Mungkin Team IAGI perlu segera melakukan wawancara secara Audio Visual kepada 
siapapun pelaku Sejarah Pendidikan Geologi di Indonesia yang masih ada sekarang 
terutama tokoh2 Geologi Indonesia sebelum tahun 1965 yang mungkin mengenal 
secara pribadi Tokoh2 Pejuang Geologi yang sudah tiada itu untuk sharing pada 
kita dan kelak hasil wawancara Audio Visual tersebut dapat dijadikan reference 
yang Authentic dalam penulisan Buku Sejarah Pendidikan Geologi di Indonesia 
secara lengkap. Demikian usulan saya. Terima kasih banyak Pak Koesoema yang tak 
pernah lelah menjembatani Generasi Muda Geologi Indonesia dengan para 
pendahulunya. Semoga Pak Koesoema senantiasa diberi kesehatan dan energi oleh 
Allah swt dalam memberikan inspirasi pada Generasi Muda Geologi Indonesia saat 
ini dan yang akan datang. Amiin.

Salam,
Habash
Sent via BlackBerry from Maxis

-----Original Message-----
From: mohammadsyai...@gmail.com
Date: Tue, 15 Feb 2011 22:46:41 
To: Milis IAGI-net<iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: Re: [iagi-net-l] Arie Frederick Lasut
Ck..ck..., hebat! Ini respon otomatis pagi ini setelah membaca info dan uraian 
dari yg dikemukakan oleh pak Koesoema. Katanya, bangsa yg besar adalah bangsa 
yg mampu menghargai sejarahnya. Terbetik pemikiran, mungkin IAGI bisa bikin 
buku khusus ttg sejarah geologi ini, terutama menyoroti para ahli geologi dan 
institusi pendidikan serta lembaga pemerintah yg pernah ada hingga yg sedang 
aktif pada masa kini. Herman dan beberapa kawan (termasuk pak Koesoema) 
tampaknya juga sudah menuliskan secara terbatas.

Semangat pagi!

Salam,
Syaiful

Mohammad Syaiful
* handphone: +62-812-9372808
* business: msyai...@etti.co.id

-----Original Message-----
From: "R.P.Koesoemadinata" <koeso...@melsa.net.id>
Date: Wed, 16 Feb 2011 05:20:30 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: Re: [iagi-net-l] Arie Frederick Lasut
Yang masih kenal pribadi dengan F. Lasut dan masih hidup adalah Bp Mulyono 
Purbohadiwijoyo dalam usia 85 th yang sekarang masih aktif menulis. Kenangan 
beliau mengenai F. Lasut itu dituangkan dalam memoir pengalaman pribadinya 
dalam salah satu tulisan dalam buku (yang memuat tulisan Pak Sigit, Pak 
Johanas, Pak Sukamto dll) yang saya lupa judulnya, tetapi diterbitkan oleh 
Departemen Pertambangan dan Energi. (Saya sendiri mempunyai buku ini tetapi 
lupa menyimpannya)
Namun dalam rangka penulisan sejarah pendidikan geologi di Indonesia saya 
sempat mewawancara beliau sepulang dari PIT IAGI di Lombok, dalam rangka 
mengetahui apa yang terjadi dengan mannscript Van Bemmelen yang hilang, karena 
beliau pun adalah saksi hidup.. Hasil wawancara ini tidak sempat saya sisipkan 
dalam tulisan saya mengenai 50 th pendidikan geologi di Indonesia yang 
diterbitkan dalam rangka Peringatan 50 Tahun IAGI.
Sebetulnya banyak para geologiawan kita yang ikut berjuang untuk kemerdekaan 
kita, begitupun beliau pun termasuk veteran perjuangan kemerdekaan, Selain 
pejuang ahli geologi itu yang masih hidup dan pernah mengangkat senjata dan 
ikut bergerilya di Jawa Timur dan sekitar Jogya dan saya kenal baik  adalah 
Prof. Dr. Harsono Pringgoprawiro, selaku Tentara Pelajar.Saya sempat 
mendengarkan kisahnya,

Inilah hasil dari wawancara dengan Pak Mulyono Purbohadiwidjolo

AWAL PENDIDIKAN GEOLOGI DI INDONESIA.

oleh R.P.Koesoemadinata

 

Lain dengan pendidikan kedokteran, hukum, pertanian dan teknik yang telah 
dimulai pada awal abad ke-20, pendidikan geologi sangat terabaikan oleh 
pemerintah kolonial Belanda. Pendidikan geologi untuk orang Indonesia terbatas 
tingkatan "mantri opnemer" atau surveyor/juru ukur saja. Untuk kebutuhan tenaga 
ahli geologi dan insinyur pertambangan pemerintahan colonial Belanda 
mengandalkan lulusan universitas dan sekolah tinggi teknik dari Belanda dan 
negara Europa lainnya.

Keadaan berubah setelah dimulainya Perang Dunia ke II pada tahun 1938 terutama 
setelah Tentara Jerman menginvasi negeri Belanda, sehingga hubungan terputus. 
Maka mulailah Pemerintah Kolonial Belanda pada tgl 10 Mei 1938 melalui 
mendirikan suatu lembaga pendidikan darurat yang dinamakan "Assistent Geologen 
Kursus" (Kursus untuk Asisten Geolog, mungkin sekarang setara dengan D-3) yang 
berlangsung 3 tahun. Pendidikan ini dilaksanakan oleh Dienst van het Mijnbouws 
(Dinas Pertambangan) di Jl Diponegoro 58 Bandung, dengan  para ahli geologi dan 
insinyur pertambangan yang bekerja pada instansi tersebut  sebagai para 
dosennya, antara lain Van Bemmelen. Pendidikan ini diikuti pada umumnya 
orang-orang Belanda, dan hanya ada 2 orang Indonesia yang mengikutnya sampai 
selesai yaitu F. Lasut dan Sunu Sumosusastro. Persyaratan mengikuti pendidikan 
itu adalah lulus sekolah menengah atas, yaitu HBS (Hogere Burgerschool, khusus 
untuk orang Belanda) atau AMS B (Algemeene Middlebare School, opsi B/IPA, 
terutama untuk orang pribumi/Indonesia). Kursus ini hanya berlangsung 1 
angkatan saja (3 tahun) karena Tentara Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942. 
Maka kedua orang inilah sebetulnya merupakan ahli geologi Indonesia pertama dan 
boleh dikatakan juga pionir dalam pendidikan geologi. Semasa pendudukan Jepang 
pada ahli geologi dan insinjur pertambangan Belanda masih dipekerjakan oleh 
penguasa Jepang, khususnya untuk menterjemahkan laporan2 geologi ke dalam 
bahasa Inggris, namun Van Bemmelen masih sempat supervisi pekerjaan geologi 
lapangan yang dilaksanakan F. Lasut mengenai endapan jarosit di Ciater, Lembang 
di Utara Bandung. Selain itu juga masih ada geolog orang Swiss (waktu itu 
negara netral dalam kecamuk perang dunia ke II) yang masih bekerja pada Dinas 
Pertambangan di Bandung itu. Jadi pada waktu pendudukan Jepang ini A. F. Lasut 
dan Sunu Sumosusastro adalah merupakan staf orang Indonesia di Dinas 
Pertambangan di Bandung, dan memegang pimpinan dalam pengambil-alihan instansi 
ini pada waktu Jepang bertekuk-lutut dan terjadi proklamasi kemerdekaan pada 
tahun 1945. Mereka inilah yang  berhasil menyelamatkan arsip dan buku2 geologi 
ke Jl Braga di Bandung Selatan, karena kantor Dinas Pertambangan di Jl. 
Diponegoro yang berada di Bandung Utara diduduki tentara Inggris/Belanda, 
kemudian dipindahkan secara berangsur ke Ciwidey, Tasikmalaya ke Magelang dan 
akhirnya ke Jogya sejalan dengan mundurnya tentara RI. Di antara arsip dan 
buku2 ini tidak termasuk manuskrip buku the Geology of Indonesia hasil karya 
van Bemmelen itu, yang merupakan cerita lain.

