Alhamdulillah, terima kasih ya Mba Rini, semakin jelas sekarang bahwa memang mengirimkan al Fatihah untuk orang yang sudah meninggal ini memang tidak ada aturannya dan termasuk bid'ah.
Dan saya tertarik dengan tulisan ke 3 yang dikirimkan mba Rini tentang mengupah qari untuk orang yang meninggal. Saya pernah bengong melihat kebiasaan di satu suku ketika orang meninggal, di kuburannya selama 40 hari diupah orang mengaji, untuk melindungi dari hujan atau angin di atas kuburan dipasang tenda dan supaya tidak gelap, dipasang lampu petromax juga. Keluarga kaya yang bisa melakukan acara tersebut karena yang ngaji itu harus diupah. Jika tadinya obrolan ini tentang kirim al Fatihah untuk yang sudah meninggal atau transfer pahala menurut mba Ning, atau kirim 'amalan bacaan' menurut mba Lina, sekarang saya ganti dengan judul pengajian setelah kematian. Ada kebiasaan pengajian di rumah almarhum/ almarhumah di hari ke3, ke7, ke 40, ke 100, ke 1000, dst. Atau dari hari pertama kematian sampai hari ke 7, dll. Ini saya pikir mirip dengan mengupah qari, hanya saja ini dilakukan di rumah dan yang datang banyak, mereka tidak diupah uang tapi diupah dengan dus makanan dan di hari ke 40 malah diberi kotak yang berisi biasanya sajadah, kue bolu, ikan sarden kalengan, minyak goreng, gelas, piring, tasbih, dll (tergantung kebiasaan). Khusus untuk kiai yang memimpin pengajian ini juga harus disediakan honor dalam bentuk uang. Saya tidak tahu apakah ini kebiasaan di Indonesia karena kebiasaan adat di suku-suku tertentu atau ada pengaruh ritual agama-agama lain sebelum Islam datang di Indonesia? Yang menyedihkan adalah untuk pengajian itu membutuhkan biaya besar, ini yang menjadi obrolan hangat saya dan ayah saya dengan keluarga besar, karena banyak yang menganggap bahwa ini satu keharusan atau wajib hukumnya, maka keluarga yang ada anggotanya meninggal berusaha dengan berbagai cara untuk bisa melakukan, mungkin dengan pinjam uang. Bayangkan jika ini terjadi pada keluarga miskin yang pencari nafkahnya hanya si ayah lalu ayah ini meninggal, anak istrinya mencari hutang untuk membiayai pengajian setelah kematian. salam Aisha ---------- From: Rini Setyowati Semoga penjelasan di bawah ini bermanfaat bagi kita semua.. wassalam -Rn- BACAAN AL-FATIHAH ATAS ORANG YANG TELAH MENINGGAL Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Membacakan Al-fatihah atas orang yang telah meninggal tidak saya dapatkan adanya nash hadits yang membolehkannya. Berdasarkan hal tersebut maka tidak diperbolehkan membacakan Al-Fatihah atas orang yang sudah meninggal. Karena pada dasarnya suatu ibadah itu tidak boleh dikerjakan hingga ada suatu dalil yang menunjukkan disyari'atkannya ibadah tersebut dan bahwa perbuatan itu termasuk syari'at Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dalilnya adalah bahwasanya Allah mengingkari orang yang membuat syari'at dan ketentuan dalam agama Allah yang tidak dizinkanNya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah. Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh adzab yang amat pedih" [Asy-Sura : 21] Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya belaiu bersabda. "Artinya : Barangsiapa melaksanakan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak"[1] Apabila tertolak maka termasuk perbuatan batil yang tidak ada manfaatnya. Allah berlepas dari ibadah untuk mendekatkan diri kepadaNya dengan cara demikian. Adapun mengupah orang untuk membacakan Al-Qur'an kemudian pahalanya diberikan untuk orang yang telah meninggal termasuk perbuatan haram dan tidak diperbolehkan mengambil upah atas bacaan yang dikerjakan. Barangsiapa mengambil upah atas bacaan yang dilakukannya maka ia telah berdosa dan tidak ada pahala baginya, karena membaca Al-Qur'an termasuk ibadah, dan suatu ibadah tidak boleh dipergunakan sebagai wasilah untuk mendapatkan tujuan duniawi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan" [Huud : 15] [Nur 'Alad Darbi, Juz I, I'dad Fayis Musa Abu Syaikhah] ----- BACAAN AL-FATIHAH UNTUK KEDUA ORANG TUA Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Membacakan surat Al-Fatihah untuk kedua orang tua yang telah meninggal atau yang lain merupakan perbuatan bid'ah karena tidak ada dasarnya dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya Al-Fatihah boleh dibacakan untuk orang yang meninggal atau arwah mereka, baik itu orang tuanya atau orang lain. Yang disyariatkan adalah mendo'akan bagi kedua orang tua dalam shalat dan sesudahnya, memohonkan ampunan dan maghfirah bagi keduanya dan sejenisnya yang termasuk doa yang bisa bermanfaat bagi yang sudah meninggal. [Nur 'Alad Darbi, Juz III, I'dad Fayis Musa Abu Syaikhah] ---- MENGUPAH QARI' UNTUK MEMBACA AL-QUR'AN Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Mengupah seorang qari' untuk membacakan Al-Qur'an bagi orang yang telah meninggal termasuk bid'ah dan makan harta manusia dengan tidak benar. Karena bila seorang qari' membacakan Al-Qur'an dengan tujuan untuk mendapatkan upah atas bacaannya, maka perbuatannya termasuk kebatilan, karena ia menginginkan harta dan kehidupan dunia dari perbuatannya tersebut. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman. "Artinya : Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali Neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan" [Huud : 15-16] Perkara ibadah -termasuk membaca Al-Qur'an- tidak boleh dilakukan dengan tujuan duniawi dan mencari harta, akan tetapi harus dilakukan dengan tujuan untuk medekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Seorang qari' yang membaca Al-Qur'an dengan diupah, maka tiada pahala baginya, dan bacaannya tidak akan sampai kepada orang yang telah meninggal. Harta yang dikeluarkan merupakan harta yang sia-sia, tidak bermanfaat. Kalaulah harta itu digunakan untuk suatu sedekah atas nama orang yang meninggal, sebagai ganti dari mengupah seorang qari', maka inilah perbuatan yang disyariatkan dan bisa mendatangkan suatu manfaat bagi orang yang telah meninggal. Maka menjadi kewajiban bagi para qari untuk mengembalikan harta yang telah mereka perolah dari manusia sebagai upah atas bacaan yang mereka lakukan atas orang yang telah meninggal, karena menggunakan harta tersebut tergolong makan harta manusia dengan cara tidak benar. Dan hendaknya mereka takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan memohon kepadanya untuk memberikan rizki kepada mereka dengan cara selain cara yang haram tersebut. Bagi setiap muslim hendaknya tidak makan harta manusia dengan cara yang tidak disyariatkan sedemikian ini. Benar bahwa membaca Al-Qur'an termasuk salah satu ibadah yang utama, barangsiapa membaca satu haruf dari Al-Qur'an maka akan mendapatkan suatu kebaikan, dan suatu kebaikan mendapatkan balasan sepuluh kali lipat. Tapi itu bagi orang yang niatnya benar dan hanya menginginkan keridhaan Allah semata serta tidak menginginkan suatu tujuan duniawi. Mengupah seorang qari untuk membacakan Al-Qur'an bagi orang yang telah meninggal : Pertama : Termasuk perbuatan bid'ah, karena tidak ada dari para salaf shalih yang melakukannya. Kedua : Bahwa perbuatannya termasuk memakan harta manusia dengan cara tidak benar, karena suatu ibadah dan ketaatan tidak boleh mengambil upah karenanya. [Nur 'Alad Darbi, Juz III, I'dad Fayis Musa Abu Syaikhah] [Disalin dari kitab 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Qur'an edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Qur'an, Penulis Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, Penerjemah Ahmad Amin Sjihab, Penerbit Darul Haq Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action= . p;bagian= ---------- From: musa_008 [Non-text portions of this message have been removed]