Dear members, Ya tentu saja Vatican tidak mengizinkan. Saya hanya ingin menyatakan bahwa umat Katholik bebas merayakan Imlek karena Imlek kami anggap adalah hari raya budaya Tionghoa. Bahkan di RRT yang komunis (tidak beragama) toh merayakan pesta musim semi (Imlek) ini menyatakan bahwa Imlek adalah pesta budaya lebih dominan dari pada hari raya agama. RGDS.TG
--- On Mon, 3/1/10, Tjandra Ghozalli <ghozalli2...@yahoo.com> wrote: From: Tjandra Ghozalli <ghozalli2...@yahoo.com> Subject: [budaya_tionghua] Imlek Agama atau Budaya? To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, March 1, 2010, 2:10 PM Dear member, Memang benar ketika diajukan sebagai hari raya nasional, Imlek diposisikan sebagai hari raya agama Konghucu. Kelompok PSMTI maupun INTI tidak bisa mengajukannya sebagai hari raya budaya ethnis Tionghoa. Sebab tidak mungkin suatu ethnis memiliki hari libur sendiri sendiri. Ingat di Indonesia ada ratusan ethnis, kalau satu dikasih izin yg lain juga boleh, celakalah kita yang setiap hari libur, kapan kerjanya? Namun bagi kami, umat Katholik, kami menganggap Imlek sebagai hari raya budaya Tionghoa oleh sebab itu gereja Katholik yang mempunyai umat dominasi Tionghoa, diadakan acara bagi jeruk yang telah diberkati pastur, interior gereja digubah ala oriental, bahkan dahulu barongsai boleh main di halaman gereja. Bukan itu saja di gereja kami (Regina Caeli) anak anak dikasih angpao dan sewaktu Imlek lalu, banyak umat yang datang pakai baju merah dan anak anak pakai baju naga. Kalau saja Vatican kasih izin Pastur pakai baju naga, mungkin saja Pastur kami berjubah merah bersulam naga emas. RGDS.TG