> Kasihan dong nasib petani dan sektor ekonomi kerakyatan kita. 

kalau kita bicara tentang petani, siapa sebenarnya acuan kita? orang orang 
seperti yang sesudah kebun jeruknya ludes karena tidak ekonomis, kemudian 
tanahnya dibagi bagi dan diwariskan kepada anaknya, yang kemudian oleh 
anaknya itu dijual untuk beli sepedamotor untuk bergaya dan ngojek? atau 
kita mengacu pada orang orang seperti bob sadino?

apakah pasar, yang dulu dikenal sebagai pasar-pasar tradisional, masuk ke 
dalam fenomena ekonomi kerakyatan karena kita masih berpikir bahwa non 
konglomerat tidak berbisnis di pasar?

sebelum pasar beringharjo di renopasi seperti sekarang ini, ada seorang 
penjual soto di tengah pasar, yang los nya tidak terlalu jauh dari bagian 
tekstil. penjualnya dari desa gading, wonosari. ketika pasar hendak 
dibongkar dan pedagang mulai dipindahkan di sebelah shopping centre, dia 
pernah berujar mengenai masa depan para pedagang kecil dan 'wong cilik' 
yang menggantungkan hidupnya dari pasar sebagai: pasare brubah, kerene 
mawut [pasarnya rusak, 'kere'nya tercecer, tercerai berai]. ketika pasar 
betul betul direnovasi, saya kesulitan menemukan tempat berjualan dia. 
saya hanya menemukan 'penerusnya' tetapi standnya otomatis sudah mati. 
[dulu untuk makan di warung dia, orang sering rela berdiri antri menunggu, 
untuk mendapatkan tempat duduk]. lebih mudah bagi saya untuk menemukan 
'super ekonomi' ['department store', tetapi bertempat di lantai 2 pasar 
beringharjo]. di mana ekonomi kerakyatan, ekonominya wong cilik? atau 
ekonominya wong cilik dulu itu kini sudah berkembang menjadi besar? 
walahualam?

Kalau kita
> tiap hari lebih senang beli jeruk Australia yang untung ‘kan petani
> Australia (yang sudah jauh lebih makmur dari petani kita, seperti beda
> antara bumi dan langit). Kenapa tidak beli jeruk Medan, apel Malang,
> mangga arumanis, dll. Mungkin rasanya tidak seenak apel Amerika, tapi kita
> memang harus belajar prihatin.

bara bara beli jeruk. bisa beli tempe untuk lauknya anak-anak saja, yu 
senik senengnya sudah setengah hidup.

jelasnya, apel [apakah apel malang atawa impor], mangga, jeruk itu bukan 
konsumsinya yu senik, istrinya kang parta yang petani gurem itu.

> 
> Apa artinya gaya hidup Wah kalau ternyata semua adalah hasil dari UTANG???
> Yang ujungnya juga harus dibayar anak cucu kita!

sekitar pemilihan umum beberapa bulan yang lalu, sejumlah anak indonesia 
berumur antara 9 - 16 tahun [ one of them is anaknya seorang tokoh 
terkenal dalam politik indonesia; hanya 2 orang yang berumur di atas 15 
tahun] dari sebuah sekolah di jakarta [yang konon bereputasi 
internasional, tapi saya menduga bahwa operasionalnya menabrak beberapa 
pasal undang undang pendidikan tetapi karena sekolah itu sekolahnya anak 
anak menak, jadi ya bisa dimaklumi kalau selamat selamat saja 'menabrak' 
uu pendidikan] setudi tour ke adelaide selama dua minggu. uang saku rata-
rata anak anak ini? tidak kurang dari AU$ 1000 [untuk dua minggu]. hari 
hari pertama, anak anak itu antre 'collect call' atau nyokap dan bokapnya 
nelpon. ada yang bicara dalam bahasa indo, ada yang inggris dengan aksen 
indo, atau campuran inggris dan indo.

apakah ongkos setudi tour dan uang sakunya dari utang? walahualam. apakah 
mereka akan ikut menanggung utang yang disebut sebut oleh akang satrio 
ini? nobody knows. apakah mereka bisa makan jeruk nambangan, apel malang 
alih alih jeruk oz, apel emberikan; main benthik, alih alih gembot [baca: 
game watch]; baca malin kundang, batu menangis, sangkuriang, alih alih 
memelototkan mata di depan monitor atawa tipi dengan power rangers? aku 
tidak yakin. 

jadi, jelasnya, himbauan untuk prihatin itu jelas tidak relevan untuk yu 
senik dan kang parta. memasukkan mereka dalam target himbauan, sama saja 
dengan menghimbau mereka untuk melakukan 'gerakan cinta rupiah' dengan 
menukarkan dolar, yang tidak mereka lihat, dengan rupiah. walhasil, 
himbauan semacam itu akan menyaingi kelucuan [baca: joke alias olok-olok] 
kasus bank bali, yang konon melibatkan seorang yang paling jujur, selalu 
berjuang, dan menjadi juru bicara 'kebenaran'.

> 
> Satrio
> 

Kirim email ke