Saya jadi ikut berpikira phobia yang terjadi pada Huakiao Huaren di Indonesia 
dan mencoba ikutan memberi sedikit pendapat. Mengapa hidup dinegeri ini masih 
saja terjadi phobia atau kekuatiran berlebih terhadap digebugnya komunitas 
Tionghoa akibat sikap kedekatan yang dikatakan berlebih negeri leluhur? Apakah 
bisa dikatakan satu dosa atau kesalahan bagi Tionghoa masih saja mencintai, 
menaruh perhatian dan kebanggan pada negeri leluhurnya? Apakah dengan demikian 
sudah bisa dikatakan tidak "SETIA" pada RI, dimana orang bersangkutan sudah 
merupakan warganegaranya?

Saya yakini, bahwa semua itu terjadi akibat "Perang Dingin" yang memanas disaat 
AS melancarkan politik anti-RRT (Republik Rakyat TIongkok) yang baru 
memproklamasikan Kemerdekaan, 1 Oktober 1949. Amerika berusaha mencekik mati 
RRT yang masih bayi itu.  Begitu takutnya AS terhadap pengaruh RRT didunia, 
sejak awal tahun 50-an, didengungkanlah  Huakiao dan Hura-Ren yang tersebar 
didunia, khususnya di Asia Tenggara sebagai kekuatan kolone ke-5 RRT. 

Bagaimana manifestasi di Indonesia? Tidak ayal, kekuatan kanan yang diwakili 
AD, memulai merongrong komunitas Tionghoa dengan men-CURIGAI ke-SETIAAN pada 
RI. Yang dimulai dengan menuntut mementahkan kembali UU No.3/1946 yang 
menetapkan kewarganegaraan RI berdasarkan Tempat Kelahiran, dengan gunakan 
stelsel pasif, secara serempak menganggap siapa saja yang lahir di Indonesia 
sebagai Warganegara Indonesia. Sementara kekuatan kanan AD, menuntut 
diberlakukan stelsel aktif, mereka yang Tionghoa harus lebih dahulu menyatakan 
melepas Kewearganegaran Tiongkok dan menyatakan sumpah setia pada RI didepan 
pengadilan untuk menjadi WNI.

Kerusuhyan-kerusuhan anti-TIonghoa juga meletup dari tahun ketahun, yang agak 
besar terjadi penggusuran Tionghoa dari pemukiman didesa-desa, akibat PP10/59, 
Kerusuhan Mei 63, pembunuhan 65-65 yang tidak sedikit melibatkan Tionghoa, 
dilanjutakan dengan dikeluarkannya ketentuan-ketentuan rasis yang 
mendiskriminasi Tionghoa, kerusuhan anti-Tionghoa menjelang Pemilu 97 yang 
meletup di Situbondo, Rengasdengklok, Ujungpandang sampai puncaknya kerusuhan 
Mei 98. Dan, ... dari setiap kerusuhan berbaqu SARA anti-TIonghoa ini, yang 
jelas bertendensi ada kekuatan yang mendalangi, mengorganisasi untuk merekayasa 
dan memprovokasi, tapi kenyataan aparat keamanan dan HUKUM di Indonesia tidak 
berhasil menyeret dalang, pejabat atau jenderal yang harus bertanggungjawab. 
Itulah yang mengakibatkan sementara Tionghoa tetap trauma akan kejadian yang 
selalu mengkambing-hitamkan Tionghoa, yang mengorbankan kelompok minoritas 
Tionghoa yang tidak berdaya itu. Itupula yang menimbulkan phobia pada sementara 
Tionghoa, melihat sikap Tionghoa pengusaha berhasil yang dianggap angkuh dan 
terlalu dekat dengan negeri leluhurnya, ... dikuatirkan sikap begitu mudah 
digunakan untuk menyulut kebencian dan kemaharan orang, ... 

Disinilah seharusnya peran Pemerintah yang berkuasa harus ditegakkan lebih 
baik, adanya aparat keamanan dan HUKUM yang menjamin keamanan dan keselamatan 
nyawa dan harta setiap warga-nya lebih baik lagi. Agar setiap warga yang hidup 
dinegeri ini bisa merasakan ketenangan, ketentraman dan nyaman hidup dinegeri 
ini.  Sudah melewati masa "PERANG DINGIN" yang brutal dan tidak seharusnya 
diteruskan itu. Kita semua harus bisa mewujudkan satu kehidupan harmonis dalam 
masyarakat, bisa menerima, menghormati sesama warga dengan segala perbedaan 
yang ada, mewujudkan ber-BHINEKA TUNGGAL IKA dalam kenyataan hidup 
bermasyarakat. Tidak menaruh curiga berlebih pada siapapun hanya karena 
kedekatan dengan Kedutaan asing, bahkan negara leluhur-nya. Perhatikan saja 
kepatuhan warga bersangkutan pada setiap ketentuan dan UU yang berlaku, melihat 
tindak tanduk seseorang dari kewajiban seorang warga yang dilakukan saja.

Salam damai,
ChanCT

  ----- Original Message ----- 
  From: ulysee_me2 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, January 07, 2010 8:15 AM
  Subject: [budaya_tionghua] Re: HUACHIAO dan HUAREN



  Kalau gue sih memaklumi, seandainya ABG, Angkatan Babe Gue, masih rada phobia 
dengan hal-hal seperti itu. Bukannya apa, karena toh mereka ngalami ruwetnya 
tahun 55-65. Urusan Hua-kiao ; Hua-ren; Hua-Yi begitu hebohnya. Lalu ribut soal 
Asimilasi dan Integrasi, dua kawan akrab engkong sampai berantem gara-gara 
mbelain dua pepesan kosong ini. Yang ujung2nya nggak enak karena supaya meredam 
perselisihan, alhasil kena gebuk semua sekalian. Konyol khan. 

  Sampai sekarang engkong dan babe gue masih seperti itu, yang Suma bilang 
fobia itu, makanya mereka melarang-larang gue ikut organisasi. Takut nasibnya 
kayak mantan Baperki. Ya itu begitu itu caranya, mengulang-ngulang sejarah masa 
lalu, tujuannya cuman satu, supaya jangan sampai gue kena nasib seperti engkong 
dulu.  

  Intinya menurut gue jelas kok, memisahkan hua-kiao yang bukan hua-yi. Beda 
kewajiban, menurut kewarganegaraannya. Begitu toh?

  Yaaaa.... fobia jangan terlalu, tapi euphoria juga jangan kelewatan. Gitu aja 
khan? Heheheheheh. 

  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "sumamihardja" <sumamihar...@...> 
wrote:
  >
  > Yang menulis ini justru orang yang mengalami fobia yang enggak 
selesai-selesai. Udah berapa tahun pesan ini selalu diulang-ulangnya? Baca saja 
bagian belakang tulisannya. Ditujukan ke siapa pesan ini? Jangan-jangan si 
penulisnya yang mengalami ilusi. Semakin sering ditulis, justru semakin 
menunjukkan pesan bahwasanya yang fobia adalah penulisnya sendiri. 
  > 
  > Yang berbahaya, akhirnya salah-salah justru timbul kecurigaan bahwa 
Tionghoa Indonesia itu pada dasarnya tidak menjadi WNI sungguhan, kecuali si BS 
ini yang benar-benar nasionalis sejati lewat pengulangan-pengulangan tersebut. 
Apa lagi cari muka sebagai pemuka? Lagipula, dia itu mau memaksudkan huayi 
dengan yi huruf dari apa? ini juga membingungkan dan tidak jelas dia sebenarnya 
mau ngomongin apa. 
  > 
  > 
  > 
  > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "GELORA45" <SADAR@> wrote:
  > >
  > > 
  > > 
  > > HUACHIAO  dan  HUAREN
  > > 
  > >  
  > > 
  > > Benny G.Setiono
  > > 
  > >  
  > > 
  > > Pada 1 Oktober 2009 yang lalu, dalam rangka memperingati 60 tahun 
proklamasi berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, di lapangan Tiananmen telah 
diselenggarakan parade yang luar biasa megahnya. Pemerintah RRT di bawah 
pimpinan PKT, presiden Hu Jindao dan perdana menteri Wen Jiabao seolah ingin 
mendemonstrasikan kemajuan ekonomi dan angkatan bersenjatanya, terutama setelah 
adanya reformasi ekonomi yang dicanangkan Deng Xiaoping pada 1978. Politik  
pintu terbuka negara "tirai bambu" dan pembangunan ekonomi pasar, bertolak 
belakang dengan Revolusi Besar Kebudayaan Proletar (RBKP) yang dikobarkan Mao 
Zedong dan para pendukungnya Marsekal Lin Biao dan the Gang of Four, Jiang 
Qing, Yao Wenyuan, Wang Hongwen dan Zhang Chungqiao pada 1966. 
  > > 
  > >  
  > > 
  > > Setelah Mao meninggal dunia pada 9 September 1976, Deng Xiaoping dengan 
dukungan Marsekal Ye Jianying berhasil menyingkirkan  lawan-lawan politiknya 
yang dipimpin  Hua Guofeng sebagai pengganti Mao dan para pengikut setianya.
  > > 
  > >       
  > > 
  > > Ternyata hanya dalam waktu 30 tahun pemerintah RRT telah berhasil 
melakukan pembangunannya, baik politik,ekonomi dan militer dengan sangat luar 
biasa dan Tiongkok telah berubah dari negara yang terbelakang menjadi pesaing 
utama negara super power, Amerika Serikat yang pada awal dekade 90-an berhasil 
memenangkan perang dingin yang berlangsung sejak berakhirnya PD II.
  > > 
  > >  
  > > 
  > > Setelah pada 2008 RRT berhasil menyelenggarakan pesta Olimpiade yang 
terbesar dan termegah sepanjang sejarah pesta olah raga tersebut, kini dunia 
dibuat kagum dengan diselenggarakannya parade 1 Oktober tersebut. Tiongkok 
berhasil melakukan pembangunan ekonominya secara massif, terbukti dengan 
cadangan nasionalnya yang berjumlah 2,3 triliun US dollar dan pertumbuhan 
ekonomi tahun 2009 yang diperkirakan mencapai 8 %, demikian juga diperkirakan 
tahun 2009 Tiongkok akan menjadi negara  eksportir terbesar di 
dunia,mengalahkan Jerman. Pertumbuhan ekonomi sebesar 8 %, di tengah-tengah 
berlangsungnya krisis ekonomi global yang merontokkan hampir seluruh 
negara-negara  industri maju di dunia merupakan suatu prestasi yang luar biasa. 
  > > 
  > >  
  > > 
  > > Ada dua hal yang menarik dalam parade tersebut. Yang pertama parade 
militer yang menampilkan seluruh alutsistanya, mulai dari yang konvensional 
sampai yang sangat modern dengan berbagai rudal mulai dari rudal anti pesawat 
udara sampai rudal antar benua.Yang mengagumkan seluruh alutsista tersebut 
buatan dalam negeri sendiri.
  > > 
  > >       
  > > 
  > > Yang kedua, dalam parade tersebut juga ditampilkan anjungan yang mewakili 
para Huachiao yang bertebaran di seluruh dunia. Nah, masalah inilah yang  
banyak menarik perhatian masyarakat Tionghoa di Indonesia. Karena di dalam 
masyarakat masih terjadi kekaburan pengertian antara istilah Huachiao dan 
Huaren. Banyak yang mengira bahwa yang dimaksud dengan Huachiao adalah seluruh 
orang Tionghoa yang berdiam di berbagai negara di luar daratan Tiongkok, 
termasuk yang sudah menjadi warga negara di negara-negara  tempat mereka 
tinggal.
  > > 
  > >       
  > > 
  > > Yang benar Huachiao adalah warga negara Tiongkok yang berdiam di 
negara-negara di luar daratan Tiongkok, sedangkan Huaren adalah orang-orang 
yang nenek moyangnya berasal dari daratan Tiongkok tetapi telah menjadi warga 
negara di negara-negara  tempat mereka tinggal. Khusus untuk orang-orang 
Tionghoa di Indonesia disebut Huayi.    
  > > 
  > >  
  > > 
  > > Pesta Olimpiade dan parade 1 Oktober yang megah tersebut seyogyanya tidak 
perlu ditanggapi masyarakat Tionghoa  di Indonesia (Huayi)  dengan eforia yang 
berlebihan. Sebagai negara leluhur dan negara dunia ketiga, wajar kalau kita 
turut menyambut dan bergembira akan kemajuan yang dicapai oleh Tiongkok. 
Setidaknya kita mengharapkan kemajuan Tiongkok akan memberikan keseimbangan 
kekuatan di dunia, sehingga akan membuat dunia menjadi lebih damai dan 
harmonis. Di samping itu barangkali kita dapat belajar dari mereka agar negara 
kita dapat mengejar ketinggalannya. 
  > > 
  > >  
  > > 
  > > Tetapi kita harus menyadari bahwa kita telah menjadi warga negara 
Republik Indonesia yang kita cintai.Hubungan kita dengan daratan Tiongkok hanya 
hubungan kekerabatan dan budaya saja, tidak lebih. Sekali lagi perlu ditegaskan 
bahwa kita adalah Huayi bukan Huachiao yang diwakili dalam anjungan pada parade 
1 Oktober di Tiananmen. Sesuai dengan seruan Perdana Menteri Zhou Enlai dan 
semboyan luo di shen gen, sebagai warga negara Indonesia yang baik, kita harus 
terjun ke dalam mainstream bangsa Indonesia untuk bersama-sama membangun negara 
kita, meningkatan pendapatan, pendidikan dan kesehatan rakyat agar negara kita  
dapat mengejar ketinggalannya dan menjadi negara yang terpandang di dunia. 
(Penulis adalah pengarang buku Tionghoa Dalam Pusaran Politik).
  > >
  >




  ------------------------------------

  .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

  .: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :.

  .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

  .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

  Yahoo! Groups Links





------------------------------------------------------------------------------



  Internal Virus Database is out of date.
  Checked by AVG - www.avg.com 
  Version: 9.0.722 / Virus Database: 270.14.123/2593 - Release Date: 12/30/09 
03:14:00

Kirim email ke