Benar kata Bunda Nisa manusia hanya bisa berusaha akan tetapi Tuhan yang menentukan 
jalan terbaiknya.........tapi sebagai manusia biasa kita sudah berusaha mencari jalan 
yang terbaik buat putra/i spt contohnya Ibu Nova tetapi ternyata para medis tempat 
Bima dibawa ke RS yang terakhir sptnya kurang tangkas menghadapi keadaan Bima yang 
sudah gawat dan sudah jelas-jelas ada medical record yang sangat lengkap sekali akan 
tetapi ternyata Tuhan punya rencana lain yang lebih indah buat Bima meskipun itu tidak 
indah bagi orangtua dan sanak keluarganya yang ditinggalkannya. Saat ini saya pribadi 
hanya bisa berdoa setiap saat semoga anak saya dan seluruh keluarga saya spy sehat 
sehat saja dan
tak lupa tentunya juga harus menjaga kebersihan setiap hari, kan sekarang ini nyamuk 
DB sudah elit dia juga maunya tinggal di tempat yang justru bersih katanya sih.......
maaf ya klo kepanjangan.
Mama Felita


Bunda Nisa wrote:

> Dear All,
> bukan saya bermaksud membela RSPI ya...
> tapi kebetulan DSA dan Dokter Kandungan saya juga dari RSPI...
> alhamdulilah semuanya lancar-lancar saja...
>
> yang namanya ajal bisa dimana saja... kapan saja... dan smua rahasia Allah semata.
> dan dokter bukan tuhan maupun dewa... manusia berusaha... Allah yg menentukan...
> Apa yg menurut manusia baik... belum tentu menurut Allah baik...
>
> <http://www.kompas.co.id/kesehatan/news/0402/19/090700.htm>
>
> Dr. Hindra Irawan Satari, "Dokter Bukan TUHAN atau DEWA..."
>
> Jakarta, KCM
>
> Jumlah penderita demam berdarah (DB) di seluruh Indonesia, hingga Rabu (18.2) 
> mencapai 8.135 orang. Korban meninggal terus berjatuhan mencapai 161 orang. Sebagian 
> besar kasus DB menimpa anak-anak.
>
> Berikut ini wawancara dengan Dr. H. Hindra Irawan Satari (49), dokter spesialis 
> anak-konsultan, Master of Tropical Pediatric, dari Divisi Infeksi dan Pediatri 
> Tropis Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
>
> Mengapa lonjakan kasus deman berdarah (DB) sedemikian tinggi tahun ini?
>
> Kami menyebutnya sebagai kejadian luar biasa (KLB) nasional. Dalam bahasa Inggris 
> disebut outbreak (angka kejadian dalam periode tertentu dua kali lipat atau lebih 
> dibanding periode sebelumnya).
>
> Mengapa tahun ini? Pertama, pada musim hujan ini, kelembaban dan tempat perindukan 
> nyamuk, membuat virus ini berkembang biak secara cepat. Kedua, orang-orang lebih 
> banyak tinggal di rumah, sementara nyamuknya istirahatnya di dalam rumah, seperti di 
> baju-baju yang tergantung. Jadi ya memang virusnya banyak, masyarakatnya rentan 
> infeksi, kewaspadaan masyarakat, petugas kesehatan juga kurang.
>
> Penyakit ini ditularkan karena gigitan nyamuk. Meski ada penderita demam berdarah 
> tinggal bersebelahan, tetapi tidak ada nyamuknya, ya tidak bakal menularkan ke 
> sebelahnya. Faktor tempat perindukan nyamuk yang tidak terjaga, menyebabkan nyamuk 
> tetap berkembangbiak. Perilaku masyarakat, ditambah petugas kesehatan yang 
> seharusnya mengingatkan, memimpin, dan mengawasi, tidak jalan, mengakibatkan semua 
> pihak terlena. Karena terlena, dokternya nggak ngeh, orangtuanya nggak waspada, 
> sehingga banyak kasus kecolongan dan terlambat ditangani.
>
> Perilaku macam apa yang mengakibatkan nyamuk pembawa virus demam berdarah Aedes 
> aegypti dan Aedes albopictus, berkembang biak?
>
> Tempat perindukan, perkembangbiakan nyamuk yang tidak terjaga. Nyamuk ini berkembang 
> di air jernih yang tergenang, yang tidak terkena sinar matahari dan tidak 
> berhubungan dengan tanah. Jadi bukan air comberan. Bak mandi, tempat reservoir, dak, 
> lampu dan kaleng bekas, vas bunga, ban bekas, atau rumah yang tidak ditinggali, 
> rumah yang lagi dibangun. Ini yang harusnya dibersihkan dengan "3M". Kalau toh sudah 
> dilakukan, tapi hanya 1-2 rumah saja, ya percuma, sebab lingkupnya kan 100 meter. 
> Sebaiknya dibersihkan semua, berangkat dari rumah masing-masing. Kalau tidak ada 
> kewaspadaan itu, ya nyamuknya akan tetap berkembang biak.
>
> Bagaimana mendeteksi sedari awal seseorang terkena DB?
>
> Penyakit ini menimbulkan demam seperti gejala-gejala infeksi saluran napas. Pada 
> tiga hari pertama, mau diperiksa darah setiap hari juga tidak kelihatan. Hari 
> pertama, pasti tidak terdeteksi. Hari kedua, juga pasti tidak terdeteksi. Hari 
> ketiga, sulit untuk dideteksi. Pada hari pertama sampai ketiga, biar pun di cek 
> darahnya berulang-ulang tidak akan terlihat penurunan jumlah trombosit, atau 
> kebocoran pembuluh darah. Paling-paling, setelah hari keempat, baru terlihat ada 
> perubahan dalam darah.
>
> Dan ketika terdeteksi, sudah terlambat ditangani?
>
> Penyakit ini ’kan berjalan dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Nah, 
> pada hari keempat itu, kondisinya bermacam-macam. Ada yang berada dalam fase 
> penyembuhan, ada yang jatuh dalam shock, ada yang jadi tambah sakit. Virus ini 
> menyerang pembuluh darah, karena pembuluh darahnya bocor, si penderita kehilangan 
> trombosit, yang berperan dalam pembekuan darah. Karena bocor, si anak jatuh dalam 
> shock, kekurangan cairan. Pada saat itu, anak tidur terus, panasnya turun, orangtua 
> berpikir anaknya sudah sembuh, padahal jatuh dalam keadaan shock. Kalau tidak 
> ditanggulangi, shock akan berlarut-larut, dan menimbulkan pendarahan. Kalau sudah 
> terjadi pendarahan anak itu sulit tertolong.
>
> Karena pada tiga hari pertama sulit dideteksi, dokter jadi sering salah diagnosis ya?
>
> Lha kalau pada hari pertama, dokter melihat anak itu batuk, ya dia akan bilang sakit 
> influenza. Lagi pula belum tentu si anak hanya menderita satu penyakit. Ada DB plus 
> typhus, ada DB plus amandel, ada DB plus bronkitis, ada juga DB plus infeksi saluran 
> kencing.
>
> Bagaimana caranya mendeteksi DB lebih awal?
>
> Gejala klasik DB adalah panas tinggi antara 39-40 derajat celcius selama 3 hari 
> berturut-turut. Selanjutnya, anak itu akan tidur terus, tidak mau makan, tidak mau 
> minum, tidak mau bermain, sakit perut, tangan atau kakinya dingin seperti es. Kalau 
> sudah demikian anak ini masuk dalam fase kritis. Penanganan harus dilakukan antara 
> 24-48 jam. Kalau sudah sudah cukup minum, sudah diinfus, pada hari ke7 ke-8 sudah 
> sehat seperti sediakala. Saya selalu bertanya pada orangtuanya, "Ibu demamnya hari 
> apa?", kalau demamnya hari Rabu berarti hari Rabu depan sudah harus sembuh.
>
> Karena tidak ada obat DB, yang diobati hanya gejalanya?
>
> Sampai sembuhnya pun kita hanya mengobati gejalanya. Karena DB disebabkan virus yang 
> tidak ada obatnya. Kalau pembuluh darahnya bocor dan si penderita kekurangan cairan, 
> obatnya ya minum.
>
> Tahun ini kok tingkat kematiannya lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya?
>
> Sejauh ini, angka kejadiannya memang banyak, tetapi angka kematiannya tidak tinggi. 
> Lebih banyak yang sembuh ketimbang yang fatal. Katakanlah kasus kita ada ribuan, 
> yang meninggal kan belasan. Tetapi tentu saja yang di blow up adalah korban yang 
> meninggal. Lagipula outbreak-nya belum selesai, nanti kita evaluasi lagi, angka 
> kematiannya berapa. Sejauh ini tingkat kematian kan 1 persen dari jumlah kasus. 
> Kalau pasiennya 100 ’kan 1 yang meninggal.
>
> Seandainya dokter melakukan kesalahan diagnosis, sehingga penanganannya juga salah, 
> bisakah dikategorikan malapraktik?
>
> Enggaklah, gimana disebut malpraktik! Kalau dukun, mungkin bisa melihat orang 
> terkena DB pada hari pertama atau kedua. Semua kan ada prosedurnya. Proses 
> perjalanan penyakit kan ada yang klasik, tetapi variannya juga sangat banyak. 
> Komplikasinya juga macam-macam. Dalam hal penanganan DB, semua pihak berperan, ya 
> pemerintah, dokter, orangtua, masyarakat. Ini bukan salah siapa-siapa. Kita tidak 
> bisa menyalahkan dokter, apalagi pasien.
>
> Seorang anak meninggal karena DB, pertama, akibat dokter salah diagnosis, kemudian 
> tidak maksimal dalam penanganannya, bisa nggak dokter digugat secara hukum?
>
> Digugat bagaimana? Memangnya ada dokter mau mencelakakan pasiennya. Mana ada pikiran 
> dokter mau membunuh pasien? Dokter kan hidupnya rata-rata dari menyembuhkan pasien, 
> kalau dia membunuh pasien mana ada yang mau datang. Kalau dokter bisa menyembuhkan 
> pasien, si pasien akan bilang pada orang lain, dia sembuh oleh dokter A misalnya. 
> Mana ada dokter yang ingin dibilang, "Sudah jangan ke dokter itu lagi karena anak 
> saya tidak tertolong."
>
> Dokter normal, hidupnya dari pasien yang datang meminta pertolongan, masak sih mau 
> mencelakakan pasien?
>
> Ya memang tidak secara sengaja berniat membunuh pasien, tetapi bisa saja dia tidak 
> bekerja maksimal, atau tidak ada ketika pasien dalam keadaan kritis.
>
> Mana mungkin, pasien kritis kemudian dokter harus ada di tempat, tidak mungkin. 
> Dokter juga manusia kan? Anda sendiri sanggup nggak ada dimana saja dalam 24 jam. 
> Kalau Anda bekerja, ’kan tidak mungkin setiap saat ada disamping suami atau 
> anak-anak Anda? Dokter kan pasiennya tidak hanya satu, banyak, mana jalanan di 
> Jakarta macet lagi.
>
> Sejauh ini tingkat kematian ’kan 1 persen dari jumlah kasus. Kalau pasiennya 100, 
> yang meninggal 1. Kalau pasiennya 1000 ’kan 8 yang meninggal, lalu yang sembuh itu 
> apa bukan karena jasa dokter? Kalau semuanya harus sembuh ’kan nggak mungkin. Dokter 
> bukan dewa...
>
> Kalau mau jujur, lebih banyak penderita DB yang sembuh dibanding yang tidak 
> tertolong. Tidak mungkinlah semua penderita DB 100 persen tertolong dan sembuh. Ini 
> kan memang hukum alam, harus ada yang pergi, dan ada yang bisa tertolong.
>
> Penyakit DB memang tidak bisa diprediksi ya?
>
> Iyalah. Ada pasien yang siangnya masih main-main, malamnya tidak tertolong. Ada yang 
> datang ke dokter dengan pendarahan, tetapi besok lusanya sudah membaik. Itu semua 
> rahasia Tuhan. Jadi jangan beranggapan kalau penanganannya tidak terlambat, 
> diagnosisnya benar, pasti tertolong, tidak juga. Ada pasien yang penanganannya tidak 
> terlambat, dokternya nongkrongin terus, nggak ketolong juga. Ada yang terlambat 
> ditangani tapi alhamdulillah ketolong.
>
> Kalau ada orangtua yang bilang, "Anak saya trombositnya 29.000 kok tidak tertolong, 
> padahal anak lain yang trombositnya 5000 bisa tertolong", ya gimana, tidak ada yang 
> bisa menjawab. Perjalanan penyakit itu sifatnya sangat individual. Ini bukan seperti 
> mobil yang rusak, datang ke bengkel ketahuan businya rusak, setelah diganti, lalu 
> bisa jalan lagi.
>
> Taruhlah anak Anda dua, dua-duanya terkena influensa, kemudian pergi ke dokter, 
> diberi obat yang sama. Sembuhnya kan lain-lain. Terlalu banyak multi faktor yang 
> mempengaruhi badan manusia. Sedemikian kompleksnya tubuh ciptaan Allah ini, sehingga 
> ilmu kita belum sampai.
>
> Harus disadari, dokter itu bukan Tuhan. Dokter itu bukan dewa, dia punya akal 
> kemudian mempelajari, nah yang menyembuhkan itu Tuhan, bukan dokter.
>
> Tentu upayanya jangan sampai terlambat, tapi kalau sudah tidak terlambat dan tidak 
> tertolong ya memang gimana, siapa yang bisa mengubah? Semua pihak sebenarnya 
> beritikad baik, tapi jangan terlalu mengharapakan mukzizat. Dokter juga manusia 
> biasa. Ada capeknya, ada sibuknya, tapi saya kira semua dokter berusaha memberikan 
> yang terbaik.
>
> Banyak penderita DB yang tidak menunjukkan gejala khas atau umum seperti ruam merah. 
> Apakah itu pertanda munculnya varian baru dari virus dengue?
>
> Sepertinya tidak ada perubahan, tetapi ini hanya pengamatan saya. Bintik merah itu 
> hanya terjadi pada sekitar 70 persen penderita DB, dan bukan gejala khas. Jadi, 
> jangan dianggap, oh kalau ada bintik merah, penderitanya demam, terus dikatakan 
> demam berdarah. Betul, demam berdarah, tetapi demam berdarah dengue yang disebabkan 
> infeksi virus dengue. Demam berdarah itu penyebabnya macam-macam.
>
> Bintik merah itu terjadi akibat pecahnya pembuluh darah di kulit. Namanya kan demam 
> berdarah, penderitanya demam terus ada perdarahan. Nah perdarahannya itu bisa 
> terjadi di kulit, bisa juga di tempat lain seperti gusi, saluran cerna atau di 
> hidung (mimisan).
>
> Ada pendapat, semakin baik gizi seseorang, semakin parah renjatannya?
>
> Memang, ada laporan yang menyebutkan kalau anak lebih gemuk, lebih fatal. Tetapi ada 
> juga yang melaporkan seseorang dengan gizi normal pun, fatal. Belum cukup bukti, 
> untuk menetapkan bahwa anak gemuk itu lebih fatal jika terkena DB. Tapi, pada anak 
> yang gemuk memang lebih susah mengatur cairan yang harus diberikan, karena berat 
> badannya tidak ideal. Tapi, bukti-bukti belum cukup, dan masih dibantah oleh laporan 
> lain.
>
> Adakah makanan tertentu yang bisa menaikkan jumlah trombosit?
>
> Belum ada penelitian yang bisa memastikan. Harusnya ada 100 anak yang diberi jambu, 
> 100 anak tidak diberi jambu. Ternyata 100 anak yang diberi jambu, trombositnya lebih 
> cepat naik. Langsung hasil penelitian ini dipublikasikan, dan jadi rekomendasi. 
> Tetapi penelitian semacam ini belum ada. Atau barangkali sedang berlangsung, saya 
> nggak tahu.
>
> Yang saya tahu, anak kecil itu kalau lagi kena demam berdarah, boro-boro makan, 
> minum aja nggak mau. Kalau anak itu mau minum saja sudah alhamdullilah. Mau aqua 
> kek, mau teh botol, jus jambu, atau oralit. Kalau jus jambu nggak doyan, jus jerus 
> silakan. Trombosit itu naiknya oleh tubuhnya sendiri. Oleh daya tahan tubuh, oleh 
> antibodinya sendiri. Sejauh ini belum ada bukti makanan tertentu bisa menaikkan 
> trombosit. (ZRP)
>
> Suhendri wrote:
>
> > Nama rumah sakit itu adalah Rumah Sakit Pondok Indah ....
> >
> > Saya juga punya pengalaman dengan Dokter Kandungan dan Dokter Anak di rumah
> > sakit hebat ini.
> >
> > Dokter - dokter tersebut benar - benar meremehkan segala sesuatu yang
> > seharusnya diketahui oleh orang tua si anak sampai semuanya menjadi telat
> > ...
> >
> > Jika bisa, jadikan lah RS hebat ini menjadi pilihan terakhir kita semua
> > .......
> >
> > Hendri
> >
>
> BRiL
> Bundanya Annisa & Kevin
>
> ---------------------------------
> Do you Yahoo!?
> Yahoo! Mail SpamGuard - Read only the mail you want.

---------------------------------------------------------------------
>> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke