Sayangnya yang pro dan kontra itu bukan anak" saya.. :-p
Kalau anak" saya, yang kadang 'ribut' saling menyalahkan (yang besar bilang:

tuh Aa/dede yang mulai, atau yang satunya bilang: Teteh mukul Aa), biasanya
saya ajak mereka untuk berdamai. Yang salah harus mau minta maaf..
Nanti mereka saling minta maaf.. Jadi peran penengah itu penting.. :-)

Terakhir saya bilang sama yang paling kecil: neng juga jangan nakal ya..
harus akur/baik sama saudara, meskipun dia baru berumur 4 bulan..
Maksudnya biar semua kebagian diajar.. :D

Nah, di Indonesia kira" sudah ada penengah (yang bisa ngemong) dan
didengarkan semua pihak, belum?
CMIIW..

Wassalam,

Irwan.K

On 12/11/06, Mia <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Pak Irwank, mungkin titik temu akan terbentuk, kalau posisi masing-
> masing (yang pro dan kontra poligami) sudah cukup jelas dan
> rasional. Termasuk menpersepsikan poligami dan fenomenanya sebagai
> penyakit sosial. Misalnya, persepsi beberapa temen di sini lebih
> meliat poligami sebagai dalil agama boleh atau nggak, ketimbang
> poligami sebagai penyakit sosial dan sebagai dampak akibat daya
> tawar perempuan rendah di masyarakat.
>
> Merubah persepsi itu meminta waktu panjang dan bergenerasi. Karena
> itu posisi gerakan perempuan ini perlu didukung karena bertujuan
> menaikkan posisi daya tawar perempuan, misalnya melalui jalur hukum
> yang mestinya merefleksikan keadilan selain supply dan demand. Dalam
> feminism perempuan dan laki-laki feminis berjuang nggak pada titik
> yang sama, namun kudu selalu menyamakan atau sharing persepsi.
>
> salam
> Mia
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>,
> IrwanK <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > Apa gak capek bersitegang terus? Apa gak ada titik temu?
> > Kalaupun misalnya polygami tiba" dilarang (baca: diharamkan),
> > what's next? Enough is enough.. isn't it?
> >
> > CMIIW..
> >
> > Wassalam,
> >
> > Irwan.K
> >
> > On 12/11/06, Henny Irawati <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > >
> > > http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=berita%7C-735%7CX
> > >
> > > Senin, 11 Desember 2006
> > > Gerakan Perempuan Tolak Poligami
> > > Jurnalis: Henny Irawati
> > > Tuhan, Tuhan, Tuhan, haruskah keadaan ini terus berlangsung
> berabad-abad.
> > > Haruskah berabad-abad perempuan dihina dan diinjak-injak. Tidak.
> Tidak.
> > > Keadaan ini harus berakhir. Permulaan dari akhir itu harus
> diadakan.
> > >
> > > Jurnalperempuan.com-Jakarta. Isi surat yang ditulis Kartini pada
> tanggal
> > > 17 Oktober 1900 tersebut dikutip Gadis Arivia dalam konferensi
> pers yang
> > > diselenggarakan Yayasan Jurnal Perempuan, Sabtu (9/11) kemarin,
> di
> > > kantornya. Gadis mengingatkan, sudah sebegitu lama gerakan
> perempuan
> > > menentang poligami. Kartini, lanjut Gadis, pada akhirnya memang
> kalah. "Ia
> > > termakan oleh poligami itu sendiri." Sebagaimana tercatat dalam
> sejarah,
> > > Kartini dinikahkan dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati
> Rembang yang
> > > sudah mempunyai 3 istri dan 6 orang anak. Meskipun
> Kartini "kalah", dalam
> > > suratnya dia mengatakan, "poligami adalah kejahatan raksasa,
> egoisme
> > > laki-laki."
> > >
> > > Pada 1912, seorang pejuang perempuan lain juga mengacungkan
> bendera perang
> > > terhadap poligami. Dialah Roehana Koeddoes, yang menerbitkan
> Soenting
> > > Melajoe. Dalam Soenting Melajoe Roehana Koeddoes mengatakan
> poligami harus
> > > dilarang. Poligami itu merugikan perempuan. Daftar penentang
> poligami
> > > semakin panjang dengan nama Raden Ayu Siti Sundari. Pada tahun
> 1914, Raden
> > > Ayu Siti Sundari mengatakan praktik-praktik poligami yang
> terjadi dalam
> > > masyarakat kita sangat merugikan perempuan, menimbulkan korban,
> termasuk
> > > korban anak-anak.
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke