--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Mia" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Pak Dana, kayaknya Depag juga berfungsi untuk tetep 'mensekularkan' 
> Indonesia.  Kurang lebih sebanding dengan fungsi Dep Urusan Wanita. 
> Kedengarannya a bit cynical, karena idealnya memang seperti yang mba 
> Lina bilang, mestinya berfungsi sebagai think-tank untuk meningkatkan 
> moral ke lintas sektor, untuk tetap membumikan agama yang batiniah ke 
> bumi Indonesia yang lahiriah ini.  

DP: Ah ini kan cukup oleh program pendidikan dan kurikulum DepDiknas.
Kecuali kalau memang Dep Agama itu bertujuan melindungi minoritas
agama lain. Dan itupun Dep Hukum dan HAM saja.

Pada dasarnya ketika kita setuju bahwa urusan agama adalah ranah
privat bukan publik maka rakyat tidak perlu membiayai Dept agama
melalui pungutan pajak.

> Demikian juga Dep Urusan Wanita 
> yang mestinya mencerahkan gender perspective ke lintas sektoral, dan 
> khususnya pemberdayaan perempuan sendiri. Dep wanita ini kok saya 
> jauh lebih sukses ketimbang Depag.

DP: Bedanya dg Dept Agama, Dept ini mengurusi kelompok yg berstatus
minoritas yg masih tertindas.  Dept Agama yg mengurusi kepentingan
mayoritas yg kadang2 menindas.

> Nah kalau fungsi think-tank ini nggak jalan, ya jadinya ngurusin 
> urusan nggak jelas dan komersial seperti haji, dengan kata lain 
> sukses dalam 'mensekularkan' Indonesia.
> 

DP: Think tank enggak perlu lewat perangkat Departemen.

> salam
> Mia
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Dan" <pamilih@> wrote:
> >
> > Karena secara prinsip fungsi Dep Agama itu tdk ada dan hanya dibuat2
> > maka kalau makin diperjelas makin jelas ketidakperluannya.
> > 
> > Coba barangkali ada yg dapat memberikan definisi fungsi Dep Agama di
> > milis ini?
> > 
> > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Lina Dahlan" <linadahlan@>
> > wrote:
> > >
> > > Gimana kalo fungsinya yang diperjelas.
> > > 
> > > Kalo saya pikir sih lebih kepada memperbaiki mental dan kemampuan 
> > > orang2 didalam departemen itu sendiri.
> > > 
> > > Misalkanpun haji diurus Dep. luar Negeri, Pesantren di Depdiknas, 
> > > dan Kerukunan urusan polisi...tapi kalo orang di Dept Luar 
> Negerinya 
> > > doyan korup, Depdiknas orang2nya can-lin-hay, polisinyapun rasis 
> dan 
> > > katro'???
> > > 
> > > Ya orang2 yang di kepemerintahan itu yang harus punya 
> kapabilitias, 
> > > integritas, dan tas2 lainnya yang diperlukan.
> > > 
> > > Diluar itu semua, segala nama yang diembel-embelkan dengan agama 
> > > menjadikan agama itu rusak (namanya) ketika faktanya kerusakan 
> yang 
> > > ditemukan dalam instansi itu atau kelakuan orang2 beragama. Lalu 
> > > dihubungkan dengan ketidakmampuan agama yang notabene sebagai 
> ajaran 
> > > moral dari Ilahi. Padahal kebenaran dalam agama itu tidak akan 
> > > hilang hanya karena kelakuan rusak orang2 beragama.
> > > 
> > > Ketika kerusakan dilakukan oleh orang2 yang tak beragama atau 
> > > instansi2 yang tidak membawa nama agama, maka logikanya agama 
> tidak 
> > > ter'salah'kan. 
> > > 
> > > Mungkin ini hal positif bagi pemikiran sekuler untuk memisahkan 
> > > agama dari negara, yang artinya ingin mengembalikan fungsi 
> > > (kesucian) agama sebagai pendidikan moral saja. Namun, ada pula 
> yang 
> > > meyakini agama bukan hanya sekedar pendidikan moral. Agama 
> sebagai 
> > > ilmu.
> > > 
> > > Jadi, bagi orang2 yang membawa agama ke ranah politik bersiap-
> > > siaplah menerima segala akibatnya. Memikul sesuatu dipundak kita 
> > > yang berhubungan dengan agama, sesungguhnya lebih berat. Maka 
> bagi 
> > > yang berani memikulnya dengan kesadaran penuh, saya pikir dia 
> orang 
> > > yang sangat 'kuat' daripada mengantongkan agama di sakunya atau 
> > > disembunyikan dikamarnya.
> > > 
> > > Hal lainnya lagi yang berhubungan dengan perbedaan Idul FItri, 
> saya 
> > > masih berharap KEPADA Muhammadiyah sebagai ormas besar dan 
> > > intelektual dapat melakukan hal sama ketika ada perbedaan antara 
> > > sholat yang pake qunut dan tidak. 
> > > 
> > > wassalam,
> > > orangygtidakbermazhab.
>


Kirim email ke