Subhanalloh, Alhamdulillah, Astaghfirullohal'adziim,

Om Wandy dan saudaraku yang dirohmati Alloh semuanya,
Kadang-kadang, kita itu mencondongi sesuatu, sehingga bisa kurang
obyektif ketika menetapi sesuatu itu.
Selayaknya, perintah dan larangan dilihat, difahami, dan diamalkan
dalam satu kesatuan.
Kadang kita lebih condong kepada perintahnya, lalu, adakalanya kita
lebih condong ke larangannya.

nah, para Ahli Ushul Fiqh, contoh Imam Syafi'i, menyusun kaidah dalam
tata cara pengambilan/menentukan suatu hukum, untuk mengurangi
kecondongan/ ketidak seragamnya tata cara mengambil hukum ini.Hingga
saat ini, yang beliau susun tersebut masih merupakan referensi Ushul
Fiqh yang paling banyak dirujuk, oleh hampir semua mahdzab yang saat
ini masih eksis.

Seperti yang Om Wandy contohkan , 
"Dari Sa'id bin Musayyab Radhiyallahu 'anhu, bahwa dia melihat
seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit
fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang tersebut berkata, "Wahai
Abu Muhammad (nama panggilan Sa'id bin Musayyab), apakah Allah akan
menyiksa saya karena shalat?" Ia menjawab : "Tidak, tetapi Allah akan
menyiksa kamu karena menyalahi Sunnah" (HR Baihaqi dalam As-Sunan
Al-Kubra II/466)

Pada contoh ini, orang yang dilarang itu, hanya mencondongi pada hukum
perintah sholatnya. Dia kurang faham tentang hukum larangan sholat
setelah terbit fajar lebih dari 2 rokaat . Kalau tidak ada sunnah
larangan hal ini, niscaya yang demikian itu dibolehkan. Karena ada
sunnah yang melarangnya, maka baru berlaku hukum terlarangnya . 

( Eh, Om Wandy, yang saya fahami soal sholat 2 rokaat setelah terbit
fajar ini, bukan larangan lho Om, hanya salah satu sunnah yang
dicontohkan/ada riwayat haditsnya....yang dilarang setahu saya adalah
sholat sunnah setelah sholat fardhu Shubuh sebelum matahari terbit,
monggo dilacak referensinya...)

Maaf lagi ya Om, mungkin saya perlu belajar lagi yang lebih mendalam
masalah Ushul Fiqh, Fiqh, dan syariat-syariat lainnya, baik yang
Dhohir maupun Bathin, do'akan ya Om, terima kasih...

