-----Original Message-----
From:                   [EMAIL PROTECTED]
Sent:                   Friday, September 17, 1999 3:28 AM
To:                     Multiple recipients of list
Cc:
Subject:                        Re: Boikot Export Import, silahkan


Semmy:
Belum ada boikot aja,7196170-72 saya dan +100 juta penduduk miskin
di Indonesia nggak pernah mampu beli produk impor koq.
Jadi yang kasihan itu orang2 kaya di Indonesia aja,
bukan semua rakyat Indonesia.

Satrio:
Saya kok nggak yakin kalau Pak Semmy, apalagi yang sekarang tinggal di
Aussie, nggak pernah mampu beli produk impor.


> Kasihan dong nasib petani dan sektor ekonomi
kerakyatan kita. Kalau kita
> tiap hari lebih senang beli jeruk Australia yang
untung ‘kan petani
> Australia (yang sudah jauh lebih makmur dari petani
kita, seperti beda
> antara bumi dan langit).

Semmy:
Yang beli itu orang2 kaya saja.

Satrio:
Anda keliru. Produk impor selisih harganya tidak jauh beda dengan produk
lokal (tapi kualitasnya jauh lebih baik). Itu sebabnya kita bisa menemukan
apel amerika dan jeruk australia di pasar tradisional di Depok. Orang lebih
suka membayar sedikit lebih mahal, tapi memperoleh kualitas jauh lebih baik.
Bahkan dalam sejumlah kasus, produk impor lebih murah. Sebagai contoh
sederhana yang lain: harga gula pasir impor di Jakarta lebih murah daripada
gula produk lokal dari petani-petani tebu kita. Sedangkan kalau kita ngopi
di warung -warung kecil pinggir jalan, ‘kan pakai gula pasir juga biar
manis.

> Kenapa tidak beli jeruk Medan, apel Malang, mangga
arumanis, dll. Mungkin
> rasanya tidak seenak apel Amerika, tapi kita memang
harus belajar prihatin.

Semmy:
Baru habis mimpi ya...yang beli apel Amerika, Oz atau
Eropa itu cuma orang kaya.
Satrio:
Sudah saya bantah dengan argumen di atas.

> Yang ujungnya juga harus dibayar anak cucu kita!

Semmy: Itulah sebabnya sebaiknya anda menasehati TNI dan
pemerintah Indonesia saja....nggak usah ngomongin orang
lain yang ternyata hidupnya lebih makmur daripada kita
yang punya kekayaan alam melimpah.

> Satrio: Sudah habis maki-makian saya untuk para pejabat Pemerintah
Indonesia. Maaf saja, saya nggak ngomongin orang lain yang lebih makmur.
Saya ngomongin nasib petani kita, yang seperti tikus kelaparan di lumbung
padi.

Kirim email ke