Oleh karena itu bubarkan Dep Agama karena fungsinya tidak jelas. 
Pesantren seharusnya urusan Depdiknas, urusan haji milik Dep Luar
Negeri, urusan kerukunan antar agama urusan Polisi, jadi memang
demikianlah suatu Departemen yg lebih menjadi sumber masalah daripada
solusi.  Bubarkan saja.

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Kartono Mohamad" <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:
>
> Pada tanggal 12 Oktober 2007 mereka yang merayakan 1 Syawal mengadakan
> sholat ied mendapat perlakuan diskriminatif. Beberapa lapangan
ditutup dan
> dikunci pagarnya. Lapangan yang dapat dimasuki, misalnya lapangan
Blok S,
> hanya satu pintu yang kecil dibuka. Pintu depan baru beberapa saat
kemudian
> sesudah menjelang jam 7 dibuka. Nampaknya meski dibolehkan untuk sholat,
> penggunaan pengeras suara dilarang. Sehingga khotbah tidak dapat
terdengar
> dari belakang. Di beberapa daerah terdapat perlakuan serupa.
Sepertinya ada
> instruksi dari pemerintah pusat (departemen agama?) untuk memperlakukan
> seperti itu.
> Rasanya baru sekali ini perlakukan seperti itu terjadi. Di jaman
> pemerintahan Presiden Sukarno pernah juga ada perbedaan hari dalam
merayakan
> 1 Syawal. Demikian pula di jaman pemerintahan Soegharto, perbedaan
serupa
> pernah terjadi.Tetapi tidak pernah terjadi perlakuan yang diskriminatif
> apapula pembatasan-pembatasan untuk orang melakukan sholat Ied. Anehnya
> justru di jaman pemerintahan reformasi terdapat perlakuan serupa itu.
> Pemerintah sekarang, entah inisiatif Menteri Agama atau atas ijin
Presiden
> telah melakukan diksriminasi terhadap sesama umat Islam yang secara
formal
> katanya diakui.
> Diktator dalam beragama nampaknya mulai dilakukan. Apa sikap ICMI,
> Muhammadyah, dan kelompok Islam lainnya? Termasuk yang tidak
memperingati 1
> Syawal tanggal 12 Oktober? Jangan lupa, sekali hal ini dibiarkan, bukan
> tidak mungkin lain kali giliran mereka juga akan diperlakukan serupa
kalau
> kebetulan tidak sejalan dengan sikap pemerintah.
> KM
>


Kirim email ke