Sanak palanta sadonyo... Kalau di danau Maninjau, setahu saya, air PLTA Antokan memang tetap mengalir juga, tetapi yang mengalir adalah air permukaan, yang melewati dam dipermukaan danau... sementara yang dikhawatirkan orang di Maninjau sekarang adalah air dasar danau.
Sekitar setahun yang lalu, kalau saya tidak salah, pemimpin masyarakat sudah berencana memikirkan dan meminta PLTA Antokan melobangi dam nya dibagian bawah, walaupun sedikit, sehingga air yang mengalir ke Batang Antokan juga ada dari arus bawah. Saya pribadi tidak tahu kelanjutan rencana itu, apa sudah disampaikan atau belum :( Kalau masalah air berbau belerang, karena angin, arus, atau malah gempa, air berbau atau berkadar belerang yang kami namakan musim 'tubo' biasanya memang tidak lama. Saya ingat waktu masih kecil-kecil dulu.... Setiap musim 'tubo' tiba, yang merupakan fenomena alam dan kejadian itu pada saat-saat tertentu terus berulang, kami yang masih kanak-kanak bukannya sedih karena itu adalah 'bencana', tetapi dengan gembira main ke danau, memasukkan badan ke dalam air sampai setinggi pinggang, (maklum kami dilarang orang tua berenang jauh karena air agak berbau belerang juga...) Saat tubo dulu, ikan yang kami tangkap biasanya masih hidup, tidak berbau busuk dan aman-aman saja untuk dimakan. Sehingga kami berlomba-lomba menangkap ikan sebanyak-banyaknya dan kemudian makan ikan sepuas-puasnya. Karena pengalaman menunjukkan, setelah musim 'tubo' itu, agak 2 sampai 3 bulan ke depan ikan di danau agak jarang di dapat. Hal ini karena anak-anak ikan yang biasanya mampu bertahan dan lolos 'seleksi alam', juga butuh waktu untuk tumbuh dan berkembang seperti almarhum ayah bundanya ... :) Dan selama itu, nelayan juga jarang ke danau, mereka mengalihkan mata pencahariannya sejenak ke sawah atau ke ladang yang dulu juga masih subur. Yang jadi perhatian anak Maninjau sekarang adalah, perbedaan air ketika musim 'tubo' dulu dan kini. Dulu, setiap musim tubo datang, yang biasanya didahului oleh cuaca yang ekstrim seperti musim angin darek (angin darat) atau hal lain, air hanya keruh sebentar, bau belerang akan tercium samar sekitar 2 - 3 hari, lalu hilang dengan sendirinya dan kami diizinkan kembali berenang di danau sepuasnya. Tetapi kalau sekarang, ketika tubo datang, anak Maninjau bisa melihat sendiri perbedaan air danau yang sangat kuning dan busuk, dengan ikan-ikan keramba yang bergelimpangan mati di permukaan. Betapa sedih kita menyaksikan nelayan-nelayan keramba yang termangu melihat ikan-ikannya berbuntangan... Seperti yang disampaikan sanak Ridha, kelebihan pakan ikan di akuarium saja bisa meracuni air. Untungnya kalau di akuarium, kalau pakan ikan tidak sempat termakan ikan saat diberikan, ikan tetap bisa memakannya beberapa saat kemudian dengan menyelam kembali ke dasar akuarium. Tetapi keramba adalah jala apung, begitu makanan lolos dari jala, ikan tidak bisa mengejar sampai ke bawah. Syukur-syukur ada juga ikan asli danau yang 'bersarang' didekat keramba dan mendapat makanan sisa-sisa. Itu baru dari satu keramba, bagaimana dengan ratusan ribu keramba lainnya? Lalu apakah nelayan tidak bisa memberi makan dengan baik seperti pertanyaan sanak Ridha? Susah juga untuk menjawabnya, dan kita tidak ingin menyalahkan siapa-siapa. Ikan di akuarium yang hanya beberapa ekor saja, ketika diberi makan, suka berebut dengan makanan yang baru dilemparkan dan membiarkan sebagian jatuh dulu ke dasar akuarium. Baru kemudian ketika pemberian makanan sudah selesai dan masih ada yang belum kenyang, sebagian mereka akan menyelam ke dasar akuarium. Kalau di keramba, katakanlah satu petak ukuran 5 x 6 meter di isi rata-rata 5000 ekor ikan. Susah juga untuk mengaturnya. Saya sering mencoba memberi makan ikan di keramba tetangga dengan melemparkan makanannya sedikit-sedikit, agar setiap makanan habis dan tidak jatuh tersisa ke bawah jala. Tetapi ternyata dengan cara demikian, karena mereka berebut, akan ada beberapa ikan yang tidak pernah kebagian... Memang susah mendisiplinkan ikan.... Lagipula memberi makan ikan keramba juga tidak boleh sembarangan tempat, harus mencari posisi agak ke tengah. Kalau tidak, ikan yang berdesakan akan luka-luka jika kulitnya bergeser dengan pinggiran jala. Sekarang, kita tentu tidak bermaksud menyalahkan adanya keramba-keramba, karena ini menyangkut mata pencaharian saudara-saudara kita. Yang kita coba pikirkan sekarang adalah bagaimana meminimalkan resiko dan penderitaan yang mereka hadapi ketika musibah itu tiba. Karena penyebabnya mungkin ada beberapa, kita coba memikirkan solusi yang mungkin bermanfaat untuk mereka.... Sekarang nelayan-nelayan keramba tampaknya juga mulai menyadari kondisi air danau yang sudah tidak kondusif ini. Ini tercetus ketika kami ada pertemuan anak nagari. Mereka sepertinya juga berharap, agar ada yang menolong membantu, baik secara teknologi maupun bantuan modal, agar kotoran-kotoran di dasar danau bisa di ambil kembali, atau dikurangi... Yah... semoga ada yang berminat, mau, dan mampu membantu menyelesaikan permasalahan ini satu persatu.... Kasihan... karena kalau tidak, setiap musibah itu datang, ribuan periuk nasi juga akan terguncang.. :( wassalam, Rita Lukman --------------------- Pada 15 Maret 2010 15:02, Ibnu Mas'ud <ibnukam...@gmail.com> menulis: > Assalamu'alaikum w.w. > > kiniko banyak peternak ikan nan dari Maninjau pindah ka danau PLTA Koto > panjang di kampar. Ambo babarapo waktu lalu pai mancaliak karamba kawan > disitu, dapek laporan alah banyak keramba baru punyo urang awak dari > maninjau. Patuik waktu ambo tanyo ka urang nan mamuek ikan ka truk mereka > manyabuik ikan ka dikirim ka Jambi, palembang jo Medan. Dulu iko kan pasar > peternak ikan dari maninjau. Di Danau PLTA indak ado pengaruh belerang > karano aia tetap mangalia. Iko sekedar info. > > Wassalam, > > Ibnu 43 + > > 2010/3/13 Muzirman -- <muzir...@gmail.com> > > Sanak2 Se balairung, yth, >> Wah kalau ngak salah sdh sering terjadi hal yg sama, mati nya ikan ber >> ton2 di keramba, tentu dan mungkin sdh ada penelitian yg agak memadai dlm >> hal ini,.. yg lbh penting bgmn pencegahannya,.. kita punya Fakultas >> Perikanan, Unv. Bung Hatta, mari kita pertanyakan kpd mereka. >> Atau mungkin belum proritas nya, maka dlm hal ini perlu ada nya berupa >> insentif dari donatur utk mengadakan penelitian tsb, dan pencegahannya, >> kasihan kita sumber mata pencaharian dari perikanannya juga yg menentukan >> income keluarga kita dan disamping sebagai sumber gizi protein kita >> bersama. Apakah dana DAMI bisa di manfaat kan, utk meransang penelitian >> tsb? >> >> Wass. Muzirman Tanjung >> >> ------------------------------------------------------------------------------ >> 100 Ton Ikan Keramba Danau Maninjau Mati >> >> Sabtu, 13 Maret 2010 | 03:36 WIB >> >> Padang, Kompas - Sekitar 100 ton ikan jenis majalaya atau mas dan nila >> yang dipelihara dalam keramba jaring apung di Danau Maninjau, Kecamatan >> Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mati. Kerugian para petambak >> ditaksir Rp 1 miliar lebih. >> >> Koordinator Pusat Pengendalian Operasional (Pusdalops) Penanggulangan >> Bencana Sumatera Barat Ade Edward, Jumat (12/3), menyebutkan, kejadian itu >> dipicu oleh angin badai. Kematian ratusan ton ikan itu mulai terjadi Kamis >> lalu. >> >> Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Agam, Isfaemal, >> menyebutkan, lokasi-lokasi keramba itu tersebar di sejumlah wilayah >> kenagarian. Beberapa di antaranya ialah Nagari Bayur, Nagari Maninjau, >> hingga ke arah Nagari Sungai Batang. >> >> Ikan-ikan yang mati itu berharga mulai dari Rp 13.000 hingga Rp 17.000 per >> kilogram. Biasanya, ikan-ikan itu dipasok ke Jambi, Sumatera Utara, Riau, >> dan Bengkulu. >> >> Menurut Isfaemal, kejadian ini pertama kali dalam tahun 2010. Pada Januari >> 2009, peristiwa serupa pernah terjadi di Danau Maninjau yang menyebabkan >> tidak kurang dari 13.000 ikan mati. >> >> Ahli perikanan Universitas Bung Hatta, Padang, Prof Hafrijal Syandri, >> menyebutkan, penyebab kematian ikan-ikan itu tak lepas dari fenomena >> umbalan. Itu terjadi ketika curah hujan tinggi dan angin kencang menerpa >> kawasan Danau Maninjau. >> >> ”Saat itulah berbagai kandungan dalam pakan ikan dalam keramba jaring >> terapung, seperti fosfor, belerang, nitrit, dan nitrogen naik ke permukaan. >> Dalam kadar tertentu, zat-zat itu meracuni ikan,” kata Hafrijal. (INK) >> >> >> >> > > -- . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe