Hmm  menarik, 
Terutama mengenai "akulturasi budaya tionghoa ke budaya lokal" itu.
 
Belakangan ini saya memang lagi bingung mengenai ke-tionghoaan. 
Maksud hati ingin melestarikan budaya tionghoa, tapi agak agak rancu, 
budaya tionghoa yang mana yang mau dilestarikan?? 
 
Budaya tionghoa lokal kah?
Budaya tionghoa impor kah?
 
Yang mana yang termasuk budaya tionghoa lokal? Bagaimana
melestarikannya?
Apakah dengan mempelajari gambang kromong, kebaya encim, dan masakan
seperti lontong cap go meh?
 
Yang mana termasuk budaya tionghoa impor? Bagaimana melestarikannya?
Apakah les kaligrafi, les alat musik guzhen? Les wushu? 
 
Bingung. 
Ini kali yang dibilang 'gamang' itu ya? 
Merasa yang impor lebih afdol..
Krisis identitas???
 
-----Original Message-----
From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of greysia susilo
junus
Sent: Wednesday, May 23, 2007 11:36 AM
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Peringatan Tragedi Mei 98 di Los
Angeles
 
Betul kata Herny-moay.... kalo kita tidak jor-joran mengenai etnik
sendiri... maka kita akan hidup lebih mudah dimanapun. meminimalisasi
perbedaan merupakan strategi yang simpel. kalo memang merasa berbeda,
cukup keep on the mind, not in the behavior.

saya pribadi masih belum bisa menerima 100% akulturasi budaya tionghoa
ke budaya lokal (aduh saya ga tau ini istilahnya tepat apa ga ya... ato
lebih tepat asimilasi). saya masih menganggap pelestarian budaya saya
lebih penting daripada (misalnya) keselamatan saya karena diancam mati
kalo masih kekeuh memegang adat. tapi, saya keep that in mind, dan tidak
menekan behavior saya ke arah itu. saya tetap mau selamat juga kan....
semampu saya... that's the part of survival in this world.

Setiap kali saya mendengar jor-joran imlek di hotel mewah, dihadiri
presiden, tarian liong dimana mana, bahkan ada yang memanipulasi
barongsai untuk mengamen di restoran2 pinggir jalan, saya lebih suka
keadaan dimana orang tionghoa masih direpresi..... dengan kebebasan ini,
rasanya lebih gamang. Sangatlah normal secara psikologi dimana kita
merasakan represi kita akan bersatu, tapi begitu ikatan itu longgar....
kita malah tercerai berai. 

Apalagi saya sangat tidak suka dengan membanjirnya budaya-budaya "baru"
dari RRC yang sekarang ini dibawa kembali ke Indonesia dengan label
inilah budaya Tionghoa, kita 'dipaksa' harus menyamakan level kita yang
lebih tradisional (dan sudah ada elemen percampuran dengan budaya
setempat), dengan budaya RRC atau Taiwan yang sekarang. Bangunan
klenteng kita yang unik dan tidak ada lagi di RRC dipugar, dibongkar,
dan dibikin semirip mungkin dengan bentuk kuil2 di Taiwan atau RRC....
idih, kayak orang ga punya ktp aje, harus minjem ktp orang lain.

Patung-patung Buddha kuno yang kita miliki di klenteng-klenteng, digeser
dengan patung-patung made in Taiwan.... busyet deh... kita ini makanan
empuk bagi pebisnis2 RRC ama Taiwan.
Toh, pada akhirnya, tiap kali kita 'pulang kampung' ke Cina sana, kita
tetap diberi identitas "orang luar". saya rasa sebagian besar orang RRC
sekarang masih menganggap orang Tionghoa Indonesia sebagai mangsa empuk
yang sangat konsumtif, banyak duit, dan rela mengeluarkan duit berapa
saja asal diterima sebagai 'saudara dekat' mereka. orang Taiwan malah
cuma menganggap orang Tionghoa Indonesia entah sebagai tempat mencari
'istri' yang rajin dan bisa mengemong anak dan tidak matre (alias
gampang dikibulin), atau calon pembantu rumah tangga, ato yang kaya -
investor karena anaknya banyak yang disekolahkan disana untuk blajar
mandarin. 

some of us will do anything to be accepted by their
standard................. pathetic...

----- Original Message ----
From: Herny <[EMAIL PROTECTED] <mailto:heirnee%40gmail.com> com>
To: budaya_tionghua@ <mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com>
yahoogroups.com
Sent: Monday, May 21, 2007 10:23:42 AM
Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: Peringatan Tragedi Mei 98 di Los
Angeles

Saya juga setuju dengan pendapat anda. Stereotipe orang tionghoa disini 
identik dengan punya uang banyak, sikap masa bodoh, dan cenderung
eksklusif. 
Sayangnya, hal ini ada benarnya juga, walaupun tidak 100%. Apalagi 
akhir-akhir ini sejak jaman Gus Dur, orang-orang tionghoa yang selama
ini 
ditekan tiba-tiba diberikan kebebasan, yang timbul malah euforia yang 
berlebihan dan sibuk memamerkan identitas kecinaannya. 

Sudah saatnya kita bersikap lebih peduli terhadap hal-hal seperti ini. 
Marilah kita mencoba berpikir dengan jernih. Saat kita hanya mau bergaul

dengan sesama etnis tionghoa, bukankah kita menjadi eksklusif? Saat kita

merayakan imlek besar-besaran di hotel mewah, yang sebenarnya tidak
perlu, 
ada berapa banyak orang Indonesia lain yang masih hidup miskin; jika
saya 
menjadi mereka, tidakkah akan muncul rasa iri dan pikiran bahwa orang
Cina 
kaya-kaya.
---------- deletedRecent Activity
23New Members
Visit Your Group 
SPONSORED LINKS
Dan
Indonesian
Indonesian language course
Indonesian language learn
Yahoo! Mail
Get it all!
With the all-new
Yahoo! Mail Beta
Y! Messenger
Want a quick chat?
Chat over IM with
group members.
Y! GeoCities
Share Photos
Put your favorite
photos online.. 

__________________________________________________________Pinpoint
customers who are looking for what you sell. 
http://searchmarket <http://searchmarketing.yahoo.com/> ing.yahoo.com/

[Non-text portions of this message have been removed]
 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke