Yang saya rasakan adalah merasa ditipu dalam hal janji-janji.
Misalnya, dalam pertemuan bilangnya begini, akan tetapi kemudian
besoknya membuat langkah begitu. Yang bertolak belakang. Itulah yang
membuat saya merasa ditipu. Gentlemen agreement seolah tidak bunyi.

Pak Heru mau tahu satu lagi yang terakhir?
Setelah kasus ini, saya banyak ngobrol2 dengan kawan-kawan yang ada di
APJII (toh dunia Internet Indonesia kecil). Waktu itu ada pertanyaan,
kalau APJII submit proposal akan diterima atau nggak? Jawaban saya, ya
akan diterima dong. Sama seperti yang lain. Regardless perbedaan pendapat,
proposal akan saya terima. Banyak personel APJII yang janji akan mengirimkan
proposal. (Apa perlu saya sebutkan namanya?)


saya juga tahu yg anda maksud,
demikianlah mekanisme sebuah organisasi...
harus bisa membedakan antara pendapat pribadi dan pendapat kolektif formal...

saya juga punya pendapat pribadi dan pernah saya utarakan ke anda dan semua rekan2 saya...
mungkin orang yg anda maksud itu lupa memberi pernyataan sebagai "pendapat pribadi"
atau anda yg lupa memahami bahwa tidak ada perseorangan di APJII yg punya wewenang membuat keputusan, kecuali telah mendapat mandat. Saya rasa ini berlaku bagi seluruh institusi kolektif, semacam asosiasi di APJII.


seperti sudah pernah saya utarakan, saya lah yg punya mandat (untuk persoalan2 yg sudah ada dalam garis besar haluan asosiasi) lewat munas/rakernas/policy meeting/keputusan dewan pengurus/dll. Untuk kasus2 tertentu (semacam persoalan pengelolaan domain), harus ada pemberian mandat institusi. Bisa saja saya juga yg diberi mandat, umumnya demikian. Tetapi saya minta kepada teman2 di APJII, agar untuk persoalan pengelolaan domain ini, jangan saya yg diberi mandat. Mungkin anda paham alasan kenapa saya menolak mandat tsb.

Mungkin perlu saya sampaikan sekali lagi,
Meski pemegang mandat secara umum di APJII adalah saya, tapi untuk persoalan ttg pengelolaan domain, jika terjadi dialog pada saat ini: pemegang mandat itu adalah: Teddy Purwadi dan Wahyoe Prawoto. Namun jika dialog tidak terlaksana, maka urusan selanjutnya yang akan ditempuh oleh APJII adalah mekanisme formal dan konstitusional. Mungkin saja APJII akan menempuh jalur hukum formal. Mungkin ada baiknya membiarkan pihak yg berwenang yg memiliki mandat sebagai penegak kedilan yg memutuskan harus bagaimana kejadiannya kelak.
Saya informasikan juga, bahwa Sammy Pangerapan diputuskan untuk ikutan terlibat pada kasus ini, jika terjadi mekanisme legal formal...




Tapi sampai penutupan, tidak ada proposal dari APJII. :( Sayang sekali.
[Dalam bayangan saya, jika APJII menjadi salah satu registrar, maka ISP
bisa menjadi sub-registrar di APJII dengan menggunakan sistem APJII.
Problem di APJII solved.]

ya tentu tidak akan.... karena yg menyatakan itu adalah bukan Wahyoe atau Teddy, atau saya.....


Coba pak Heru merenung *sejenak* saja. Kalau pak Heru dalam posisi saya,
apa yang akan dilakukan mengingat langkah-langkah yang diambil oleh APJII.
Bayangkan kalau pak Heru sebagai pengelola domain. Coba deh.
Sebentaaaaaar saja.

merenung-nya saya sudah bukan lagi sejenak, bahkan sudah berlama-lama...
langkah yg dilakukan oleh APJII sejauh saya masih ada di APJII, adalah langkah2 konstitusional.
APJII (setahu saya) tidak menabrak koridor hukum formal.
Bahkan saya dan APJII (secara formal) ingin berusaha mempertimbangkan koridor etis.


Bila ada perseorangan yg mengambil sikap atau membuat manuver pribadi, itu merupakan urusan pribadi.

Kita misalkan ttg persoalan APJII melayangkan permohonan domain: www.idnic.net.id, itu adalah sebuah langkah konstitusional & prosedural yg punya dasar argumentasi logis. Makanya saya agak tertegun ketika anda bilang bahwa APJII menusuk dari belakang... Wong yg dilakukan adalah sesuai prosedur dan taat pada rule of the game. Ketika Sanjaya menyatakan bahwa rule sudah ditetapkan dan APJII (atau siapapun) tidak diperkenankan melanggar rule yg sudah disepakati, kami juga terima keputusan tersebut.


(Misal: pak Heru jadi pengelola domain, kemudian wakil dari APJII ...
siapa ya? Ambil deh seorang siapa gitu. Kemudian pak Heru renungkan.
Malam-malam pak Heru sendirian + rokok saja deh. Orat-aret deh.
Nanti hasilnya kasih tahu ke kami.)

Waduh, ma'af saya gak begitu paham yg anda maksud...
tapi dalam pemahaman saya begini,
anda sebagai budi rahardjo sampai sejauh ini adalah pemegang mandat dari IANA dalam konteks kebijakan soal domain di indonesia.
Sedangkan pengelola domain itu adalah anda plus beberapa pihak yg dianggap sebagai admin-admin, dan APJII (satu2nya partner anda dalam mengelola domain yg berbentuk institusi) adalah salah satu-nya (sebagai billing admin) dan itu sudah berjalan sekitar 7 (tujuh) tahun. Waktu tujuh tahun itu bukanlah "magic number", demikian juga keberadaannya...
Sepemahaman saya juga, anda pernah cukup membutuhkan keberadaan APJII sebagai bagian dari pengelolaan domain dalam persoalan2 administrasi, khususnya persoalan administrasi finansial yg setelah anda tidak butuh lagi, persoalan menjadi demikian mudah buat anda...


Tapi ada yg lupa anda perhitungkan bahwa implikasi perpajakan menjadi salah satu "sampah" yg mau anda limpahkan kepada APJII sendirian. Dan menurut perenungan saya, APJII tidak boleh membiarkan itu terjadi. Karena siapapun yg menjadi sekjen atau pengurus di APJII, akan dibilang TOLOL kalau membiarkan hal itu terjadi begitu saja...

Banyak persoalan lain yg tersisa yg akan terjadi kalau anda mengambil keputusan tanpa kompromi seperti ini. Itulah saya bilang, anda akan menuai persoalan2 serius yg mungkin tidak terpikirkan oleh anda dan rekan2 yg berlatar-belakang engineering. Saya tidak akan menikmati keuntungan atau kerugian apapun yg diakibatkan oleh meledaknya persoalan, karena saya sudah berada pada "ruang bebas persoalan domain" sejak tanggal 3 Mei 2005 mendatang. Tapi saya sudah berusaha semaksimal mungkin dan berusaha pula memberi warning kepada anda.

Selanjutnya, silahkan anda yang memutuskan....

-hn-




Kirim email ke