Di milis memang ada keterbatasan untuk memahami karena pendapat anggota 
dituangkan dalam bentuk tulisan yang pendek dan kadang-kadang dibaca cepat juga 
sehingga rawan atau mudah disalah pahami.

Mba Lina, saya bukan ingin menjelaskan bahwa saya kecewa terhadap ahli agama 
level S3 tapi koruptor, dan saya juga tidak mengharapkan semua muslim semulia 
nabi. Saya menjelaskan salah satu contoh doktor koruptor itu selain orang Arab 
yang akhlaknya buruk itu untuk membahas isi dari thread ini tentang "Seandainya 
seluruh orang Islam fasih berbahasa Arab, sehingga tidak perlu terjemahan dan 
penafsiran terhadap isi kitab suci.... kemungkinan besar masalah begini-begini 
tuh gak akan muncul....
menyesatkan kelompok lain, menon-muslimkan orang-orang yang ngaku islam... 
hehehehee...." yang dimunculkan mba/pak Binasmara, maka saya menjelaskan 
tentang paham-hayati-terapkan prinsip-prinsip agama, bukan sekedar fasih bahasa 
Arab. Bagaimana mba Lina?

Pak Wawan, saya juga tidak bermaksud untuk men-generalisir sesuatu, misalnya 
jika si Fulan seorang yang ahli agama dan fasih Arab itu koruptor, maka seluruh 
ahli agama yang fasih Arab itu koruptor. 

Kasus Aa Gym, dia dianggap ulama dan poligami dengan cara nikah sirri tanpa 
sepengetahuan istri sahnya, lalu setelah diberitakan, istri sahnya masuk RS, 
kemudian baru mengurus nikah sahnya setelah ketahuan masyarakat. Lewat kasus Aa 
Gym itu saya tidak menganggap semua ulama nikah sirri seperti itu, ada yang 
memang melakukan poligami dengan nikah lagi di depan petugas KUA, artinya ulama 
itu terang-terangan menikah resmi lebih dari satu kali, lalu ada lagi ulama 
seperti buya Hamka yang tidak menikah lagi karena menurut almarhum, ayahnya 
pelaku poligami dan dia merasakan tidak enaknya punya satu ayah dan punya ibu 
tiri selain bisa merasakan kesedihan dan penderitaan ibunya yang dimadu. Jadi, 
ulama juga berbeda-beda bukan? Yang perlu didiskusikan, apakah memang poligami 
itu memang satu keharusan yang wajib dilakukan semua muslim, atau satu pintu 
darurat untuk kasus-kasus tertentu saja?

"Satu FPI, cukup untuk bilang islam agama perusak?" Maksudnya ini bagaimana? 
kembali lagi, ini bukan masalah 1 FPI atau 2 FPI atau 1000 FPI, tapi sorotannya 
kembali lagi, apakah masalah-masalah yang ada itu harus dengan penyelesaian 
kekerasan? saya melihat di keluarga besar saya, keluarga yang Muhammadiyah yang 
kebetulan dokter mencoba menyelesaikan masalah kesehatan dengan pelayanan di 
poliklinik secara gratis atau kalaupun ada biaya, hanya mengutip biaya kecil 
untuk pengganti biaya listrik dan OB di poliklinik. Sementara keluarga 
Muhammadiyah lainnya yang guru, menjadi guru di sekolah yang didirikan 
Muhammadiyah tanpa bayaran. Keluarga Muhammadiyah lainnya sibuk berkeliling 
mencari donatur untuk membiayai panti asuhan bagi anak-anak yatim piatu yang 
miskin. Sementara keluarga yang NU juga di rumahnya dipenuhi anak-anak yatim 
yang ortunya miskin, dia tidak mendirikan plang di depan rumahnya dengan 
tulisan panti asuhan, tapi dia menyisihkan rezeki yang diperolehnya untuk 
merawat, membimbing dan menyekolahkan anak-anak malang ini. Jadi saya lihat 
banyak jenis muslim untuk menanggulangi masalah umat Islam, apakah saya bisa 
mengatakan bahwa dokter, guru, donatur panti asuhan,dll di atas ini sebagai 
muslim perusak dan islam agama perusak? yang saya ingin tahu adalah bagaimana 
FPI menanggulangi masalah umat, apakah hanya dengan kekerasan saja seperti yang 
saya lihat di tv dan di koran? apakah FPI mempunyai panti rehabilitasi para 
pelacur, pecandu alkohol, dll jika mereka tertarik untuk membebaskan umat Islam 
dari pelacuran dan minuman keras? Atau mereka hanya menyelesaikan dengan 
menghancurkan tempat-tempat yang dianggap tempat maksiat saja?

"teroris? cukup tulis amrozi." ini maksudnya apa pak Wawan? Apakah bapak setuju 
dengan cara Amrozi untuk menyelesaikan masalah umat Islam? Bagi saya pribadi, 
jika seseorang dinamakan teroris karena dia melakukan pemboman, tidak peduli 
apakah dia beragama Islam atau agama lainnya, itu bukan perbuatan baik dalam 
pemahaman agama Islam saya. Jika misalnya alasan membom itu karena benci AS 
yang dianggap kaum kafir, lalu kenapa misalnya membom kedubes dan korbannya 
juga satpam, orang yang sedang melintas mau pergi kuliah, dll yang ternyata 
muslim juga. Pemboman di Bali juga ada korban-korban yang sedang membeli tiket 
disuruh atasannya, orang itu juga muslim yang bekerja di Bali dan dia punya 
anak istri yang akhirnya kehilangan pencari nafkah. Masihkah kita menganggap 
mereka pahlawan yang memperjuangkan Islam?

Jika mba/pak Binasmara berandai-andai orang-orang fasih Islam, pak Wawan 
menyatakan "gak usah jauh2 seberapa mereka mengerti ttg islam, coba tanyakan ke 
mereka suruh berhitung dan nulis arab angka 1 - 20" Apakah pengetahuan tentang 
keislaman seseorang hanya diukur dari berhitung dan nulis Arab saja? 

Cobalah kita kembali lagi mencoba memahami tulisan/pendapat orang lain dalam 
milis itu substansinya dan beragama juga beragama yang substansial sifatnya, 
bukan sekedar segala sesuatu yang di permukaan, yang terlihat oleh mata saja. 
Ada kasus yang pernah juga saya angkat di WM, seorang bapak yang selalu sholat 
di mesjid dan malam itu setelah sholat Isya lalu mengikuti pengajian di mesjid 
- artinya dia sholat sekaligus ngaji, pas pulang ke rumah, dia membunuh dan 
membakar istri dan anak-anaknya. Agama itu bukan sekedar terlihat sholat dan 
mengaji di mesjid sehingga orang mengatakan bahwa bapak pembunuh itu orang 
soleh kan? Justru setelah dia berulang kali sholat dan mengaji, berusaha 
mendekatkan diri pada Allah dan mencoba terus untuk memahami apa-apa yang 
diperintah dan dilarang Allah, seharusnya bapak itu semakin lembut dan 
mencintai anak istrinya dan bukan membunuh mereka. Ini satu contoh bahwa bapak 
pembunuh itu tidak mencoba memahami, menghayati dan menerapkan sholat dan 
ngajinya dalam kehidupan dia bukan?...:)

salam
Aisha
----------
>From : wawan

biasalah itu bu lina,
sering sy post disini, cukup satu saja ada pencuri yg kebetulan islam, maka 
akan cukup untuk mengambil kesimpulan semua orang islam itu pencuri.

satu fpi , cukup untuk bilang islam agama perusak. cukup bilang ada minoritas 
yg sesat, maka akan dicap sbg pembela fpi.

poligami ? cukup angkat topik agym. teroris? cukup tulis amrozi.

padahal, gak usah jauh2 seberapa mereka mengerti ttg islam, coba tanyakan ke 
mereka suruh berhitung dan nulis arab angka 1 - 20.
----------
On 4/29/08, Lina Dahlan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Wah. Mbak Aisha ini, kalo di jamannya Orba dulu, bisa dijadikan
> Penatar dalam Penataran P4 neh?...:-) Pedoman Penghayatan dan
> Pengamalan Pancasila. Pasti maknyus!
>
> Masalahnya memang tak ada manusia sempurna. Kita berharap kepada
> orang yang berlatar pesantren, lalu kuliah di timteng sampai S3
> bidang agama, fasih berbhs arab, menulis disertasi..kemudian menjadi
> seorang 'nabi'. Ketika harapan kita itu kandas oleh karena org tsb
> menjadi terdakwa kasus korupsi, maka kecewalah kita. Katanya, orang
> yang levelnya sudah S3 di bidang agama, setannya di level S4,
> mbak...:-)
>
> Mungkin sebaiknya kita tidak berharap kepada siapapun selain Allah.
> Jadi, gak perlu ada rasa kecewa. Kita menjadi nabi bagi diri sendiri
> dulu aja, kali ya?. Weih sulitnya!
>
> wassalam,
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Aisha"
> <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > Yang dinamakan fasih itu apa ya? Fasih membaca dan menulis lalu
> jadi alat untuk komunikasi? Yang seperti itu di arab mungkin banyak
> ya, tapi kenapa di Arab sana pun masih ada orang yang melakukan hal-
> hal yang dilarang atau tidak melakukan hal-hal yang diharuskan dalam
> Qur'an? Terus di Indonesia misalnya yang bahasa ibunya bukan bahasa
> Arab, ada orang-orang yang berlatar belakang pesantren lalu sekolah
> ke negara timteng sampai level S3 di bidang agama, mereka fasih juga
> berbahasa Arab ya karena mereka sekian tahun hidup di sana,
> melakukan penelitian dan menulis disertasi dalam bahasa Arab,
> kenyataannya ada juga yang jadi terdakwa dalam kasus korupsi padahal
> dalam Qur'an jelas sekali bahwa ngambil hak orang lain itu dilarang.
> Jadi masalah utamanya adalah kemampuan + kemauan untuk belajar
> memahami, menghayati dan menerapkannya dalam hidup. Fasih tidaknya
> itu salah satu syarat untuk bisa lebih paham, tapi ada juga yang
> tidak belajar Arab sampai fasih, jika dia belajar dengan otak dan
> hati, bisa saja dia memahami dan menghayati lalu berujung ke
> penerapan Qur'an dalam kehidupannya sehingga dia mempunyai akhlak
> mulia, bukan akhlak berangasan di milis..:)
> >
> > salam
> > Aisha
>

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke