Rekan-rekan,

 

Saya mengangkat topic Arie Frederick Lasut karena sedang bantu-bantu
mempersiapkan Berita IAGI yang mestinya terbit bulan April mendatang.
Topiknya adalah seputar hubungan Netherland dan Indonesia sekitar
geologi. Sebenarnya topic ini berkaitan dengan topic Berita IAGI lalu
mengenai 50tahun IAGI. Dari makalah yang masuk, ada satu makalah yang
ditulis oleh Peter de Ruiter, orang Belanda, pass president of KNGMG
(Royal Geological and Mining Society of the Netherlands) yang memberikan
selamat atas ulang tahun IAGI yang ke 50. Pak de Ruiter juga menuliskan
pandangannya sebagai orang Belanda mengenai perkembangan geologi di
Indonesia. Saya lihat topic ini bisa dikembangkan untuk jadi satu edisi
tersendiri untuk Berita IAGI (editor Berita IAGI setuju untuk mengangkat
topic ini).  

 

Kira-kira isinya nanti adalah sbb: 

Topic Netherland and Indonesia: Relationship in Geology (in English)

-          Message from Holland: by Peter de Ruiter

-          A. F. Lasut: National Hero Geologist: masih dicari siapa yang
bisa kasih kontribusi (ada yang berminat?)

-          Working in the Netherland: Herman Darman

-          Study in the Netherland: Herman Boro / Duddy Ranawidjaja

Topic lain yang akan diterbitkan juga adalah (in Indonesian):

-          Harmoni antra teori undasi dan tektonik lempeng: Awang
Satyana

-          Upaya mempertahankan cadangan Migas Nasional: Darwin Laulang

-          Shale Gas: G. A. S. Nayoan

 

Herman Darman

PS: dalam rangka membantu tim editor Berita IAGI: Arti & Maradona
Mansyur

 

From: hse...@gmail.com [mailto:hse...@gmail.com] 
Sent: Wednesday, February 16, 2011 2:05 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Arie Frederick Lasut

 

Mungkin Team IAGI perlu segera melakukan wawancara secara Audio Visual
kepada siapapun pelaku Sejarah Pendidikan Geologi di Indonesia yang
masih ada sekarang terutama tokoh2 Geologi Indonesia sebelum tahun 1965
yang mungkin mengenal secara pribadi Tokoh2 Pejuang Geologi yang sudah
tiada itu untuk sharing pada kita dan kelak hasil wawancara Audio Visual
tersebut dapat dijadikan reference yang Authentic dalam penulisan Buku
Sejarah Pendidikan Geologi di Indonesia secara lengkap. Demikian usulan
saya. Terima kasih banyak Pak Koesoema yang tak pernah lelah
menjembatani Generasi Muda Geologi Indonesia dengan para pendahulunya.
Semoga Pak Koesoema senantiasa diberi kesehatan dan energi oleh Allah
swt dalam memberikan inspirasi pada Generasi Muda Geologi Indonesia saat
ini dan yang akan datang. Amiin.

Salam,
Habash

Sent via BlackBerry from Maxis

________________________________

From: mohammadsyai...@gmail.com 

Date: Tue, 15 Feb 2011 22:46:41 +0000

To: Milis IAGI-net<iagi-net@iagi.or.id>

ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id> 

Subject: Re: [iagi-net-l] Arie Frederick Lasut

 

Ck..ck..., hebat! Ini respon otomatis pagi ini setelah membaca info dan
uraian dari yg dikemukakan oleh pak Koesoema. Katanya, bangsa yg besar
adalah bangsa yg mampu menghargai sejarahnya. Terbetik pemikiran,
mungkin IAGI bisa bikin buku khusus ttg sejarah geologi ini, terutama
menyoroti para ahli geologi dan institusi pendidikan serta lembaga
pemerintah yg pernah ada hingga yg sedang aktif pada masa kini. Herman
dan beberapa kawan (termasuk pak Koesoema) tampaknya juga sudah
menuliskan secara terbatas.

Semangat pagi!

Salam,
Syaiful

Mohammad Syaiful
* handphone: +62-812-9372808
* business: msyai...@etti.co.id

________________________________

From: "R.P.Koesoemadinata" <koeso...@melsa.net.id> 

Date: Wed, 16 Feb 2011 05:20:30 +0700

To: <iagi-net@iagi.or.id>

ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id> 

Subject: Re: [iagi-net-l] Arie Frederick Lasut

 

Yang masih kenal pribadi dengan F. Lasut dan masih hidup adalah Bp
Mulyono Purbohadiwijoyo dalam usia 85 th yang sekarang masih aktif
menulis. Kenangan beliau mengenai F. Lasut itu dituangkan dalam memoir
pengalaman pribadinya dalam salah satu tulisan dalam buku (yang memuat
tulisan Pak Sigit, Pak Johanas, Pak Sukamto dll) yang saya lupa
judulnya, tetapi diterbitkan oleh Departemen Pertambangan dan Energi.
(Saya sendiri mempunyai buku ini tetapi lupa menyimpannya)

Namun dalam rangka penulisan sejarah pendidikan geologi di Indonesia
saya sempat mewawancara beliau sepulang dari PIT IAGI di Lombok, dalam
rangka mengetahui apa yang terjadi dengan mannscript Van Bemmelen yang
hilang, karena beliau pun adalah saksi hidup.. Hasil wawancara ini tidak
sempat saya sisipkan dalam tulisan saya mengenai 50 th pendidikan
geologi di Indonesia yang diterbitkan dalam rangka Peringatan 50 Tahun
IAGI.

Sebetulnya banyak para geologiawan kita yang ikut berjuang untuk
kemerdekaan kita, begitupun beliau pun termasuk veteran perjuangan
kemerdekaan, Selain pejuang ahli geologi itu yang masih hidup dan pernah
mengangkat senjata dan ikut bergerilya di Jawa Timur dan sekitar Jogya
dan saya kenal baik  adalah Prof. Dr. Harsono Pringgoprawiro, selaku
Tentara Pelajar.Saya sempat mendengarkan kisahnya,

 

Inilah hasil dari wawancara dengan Pak Mulyono Purbohadiwidjolo

 

AWAL PENDIDIKAN GEOLOGI DI INDONESIA.

oleh R.P.Koesoemadinata

 

Lain dengan pendidikan kedokteran, hukum, pertanian dan teknik yang
telah dimulai pada awal abad ke-20, pendidikan geologi sangat terabaikan
oleh pemerintah kolonial Belanda. Pendidikan geologi untuk orang
Indonesia terbatas tingkatan "mantri opnemer" atau surveyor/juru ukur
saja. Untuk kebutuhan tenaga ahli geologi dan insinyur pertambangan
pemerintahan colonial Belanda mengandalkan lulusan universitas dan
sekolah tinggi teknik dari Belanda dan negara Europa lainnya.

Keadaan berubah setelah dimulainya Perang Dunia ke II pada tahun 1938
terutama setelah Tentara Jerman menginvasi negeri Belanda, sehingga
hubungan terputus. Maka mulailah Pemerintah Kolonial Belanda pada tgl 10
Mei 1938 melalui mendirikan suatu lembaga pendidikan darurat yang
dinamakan "Assistent Geologen Kursus" (Kursus untuk Asisten Geolog,
mungkin sekarang setara dengan D-3) yang berlangsung 3 tahun. Pendidikan
ini dilaksanakan oleh Dienst van het Mijnbouws (Dinas Pertambangan) di
Jl Diponegoro 58 Bandung, dengan  para ahli geologi dan insinyur
pertambangan yang bekerja pada instansi tersebut  sebagai para dosennya,
antara lain Van Bemmelen. Pendidikan ini diikuti pada umumnya
orang-orang Belanda, dan hanya ada 2 orang Indonesia yang mengikutnya
sampai selesai yaitu F. Lasut dan Sunu Sumosusastro. Persyaratan
mengikuti pendidikan itu adalah lulus sekolah menengah atas, yaitu HBS
(Hogere Burgerschool, khusus untuk orang Belanda) atau AMS B (Algemeene
Middlebare School, opsi B/IPA, terutama untuk orang pribumi/Indonesia).
Kursus ini hanya berlangsung 1 angkatan saja (3 tahun) karena Tentara
Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942. Maka kedua orang inilah sebetulnya
merupakan ahli geologi Indonesia pertama dan boleh dikatakan juga pionir
dalam pendidikan geologi. Semasa pendudukan Jepang pada ahli geologi dan
insinjur pertambangan Belanda masih dipekerjakan oleh penguasa Jepang,
khususnya untuk menterjemahkan laporan2 geologi ke dalam bahasa Inggris,
namun Van Bemmelen masih sempat supervisi pekerjaan geologi lapangan
yang dilaksanakan F. Lasut mengenai endapan jarosit di Ciater, Lembang
di Utara Bandung. Selain itu juga masih ada geolog orang Swiss (waktu
itu negara netral dalam kecamuk perang dunia ke II) yang masih bekerja
pada Dinas Pertambangan di Bandung itu. Jadi pada waktu pendudukan
Jepang ini A. F. Lasut dan Sunu Sumosusastro adalah merupakan staf orang
Indonesia di Dinas Pertambangan di Bandung, dan memegang pimpinan dalam
pengambil-alihan instansi ini pada waktu Jepang bertekuk-lutut dan
terjadi proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945. Mereka inilah yang
berhasil menyelamatkan arsip dan buku2 geologi ke Jl Braga di Bandung
Selatan, karena kantor Dinas Pertambangan di Jl. Diponegoro yang berada
di Bandung Utara diduduki tentara Inggris/Belanda, kemudian dipindahkan
secara berangsur ke Ciwidey, Tasikmalaya ke Magelang dan akhirnya ke
Jogya sejalan dengan mundurnya tentara RI. Di antara arsip dan buku2 ini
tidak termasuk manuskrip buku the Geology of Indonesia hasil karya van
Bemmelen itu, yang merupakan cerita lain.

Pada waktu para ahli geologi dan insinyur pertambangan Belanda harus
masuk kamp interniran (kompleks tahanan perang), Van Bemmelen menitipkan
naskah serta buku-bukunya itu pada orang yang sangat dipercayainya,
seorang hoofd mantri opzichter (mantri ukur kepala) yaitu Djatikusumo
untuk diselamatkan. Pada waktu Van Bemmelen yang  telah dibebaskan dari
tahanan meminta kembali titipannya ini, yang bersangkutan menolak dengan
alasan sebagai seorang pejuang kemerdekaan ingin menyelamatkan arsip ini
untuk kepentingan bangsa Indonesia, dan kemudian membawanya ke tempat
asalnya yaitu Malang. Namun kemudian manuskrip dan arsip/buku lainnya
dia serahkan ke Dinas Pertambangan yang sudah mengungsi ke Magelang dan
kemudian ke Jogyakarta.

Pada waktu pemerintahan RI mengungsi ke Jogyakarta, maka dibentuk pula
suatu Pusat Jawatan Geologi dan Pertambangan dibawah naungan Departement
Kemakmuran di Magerang, yang dipimpin oleh A.F. Lasut (sebagai kepala)
dan (Sunu Sumosusastro sebagai wakilnya). Selain itu juga didirikan
beberapa sekolah untuk mendidik tenaga geologi dan pertambangan secara
darurat pada Nopember 1946 yaitu:

-         Sekolah Geologi Pertambangan  Pertama (SGPP, untuk pendidikan
juruukur geologi

-         Sekolah Geologi Pertambangan  Menengah (SGPM, untuk pendidikan
juruukur geologi penilik)

-         SekolahGeologi Pertambangan Tinggi (SGPT), untuk pendidikan
asisten geologi, dengan dosennya antara lain Sunu Sumosusastro (kepala
sekolah)  dan A.F. Lasut. N

Lembaga pendidikan ini kemudian pindah ke Jogyakarta, dan nama SGPT
berubah menjadi Akademi Geologi dan Pertambangan (AGP). Pada serangan
agresi Belanda ke Jogya pada tahun 1948, A.F. Lasut selaku Kepala
Jawatan Tambang dan Geologi diambil tentara Belanda dari rumahnya dan
kemudian ditembak dipinggir jalan pada 7 Mei 1949 sebagai seorang
pejuang kemerdekaan.  Lembaga pendidikan ini berakhir dengan ujian akhir
pada akhir tahun 1949 sehingga  berlangsung hanya 1 angkatan saja.  Di
antara para lulusan pendidikan yang pertama dan  terakhir ini adalah:
M.M. Purbohadiwidjo, Djajadi Hadikusumo (kemudian pendiri IAGI), Harli
Sumadiredja, R. Prajitno (Ketua IAGI yang ke-2), Surjo Ismangun, G.M
Mohamad Slamet Padmokesumo, Mohamad Jasin Rachmat dan Sanjoto Soeseno
dan Sumardi Umarkatab.

Sementara itu Bp Suroso, seorang ahli geologi praktek (autodidak) ex
pegawai explorasi Shell/BPM juga mendirikan Sekolah Menengah Geolgi di
Jogyakarta.

----- Original Message ----- 

        From: herman.dar...@shell.com 

        To: iagi-net@iagi.or.id 

        Sent: Tuesday, February 15, 2011 5:25 PM

        Subject: [iagi-net-l] Arie Frederick Lasut

         

        Rekan-rekan,

         

        Tahun lalu saya beli buku di Gramedia mengenai pahlawan2
nasional Indonesia.  Dari buku ini saya lihat ada Arie Frederick Lasut
sebagai satu-satunya pahlawan nasional Indonesia dengan latar belakang
geologi. 

        Tapi saya tidak lihat ada fotonya, yang ada Cuma gambar saja.
Masa hidupnya cukup singkat, hanya 31 tahun saja. Kalau cari di google,
ada dua website yang cukup menarik mengenai pak Lasut ini. 

         

        Apakah ada yang tau informasi lainnya? Kalau ada foto-foto,
boleh minta? Kalau tidak salah di UGM nama beliau diabadikan sebagai
nama ruang kuliah. Apakah benar?

         

        Salam,

         

        Herman

         

        http://wiwidwitjaksono.wordpress.com/

        http://en.wikipedia.org/wiki/Arie_Frederik_Lasut

         

        
        
        __________ NOD32 5559 (20101024) Information__________
        
        This message was checked by NOD32 antivirus system.
        http://www.eset.com

Kirim email ke