Pada waktu para ahli geologi dan insinyur pertambangan Belanda harus masuk kamp 
interniran (kompleks tahanan perang), Van Bemmelen menitipkan naskah serta 
buku-bukunya itu pada orang yang sangat dipercayainya, seorang hoofd mantri 
opzichter (mantri ukur kepala) yaitu Djatikusumo  untuk diselamatkan. Pada 
waktu Van Bemmelen yang  telah dibebaskan dari tahanan meminta kembali 
titipannya ini, yang bersangkutan menolak dengan alasan sebagai seorang pejuang 
kemerdekaan ingin menyelamatkan arsip ini untuk kepentingan bangsa Indonesia, 
dan kemudian membawanya ke tempat asalnya yaitu Malang. Namun kemudian 
manuskrip dan arsip/buku lainnya dia serahkan ke Dinas Pertambangan yang sudah 
mengungsi ke Magelang dan kemudian ke Jogyakarta.

Pada waktu pemerintahan RI mengungsi ke Jogyakarta, maka dibentuk pula suatu 
Pusat Jawatan Geologi dan Pertambangan dibawah naungan Departement Kemakmuran 
di Magerang, yang dipimpin oleh A.F. Lasut (sebagai kepala) dan (Sunu 
Sumosusastro sebagai wakilnya). Selain itu juga didirikan beberapa sekolah 
untuk mendidik tenaga geologi dan pertambangan secara darurat pada Nopember 
1946 yaitu:

-         Sekolah Geologi Pertambangan  Pertama (SGPP, untuk pendidikan 
juruukur geologi

-         Sekolah Geologi Pertambangan  Menengah (SGPM, untuk pendidikan 
juruukur geologi penilik)

-         SekolahGeologi Pertambangan Tinggi (SGPT), untuk pendidikan asisten 
geologi, dengan dosennya antara lain Sunu Sumosusastro (kepala sekolah)  dan 
A.F. Lasut. N

Lembaga pendidikan ini kemudian pindah ke Jogyakarta, dan nama SGPT berubah 
menjadi Akademi Geologi dan Pertambangan (AGP). Pada serangan agresi Belanda ke 
Jogya pada tahun 1948, A.F. Lasut selaku Kepala Jawatan Tambang dan Geologi 
diambil tentara Belanda dari rumahnya dan kemudian ditembak dipinggir jalan 
pada 7 Mei 1949 sebagai seorang pejuang kemerdekaan.  Lembaga pendidikan ini 
berakhir dengan ujian akhir pada akhir tahun 1949 sehingga  berlangsung hanya 1 
angkatan saja.  Di antara para lulusan pendidikan yang pertama dan  terakhir 
ini adalah: M.M. Purbohadiwidjo, Djajadi Hadikusumo (kemudian pendiri IAGI), 
Harli Sumadiredja, R. Prajitno (Ketua IAGI yang ke-2), Surjo Ismangun, G.M 
Mohamad Slamet Padmokesumo, Mohamad Jasin Rachmat dan Sanjoto Soeseno dan 
Sumardi Umarkatab.

Sementara itu Bp Suroso, seorang ahli geologi praktek (autodidak) ex pegawai 
explorasi Shell/BPM juga mendirikan Sekolah Menengah Geolgi di Jogyakarta.

----- Original Message ----- 
  From: herman.dar...@shell.com 
  To: iagi-net@iagi.or.id 
  Sent: Tuesday, February 15, 2011 5:25 PM
  Subject: [iagi-net-l] Arie Frederick Lasut


  Rekan-rekan,

   

  Tahun lalu saya beli buku di Gramedia mengenai pahlawan2 nasional Indonesia.  
Dari buku ini saya lihat ada Arie Frederick Lasut sebagai satu-satunya pahlawan 
nasional Indonesia dengan latar belakang geologi. 

  Tapi saya tidak lihat ada fotonya, yang ada Cuma gambar saja. Masa hidupnya 
cukup singkat, hanya 31 tahun saja. Kalau cari di google, ada dua website yang 
cukup menarik mengenai pak Lasut ini. 

   

  Apakah ada yang tau informasi lainnya? Kalau ada foto-foto, boleh minta? 
Kalau tidak salah di UGM nama beliau diabadikan sebagai nama ruang kuliah. 
Apakah benar?

   

  Salam,

   

  Herman

   

  http://wiwidwitjaksono.wordpress.com/

  http://en.wikipedia.org/wiki/Arie_Frederik_Lasut

   



__________ NOD32 5559 (20101024) Information__________

  This message was checked by NOD32 antivirus system.
  http://www.eset.com

Kirim email ke