Sekarang saya coba membicarakan masalah cultural di Tibet,
termasuk segala tuduhan Dalai Lama, bahwa pemerintah 
China melakukan "cultural genocide". Benar atau salah?
Jelas kalau "genocide", Dalai Lama terlalu mengada2. 
Tetapi kalau pemerintah China mempengaruhi budaya, maka
ini bisa dibicarakan.

Pertama2, harus dimengerti bahwa budaya itu bukan barang
mati. Budaya itu sesuatu yang berkembang. Jadi kalau budaya
misalnya di Indonesia berubah selama 50 tahun, itu wajar. Budaya
tahun 1950an, itu berbeda dengan tahun 2000an.

Bahwa budaya Tibet itu sekarang sangat berbeda dengan Tibet
waktu Dalai Lama tinggalkan, yap, langit dan bumi. Pada waktu
itu sistem masyarakat masih seperti sistem masyarakat abad 
pertengahan di Eropa. Institusi yang paling dominan adalah monastry,
institusi agama. Pemuka2 agama punya kedudukan tinggi dan kaya,
dan monastry punya tanah luas, dan semua rakyat bekerja untuk
dua jenis golongan penduduk, yaitu para pendeta dan para bangsawan.
Benar, seluruh sistem itu diabolish waktu jaman komunis masuk,
gimana orang komunis bisa tahan lama melihat sistem masyarakat
seperti itu? Karena itulah, tuan2 tanah, monks, banyak yang lari
ke India.

Jadi benar culture berubah. 

Masyarakat di China adalah bukan masyarakat berdasarkan ras,
dan sebenarnya apa yang dianggap dengan etnis Han itu pseudo etnik.
Kondisi ini mirip Arab, orang Irak yang putih, dan orang Marocco yang
hitam, sama2 dianggap orang Arab, yang mengikat bukan ras, tetapi
agama dan regional.

Yang mengikat China itu sebenarnya cara pandang (filsafat hidup) 
dan cita2.  Cara pandang itu lahir oleh para filsuf yang hidup pada
jaman Confucius, yang dinamakan jaman Seratus Bunga (karena
tiba2 muncul banyak filsuf), dan cita2 itu adalah, kemakmuran
bersama. Kalau ada yang menonton film HERO yang disutradarai
oleh Zhang Yimou, akan tahu dua huruf yang mendasari cita2 tersebut,
yaitu THIEN-SIA. Itu huruf yang ditulis di pasir oleh sang hero waktu
ditanya apa motivasinya. Huruf itu harafiahnya adalah, DIBAWAH LANGIT.
Dan arti luasnya adalah Damai dan Kemakmuran untuk semua yang dibawah
langit. Jadi membentuk sebuah society yang saling mendukung demi
kedamaian dan kemakmuran bersama.

Karena cita2 dan pandangan hidup tersebutlah, etnis Han berkembang.
Etnis Han saat ini mencapai lebih dari 25% penduduk dunia, kenapa ini
bisa terjadi? Gimana etnis ini bisa mekar segitu cepat? Yap, bukan pemekaran
biologis, tetapi pemekaran budaya. Etnis Han itu membesar karena semakin
banyak orang mengadopsi pandangan hidup tersebut dan dalam beberapa
generasi menjadi etnis Han. Karena itu dari segi biologis, banyak bedanya
antara satu tempat dengan tempat lain, tetapi mereka sama disebut sebagai
etnis Han.

Seluruh orang tionghoa yang ada di Asia Tenggara moyangnya adalah etnis
pinggiran, dan baru menjadi Han setelah terjadi hubungan lama dengan
pusat Han. Dan budaya Han bukan hanya menyedot penduduk sekitarnya,
tetapi juga menyerap budaya sekitarnya. Tidak heran budaya ini berkembang
pesat, dan merupakan melting-pot pertama di dunia. Budaya Turki masuk
pada saat renaisance (dan menjadi Dinasty Tang), India masuk lewat Buddhism, 
Persia masuk lewat kelompok Jalan Terang (dan merupakan cikal bakal 
Dinasty Ming), Mongol masuk lewat Dinasty Yuan, Manchu masuk waktu
Dinasty Qing. Dan Tibetan? Sebenarnya budaya Tibet banyak benar
mempengaruhi budaya China.

Nah, secara normal sebenarnya, orang2 Tibet akan mempengaruhi budaya
China, dan seharusnya budaya dari Han2 lain juga masuk Tibet. Ini yang
seharusnya terjadi toh? Dan ini yang tidak dikehendaki oleh Dalai Lama,
dia ingin isolationism. Tibet hanya untuk Tibet, lalu semua harus Buddhist,
harus mengabdi pada para Lama. Dia sampai bilang, Monastery ya Tibet,
Tibet ya Monastery. 

Itu issue pertama.

Issue kedua adalah immigrasi, perpindahan penduduk. Dalai Lama 
mengeluh, bahwa banyak etnis Hui dan Han masuk Tibet. Lha, itu kan
lumrah, perkembangan ekonomi membawa mobilitas penduduk. Bukan
hanya etnis Han yang masuk Tibet, orang Tibet juga pergi kemana2,
ke Yunnan, ke Sichuan, ke Gansu, dan banyak propinsi2 lain.. Sampai 
di banyak propinsi ada populasi Tibetan yang besar. Mobility penduduk 
tinggi terutama setelah pembaharuan ekonomi dijalankan. Ini yang tidak 
dinginkan oleh Dalai Lama.

Tahun 80an, dikeluhkan, bahwa kemajuan ekonomi di pantai Timur itu
besar, lalu di bagian Barat itu penuh propinsi2 miskin, dan semua pihak,
termasuk pihak negara2 Barat menekan China untuk mengembangkan
ke arah Barat supaya kemakmuran lebih merata. Moso cuma pantai timur
yang makmur, tidak adil donk. Good idea. Lalu ekonomi dikembangkan 
kearah Barat, sudah tentu perkembangan ekonomi menyebabkan
perubahan demografi, perubahan sikap hidup, etc.. Lalu.. eh.. dibilang
ekspansi ekonomi.. Ini namanya ke depan salah, ke belakang salah.
Pokoknya kelihatannya apapun yang dilakukan China itu tidak benar,
kecuali kalau gagal tentunya. Karena kalau berhasil, itu dicari2 kesalahannya.

Sebenarnya, kalau pengamat dari Barat benar2 mau mengamati, cara pandang
Dalai Lama ini rasist. Dia membedakan orang berdasarkan ras, bahkan di 
Tibet juga banyak etnis Han yang Buddhist, tetapi ternyata hanya Buddhist 
etnis Tibet yang dia pikirkan. Dia ingin negara berdasarkan theokrasi, isolasi
penuh, dan berlandaskan keagamaan yang ketat. Dan ternyata pengamat Barat
bisa menerima semua ini. Lalu kenapa Taliban dulu ditolak? Kan basis Taliban
sama tuh. Jika gaya theocracy Tibet diperbolehkan, maka seharusnya gaya
theocracy ala Taliban juga okay.  Kalau double standard, ya munafik.


Chris

Reply via email to