Carlos, dkk.)
  + R&D sudah jalan. resources tersedia. kultur sudah ada.
  - jumlah yang bisa kita kirimkan ke sana sedikit :(
2. mendatangkan tempat penelitiannya ke sini.
  + bisa mengakomodasi lebih banyak orang
  - siapa yang mau mulai? percaya aja kagak.
  - belum ada pengalaman. tapi kalau nggak dimulai ya bakalan
    tidak pernah punya pengalaman teruuuusss

-- budi

Kirim email ke