--- In Baraya_Sunda@yahoogroups.com, "Dian Nugraha" <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:
>
> 
> Bank-bank raksasa seperti ABN Amro, City Bank, dan HSBC sejak lama
> menerapkan sistem syariah. Demikian pula ANZ Australia, juga membuka
unit
> syariah dengan nama First ANZ International Modaraba, Ltd.
> 
> Jepang, Korea, Belanda juga siap mengakomodasi sistem syariah.
Bagaimana PDS
> memandang fakta-fakta ini? Aneh dan ajaib.


Booming? Alesan na mah basajan pisan. Pangsa pasar syariah kaitung
badag! Ari bank mah pan bisnis.... Lain kulantaran percaya sistem
syariah adil atawa teu adil.... Ngan keur pihak bank mah anu penting
NGUNTUNGKEUN! 

Mun teu nguntungkeun mah dijamin MOAL daraekeun he he he... Sakali
deui...Bank LAIN organisasi sosial.

Aya deui anu kairong ku bank2 badag siga kieu. Marketing na gampil
pisan. Kolaborasi jeung (organisasi) ulama... ditanggung halal bakal
loba client na!

Sistem syariah ceuk kuring mah TEU kompatibel jeung sistem sekuler,
sabab DASAR sistem syariah mah teologis (teuing)? 

Meureun ketah.... ;))

baktos,

Rahman  


> 
> Fakta itu sejalan dengan laporan The Banker yang menyebut Bank Islam
bukan
> hanya didirikan dan dimiliki oleh negara atau kelompok Muslim,
tetapi juga
> di negara-negara non-Muslim, seperti Inggris, AS, Kanada, Luxemburg,
Swiss,
> Denmark, Afrika Selatan, Australia, India, Sri Lanka, Filipina, Siprus,
> Virgin Island, Cayman Island, dan Bahama.
> 
> Sekadar contoh, di Luxemburg yang menjadi *managing directors* di
Islamic
> Bank Internasional of Denmark adalah non-Muslim, yaitu Dr Ganner
Thorland
> Jepsen dan Mr Erick Trolle Schulzt.
> 
> Kedua, kajian akademis mengenai ekonomi syariah juga banyak dilakukan di
> universitas Amerika dan negara Barat lainnya. Di antaranya, Universitas
> Loughborough, Universitas Wales, Universitas Lampeter yang semuanya di
> Inggris. Demikian pula di Harvard School of Law (AS), Universitas
Durhem,
> Universitas Wonglongong, Australia.
> 
> Di Harvard University setiap tahun digelar seminar ekonomi syariah
bernama
> Harvard University Forum yang membahas *Islamic finance*. Malah,
tahun 2000
> Harvard University menjadi tuan rumah pelaksanaan konferensi
internasional
> ekonomi Islam ketiga.
> 
> Perhatian mereka kepada ekonomi syariah dikarenakan keunggulan
doktrin dan
> sistem ekonomi syariah. Banyak ekonom non-Muslim yang menaruh perhatian
> padanya serta memberikan dukungan dan rasa salut pada ajaran ekonomi
> syariah, seperti Prof Volker Ninhaus dari Jerman (Bochum Universitry),
> William Shakpeare, dan Rodney Wilson.
> 
> Dr Iwan Triyuwono, ahli akuntansi dari Fakultas Ekonomi Universitas
> Brawijaya, ketika menulis disertasinya tentang akuntansi syariah di
> Universitas Wolongong, Australia, mendapat bimbingan dari promotor
seorang
> ahli akuntansi syariah yang ternyata seorang pastur.
> 
> Ketiga, harus pahami larangan riba (*usury*) yang menjadi jantung sistem
> ekonomi syariah bukan saja ajaran agama Islam, tetapi juga larangan
> agama-agama lainnya, seperti Nasrani dan Yahudi. Dengan demikian, bagi
> pemeluk agama mana pun, ekonomi syariah sesungguhnya tidak menjadi
masalah.
> 
> Pandangan Yahudi mengenai bunga terdapat dalam kitab Perjanjian Lama
pasal
> 22 ayat 25 yang berbunyi: ''Jika engkau meminjamkan uang kepada salah
> seorang dari umatku yang miskin di antara kamu, maka janganlah engkau
> berlaku seperti orang penagih utang dan janganlah engkau bebankan
bunga uang
> padanya, melainkan engkau harus takut pada Allahmu supaya saudaramu
dapat
> hidup di antaramu.''
> 
> Pandangan agama Nasrani mengenai bunga terdapat dalam kitab
Perjanjian Lama,
> Kitab Deuteronomiy pasal 23 ayat 19. ''Janganlah engkau membungakan uang
> terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makan yang dibungakan.''
> Selanjutnya dalam perjanjian baru dalam Injil Lukas ayat 34 disebutkan,
> ''Jika kamu mengutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalannya,
maka di
> mana sebenarnya kehormatan kamu, tetapi berbuatlah kebajikan dan
berikanlah
> pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya karena pahala kamu akan
> banyak.''
> 
> Melihat pandangan kedua agama tersebut tentang pelarangan bunga, amatlah
> tepat untuk menyimpulkan bahwa no-Muslim pun harus menyambut baik
> lembaga-lembaga keuangan dan sistem ekonomi tanpa bunga. Ini karena
ekonomi
> syariah memberikan jalan keluar dari larangan kitab suci di atas.
> 
> Inilah sarana yang paling tepat untuk mengembangkan kerja sama dalam
> memerangi bunga. Fakta kerja sama ini telah banyak terjadi di Indonesia,
> seperti di Kupang, Palu, Manado, dan Maluku Utara. Deposan dan nasabah
> bank-bank syariah banyak (dominan) dari kalangan non-Muslim dan tokohnya
> para pendeta.
> 
> Keempat, para filosof Yunani yang tidak beragama Islam juga mengecam
sistem
> bunga. Sejarah mencatat bangsa Yunani kuno yang mempunyai peradaban
tinggi,
> melarang peminjaman uang dengan bunga. Aristoteles dalam karyanya,
*Politics
> *, telah mengecam sistem bunga yang berkembang pada masa Yunani
kuno. Dengan
> mengandalkan pemikiran rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu, ia
menilai
> sistem bunga tidak adil.
> 
> Menurutnya, uang bukan seperti ayam yang bisa bertelur. Sekeping
mata uang
> tidak bisa beranak kepingan uang yang lain. Dia mengatakan
meminjamkan uang
> dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya.
> 
> Sementara itu, Plato (427-345 SM) dalam bukunya, *LAWS*, juga
mengutuk bunga
> dan memandangnya sebagai praktik yang zalim. Menurut Plato, uang hanya
> berfungsi sebagai alat tukar, pengukuran nilai, dan penimbunan kekayaan.
> Uang bersifat mandul (tidak bisa beranak dengan sendirinya).
> 
> Uang baru bisa bertambah kalau ada aktivitas bisnis. Pendapat yang
sama juga
> dikemukan Cicero. Ketiga filosof Yunani yang paling terkemuka itu
dipandang
> cukup representatif untuk mewakili pandangan filosof Yunani tentang
larangan
> bunga.
> 
> *Tata dunia baru*
> Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka tidak perlu ada yang takut pada
> ekonomi syariah. Manfaatnya dinikmati semua komponen di Indonesia,
bahkan di
> skala global akan menciptakan tata ekonomi dunia yang adil dan makmur.
> 
> Ekonomi syariah akan menciptakan stabilitas ekonomi bangsa secara
> menyeluruh. Ekonomi syariah yang mengedepankan gerakan sektor riil
(bukan
> derivatif) akan secara signifikan menumbuhkan ekonomi nasional dan
tentunya
> ekonomi rakyat. Tegasnya, akan membantu pembangunan ekonomi negara dan
> bangsa.
> 
> Ada beberapa alasan penerimaan RUU Perbankan dan RUU Surat Berharga
Syariah
> Negara menjadi undang-undang. Pertama, secara yuridis kehadiran UU
Sukuk dan
> UU Perbankan syariah didasarkan pada Pancasila dan UUD 45. Jadi,
penerapan
> hukum ekonomi syariah memiliki dasar sangat kuat. Ketentuan Pasal 29
ayat
> (1) dengan tegas menyatakan Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha
Esa,
> pada dasarnya mengandung tiga makna.
> 
> Makna pertama, negara tidak boleh membuat peraturan
perundang-undangan atau
> melakukan kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan dasar
keimanan kepada
> Tuhan Yang Maha Esa. Makan kedua, negara berkewajiban membuat peraturan
> perundang-undangan atau melakukan kebijakan-kebijakan bagi
pelaksanaan wujud
> rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari segolongan pemeluk
agama yang
> memerlukannya. Makna ketiga, negara berkewajiban membuat peraturan
> perundang-undangan yang melarang siapa pun melakukan pelecehan terhadap
> ajaran agama (paham ateisme).
> 
> Dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa negara menjamin
> kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
> untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Kata 'menjamin'
> sebagaimana termaktub dalam ayat (2) pasal 29 UUD 1945 tersebut bersifat
> 'imperatif'. Artinya, negara berkewajiban secara aktif melakukan
upaya-upaya
> agar tiap penduduk dapat memeluk agama dan beribadat menurut agama dan
> kepercayaannya itu.
> 
> Melalui ketentuan pasal 29 ayat (2) UUD 1945, seluruh syariat Islam,
> khususnya yang menyangkut bidang-bidang hukum muamalat, pada
dasarnya dapat
> dijalankan secara sah dan formal oleh Muslimin, baik secara langsung
maupun
> tidak langsung, dengan jalan diadopsi dalam hukum positif nasional.
> 
> Keharusan tiadanya materi konstitusi dan peraturan
perundang-undangan yang
> bertentangan dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa tersebut adalah
> konsekuensi diterapkannya Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai
salah satu
> prinsip dasar penyelenggaraan negara. Jadi, kehadiran kedua UU ekonomi
> syariah tersebut tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 45, dan tidak
> menggangu keutuhan NKRI.
> 
> Kedua, secara faktual sistem ekonomi syariah melalui perbankan telah
> terbukti menunjukkan keunggulannya di masa krisis. Ketika semua bank
> terguncang dan sebagian besar dilikuidasi, bank syariah aman dan selamat
> dari badai hebat tersebut karena sistemnya bagi hasil.
> 
> Ajaibnya, bank syariah dapat berkembang tanpa dibantu sepeser pun oleh
> pemerintah, sementara bank konvensional hanya dapat bertahan karena
memeras
> dana APBN dalam jumlah ratusan triliun melalui BLBI dan bunga
obligasi. Hal
> itu berlangsung sampai detik ini. Padahal, APBN adalah hak seluruh
rakyat
> Indonesia.
> 
> Perbankan syariah tampil sebagai penyelamat ekonomi. Karena itu, sangat
> tidak logis dan irasional, jika ada pihak yang menolak kehadiran
regulasi
> syariah. Jadi, yang hendak ditawarkan ekonomi syariah bukanlah
ajaran agama
> tertentu, tetapi adalah nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi,
> tanggung jawab, yang menjadi nilai-nilai universal bagi semua orang.
> Nilai-nilai itu berasal dari Alquran dan Hadis.
> 
> Ketiga, secara historis, pengundangan (legislasi) hukum syariah di
Indonesia
> telah banyak terjadi, seperti UU No 7/1989 tentang Peradilan Agama yang
> selanjutnya diamendemen UU No 3 Tahun 2006. Demikian pula UU tentang
> pengelolaan zakat, UU Perwakafan, dan UU Haji. Undang-Undang yang
mengatur
> hukum untuk umat Islam saja dapat diterima DPR, apalagi UU ekonomi yang
> bertujuan untuk kebaikan, kemajuan, dan *kemaslahatan* bangsa dan negara
> secara universal, jelas semakin penting untuk diterima dan diwujudkan.
> 
> Keempat, dengan diundangkannya RUU Sukuk (SBSN) maka aliran dana
investasi
> ke Indonesia akan meningkat, baik dari luar negeri (utamanya Timur
Tengah)
> maupun dalam negeri. Menolak RUU tersebut berarti menolak investasi
masuk ke
> Indonesia dan berarti menolak kemajuan ekonomi bangsa.
> 
> Harus disadari bahwa tujuan ekonomi syariah adalah untuk
> *kemaslahatan*seluruh bangsa, bukan kelompok tertentu. Pihak yang
> menolak, seperti PDS,
> harus berbesar hati dan bergembira dengan kehadiran kedua UU
tersebut. Bukan
> malah takut dan membabi buta menolak dengan alasan sentimentil
(*hamiyyah*)
> atau kebencian kepada agama tertentu.
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Reply via email to