Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuhu,

Nampaknyo masalah "PBB" ko samakin "menarik" nan bakambang ka masalah lain,
saparti baa hukum manjua anjiang baburu, hukum manjua hasil tangkapan baburu
(babi)/dari dunsanak Novend, kamudian masalah larangan2 dalam hukum syara'
(sarupo kato pak Boes, kok banyak larangan dalam agamo). Disampiang ambo
ingin manguleh saketek dalam masalah kalau manusia banyak berdebat dalam
hal2 yang akan membawa perselisihan sebaiknya dihindarkan. Baiaklah ambo
InshaAllah ka mancubo manjaweknyo:

*1. Penentuan Hukum Syari'at Islam (perintah dan larangan dalam islam)*

Islam berarti damai atau selamat. Menurut istilah, Islam berarti ketundukan
dan kepatuhan kepada peraturan-peraturan Allah yang disampaikan melalui Nabi
Muhammad SAW untuk mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup, baik di
dunia maupun di akhirat. Inilah satu-satunya agama yang mengajak manusia
untuk hidup dalam keteraturan mulai dari bangun tidur hingga dia tidur lagi;
menjaga manusia dan membimbing mereka dalam menjalankan kehidupannya di
dunia hingga mereka tidak hanya berpikir bahwa hidup ini singkat dan pendek
di alam dunia saja tapi juga bisa berkesinambungan di akhirat kelak, dengan
berbagai petunjuk yang terdiri dari perintah, larangan, anjuran dan
sebagainya.

"Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada
hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada dunia." (Al-Furqan
[25]:77).

Untuk memahami segala macam perangkat hukum yang diterapkan dalam Islam yang
sangat beragam, umat Islam perlu mempelajari dan memhami terhadap
ketentuan-ketentuan dari Allah dan Rasul-Nya yang bersifat perintah,
larangan, anjuran dan sebagainya, oleh ulama-ulama di-istilahkan dengan
hukum-hukum syara' atau hukum-hukum syariat atau hukum-hukum agama. Dengan
ketentuan-ketentuan yang mereka adakan itu, ulama-ulama mengeluarkan
beberapa macam hukum, yaitu yang disebut dengan hukum taklifi (pembebanan
hukum). Sebagian ulama ada yg membagi kepada 5 hukum, dan adapula yg membagi
kepda 7 hukum. Disini saya cantumkan secara ringkas sbb:
Wajib,Mandub/Sunnah/Nafilah,Haram,Makruh, dan Mubah. (Adapun devinisi
masing2 tsb, kalau ada yg berminat InshaAllah nanti akan saya post kan,
karena terlalu panjang email ini jadinya). Dari kelima hukum tsb berisikan :
Perintah dan Larangan.
*
1*.    Perintah-perintah agama mempunyai hukum : wajib atau sunnah atau
mubah.
* 2*.     Hukum wajib dan sunnat ada pada amal-amal 'ibadat dan keduniaan'
    tetapi     hukum mubah hanya ada pada keduniaan saja.
*3.*    * Larangan-larangan agama* mempunyai hukum-hukum: haram dan    makruh.
Hukum-hukum ini ada dalam ibadah dan keduniaan

Dalam hal "larangan2" ini kita harus hati2 terutama dalam perkara yang
makruh ; yaitu *makruh tanzihi*. Sebagaimana diketahui, makruh ini ada dua
macam(tahrimi dan tanzihi);
Makruh tahrimi ialah perkara makruh yang lebih dekat kepada haram;
Makruh tanzihi ialah yang lebih dekat kepada halal.

Adapun makruh berarti: perkara yang apabila ditinggalkan kita mendapatkan
pahala, dan apabila dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Makruh kadang berarti
haram. Sebagaimana Imam Syafi´i  jika mengatakan : " saya menganggap hal ini
makruh " maksudnya adalah haram . Sikap seperti ini didasarkan kepada
kehati-hatian di dalam mengistinbatkan suatu hukum
Allah SWT berfirman:"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang
disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung." ( QS An Nahl :
116 )
Sebagai ihtiyath sebaiknya yang makruh ini dihindari, oleh sebab itui jangan
merasa aman jika kita melakukan sesuatu yang makruh. Sudah seharusnya kita
meninggalkan sesuatu yang dibenci oleh Allah. Kalau memang ada hal-hal yang
meragukan (kita tidak tau halal atau haramnya), maka lebih baik kita
tinggalkan. Hal ini dijelaskan dalam Hadis Riwayat Bukhori dan Muslim
artinya berbunyi :
Dari Abu Abdillah Nu´man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya
mendengar Rasulullah bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang
haram itu jelas. Diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat
(samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut
terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.
Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam
perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan
gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat
laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan
dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri
ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini
dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah
hati ".
.

*2. Hukum manjua anjiang*,

Adiak Ridha alah mangaluakan dalilnyo bahwa jual beli anjiang tu adolah
haram. Ambo hanyo manambahkan sajo. Dunsanak Novend mangatokan disaat
tasasak pitih, tapaso dijua anjiang tu. Bagaimanapun suliknyo hiduik iko
salamo alun sampai ka manyababkan "mati" atau batua2 darurat, mako nan
dicaliak disiko adolah hukum "halal" atau "haram"nyo, bukan pertimbangan nan
indak ado dasar agamonyo. Apo artinyo dapek pitih dari hasil manjua anjiang
kalau Allah SWT indak maridhainyo karena Allah Swt telah mengharamkannya.
Oleh sebab itu disaat aktivitas bisnis telah diharamkan oleh Syariah,
tetaplah ia tidak boleh dilakukan walaupun dengan alasan untuk kepentingan
pribadi.

Allah SWT berfirman:"Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi.
Katakanlah,'Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya…" (QS Al-Baqarah:
219)
Ayat di atas menjelaskan, bahwa judi dan khamr (minuman keras/beralkohol)
adalah dosa besar. Namun Allah SWT sendiri tidak mengingkari adanya beberapa
manfaat pada khamr dan judi. Misalnya saja keuntungan yang diperoleh
pengusaha khamr atau bandar judi. Atau bisa juga berupa uang setoran yang
diberikan para bandar judi kepada [oknum] aparat polisi.
Namun ayat tersebut segera saja melanjutkan, bahwa dosa khamr dan judi lebih
besar daripada manfaat-manfaatnya. Artinya, walau pun menguntungkan, khamr
dan judi tetap wajib ditinggalkan karena hukumnya haram, sesuai firman Allah
SWT (artinya) :
"Hai orang-orang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji (najis)
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah najis itu agar kamu mendapatkan
keberuntungan." (QS Al-Maa`idah: 90)

Oleh sebab itu ditekankan lagi bahwa hukum jual beli anjing adalah
haram (hadits2
yg lain sudah ditampilkan oleh adiak Redha). Seperti salah satu yang
disebutkan dalam hal jual beli kucing, maka hukum jual beli anjing *
diqiyaskan* kepada hukum jual beli kucing. Hukum menjual belikan kucing
adalah haram berdasarkan dalil hadits Nabi SAW dan kaidah fiqih (al-qawa'id
al-kulliyah).
- Dalil hadits Nabi SAW, diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdillah RA
bahwasanya Nabi SAW telah melarang memakan kucing dan melarang pula memakan
harga kucing (nahaa [an-nabiyyu] 'an akli al-hirrah wa 'an akli tsamaniha)
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, hadits shahih. Lihat Imam
As-Suyuthi, Al-Jami' Al-Shaghir, Juz II hal. 191).
Hadits Nabi SAW itu menjadi dalil haramnya memakan kucing dan
memperjual-belikan kucing. Jadi kita diharamkan memperdagangkan kucing
sebagaimana kita diharamkan memakan daging kucing (Tentang haramnya memakan
kucing lihat Asy-Syarbaini Al-Khathib, Al-Iqna`, Juz II hal. 273; Syaikh
Zakariyya Al-Anshari, Fathul Wahhab, Juz II hal. 192).
Adapun dasar dari kaidah fiqih, adalah kaidah fiqih yang berbunyi :
Kullu maa hurrimaa 'ala al-'ibaad fabai'uhu haraam
(Segala sesuatu yang diharamkan atas hamba, maka memperjualbelikannya adalah
haram juga) (Lihat Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah,
Juz II hal. 248).
Kaidah ini menjelaskan bahwa apa saja yang telah diharamkan syara', maka
diharamkan pula memperjualbelikannya. Baik sesuatu itu diharamkan memakannya
(seperti BABI, darah, bangkai, singa, elang, ANJING), diharamkan meminumnya
(seperti khamr), diharamkan membuatnya (seperti patung atau gambar makhluk
bernyawa), atau diharamkan pada segi-segi yang lainnya. Ketika sudah jelas
bahwa syara' mengharamkan kita untuk memakan daging babi, anjing, maka haram
pula menjual belikan babi, anjing berdasarkan kaidah fiqih tersebut.


*3. Hukum Manjua Hasil buruan (babi) ka Non-Muslim*

Berdasarkan pendapat al-Imam an-Nawawi meriwayatkan, antara lain:

- "Daripada Suwaid bin Ghafalah, katanya: "Dilaporkan kepada Umar bin
Al-Khattab:"Sesungguhnya ada orang-orang Islam mengambil jizyah daripada
binatang khinzir(babi) ," lantas Bilal bangun lalu berkata:"Sesungguhnya
mereka (orang-orang Islam) itu benar-benar melakukannya (menjual khinzir)."
Jawab Umar:"Jangan kamu lakukan (menjual khinzir), beri kuasa mereka
menjualnya. "(Yakni biarkan mereka ahli zimmah dengan diberi kuasa menjual
binatang khinzir itu, kemudian ahli zimmah itu menyerahkan jizyah kepada
kamu dengan harga binatang khinzir itu, bukan kamu mengambil alih menjual
binatang khinzir itu)."

- "Daripada Suwaid bin Ghafalah:"Bilal berkata kepada Umar bin
Al-Khattab:"Sesungguhnya pegawai-pegawai tuan telah mengambil arak dan
binatang-binatang khinzir untuk membayar cukai tanah( h_dd10.jpg (1822
bytes)  ) lalu Umar berkata: "Jangan kamu ambil (arak dan binatang khinzir)
daripada ahli zimmah, akan tetapi kamu beri kuasa menjualnya,kemudian kamu
ambil harganya."

Berkata Abu 'Ubaid (pengarang kitab al-Amwal, sebagai memberi ulasan kepada
peristiwa ini) maksudnya:, " Bahwa orang-orang Islam mengambil nilai atau
harga arak dan binatang babi sebagai bayaran jizyah kepala dan cukai tanah
ahli zimmah, kemudian orang-orang bukan Islam melaksanakan jualan arak dan
binatang babi itu. Inilah yang diingkari oleh Bilal dan larangan oleh 'Umar,
kemudian 'Umar memberi kelonggaran kepada pegawai-pegawainya mengambil hasil
jualan arak dan binatang babi itu, dengan syarat ahli zimmahlah yang
melaksanakan penjualannya kerana arak dan binatang khinzir itu menjadi harta
kepada ahli zimmah dan tidak boleh menjadi harta bagi orang-orang Islam.

Berdasarkan riwayat ini arak dan babi itu adalah harus dalam negara
Islam.Hanya saja penjualan oleh orang-orang bukan Islam kepada sesama mereka
hendaklah ia tertakluk kepada perkara-perkara yang dipersyaratkan yaitu
antaranya, tiada dinampakkan kepada orang-orang Islam, hendaklah ditempat
tersembunyi yakni tiada di jual di satu tempat, umpamanya dalam sebuah pasar
raya bersama-sama dengan barang-barang lain yang halal yang boleh dibeli
oleh orang-orang Islam, atau tersembunyi dari segi bangunan tetapi lokasinya
di tengah-tengah tempat kediaman seperti di perkampungan-perkampungan yang
terdapat orang Islam, atau tempat-tempat itu menjadi tumpuan orang ramai
seperti pasar-pasar dsbnya

*Apabila orang Islam menjalankan urusan bisnis harus memperhatikan
syarat-syarat jual beli dalam Islam. Diantaranya, barang-barang yang
didagangkan atau dijual itu handaklah bersih 'ainnya. Oleh sebab itu tidak
sah jual beli benda atau barang yang najis 'ainnya*.

Adapun  syarat-syarat terhadap barang2  yang hendak dijual itu menurut Imam
Nawawi yaitu:

"Bagi barang-barang yang hendak dijual mempunyai syarat-syarat: bersih
'ainnya, tidak sah menjual anjing, arak dan barang-barang yang kena najis
yang tidak boleh dibersihkan seperti cuka (yang kena najis) dan susu,
demikian juga minyak menurut qaul yang 'ashah."

Adapun sandaran pengharaman ini ialah sabda Rasulullah :

"Sesungguhnya Allah dan RasulNya mengharamkan penjualan arak, bangkai,
khinzir (babi) dan patung-patung. (Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadist di atas, maka haramlah bagi orang Islam menjual daging
babi baik langsung atau tidak , dia sendiri yang menjualnya atau orang lain
yg menjualnya, atau orang Islam itu bergabung dengan non-Muslim

Oleh sebab itu seyogianyalah orang Islam memperhatikan dalam berbisnis untuk
mencari Rahmat dan karunia Allah semata. Seperti firman Allah:

"Mereka mencari sebahagian daripada kurnia Allah."(a-Muzzammil:20)

Hendaklah diingat juga bahawa pedagang yang benar dan amanah itu bersama
para nabi, para shiddiqin dan para syuhada. Maka di antara sifat para nabi
dan shiddiqin itu ialah taqwa. Atas dasar taqwa itulah Nabi memperingatkan
para pedagang:

" Sesungguhnya para pedagang dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan
berdosa, melainkan orang yang bertaqwa kepada Allah, membuat kebajikan dan
bercakap benar." (HR.Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

Di antara etika perniagaan dalam Islam, ialah barang-barang yang
diperniagaan itu hendaklah halal dan bukan yang diharamkan oleh syara`.
Perkara ini jelas menurut sabda Rasulullah :

"Allah telah melaknat orang-orang Yahudi, sesungguhnya Allah telah
mengharamkan lemak ke atas mereka , lalu mereka menjualnya kemudian memakan
hasil harga jualannya. Dan sesungguhnya apabila Allah telah mengharamkan
memakan sesuatu ke atas satu-satu kaum , maka Dia juga mengharamkan harganya
ke atas mereka." (Hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud daripada Ibnu Abbas)

 *Kaedah fiqhhiyah juga menyebutkan tentang haram mengambil hasil barang
jualan yang haram:*
*Kullu maa hurrimaa 'ala al-'ibaad fabai'uhu haraam *
(Segala sesuatu yang diharamkan atas hamba, maka memperjualbelikannya adalah
haram juga) (Lihat Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah,
Juz II hal. 248).

Kaedah ini antara lain di dasarkan kepada hadis Rasulullah:

" Bahwa Rasulullah SAW didatangi oleh seorang yang bersamanya bekas
menyimpan (air) daripada kulit yang penuh dengan arak untuk dihadiahkannya
kepada Nabi . Bersabda Nabi SAW  kepada orang itu : " sesungguhnya Allah
telah mengharamkan arak." Dia menjawab : Kalau begitu aku jual saja arak
tersebut. "Sabda Baginda : " Haram meminumnya , maka haram jua menjualnya ."
Dia menjawab : " Kalau begitu , akan aku hadiahkan kepada orang Yahudi
sebagai tanda persahabatan ." Sabda Nabi lagi : " Haram menjual dan
meminumnya , haram pula menghadiahkannya kepada orang Yahudi ." Jawab orang
tsb : " Apakah yang hendak saya lakukan dengan arak itu ? " Sabda Baginda :
" Pergilah dan buangkan ke jalan ."
(HR. al-Humaidi dalam Musnadnya)

Sesungguhnya bidang perniagaan sangatlah disukai oleh syara` dan merupakan
salah satu sumber rezeki kepada individu dan negara. Mencari rezeki dengan
jalan perniagaan adalah mencari sebahagian daripada kurnia Allah. Lihat ayat
dalam surah al-Muzzammil di atas dan ayat-ayat berikut:

" Tidaklah menjadi salah kamu mencari limpah kurnia daripada Tuhan kamu (
dengan meneruskan perniagaan ketika mengerjakan haji )." ( al-Baqarah :198)

"Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah kurnia Allah."
(QS. al-Jumu'ah :10)
Namun sewaktu mengendalikan perniagaan atau bermu'amalah dalam perniagaan,
orang-orang Islam hendaklah mengikut etika perniagaan dalam Islam,
terutamanya dalam perkara halal haram najis dan tidak najisnya sesuatu yang
diperniagakan itu dan lain-lain sebagaimana yang digariskan oleh ulama-ulama
Islam mengenainya. *Menjual barang-barang yang najis atau apa saja yang
ditegah oleh syara' bukanlah sifat orang Islam yang bertaqwa*. Ketiadaan
sifat taqwa ini dengan sendirinya menjauhkan peniaga islam daripada
bersama-sama dengan para nabi, para siddiqin dan para syuhada., bahkan
sebaliknya mereka akan dibangkitkan dalam keadaan berdosa.

Berkerjasama dengan non-Muslim tidaklah dilarang. Akan tetapi orang Islam
hendaklah memperhatikan  hukum halal haram, sebagaimana dia bebisnis secara
pribadi tanpa bekerjasama dengan orang bukan Islam. Disamping itu perniagaan
Islam juga  terletak kepada banyak hal yang mendorong kepada dosa, seperti
memakan riba, berdusta, bersumpah, menipu, membelit, mengurangi timbangan,
mengurangi sukatan, dlsbgnya. Supaya pedagang2 Islam itu tidak terjebak
kepada hal-hal yang mendorong kepada dosa ini, baik disadari atau tidak,
maka wajiblah mereka mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan hukum
jual beli. Seperti yang disampaikan oleh *Umar al-Khattab : "Jika anda
seorang pedagang yang berjual beli, maka wajib atasmu meninggalkan semua
mu'amalah (berjual beli) yang tidak sah, atau mu'amalah yang haram dan
makruh*. Untuk membedakan semua ini, hendaklah anda mempelajari hukum syara'
dan melengkapkan diri dengan ilmu fiqh yang menentukan syarat-syarat berjual
beli di dalam hukum Islam . Hal ini adalah wajib, tidak boleh di abaikan
oleh setiap pedagang mu'min.

*4. Etika Berdebat dalam Islam*

Dalam Islam berbeda pendapat itu adalah Rahmat. Jadi berbeda pendapat itu
adalah termasuk dalam berdebat, beradu argumentasi sepanjang masih dalam
jalur yang benar. Yaitu untuk mencari kebenaran, bukan mencari kemenangan.
Kita perlu merenungkan beberapa firman Allah SWT dibawah ini, serta sabda
Rasulullah SAW:

1. "Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali
orang-orang yang kafir. Karena itu janganlah pulang balik mereka dengan
bebas dari suatu kota ke kota yang lain memperdayakan kamu." [Ghafir 40: 4]

2. "Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah
tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan
hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan
mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha
Mendengar lagi Maha Melihat." [Ghafir 40: 56]

3. "Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud
membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka
bertengkar."[Az-Zukhruf 43:58]

4. Demikian pula Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengatakan:
"Pokok-pokok ajaran As-Sunnah menurut kami adalah: berpegang teguh di atas
metod para sahabat Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, mengikuti mereka,
dan meninggalkan bid'ah. Dan setiap bid'ah adalah sesat. Dan meninggalkan
pertengkaran serta duduk bersama pengekor hawa nafsu, juga meninggalkan
dialog dan berdebat serta bertengkar dalam agama ini." [Syarh Al-Lalika`i,
1/156, Mauqif Ahlis Sunnah, Ar-Ruhaili 2/591]
Apa yang didiskusikan sebelum ini adalah masalah-masalah dalam berdebat,ambo
indak menafikan bolehnya berdebat dalam Islam seperti yang pernah dilakukan
oleh para nabi dan ulama-ulama salaf. Tetapi hal ini tidak terlepas daripada
beberapa penilaian untuk membenarkannya yaitu bergantung kepada
keadaan,tujuan dan maksud dari perdebatan tersebut. Debat tidak selamanya
tercela, bahkan kadang-kala sebuah kebenaran itu terkuak melalui perdebatan.


Debat dengan dengan cara yang baik adalah sejalan dengan firman Allah :
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan debatlah mereka dengan cara yang baik" [An Nahl 16:125]

.Kisah ini boleh dijadikan contoh teladann seperti apa yang dikatakan Abu
Bakr Al-Ajurri rahimahullahu:-

"Jika orang yang menanyakan permasalahannya kepadamu adalah orang yang
mengharapkan bimbingan kepada al-haq dan bukan perdebatan, maka bimbinglah
dia dengan cara yang terbaik dengan penjelasan. Bimbinglah dia dengan ilmu
dari Al-Kitab dan As-Sunnah, perkataan para shahabat dan ucapan para imam
kaum muslimin. Dan jika dia ingin mendebatmu, maka inilah yang dibenci oleh
para ulama, dan berhati-hatilah engkau terhadap agamamu." Dan beliau ditanya
lagi "Apakah kita biarkan mereka berbicara dengan kebatilan dan kita
mendiamkan mereka?" Maka katakan kepadanya: "Diamnya engkau dari mereka dan
engkau meninggalkan mereka dalam apa yang mereka bicarakan itu lebih besar
pengaruhnya atas mereka daripada engkau berdebat dengannya. Itulah yang
diucapkan oleh para ulama terdahulu dari ulama salafush shalih kaum
muslimin."[Lammud Durr, Jamal Al-Haritsi hal. 160-162]

Dari dialog di atas bias dipahami kenapa seseorang ditanya tentang sesuatu
lalu org tsb  menerangkan topik tersebut pada awalnya dan mengakhirinya
dengan mengelak untuk terus membincangkan perkara tersebut karena perdebatan
yang diteruskan itu tidak akan membawa kepada titik persamaan tetapi
barangkali perselisihan antara satu sama lain.

Rasulullah SAW tidak menyampaikan risalahnya dengan cara berdebat
semata.Malah beliau membencinya seperti mana yang diriwayatkan dari hadits
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:

"Orang yang paling dibenci Allah adalah yang suka berdebat."[Muttafaq
Alaihi]
Wallahua'lam. Ambo Mohon maaf kalau ado nan tasalah.

Wassalam


Aswita








On Dec 2, 2007 10:23 AM, boes <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

>
> ambo pun sudah menyampaikan ayat2nya dan
> semua terpulang kepada pendapat Ridha atas
> diri ambo.
>
> untuk kasus ini ambo cukupkan dulu sampai disini
> dan ambo senang dapat bertukar pikiran
> secara santun dgn Ridha.
>
> wassalam
> boes
>
>
>
> Pada hari Minggu, tanggal 02/12/2007 pukul 11:50 +0300, Ahmad Ridha
> menulis:
> > Sepertinya Pak Boes menabrakkan antara hukum Allah dengan keputusan
> > Rasulullah. Apakah Pak Boes berkeyakinan bahwa Rasulullah dapat
> > memutuskan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Allah?
> >
>
>
>
>
>

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
https://www.google.com/accounts/NewAccount
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke