Salam saudara sekalian,

Ingin rasanya mengungkapkan rasa di hati ini,
Seperti yg  diketahui telah beberapa ratus tahun Chung
hua tinggal di Indonesia, sebelum kedatangan VOC
pertama kali tahun 1600an pun orang-orang chung hua
telah tinggal bersama orang-orang asli di indonesia
untuk berdagang, pada saat pertama kali yang datang
hanya mereka yg berkelamin lelaki, karena pada sekitar
jaman dinasti Ming (kira2 1300an) ada larangan
perempuan tidak boleh ke luar negri, sehingga lelaki
chung hua perantauan menikah dengan penduduk asli
sekitar, dan ini berjalan dengan baik sampai akhir
diterbitkannya devide et empera oleh pihak Belanda,
semua mulai berjalan dengan tidak nyaman 


Nah yang jadi permasalahan yang dihadapi sekarang
lebih berat lagi, karena masyarakat Indonesia tidak
lagi menerima pluralisme, negara terdiri dari beberapa
macam suku, agama, ras, dll. dan seharusnya pemerintah
menggalakkan pluralisme agar masyarakatnya dapat
menerima semua apa yang disebut sebagai "Perbedaan",
tetapi yang terjadi dilapangan adalah Pemerintah tidak
mempunyai kekuatan untuk mengatur negara ini, jadi
begitu gampangnya dipermainkan oleh pihak2 yang
bertujuan, dan satu hal yang sangat-sangat membuatku
prihatin adalah : 
OOT :
Negara ini adalah negara mayoritas Islam terbanyak,
bahkan masjid terbanyak juga berada di Indonesia, jauh
lebih banyak dari asal agama itu sendiri, tetapi, yang
menjadi masalah adalah, islam ada yang Fund dan
Liberal, dan pemerintah terkesan sangat tidak berkutik
menghadapi masalah ini, karena sangat terlihat apabila
ada Is-Fund yang mengerakkan massa, maka pemerintah
hanya bisa bengong melihat, ini sudah terlalu sering,
yang akhirnya membuatku berpikir bahwa peranan yang
paling penting di Negara ini adalah agama mayoritasnya
nya dari pada pemerintah itu sendiri, yang akhirnya
membuat masyarakat tidak bisa menerima apa yang
namanya pluralisme, dan mengakibatkan diskriminasi
terus berjalan sampai sekarang, (dalam hati aku
berterima kasih kepada Gus dur, yg sangat Pluralisme
dan Liberal, masih mau melihat minoritas2 dan menahan
gerakan Fund)
---> bukankan seharusnya pemerintah yang melihat
kejadian seperti ini dapat membuat ancang2 untuk
membatasi ruang gerak organisasi2 yang terlalu fund
seperti ini, agar terciptanya pluralisme

Hah..., kadang aku sedih melihat yang terjadi di
negara ini, aku seorang Chung hua generasi ketiga dari
kakek aku yang tinggal di Indonesia, darah aku darah
China, tetapi aku lahir di negara Indonesia ini,
sehingga membuat aku sayang kepada tanah air ini,
dengan lantang aku bisa berteriak aku Orang Indonesia,
aku Nasionalis, tetapi di dalam hati kecil aku
menangis, apakah benar aku orang Indonesia, kalau iya
kenapa terasa telak diskriminasi yang terjadi di
negara ini seolah-olah aku bukan orang Indonesia,
ataukah aku hanya menumpang tinggal disini, mencari
makan disini, apakah hanya sekedar itu?, 

Back on topic,
What is in a name, pernah juga diucapkan oleh Sukarno
pada saat rapat Baperki kedua, beliau mengatakan bahwa
apa lah arti sebuah nama, aceng kek, acong kek,
terserah kamu, suka-suka kamu, nah yang aku ingin
ungkapkan adalah kenapa mau repot-repot mempersoalkan
masalah pribumi dan Non-pribumi, wong kita sama saja
kok sebagai warga negara Indonesia, negara ini sedang
banyak2nya menghadapi masalah yg lebih penting,
masalah pribumi ataupun bukan pribumi itu masalah
belakang, tetapi yg harus dipersoalkan adalah
bagaimana cara menghilangkan "DISKRIMINASI", dengan
tidak adanya diskriminasi lagi maka secara langsung
efek dari Pribumi dan Non-pribumi akan pupus dengan
sendirinya, menurutku inilah inti jawaban dari Pribumi
dan Non-pribumi.

Negara ini terdiri dari berbagai suku, agama, ras,
maka itu marilah kita berpikir ulang, sebenarnya apa
yang salah, kenapa suku tiong hua saja yang selalu
bermasalah, bukan maksud aku membela2 native, karena
menurutku native juga ada yang baik dan yang tidak,
sama seperti orang2 tiong hua dan orang2 suku lainnya,
pasti ada yang baik dan tidak, nah yang seharusnya
dilakukan adalah bagaimana cara mengedukasi orang2
yang rasialis/yang suka mendiskriminasikan dapat
menerima "perbedaan", sehingga kita yang dari berbagai
macam itu dapat bekerjasama dalam membangun negara ini
jauh lebih baik


NB : emai ini benar2 dari yang aku pikirkan selama
ini, memang dalam hati aku secara jujur banyak setuju
dengan apa yang diungkapan Bung Asahan, jadi aku nga
mau panjang2 cerita lagi, karena inti yang aku
pikirkan rata2 sama, dan walau aku bukan jago politik
ttp mohon intelektual pribadi aku jgn dihina ya :->,
kalo aku salah mohon tolong dikoreksi

Rgds,
Andri



> __________________________________________________
> Do You Yahoo!?
> Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam
> protection around 
> http://mail.yahoo.com > To: "BUDAYA TIONGHUA"
> <budaya_tionghua@yahoogroups.com>,
>         "WAHANA" <[EMAIL PROTECTED]>
> From: "BISAI" <[EMAIL PROTECTED]>
> Date: Tue, 13 Sep 2005 21:18:15 +0200
> Subject: [budaya_tionghua] Fw: [Politik_Tionghoa]
> Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan
> Non Pribumi?
> 
> Saudara Mayat Yt.hormat.
> Ah, nama persembunyian saudara sungguh menakutkan.
> Tapi apalah arti sebuah nama. 
> Saya akan menanggapi komentar saudara sambil
> berkelakar saja menyesuaikan diri dengan gaya
> saudara yang sebelumnya sudah sedikit saya kenal di
> mulis BT. Rupanya saudara termasuk penganut budaya
> stempel. Saudara mempunyai dua buah stempel: yang
> satu dengan tinta 
> Cina dan satunya lagi dengan cat putih. Saudara
> memulai dengan basa-basi dengan stempel putih
> saudara yang seakan mengangkat uraian saya dan lalu
> dengan cepat saudara mengayunkan tangan kuat-kuat
> dan...Plok!  "bung Asahah Aidit ternyata
> melaksanakan project rasialist anti tionghoa" tentu
> saja dengan stempel tinta Cina. Tidak secuil
> argumentasi ataupun petikan kata-kata dari saya yang
> saudara gunakan  sebagai alasan saudara, mengapa
> saya dianggap melaksanakan ""project rasialist anti
> tionghoa". Tentu dengan stempel hitam yang saudara
> gunakan itu, saudara bayangkan bahwa saudara telah
> menjatuhkan bom di atas kepala saya yang sebelum bom
> itu meledak saudara tulisi dengan huruf-huruf besar
> "pembunuhan karakter" agar saya runtuh. Ya, saudara
> Mayat, bukan saya berlagak hebat, tapi selama
> sepuluh tahun perang Vietnam, hampir setiap hari
> saya mendengar jatuhan bom yang kadang-kadang cuma
> puluhan meter jaraknya dari lubang perlindungan.
> Alhamdulillah saya masih dilindungi Tuhah dan diberi
> hidup hingga kini.Tapi bom yang saudara jatuhkan
> meskipun bunyinya seperti suara pistol beneran,tapi
> pelurunya cuma dari kertas yang dikunyah kunyah
> duluan lalu dimasukkan ke tabung bambu atau sumpitan
> anak-anak, lalu disodok...bum!. Peluru kertasnya
> bertaburan yang semula saudara maksudkan, untuk
> membunuh karakter saya. Tipikal cara yang sering
> digunakan oleh orang-orang yang menjadi panik
> kehilangan argumentasi dan lalu main kasar sambil
> memberikan cap-cap (tapi saudara menggunakan stempel
> kuno) secara membabi buta dan itu saudara anggap
> hebat dan akan mempengaruhi banyak orang. 
> Cara demikian sudah sangat klassik dan saya anjurkan
> pada saudara janganlah berpikir bahwa pembaca itu
> bodoh semuanya hingga mudah saudara bawa kemana saja
> menuruti gertakan saudara. Dunia sudah sangat
> berubah, demikian pula manusianya, generasinya.
> Sentimen, emosi, gertak, tidak ada lagi tempatnya
> dalam perbincangan serius untuk mencari kebenaran.
> Biasakanlah menggunakan argumen yang baik, analisa
> yang jernih dan jangan cepat main maki, main cap,
> main hitam putih hanya oleh karena tidak sependapat
> dengan orang lain.Tapi rupanya modal terbesar
> satu-satunya yang saudara miliki adalah kepekaan
> yang berlebih lebihan. Sedikit sedikit, belum
> apa-apa asal terasa etnis Cina disinggung, mesin
> otomatisnya langsung bunyi: anti Cina!
> rasialist!.... hayyaaaa, bikin orang takut saja.
> Saya sudah pernah bilang, untuk memerangi 
> rasialist, anti Cina ,tidak bisa dengan cara menakut
> nakuti orang agar takut dituduh rasialist. Dan juga
> saya pernah bilang apakah Cina itu sejenis super
> etnis, tidak boleh dikritik, tidak boleh dicela dan
> hanya harus dipuja dan dikagumi saja. Untuk menjadi
> teman Cina yang bersih anti Cina, seseorang harus
> diawasi dan diteliti kata-katanya,diperiksa
> sikapnya, dihitung puji-pujiannya, seolah bersahabat
> dengan Cina seperti bersahabat  dengan Nabi atau
> anak Tuhan. Wah, capek sekali kalo gitu betemen ame
> Cina. Tapi dalam kenyataan, di Indonesia selalu
> terdapat dua macam Cina: Cina yang merakyat yang
> secara wajar dan alamiah ingin menjadi orang
> Indonesia, merasa orang Indonesia, rendah hati dan
> tidak angkuh dan sungguh aneh, kadang-kadang Cina
> yang begini sering-sering asalnya adalah Cina totok,
> nggak bisa bahasa Indonesia sepatahpun tapi
> berasedia menjadi orang Indonesia secara
> sungguh-sungguh dan nggak pernah merasa dirinya di
> diskriminasi. Pengalaman demikian, temasuk yang
> keluarga kami alami sendiri. 
> Sedangkan Cina jenis kedua dengan ciri-ciri arogan
> bukan kepalang, biasanya yang kaya-kaya(tentu tidak
> semuanya) dan dari pagi hingga petang cuma curiga
> dan merasa didiskriminasi dan mem-phoby-kan semua
> orang yang tidak mengaguminya, kurang
> memperhatikannya, merasa dirinya selalu diabaikan
> dan seperti yang saya katakan tadi, pekanya bukan
> alang kepalang  dan selalu dihantui merasa
> didiskriminasi selama 24 jam. Memang jenis ini
> merasa hidupnya tidak aman, penuh curiga, tidak bisa
> bersahabat dengan tulus dengan pribumi.
> Dan sekarang lagi-lagi saya terpaksa dan sangat
> terpaksa bicara soal kata <pribumi>. Saudara punya
> dalil, bahwa bila tidak mau mengharamkan kata
> <pribumi> adalah rasialist. 
> Saya berpendirian, tidak seorang manusiapun yang
> berhak mengharamkan sebuah kata biasa yang adalah
> kepunyaan perbendaraan kata-kata bahasa Indonesia,
> milik orang Indonesia, lalu demi kepentingan politik
> tiba-tiba diharamkan untuk memenuhi kebutuhan satu
> etnis lain. 
> Pun, Habibi tidak punya hak demikian meskipun dia
> seorang Presiden pada waktunya yang juga sekaligus
> produk terbesar dari Orde Baru itu. Saudara Mayat,
> seperti juga orang-orang yang sepikiran dengan
> saudara, saudara ingin mempertahankan peninggalan
> murtad Orde Baru itu yang saudara anggap anti
> rasialist. Dari sudut pandang sempit bertolak dari
> kepentingan satu etnis semata-mata, tentu saudara
> akan menghalalkan dan mengharamkan semua saja
> menurut cita rasa golongan saudara sendiri,
> kepentingan dan keuntungan golongan saudara sendiri.
> Tapi Indonesia tidak cuma mengurusi satu etnis saja,
> memanjakan satu etnis saja, memperhatikan keluhan
> satu etnis saja. 
> Dengan mentalitas yang demikian, etnis yang saudara
> wakili, setiap hari akan menambah musuh dan bukan
> memperbanyak kawan dan kalau begitu alangkah
> kasihannya dengan golongan etnis Cina yang lainnya
> yang dengan sepenuh hati dan jujur, rendah hati dan
> tulus untuk menyatukan diri dengan etnis-etnis
> Indonesia yang lainnya, dengan bangsa Indonesia,
> akan jadi sasaran kerusuhan rasial sepanjang masa
> akibat ulah golongan etnis yang punya mentalitas
> seperti saudara. Percayalah, semua orang yang masih
> waras,masih normal, tidak akan memperdulikan budaya
> stempel saudara yang main hitam putih, main  cap
> asal tidak sependapat dengan pikiran saudara atau
> etnis Cina. Betapa naif-nya kesimpulan saudara yang
> mengatakan, bila tidak mengharamkan atau
> menghilangkan kata <pribumi> akan memberi peluang
> bagi rasisme. Kata< pribumi> adalah milik bangsa
> Indonesia yang berada dalam perbendaharaan
> kata-katanya, dan bukan milik Habibi, bukan milik
> kaum kolonialis lama maupun baru dan juga bukan
> milik orang Cina. Tapi kalau saudara ingin setia
> pada Habibi yang dedengkot Orba itu, silahkan saja
> dan bagi saya perdebatan ini tidaklah sia-sia,
> karena saya menjadi lebih tahu di mana saudara
> berdiri meskipun dalam omongan sepertinya juga
> mengumpat Orba dan saya saudara tuduh sebagai yang
> "menjalankan project rasialis anti tionghoa".
> Orang-orang sebangsa saya bila ingin berhianapun
> tidak mungkin dan akan mati. Kami tidak punya jalan
> lain kecuali tetap setia 
> hingga ahir kepada cita-cita luhur kami meskipun
> dalam perjalanan sejarah banyak melakukan kesalahan,
> kekeliruan, ketidak tahuan bahkan kedunguan seperti
> umpamanya ingin menjiplak revolusi Cina untuk
> membebaskan rakyat Indonesia yang ahirnya menjadi
> drama dan tragedi berdarah yang tak tertebus
> sepanjang masa. Tapi kami tetap belajar dan mau
> mengoreksi kesalahan sambil tetap setia kepada
> keadilan, melawan kediktatoran dalam bentuk apapun.
> Tapi mentalitas saudara yang  hantam kromo dan
> gampang-gampangan, suka dimanja dan minta selalu
> diperhatikan secara istimewa, cumalah mentalitas <
> ke mana angin bertiup, ke  sana pokok condong>.
> Kalau perlu ke Habibi, ya ke Habibi, kalau perlu ke
> Suharto, ya ke Suharto yang juga bapak angkat
> Habibi, asal menguntungkan diri sendiri dan golongan
> sendiri. Timbanglah masak-masak dengan kepala
> dingin,dengan mentalitas demikian, etnis
> Cina bukan semakin dapat dukungan dan simpati tapi
> akan semakin terpencil dan menambah musuh setiap
> hari.
> asahan aidit.
> 
> ----- Original Message ----- 
> From: ChanCT 
> To: Asahan Aidit 
> Sent: Tuesday, September 13, 2005 4:20 AM
> Subject: Fw: [Politik_Tionghoa] Re: Mengapa harus
> mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
> 
>




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke