At 11:04 AM 12/31/2009, you wrote:
>
>
>Bang Poltak,
>Terima kasih tanggapannya. Oke, kita tidak bisa ikuti logika : 
>sekaligus A dan non-A, akan terjadi kontradiktori. Ini benar jika 
>memang pilihannya adalah A dan non-A, atau dalam hal ini "bailout" 
>dan "likuidasi". Tentu saja untuk memilih dua hal ini kita harus 
>either/or tidak bisa both/and, saya maklum akan hal ini.
>
>Tapi saya berpikir begini:
>Pilihan bailout atau likuidasi tidak bisa serta merta disamakan 
>dengan kalkulasi di dunia fisikal/sains keras. Di ilmu fisika (yg 
>saya tidak paham sungguh) kita bisa cukup berjarak dg objek, dengan 
>metodologi yg disepakati menghasilkan simpulan yg bisa 
>dipertanggungjawabkan. Cara mengujinya pun relatif mudah karena 
>objeknya jelas yaitu benda.


Mas Prastowo,

Kalau anda baca pelan-pelan tulisan saya -- maka anda akan menangkap 
bahwa contoh saya sebenarnya justru berangkat bukan dari sains 
keras.  Contoh saya justru berasal dari sesuatu yang kita kenal 
sebagai iman (faith).

Itu sebabnya mengapa saya sebutkan sikap dan toleransi (sesuatu yang 
jelas tidak relevan di bidang sains).

Konon, iman adalah bentuk proto-politics.


>Nah, bailout ini saya lihat dari kacamata ilmu-ilmu sosial, 
>setidaknya dlm konteks public policy, kita tak bisa menafikan 
>subjektivitas si pengambil keputusan. Mengapa saya memilih Anda dan 
>Fauzi Ihsan sekaligus bersamaan dengan Yanuar Rizky dan Noorsy? 
>karena pertimbangan saya adalah integritas, bukan pada mana yang 
>benar. Asumsi yg berbeda bisa menghasilkan kesimpulan yg berbeda, 
>dan condition of possibility tentu saja berpengaruh bagi validitas 
>pilihan kebijakan itu.
>
>Maksud saya, pijakan keputusan bailout itu pada data atau fakta? dan 
>apakah data itu sudah teruji dan diverifikasi menjadi fakta yg bisa 
>dipertanggungjawabkan? di sinilah dg asumsi2 Anda, pemilihan Anda pd 
>bailout saya setujui, di sisi lain, dg asumsi2 yg lain, pilihan 
>Noorsy dan Rizky juga sah, karena mereka juga bicara data yg lain.


Dosen Filsafat saya dulu pernah bilang:  Obyektivitas tertinggi hanya 
bisa dicapai oleh Subyek yang semakin kaya - yaitu subyek yang 
semakin mampu memandang dari sudut dan kedalaman lain.  Jalan menuju 
obyektivitas memang mustahil terhindar dari kedalaman subyek.  (iya, 
dosen saya itu pemuja Plato dan Kant)

Kalau integritas adalah bagian dari kedalaman subyek - maka saya 
tersanjung atas pemilihan anda.

Tetapi kembali lagi -- data yang dihadirkan Noorsy dan Rizky itu 
apa?  Dengan konteks apa?  Apakah masih tetap berpijak pada masalah 
utama: pilihan yang diambil oleh pemangku kebijakan publik?  - 
ataukah sudah melebar ke hal-hal lain yang bersifat periferal?


>Bagaimana menurut Anda sendiri soal data yg ada? apakah informasinya 
>benar (sebagaimana Anggito menggugatnya, dan Ketua LPS jg mempertanyakannya)?

Saya sedikit kenal Mas Anggito.  Spesialisasi dan perhatian utamanya 
adalah anggaran.  Dan memang itu tanggung jawabnya.  Wajar saja 
refleks Mas Anggito adalah "apa nih pengaruhnya nanti ke anggaran?" - 
sehingga wajar saja kalau anda menyebut Mas Anggito "menggugat".

Tetapi di sisi lain, bahwa langkah penyelamatan Century diambil 
justru untuk mencegah kemungkinan injeksi ke LPS yang lebih besar 
lagi (andai ada 18-23 bank lain kolaps dan karena LPS cuma punya dana 
Rp. 14 Trilyun) yang pasti akan berpengaruh pada penerbitan SUN untuk 
mengganjal kekurangan LPS - serta prioritas terhadap belanja negara 
yang juga dibiayai oleh penerbitan SUN (dengan konsekuensi bunga akan 
meningkat) -- maka kenyataan bahwa Mas Anggito tidak memperdebatkan 
penyelamatan Bank Century pada akhir rapat KSSK - adalah kesetujuan 
atas pilihan yang diambil.

Dan saya yakin ini berada jauh di atas sekadar keinginan untuk "menggugat".


>Saat ini kita sedang menguji informasi dan data itu sebagai fakta, 
>maka saya kira semua harus bersabar. Tapi saya sepakat, sebelum 
>semua usai, prasangka pada SMI dan B tak lebih dari sekedar 
>permainan murahan. Keyakinan saya pribadi, SMI dan B tak mengambil 
>keuntungan pribadi dari kebijakan mereka, tapi di soal lain, mereka 
>berdua juga bisa keliru.
>
>salam

Kirim email ke