wassalam,
dodi
--- In keluarga-islam@yahoogroups.com, "wandysulastra"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Betul Om Dodi, mungkin memang dalam hal ini kita sajalah yang salah 
> dalam menafsirkan pendapat2 Ulama tersebut.
> 
> Saya yang awam hanya berfikir, jika dalam Ibadah memiliki kaidah 
> yang sama dengan muamalah, berarti SIAPA SAJA boleh berkreasi 
> menciptakan amalan2 ibadah baru atau memodifikasi amalan2 ibadah 
> yang sudah ada sebagaimana kebebasan yang diberikan untuk berkreasi 
> di bidang keduniaan. Karena namanya juga Ibadah 'model' baru, tentu 
> hal tersebut tidak pernah ada di zaman Rasulullah maupun para 
> sahabat, dan tentu saja tidak akan ada dalil yang secara tegas 
> melarang amalan baru tersebut. Sungguh akan tercipta banyak sekali 
> amalan2 ibadah model baru. Dan kembali saya pertanyakan, jika ibadah 
> memiliki kaidah yang sama dengan muamalah, lalu apa gunanya Imam 
> Syafi'i menyusun ilmu ushul fiqh? 
> 
> Ibnul Qayyim dalam I'lam al-Muwaqqi'in berkata: "Dan telah maklum 
> bahwa tidak ada yang haram melainkan sesuatu yang diharamkan Allah 
> dan RasulNya, dan tidak dosa melainkan apa yang dinyatakan dosa oleh 
> Allah dan RasulNya bagi orang yang melakukannya. Sebagaimana tidak 
> ada yang wajib kecuali, apa yang diwajibkan Allah, dan tidak ada 
> yang haram melainkan yang diharamkan Allah, dan juga tidak ada agama 
> kecuali yang telah disyari'atkan Allah. Maka hukum asal dalam ibadah 
> adalah batil hingga terdapat dalil yang memerintahkan. Sedang hukum 
> asal dalam akad dan muamalah adalah shahih hingga terdapat dalil 
> yang melarang. Adapun perbedaan keduanya adalah, bahwa Allah tidak 
> disembah kecuali dengan apa yang telah disyariatkanNya melalui lisan 
> para rasulNya. Sebab ibadah adalah hak Allah atas hamba-hambaNya dan 
> hak yang Dia paling berhak menentukan, meridhai dan 
> mensyari'atkannya"
> 
> Demikian pula pendapat Syaikh Al-Qaradhawi dalam Al-Halal wal Haram 
> yang menjelaskan sisi yang benar dalam memahami kaidah2 
> tersebut. "Demikian itu tidak berlaku dalam ibadah. Sebab ibadah 
> merupakan masalah agama murni yang tidak diambil kecuali dengan cara 
> wahyu. Dan dalam hal ini terdapat hadits, "Barangsiapa yang mebuat 
> hal yang baru dalam urusan (agama) kami ini apa yang bukan darinya, 
> maka dia di tolak".
> 
> Ada satu riwayat dari generasi Salafus Shalih yang baik untuk kita 
> renungkan berkenaan dengan masalah ini. Dari Sa'id bin Musayyab 
> Radhiyallahu 'anhu, bahwa dia melihat seseorang mengerjakan lebih 
> dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau 
> melarangnya. Maka orang tersebut berkata, "Wahai Abu Muhammad (nama 
> panggilan Sa'id bin Musayyab), apakah Allah akan menyiksa saya 
> karena shalat?" Ia menjawab : "Tidak, tetapi Allah akan menyiksa 
> kamu karena menyalahi Sunnah" (HR Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra 
> II/466)
> 
> Perbedaan khilafiyyah adalah perbedaan yang biasanya muncul pada 
> tataran aplikatif. Perbedaan khilafiyah biasa terjadi setelah adanya 
> kesepakatan pada masalah pokok. Dan hal ini memang wajar terjadi 
> karena masalah furu' adalah masalah yang memiliki peluang banyak 
> perkara zhanni dimana masing-masing merasa punya dalil yang cukup 
> kuat untuk dijadikan pijakan, namun tidak ada dalil sharih dan 
> qath`i yang bisa menjelaskannya.
> 
> Sebagai contoh, kita semua sudah maklum akan wajibnya shalat dan 
> zakat karena DALIL yang menjadi PERINTAH-nya sudah cukup jelas. 
> 
> "Tidaklah mereka diperintahkan melainkan untuk beribadah kepada 
> Allah dengan menyerahkan ibadah hanya kepada-Nya dengan lurus, 
> menegakkan SHALAT dan membayarkan ZAKAT. Itulah agama yang lurus." 
> (Al Bayyinah:5)
> 
> Namun pada aplikasinya, banyak terjadi perbedaan yang didasari oleh 
> dalil2 yang terkadang dari sumber yang sama, namun dipahami berbeda. 
> Sampai di sini baik sekali kita dengarkan pandangan Imam Hasan Al 
> Banna yang mengatakan bahwa khilaf fiqh dalam masalah-masalah 
> furu'iyyah tidak boleh menjadi sebab perpecahan, permusuhan, dan 
> kebencian.
> 
> Salam :)
> WnS
> 
> --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, "dodindra" <dodindra@> 
> wrote:
> >
> > Wa'alaykumussalam Wr.Wb.
> > 
> > Om Wandy yang baik, jika dibaca sepintas, dan untuk hal-hal yang 
> jelas
> > ada dalam Al Qur'an dan As Sunnah, maka tidak timbul perselisihan.
> > 
> > Namun, jika dilanjutkan pada hal yang disukai Alloh, 
> perkembangannya
> > akan timbul perbedaan kaidah, karena disini, Imam Syafi'i tidak
> > memisah Ibadah dan Muamalah, namun, Syaikhul Islam Ibnu taimiyyah ,
> > beliau memisahkannya.
> > 
> > Oleh Ibnu Taimiyyah, kaidah yang dianut untuk Ibadah, beliau 
> menganut
> > faham bahwa Ibadah itu hanya yang disyariatkan oleh Alloh, jadi, 
> tanpa
> > ada syar'i yang jelas, dihukumi terlarang .Untuk muamalah, baru 
> kaidah
> > beliau selaras dengan Imam Syafi'i, yaitu, jika tidak ada nash
> > larangannya, dihukumi boleh.
> > 
> > Imam Syafi'i,untuk kewajibab (faraidh) tidak membedakan Ibadah dan
> > Mu'amalah, dan kaidahnya adalah sama, yaitu, jika tidak ada 
> perintah
> > dan larangan yang jelas dalam syar'i, maka dasar hukumnya adalah
> > boleh. Ketika ada larangan yang jelas, barulah menjadi terlarang.
> > 
> > Jika Didalami, maka itulah perbedaannya,dan perbedaan ini yang 
> sering
> > mendasari adanya perbedaan pada khilafiyyah, satu golongan, karena
> > kaidah dasarnya seperti Syaikhul Ibnu Taimiyyah, maka dengan 
> gampang
> > mengatakan amal tersebut dibuat-buat (diada-adakan), dihukumi
> > terlarang. Golongan lainnya, berkaidah boleh. Timbulah beda
> > penghukuman pada suatu amal.Jadinya timbul kesalah fahaman, karena
> > sama-sama mau benar sendiri.
> > 
> > Mohon maaf jika saya salah memahami, semoga Alloh mengampuni saya 
> dan
> > menolong menunjukkan pemahaman yang lurus, amiin.
> > 
> > saudaraku yang lain ada yang mau menambahkan ? ditunggu ya....
> > 
> > wassalam,
> > dodi
> > 
> > 
> > --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, "wandysulastra"
> > <wandysulastra@> wrote:
> > >
> > > 'Alaikum salam Om Dodi...
> > > 
> > > Mmmmhhh... Om Dodi, mohon maaf kalau saya tidak salah bukankah 
> > > pendapat Imam Syafi'i yang Om kutip itu berbicara mengenai hal-
> hal 
> > > detail yang tidak dijelaskan dalam al-Quran maupun Sunnah yang 
> > > kaitannya dengan masalah faraidh. Karena seperti yang kita 
> ketahui, 
> > > dalam masalah ini al-Quran maupun Sunnah tidak menjelaskan 
> secara 
> > > detail dan terperinci mengenai aturan2nya. Oleh karena itu 
> seorang 
> > > muslim (yang memiliki ilmu) diberi kebebasan untuk berpendapat 
> > > (berijtihad).
> > > 
> > > Riwayat lengkapnya yang saya dapat adalah sbb,
> > > 
> > > Imam asy-Syafi'i rahimahullah bercerita: Ada orang yang bertanya 
> > > kepadaku: "Apa yang dimaksud dengan ilmu itu dan ilmu apa yang 
> wajib 
> > > bagi manusia." 
> > > 
> > > Aku menjawab: "Ilmu terbagi dua, ilmu orang awam, di mana orang 
> yang 
> > > baligh dan waras akalnya harus mengetahuinya." "Contohnya apa?" 
> Kata 
> > > si penanya. Aku menjawab: "Contohnya adalah shalat lima waktu, 
> wajib-
> > > nya puasa Ramadhan dan pergi haji ke Baitullah manakala mereka 
> mampu 
> > > dan wajibnya zakat pada harta mereka. Juga seperti Allah telah 
> > > mengharamkan zina, membunuh, mencuri, minuman keras dan hal lain 
> > > yang seorang hamba diwajibkan untuk mengetahui dan 
> mengamalkannya 
> > > serta mengeluarkan dari diri dan harta benda mereka untuk 
> > > memperolehnya, dan mencegah diri mereka dari apa yang diharamkan 
> > > Allah. 
> > > 
> > > Jenis ilmu ini disebutkan dengan jelas oleh nash al-Qur'an al-
> Karim 
> > > dan telah dikenal di kalangan umat Islam. Ilmu ini telah 
> disampaikan 
> > > oleh orang-orang awam kepada generasi setelah-nya yang mereka 
> > > dapatkan dari orang awam sebelumnya yang datang dari Rasulullah. 
> > > Sehingga ilmu ini tidak diperselisihkan dan bahwa mematuhinya 
> dengan 
> > > wajib tidak diperdebatkan, karena semua orang tahu, termasuk 
> orang 
> > > awam sekalipun." 
> > > 
> > > Ini adalah ilmu umum yang beritanya tidak mungkin salah dan 
> > > penafsirannya tidak mungkin keliru serta tidak mungkin 
> > > diperselisihkan. 
> > > 
> > > Si penanya bertanya: "Yang kedua ilmu apa?" Imam asy-Syafi'i 
> > > rahimahullah menjawab: "Tentang faraidh, ahkam dan masalah-
> masalah 
> > > lainnya yang hanya diketahui oleh orang-orang khusus dan terdiri 
> > > dari ilmu atau masalah yang tidak disebutkan oleh nash al-
> Qur'an, 
> > > juga yang sebagian besarnya tidak ada nashnya dalam as-Sunnah 
> > > kecuali hanya sedikit. Ilmu ini adalah ilmunya orang-orang 
> khusus, 
> > > bukan ilmunya orang-orang awam, yang mengandung kemungkinan 
> dapat 
> > > dita'wil dan diqiyas." (ar-Risalah hal.357-359). 
> > > 
> > > Jadi kalau yang saya lihat, tidak ada perbedaan dari kedua 
> pendapat 
> > > tersebut. Semua ajaran agama dalam ibadah itu berdasarkan nash 
> dan 
> > > sudah jelas hukumnya. Mengenai hal2 yang tidak dijelaskan secara 
> > > detil dalam al-quran maupun sunnah, disitulah RUANG KEBEBASAN 
> para 
> > > imam mujtahid untuk berijtihad. Disanalah gunanya Imam as-
> Syafi'i 
> > > dan Imam lainnya dalam menyusun ushul fiqh, yaitu untuk 
> menerapkan 
> > > kaidah-kaidah, teori, dan pembahasan dalil-dalil secara terinci 
> > > dalam rangka menghasilkan hukum syariat Islam yang diambil dari 
> > > dalil-dalil tersebut.
> > > 
> > > Demikian pendapat saya Om Dodi..
> > > 
> > > Salam :)
> > > WnS
> > > 
> > > --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, "dodindra" <dodindra@> 
> > > wrote:
> > > >
> > > > Ass.Wr.Wb.
> > > > 
> > > > Om Wandy dan saudaraku yang dirohmati Alloh ta'ala,
> > > > Untuk pendapat Syaikhul Ibnu Taimiyyah, saya kutipkan yang 
> dikutip
> > > > oleh Dr. Yusuf Qordhowi pada buku beliau " HALAL dan HARAM ", 
> Bab 
> > > I,
> > > > Prinsip-prinsip Islam Tentang Halal dan Haram :
> > > > 
> > > > Syaikuhl Islam Ibnu Taimiyyah berkata : " Sesungguhnya 
> aktivitas
> > > > manusia berupa perkataan dan perbuatan itu ada dua macam, 
> yaitu :
> > > > Ibadah untuk kemashlahatan agamanya , dan adat yang mereka 
> perlukan
> > > > dalam urusan keduniaan mereka. Dengan terperincinya pokok-pokok
> > > > syari'at tahulah kita bahwa ibadah yang diwajibkan atau 
> disukai 
> > > Alloh
> > > > itu tidak dapat ditetapkan kecuali dengan ketentuan syara' "
> > > > 
> > > > Jika hal ini ternyata berbeda dengan yang ada pada kitab Asli 
> > > tulisan
> > > > beliau, mohon saya dimaafkan, karena saya mengambil dari 
> kitabnya 
> > > Dr.
> > > > Yusuf Qordhowi, mohon yang tahu kitab asli Syaikhul Ibnu 
> Taimiyyah
> > > > untuk menyampaikannya di majlis ini, terima kasih sebelumnya.
> > > > 
> > > > Demikian ya saudaraku semua, semoga Alloh menolong kita dengan
> > > > memahamkan akan ilmuNYA yang maha Luas dengan pemahaman yang 
> > > lurus, amiin.
> > > > 
> > > > wassalam,
> > > > dodi
> > > >------------------deleted
> >
>


Kirim email ke