Hihihi.., sigana hijrah besar2an oge tah para koruptor mindahkeun artosna ka 
bank syariah..hehehe.., pan artosna janten halal panginten.., sami sareng money 
laundering atuh pami kitumah hehehe...

Di Indonesia tea teu pagawe negri teu pagawe swasta.., under table money teh 
tos lumrah.., pan janten halal panginten pami disimpen artosna di bank syariah 
mah 
Aeh ketah.. pan di urangmah under table money teh disebatna artos pamasihan.., 
enya ari pamasihan mah tangtos wae halal :-)

Baktos,
Maria

  ----- Original Message ----- 
  From: Rahman 
  To: Baraya_Sunda@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, February 05, 2008 4:18 AM
  Subject: [Baraya_Sunda] Re: ekonomi syariah?



  Syafi'i misalnya membandingkan fatwa ini dengan gerakan anti-korupsi
  yang menjadi agenda utama NU dan Muhammadiyah. Sudah menjadi
  pengetahuan umum, pemberantasan korupsi merupakan agenda terpenting
  bangsa karena sudah menjadi virus yang menggerogoti daya tahan kita
  sebagai bangsa.

  Menyikapi Fatwa MUI

  Sebenarnya, fatwa MUI ini bisa saja diabaikan dan tidak ditanggapi
  secara serius. Sebab, sekalipun sebagian ulama memberi hukum bunga
  bank haram, akhirnya individu-individu dalam masyarakat juga yang
  berhak menentukan sikap. Fatwa MUI dapatlah dipandang sebagai salah
  satu alternatif pendapat saja. Dalam mekanisme hukum Islam, fatwa
  ulama dianggap tidak punya kekuatan hukum yang mengikat (ghaira
  mulzimah). Dalam tradisi keislaman yang tak mengenal lembaga klerikal,
  fatwa hanya bersifat opsional.

  Hanya yang agak merisaukan, KH Ma'ruf Amin sebagai Ketua Badan
  Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional (DSN) mengklaim bahwa fatwa
  tersebut wajib diikuti dan bersifat mengikat masyarakat Islam
  Indonesia sejak diputuskan (Media Indonesia, 17/12/2003).
  Penegasan-penegasan seperti itu, tak pelak mengundang kita untuk
  menganalisis persoalan ini secara lebih lanjut. Fatwa MUI, dengan
  begitu dapat dibaca sebagai "bukan sembarang fatwa".

  Lihatlah efek fatwa ini di lapangan. Menurut hasil polling SMS yang
  dilakukan Media Indonesia dan www.detik.com, sampai hari Jum'at pukul
  13.30 (19/12) lalu, sebanyak 1.798 SMS atau setara dengan 54,58 %
  suara merasa mantap untuk menerapkan fatwa MUI di lapangan. Mereka
  sudah pasang kuda-kuda untuk pindah rekening dari bank konvensional ke
  bank syariah yang konon bebas riba. Hanya 45,42 % atau 1.496 SMS yang
  mengaku tidak terpengaruh fatwa tersebut. Meski pooling ini tidak
  mewakili umat Islam Indonesia keseluruhan, paling tidak, memberi
  gambaran awal tentang pengaruh fatwa dalam mengubah perilaku umat Islam.

  Maka dari itu, analisis lanjut tentang konteks keluarnya fatwa MUI ini
  perlu dilakukan. Kuat dugaan, fatwa MUI kali ini tak lepas dari
  "pesanan" pihak tertentu dan demi kepentingan pihak pemesan.
  Persoalannya tidak lagi sekedar persoalan halal-haramnya bunga bank.
  Soal halal-haramnya sudah menjadi perdebatan klasik Islam yang
  melelahkan. Tudingan banyak mengarah kepada unit-unit bank syariah
  yang saat ini sedang tumbuh merekah di Tanah Air. Sebagian kalangan
  mengkhawatirkan fatwa tersebut dijadikan entry-point untuk mendesak
  pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan yang menguntungkan
  perbankan syariah di satu pihak, dan merugikan bank konvensional dan
  atau kepentingan nasional di lain pihak. Salah satu indikasinya dapat
  dicermati dari ungkapan Ketua ICMI, Muslimin Nasution. Menurutnya,
  karena (fatwa) sudah terlanjur keluar, Bank Indonesia harus
  mempercepat pelbagai proses yang berkaitan dengan perbankan syariah.

  Dari indikasi di atas, konteks pengeluaran fatwa MUI tak bisa
  dipisahkan dengan fenomena tumbuh merekahnya unit-unit perbankan
  syariah di Indonesia. Pada tingkat hipotetis, fatwa tersebut diharap
  menyumbangkan argumen normatif-keagamaan untuk mendongkrak minat
  masyarakat bertransaksi dengan perbankan syariah. Fatwa itu juga bisa
  digunakan sebagai "iklan teologis" untuk mempromosikan produk-produk
  perbankan syariah.

  Kalaupun fakta itu yang tersembunyi di balik fatwa MUI, sebenarnya
  juga tidak menjadi soal dan bisa ditoleransi. Kalangan teoretisi dan
  praktisi perbankan syariah sah-sah saja mendesakkan fatwa untuk
  menguatkan argumen normatif-keagamaan bagi institusi perbankan
  syariah. Sebaliknya, perbankan konvensional juga berhak keberatan dan
  kalau perlu memintakan semacam counter fatwa. Fatwa dibalas fatwa.
  Perang fatwa bisa saja terjadi, sekalipun mungkin tidak perlu dan
  hanya mereduksi persoalan bangsa.

  Yang paling dikuatirkan banyak orang dari fatwa tersebut adalah
  implikasinya yang tidak terduga. Fatwa tersebut bisa menyebabkan
  hijrah dana besar-besaran dari bank-bank konvensional ke bank syariah.
  Polling SMS di atas menggambarkan sebagian efek dari fatwa MUI pada
  level mikro. Sementara, banyak kalangan masih meragukan kesiapan
  infrastruktur perbankan syariah untuk menerima "anugerah".

  Lebih Penting dari Fatwa

  Hanya saja, pihak MUI dan perbankan syariah juga perlu waspada dan
  berbenah diri. Sekalipun aspek-aspek non-ekonomis sangat mempengaruhi
  interaksi umat Islam terhadap dunia perbankan, pada akhirnya soal
  pertimbangan rasional (rational choice) juga tetap sangat menentukan.
  Promosi produk dengan mengandalkan fatwa, pada masa tertentu bisa
  menjadi tidak bermakna. Ini bisa terjadi bila masyarakat mengambil
  pertimbangan-pertimbangan paling masuk akal tentang mana yang lebih
  unggul dari opsi-opsi perbankan yang tersedia. Lebih dari itu,
  kompetisi negatif dengan anjungan fatwa, juga potensial untuk
  diselewengkan secara manipulatif dan berakibat kontraproduktif untuk
  perbankan syariah sendiri.

  Akhirnya, sindiran Ketua PP Muhammadiyah, Syafi'i Ma'arif menjadi
  relevan dan perlu dipertimbangkan lagi, "jika bank-bank syariah
  berkinerja baik dan mampu berkompetisi secara fair, orang akan
  cenderung memilihnya. Tapi kalau belum-belum sudah meminta fatwa, saya
  takut justru akan menjadi bumerang." Terakhir, semoga bumerang fatwa
  yang sudah terlontar tidak berbalik mencelakakan si empunya.[]

  * Alumnus Universitas Al-Azhar Kairo, aktivis Jaringan Islam Liberal.
  ^ Kembali ke atas

  Referensi: http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=467



   


------------------------------------------------------------------------------


  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG Free Edition. 
  Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.19.20/1260 - Release Date: 2008-02-05 
09:44


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke