CiKEAS Tak Sekadar Cuci Muka
http://www.riaupos.com/new/berita.php?act=fullid=519kat=11 Tak Sekadar Cuci Muka Oleh H Syafruddin Sa'an, Lc 29 Mai 2010 SEBAGIAN kita barangkali ada yang bertanya-tanya, mengapa sebuah persoalan atau permasalahan bisa muncul seketika di negeri ini, berada di fase pemberitaan yang klimaks, namun hanya dalam hitungan waktu yang tak beberapa lama kemudian tiba-tiba menguap begitu saja. Lumrahnya, kalau kita saksikan dalam cerita-cerita, setelah fase klimaks, biasanya selalu dibangun beberapa bentuk penyelesaian. Inilah yang membuat sebuah cerita tak kembali berulang dan berakhir. Perhatian serupa pada pemberitaan penangkapan teroris beberapa waktu lalu. Barangkali tak banyak elemen masyarakat yang menganggap penangkapan tersebut sebagai peristiwa yang patut dikritisi dan dikawal. Ini dikarenakan kita terlalu mudah disibukkan dengan sebuah topik baru; dialihkan dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya. Tanpa sadar substansi prioritas sebuah permasalahan. Sehingga tak jarang peristiwa yang pada dasarnya tidak terlalu berdampak luas, atau jangka pendek, justru kita besar-besarkan. Apakah fenomena tersebut menggambarkan pola pikir masyarakat kita sesungguhnya? Sejatinya, masyarakat dapat dilihat dari paradigma atau kerangka berpikirnya, bagaimana mengurutkan suatu masalah dari yang penting ke yang lebih penting. Tendensi penulis menilai permasalahan terorisme beberapa waktu lalu layak untuk kita bahas dan dituntaskan. Ini dikarenakan peristiwa itu tak hanya mengarah pada keamanan negara semata, tetapi di sini melibatkan nyawa orang banyak. Dan, jika suatu urusan terkait nyawa maka kekritisan adalah harga mati. Oleh karena itu, dalam konteks tulisan ini, penulis fokuskan pada dua hal pokok. Pertama, bagaimana upaya pencegahan yang telah dilakukan dan kesesuaian langkah-langkah yang ditempuh dengan prosedur, penegakan hukum yang sebenar-benarnya dan hak azasi manusia terhadap para pihak yang diklaim teroris. Apakah sudah melalui pembuktian kuat akan dugaan tersebut? Kedua, bagaimana peran masyarakat di sini, sejauhmana pendekatan dan kedekatan dengan modal sosial dijalin oleh pihak kepolisian? Jika kita lihat setakat ini, pencegahan dan upaya penangkapan pihak-pihak yang diduga teroris belum berjalan maksimal. Justru yang terjadi semakin tak jelas arah pengungkapan jaringan yang dimaksud. Buktinya saban waktu ada pihak yang ditangkap, ditembak dan digerebek. Meski dalam hal ini, di satu sisi pihak kepolisian patut kita berikan apresiasi atas segala upaya, namun di sisi lain apresiasi tersebut haruslah diiringi dengan perhatian seksama. Jangan sampai setiap langkah yang ditempuh lepas dari kritikan. Karena kepolisian adalah juga sekumpulan manusia. Teroris dari Teror Sudah seharusnya sebagai bangsa yang beradab, penghargaan terhadap nyawa manusia di atas segalanya. Peristiwa-peristiwa selalu kita kawal. Bukan karena informasi terorisnya, tetapi lebih dari itu, dituntut kesadaran kita bersama akan detail peristiwa dan dampaknya. Karena, ada kekhawatiran bahwa ketika aksi pencegahan terorisme dikampanyekan justru membuat masyarakat menjadi intel amatiran. Masing-masing dipacu untuk mematai orang lain. Sehingga, prasangka lebih dominan daripada fakta. Implikasi yang paling dikhawatirkan, hak azasi seseorang dikesampingkan. Ini tentu bukan pelajaran yang baik bagi sejarah bangsa ini, generasi yang akan datang dan keseluruhan entitas negeri ini. Aksi pencegahan terorisme yang diselesaikan lewat cara koboi sebenarnya bukan mencegah munculnya terorisme, satu sel terbunuh, maka akan muncul sel baru lagi. Bukan kekhawatiran yang tak beralasan, bahwa multiplier effect dari penyikapan dengan cara begini, yang paling kuat akan kembali pada tingkat lokal, tingkat terkecil dari dalam negara ini di mana masyarakat melangsungkan segala aktivitasnya. Kita seharusnya belajar dari cara pemerintahan barat mengatasi dan mencegah terorisme. Setidaknya hingga detik ini, yang tersaji dihadapan kita bukannya terorisme itu makin berkurang, malah sebaliknya, semakin menjadi-jadi. Ini bisa jadi dikarenakan upaya atau tindakan yang mereka istilahkan sebagai pencegahan tersebut tidak berjalan sesuai dengan karakter manusia itu sendiri. Bisa juga pada pola penyelesaian masalah kita yang tidak pernah fokus antara satu masalah dengan masalah yang lain. Jika didalami, upaya pencegahan terorisme akan sulit mendekati momentum keberhasilan jika di lapangan tidak berjalan sesuai sunattullah. Solusi-solusi yang ditampakkan saat ini, di mana melibatkan modal sosial yang ada di tengah masyarakat, semisal para ulama, tokoh masyarakat, lembaga adat setempat, RT dan RW cenderung bukan pada pakemnya. Kasus di tengah kita, modal sosial tersebut cenderung dimanfaatkan hanya sekadar untuk memata-matai seseorang, sebuah rumah yang dicurigai, dan saat sebelum penyergapan akan dilakukan. Pemanfaatan ini tentu malah membawa dua efek negatif secara langsung. Pertama, memberi elemen masyarakat
CiKEAS Jazeera presenters quit in dress spat
http://www.kuwaittimes.net/read_news.php?newsid=MTIxOTYyMTQwOQ== Headline News Jazeera presenters quit in dress spat Published Date: May 31, 2010 DOHA: Five female news presenters at the pan-Arab Al-Jazeera satellite television channel have resigned over conflicts with management over dress code and other issues, a journalist there said yesterday. This collective resignation is not motivated just by the growing pressure on the presenters concerning their dress code, which was evoked by the media, said the journalist, who asked not to be identified. The conflicts run much deeper, the journalist added. The news presenters who have reportedly quit are Jumana Namur, Lina Zahreddin, Lona Al-Shibel, Julnar Mussa and Nofar Afli. The Al-Hayat daily reported yesterday that they had resigned in the past few days after petitioning management in January over repeated criticism from a top company official for allegedly not being conservative enough in their dress. Management of the Doha-based channel told AFP it would issue a response later. Established in 1996 by the government of Qatar, Al-Jazeera has revamped the Arab media scene by departing from the traditional government-mouthpiece news style and providing wide news coverage, and becoming a trailblazer for many subsequent channels. But its editorial line has been strongly criticised by Washington, which has accused the channel of becoming a podium for Islamist extremists, mainly in Iraq, where it has been banned from operating since 2004. The network has several channels, including Al-Ja zeera English. - AFP
CiKEAS Risiko yang Timbul dari Pernikahan Sedarah
http://us.health.detik.com/read/2010/05/31/121514/1366564/763/risiko-yang-timbul-dari-pernikahan-sedarah?l991101755 enin, 31/05/2010 12:15 WIB Risiko yang Timbul dari Pernikahan Sedarah Vera Farah Bararah - detikHealth Jakarta, Dari seluruh penduduk dunia, kemungkinan sekitar 20-50 persen melakukan pernikahan antar kerabat dengan pasangan hidup berasal dari leluhur yang sama. Benarkah pernikahan sedarah (garis keturunan yang dekat) berisiko mendatangkan keturunan yang cacat? Pernikahan sedarah yang dimaksud disini adalah antar sepupu, satu marga atau yang garis keluarganya dekat, tapi bukan sedarah kandung atau incest. Pernikahan sedarah banyak terjadi biasanya si pasangan baru sadar setelah merunut garis keluarganya. Pernikahan sedarah juga terjadi pada Charles Darwin yang menikah dengan sepupu pertamanya Emma. Salah satu bahaya yang bisa timbul dari pernikahan sedarah adalah sulit untuk mencegah terjadinya penyakit yang terkait dengan gen buruk orangtua pada anak-anaknya kelak, ujar Debra Lieberman dari University of Hawaii, seperti dikutip dari LiveScience, Senin (31/5/2010). Lieberman menuturkan pernikahan dengan saudara kandung atau saudara yang sangat dekat bisa meningkatkan secara drastis kemungkinan mendapatkan dua salinan gen yang merugikan, dibandingkan jika menikah dengan orang yang berasal dari luar keluarga. Hal ini disebabkan masing-masing orang membawa salinan gen yang buruk dan tidak ada gen normal yang dapat menggantikannya, sehingga pasti ada beberapa masalah yang nantinya bisa menyebabkan anak memiliki waktu hidup pendek. Profesor Alan Bittles, direktur dari pusat genetik manusia di Perth, Australia telah mengumpulkan data mengenai kematian anak yang dilahirkan dari pernikahan antara sepupu dari seluruh dunia. Diketahui bahwa adanya peningkatan risiko tambahan kematian sekitar 1,2 persen dibandingkan pernikahan bukan saudara dekat. Sementara itu untuk cacat lahir terdapat peningkatan risiko sekitar 2 persen pada populasi umum dan 4 persen pada pernikahan yang orangtuanya memiliki kekerabatan dekat. Kondisi genetik yang lebih umum terjadi pada pernikahan kerabat adalah gangguan resesif langka yang bisa menyebabkan berbagai macam masalah, seperti kebutaan, ketulian, penyakit kulit dan kondisi neurodegeneratif. Hampir semua orang membawa mutasi genetik, tapi ketika suatu populasi memiliki ruang lingkup yang kecil maka mutasi gen akan menjadi lebih sering terjadi, ungkap Prof Bittles, seperti dikutip dari BBC. Jika dua orang yang membawa gen resesif mereproduksi, maka anak-anaknya memiliki satu dari empat kesempatan untuk memiliki kelainan tersebut dan satu dari dua anak memiliki kesempatan menjadi pembawa sifat (carrier). Hal inilah yang membahayakan pernikahan sedarah atau memiliki hubungan kekeluargaan yang dekat, karena risiko penyakit atau kondisi genetik tertentu menjadi lebih besar. Prof Bittles menjelaskan sangat penting bagi orang yang akan menikah untuk melakukan pemeriksaan genetik terlebih dahulu agar bisa mencegah dampak yang mungkin terjadi pada anak-anaknya. Cara ini merupakan penyaringan selektif yang jauh lebih efektif.
CiKEAS Dua Mesjid Ahmadiah Diserang di Lahore
Refleksi : Di NKRI pun akan bisa terjadi demikian. Siapa menyusul setelah Amhadiah? Silahkan lihat video ini : http://www.youtube..com/watch?v=U7RLCXNdKF4 http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_contentview=articleid=56365:dua-mesjid-ahmadiah-diserang-di-lahorecatid=18:umumItemid=27 Dua Mesjid Ahmadiah Diserang di Lahore Lahore, (Analisa). Tentara dan sejumlah warga Pakistan berlindung saat terdengar tembakan saat serangan di sebuah di Lahore, Pakistan, Jumat (28/5). Sedikitnya 70 jemaah tewas dalam serangan terhadap dua mesjid milik sebuah sekte minoritas di kota Lahore, Pakistan Timurlaut, Jumat (28/5) Rizwan Naseer, direktur dinas ambulans menjelaskan 70 jenazah telah dibawa ke rumah sakit di Lahore, ibukota kebudayaan Pakistan. Orang-orang bersenjata melepaskan tembakan tak lama setelah shalat Jumat dan melemparkan granat-granat ke arah dua mesjid yang dihadiri oleh para pengikut Ahmadiah, sekte minoritas di Pakistan berpenduduk mayoritas Muslim. Sebelumnya dilapokan orang-orang bersenjata sempa menyandera beberapa di antara jemaah yang berkumpul untuk shalat Jumat di setidaknya satu gedung dan menyebabkan beberapa korban, kata seorang pejabat. Mesjid yang menjadi sasaran adalah satu yang berlokasi di kawasan Model Town, tempat seorang pembom mobil bunuh diri menyerang Maret lalu, dan mesjid kedua di kawasan yang sangat padat di Garhi Shahu. Dua mesjid itu diperuntukkan para anggota sekte Ahmadah. Para teroris menyerang dua mesjid. Mereka melepaskan tembakan dan menggunakan granat. Mereka menyandera beberapa jemaah di dalam mesjid, kata pejabat pertahanan sipil distrik Muzha Ahmed kepada AFP melalui telepon dari lokasi kejadian di Garhi Shahu. Tim saya memberitahu saya beberapa orang tewas dan beberapa lainnya cedera,tapi saya tidak menerima keterangan mengenai jumlah pasti, tambah Ahmed. Amjad Iqbal, perwira polisi yang berada di Garhi Shahu menjelaskan kepada AFP melalui telepon banyak orang dikhawatirkan tewas. Tembakan masih terus berkobar. Para penyerang berada di atap mesjid itu dan mereka menembak ke arah seorang polisi. Salah seorang penyerang jatuh dari atap, katanya. (R berlindung.jpg
CiKEAS RI calls for incentives for forest conservation + Norway to pay for Indonesian logging moratorium
Refleksi : Jangan berpikir bahwa para petinggi NKRI tidak pandai berpolitik. Hutan digundulkan, duit masuk kantong, kekayaan bertumpuk-tumpuk, petinggi dan konco-bin sahabat menjadi kaya raya sebahagian menjadi raja-raja kayu. Rakyat di daerah dapat apa? Kebetulan ada masalah iklim bisa numpang, kalau tidak dibantu reboasasi, iklim buruk dan dunia bisa cepat kiamat. Supaya tidak kiamat harus dibantu untuk mencegah hutan tidak digundulkan dan untuk itu diperlukan sedekah fulus. Politik akal bulus berhasil. US$ 1 miliar diberikan. Pertanyaannya kalau ikan di laut habis, tanah berlobang-lobang karena perut bumi dikeruk hasilnya, apakah juga harus diminta dana duit untuk mengembalikan ikan-ikan yang menghilang dan untuk menutup perut bumi yang kosong dan bolong sana sini? http://www.thejakartapost.com/news/2009/12/18/ri-calls-incentives-forest-conservation.html RI calls for incentives for forest conservation The Jakarta Post, Jakarta | Fri, 12/18/2009 6:39 PM | World President Susilo Bambang Yudhoyono said Friday in Copenhagen that developed countries should give incentives to developing countries to conserve forests. There is a draft for the UN Climate Change conference that obliges developing countries to conserve forests and stop deforestation, which we think is not balanced, Yudhoyono told a press conference aired by TV One. We propose one article that says developing countries must be given incentives for their efforts to conserve forests. He said his team would make sure the proposal was approved at the conference Lihat No Joke : http://www.thejakartapost.com/news/2009/12/18/no-joke.html http://www.theage.com.au/environment/conservation/norway-to-pay-for-indonesian-logging-moratorium-20100527-whrg.html Norway to pay for Indonesian logging moratorium TOM ALLARD INDONESIA CORRESPONDENT May 28, 2010 INDONESIA'S President, Susilo Bambang Yudhoyono, has announced a two-year moratorium on new logging concessions, part of a deal with Norway in which Indonesia will receive up to $US1 billion ($1.2 billion) if it adheres to a letter of intent signed by the two countries yesterday. The initiative was warmly welcomed by environmentalists. It will put curbs on Indonesian's lucrative palm oil industry and could delay or slow plans for the creation of a huge agricultural estate in Papua province. Addressing reporters on his way to Oslo, where the deal was signed, Dr Yudhoyono said Indonesia had to balance its needs for economic development with its responsibilities to prevent a rise in carbon emissions, which the majority of scientists say are responsible for global warming. ''Indonesia is really able to maintain its tropical forests, meaning that we maintain the lungs of the world,'' Dr Yudhoyono said, according to the official Antara news agency. ''It is not merely Indonesia but also the rest of the world which will enjoy the fruit.'' Indonesia is the world's third largest emitter of greenhouse gases, with 80 per cent of those emissions due to deforestation. As well as felling trees that absorb carbon, deforestation in Indonesia's swampy peatlands releases carbon from the exposed peat as it dries. It also often leads to huge fires that are very difficult to control and spew out more greenhouse gases. The rapid expansion of the palm oil sector and granting of million of hectares in new logging concessions in recent years have accelerated deforestation, including in peatlands. Under the Oslo plan, those concessions will still be able to be logged, but new areas will not be opened up. Norway will pay the Indonesian government in instalments, and closely monitor whether the forest areas are protected. Norway's Prime Minister, Jens Stoltenberg, said: ''If there is no reduced deforestation we will not pay; if there is reduced deforestation we will pay.'' Indonesia has a pervasive problem with illegal logging, an activity Dr Yudhoyono has indicated he will cracking down on as part of a broader anti-corruption push. ''We congratulate President [Yudhoyono] on his commitment in Oslo,'' said Bustar Maitar, forests campaigner with Greenpeace Indonesia. ''This is a very large step and shows he is committed to stopping forest deforestation and climate change.'' According to Greenpeace, forests covering the equivalent of 300 football fields are eradicated every hour in Indonesia, which with Malaysia produces 80 per cent of the world's palm oil. Palm oil is used for cosmetics, fuel and as vegetable oil in many foods such as snacks like chocolate bars and crisps. While the agreement may threaten plans for a huge agricultural estate in Merauke district in Papua where there are large swampland forests, the presidential climate adviser, Agus Purnomo, indicated it would still go ahead, telling the Jakarta Globe that ''we will work it out so that there will be no peatlands converted''. Elfian Effendi of the Indonesian non-government organisation Greenomics
CiKEAS Dicabut, Subsidi BBM Motor!
http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2010052909194415 Sabtu, 29 Mei 2010 BURAS Dicabut, Subsidi BBM Motor! UNTUK mengurangi subsidi BBM dalam APBN, pemerintah berencana mencabut subsidi BBM untuk sepeda motor! Kebijakan ini akan diuji coba mulai Agustus 2010 di Pulau Jawa! ujar Umar. Konsumsi BBM jenis premium untuk motor 15%, sisanya 85% untuk mobil. Tanpa subsidi, berarti pengendara motor harus membeli BBM dengan harga internasional setara di Singapura, Rp6.000 sampai Rp6.500 per liter! Orang-orang di lingkaran kekuasaan memang pintar menambah beban hidup rakyat kecil hingga kian sengsara! sambut Amir. Bayangkan betapa semakin berat derita tukang ojek, pedagang kecil penjaja keliling, pegawai dan karyawan rendahan, warga pinggiran yang mendominasi pengguna motor! Sedang warga kelas menengah dan atas yang bermobil, justru tetap diberi subsidi BBM! Kebijakan menambah beban pada mayoritas rakyat kelas bawah itu pendekatan Orde Baru dengan asumsi korban kebijakan itu hanya the silent majority--mayoritas bisu! tegas Umar. Contoh yang berlangsung dari zaman ke zaman adalah kebijakan menekan harga gabah dan beras milik petani! Penekanan harga beras berlangsung sistematis melalui kendali harga dari Bulog, guna mendukung sektor industri yang tidak efisien, hingga cuma bisa bertahan lewat menekan gaji buruh serendah mungkin! Dengan gaji sangat rendah, kaum buruh hanya mampu bertahan hidup dengan beras murah! Tapi sektor industri tak kunjung bisa efisien karena terbelit birokrasi yang korup nyaris di semua lini! timpal Amir. Akibatnya, sektor industri tak kunjung efisien untuk memberi pertumbuhan ekonomi sebanding pengorbanan petani yang menyuplai beras murah! Beda dengan negeri-negeri maju, melindungi petani dengan menjaga harga produk pertanian tetap tinggi di dalam negeri dengan subsidi sarana produksi yang berlimpah! Seperti di Jepang, harga beras 300 yen per kilogram (sekitar Rp30 ribu), sisa produksinya dibeli negara dan dilempar ke pasar internasional dengan harga sangat rendah! Itu dia! sambut Umar. Setelah sekian lama petani dikorbankan demi kepentingan industrialis kaya raya, kini giliran tukang ojek yang harus memikul beban demi kelas menengah dan atas tetap bisa menikmati subsidi BBM! Tapi, pencabutan subsidi BBM motor ini menjadi penguji asumsi apakah rakyat kelas bawah masih mayoritas bisu! tegas Amir. Jika asumsi itu benar, terbukti pembangunan demokrasi sejauh ini belum berhasil membuat rakyat bangkit dan mengakhiri posisinya sebagai mangsa dari kepentingan kelas menengah dan atas! *** H. Bambang Eka Wijaya bening.gifburas.jpg
CiKEAS Memburu Janji Negara Maju
http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=showpagekat=7 [ Sabtu, 29 Mei 2010 ] Memburu Janji Negara Maju Oleh Siti R. Susanto DALAM perjalanannya menuju Oslo Climate and Forest Conference di Oslo, Norwegia, Presiden Soesilo Bambang Yudoyono kembali menegaskan bahwa Indonesia lebih membutuhkan hibah lingkungan dari negara maju dan bukan pinjaman terkait dengan isu pendanaan lingkungan untuk mengatasi dampak pemanasan global dan perubahan iklim (25/5). Bagaimanakah peluang Indonesia dalam konferensi tersebut dan langkah diplomasi apa yang bisa ditempuh? Peluang Indonesia Upaya Indonesia menagih janji negara maju untuk memberikan kompensasi seimbang, terutama hibah, atas kontribusinya terhadap lingkungan hidup global seakan tidak pernah berhenti. Sebagai pemilik hutan terbesar ketiga di dunia serta berbagai aneka kekayaan hayati lain, Indonesia menjadi salah satu supplier strategis kebutuhan udara bersih serta biodiversitas dunia. Berpijak pada kenyataan di atas, logis jika Indonesia mengajukan share pendanaan lingkungan kepada negara-negara industri besar -yang selama ini turut menggantungkan nyawanya- kepada Indonesia. Terakhir, Indonesia menggaungkan harapan itu dalam Conference of Parties (COP) Ke-15 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Copenhagen, Denmark. Namun apa daya, saat itu Indonesia harus kembali bersabar memperoleh jaminan komitmen negara maju akibat kebuntuan internasional menggagas formulasi efektif untuk mengatasi ancaman global perubahan iklim. Bahkan, Copenhagen Accord sebagai hasil COP ke-15 masih jauh dari harapan negara berkembang mengingat sifatnya yang masih dipertimbangkan hampir semua negara maju peserta UNFCCC . Kini, kesempatan meraih bantuan lingkungan kembali terbuka dengan diundangnya Indonesia dalam konferensi yang dikoordinasi PM Norwegia, Stoltenberg. Dalam kesempatan tersebut, Stoltenberg mengundang Indonesia dan negara-negara berkembang lain untuk merumuskan formulasi REDD+Partnership atau kerja sama pengurangan emisi akibat deforestasi dan kerusakan hutan di negara berkembang. Selama ini, gas emisi kebakaran hutan Indonesia didakwa sebagai salah satu penyumbang terbesar timbulnya dampak pemanasan global, selain proses industri di negara maju. Jika dibandingkan dengan COP yang sarat dengan kompetisi keras negara-negara industri, Konferensi Oslo sangat akomodatif memberikan peluang bagi Indonesia memperoleh share lingkungan sebanding, sebagaimana harapannya selama ini. Keberadaan Norwegia sebagai tuan rumah merupakan alasan terpenting. Sebab, atas ide negara Skandinavia itulah, Indonesia secara langsung mendapatkan fasilitas atas beberapa kepentingan strategisnya, terutama menyangkut sumber daya hutan. Terdapat dua aspek strategis yang diterima Indonesia dalam konferensi itu. Pertama, Indonesia mendapatkan pengakuan resmi (de jure) dari PM Norwegia sebagai negara kunci dalam mengatasi dampak pemanasan global perubahan iklim. Bahkan, dinyatakan eksplisit bahwa penyelamatan hutan Indonesia merupakan poin utama pertemuan internasional yang dihadiri lebih dari 50 negara tersebut (Financial Times 27/5). Kedua, Indonesia mendapatkan komitmen bantuan (de facto) dari pemerintah Norwegia sebesar USD 1 miliar untuk membiayai upaya penanganan kerusakan hutan dan deforestasi. Fasilitas tersebut begitu istimewa karena kepentingan Indonesia akan bantuan finansial diakomodasi secara cepat oleh Norwegia. Hal itu tentu berbeda dengan proses negosiasi sejenis lainnya. Biasanya, Indonesia harus menempuh proses yang sangat panjang dan menguras energi demi memperoleh komitmen bantuan negara maju. Oleh karena itu, tidak heran jika Presiden Yudoyono sendiri yang memimpin delegasi Indonesia pada pertemuan yang bukan merupakan bagian formal UNFCCC tersebut. Kehadiran delegasi RI yang dipimpin langsung Presiden Yudoyono ke Norwegia itu ibarat memburu komitmen negara maju dalam menjaga lingkungan global. Berdasar pengalaman, sangat tidak mudah memperoleh komitmen negara maju terkait dengan isu pendanaan lingkungan. Diplomasi Indonesia Terlepas dari akomodasi yang diterimanya pada konferensi tersebut, sudah seharusnya diplomasi lingkungan hidup RI senantiasa up-to-date dan inovatif mengingat fakta lingkungan selalu berubah cepat. Pertama, up-to-date bahwa diplomasi Indonesia harus bisa menghadirkan informasi terbaru tentang fakta-fakta lingkungan yang terjadi di negeri ini, terutama langkah terobosan terkait dengan penegakan komitmen terhadap isu konservasi dan pelestarian lingkungan. Selama ini, Indonesia cenderung menampilkan fakta-fakta normatif sebagai salah satu kekuatan diplomasi, seperti menampilkan profil Indonesia yang sarat penghargaan internasional lingkungan hidup atas berbagai macam prestasinya menggalakkan program penanaman satu juta pohon atau puluhan program serupa lain. Namun, prestasi internasional tersebut menjadi ironi ketika dihadapkan pada realitas maraknya
CiKEAS Matinya si Peniup Peluit
Refleksi : Agaknya penguasa kleptokratik NKRI mau menunjukkan sebagai pelajaran dan peringatan agar tidak ada menjadi peniup peluit? Bagaimana kalau menjadi gitarist atau pemukul tifa, mungkin saja bisa berhasil karena resonasinya lebih keras. http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detailnid=136303 [ Jum'at, 28 Mei 2010 ] Matinya si Peniup Peluit KOMJEN Pol Susno Duadji sedang dibidik. Mabes Polri, tampaknya, berambisi untuk menjerat sekaligus memidanakan mantan Kabareskrim tersebut dengan sejumlah tindak pidana. Mulai dugaan korupsi dalam pemotongan anggaran pengamanan pilkada Jabar 2008, kasus transfer bermasalah dari seorang pengacara, hingga suap dalam kasus PT Salmah Arowana Lestari (SAL). Sejumlah lembaga negara yang membidangi advokasi menaruh perhatian terhadap Susno. Sebut saja Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komnas HAM yang meminta Mabes Polri membedakan peran Susno sebagai tersangka dan pengungkap (whistle blower) kasus yang menyeret pejabat kepolisian. LPSK menganggap kasus Susno bukan sekadar urusan internal kepolisian, tapi lebih menyangkut kepentingan publik dalam transparansi penegakan hukum. Menurut Komnas HAM, penetapan Susno sebagai tersangka merupakan bentuk kriminalisasi yang berpotensi menimbulkan terjadinya pelanggaran HAM. LPSK berkepentingan atas jaminan keamanan terhadap Susno. Karena itu, lembaga yang diketuai Abdul Haris Samendawai tersebut meminta agar kepolisian menempatkan Susno secara khusus di safe house. Mabes Polri tidak bisa bertindak semena-mena terhadap Susno karena jenderal bintang tiga kelahiran Pagaralam, Sumsel, tersebut diyakini masih menyimpan sejumlah perkara besar yang akan diungkapkan. Toh, kepolisian berpandangan lain. Mabes Polri punya wewenang untuk mengusut kasus Susno, termasuk tetap menahan di Rutan Mako Brimob, Depok. Kenyataannya, upaya LPSK untuk memberikan perlindungan terhadap Susno bakal kandas. Kasus Susno kembali mengingatkan kita bahwa betapa rentannya jaminan keamanan terhadap saksi pengungkap atau sang peniup peluit (whistle blower) di tanah air. Kita tentu masih ingat kasus Endin Wahyudin (pelapor mafia peradilan di Mahkamah Agung) serta Vincentius Amin Susanto (mantan financial controller Grup Asian Agri yang mengungkap kasus perpajakan perusahaannya senilai Rp 1,3 triliun). Mereka seolah menjadi ''martir'' yang dengan sadar berkorban demi kepentingan publik -penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Endin, Vincentius, maupun sekarang Susno telah menjadi whistle blower yang menghadapi tiga ancaman sekaligus. Pertama, ancaman dari orang-orang yang namanya mereka beberkan. Kedua, para whistle blower berisiko terkena efek ''senjata makan tuan'' dari pengakuan serta informasi yang mereka berikan kepada media massa, lembaga antikorupsi, pengacara, penyidik KPK, atau aparat hukum lainnya. Ketiga, ancaman yang juga bakal dihadapi whistle blower datang dari kalangan internal lembaganya. Namun, terulangnya kriminalisasi terhadap whistle blower yang dialami Susno bisa jadi terasa lain. Sebab, hal itu terjadi saat telah diberlakukannya UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal 8, 31, dan 36 undang-undang tersebut sudah jelas mengatur adanya jaminan keamanan terhadap saksi pelapor. Namun, aparat kepolisian seolah tutup mata. Tiga pasal itu menyebutkan, perlindungan hukum dapat berupa kekebalan yang diberikan kepada pelapor dan saksi agar tidak dapat digugat atau dituntut secara perdata. Dalam kasus Susno, Kapolri seharusnya berterima kasih kepada Susno yang telah mengungkap kebobrokan di internal Mabes Polri. Bentuknya bisa memberikan imbalan atau penghargaan atas sikap tersebut. Di tengah era keterbukaan informasi publik, Kapolri tak bisa lagi bersikap seperti peribahasa ''buruk muka, cermin dibelah''. Sikap Kapolri tersebut juga menjadi taruhan citra kepolisian, apakah akan mengikuti tren keterbukaan atau justru lebih suka berkutat pada kejumudan.
CiKEAS RS Terapung Terbesar Dunia Datangi Ambon
http://regional.kompas.com/read/2010/05/28/14240930/RS.Terapung.Terbesar.Dunia.Datangi.Ambon RS Terapung Terbesar Dunia Datangi Ambon Jumat, 28 Mei 2010 | 14:24 WIB wikipedia.org AMBON, KOMPAS.com - Pelabuhan Yos Sudarso Ambon siap dikunjungi kapal rumah sakit terbesar milik Angkatan Laut Amerika Serikat, USNS MERCY T-AH91, yang dijadwalkan tiba pada 29 Juli 2010 guna mendukung Operasi Surya Baskara Jaya di Maluku. Administrator pelabuhan (Adpel) setempat, Benny Tangkuman, mengatakan, Jumat, pelaksana kepelabuhanan, polsek, agen pelayaran, dan pengurus Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) telah mematangkan kesiapan untuk kunjungan kapal USNS Mercy yang dijadwalkan ditinjau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 4 Agustus 2010. Kawasan Pelabuhan Yos Sudarso Ambon juga disiapkan untuk puncak kegiatan Sail Banda yang dijadwalkan dihadiri Kepala Negara pada 3 Agustus 2010. Tangkuman mengemukakan, menjelang Sail Banda yang rangkaian kegiatannya dijadwalkan Juni-Agustus 2010, Pelindo akan mengaspal jalan-jalan dalam kawasan Pelabuhan Yos Sudarso sepanjang 6.000 meter. Selain itu, berkoordinasi dengan Pelindo, PT Pelni, agen pelayaran, dan pengurus TKBM agar kegiatan bongkar muat dijadwalkan pada H-3 dan H+3 tidak mengganggu kegiatan Operasi Surya Baskara Jaya karena kapal USNS MERCY juga didukung sejumlah armada dari Selandia Baru, Malaysia, Singapura, dan Australia serta kapal rumah sakit KRI dr Soeharso. Angkatan Laut Singapura akan mengirimkan satu unit Landing Ship Tank (LST) dan Angkatan Laut Australia dua unit Landing Craft Heavy (LCH). Sementara Angkatan Laut Selandia Baru mengirimkan satu tim kesehatan dan Angkatan Laut Malaysia sedang menunggu konfirmasi jumlah personel ataupun peralatan pendukungnya. Jadi diatur agar menjelang dan pasca-puncak Sail Banda tidak ada kapal PT Pelni maupun kontainer dari tiga unit perusahaan pelayaran yang bongkar muat di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon, ujar Tangkuman. Khusus untuk KM Lambelu yang dijadwalkan tiba di Ambon pada 26 Juli 2010, menurut dia, sedang dikoordinasikan untuk berlabuh di Pelabuhan Districk Navigasi setempat atau Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) IX Ambon. Kami berusaha agar kegiatan Operasi Surya Baskara Jaya dan Sail Banda tidak mengurangi stok bahan pokok masyarakat, katanya. Untuk itu ada pengaturan kapal PT Pelni ataupun kontainer pada H-3 dan H+3 yang berlabuh di bagian timur Pelabuhan Yos Sudarso Ambon, dengan panjang 560 meter, untuk bongkar muat dengan agen pelayaran dan pengurus TKBM sepakat menambah jam kerja. Ia juga mengatakan, tenda untuk kegiatan puncak Sail Banda yang dijadwalkan dihadiri Kepala Negara telah disiapkan sejak pekan ketiga Juli 2010. Pemantapan intensif dilakukan untuk menyukseskan Operasi Surya Baskara Jaya dan Sail Banda, termasuk berkoordinasi dengan direksi PT Pelni untuk pengoperasian KM. Bukit Siguntang menjadi hotel terapung yang berlabuh di Teluk Dalam Ambon dijadwalkan sejak 26 Juli 2010, ujar Benny Tangkuman. Kapal USNS MERCY dengan panjang 273 meter akan membawa 956 tenaga medis dan paramedis guna memberikan pelayanan gratis, terutama terkait operasi kecil hingga besar dari kegiatan Operasi Surya Baskara Jaya. Sekretaris Kementerian Koordinator Kesra Indroyono Susilo mengatakan, dukungan sejumlah negara untuk Operasi Surya Baskara Jaya ini merupakan program kemitraan Pasifik 2010 yang diemban sebagai rangkaian bantuan kemanusiaan oleh Armada Pasifik Amerika Serikat. Hal itu dengan tujuan memperkuat hubungan regional bersama negara-negara penyelenggara ataupun mitra, antara lain, di wilayah Asia Tenggara. 1423564p.jpg
CiKEAS Uang yang Tersedot Lumpur Lapindo Bakal Membengkak Rp11,5 Triliun
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/29/145756/125/101/Uang-yang-Tersedot-Lumpur-Lapindo-Bakal-Membengkak-Rp115-Triliun Uang yang Tersedot Lumpur Lapindo Bakal Membengkak Rp11,5 Triliun Sabtu, 29 Mei 2010 18:35 WIB ANTARA/Eric Ireng/wt SIDOARJO--MI: Uang rakyat yang bakal tersedot untuk penanganan semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Barat, bakal membengkak mencapai Rp11,5 triliun hingga 2014. Pemerintah ternyata sudah mengalokasikan anggaran untuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) 2011 hingga 2014 sebesar Rp7,2 triliun. Anggaran tersebut tertuang dalam dokomen rencana pembangunan jangka menengah. Dalam dokumen rencana pembangunan jangka menengah tersebut tercatat ada anggaran untuk BPLS sebesar Rp7,2 triliun, kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur Bambang Catur Nusantara, Sabtu (29/5). Adanya data tersebut, berarti uang rakyat yang bakal dikorbankan untuk menangani semburan lumpur Lapindo akan terus membengkak. Sebab, sebelumnya uang rakyat yang disedot untuk penanggulangan lumpur sudah mencapai Rp4,3 triliun. Masing-masing Rp450 miliar pada 2007, Rp1,57 triliun pada 2008, Rp1,15 triliun pada 2009, dan Rp1,2 triliun untuk 2010. Penggelontoran triliunan rupiah uang milik rakyat tersebut dipergunakan tidak hanya untuk menangani semburan lumpur Lapindo. Anggaran tersebut juga dipergunakan untuk menangani persoalan sosial dan infrastruktur. Menurut Catur, walaupun anggaran yang digelontorkan sangat besar, kegiatan penanganan di lapangan ternyata tidak maksimal. Ia juga mempertanyakan transparansi dari pengelolaan anggaran tersebut. Dari 25 badan publik yang kita tanyai soal lumpur ternyata semuanya tidak mau memberikan keterangan. Ini artinya tidak ada transparansi anggaran untuk pengelolaan lumpur, kata Catur. Sementara itu, Kepala Humas Badan Pelaksana (Bapel) BPLS, Ahmad Zulkarnaen mengatakan hingga saat ini anggaran yang sudah dipergunakan untuk penanganan lumpur baru mencapai Rp1,3 triliun. Artinya, daya serap anggaran untuk penanggulangan lumpur masih rendah karena adanya beberapa kendala. (HS/OL-01)20100529_040201_LUMPUR2.jpg
CiKEAS Empat Tahun Petaka Lumpur Lapindo
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/29/145679/265/114/Empat-Tahun-Petaka-Lumpur-Lapindo Empat Tahun Petaka Lumpur Lapindo Sabtu, 29 Mei 2010 00:01 WIB ANTARA/Eric Ireng TEPAT pada hari ini semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, sudah berlangsung empat tahun. Namun hingga saat ini tidak ada sedikit pun tanda-tanda semburan akan surut atau berhenti. Semburan lumpur masih kuat dengan rata-rata volume semburan sekitar 70 ribu meter kubik per hari. Hingga saat ini volume lumpur yang tertampung di kolam 620 hektare mencapai sekitar 12 juta meter kubik. Semburan lumpur itu sedikitnya telah menenggelamkan 12 desa, 24 pabrik, dan memaksa lebih dari 30 ribu warga terusir dari rumahnya. Tidak itu saja, sejumlah infrastruktur juga rusak, di antaranya jalan tol, jalan arteri Porong, dan rel kereta api. Pada awal-awal semburan muncul, penanganan lumpur termasuk ganti rugi sosial ditangani PT Minarak Lapindo Jaya. Namun, karena areal yang terkena dampak semakin luas, penanganannya dialihkan kepada pemerintah. Hingga saat ini uang rakyat dari APBN yang telah dikucurkan untuk penanganan dampak lumpur itu mencapai sekitar Rp4 triliun. Uang tersebut dialokasikan kepada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) masing-masing Rp450 miliar pada 2007, Rp1,57 triliun (2008), Rp1,15 triliun (2009), dan Rp1,2 triliun pada 2010. Hingga saat ini mengenai ganti rugi bagi para korban belum tuntas. Sejauh ini sudah ada berbagai upaya dilakukan untuk menghentikan semburan lumpur tersebut. Terakhir, upaya ditawarkan Djaja Laksana, alumnus Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya, yakni bendungan Bernoulli. Hingga saat ini memang tidak ada lagi teori yang mampu menghentikan semburan selain teori Bernoulli dan tidak ada satu pakar pun yang menyanggah teori ini, kata Djaja di Sidoarjo, kemarin. Menurut Djaja, inti semburan lumpur berada di Sumur Banjar Panji 1 yang memiliki kedalaman kurang lebih 3.000 meter. Karena tidak dihentikan, di sekitar pusat semburan kerap muncul semburan baru dan itu merupakan efek samping, katanya. Secara teknis, jelasnya, teori Bernoulli tersebut bisa diterapkan dengan cara membuat bendungan yang melebihi total head (ketinggian maksimal) yang dibuat melingkar mengelilingi pusat semburan. Namun, tawaran itu hingga saat ini belum ditanggapi pemerintah dalam hal ini BPLS. (HS/Ant/X-520100528_114540_16.jpg
CiKEAS Sekolah Internasional Singkirkan Orang Miskin
Refleksi : Maksudnya memang begitu. Bukankah masyarakat kerajaan neo-Mojopahit terbagi dalam katagori, mereka yang mempunyai dan tidak mempunyai apa-apa selain nama. Mereka yang hanya mempunyai nama kesempatannya bukan saja disempitkan tetapi juga tertutup. Hanya orang linglung berilusi bahwa rezim kleptokratik berlambang demokrasi menjamin hak semua warga berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/05/144527/265/114/Sekolah-Internasional-Singkirkan-Orang-Miskin Sekolah Internasional Singkirkan Orang Miskin Minggu, 23 Mei 2010 00:30 WIB BILA lazimnya rakyat yang mengeluhkan mahalnya biaya sekolah berlabel rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional, kini kepala daerah yang ikut pusing tujuh keliling menghadapi ulah sekolah yang seenaknya mematok biaya pendidikan. Biaya yang ditetapkan kepada orang tua murid sudah enggak benar. Di satu sisi kita berupaya membebaskan biaya pendidikan, kok ada beban berat lagi bagi orang tua murid. Anggaran RSBI harus dikaji ulang. Tidak boleh memberatkan orang tua murid, kata Bupati Karawang Dadang S Muchtar di kantornya, akhir pekan silam. Dadang meradang melihat RSBI di SMAN I Karawang menetapkan dana sumbangan pendidikan (DSP) Rp5 juta pada tahun ajaran baru kali ini untuk siswa baru, sedangkan siswa yang memasuki tahun kedua dibebani sebesar Rp6 juta. Di samping itu, siswa juga diwajibkan membayar sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) Rp350 ribu per bulan. Lain Bupati, lain Ketua Dewan Pendidikan Karawang Nanang Muchlis. Ia tak terusik dengan tingginya biaya pendidikan tersebut. Sampai saat ini siswa yang mengikuti program RSBI, selain berprestasi, harus dari keluarga mampu, tuturnya. Bagaimana yang tidak mampu? Bagi orang tua siswa yang tidak mampu, ya harus tahu diri. Lebih baik anaknya mengikuti sekolah biasa yang gratis, kata Nanang, tenang. Namun, SMAN I Karawang membantah menyingkirkan anak berprestasi dari keluarga tidak mampu. Asalkan bisa menunjukkan surat keterangan miskin dari kelurahan, tetap akan diterima, kata Shoheh Musthofa, Guru SMAN I Karawang. Di sejumlah daerah, RSBI mematok harga yang bervariasi. Di Kota Tangerang Selatan, SMAN 2 Rp10 juta dan SPP Rp650 ribu/bulan. Di Kota Malang, enam SMAN Rp5 juta dan SPP Rp50 ribu. Di Kota Bogor, SMAN I Rp7 juta dan SPP Rp385 ribu. Maraknya sekolah berlabel RSBI dengan biaya yang mencekik keluarga tidak mampu diakui Forum Guru Independen Indonesia (FGII). SMAN 9 dan SMAN 2 Bandar Lampung yang pada tahun lalu mematok uang masuk sebesar Rp4,5 juta - Rp7 juta dengan biaya SPP Rp500 ribu per bulan. Hal ini jelas lebih mahal daripada biaya masuk ke perguruan tinggi seperti di Universitas Lampung mematok biaya Rp1,2 juta per tahun atau untuk biaya dua semester, kata Ketua II Gino Vanollie. Sementara itu, SMAN 70 Jakarta yang berlabel SBI menetapkan biaya Rp28,5 juta di awal tahun ajaran pertama ('Media Indonesia', 16/5). Tidak bisa bertindak Bak pepatah, anjing menggonggong kafilah berlalu. Protes dari berbagai kalangan mengenai tingginya biaya RSBI dan SBI tak membuat Kementerian Pendidikan segera ambil tindakan. Tidak ada landasan hukum untuk membatasi (biaya), kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas Mansyur Ramly seraya menambahkan keberadaan RSBI dan SBI itu sesuai dengan Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Setali tiga uang, staf khusus Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Sukemi menilai soal biaya sifatnya relatif. Ukuran mahal atau tidak sebuah RSBI atau SBI relatif, ujarnya di sela-sela Press Workshop 2010, di Bogor, Jabar, kemarin. Kendati begitu, lanjutnya, Kemendiknas akan menyusun struktur biaya pendidikan sekolah berlabel internasional pada akhir tahun ini. (SN/Dik/Far/DD/S
CiKEAS Semburan Lumpur Bangkalan Bukan Akibat Eksplorasi
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/05/145642/125/101/Semburan-Lumpur-Bangkalan-Bukan-Akibat-Eksplorasi Semburan Lumpur Bangkalan Bukan Akibat Eksplorasi Jumat, 28 Mei 2010 23:44 WIB BANGKALAN--MI: SPE Petroleum menilai semburan air bercampur lumpur yang keluar lahan ekplorasi minyak bumi dan gas di Desa Batukaban, Kecamatan Konang, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Jumat (28/5), bukan karena ekplorasi, namun fenomena yang biasa terjadi. Ini bukan karena ekplorasi minyak bumi dan gas yang dilakukan oleh pihak SPE Petroleum, kata Humas SPE Petroleum Bangkalan, Kholilurrahman, Jumat. Pernyataan Humas SPE Petroleum Bangkalan ini disampaikan setelah pihaknya melakukan pengecekan secara langsung di lokasi semburan air bercampur lumpur di lahan yang akan ditempati pengeboran minyak bumi dan gas di wilayah tersebut. Sebelum SPE Petroleum masuk ke Kabupaten Bangkalan untuk melakukan eksplorasi minyak dan gas di Bangkalan memang sudah ada semburan berupa lumpur, sehinngga masyarakat tidak perlu khawatir dan resah terhadap semburan lumpur tersebut. Itu fenomena alam biasa, dan tidak akan terjadi sebagaimana lumpur Lapindo di Sidoarjo, kata Kholil, sapaan akrab Kholilurrahman. Menurut dia, hal itu karena semburan lumpur itu keluar hanya saat musim hujan tiba, sedangkan musim kemarau, titik tersebut tidak mengeluarkan lumpur, melainkan mengeluarkan pasir. Kejadian yang sama juga terjadi Desa Katol Barat, Kecamatan Geger yang oleh warga setempat disebut Bujel Tasek, paparnya. Kholil menjelaskan semburan lumpur yang terjadi di Desa Batukaban, Kecamatan Konang itu tidak ada kaitannya dengan eksplorasi migas, karena di daerah itu tidak ada pengeboran maupun seismic. Di sana, kami hanya melakukan pembebasan lahan, tidak ada aktivitas apapun. Jadi, kalau ada orang yang mengatakan jika semburan lumpur akibat dari kegiatan kami, itu tidak benar dan hanya akan memperkeruh suasana, paparnya. (Ant/OL-7
CiKEAS Lagi-Lagi DPR Meminta Jatah
Refleksi: Apakah perlu diherankan kalau DPR meminta jatah? Bukankah DPR adalah singkatan dari Dewan Penipu Rakyat? hehehe http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/29/145635/70/13/Lagi-Lagi-DPR-Meminta-Jatah Lagi-Lagi DPR Meminta Jatah Sabtu, 29 Mei 2010 00:01 WIB PREMANISME politik benar-benar sedang berkembang di Gedung DPR Senayan. Setelah mengeroyok Sri Mulyani, kini para wakil rakyat menggerogoti APBN melalui cara legal konstitusional. Mereka resmi dan terbuka meminta jatah dari APBN. Dalam Rapat Paripurna DPR pekan lalu (25/5), dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi atas rencana kerja pemerintah dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2011, Fraksi Partai Golkar mengusulkan agar mulai tahun 2011 setiap anggota DPR mendapat jatah Rp15 miliar. Dana itu dialokasikan ke daerah pemilihan masing-masing anggota dewan. Ada 560 anggota DPR. Itu berarti, dana APBN akan tersedot Rp8,4 triliun. Uang yang banyak, sangat banyak. DPR memang berbakat menjadi peminta-minta. Pada pembahasan RAPBN-P 2010 yang lalu, Komisi XI DPR juga meminta jatah Rp2 triliun. Alasannya pun sama, yakni untuk daerah pemilihan bagi sekitar 50 anggota Komisi XI DPR. Badan Anggaran DPR kemudian menolak permintaan Komisi XI itu. Akan tetapi, semangat meminta-minta semakin berkobar. Bahkan, permintaan Komisi XI itu memberi inspirasi secara kelembagaan. Buktinya, muncullah permintaan Partai Golkar agar tiap-tiap anggota dewan mendapat Rp15 miliar. Sekali lagi, perlu ditekankan, lokomotif permintaan itu adalah Partai Golkar, pemimpin Sekber Koalisi, dan partai terbesar kedua setelah Demokrat. Dapat dipastikan tidak hanya gerbong koalisi yang akan setuju, tetapi semua fraksi dan segenap anggota dewan. Sangat mengerikan menyaksikan kerakusan anggota dewan akan uang. Sangat memalukan, bahwa anggota dewan tidak lagi punya rasa malu. Lihat saja. Permintaan jatah Rp15 miliar untuk tiap anggota dewan itu disampaikan dalam rapat pleno DPR yang dihadiri tidak lebih dari seratus anggota dewan. Dari jumlah yang hadir itu pun hanya sedikit yang menyimak secara serius. Mereka lebih asyik main SMS atau bertelepon ria. Bila dikabulkan, akan jadi apakah gerangan uang Rp15 miliar itu, di tangan anggota dewan yang malas, yang tidur saat sidang, yang sibuk main telepon genggam dan SMS saat rapat? Sudah banyak fasilitas yang diberikan negara kepada anggota dewan, tetapi tabiat mereka tidak juga berubah. Tetap malas dan membolos. Yang pasti, dengan jatah Rp15 miliar itu, setiap anggota dewan otomatis memiliki uang yang banyak sekali untuk memelihara dukungan politik konstituennya secara gratis karena menggunakan uang negara. Dan terbukalah lebar-lebar kesempatan anggota dewan untuk menjadi makelar anggaran atas dana jatah Rp15 miliar itu. Mereka bisa menjual proyek sekaligus menentukan siapa kontraktor pelaksana proyek. Anggota dewan kemudian menerima fee dari proyek tersebut. Sebegitu jorokkah tabiat anggota dewan? Jawabnya, bukankah sejumlah anggota dewan dibui oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena membuka praktik sebagai calo anggaran?
CiKEAS Program Rumah Untuk Rakyat Miskin Hanya Mimpi
Refleksi : Tidak ada yang bisa mencegah orang bermimpi. Tetapi rakyat dininabobokan supaya bermimpi ilusi fatamorgana yang tidak akan dilaksanakan oleh penguasa NKRI. http://www.suarakarya-online.com/news.html?category_name=Opini ANDRINOF A CHANIAGO Program Rumah Untuk Rakyat Miskin Hanya Mimpi Sabtu, 29 Mei 2010 Proyek perumahan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah (kategori hampir miskin dan miskin) sepertinya hanya tinggal sejarah. Masalahnya, ketimpangan kian melebar antara ketersediaan rumah dibanding jumlah keluarga pra-sejahtera atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Apalagi, keinginan politik dan keberpihakan pemerintah kian pudar. Masyarakat kurang mampu yang hanya bisa mengakses rumah kontrakan atau mendirikan gubug-gubug sederhana di bantaran kali atau di permukiman kumuh tak pernah mendapat empati dari pengambil kebijakan. Pemerintah sendiri tak pernah punya konsep yang jelas. Program pembangunan rumah susun sederhana dan rumah sangat sederhana atau sekarang disebut rumah sederhana sehat (RSS) ternyata bukan untuk masyarakat golongan pra-sejahtera. Belakangan proyek pembangunan rumah susun malah hanya menjadi ajang untuk mendatangkan keuntungan bagi perusahaan pengembang yang lebih memprioritaskan masyarakat kelas menengah ke atas. Untuk itu, sudah saatnya pemerintah mengambil alih program pembangunan rumah susun dan rumah sederhana agar dapat berjalan secara benar dan tepat sasaran. Jika melihat pengalaman, peruntukannya akan melenceng jika diserahkan kepada perusahaan pengembang swasta. Dhus, cita-cita wong cilik untuk bisa memiliki rumah kembali hanya sekadar mimpi. Untuk mengurai lebih jauh perwujudan rumah untuk si miskin, wartawati HU Suara Karya Silli Melanovi dan fotografer Andry Bey mewawancarai Analis Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Andrinof A Chaniago di kantornya di FISIP UI Depok. Berikut petikan wawancaranya. Bagaimana Anda melihat keseriusan pemerintah menyediakan rumah bagi masyarakat miskin? Ukuran ketidakseriusan pemerintah, terutama dilihat dari ketidakmatangan konsep. Sejak dulu, saya melihat konsep yang dirumuskan tidak bisa menjamin akan mencapai sasaran. Sebab, konsep yang ada hanya menekankan pada kuantitas, misalnya, sekian menara rumah susun atau sekian juta rumah sederhana sehat. Ini tidak mungkin dilakukan. Dengan hanya melihat secara kuantitatif, maka akan mudah dibelokkan atau bahkan mudah berhenti di tengah jalan alias tidak berkelanjutan. Tapi, apakah mencapai sasaran, ini yang tidak pernah dilihat oleh pemerintah. Memang, kenyataannya, urusan target kuantitatif saja tidak pernah tercapai, apalagi sasarannya. Ini karena hampir 100 persen pengadaan rumah hanya berdasarkan pada mekanisme pasar. Keberpihakan pemerintah hanya sebatas penentuan target. Kalaupun ada subsidi, hampir sebagian besar tidak efektif dan hanya bisa dinikmati oleh masyarakat mampu. Lalu, apa yang seharusnya dilakukan pemerintah? Seharusnya pemerintah bisa mengarahkan Perum Perumnas untuk fokus dan benar-benar bisa memenuhi ketersediaan rumah bagi masyarakat miskin atau kelas menengah ke bawah. Namun ternyata Perumnas justru menjadi lembaga bermuka dua. Di satu sisi, mengusung misi sosial atau pelayanan publik. Tapi di sisi lain, dituntut meraih laba optimal sebagai badan usaha. Akhirnya Perumnas tetap menggunakan kalkulasi mikro ekonomi dengan memprioritaskan untung-rugi dalam membangun rumah atau lebih melihat keuntungan dari perspektif investasi. Coba kita lihat, aset Perumnas sebenarnya di atas kertas cukup lumayan. Ada sekitar 20 ribuan hektar lahan dimiliki Perumnas. Kalau memang Perumnas ingin merealisasikan visinya 'mensejahterakan masyarakat' lewat pembangunan perumahan, maka harus dilihat sejauh mana benar-benar bermanfaat dan tepat sasaran untuk masyarakat miskin. Bagaimana konsep pembangunan rumah untuk masyarakat miskin? Pembangunan rumah untuk masyarakat miskin sebenarnya mengusung multifungsi. Rumah tidak semata-mata hanya untuk kebutuhan tempat tinggal, namun juga harus dapat memberikan kemudahan. Khususnya terkait aksesibilitas dalam aspek ekonomi, seperti masalah transportasi. Kalau pemerintah betul-betul memerhatikan hal ini, maka pembangunan di perkotaan harus jadi prioritas. Apalagi untuk masyarakat miskin, sehingga pendapatannya tidak habis untuk transportasi. Semakin banyak pembangunan rumah susun, semakin banyak pula efek positif yang didapat. Namun saya melihat kebijakan pemerintah justru hanya menguntungkan para investor dan konsmunen kelas atas. Jadi, pelayanan untuk masyarakat kelas bawah sangat minim. Seberapa jauh masyarakat kelas bawah mampu membeli rumah susun atau RSS? Apakah harganya terjangkau? Sekarang, harga rumah susun bersubsidi sudah tidak sesuai lagi seperti yang ditetapkan pemerintah. Banyak akal-akalan yang dilakukan oleh pengembang, sehingga harganya rata-rata sudah di atas Rp 200 juta. Dengan demikian, bagaimana dapat dijangkau oleh masyarakat
CiKEAS Apakah Sekolah Bermutu Hanya untuk Orang Kaya?
Refleksi : Pada umumnya dalam sistem kenegaraan dengan politik pendidikan seperti di NKRI, sekolah bermutu dapat dikatakan hanya untuk orang berada. Sebab uang sekolah sangat besar dan keluarga tidak berduit atau keluarga miskin tidak mampu membayar. Bagi mereka ialah sekolah yang tidak masuk katagori tsb. yaitu yang ongkos tidak seberapa besar. Bagi yang tidak bisa bayar, yah dibilang maaf saja tidak ada tempat. Jadi sistem pendidikan NKRI memarginalisakan kaum berkekurangan atau miskin sekalipun pada sekolah tidak bermutu. Di negeri-negeri yang berpolitik sistem masyarakat welfare state (negara bekemakmuran?) bukan duit keluarga yang menentukan apakah anak bisa masuk sekolah atau jurusan tertentu, tetapi kemampuan murid, sebab pendidikan gratis, mulai dari SD sampai universitas dan begitupun kalau mau membuat reserarch untuk PhD. Hal ini bisa dilihat di negeri-negeri Skandinavia, di negeri Europa Timur ex Komunis dan termasuk Cuba. http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=253819 Apakah Sekolah Bermutu Hanya untuk Orang Kaya? ADALAH suatu kebanggaan bagi umumnya orangtua di Nusantara ini bisa menyekolahkan putra dan putri mereka. Suatu kepuasan apabila anak-anak bisa diterima di sekolah negeri. Apalagi dapat bersekolah di sekolah favorit. Tapi, meski zaman berganti, pemimpin negeri naik turun, para orangtua selalu saja dihadapkan pada berbagai masalah sulitnya menyekolahkan anak-anak mereka sesuai keinginan. Meski undang-undang menjamin setiap orang berhak memperoleh pendidikan, nyatanya hampir sepanjang masa di negeri ini masalah pendidikan tetap menjadi persoalan bagi banyak rumah tangga. Tentunya dalam ukuran dan skala berbeda. Bagi sedikit orang, urusan sekolah bagi anak-anak dan anggota keluarga mereka bisa diatasi dengan mudah karena berkocek tebal atau termasuk kalangan berpengaruh. Tetapi bagi banyak orang, sekolah kerap memusingkan. Pada era reformasi seperti sekarang urusan sekolah malah semakin rumit. Gembar-gembor pemerintah tentang sekolah gratis untuk sekolah dasar (SD) Negeri, sekolah menengah pertama (SMP) negeri, bahkan juga sekolah menengah atas (SMA) negeri nyatanya tak membuat kebanyakan para orangtua tenang. Kehadiran sekolah berlabel rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI) justru menimbulkan ketimpangan, membuat terbentuknya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Begitu juga untuk masuk perguruan tinggi negeri, berbagai hadangan dihadapi para orangtua. Meski kerap disanggah pihak Kementerian Pendidikan Nasional dan berbagai sekolah pelaksana RSBI atau SBI sendiri, nyatanya sekolah berlabel internasional seperti menutup pintu bagi murid yang berasal dari keluarga kurang atau tidak mampu. Label internasional telah mendorong penyelenggara sekolah tersebut menentukan besaran uang masuk atau dana sumbangan pendidikan (DSP), di samping bebas memungut sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) per bulannya. Besar DSP bervariasi dari Rp 1 juta di daerah/kota pinggiran sampai Rp 28,5 juta di ibu kota Jakarta. Begitu pun dengan SPP, para siswa setiap bulannya membayar Rp 50 ribu hingga Rp 750 ribu. Jumlah tersebut jelas sesuatu yang sulit dijangkau kebanyakan orangtua di negeri ini. Artinya, sulit bagi siswa dari kalangan kurang mampu, apalagi tidak berada, bisa masuk dalam sekolah bertaraf internasional tersebut. Sebenarnya tidak menjadi masalah jika pemerintah memperhatikan sekolah negeri bukan RSBI dan SBI, terutama dalam hal mutu pendidikan. Jangan hanya urusan gratisnya (uang pangkal, uang bulanan) saja yang dikemukakan, tetapi urusan mutu dan kesungguhan tenaga pengajar juga harus diperhatikan. Jika tidak, tak salah ada yang berpendapat bahwa sekolah bermutu hanya diperuntukkan bagi anak-anak orang kaya. Siswa dari keluarga miskin silakan cari sekolah lain. Jangan kembalikan urusan pendidikan seperti pada zaman penjajahan di mana sekolah-sekolah bermutu hanya terbatas untuk anak-anak orang Belanda dan etnis tertentu, atau anak-anak dari keluarga berdarah biru. Persoalan ini mendesak dituntaskan. Pemerintah serta kalangan anggota legislatif sebagai wakil rakyat harus membela kepentingan rakyat, termasuk urusan pendidikan. Atau, mungkin pemerintah dan para wakil rakyat memang sudah sepakat bahwa sekolah bermutu hanya diperuntukkan bagi anak-anak orang kaya?***
CiKEAS Demo Kenaikan SPP, Mahasiswa USU Bentrok
http://www.suarakarya-online.com/news.html?category_name=Nusantara UMATERA UTARA Demo Kenaikan SPP, Mahasiswa USU Bentrok Sabtu, 29 Mei 2010 MEDAN (Suara Karya): Aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) selama dua hari berturut-turut, Kamis (27/5), berakhir ricuh. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli USU bentrok dengan petugas satuan pengamanan (satpam) kampus. Mereka saling dorong di pintu masuk gedung rektorat. Sejumlah petugas keamanan dan mahasiswa terjengkang hingga membentur pintu kaca. Tiga anggota satpam mengalami luka-luka. Sementara beberapa mahasiswa terlihat dipukul dan diinjak-injak satpam kampus. Tidak lama kemudian, sejumlah anggota kepolisian dari Polsekta Medan turun ke lokasi. Kami melakukan pagar betis untuk menjaga agar mahasiswa tidak masuk, tetapi didorong mahasiswa sehingga ada yang terjatuh dan kena kaca pintu, ujar Jupet Surbakti, seorang satpam USU yang juga terluka. Kenaikan SPP sebesar seratus persen itu sebenarnya diberlakukan untuk mahasiswa baru atau mahasiswa tahun ajaran 2010/2011, bukan untuk mahasiswa lama. Tapi, ini ditentang keras mahasiswa lama. Mereka melakukan demo. Mahasiswa menuntut bertemu Rektor USU, Prof Dr Syahril Pasaribu, untuk berdialog. Tuntutan itu direspons satpam kampus dengan membentuk barikade untuk menghalangi massa yang akan masuk gedung rektorat. Kapolsekta Medan Baru AKP Yoris Marzuki SIK mengatakan akan memeriksa kasus ini dan bekerja sama dengan pihak kampus. Dia mengakui sejauh ini masih memintai keterangan dari saksi-saksi yang ada. Pihak sekuriti kampus juga telah membuatkan laporannya ke Poltabes Medan terkait kerusuhan ini, kata Yoris Marzuki, Jumat. Kepala Bidang Humas USU Bisruh Hafi mengaku prihatin dengan bentrok tersebut. Mereka merusak pintu kaca bagian utara Gedung Biro Rektor USU. Nah, pintu kaca ini sendiri merupakan aset universitas yang juga merupakan milik masyarakat. Toh, nantinya yang digunakan untuk menggantinya adalah dana dari mahasiswa juga, katanya. Bisruh juga membenarkan, tiga petugas keamanan kampus itu menderita luka dan sudah mendapatkan perawatan. Ia mengatakan, semua aksi yang dilakukan untuk kritik sah-sah saja, tetapi tidak dengan cara-cara kasar. Akibat aksi ini, staf di dalam menjadi terganggu, tidak dapat bekerja maksimal. Mahasiswa yang melakukan aksi ini akan diberi sanksi, ucapnya. Bisruh Hafi juga mengharapkan mahasiswa tidak melakukan aksi anarkis dalam menyuarakan pendapatnya. Padahal di kampus tak pernah diajarkan sikap seperti itu. Apa pun ceritanya atau masalahnya pasti semua bisa dibicarakan tanpa harus ada tindakan anarkis. Kalau berlaku sopan, audiensi pasti kita terima, ucapnya. Dikatakan beberapa alasan yang menjadi pertimbangan menaikkan SPP, di antaranya USU saat ini sedang membutuhkan pembenahan, perbaikan, dan penyediaan sarana prasarana proses perkuliahan, seperti laboratorium. Pembenahan sarana dan prasarana ini juga untuk meningkatkan potensi dan kompetensi dari mahasiswa USU sendiri, katanya. Sementara Bambang, salah seorang mahasiswa, mengaku, pada awalnya mereka hanya melakukan aksi damai menuntut agar rektor mencabut SK kenaikan SPP terhadap mahasiswa baru. Entah bagaimana tiba-tiba bisa jadi rusuh, katanya. (M Tampubolon)
CiKEAS Pendidikan Masih Memilukan
http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=Newsid=18191 2010-05-08 Pendidikan Masih Memilukan Sampai pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei tahun ini, dunia pendidikan kita agaknya masih menyimpan galau yang memilukan hati. Setelah kelulusan ujian nasional sekolah menengah tingkat atas diumumkan Senin lalu (26/4), potret pendidikan negeri ini makin membuat hati terenyuh, terlebih bagi anak yang mangalami pahitnya tidak lulus ujian nasional. Karena itu, sekolah menengah atas (SMA) dan madrasah aliyah (MA) yang siswanya tidak lulus, para gurunya harus mengawal murid-muridnya untuk menempuh ujian ulang hingga mayoritas lulus. Kepala sekolah dan para guru di sekolah tidak boleh lepas tanggung jawab dengan membiarkan siswa yang harus mengulang ujian, mereka bekerja keras sendiri saat menjelang ujian ulangan pada 10-14 Mei 2010. Dalam hal ini, kepekaan perlu dikembangkan sebagai dukungan bersama agar anak-anak merasa aman dan nyaman, sehingga apa pun yang terjadi -- misal tidak lulus - dia sudah siap mental menghadapinya. Begitu juga dengan orangtua yang biasanya egois memaksakan ambisinya kepada anak, maka sekarang mulailah mengerti dan peka terhadap kebutuhan anak. Yang penting, agar anak aman dan tenang menghadapi UN. Sebaliknya anak perlu dilatih mengasah kepekaannya, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Pelajar yang peka terhadap dirinya, akan menyadari keterbatasan dan kelebihannya serta mampu mengungkapkan isi hatinya juga aktualisasi diri dalam konteks apa pun. Dari sisi pembuat kebijakan, pemerintah juga perlu peka memperhatikan kondisi dan situasi pendidikan yang ada, tanpa harus memaksakan suatu kehendak. Pemerintah pun harus juga mengkaji kemungkinan kepanikan dan kecemasan serta takut menjadi faktor kegagalan para siswa dalam ujian nasional. Juga bisa jadi faktor lingkungan sekolah yang tidak mendukung. Ini semua harus menjadi kajian serius otoritas Kementerian Pendidikan Nasional. Retno Sawitri Jl Nanas 22, Bandung, Jawa Barat
CiKEAS Lulusan SMA Menghadapi Ketidakpastian
http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/lulusan-sma-menghadapi-ketidakpastian/ elasa, 21 April 2009 01:04 Lulusan SMA Menghadapi Ketidakpastian Sedikitnya 2,2 juta siswa kelas tiga SMA di seluruh Indonesia dan sekolah Indonesia di 13 negara, mulai Senin (20/4) ini mengikuti ujian nasional (UN). Mereka berjuang agar lulus, kemudian setelah itu memasuki alam kesulitan. Teradang biaya masuk perguruan tinggi, sulit mencari lapangan pekerjaan dan berpeluang besar menjadi penganggur. Gambaran di atas terjadi berulang-ulang, dari tahun ke tahun. Setiap upaya untuk mengatasinya tak pernah berhasil, lantaran perbandingannya seperti penyu dengan lumba-lumba. Pemerintah telah meningkatkan anggaran pendidikan. Dari total anggaran belanja 2009 yang mencapai Rp 1.122 triliun, sejumlah 20% di antaranya diarahkan ke sektor pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional memperoleh Rp 51,9 triliun, anggaran pendidikan Rp 69 triliun dan tambahan anggaran pendidikan Rp 46,1 triliun. Selain itu ditambah dengan anggaran dalam Dana Alokasi Umum (DAU) yang ada di setiap provinsi sebanyak Rp 20 triliun. Anggaran pendidikan yang diturunkan pada tahun pemilu itu, lebih tinggi ketimbang tahun lalu yang mencapai 15,6% dari total APBN 2008. Penambahan ini sesuai dengan ketentuan dalam UUD 1945 yang menetapkan 20% dari total anggaran belanja. Penambahan itu sangat bermanfaat dan merupakan langkah maju. Penambahan ini menunjukkan pemerintah mulai menaruh perhatian besar, kendati bernuansa politis sebab merupakan pelipur lara di tengah kondisi sulit dan tahun pemilu. Pemerintah pun terbukti tak menyia-nyiakannya dengan membuat berbagai iklan tentang pendidikan gratis dan lain-lain. Perubahan sikap pemerintah memberi pengaruh yang sangat berarti terhadap sektor pendidikan, tetapi masih belum cukup sebab persoalan di sektor pendidikan sudah bertumpuk sejak belasan tahun lalu. Mengapa bisa jadi begitu? Beberapa rezim pemerintahan yang berkuasa memang memberi perhatian pada sektor pendidikan, namun kurang memadai. Pemerintah terjepit keharusan membayar cicilan bunga maupun utang pokok pinjaman, yang makin lama makin membesar hingga melampaui tingkat batas yang ditoleransi, dari 20% hingga melebihi 30%. Di lain pihak, sektor-sektor lain seperti infrastruktur juga memerlukan perhatian. Ironisnya, anggaran yang sudah menipis itu masih juga dikorupsi hingga yang terkadang hanya cukup untuk kegiatan rutin. Dalam kondisi seperti itu, pemerintah tidak memiliki dana khusus yang memadai buat anak didik yang berbakat dan cemerlang serta bermoral baik. Berbeda dengan kerajaan Malaysia, yang secara khusus menyediakan anggaran pendidikan untuk anak didik berprestasi.Alhasil, sekalian anak didik itu, dan direlakan pemerintah, mengambil beasiswa yang disediakan pihak swasta maupun pemerintah asing. Padahal, pihak asing bisa saja mempunyai agenda atau persyaratan sendiri yang belum tentu sesuai kepentingan nasional. Perbedaan kepentingan itu sudah menjadi isu nasional dan sangat memprihatinkan. Berbagai fakta menunjukkan, kebijaksanaan yang diterbitkan terkadang malah melemahkan potensi nasional. Hal ini terutama dapat dilihat dari iklim di sektor investasi yang sangat liberal. Atas nama globalisasi, investor asing leluasa menguasai sektor-sektor vital seperti pertambangan, telekomunikasi, perbankan bahkan hingga eceran. Memang pemerintah memperoleh pajak, tetapi berapa kerugian yang ditimbulkan akibat kebijaksanaan yang liberal itu. Begitulah, kita melihat ketimpangan yang mendasar. Para anak didik didorong untuk meraih angka kelulusan yang meningkat dari tahun ke tahun, namun setelah itu tidak mempunyai kepastian. Bila dilihat dalam bentuk piramida, mereka yang berada di tengah hingga ke puncak umumnya adalah anak orang tua yang diuntungkan dari strategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan. Sulit bagi anak lain untuk menerobos ke atas sebab tangga-tangga yang tersedia sedikit dan diperebutkan. Inilah ironi di tengah kegemaran berwacana. n
CiKEAS Pemerintah Harus Segera Umumkan Bahaya Lumpur Lapindo
Refleksi : Apa yang bisa dibuat kalau pemerintah SBY tidak ambil pusing seandainya lumpur Lapindo berbahaya ? http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/05/30/55702/Pemerintah-Harus-Segera-Umumkan-Bahaya-Lumpur-Lapindo 30 Mei 2010 | 00:02 wib | Nasional Pemerintah Harus Segera Umumkan Bahaya Lumpur Lapindo Jakarta, CyberNews. Pemerintah diminta untuk segera menetapkan tingkat status bahaya dari lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang telah terjadi sejak empat tahun lalu. Hal ini diungkapkan oleh Walhi melalui Executive Director-nya, Berry Nahdian Forqan, yang menyebutkan bahwa pemerintah seharusnya menjelaskan kepada khalayak seberapa besar ancaman dari dampak lumpur Porong yang semakin tidak terkendali. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat terutama di sekitar wilayah luapan lumpur dapat mengantisipasi segala sesuatu yang dapat terjadi nantinya. Berry juga mengingatkan bahwa selain ancaman luapan lumpur, saat ini di lokasi tersebut mulai muncul semburan-semburan gas yang diduga mengandung racun yang berbahaya bagi masyarakat bila terhisap. Berry juga menilai komitmen pemerintahan yang dipimpin SBY untuk menuntaskan kasus lumpur Lapindo ini sangat tidak tegas, terutama untuk menindak Grup Bakrie sebagai pemilik mayoritas saham Lapindo. Padahal, pelanggaran yang dilakukan Grup Bakrie, lanjut Berry, sudah sangat jelas. ( dtc /CN14 ) Baca Juga a.. Korban Lapindo Tagih Janji SBY b.. Ogoh-ogoh Gurita Lambangkan Kekuatan Korporasi c.. Wisata Lumpur Lapindo, Pemerintah Siapkan Rp273 Miliar d.. Anak-anak Korban Lapindo Luncurkan Buku e.. Pemerintah Siapkan Rp 273 M untuk Bangun Wisata Geologi f.. Peringati Bencana Lumpur Lapindo Lewat Buku g.. 4 Tahun Lumpur Lapindo Rusak Lingkungan Sidoarjo h.. Bakrie Telah Kucurkan Dana Rp 6,7 Triliun i.. Bercermin dalam Lumpur, Porong Semakin Ajur j.. Alumni ITS Yakin Dapat hentikan Semburan Lumpur Lapindo k.. LSM Australia Teliti Lumpur Lapindo l.. Pakar Sosial Harapkan BPLS Hentikan Semburan Lumpur Lapindo m.. Satpol PP Jatim Diterjunkan Amankan Porong n.. BPLS Masih Teliti Dua Semburan Baru di Porong o.. Jalan Raya Porong Direkomendasikan Ditutup
CiKEAS World condemns terrorist attacks on Ahmedis
http://www.dailytimes.com.pk/default.asp?page=2010\05\29\story_29-5-2010_pg1_4 Saturday, May 29, 2010 World condemns terrorist attacks on Ahmedis WASHINGTON/NEW DELHI: The international community condemned the terrorist attacks on Ahmedis in Lahore on Friday. A statement issued by the Indian External Affairs Ministry said New Delhi sympathised with the bereaved families. US State Department spokesman Philip Crowley said, We condemn this brutal violence ... and violence against any religious group, in this case the Ahmedi community. UN Secretary General Ban Ki-moon and the UK also condemned the attacks. EU diplomatic chief Catherine Ashton said she was appalled by the attack. iftikhar gilani/agencies Home shim.gif
CiKEAS Trotsky, neoliberalism and other anomalies
http://weekly.ahram.org.eg/2010/1000/op23.htm 27 May - 2 June 2010 Issue No. 1000 Published in Cairo by AL-AHRAM established in 1875 Trotsky, neoliberalism and other anomalies Few things are as sad to see as reactionary libertarians attempting to hijack popular movements against oppression, writes Hamid Dabashi* They say when León Trotsky was about to sign the peace treaty between Russia and Germany at the end of World War I at Brest-Litovsk he wrote to his comrade Lenin and said that during the signing ceremony he was required to wear formal dress, and wondered how he could do so as a militant Marxist. You go there and sign that treaty even if you have to go butt-naked, was the apocryphal response from Lenin. I was recently reminded of that (factual or fictional) story and the frivolous paradox it posits when a conservative outlet in the United States called the Cato Institute gave, of all things, its Milton Friedman Award for Advancing Liberty to the prominent Iranian dissident Akbar Ganji. Ganji, knowing only too well my position on such venues and yet quite anxious not to get implicated in the politics of the Cato Institute and its Milton Friedman Award, invited me and my wife, among a handful of other trusted friends, to join him and his wife on this occasion in Washington DC for the award ceremony. To assure me -- not that I needed assurance -- of what he was going to say during his acceptance speech, he even shared with me the text of his speech. In that speech, which he asked me to translate into English for official release, he did not beat around the bush. In no uncertain terms, Ganji denounced the United States in his official speech for its atrocious history around the globe, and more specifically for its support for dictatorial regimes. When we look at the history of the last century, he said, we see that Western countries, led by the United States, have brought dictatorial regimes to power and have consistently supported them. He then went around the globe and pointedly singled out US support for Augusto Pinochet, Milton Friedman's bosom buddy, as a case in point. Between 1962 and 1975, Ganji told the august gathering on 13 May 2010 in the Washington Hilton Hotel, some 38 military coups were masterminded, one of the most famous of which was that of General Augusto Pinochet of Chile, who in collaboration with the American government toppled the democratically elected government of Salvador Allende in 1973. The audience, led by the keynote speaker, the prominent conservative pundit George Will, just sat there, chewed on their dessert, and politely nodded their heads. This was not news for us in Iran, Ganji drove home, for two decades earlier we had experienced the military coup sponsored and engineered by the American and British governments against the government of Mohamed Mosaddegh. There must have been some 900 top notch American conservatives in that ballroom listening to Akbar Ganji telling them how the United States and the Western world reaped the first fruit of their own deeds with the Islamic Revolution in 1979, and today they face fully grown and powerful trees of violent fundamentalism, and of course they must remember their own share in planting these trees with shame. Coffee cups on such occasions have a bizarre habit of suddenly getting cold and even frosty. As Nader Hashemi, Ganji's trusted friend, read through the English translation of the speech, and as Ganji and his wife stood behind him on stage with sombre and stoic faces, sporting their green shawl and scarf, a spreading silence overcame the ballroom. All natural noise was sucked out of the air. You could scarcely breathe. I caught a glimpse of George Will at the adjacent table. His boyish face had lost its calculated confidence. Ganji was not merely historical. He drove fast into the heart of Washington's most recent atrocities, in particular the invited Cato guests' favourite president, George W Bush: Entirely oblivious of the complications of Middle Eastern politics, President George W Bush and Prime Minister Tony Blair were under the impression that by invading a country and occupying it they can bring democracy to it. In Afghanistan and Iraq all such delusions went up in flames and burnt out in smoke. He was carefully carving a path through the thicket of endemic atrocities that had interwoven the branches and leaves of globalised imperialism and Islamist theocracy and was running -- as if on a yellow brick road -- home on it. As Edward H Crane, founder and president of the Cato Institute, and his guests sat there politely and listened, Akbar Ganji remained relentless: The one-sided support of the United States for Israel has exacerbated this situation. The gushing wound of Palestine is the most appropriate site for the worsening of the infection of
CiKEAS French journalist tries to avoid deportation
http://www.thejakartapost.com/news/2010/05/27/french-journalist-tries-avoid-deportation.html French journalist tries to avoid deportation Erwida Maulia and Nethy Darma Somba, The Jakarta Post, Jakarta/Papua | Thu, 05/27/2010 9:52 AM | Headlines When French journalist and lecturer Baudouin Koenig and his student Carole Lorthiois arrived in Indonesia a month ago, they thought Indonesia, the world's third-largest democracy, applied press freedom, as the government itself often claims. What they did not know was the freedom stops at Papua, where the two were arrested for filming a political demonstration. On Wednesday evening the two were seeking to escape deportation after meeting with officials from the central immigration office in Jakarta, following their arrival from the Papuan capital of Jayapura. The central immigration office gives them three days to prepare for the deportation on Friday, Koenig's interpreter Halidah Leclerc, told The Jakarta Post. But we are still seeking for solutions to complete the filming. Head of the Jayapura immigration office Robert E. Silitonga, said earlier that Koenig and Lorthiois would be immediately deported back to France for violating their visas on arrival in Jakarta. Halidah said Koenig had secured a 45-day visa to film in Indonesia and had spent 30 days in the country so far. Silitonga said the two French nationals were only permitted to shoot their documentary film in Sorong, not in Jayapura, and were not permitted to cover political protests. On Tuesday Koenig filmed a rally held at the Papua legislative council in Jayapura by the West Papua National Committee (KNPB). Silitonga said that aside from being deported, they would also be blacklisted from entering the country for a year. In his press statement sent to the Post, Koenig said he had worked with an Indonesian press card and a press visa valid for all the country except Poso in Central Sulawesi. However, AP reported that Lorthiois only had a tourist visa. I negotiated permission with the Indonesian authorities in February 2010. The subject was clear: portraying the emerging economic power, the G20 member, the biggest Muslim democracy in the world in the mirror of Pancasila and democracy; from Aceh to Papua, Koenig wrote. I came to Papua to film the census and the process of dialogue was opened 10 days ago by the Justice and Human Rights Ministry. My only fault was to cross a demonstration on the way to the hotel and as any journalist would have done, I stopped the car and filmed. Koenig said he had never thought filming a simple rally would mean a violation, given he had enjoyed freedom elsewhere. It's ironic. I've been accused of intending to portray the country in a bad light by showing that people are allowed to protest in a calm and peaceful atmosphere and I was arrested in front of 50 journalists, photographers and cameramen.
CiKEAS RI minority groups 'still being attacked'
Refleksi : Fakta Indonesia merdeka? Lambat laum akan sebih buruk lagi. Solusinya? http://www.thejakartapost.com/news/2010/05/27/ri-minority-groups-%E2%80%98still-being-attacked%E2%80%99.html RI minority groups 'still being attacked' The Jakarta Post, Jakarta | Thu, 05/27/2010 9:58 AM | Headlines Indonesia's minority and religious groups remain vulnerable to violence and discrimination, says an Amnesty International report released Wednesday in Indonesia. The influential group cited the case of Christian students at SETIA Theological College (STT) in Jakarta who continued to study and live in sub-standard temporary buildings after a violent attack by the Islamic Defenders Front (FPI) forced their evacuation in July 2008. The FPI is a hard-line Islamic group in Indonesia. There are calls from Indonesians and moderate Muslims for the government to regulate or ban the FPI, but currently no action has been taken against the group. The Amnesty International report also said that the Indonesian government has been hampering freedom of expression and that at least 114 people were detained in 2009 for public statements or demonstrations of dissent. The overwhelming majority [of those detained] were peaceful political activists who were sentenced to terms of imprisonment for raising prohibited pro-independence flags in Maluku or Papua, said the report. As previously reported, separatists from the South Maluku Republic (RMS) group tried to wave an RMS flag in front of President Susilo Bambang Yudhoyono's entourage during his visit to Maluku in June 2007. RMS protesters performed an unscheduled cakalele war dance for a quarter hour before one protestor unfurled a large RMS flag during a ceremony to commemorate National Family Day. The government said that the group's actions were a serious threat to the country's unity. Authorities detained a number of RMS activists in 2004 and 2005 who were later arrested and convicted for involvement in similar incidents. Amnesty International also said that the government continued to intimidate and harass human rights activists and that at least seven activists were facing criminal defamation charges. Most alleged human rights violations against human rights defenders, including torture, murder and disappearances, have remained unsolved and those responsible have not been brought to justice, the report said. In the case of Munir Said Thalib, Amnesty International said that those responsible for slaying the human rights activist were still at large. There were violent clashes throughout the year in Papua province, said the report. Police torture was widespread during a series of arrests, interrogations and detentions in Papua. Security forces also allegedly committed unlawful killings. In January, at least 75 villagers from Suluk Bongkal village, Riau Islands, were charged with illegally claiming land and were arrested after being forcefully evicted from the land, said the report. The group also criticized the government for a failure to bring to justice past human rights violators in Aceh, Papua, East Timor (now Timor Leste) and elsewhere in the archipelago. Related News a.. Intolerant Islamic groups versus religious minorities b.. Protect minorities to help peace prevail on earth c.. Protect minorities to help peace prevail on earth d.. Group set up to assist victims of state violence
CiKEAS Women Will Not Drive Cars in Saudi Arabia!
Refleksi : Apa pendapat Anda jika di NKRI bertindak seperti di Arab Saudia wanita dilarang mengemudi kendaraan? http://www.aawsat.com/english/news.asp?section=2id=21106 Women Will Not Drive Cars in Saudi Arabia! 28/05/2010 By Abdul Rahman Al-Rashed Repeated appeals to the official authorities in Saudi Arabia to put an end to the ban on women being allowed to drive have been to no avail. Women will not be sitting in the driver's seat anytime soon, despite a huge number of text messages and emails calling for this by those who advocate women being permitted to drive. All campaigns to remedy this situation have failed, and in my opinion this is as a result of a mistake being made by attempting to take a shortcut with regards to convincing the government to change its position on this issue. I personally believe that it is impossible to convince any government, regardless of one's influence, of something without there first being widespread public acceptance of the idea. Those who oppose this idea base their opposition on the official rejection of this, as well as on religious and social aspects as well. It may be difficult for others, by which I mean those outside of Saudi Arabia, to believe that a large proportion of Saudi Arabian men and women are against the idea of women driving cars, especially as this is something normal and ordinary to them, and women also ride donkeys, horses, and camels. Those outside of Saudi Arabia believe that this ban exists in opposition to the will of the public, but we do not know if this is true, in light of the lack of polling information to reveal public opinion on this issue. Lately efforts have been focused on convincing the government to put an end to the ban, and to keep pace with the rest of the world. However this is not a smart bet, as it is the policy of all governments in the world to avoid taking unnecessary risks and refrain from swimming against the stream. Those who cite the example of Rosa Parks, the African-American civil rights activist who refused to give up her seat on a bus to a white passenger in defiance of racially discriminative laws at the time, fail to understand that change does not take place after just one incident. The woman in question was arrested, and buses remain segregated for a long time afterwards. However what was important was rallying public opinion against this [discriminative law]. Is the problem in Saudi Arabia more complex than the race problem in the US? Perhaps the mistake lies in the 40-year delay in issuing the decision recognizing a woman's right to drive as back then this was neither an issue nor a demand however it gradually became a custom then a law. Despite this, today there are more than a few clerics who acknowledge the right of women to drive. There is also a growing proportion of society that supports this idea; however there is a large percentage of Saudi Arabians who are still concerned, scared, sceptical, and oppose change. The ban on women driving has become something of a symbol for them, and the government is attempting to take the middle path, as it does not want to impose change from above. It would be much easier to impose this from above if there was sufficient public support for this idea. However is there truly public support towards ending the ban on women driving? Nobody knows. The general impression is no, but we might be wrong. When we say public support we do not mean in the democratic concept of a slim majority or 51 percent but rather what we require is an overwhelming majority. Why is it important to secure an overwhelming majority? Since when have decisions been taken in accordance with opinion polls? An overwhelming majority is beneficial in this case as it would allow the idea to become reality with only a little official push. A slim majority on the other hand would result in bitter social and political division. Feeling the pulse of the general public is the easiest way to making this decision. Many things that were socially and officially taboo have become acceptable as an everyday reality as a result of popularity, including satellite television, whereas today satellite dishes can be seen on rooftops everywhere. The same applies to mobile phones with built-in cameras; they were originally banned however this was reserved due to popular demand. I am certain that convincing public opinion in Saudi Arabia would be easier than trying to push the government towards taking a decision granting women the right to drive. The same reasons that justify the ban justify it being lifted, as this ban has increased the number of scandals, disgraces, and losses.
CiKEAS Pria Bersenjata Serang Dua Masjid di Pakistan, 56 Orang Tewas
http://us.detiknews.com/read/2010/05/28/210117/1365728/10/pria-bersenjata-serang-dua-masjid-di-pakistan-56-orang-tewas?991102605 Jumat, 28/05/2010 21:01 WIB Pria Bersenjata Serang Dua Masjid di Pakistan, 56 Orang Tewas Aprizal Rahmatullah - detikNews AFP lahore - Seorang pria bersenjata nekat menyerang dua masjid di Lahore, Pakistan. Akibatnya, 56 orang tewas seketika. Pria tersebut dilengkapi rompi bom bunuh diri dan melemparkan sejumlah granat ke daerah masjid. Polisi setempat belum bisa memastikan berapa jumlah korban akibat serangan itu. Serangan itu menimpa masjid dari sekte minoritas Ahmadi dalam dua lingkungan yang terpisah dari Lahore. Kami telah evakuasi 40-50 mayat, dari Garhi Shahu, kata petugas administrasi kota Lahore, Sajjad Bhutta seperti dikutip dari AFP, Jumat (28/5/2010). Sajjad mengatakan, 16 orang tewas dalam serangan kedua di masjid lain di lingkungan kota Model. Sementara di masjid pertama sebanyak 40 orang tewas. Petugas pertahanan sipil setempat Muzhar Ahmed bahkan mengatakan serangan menelan korban tewas hingga 64 orang. Kami telah diambil sebanyak 42 mayat-mayat dari Garhi Shahu dan 22 lainnya tewas dalam Mo pakistandlm.jpg
CiKEAS Swingers' clubs in Malaysia?
http://www.dailychilli.com/news/4036-swingers-clubs-in-malaysia Swingers' clubs in Malaysia? By Fiona Ho Last month, Ma Yaohai, a 53-year-old college professor and 21 others in China went on trial for 'group licentiousness'. They were members of a modern-day swingers' club in China, where people met online and then gathered in homes or hotels for group sex parties involving dozens of men and women. The case has snagged huge public interest with its titillating details. But aside from the rampant curiosity in the swinger lifestyle, the uproar also sparked a deeper debate about sexual freedom in a nation that is trying to reshape its own modern morality. While sexual freedom may seem like a myth in conservative Malaysia, it seems that the swingers' scene is well alive and kicking here. According to Zimbio, an American interactive online magazine, many people are discreetly going about their swinging business. The easiest way to join one of these clubs, it claims, is simply by checking out ads posted on the Internet. Interestingly enough, a Google search for swinger Malaysia returned more than two and a half million hits. According to the organisor of one the most popular swingers' club in Malaysia, most people join swinging groups by invitation from other members or by paying a monthly fee of RM150. The owner of the group, or host, is the only one who can approve a membership. Upon joining, you will receive an email asking for personal details. You must include your phone number and attach a current picture of you and your partner, states the information provided by the club. Apparently, many members are successful business people or prominent corporate figures who place great importance in keeping their swinging activities a secret. Most of the women are in their 20s, and the men in their late 30s or early 40s although there are handful of those in their 50s. So what actually goes on at these so-called morally decadent parties? According to the information provided, swingers who attend these parties are free to bring whatever items they want. Items like protection and towels are compulsory, while other things like adult toys are optional. Soft drinks, beer, liquor or even finger food are welcome as well. It seems that there is usually a minimum of four couples per session, but this club has had up to 10 couples at a party. Swingers prefer more couples because you have more choices to swap and watch. First timers do not need to swap parners until they are ready, but being naked is a requirement. Most first timers are hesistant to swap partners in the beginning, but they tend to get more comfortable later into the night. Swingers usually start off with a casual conversation, then proceed to card games where the loser has to strip off a piece of clothing. This goes on until everyone is naked. After that, couples take turns to shower and sometimes two couples shower together. After showering, we cover the room with comforters from the bed. Couples usually start the session with their own partner. Eventually they move on to other members. One thing leads to another and it goes on until midnight,, states the organisor. The safety of female members is assured and there there is one house rule that is final. When a lady says 'no' to a guy or couple, it means 'no'. Charges per session vary according to the hotel and number of people. The cost of the hotel room is shared and usually ranges between RM50 and RM70 per couple. Members try to meet at least once a month but there are those who organise private meetings without the knowledge of the club by inviting selected couples. Last minute parties also happen on occassions when a foreign couple visiting Malaysia requests fo meet swingers. Although many are choosing this lifestyle, swinging is not for everyone. As Ma Yaohai put during his trial: Marriage is like water. You have to drink it. Swinging is like a glass of wine. You can drink it if you like. If you don't like it, don't drink it. Published May 28 2010
CiKEAS Pemerintah Siapkan Rp273 Miliar Untuk Wisata Lapindo
http://www.antaranews.com/berita/1275062877/pemerintah-siapkan-rp273-miliar-untuk-wisata-lapindo Pemerintah Siapkan Rp273 Miliar Untuk Wisata Lapindo Jumat, 28 Mei 2010 23:07 WIB | Ekonomi Bisnis | Bisnis | (ANTARA/Lukisatrio)Surabaya (ANTARA News) - Pemerintah telah menyiapkan dana sedikitnya Rp273 miliar untuk merealisasikan pembangunan objek wisata geologi di sekitar semburan lumpur panas PT Lapindo Brantas. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menyiapkan dana Rp273 miliar untuk wisata geologi Lapindo, kata Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, di Surabaya, Jumat. Menurut dia, lokasi objek wisata geologi itu berada di sebelah utara semburan lumpur panas PT Lapindo. Lokasinya sudah pernah dikunjungi Presiden Yudhoyono beberapa waktu lalu, katanya. Sementara itu, luas lahan yang bakal dijadikan objek wisata geologi tersebut sekitar 83 hektare dan tak jauh dari kawasan pesisir utara Kabupaten Sidoarjo. Tahun 2011 DED (detailed engineering design/perencanaan teknis) sudah keluar. Kemungkinan tahun itu juga proyek sudah bisa dikerjakan, kata Gubernur. Terkait dengan semakin amblesnya lahan di sekitar semburan lumpur Lapindo, dia menganggap bukan persoalan yang perlu dikhawatirkan. `Subsidence` (ambles) itu bisa ditangani asalkan tidak ada penambahan tanggul karena selama ini munculnya semburan-semburan baru dan `subsidence` akibat banyaknya penambahan tanggul baru sehingga menjadi beban tersendiri, katanya mengutip penjelasan pakar geologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Universitas Airlangga (Unair) itu. Menurut Gubernur, saat ini titik semburan lumpur telah mencapai 180 ribu, termasuk semburan baru yang jumlahnya ditaksir mencapai 30 ribu sampai 50 ribu.(*)lapindo-14.jpg
CiKEAS Ibrahim, anggota DPR Maluku Utara tertangkap basah lagi berselinkuh.
Ibrahim, anggota DPR Maluku Utara tertangkap basah lagi berselinkuh. Click http://www.liputan6.tv/main/read/2/l994303/1/anggota_dewan_kepergok_selingkuh
CiKEAS Pigeon held in India on suspicion of spying for Pak
Refleksi : Bukan saja manusia dipakai untuk spion, tetapi burung pun digunakan. http://www.dawn.com/wps/wcm/connect/dawn-content-library/dawn/news/world/pigeon+held+in+india+on+suspicion+of+spying+for+pak Pigeon held in India on suspicion of spying for Pak Friday, 28 May, 2010 NEW DELHI: Indian police are holding a pigeon under armed guard after it was caught on an alleged spying mission for arch rivals and neighbours Pakistan, media reported on Friday. The white-coloured bird was found by a local resident in India's Punjab state, which borders Pakistan, and taken to a police station 40 kilometres (25 miles) from the capital Amritsar. The pigeon had a ring around its foot and a Pakistani phone number and address stamped on its body in red ink. Police officer Ramdas Jagjit Singh Chahal told the Press Trust of India (PTI) news agency that they suspected the pigeon may have landed on Indian soil from Pakistan with a message, although no trace of a note has been found. Officials have directed that no-one should be allowed to visit the pigeon, which police say may have been on a special mission of spying. The bird has been medically examined and was being kept in an air-conditioned room under police guard. Senior officers have asked to be kept updated on the situation three times a day, PTI said. Chahal said local pigeon fanciers in the sensitive border area had told police that Pakistani pigeons were easily identifiable as they look different from Indian ones, according to the Indian Express newspaper.- AFP Tags: india pakistan spy
CiKEAS Two French Journalists Get Stay of Deportation
http://www.thejakartaglobe.com/home/despite-permits-indonesia-gives-2-french-journalists-the-boot/377125 May 26, 2010 Ismira Lutfia Nurfika Osman Two French Journalists Get Stay of Deportation Two French journalists who were set to be deported back to France on Wednesday after being detained in Papua for allegedly violating their visas have been allowed to stay in the country for two more days. Indeed, with the strong support of the French Embassy and Todung Mulya Lubis, the Deparment of Immigration has confirmed that we have two days before we have to leave Indonesia, Baudouin Koenig, a producer for Paris-based production company Mano a Mano, said in a statement. Todung is a high-profile lawyer from Transparency International Indonesia. We will try other solutions to finish our film, he said, adding that they would use the time to muster support for another extension that would allow them to finish their documentary film project Indonesia Tomorrow. Koenig, who has been in Indonesia since April 26, earlier told the Jakarta Globe that he had all the necessary permits to work on the project in Indonesia and that he has been shooting in other parts of Indonesia for the biggest documentary film ever made on Indonesia by French television about the democratization process in the country. Koenig questioned the Jayapura immigration office's reasons for arresting him and his colleague, Carole Lorthiois, a student intern. I completely complied with all the rules and have all the necessary documents, Koenig said, adding that he had a valid journalist's visa and a foreign journalist's press card issued by the Ministry of Foreign Affairs. Koenig and Lorthiois were reportedly detained while taking footage of a protest rally in front of the Regional Legislative Council (DPRD) in Jayapura. Teuku Faizasyah, spokesman for the Ministry of Foreign Affairs, said that the French journalists breached their reporting permit. They should not have covered an event or theme outside the coverage permit, he said. But Koenig said the subject of the film, which has a permit, was clear: Portraying the emerging economic power, the G-20 member, the biggest Muslim democracy in the world in the mirror of Pancasila and democracy. From 1945 to 2010, from Aceh to Papua. So, the same institutions cannot pretend today that they only accredited me for a film on tourism and the beauty of Indonesia, he said. http://www.thejakartapost.com/news/2010/05/27/french-journalist-tries-avoid-deportation.html French journalist tries to avoid deportation Erwida Maulia and Nethy Darma Somba, The Jakarta Post, Jakarta/Papua | Thu, 05/27/2010 9:52 AM | Headlines When French journalist and lecturer Baudouin Koenig and his student Carole Lorthiois arrived in Indonesia a month ago, they thought Indonesia, the world's third-largest democracy, applied press freedom, as the government itself often claims. What they did not know was the freedom stops at Papua, where the two were arrested for filming a political demonstration. On Wednesday evening the two were seeking to escape deportation after meeting with officials from the central immigration office in Jakarta, following their arrival from the Papuan capital of Jayapura. The central immigration office gives them three days to prepare for the deportation on Friday, Koenig's interpreter Halidah Leclerc, told The Jakarta Post. But we are still seeking for solutions to complete the filming. Head of the Jayapura immigration office Robert E. Silitonga, said earlier that Koenig and Lorthiois would be immediately deported back to France for violating their visas on arrival in Jakarta. Halidah said Koenig had secured a 45-day visa to film in Indonesia and had spent 30 days in the country so far. Silitonga said the two French nationals were only permitted to shoot their documentary film in Sorong, not in Jayapura, and were not permitted to cover political protests. On Tuesday Koenig filmed a rally held at the Papua legislative council in Jayapura by the West Papua National Committee (KNPB). Silitonga said that aside from being deported, they would also be blacklisted from entering the country for a year. In his press statement sent to the Post, Koenig said he had worked with an Indonesian press card and a press visa valid for all the country except Poso in Central Sulawesi. However, AP reported that Lorthiois only had a tourist visa. I negotiated permission with the Indonesian authorities in February 2010. The subject was clear: portraying the emerging economic power, the G20 member, the biggest Muslim democracy in the world in the mirror of Pancasila and democracy; from Aceh to Papua, Koenig wrote. I came to Papua to film the census and the process of dialogue was opened 10 days ago by the Justice and Human Rights Ministry. My only fault was to cross a demonstration on the way to the hotel and as any journalist would have done, I
CiKEAS FPI Attack Photographer During Riot
Refleksi: Anak buah SBY beraksi atau in action, jadi insyaalloh Anda tidak kaget atau marah. Hehehe http://www.thejakartaglobe.com/city/fpi-attack-photographer-during-riot/377363 May 27, 2010 The Jakarta Globe FPI Attack Photographer During Riot A journalist was badly wounded after his head was beaten with a bottle by a member of Islamic Defenders Front (FPI) in Petamburan, Central Jakarta on Wednesday night. Oktobriyan, a journalist from Lampu Hijau newspaper was covering an alcohol raid conducted by the FPI at a small kiosk, Metro TV said. He was taking pictures of FPI members wreaking havoc at the kiosk and beating up the kiosk owner and two locals. A member of the angry mob hit Oktobriyan's head with a bottle. Bleeding, the journalist was rushed to the nearby Pelni Hospital by locals. Ironically, the kiosk did not sell any alcoholic drinks. The bottles that FPI members thought to be beers were only soft drink bottles. After they finished damaging the kiosk, the mob moved on to attack a convenience store. Oktobriyan and the three other victims reported the attack to Tanah Abang Sector Police. According to the police, they were not informed about the raid.
CiKEAS Anak-anak Bergizi Buruk Kampung Noyadi Berfestival Batuk
http://www.antaranews.com/berita/1274853281/anak-anak-bergizi-buruk-kampung-noyadi-berfestival-batuk Anak-anak Bergizi Buruk Kampung Noyadi Berfestival Batuk Rabu, 26 Mei 2010 12:54 WIB | Artikel | Spektrum | Marcelinus Kelen (ANTARA/Prasetyo Utomo) Mamberamo (ANTARA News) - Bagi banyak masyarakat asli Papua, Kampung Noyadi, boleh jadi, merupakan nama yang tidak dikenal walaupun perkampungan itu ada di kawasan Mamberamo. Hanya segelintir pilot berkebangsaan lain, yaitu mereka yang sering melayani penerbangan di Distrik Mamberamo Tengah Timur (MTT), Kabupaten Mamberamo Raya, Papua, yang bisa dengan pasti memberikan jawaban letak kampung tersebut. Kampung Noyadi merupakan satu dari enam kampung di Distrik MTT, Kabupaten Mamberamo Raya. Distik MTT dikenal sebagai daerah yang paling sulit dijangkau di kabupaten tersebut karena letaknya yang berada di tengah lebatnya hutan dan derasnya arus sungai Mamberamo. Daerah itu dibentengi lereng perbukitan yang terjal dan kokoh. Di daerah seperti itulah Kampung Noyadi berada. Noyadi hanya bisa dijangkau dengan pesawat berbadan kecil berpenumpang lima orang, dengan waktu tempuh kira-kira satu setengah jam perjalanan dari Bandara Sentani, Jayapura. Wartawan ANTARA Jayapura yang mengikuti perjalanan tim Sensus Penduduk 2010 berkesempatan melihat kondisi kehidupan masyarakat di sana. Masyarakat Noyadi, sama halnya dengan masyarakat lainnya yang ada di distrik MTT, hidup dengan berkebun dan bercocok tanam serta mencari sagu hutan sebagai makanan pokok. Tingkat kesejahteraan mereka bisa dilihat dari kenyataan bahwa hampir seluruh anak-anak di kampung itu menderita gizi buruk. Badan mereka kelihatan sangat kurus dengan perut yang membuncit. Kondisi itu masih ditambah dengan kulit mereka yang korengan. Koreng di tubuh mereka itu, selintas, tampak seperti tato atau peta yang di sekujur tubuhnya. Ketika malam hari tiba, perkampungan itu berubah seperti arena festival batuk, yang pesertanya didominasi anak-anak, yaitu mereka yang umumnya bergizi buruk dan korengan tersebut. Suara batuk khas para penderita TBC itu terus bersahut-sahutan pada malam hari itu, seakan mereka tidak memberikan kesempatan pada tetangga mereka untuk batuk lebih hebat. Para pendatang, termasuk para petugas sensus, pasti terganggu dengan suara batuk tersebut. Apalagi, rumah-rumah di kampung itu, yang berdinding dan lantai papan, saling berdekatan, sehingga suara batuk dari rumah sebelah seperti ada di rumah yang sama yang sedang ditempati. Kepala Kampung Noyadi Kales Alle mengatakan, penyakit gizi buruk yang menimpa anak-anak di kampunng itu sudah berlangsung lama. Inilah kondisi kami di sini. Memang ada petugas yang turun memberikan pelayanan kesehatan dan membagikan obat, tetapi itu sangat jarang dilakukan. Dalam setahun saja belum tentu ada tenaga kesehatan yang datang ke sini, katanya. Kales Alle menceritakan juga soal penyakit batuk yang diderita oleh anak-anak di kampungnya, yang menurutnya adalah sebuah wabah yang sangat berbahaya. Kasihan anak-anak kami, sudah banyak yang meninggal dunia karena penyakit yang mereka derita. Dalam satu bulan bisa satu atau dua orang anak yang meninggal, katanya. Sekretaris kampung itu, Beni Aswa, yang memberikan keterangan bersama Kales Alle, menyatakan, para pengurus desa itu berharap adanya perhatian serius dari pemerintah daerah setempat mengenai kesehatan di sana. Menurut dia, warga ingin ada pelayanan kesehatan yang lebih rutin demi keselamatan generasi penerus kampung. Pengurus kampung itu mengakui hampir semua anak di distrik MTT, seperti Kustra, Obogoi, dan Biri, memiliki permasalahan gizi buruk.Tapi, kondisi terburuk ada di Noyadi. Keadaan itu membuat para kepala kampung, yaitu Kales Alle selaku Kepala Kampung Noyadi, Tomas Seido Kepala Kampung Obogoi, dan Rudi Asua Kepala Kampung Biri, meminta wujud nyata keberpihakan pemerintah daerah setempat dan provinsi terhadap orang asli Papua tersebut. Katanya ada dana Otonomi Khusus yang jumlahnya puluhan triliun rupiah dan kebanyakan digunakan untuk bidang pendidikan dan kesehatan. Tetapi kami yang di pedalaman ini kenapa masih menderita seperti ini? kata Tomas Seido. Kenyataan di perkampungan itu memang berbeda dengan kebijakan Gubernur Papua dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Penyakit korengan, gizi buruk, dan batuk di perkampungan itu masih terjadi ketika Gubernur Papua menerapkan program pendidikan dan kesehatan gratis untuk orang asli di provinsi paling timur Indonesia itu. Masyarakat setempat juga mempertanyakan kebijakan turun kampung Gubernur mereka yang belum kunjung ke daerah itu. Padahal, kebijakan itu dilakukan agar Gubernur bisa melihat secara langsung kondisi masyarakatnya dan memberikan bantuan kepada masyarakat di pelosok. Kondisi itu ditambah kenyataan jarangnya Kepala Distrik MTT berada di kantornya, sehingga warga seperti tak memiliki tempat mengadu. Pak Distrik memang jarang ada di tempat tugas. Palingan hanya
CiKEAS Wiranto: Pemilik Negeri Ini Belum Mendapat Kebahagiaan
Refleksi : Tak apa kalau pemilik negeri belum mendapat kebahagiaan, tetapi yang terpenting ialah para penguasa dan para sahabat karib mereka yang berkerumum di sekitar panggung kekuasaan negara mendapat berkat dan rejeki kebahagiaan. Bukankah itu dasarnya negara kleptokratik? http://www.antaranews.com/berita/1274884326/wiranto-pemilik-negeri-ini-belum-mendapat-kebahagiaan Wiranto: Pemilik Negeri Ini Belum Mendapat Kebahagiaan Rabu, 26 Mei 2010 21:32 WIB | Peristiwa | Politik/Hankam | Kupang (ANTARA News) - Ketua umum DPP Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Jenderal Purnawirawan Wiranto mengatakan rakyat sebagai pemilik negeri ini belum sepenuhnya mendapatkan kebahagiaan. Banyak sekali rakyat di seluruh pelosok negeri ini yang masih menghadapi kesulitan, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, kata Wiranto pada pembukaan Musyawarah Daerah (Musda) I DPD Partai Hanura NTT, di Kupang, Rabu. Artinya, rakyat sebagai pemilik negeri ini masih banyak yang untuk makan saja susah, apalagi untuk membiayai sekolah dan kesehatan, katanya. Kondisi ini mengharuskan kader-kader partai Hanura terutama yang duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif, berjuang keras untuk membantu rakyat keluar dari kesulitan. Kita mesti sadar bahwa ada hal yang sering kita lupakan yakni pemilik negeri ini sesungguhnya adalah rakyat. Terkadang kita sebagai wakil rakyat, tetapi lupa pada rakyat. Padahal kita duduk di DPRD atau bupati/walikota atau bahkan gubernur karena mandat dari rakyat, katanya. Menurut Wiranto, selama berkeliling ke seluruh pelosok negeri ini termasuk Nusa Tenggara Timur, dia menemukan sendiri bagaimana suka dukanya kehidupan rakyat yang adalah pemilik sah negeri ini. Karena itu, tugas seluruh kader partai Hanura terutama yang sudah mendapat kepercayaan dari rakyat agar jangan sombong dan lupa diri, tetapi harus melakukan sesuatu yang bisa membantu rakyat keluar dari kesulitan, kata Wiranto. Masih banyak rakyat yang masih hidup susah dan ini bertanda perjuangan kita belum selesai. Sebagai pemimpin dari rakyat, tugas kita adalah berjuang untuk menyelesaikan tugas ini (menyejahterakan rakyat-red) sebagai pemilik sah negeri ini, kata Wiranto yang disambut tepuk tangan meriah dari para hadirin. Wiranto juga berpesan agar forum Musda bukan ajang perpecahan atau saling mencerca, tetapi forum untuk melakukan konsolidasi dan menyatukan seluruh kekuatan partai untuk lebih siap menghadapi momentum politik di masa datang. Hadir pada pembukaan Musda yang akan berlangsung hingga 28 Mei ini antara lain Wakil Gubernur NTT Ir. Esthon Foenay serta sejumlah pimpinan partai politik di NTT. (
CiKEAS Obama, Yudhoyono share a challenge
http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/LE28Ae01.html May 28, 2010 Obama, Yudhoyono share a challenge By Gary LaMoshi DENPASAR, Bali - What a difference a quarter makes. United States President Barack Obama, who spent two years in Indonesia as schoolboy Barry Soetoro, was first scheduled to visit Indonesia in March, but legislative obligations pushed the highly anticipated visit back to mid-June. Over the past 10 weeks, much has changed for both Obama and Indonesia, the world's third-largest democracy. In March, Obama had the look of a loser. The US economy was still in the tank. Healthcare reform, Obama's major legislative initiative, seemed destined for defeat. The foiled Christmas Day bombing of a US airliner as it approached landing in Detroit, combined with the shootings of US Army personnel in Texas by a disturbed Muslim American officer, had created a narrative that the administration was soft on terrorism. Rejectionist Republican opponents had gridlocked congress and seized control of the national debate, backed by the populist sloganeering of the Tea Party movement, indicating that a huge swing away from Obama's Democratic Party was likely in November's legislative elections. As June approaches, Obama looks more like a winner, although the continuing BP oil spill in the Gulf of Mexico could become a political disaster - or the opening for more effective corporate and environmental reforms. The US economy has begun producing jobs rather than losing them. Healthcare reform passed. In primary elections and other votes so far this year, the Tea Party's anti-government sentiment has proven as difficult for Republicans to handle as Democrats. Sri you later For Obama's Indonesian counterpart, President Susilo Bambang Yudhoyono, things have turned for the worse. His candidate for the chairmanship of Indonesia's Democrat Party was defeated last weekend. He still has a gridlocked legislature bent on thwarting reform on behalf of entrenched business interests. His internationally respected Finance Minister, Sri Mulyani Indrawati, resigned early this month for a top job at the World Bank. Mulyani had been the target of a concerted campaign to discredit her by the Golkar party, Yudhoyono's legislative coalition partner. As she departed for Washington, Mulyani pointed the finger for her departure at business tycoon Aburizal Bakrie, the chairman of Golkar, the ruling vehicle for former president Suharto's 32-year military rule that ended in 1998. Bakrie is one of the many Suharto insiders who still dominate business and the military. In a recent Financial Times interview, Mulyani warned that reactionary business interests want to hijack reform. It is a battle for Indonesia now, she said. Meanwhile, a vocal minority pushing radical Islam outshouts a huge majority that favors a secular state but dares not speak against the religion. About 200 million of Indonesia's 240 million citizens follow Islam, giving it the world's largest Muslim population. Since March, the terrorism issue has hit closer to home for both presidents. The plot to bomb New York's Times Square district, uncovered on May 1, led the administration to dismiss the director of National Intelligence, Dennis Blair. However, even foiled plots leave Obama vulnerable to charges that he hasn't done enough to fight terrorism. National Day massacre plot In Indonesia, just two weeks after the Times Square incident, police uncovered a massive plot to attack national leaders at the August 17 National Day ceremonies, target foreigners, and, in the ensuing chaos, stage a coup that would impose Islamic law. According to officials, the plotting group was a faction of Jemaah Islamiyah that called itself al-Qaeda in Aceh, and may have ties to overseas terrorist organizations. The two plots seemingly foreshadow a large anti-terrorism component to the upcoming presidential summit. The US can learn a lot from Indonesia, which has captured, tried and executed far more terrorists than the US, including the top operatives in the 2002 Bali bombing plot that killed 202 people, mainly foreign tourists. However, there are good reasons for caution about taking the anti-terrorism theme too far. The official announcement of the foiled National Day attack plan came a month ahead of Obama's rescheduled visit. In February, a month ahead of the original date, Indonesian officials announced they had uncovered a terrorism camp in Aceh, the resource-rich far western province where Yudhoyono's first administration negotiated an end to a decades-long armed separatist civil war by offering limited autonomy, including a measure of Islamic law. The agreement came in 2005, after the Boxing Day tsunami in 2004 weakened the military's dominance of the province. Let's get normalized In early March, Indonesian military officials stoked the rumor mill by saying that the US was ready to reinstitute aid to
CiKEAS SBY Batal Bertemu Pangeran Charles
Refleksi : Apa yang bisa dibicarakan dan usulkan tentang iklim dan hutan, kalau hutan di negeri sendiri sudah hampir habis digundulkan oleh sobat dan sahabat? Fulus untuk reboasasi? http://nasional.kompas.com/read/2010/05/28/00021335/SBY.Batal.Bertemu.Pangeran.Charles-5 SBY Batal Bertemu Pangeran Charles Jumat, 28 Mei 2010 | 00:02 WIB OSLO, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (27/5) siang, batal bertemu dengan pewaris tahta Kerajaan Inggeris, Pangeran Charles, di sela-sela Konferensi tentang Perubahan Iklim dan Cuaca (Oslo Climate and Forest Conference). Alasannya, Pangeran Charles tengah bertemu dengan salah satu kepala pemerintahan negara lain pada saat yang sama. Padahal, agenda pertemuan Presiden Yudhoyono dengan Prince of Wales itu, sudah dijadwalkan dalam agenda tertulis kunjungan Presiden Yudhoyono. Namun, menurut sumber Kompas, Kamis siang, Presiden Yudhoyono, yang pada Rabu (26/5) malam dijamu santap malam bersama dengan Perdana Menteri Norwegia Jens Staltonberg, duduk berdampingan dengan Pangeran Charles dan banyak berbincang-bincang mengenai masalah lingkungan dan konservasi hutan. Akibatnya, pertemuan khusus dengan Pangeran Charles ditiadakan, ujar sumber itu. Jogging di Holmenkollen Sebagai gantinya, tambah sumber tersebut, Presiden Yudhoyono akan jogging di seputar hotel tempatnya menginap, yaitu di Holmenkollen Park Hotel Rica, Oslo, Norwegia. Saat jogging itu, Presiden Yudhoyono dan Ibu Negara Ny Ani Yudhoyono akan didampingi sejumlah menteri kabinet yang mendampinginya dalam kunjungan kerja selama empat hari di Norwegia. Loh, kalian nggak jogging? tanya Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto, yang sudah menggunakan baju olahraga lengkap, kepada Kompas. Kompas yang tengah berbincang-bincang dengan Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Dirgahayu Agus Purnomo, pun terkejut. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Prof Emil Salim, yang juga telah berpakaian olahraga lengkap ikut mengajak untuk berolahraga. Adapun Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan serta Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng baru saja membeli pakaian olahraga. Nih, saya baru beli bajunya. Saya nyusul aja ya ke Holmenkollen, papar Zulkifli yang masih menggunakan setelan jas lengkap. (HAR) TERKAIT: a.. SBY Dipuji Pangeran Charles b.. SBY Temui Pangeran Charles di Oslo c.. Presiden SBY Bertemu PM Norwegia d.. Presiden Bermalam di Puncak Bukit, Oslo
CiKEAS Indonesian Christians under attack
Untuk melihat video footage, click situs dibawah ini: http://english.aljazeera.net/video/asia-pacific/2010/05/20105116152128343.h Tuesday, May 11, 2010 11:23 Mecca time, 08:23 GMT Indonesian Christians under attack Violent attacks against Christians in Indonesia have forced the closure of 20 churches in recent months, testing the fragile religious balance in predominantly-Muslim nation. But the government denies the incidents are a sign of growing religious intolerance, putting the blame on politics and regional elections instead. Al Jazeera's Step Vaessen reports from West Java.
CiKEAS Indonesian Christians under attack (RALAT)
RALAT Untuk melihat video footage, click situs dibawah ini: http://www.youtube.com/watch?v=pgpHHoIvU2I Tuesday, May 11, 2010 11:23 Mecca time, 08:23 GMT Indonesian Christians under attack Violent attacks against Christians in Indonesia have forced the closure of 20 churches in recent months, testing the fragile religious balance in predominantly-Muslim nation. But the government denies the incidents are a sign of growing religious intolerance, putting the blame on politics and regional elections instead. Al Jazeera's Step Vaessen reports from West Java.
CiKEAS Indonesia Ranks as Second-Riskiest Place in World for Natural Disasters
Reflection: Second riskiest place for natural disasters, but also on the first place of human made disasters http://www.thejakartaglobe.com/home/indonesia-ranks-as-second-riskiest-place-in-world-for-natural-disasters/377317 May 27, 2010 Indonesia Ranks as Second-Riskiest Place in World for Natural Disasters Paris. Indonesia is one of the countries most vulnerable to natural disasters, according to an international study released on Thursday. It joins Bangladesh and Iran at the top of the list. Asia's twin giants, China and India, are among the 15 countries that, out of 229, are rated as extreme risk. The Natural Disasters Risk Index is compiled by a British advisory firm, Maplecroft, on the basis of disasters that occurred from 1980 to 2010. It draws on a basket of indicators, including the number and frequency of these events, the total deaths that were caused and the death toll as a proportion of the country's population.Disasters include earthquakes, volcanic eruptions, tsunamis, storms, flooding, drought, landslides, heat waves and epidemics. Poverty is an important factor in countries where both the frequency and impacts of natural disasters are severe, said Anna Moss, Maplecroft's environmental analyst. Poor infrastructure, plus dense overcrowding in high-risk areas like flood plains, river banks, steep slopes and reclaimed land, continually result in high casualty figures. According to the NDRI's figures, Bangladesh has suffered more than 191,000 fatalities as a result of natural disasters in the past 30 years, and Indonesia a nearly equal number, the vast majority of which were inflicted by the December 2004 tsunami. In Iran, the big vulnerability factor is earthquakes, which claimed 74,000 lives. India, ranked 11th, lost 141,000 lives - including 50,000 to earthquakes, 40,000 to floods, 15,000 to epidemics and 23,000 to storms - while the tally in China, rated 12th, was 148,000 lives, of which 87,000 were lost in the 2008 Sichuan quake. Three G-8 countries are considered high risk, the next category down from extreme.They are France (17th in the overall rankings) and Italy (18th), which were hit by killer heat waves in 2003 and 2006, and the United States (37th), whacked by Hurricane Katrina in 2005. The countries least at risk are Andorra, Bahrain, Gibraltar, Liechtenstein, Malta, Monaco, Qatar, San Marino and the United Arab Emirates. Moss pointed to warnings of the impact of climate change on weather patterns, resulting in more frequent and bigger episodes of drought and flood. Our research highlights the need for even the wealthiest countries to focus on disaster risk reduction, she said. Agence France-Presse
CiKEAS Inside India's Maoist heartland
Untuk melihat video footage, click situs di bawah : http://english.aljazeera.net/news/asia/2010/05/201052645217383475.html Wednesday, May 26, 2010 10:55 Mecca time, 07:55 GM Inside India's Maoist heartland Suspected Maoist rebels in central India have set fire to trucks and earth-moving equipment for a road construction project. This is the latest in a series of attacks blamed on the fighters, known as Naxals, who say that they are defending the rights of India's poor. The Indian government describes the Maoists as the single biggest threat to India's internal security and has launched an offensive to crush the rebels. Al Jazeera travelled to the heart of the conflict zone where ordinary citizens are caught in the crossfire between rebels and security forces. Kamal Kumar reports.
CiKEAS Saudi diplomat urges government to stop hiring Indonesians
http://arabnews.com/saudiarabia/article58068.ece Saudi diplomat urges government to stop hiring Indonesians By ARAB NEWS Published: May 27, 2010 01:00 Updated: May 27, 2010 01:19 RIYADH: A senior Saudi diplomat has backed the demand to halt the recruitment of Indonesian labor. The demand has been made by the National Committee for Recruitment as well as the recruitment offices in Saudi Arabia. Abdul Aziz Al-Roqabi, consul at the Saudi Embassy in Jakarta, recently urged the Saudi authorities to stop issuing labor visas for Indonesia until the country's recruitment offices comply with agreements signed with their Saudi counterparts. The Riyadh Chamber of Commerce and Industry last week organized a meeting which was attended by more than 40 Saudi investors and recruitment office owners. The meeting called for halting recruitment of Indonesian labor. There are about 1.5 million Indonesians currently working in the Kingdom, and they contribute more than one-third of the East Asian country's foreign remittance annually. Speaking to Al-Riyadh Arabic daily, the consul reaffirmed that bilateral relations between Saudi Arabia and Indonesia are strong and excellent, and that the Indonesian government has nothing to do with the current recruitment stand off. It is the Federation of Indonesia Workers and recruitment offices in that country which are primarily responsible for the crisis. Unfortunately, the recruitment offices in Indonesia, not exceeding five, are owned by Saudis and Arabs, and they earn a major chunk of the exorbitant amount of money collected through the recruitment of Indonesian labor, he said. Al-Roqabi blamed these offices for exacerbating the Indonesian labor recruitment crisis. These offices are responsible for steep hikes in recruitment charges at regular intervals without any genuine reasons. Moreover, they are also not keen in safeguarding the rights of Saudi sponsors of Indonesian domestic workers by fulfilling the terms and conditions of bilateral agreements, he said. According to the consul, the Saudi Embassy has so far not received any order from Riyadh to halt the issuing of labor visas. Hence, we are still continuing on with issuing visas. At the same time, we support calls to halt visas until a solution is found to the current stalemate, he said. Al-Roqabi said that there are no justifications for the steep hike in recruitment charges in recent years. The cost of recruiting labor from Indonesia had risen 300 percent from SR2,200 to SR6,600 within two years. This excludes visa fees and commissions for recruitment offices in the Kingdom, he said while noting that there is a trend among Indonesian recruitment offices to raise recruitment costs just before Ramadan every year. He also blamed brokers for the huge increase in recruitment costs. The consul also drew attention to a huge rise in the number of runaway maids, which poses a big challenge to the housemaid market in the Kingdom. The flight of housemaids also incurs huge losses amounting to millions of riyals for Saudi families annually. Contrary to the Indonesian government's claims that the 21-day training and orientation course for aspiring house workers is free of cost, we came to find that these offices levy fees amounting to $70-100 for the same, he said. Al-Roqabi noted that Indonesians working abroad bring home about SR6.6 billion annually. More than one third of this, SR2.2 billion, comes from Saudi Arabia. Any decrease in this amount would affect the country's economy badly, he said. According to the consul, Indonesian house workers get the highest salary in Saudi Arabia compared to other GCC states. The monthly wage of Indonesian maids increased from SR600 to SR800 after demands from Indonesia two years ago. However, in other GCC states, the salary does not exceed SR700, he said quoting Saudi diplomats working in those states. Underlining the need for stamping out the problem of runaway maids, the consul called for banning the recruitment of such workers by other GCC states also. The introduction of a unified fingerprinting system binding all GCC states is the need of the hour. At present, a maid deported from Saudi Arabia can easily find job in other GCC states. The unified fingerprinting system should impose a ban for hiring runaway maids for a period of five years by any one of the GCC states, he said.
CiKEAS Jordanian girl dies after father who raped her performs caesarean surgery
http://arabnews.com/middleeast/article57319.ece Jordanian girl dies after father who raped her performs caesarean surgery By ABDUL JALIL MUSTAFA | ARAB NEWS Published: May 25, 2010 02:08 Updated: May 25, 2010 02:08 AMMAN: A Jordanian criminal prosecutor has charged a carpenter with the rape and murder of his teenage daughter after he tried to perform a caesarean operation on the victim to abort her and conceal his crime, local newspapers reported Monday. The suspect brought a carpet cutter, cut his daughter's stomach with it, opened her womb and took the female fetus and threw it in the garbage, papers quoted police sources as saying. He then sewed up his daughter's stomach with thread, but could not stop her bleeding and she died. The father, who was not identified, headed to the police station in the city of Zarqa, 25 km east of Amman, on Sunday claiming to have killed his 19-year-old daughter. He told officers that he had been raping his daughter since she was 15. The forensic authorities established that the girl died of internal bleeding, while the 37-week-old fetus died as a result of the abortion. The victim's mother knew that her daughter was being raped for years but kept quiet about it because her husband had threatened to kill her and the girl, the papers quoted the sources as saying. Chief medical examiner at the National Institute of Forensic Medicine, Momen Hadidi, told the paper that it was the first time he had come across such a horrific story over the past 30 years he served as a pathologist.
CiKEAS Jordanian girl dies after father who raped her performs caesarean surgery
http://arabnews.com/middleeast/article57319.ece Jordanian girl dies after father who raped her performs caesarean surgery By ABDUL JALIL MUSTAFA | ARAB NEWS Published: May 25, 2010 02:08 Updated: May 25, 2010 02:08 AMMAN: A Jordanian criminal prosecutor has charged a carpenter with the rape and murder of his teenage daughter after he tried to perform a caesarean operation on the victim to abort her and conceal his crime, local newspapers reported Monday. The suspect brought a carpet cutter, cut his daughter's stomach with it, opened her womb and took the female fetus and threw it in the garbage, papers quoted police sources as saying. He then sewed up his daughter's stomach with thread, but could not stop her bleeding and she died. The father, who was not identified, headed to the police station in the city of Zarqa, 25 km east of Amman, on Sunday claiming to have killed his 19-year-old daughter. He told officers that he had been raping his daughter since she was 15. The forensic authorities established that the girl died of internal bleeding, while the 37-week-old fetus died as a result of the abortion. The victim's mother knew that her daughter was being raped for years but kept quiet about it because her husband had threatened to kill her and the girl, the papers quoted the sources as saying. Chief medical examiner at the National Institute of Forensic Medicine, Momen Hadidi, told the paper that it was the first time he had come across such a horrific story over the past 30 years he served as a pathologist.
CiKEAS Masalah TKI Jadi Perhatian Obama
Refleksi : Mungkinkah perhatian Obama akan membawa perbaikan terhadap kedaan TKI di Timur Tengah, sekalipun pemerintah Indonesia berpolitik acuh tak acuh terhadap situasi kaum buruh NKRI disana. Bukan itu saja malah MUI yang melekat pada dunia Timur Tengah (Arab Saudia) pun membisu. http://us.detiknews.com/read/2010/05/25/113600/1363602/10/masalah-tki-jadi-perhatian-obama Selasa, 25/05/2010 11:36 WIB Masalah TKI Jadi Perhatian Obama Fitraya Ramadhanny - detikNews Reuters Washington - Sejumlah agenda dari kunjungan Wakil Menlu AS Maria Otero, akan menjadi bahan pembahasan kerjasama komprehensif Indonesia-AS ketika Presiden AS Barack Obama berkunjung pada 14 Juni 2010 mendatang. Salah satu yang menjadi perhatian pemerintahan Obama adalah masalah TKI. Pengiriman TKI, terutama ke Timur Tengah, memang banyak masalah, mulai dari gaji tidak dibayar sampai penyiksaan. AS menilai hal ini sudah merupakan perdagangan manusia. Perdagangan manusia terjadi ketika para pembantu rumah tangga dari Indonesia yang bekerja di negara lain, gajinya tidak dibayar, paspornya diambil dan mereka bekerja seperti budak, kata Otero. Hal itu disampaikan Otero dalam jumpa pers sebagaimana dilansir web Deplu AS edisi 24 Mei 2010. Menurut Otero, pemerintahan Obama ingin membantu pemerintah Indonesia untuk mengatasi permasalahan TKI, agar tidak menjadi perdagangan manusia. Kami ingin bekerja sama erat dengan Indonesia untuk mengatasi masalah ini, lanjutnya. Selama kunjungan di Indonesia minggu lalu, Otero telah bertemu dengan sejumlah LSM yang menangani masalah TKI. Masukan dari mereka akan menjadi bahan untuk Deplu AS menyusun laporan mengenai kasus perdagangan manusia di berbagai negara. Menlu Hillary Clinton akan merilis laporan ini pada 14 Juni 2010 mendatang. Sehingga kita bisa membuat rencana aksi dengan Indonesia, kata Otero.obamareutersluar.jpg
CiKEAS Ical Bantah Diuntungkan Mundurnya Sri Mulyani
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=253841 KOALISI Ical Bantah Diuntungkan Mundurnya Sri Mulyani Aburizal Bakrie, Ketua Umum DPP Partai Golkar. Selasa, 25 Mei 2010 JAKARTA (Suara Karya): Aburizal Bakrie membantah ada kesepakatan atau deal politik antara dirinya sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyusul pengunduran diri Sri Mulyani Indrawati sebagai Menkeu. Terlalu kecil berbicara deal politik kalau hanya untuk satu orang, kata Aburizal, yang akrab dipanggil Ical, menjawab pertanyaan wartawan usai menjadi pembicara kunci dalam seminar nasional yang digelar Kosgoro 1957 di Jakarta, Senin (24/5). Ical juga membantah pernyataan kawan dekat Sri Mulyani, Wimar Witoelar, yang menyebutkan bahwa Ical sangat diuntungkan oleh pengunduran Sri Mulyani sebagai Menkeu. Menurut Ical, pernyataan itu sangat insinuatif atau merupakan tuduhan tersembunyi. Itu sangat rendah mutunya, ujar Ical tanpa menjelaskan lebih jauh. Pekan lalu, dalam kuliah umum bertajuk Kebijakan Publik dan Etika Publik yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D) yang digelar di sebuah hotel di Jakarta, Sri Mulyani menyebutkan bahwa alasan pengunduran dirinya sebagai Menkeu dilatari kesepakatan antarkekuatan politik. Menanggapi pertanyaan tentang kasus Bank Century, Ical mengatakan, Partai Golkar sekarang ini tetap pada posisi menjaga agar seluruh rekomendasi Pansus DPR tentang Angket Bank Century dilaksanakan dengan baik oleh aparat penegak hukum, baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, ataupun Kejaksaan Agung. Karena itu, dia membantah keterlibatan Partai Golkar dalam Pansus hanya untuk kepentingan praktis. Ical yang juga Ketua Harian Sekretariat Gabungan Partai Politik Pendukung Koalisi kembali menegaskan bahwa pengajuan usulan penggunaan hak menyatakan pendapat DPR sebagai merupakan konsekuensi keputusan sidang paripurna DPR soal skandal Bank Century sama sekali tidak diperlukan. Hak menyatakan pendapat tidak perlu selama tim pengawas rekomendasi Pansus DPR tentang Angket Bank Century terlaksana dengan baik, ujar Ical. Dia menambahkan, pihaknya telah berkomitmen mengawal kinerja Tim Pengawas Penanganan Bank Century agar bekerja dengan baik. Partai Golkar juga menghormati proses hukum yang dijalankan penegak hukum. Masalah hukum tidak boleh dicampuri, kata Ical. Sementara itu, saat tampil sebagai pembicara kunci dalam seminar Restrukturisasi Polri, kemarin, di Jakarta, Aburizal Bakrie mengatakan, peran tegas Polri makin diperlukan pada era demokratisasi sekarang ini. Dalam fungsi penegakan hukum, katanya, kepolisian sangat dibutuhkan untuk mencari kepastian hukum. Pada era demokratisasi sekarang ini, banyak yang bisa dilakukan warga negara. Euforia demokrasi sepertinya membuat setiap orang bisa berbuat apa saja. Akibatnya, tindak anarkis terjadi di mana-mana. Yang paling parah, hukum tidak dianggap penting, kata Ical. Karena itu, menurut Ical, kehadiran Polri sebagai ujungtombak penegakan hukum sangat diperlukan. Meski demikian, Polri juga memerlukan payung hukum untuk melindungi diri dari berbagai macam benturan. Ical menyebutkan, dinamika penegakan hukum tak jarang mengharuskan Polri berbenturan dengan berbagai instansi lain maupun berhadapan dengan masyarakat, seperti dalam kasus Cicak Buaya, kasus Susno, hingga Tragedi Priok. Karena itu, restrukturisasi kepolisian amat penting sehingga Polri menjadi institusi modern dan mampu menjadi penegak hukum yang andal, tegas, dan adil, sekaligus menjadi sahabat masyarakat. Seminar yang dibuka Ketua Umum Kosgoro 1957 Agung Laksono itu menampilkan pembicara mantan Ketua Panitia Ad Hoc I MPR Rambe Kamarul Zaman, mantan Kapolri Awaloedin Djamin, Ketua Indonesia Police Watch Neta S Pane, staf pengajar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan Program Pascasarjana Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar, Ketua Komisi III DPR Benny K Harman, dan mantan anggota Komnas HAM MM Billah. Agung Laksono, dalam sambutan pembukaan, mengatakan, fungsi Polri yang berumur sama dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia melekat langsung dengan masyarakat Indonesia. Tugas pokok yang diemban Polri adalah pemeliharaan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, dan mengayomi masyarakat, ujar Agung, yang juga menjabat Menko Kesra dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Menurut Agung, citra polisi dapat diimplementasikan melalui prinsip profesionalisme kepolisian serta kinerja Polri yang dicintai masyarakat. Banyak kemajuan yang telah dicapai Polri. Reformasi penanganan terorisme banyak disorot media. Namun, masih banyak hal lain yang masih kurang, katanya. Sementara itu, menjelang keberangkatan ke Washington untuk mengemban jabatan Direktur Pelaksana Bank Dunia, mantan Menkeu Sri Mulyani, Senin sore kemarin, bertemu dengan sejumlah begawan ekonomi Indonesia. Pertemuan itu berlangsung di gedung Bimasena, Hotel Darmawangsa, Jakarta Selatan. Pertemuan itu sendiri
CiKEAS Jaminan Sosial Versi Bank Dunia
http://www.suarakarya-online.com/news.html?category_name=Opini Jaminan Sosial Versi Bank Dunia Oleh Achmad Subianto Selasa, 25 Mei 2010 Ketika terjadi pemilihan presiden (pilpres) di Amerika Serikat (AS) tahun 2009, persoalan keuangan nasional menjadi tantangan utama bagi kandidat presiden terpilih. Selain itu, masalah jaminan sosial juga menjadi isu yang selalu menyita perhatian dalam debat publik calon presiden. Calon presiden (capres) Barack Obama dan John McCary sempat saling beradu argumen dan strategi tentang bagaimana mengatasi masalah ekonomi nasional dan memberikan jaminan sosial dalam suatu debat publik yang memanas. Ini juga terjadi pada pilpres-pilprers sebelumnya di AS. Namun, di Indonesia aneh. Tak ada satu pun caleg maupun capres mengetengahkan wacana jaminan sosial masyarakat secara utuh. Memang sempat digembar-gemborkan isu kemiskinan dan pengangguran, tetapi bagaimana cara mengatasinya dan solusi macam apa yang ditawarkan para capres, tidak ada sama sekali. Persoalan kemiskinan dan pengangguran, dalam pemikiran para kandidat, akan dapat diatasi melalui kebijakan pembangunan dengan pembiayaan melalui kebijakan fiskal dan moneter serta usaha kecil dan menengah (UKM). Padahal, kebijakan-kebijakan tersebut secara tradisional telah diberlakukan sejak bertahun-tahun, tetapi tetap saja tidak mampu menghapuskan atau mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Barangkali para politikus dan pakar sangat awam terhadap persoalan jaminan sosial? Dan, tampaknya memang demikian. Persoalan jaminan sosial dalam UUD 1945 pun baru diakomodasi dalam Perubahan UUD tahun 2002. Masalahnya, dalam UUD 1945 tidak secara jelas dicantumkan masalah jaminan sosial, baik dalam batang tubuh maupun penjelasannya. Michael Raper menulis buku mengenai negara tanpa jaminan sosial bertajuk Tiga Pilar Jaminan Sosial Versi Bank Dunia (Three Pilars of Social Security World Bank). Dalam tulisannya itu, ia mencontohkan negara tanpa jaminan sosial, antara lain Indonesia dan Australia. Pendekatan ketiga pilar jaminan sosial itu sendiri, kata Raper, telah direkomendasikan oleh Bank Dunia dan International Labour Organization (ILO). Dengan dikuatkan oleh Trade Union Rights Centre, ketiga pilar jaminan sosial itu menjadi dasar untuk membangun sistem penyediaan dana pensiun. Ketiga pilar utama jaminan sosial versi Bank Dunia dan ILO yang diperkenalkan kepada Indonesia meliputi bantuan sosial (social assistance), asuransi sosial (social insurance), dan jaminan sosial sukarela (voluntary). Anehnya, ketiga pilar jaminan sosial itu berbeda dengan ketiga pilar yang diterapkan di China meski sama-sama telah direkomendasikan oleh Bank Dunia dan ILO. Kepada Pemerintah China, Bank Dunia dan ILO memberikan rekomendasi pendekatan tiga pilar jaminan sosial dengan konsep berbeda. Pilar pertama, government run basic pension (state). Jaminan sosial ini diberikan kepada setiap penduduk (warga negara), baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Pilar kedua, individual account pension (occupational), jaminan sosial yang diberikan kepada individu-individu terkait pekerjaan atau profesi masing-masing (seperti anggota TNI dan pekerja). Pilar ketiga, voluntary employee/individual savings (private), jaminan sosial yang dikumpulkan dari tabungan pribadi sebagai pekerja atau sukarelawan. Di sini ada perbedaan mendasar mengenai model jaminan sosial yang diperkenalkan Bank Dunia dan ILO, antara lain di Indonesia dan China. Ada kesan jaminan sosial rekomendasi Bank Dunia dan ILO yang diterapkan di Indonesia telah direkayasa dan direkomendasikan oleh konsultan Indonesia kepada Tim SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) Indonesia dengan konsep orisinal Bank Dunia dan ILO. Ini sangat berbeda dengan apa yang kami dengar sendiri dari Pemerintah China. Rupanya telah terjadi versi modifikasi dan rekayasa dari tim konsultan Indonesia. Ini tentunya sangat membahayakan bagi keberlangsungan suatu metodologi. Untung, sampai saat ini rekomendasi tim Jerman belum sepenuhnya diterima oleh Indonesia. Bertahun-tahun Indonesia tampaknya selalu ditipu oleh konsultan luar negeri dan dalam kasus SJSN ini hampir terjadi lagi. Kesalahan IMF memberikan konsultansi kepada Indonesia bertahun-taun hampir terjadi lagi dalam penyusunan SJSN. Untungnya, para penyelenggara Lembaga Jaminan Sosial kala itu bersemangat tinggi dan senantiasa waspada terhadap setiap draf RUU SJSN. Malah sering dianggap oposan oleh Tim SJSN dan bahkan oleh anggota Pansus DPR. Kegigihan badan penyelenggara sejak saat ada konsep untuk merger dan penyusunan draf RUU ada hasilnya juga. Penolakan terhadap upaya merger badan penyelenggara memang membuahkan hasil, tetapi dalam penyusunan draf RUU jauh dari sempurna karena adanya deadline harus selesai pada saat presiden lengser. Dengan demikian, UU SJSN ditandatangani satu hari ketika Presiden Megawati
CiKEAS George Aditjondro Penuhi Panggilan Polisi
http://www.antaranews.com/berita/1274772374/george-aditjondro-penuhi-panggilan-polisi George Aditjondro Penuhi Panggilan Polisi Selasa, 25 Mei 2010 14:26 WIB | Peristiwa | Hukum/Kriminal | Jakarta (ANTARA News) - Penulis buku Membobgkar Gurita Cikeas, George Junus Aditjondro memenuhi panggilan penyidik Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan, terkait tuduhan penganiayaan ringan terhadap Ramadhan Pohan, Selasa. Saat ini, saya dalam proses penyembuhan karena kondisinya masih sakit, kata George di Markas Polres Metro Jakarta Selatan, Selasa. Namun demikian, George enggan menjelaskan kasus yang menimpa dirinya terkait dugaan penganiayaan terhadap anggota Fraksi Partai Demokrat DPR, Ramadhan Pohan. Penulis buku kontroversi itu, menambahkan dirinya tidak memenuhi dua kali panggilan penyidik karena kondisi kesehatan yang menurun. Bukannya saya tidak patuhi hukum untuk memenuhi panggilan penyidik, tapi saya memang sakit, ujar George. Sebelumnya, George tidak memenuhi dua kali panggilan penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan karena tekanan darah tinggi sehingga sempat mendapatkan perawatan intensif di salah satu rumah sakit di Jakarta Timur. George harusnya menjalani pemeriksaan pada 16 dan 25 Februari 2010, namun karena alasan sakit sehingga tidak memenuhi panggilan polisi. Sebelumnya, George tersangkut kasus penganiayaan terhadap anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Ramadhan Pohan, Rabu (30/12) saat peluncuran buku karya George Junus Aditjondro di Doekoen Coffee, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. (T014/A024)
CiKEAS Komitmen Entaskan Kemiskinan
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=253818 Komitmen Entaskan Kemiskinan Oleh Agus Sakti Selasa, 25 Mei 2010 Komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan bukanlah sebuah opsi yang dapat ditawar, yang dalam praktiknya secara permisif pemerintah memiliki hak apakah program yang pro orang miskin itu layak atau tidak dibebankan dalam kegiatan semasa jabatannya. Sebab, ketentuan yang mengatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab penuh terhadap orang miskin sudah diatur secara jelas dalam undang-undang. Kini, bukan lagi sebuah rahasia karena telah kita temukan kenyataan bahwa upaya pemerintah mengawal dan peduli terhadap orang miskin terkesan pragmatis, kaku, dan kejar tayang. Di wilayah penegakan hukum, misalnya, orang miskin susah sekali memperoleh keadilan. Cerita maling ayam yang dipenjara bukan lagi sebuah dongeng imajiner. Sejalan dengan itu, ada upaya penarikan konklusi yang membuat miris oleh masyarakat dengan membandingkan maling ayam dengan maling uang rakyat yang menelanjangi bahwa hukum (keadilan) di negeri ini tidak berpihak kepada orang miskin. Demikian pula halnya dengan mahalnya biaya pendidikan yang terus melangit dan tidak dapat dijangkau warga miskin. Lembaga edukasi makin bergengsi dan terdesain dalam konsep konglomerasi. Lihat saja, biaya masuk sekolah dasar pada tahun pertama, khususnya di sekolah-sekolah swasta elite, hampir menyerupai biaya masuk perguruan tinggi. Tak jarang, kita juga melihat ada siswa yang melakukan percobaan bunuh diri lantaran malu karena tidak mampu membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Lebih membuat miris lagi, orang miskin amat susah memperoleh akses kesehatan murah. Seperti kejadian yang dialami beberapa warga Nganjuk, Jawa Timur, baru-baru ini. Meski mereka tercatat sebagai peserta Jamkesmas, namun ketika berobat di salah satu rumah sakit (RS) pelat merah, masih juga diharuskan mengeluarkan rupiah yang banyak. Demikian pula halnya dengan usulan beberapa anggota DPRD Komisi D Bidang Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan Masyarakat tentang regulasi validasi daftar peserta jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) di Kota Malang yang mensyaratkan hanya orang miskin yang tidak merokoklah yang layak menjadi peserta Jamkesda. Padahal, sebagian besar orang miskin adalah perokok aktif. Karut-marut sistem regulasi kesehatan tidak sesuai dengan apa yang dicanangkan oleh pemerintahan lama lewat program Indonesia Sehat Tahun 2010 yang seolah-olah tidak ada artinya. Padahal, harapan besar bagi terciptanya sebuah masyarakat sehat nan sejahtera pada tahun 2010 sangat diidam-idamkan warga bangsa. Perlu diketahui bahwa kemiskinan dan kesadaran masyarakat untuk menjadi miskin itu bukan sebuah pilihan. Idealnya, tidak ada satu pun warga yang menginginkan kehidupannya nir-sejahtera, miskin, dan sakit-sakitan. Namun, meski mereka tidak pernah memilih untuk menjadi miskin, toh kehidupan mereka tetap miskin. Wujud kemiskinan bisa diindikatori dari penghasilan atau pengeluaran seseorang. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, misalnya, kemiskinan ditentukan dari pengeluaran setiap orang sebanyak Rp 183.636 per bulan. Kemiskinan juga disebabkan karena mereka berstatus tunakarya (penganggur). Sementara itu, data resmi BPS Maret 2009 memperlihatkan, jumlah penduduk miskin sebesar 32,53 juta atau setara dengan 14,15 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Kemiskinan diduga disebabkan oleh ketergantungan masyarakat terhadap komoditas makanan seperti beras, gula pasir, telur, tahu, tempe, dan mi instan. Kemiskinan pun diduga disebabkan ketergantungan mereka terhadap komoditas bangunan lainnya, seperti rumah, listrik, angkutan, dan minyak tanah. Ketergantungan warga terhadap komoditas makanan merupakan sebuah hal yang wajar mengingat hal tersebut merupakan kebutuhan dasar mereka sebagai manusia. Sebagaimana diketahui, semua orang membutuhkan makanan, minuman, dan memerlukan tempat untuk beristirahat dengan nyaman. Human Error Dalam hemat penulis, secara mendasar, kemiskinan merupakan sebuah proyek yang seolah diciptakan, baik secara sadar maupun tidak, oleh penguasa. Sebab, bagaimanapun, kemiskinan sebenarnya terkait masalah pekerjaan, pendapatan yang layak, dan kesanggupan mengonsumsi komoditas dasar. Jika pemerintah benar-benar peduli terhadap hal ini, tenaga kerja warga masyarakat bisa terserap hingga mereka mampu mencukupi kebutuhan dasar tersebut secara layak. Apalagi, kalau penguasa memberikan subsidi kepada usaha pertanian, kelautan (nelayan), dan pertambangan yang akan berimbas bagi kesejahteraan warga masyarakat. Atau, boleh jadi, pemerintah sebenarnya sudah memberikan subsidi pada sektor-sektor tersebut, hanya saja kurang menyentuh akar permasalahan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti faktor teknis dan human error. Kesalahan pada faktor teknis
CiKEAS Planet Dimakan Mataharinya (RALAT)
Refleksi : Bagaimana komentar para ahli ilmu langitan? Apakah dunia akan kiamat? Apa yang bisa atau harus dibuat agar dunia tidak kiamat? http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/25/144856/45/7/Planet-Dimakan-Mataharinya Planet Dimakan Mataharinya Selasa, 25 Mei 2010 00:47 WIB Penulis : Mario Aristo NASA NEW YORK--MI: Planet terpanas di galaksi Bima Sakti saat ini sedang meregang seperti bola karena tengah dimakan oleh bintang induknya. Ini berdasarkan observasi yang dilakukan oleh astronom menggunakan Teleskop Antariksa Hubble. Eksoplanet itu bernama WASP-12b. Planet WASP-12b masih memiliki waktu 10 juta tahun lagi hingga sepenuhnya habis termakan, ungkap ilmuwan Hubble pekan lalu. WASP-12b sangat dekat dengan bintang seperti matahari sehingga 'kepanasan' akibat suhunya yang mencapai 2.800 derajat Fahrenheit. Karena kekuatan-kekuatan fenomenal tersebut, atmosfer planet tersebut telah menggelembung hampir tiga kali ukuran jari-jari Jupiter. Bahkan material-material planet yang memiliki ukuran 40 persen lebih besar dari Jupiter tersebut terlihat telah termakan bintang induknya. Kami melihat awan besar bahan di sekitar planet yang mau menghindar akan ditangkap oleh bintang. Kami telah mengidentifikasi unsur-unsur kimia yang belum pernah terlihat di planet-planet di luar tata surya kita, ungkap Carole Haswell, ketua tim penelitian dari sebuah Universitas Terbuka dalam Inggris. Distorsi planet akibat gravitasi bintang tersebut pertama kali diprediksi dalam makalah yang diterbitkan pada Februari 2010 dalam jurnal Nature by Shu-lin Li asal Universitas Peking di Beijing. Diyakini bahwa kekuatan gravitasi yang bekerja di planet WASP-12b akan membuat interior bertambah panas sehingga akhirnya mengembangkan atmosfer luar planet. (Mar/Space/OL-0420100524_055142_pla2.jpg
CiKEAS Dahlan Iskan: Target yang Bisa Bikin Bunuh Diri
Refleksi : Dahlan benar! Persuhaan Lilin Negara (PLN) tidak mungkin memenuhi target yang ditentukan untuk perusahaan listrik. http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detailnid=135906 [ Selasa, 25 Mei 2010 ] Dahlan Iskan: Target yang Bisa Bikin Bunuh Diri Target PLN Atasi Krisis Tak Tercapai. Itulah judul berita di harian Kompas, Rabu 19 Mei lalu. Di Ambon sejumlah orang demo di kantor PLN dengan alasan PLN gagal memenuhi target mengatasi krisis listrik setempat. Kapan sih target itu sebenarnya? Menko Ekuin sering menegaskan: tahun 2010 ini. Artinya, sebenarnya, masih ada waktu tujuh bulan lagi untuk mengatakan target tidak tercapai. Presiden SBY pernah menegaskan: Oktober tahun 2010 ini. Itu berarti masih ada waktu lima bulan. Saya, sebagai CEO PLN, berkali-kali menegaskan: 30 Juni 2010. Artinya, masih ada waktu sebulan lebih lagi untuk dikatakan gagal mencapai target. Mungkin, pendemo di Ambon itu mempunyai target sendiri. Barangkali, target mereka adalah pada hari mereka berdemo itu. Kompas mungkin juga punya target sendiri: tanggal 19 Mei 2010 itu. So what! Intinya, sebenarnya bukan soal kapan target mengatasi krisis listrik itu. Intinya adalah: orang sudah tidak percaya bahwa PLN akan bisa mengatasi krisis yang sudah sangat berat dan menahun itu! Ummul mas'alah-nya adalah no trust at all. Jangankan orang luar, banyak orang dalam PLN sendiri yang sudah kehilangan kepercayaan diri. Sudah seperti si pincang di depan si lumpuh. Betapa banyak SMS yang saya terima dari kalangan PLN sendiri yang isinya meragukan bahwa kita mampu mencapai target itu. Bahkan, ada SMS dari kalangan PLN sendiri yang langsung berkesimpulan: PLN bunuh diri! Maka, di samping bekerja keras mengatasi krisis listrik di seluruh penjuru Nusantara, pimpinan PLN harus bekerja keras mengatasi hilangnya rasa percaya diri di kalangan sendiri. Tapi, syukurlah. Masih terlalu banyak manajer PLN yang punya nyali. Mereka ini menyadari bahwa kekalahan perang sering bukan karena kalah amunisi, tapi karena hilangnya kepercayaan diri. Saya melihat sendiri bagaimana para kepala divisi dan staf ahli di direktorat Indonesia Barat dan Timur memobilisasi kemampuan yang ada. Saya melihat bagaimana para manajer di kota-kota dan kabupaten krisis itu membuktikan diri. Kalau dilihat dari kacamata dan sudut pandang Jakarta, memang rasanya mustahil mereka bisa mengatasi persoalan yang begitu berat. Tapi, Purwodadi kuthane, sing dadi nyatane. Yang penting kenyataannya. Secara bertahap, tim PLN itu ternyata bisa menyelesaikan krisis di Medan yang begitu parah, yang masyarakatnya sudah sering demo dan mengancam. Manajemen PLN juga bisa menyelesaikan krisis di Tanjungpinang yang masyarakatnya sudah begitu marah sampai-sampai pernah menjemur manajer PLN yang ada di sana. Di tempat lain, tim PLN bisa menyelesaikan krisis di Makassar, Bali, Kaltim, Kendari, dan banyak lagi. Bahkan, Ambon pun dua minggu yang lalu sudah teratasi. Rasanya seperti hil yang mustahal bahwa krisis listrik di Ambon bisa diatasi justru sebelum target waktu terlewati. Sampai tanggal 30 Mei 2010 nanti, praktis tinggal dua wilayah yang masih krisis: Palu dan Lombok. Persoalan pada dua-duanya luar biasa besar. Juga luar biasa sulit mengatasinya. Nasib dua daerah itu begitu jelek sehingga sulit sekali mencarikan jalan keluarnya. Akankah dua daerah itu menjadi lambang kegagalan penyelesaian krisis listrik Indonesia? Bagaimana menyelesaikannya? Mungkinkah dua daerah tersebut akan menjadi ibarat nila dua titik merusak susu berbelanga-belanga? Dengan sisa waktu yang tersedia, masih sempatkah berbuat banyak? Bukankah waktunya tinggal satu bulan? Bisakah dalam waktu sebulan persoalan luar biasa besar teratasi? Sulapan macam apa yang akan dilakukan? Ibarat drama, Palu dan Lombok itu akan jadi adegan yang sangat menegangkan. Ibarat pertandingan sepak bola, posisi PLN masih tertinggal 0-2, padahal waktu pertandingan tinggal 2 menit. Sebuah pertaruhan yang memang bisa berarti bunuh diri! (*) Dahlan Iskan, Dirut PLN
CiKEAS Reformasi Birokrasi Menuju Reformasi Biokrasi
http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/index.php?ar_id=NzMyMg== Tema: Reformasi Birokrasi untuk Lingkungan Hidup Reformasi Birokrasi Menuju Reformasi Biokrasi Oleh : Erlina Rachmawati (Guru SMK Perikanan Nusantara Demak) Tanggal : Selasa, 25 Mei 2010 ERA orde baru sudah lama berlalu. Genderang reformasi sudah lama berdengung di telinga kita. Reformasi membuka tabir era keterbukaan perluasan kebebasan, kompetisi dan peran serta masyarakat. Pemimpin dipilih oleh rakyat secara langsung melalui perwakilan rakyat. Kebebasan dalam penentuan kebijakan pembangunan dibuat lebih terbuka. Kritik dan saran rakyat terungkap lewat pelaksanaan demokrasi. Pemimpin ditekankan lebih mengutamakan kepentingan rakyat. Perang anti korupsi giat dikibarkan. Peradilan bebas kian ditegakkan demi rakyat supaya tidak tertindas. Reformasi sudah berjalan selama 10 tahun lebih, pemerintahan menuju reformasi sudah silih berganti. Namun sejauh ini tidak ada kemajuan yang signifikan untuk memperbaiki pengelolaan lingkungan hidup. Reformasi mendorong laju langkah pembangunan berlipat sangat cepat. Pabrik dan gedung berdiri megah. Kemajuan sangat cepat melaju, bak meteor meluncur dari angkasa. Tapi apakah kecepatan langkah juga untuk pengelolaan lingkungan hidup? Saya pikir gerak langkah pembangunan era refomasi berbanding terbalik dengan laju penyelamatan lingkungan. Realitanya pembangunan apapun bidang, seberapa besar pembangunan itu dijalankan, pastilah menambah beban lingkungan. Terlebih lagi bila pembangunan yang dilaksanakan tidak sejalan dengan pembangunan dibidang lingkungan hidup. Nyatanya reformasi yang gencar didengungkan lebih tertuju ke arah pembangunan bidang perekonomian, industri, sosial, ilmu pengetahuan, kelembagaan, birokrasi dan demokrasi. Sementara pembangunan bidang lingkungan hidup yang ada di sekitar kita, selalu menjadi agenda sampingan manakala dampaknya sudah mulai memasyarakat. Di tengah suksesnya Indonesia membangun reformasi demokrasi dengan pembangunan disegala bidang, disaat itu juga kerusakan lingkungan justru meningkat tajam. Pembalakan hutan secara liar dan pembakaran hutan semakin mempercepat laju kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan hidup dimana saja selalu meminta pajak sosial, ekonomi yang tidak murah. Masyarakat menjerit kesakitan manakala bencana alam, banjir, tanah longsor menimpa rumah dan pemukiman mereka. Mereka kehilangan harta benda dan nyawa. Banjir dengan sampah bawaan yang membuat air berubah menjadi berbau, berwarna dan berasa. Wabah penyakit kulit gatal-gatal, diare, desentri, typus, dan penyakit saluran pernafapan seperti TBC, pneumonia dan lain-lain. Bau tak sedap dari timbunan sampah menggangu pernafasan dan merusak keindahan lingkungan. Sentuhan pengelolaan lingkungan akan mulai terdengar manakala dampak sudah mewabah di masyarakat. Seminar, diskusi, symposium, spanduk, baleho atau sejenisnya mulai digiatkan. Dapatkah itu terlaksana bila hanya sebuah slogan atau gembar-gembor belaka. Tanpa ada bukti nyata. Pembangunan lingkungan yang terabaikan dalam waktu yang panjang menyebabkan laju kerusakan berjalan semakin cepat dibanding dengan laju rehabilitasi dan perbaikan lingkungan. Sementara pertumbuhan industri dan urbanisasi yang semakin berkembang menghasilkan akumulasi kerusakan lingkungan hidup sehingga kemajuan ekonomi dan material yang diperoleh berjalan berbanding terbalik dengan penurunan kualitas lingkungan hidup secara terus menerus. Penyelamatan lingkungan hidup harus segera dilakukan. Tapi tanggung jawab siapa? Lingkungan hidup sudah selayaknya menjadi tanggung jawab kita bersama, pemerintah, jajaran bisnis atau industrialisasi dan masyarakat sosial. Bagaimana usaha penyelamatan bisa berjalan? Peran serta dan dukungan setiap elemen masyarakat harus saling terkait. Pengarusutamaan lingkungan hidup haruslah menjadi agenda harian disetiap hati nurani masyarakat. Bagaimana sebuah reformasi birokrasi dapat mendukung pengelolaan lingkungan? Reformasi yang dikembangkan dituntut membangun sistem politik hijau yang sensitive lingkungan (green policy). Artinya menjadikan lingkungan hidup sebagai politik utamanya dengan kebijakan yang harus mampu menopang aspek lingkungan. Politik hijau dijalankan bila sudah terbangun sensitifitas lingkungan. Bagaimana cara membangun sensitifitas lingkungan? Tentu bukan perkara yang mudah. Karena membangun sensitifitas lingkungan membutuhkan dana, sarana yang tidak sedikit serta kepedulian untuk konsisten dalam gerak langkahnya. Rata-rata yang terjadi adalah bagaimana mendapatkan keuntungan yang lebih tanpa harus mengeluarkan dana lebih. Kalau begitu kita sudah bertindak egois terhadap diri kita sendiri maupun lingkungan. Bagaiman tidak, sisi plus minus dari pembangunan pastilah akan kita rasakan. Tapi mengapa kita tidak sedikit berbaik hati dengan lingkungan ? Reformasi birokrasi harus mengarahkan pada kebijakan lingkungan (biokrasi).
CiKEAS Antisipasi Kelaparan-Kurang Gizi
Refleki : Pusat dan daerah harus bertanggung jawab, karena pusat tidak mampu memberi jawaban? http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detailnid=135903 [ Selasa, 25 Mei 2010 ] Antisipasi Kelaparan-Kurang Gizi SBY: Pusat dan Daerah Harus Berbagi Tanggung Jawab JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta pembagian tanggung jawab yang tepat antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengatasi kasus-kasus kelaparan. Pemerintah daerah juga diminta memperhatikan peta ketahanan pangan untuk mengantisipasi kasus-kasus kelaparan dan riwayat kekurangan gizi. Menurut SBY, selama ini pusat selalu disalahkan jika ada kasus kelaparan di sejumlah daerah. Padahal, kasus tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh satu tingkat pemerintahan di atasnya. Kalau ada kecamatan yang mengalami masalah kelaparan, yang paling bertanggung jawab menjelaskan ke pers, ke rakyat, adalah bupati, kata SBY dalam pembukaan konferensi Dewan Ketahanan Pangan di Jakarta Convention Center (JCC) kemarin (24/5) SBY menuturkan, gubernur harus bertanggung jawab jika kelaparan terjadi di beberapa kabupaten. Sementara itu, presiden dan menteri bertanggung jawab untuk kelaparan di dua provinsi atau lebih. SBY menyebut, tujuan utama pembangunan milenium (MDGs) adalah mengurangi kemiskinan absolut dan kelaparan ekstrem. Jika kasus kelaparan terjadi di suatu daerah, seharusnya kepala daerah dan presiden tidak bisa tidur karena mendengar berita tersebut. Meski banyak investor yang datang di suatu daerah, masyarakat akan lebih mengingat kasus kelaparan daripada prestasi yang diraih daerah tersebut. Itu selamanya diingat, ungkap presiden. SBY juga meminta agar pemda memantau sistem cadangan maupun distribusi pangan. Saya masih mendengar, pada musim-musim tertentu ada shortage (kelangkaan pangan, Red) di tempat tertentu. Karena itu, harus diperhatikan stok dan cadangan nasional maupun daerah, ucap dia. Transportasi dan distribusi di daerah terpencil pun harus diperhatikan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah efisiensi rantai suplai dan logistik. Mari kita carikan jalan keluar, ujar presiden. SBY mengatakan, saat ini biaya operasional di Indonesia USD 0,34 atau sekitar Rp 3.000 per kilometer. Biaya tersebut lebih mahal jika dibandingkan dengan ongkos truk di negara-negara Asia yang hanya sekitar USD 0,22 per kilometer. Kalau ongkosnya begitu, harga akhir yang dibeli rakyat pasti mahal, terang dia. (sof/c11/dwi)
CiKEAS Kapal Layar Majapahit Selesai Akhir Mei + Majapahit Tidak Menguasai Seluruh Nusantara
http://www.antaranews.com/berita/1274777956/kapal-layar-majapahit-selesai-akhir-mei Kapal Layar Majapahit Selesai Akhir Mei Selasa, 25 Mei 2010 15:59 WIB | Peristiwa | Unik | Sumenep (ANTARA News) - Pembuatan kapal layar Spirit Majapahit yang dikerjakan perajin asal Desa Slopeng, Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, diperkirakan selesai pada akhir bulan Mei 2010. Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Dinbudparpora) Sumenep, M. Nasir, Selasa, menjelaskan, saat ini, pengerjaan kapal layar Spirit Majapahit mencapai 80 persen lebih. Kalau tak ada kendala, pembuatan kapal layar yang merupakan kerja sama Yayasan Majapahit di Jepang dan pemerintah Indonesia ini akan tuntas pada akhir bulan Mei ini, ucapnya di Sumenep. Setelah selesai, kapal layar tersebut akan diujicobakan di Perairan Slopeng sebelum dilepas secara resmi untuk berangkat ke Jakarta. Pemberangkatkan kapal layar `Spirit Majapahit` dari Pantai Slopeng ke Jakarta direncanakan dilepas oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI pada bulan Juni 2010. Untuk tanggal pastinya, menunggu konfirmasi, paparnya. Setelah tiba di Jakarta, kata Nasir, kapal layar tersebut langsung dipersiapkan untuk berlayar ke delapan negara. Sesuai rencana pula, pemberangkatan kapal layar `Spirit Majapahit` dari Jakarta dalam rangka keliling delapan negara akan dilepas oleh Presiden RI. Untuk waktunya juga menunggu konformasi, ujarnya menuturkan. Kapal layar Spirit Majapahit dibuat tanpa mesin dan hanya menggunakan layar yang mengandalkan kekuatan angin untuk mengarungi lautan. Ada pun ukuran kapal layar tersebut adalah panjang 20 meter, lebar 4 meter, dan tinggi 2,75 meter. + http://www.antaranews.com/berita/1274026286/majapahit-tidak-menguasai-seluruh-nusantara Majapahit Tidak Menguasai Seluruh Nusantara Minggu, 16 Mei 2010 23:11 WIB | Peristiwa | Umum | Jakarta (ANTARA News) - Kerajaan terbesar Indonesia Majapahit ternyata tidak menguasai seluruh Nusantara apalagi kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia, Filipina dan Siam Selatan (Thailand). Tidak seperti apa yang ada di buku-buku pelajaran selama ini, daerah-daerah di Nusantara merupakan daerah merdeka dan berkedaulatan bukan daerah kekuasaan Majapahit, kata arkeolog Hasan Djafar yang juga penulis buku Masa Akhir Majapahit pada diskusi bertajuk Majapahit: Masa Awal, Pencapaian, dan Masa Akhir di LKBN ANTARA akhir pekan lalu. Kekuasaan Majapahit, katanya, hanya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura dan Bali dan saat itu ada kerajaan kuat juga di Nusantara yaitu kerajaan Melayu. Kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya saat itu hanya sebuah kerajaan adikuasa dan disegani kerajaan-kerajaan sekitar bukan karena daerah jajahannya. Majapahit hanya sebuah kerajaan yang dihormati kerajaan-kerajaan sekitar karena kesuksesannya mengolah perekonomian dan menjadi contoh kerajaan-kerajaan sekitar dan saat itu Majapahit terkenal akan negara agraris ekonomis dan maritim, katanya. Majapahit disegani kerajaan sekitar karena mampu menjaga keamanan dan kestabilisan regional dan memiliki pengaruh luas di Nusantara. Majapahit juga mempunyai kerjasama dengan Kerajaan Melayu yang dipimpin oleh Raja Adityawarman yang beribukota di Dharmawangsa (Sumatra Barat). Majapahit sebagai kerajaan adi kuasa berkewajiban melindungi daerah-daerah di Nusantara demi kelangsungan kerjasama regional, katanya. Majapahit pun kerap melakukan perdagangan dengan daerah-daerah sekitar seperti Banda, Ternate, Ambon, Banjarmasin dan Malaka. Pernah ada pertukaran prasasti bernama Amoghapasa antara kedua kerajaan sebagai simbol bentuk kerjasama, kata Hasan Djafar yang juga ahli epigrafi dan sejarah kuno Indonesia. Djafar juga mengemukakan pemahaman salah selama ini yang menyebutkan berbagai kerajaan lain di Nusantara memberikan upeti atau pajak ke Majapahit. Kerajaan-kerajaan itu hanya memberikan hadiah bukan upeti dan wajar kerajaan memberikan hadiah ke negara kuat saat itu, katanya. Ketika ditanya kebenaran sumpah amukti palapa yang dikumandangkan Gadjah Mada ketika dilantik Ratu Majapahit Tribhuwana Tunggadewi menjadi Patih Majapahit bahwa ia tidak akan memakan buah palapa sebelum menguasai nusantara. Itu juga salah penafsiran, mukti palapa bukan makan buah palapa tapi saya tidak akan bahagia sebelum menyatukan nusantara, katanya. Namun itu masih menjadi perdebatan hingga sekarang karena Gadjah Mada hanya memadamkan pemberontakan di Bali dan Dompo (Sumbawa), katanya menambahkan. Kerajaan Majapahit sebagai salah satu kerajaan besar pada zaman Hindu-Budha yang berkembang sejak tahun 1293 - 1519 mencapai puncak perkembangannya pada abad ke-14 pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk yang bergelar Sri Rajasanagara. Kisah kerajaan Majapahit terdapat dalam kitab Pararaton dalam bahasa Kawi dan kitab Nagarakertagama dalam bahasa Jawa Kuno. Sejak zaman keemasannya kerajaan Majapahit memiliki 21 daerah yaitu Daha (Kediri), Jagaraga, Kahuripan
CiKEAS Anas dan Gerbong HMI
http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=showpagekat=7 [ Selasa, 25 Mei 2010 ] Anas dan Gerbong HMI Oleh Ardi Winangun Terpilihnya Anas Urbaningrum menjadi ketua umum (Ketum) Partai Demokrat dalam Kongres II Partai Demokrat menunjukkan bahwa proses kaderisasi HMI teruji. Jabatan Ketum partai politik (parpol) dari kader HMI, seperti yang dipercayakan kepada Anas, bukan yang pertama. Sebelumnya, ada juga Ketum parpol yang mantan aktivis HMI. Antara lain, Ketum PPP 1989-1994 dan 1994-1998 Ismail Hasan Metareum, Ketum Partai Golkar 1999-2004 Akbar Tandjung, Ketum Partai Golkar 2004-2009 Jusuf Kalla, Ketum PAN 1998-2005 Amien Rais, dan Ketum PRD Rusli Moti. Ketika jabatan Ketum PB HMI 1997-1998 sering dimunculkan dan dijadikan sebagai jualan untuk menarik semua kalangan, selepas Anas memenangi pemilihan tersebut, banyak orang yang bertanya-tanya, apakah dia akan menarik gerbong kader-kader HMI ke Partai Demokrat? Pertanyaan tersebut bisa berarti netral, bisa pula mengandung sebuah kecurigaan. Menjadi sebuah kecurigaan karena ada anggapan bahwa Anas akan lebih memilih dan memasukkan kader-kader HMI ke dalam kepengurusan Partai Demokrat. Jika begitu, kader partai non-HMI akan tersingkir. Kecurigaan tersebut juga muncul ketika Akbar terpilih menjadi ketua umum Partai Golkar. Memasukkan seseorang ke dalam kepengurusan partai tentu tidak semudah anggapan orang. Ketum terpilih tidak bisa seenaknya sendiri dalam menentukan kepengurusan. Dia dibantu formatur lain dalam menyusun kepengurusan. Meski Anas memenangi pemilihan, dalam kongres itu disepakati keputusan tertinggi berada di tangan SBY. SBY sebagai ketua Dewan Pembina Partai Demokrat 2010-2015 merupakan pengambil kebijakan tertinggi. Dia bisa memveto pleno DPP dan mendapatkan kewenangan penuh dalam menyusun komposisi lembaga tersebut untuk masa bakti lima tahun ke depan. Dari situ saja, sudah ada halangan bila Anas hendak membawa gerbong kader HMI. Anas bisa saja ngotot menarik gerbong itu. Tapi, gerbong tersebut belum tentu bisa ditarik karena harus berhadapan dengan selera ketua dewan pembina. Bisa saja Anas mengusulkan nama-nama yang hendak menjadi pengurus. Namun, bisa pula nama-nama tersebut dicoret atau diminta untuk direvisi bila tidak dikehendaki SBY. Keinginan Anas atau siapa pun yang terpilih menjadi Ketum parpol maupun organisasi massa lain untuk menarik gerbong HMI tentu bukan sebuah langkah tanpa landasan. Yang pasti, langkah tersebut dilakukan dengan matang. Ada beberapa landasan untuk menarik gerbong kader HMI. Pertama, sebagai sebuah organisasi, HMI telah terbukti mampu mencetak seorang kader yang mempunyai keterampilan-keterampilan yang mumpuni dalam berorganisasi. Keterampilan itulah yang bisa membuat kader tersebut ditarik dalam sebuah gerbong oleh siapa pun. Saat Anas masuk ke Partai Demokrat, tentu SBY melihatnya sebagai mantan Ketum PB HMI. Jadi, SBY-lah yang menarik gerbong HMI ke Partai Demokrat. Kedua, jumlah anggota HMI terbanyak jika dibandingkan dengan organisasi mahasiswa lain. Selepas dari HMI itulah mereka tumpah ruah ke mana-mana. Karena memiliki keterampilan organisasi, banyak di antara mereka yang diserap atau terserap partai-partai politik atau organisasi massa lain. Bila berada dalam satu gerbong, mereka akan ditarik siapa pun yang menjadi lokomotif. Tak heran, kecuali di PDS (Partai Damai Sejahtera), pasti ada mantan kader HMI di parpol mana pun. Bila Anas menarik gerbong HMI, tentu yang ditarik adalah kader HMI di Partai Demokrat, bukan dari partai lain. Jadi, hal tersebut sah-sah saja. Kader HMI di partai itu kan bukan Anas saja. Ada Saan Mustopa, Andi Mallarangeng, Marzukie Alie, dan lain sebagainya. Ketiga, karena rekam jejak kader HMI yang profesional, cerdas, dan islami, elite-elite politik nonkader HMI justru membuka jalan agar kader HMI masuk ke dalam rumah mereka. Bukti undangan itu, SBY dengan kapasitas sebagai presiden dan Taufik Kiemas hadir dalam acara pengukuhan pimpinan kolektif majelis nasional KAHMI pada 20 Januari 2010. Kehadiran dua petinggi negara dan politik tersebut, satu ketua Dewan Pertimbangan PD dan satunya lagi ketua Dewan Pertimbangan PDIP, menunjukkan bahwa KAHMI memiliki daya tawar politik yang cukup tinggi. Mereka tidak hanya datang untuk ikut bersilaturahmi. Mereka juga mempunyai motif-motif politik tertentu kepada KAHMI. Bahkan, dalam acara tersebut SBY dan Taufik dinyatakan sebagai anggota kehormatan KAHMI. Sebagai tanda bahwa mereka menjadi anggota KAHMI, pin disematkan pada kerah baju mereka. Selain itu, ketika hendak membentuk Barmusi (Baitul Muslimin Indonesia), sayap PDIP, Taufik bersilaturahmi ke KAHMI. Dalam silaturahmi tersebut, dia secara langsung mengundang kader-kader HMI untuk bergabung dengan PDIP. Dari kegiatan itu, Hamka Haq yang juga kader HMI mampu menjadi ketua Barmusi. Selain itu, Ketum PB HMI 1965-1966 Soelastomo pernah bercerita, pada 1967-an, saat Soeharto hendak menyusun kabinet,
CiKEAS When it Comes to Regional Autonomy in Indonesia, Breaking Up Should be Harder to Do
http://www.thejakartaglobe.com/opinion/when-it-comes-to-regional-autonomy-in-indonesia-breaking-up-should-be-harder-to-do/377006 May 25, 2010 Yosua Sitomorang When it Comes to Regional Autonomy in Indonesia, Breaking Up Should be Harder to Do Is Indonesia breaking up before our very eyes? Since the advent of the 1999 Law on Regional Government, the nation's regional administrations have been in a state of significant transition. Larger units of government are being broken down into smaller ones, and questions abound about who the real winners and losers are, why pressure for the process emerged and just where it will end. Underpinning arguments for the 1999 law for this process of regional division, or p emekaran , were political elements. For some, the potentially destabilizing force of separatist pressures was the main incentive. It is not clear, however, how much the law was a reaction to thinking on separatism in some regions - and therefore a preventive measure - or if, by devolving new powers, it was hoped that separatism would never raise its divisive head. What is clear, though, is that those who had not thought before about pemekaran very quickly noticed the potential benefits to their communities - financially, identity-wise and, most important, politically. The enthusiasm with which Indonesia was breaking down rather caught the central government off guard. Seemingly politically stable parts of the nation suddenly could not function, or so it was said, without more accountable government, and closer to home, through the creation of their own district or subdistrict. With the advent of the revised Law on Local Government in 2004, local governments achieved even better local autonomy. In essence, the distance between decision makers (local government) and those affected by these decisions narrowed significantly, with a view to synchronizing policies, laws and actions more effectively and efficiently with locally expressed notions of public welfare. The speed with which pemekaran was embraced by many regions caught many people by surprise, and the Ministry of Home Affairs figures speak for themselves - districts and subdistricts increased from 440 in 2004 to 497 in 2009. For many, what was even more surprising was the lack of discussion on the pros and cons of this process. Disgruntled civil society leaders emphasized the word con. Many questioned the validity of the process, unconvinced as to whether everyone benefited equally. While improved public services were the goal for all, it was the perception of the masses that initial motivation for this division had been led by a handful of elites, ambitious to strengthen their power. Those who heard of the economic efficiencies of increased autonomy countered with a whole slew of ideas ranging from a loss of economies of scale, the implementation of a new public administration system that prevented the entry of foreign investment, the mess that surrounded regional budget planning and the disproportionately large allocation of the local budgets focused on new local governance structures rather than any improvement of public services. This is further reflected in increased central government expenditures on newly created regions as a result of this rampant expansion of regions. Legal aspects of autonomy have fared little better. Local laws, derived from local parent laws and not directly from national equivalents, are often in contradiction with national laws. Parallel sets of customary ( adat ) laws can make citizen rights even less clear. Overall, if a 2007 Ministry of Home Affairs evaluation on the then 148 newly autonomous regions in 2005 is accurate, 80 percent of the local governments created through pemekaran are failing to do a good job. As reported in Media Indonesia, at least one survey in the same year found that pemekaran did not succeed in improving society's welfare. Given all of this, should unfettered regional division be allowed to continue, and if so, on what basis? Carrots and sticks work in other parts of government, so why not here? Sticks should be brought to bear in regions where regional division has failed. Reintegration (though not a popular action even with central the government) and restricting flows of funds could be used. Carrots could be liberally distributed if future regional division is allowed. Japan, for example, allows easy access to credit facilities for regions (though it also reduces budget allocations reserved for regions that want to expand). Allowing successful regions to raise funds independently may also encourage better performance. However, for many these measures are seen as just tinkering, as are application of various new laws and regulations governing the sustainability of local government, performance evaluations of autonomous regions and the region merging processes. If pemekaran is here to stay, the government should
CiKEAS MITRA BULOG MASIH ENGGAN BELI BERAS PETANI
Refleksi : Buat apa beli beras dari petani? Mungkin kalau beli dari mereka agak sulit untuk mendapat komisi atau juga yang disebut kick back atau mark up harganya, jadi lebih baik impor supaya ada rejeki nomplok. Akal bulus memberi fulus. http://www.sinarharapan.co.id/berita/content/read/mitra-bulog-masih-enggan-beli-beras-petani/ Kamis 20. of Mei 2010 11:19 MITRA BULOG MASIH ENGGAN BELI BERAS PETANI Palu - Mitra Bulog di Sulawesi Tengah hingga kini enggan membeli beras produksi petani, meski di sejumlah wilayah di daerah itu sedang memasuki masa panen, karena harga masih cukup tinggi. Bayangkan saja sampai sekarang ini tidak ada satu pun mitra kami di Palu yang datang mengajukan kontrak pembelian beras, kata Makkeng li, kepala Bidang Pelayanan Publik Perum Bulog setempat di Palu, Kamis. Padahal di sejumlah wilayah Sulteng, termasuk di Kabupaten Donggala, Sigi, dan juga Parigi Moutong yang merupakan lumbung beras terbesar di Provinsi ini sementara panen. Namun demikian, tidak ada dari mitra Bulog yang selama ini terlibat dalam kegiatan pengadaan beras di daerah ini yang melakukan pembelian. Buktinya, sampai hari ini belum satu pun dari mitra yang mengajukan permohonan kontrak pembelian dengan Bulog, katanya. Menurut dia, salah satu penyebabnya adalah masalah harga beras ditingkat petani dan penggilingan padi di seluruh wilayah Sulteng diatas harga patokan pemerintah (HPP). Kemungkinan besar, tingginya harga pembelian pedagang pengumpul dan antarpulau yang menyebabkan mitra enggan membeli. Jelas kalau mereka membeli diatas HPP yang ditetapkan pemerintah, mitra dipastikan merugi. Kan tidak mungkin mereka memaksakan diri untuk membeli kalau ternyata merugi, ujarnya. Ia mengakui, pengadaan beras di Sulteng hingga medio Mei 2010 ini baru sekitar 1.500 dari target 10.000 ton. Pengadaan masih cukup kecil, ketimbang hasil panen yang ada. Semua beras petani yang dibeli Bulog itu berasal dari Kabupaten Parigi Moutong. Makkeng berharap pada panen Juni-Juli 2010, realisasi pengadaan akan bertambah banyak. Harga beras pembelian pedagang pengumpul di tingkat petani dan penggilingan saat ini berkisar Rp5.100 sampai Rp5.200/kg. Sementara HPP yang ditetapkan pemerintah pembelian oleh Bulog kepada mitra Rp5.060/kg.(ant)
CiKEAS Hamas is Asking for Washington's Hand
http://www.aawsat.com/english/news.asp?section=2id=21076 Hamas is Asking for Washington's Hand 25/05/2010 By Abdul Rahman Al-Rashed Somebody affiliated to the Palestinian Authority expressed his frustration by saying, this is treacherous, as he condemned the scene in the Gaza Strip as Hamas threw itself into the arms of the US administration and publicly announced its acceptance of a Palestinian state based on the 1967 borders, going back on everything it used to reject in the past when it labeled those who called for this as traitors. I said to him: it is true that it is unfaithful but this is politics in which [there is] no allegiance, no loyalty and no morality. The Hamas government shocked many of its followers and scared its rivals when it suddenly showed, without any indication, that it wants ties with the US administration, and supports the peaceful solution unconditionally. Gaza confused the residents of Ramallah, where the Palestinian government is based, as well as Fatah leaders that rushed to attack Hamas' new position without thinking. The Endowments Minister, Mahmoud al Habash, considered ties with Washington a move that would harm the Palestinian people. I forgot to say that the speaker here is the Minister of Endowments for the PA, not a minister from the Hamas government. As for the reason [for the change], I explained that two weeks ago in order to understand Hamas' position. I said that it is inclining towards the direction of the Syrian inclination. Hamas really is nothing but an annex of the Syrian Foreign Ministry regarding its foreign relations, and the matter does not require much deliberation. We must reproach the PA for its tumult against Hamas just because it changed its position and this time it is now seeking a relationship with Washington and supporting the peaceful solution. This is an advanced position and serves the Palestinian project in general regardless of the Hamas rivalry. The question here is: can the support of the peaceful solution, which was expressed by Hamas officials, last until the end of the year or even till the end of the summer? Is Hamas' advanced position reflective of a more important development in Syrian policy towards the peace process? If this is the case then we are facing an important breakthrough on the regional level. Despite that the news of Hamas' u-turn is important and is of political significance, we should not rely upon it firstly because Hamas doesn't have a real position in any field; secondly, these are merely words and not action; and thirdly because the language is the wrong way round as Hamas said that it does not object to the establishment of ties with Washington when it is in fact Washington that is rejecting this, not the other way round! The problem is the government of Barack Obama not the government of Ismail Haniyeh. Whether that was just a statement or a serious, new policy, it is expected that the government of Mahmoud Abbas will offer congratulations to the Hamas government and begin cooperating with it and make the most of the occasion to bring together the disordered Palestinian politics and prepare to bring back together Gaza and the West Bank. Every topic has its own content. Everybody in the region, including Syria and Israel, and outside of the region, for example the United States, knows very well that the Palestinian Authority is the legitimate and sole representative [of the Palestinian people] and realizes that there can be no negotiations without it. Therefore, they must not panic about the flirting between Hamas, Washington and Israel as it is [the kind of] flirting that will have no outcome.
CiKEAS Abbas says ready to swap land with Israel
http://arabnews.com/middleeast/article56568.ece Abbas says ready to swap land with Israel By ASSOCIATED PRESS Published: May 22, 2010 20:32 Updated: May 23, 2010 01:25 RAMALLAH: The Palestinians are ready to swap some land with Israel, although differences remain over the amount of territory to be traded, Palestinian President Mahmoud Abbas said Saturday, after two rounds of indirect, US-led peace talks. The negotiations began earlier this month, with US envoy George Mitchell shuttling between Abbas and Israeli Prime Minister Benjamin Netanyahu. Abbas' comments marked the first time a participant has provided details about the talks. Abbas said the first round dealt with borders and security arrangements between Israel and the state the Palestinians hope to establish in the West Bank and Gaza Strip, with east Jerusalem as its capital. Israel wants to annex major Jewish settlements in the West Bank and East Jerusalem. In previous negotiations, the two sides agreed that Israel would swap some of its territory to compensate the Palestinians, but gaps remained on the amount of land to be traded. Abbas dismissed recent media reports that the Palestinians are willing to trade more land than in the past, saying: We did not agree about the land area, but we agreed on the principle of swapping land (equal) in quality and value. In 2008, the Palestinians offered to cede 1.9 percent of the West Bank to Netanyahu's predecessor, Ehud Olmert. Olmert sought a 6.5 percent swap. It is not clear whether Netanyahu accepts the idea of a land swap, and if so, how much of the West Bank he wants to keep. Israel has moved nearly half a million of its citizens into dozens of Israeli settlements in the West Bank and East Jerusalem since the 1967 Mideast War. A land swap would be crucial to any final agreement between Israel and the Palestinians. Talks resumed in early May after a 17-month breakdown.
CiKEAS Sri Mulyani Akan Buka-bukaan
Refleksi : Kalau buka-bukaan, apakah tidak melanggar aturan susila kaum berkuasa? http://us.detiknews.com/read/2010/05/24/093406/1362724/10/sri-mulyani-akan-buka-bukaan-soal-mafia-hukum-di-ppatk?991101605 Senin, 24/05/2010 09:34 WIB Sri Mulyani Akan Buka-bukaan Soal Mafia Hukum di PPATK Gagah Wijoseno - detikNews Jakarta - Dua hari lagi mantan Menkeu Sri Mulyani terbang ke Washington DC. Sebelum hijrah, dia akan hadir dalam diskusi soal mafia hukum. Acara ini digelar di kantor Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Diskusi tentang mempersatukan energi dalam memberantas mafia hukum, kata anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, saat dihubungi detikcom, Senin (24/5/2010). Selain Sri Mulyani, Menkum HAM Patrialis Akbar, Ketua Komisi III Benny K Harman, dan Sekjen TII Teten Masduki juga menjadi pembicara. Diskusi digelar pukul 09.30-12.30 WIB di auditorium PPATK, Jl Juanda No 36, Jakarta. Sri Mulyani dan Patrialis nanti akan akan mengupas tuntas terkait mafia hukum yang berada di lingkungan masing-masing. Juga akan dilaunching website Satgas dan buku modus operandi dan akar pemasalahan mafia hukum, ujar Mas Ahmad Santosa. (ndr/nrl)
CiKEAS Meredam Potensi Ecological Conflict
http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/index.php?ar_id=NzI5OA== Tema: Penataan Ruang dan Pertanahan Meredam Potensi Ecological Conflict Oleh : Dedi Sasmito Utomo (Guru Geografi SMA Negeri 1 Kras, Kediri) Tanggal : Minggu, 23 Mei 2010 PEMBANGUNAN wilayah, khususnya daerah perkotaan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah. Hampir seluruh kota besar di Indonesia tumbuh dan berkembang di daerah pesisir atau di lingkungan DAS (Daerah Aliran Sungai) karena sejarah menunjukkan bahwa di daerah itulah awal mula masyarakat berinteraksi, membentuk komunitas, dan akhirnya membangun daerah tersebut dengan komunitasnya. Sehingga tak heran jika di kota-kota besar muncul perkampungan cina (pecinan), perkampungan arab, perkampungan india, perkampungan melayu, dan lain-lain. Seiring berkembangnya waktu, kota akan mengalami fase kerusakan bahkan kematian sehingga akan lahir kota-kota baru melalui desa-desa yang mengalami pertumbuhan dan berkembang layaknya sebuah kota. Berawal dari adanya transformasi informasi dan budaya, sebuah desa membangun wilayahnya untuk memenuhi tuntutan dari perkembangan kota di sekitarnya yang lebih cepat. Sehingga kita mengenal daerah-daerah hinterland. Daerah ini juga didukung oleh desa-desa di sekitarnya. Lambat laun sebuah desa akan kehilangan identitas fisik dan sosialnya. Sebuah wilayah yang didominasi areal persawahan yang hijau dan karakteristik masyarakat yang humanis akan ditelan oleh perkembangan sebuah kota jika tidak mampu menata wilayahnya. Pada fase ini sebuah wilayah akan mengalami ecological conflict (istilah diciptakan penulis sendiri), yaitu konflik kepentingan lahan yang dapat berakibat pada berkurangnya daya dukung lingkungan karena pemanfaatan lahan yang tidak pada fungsinya. Salah satunya konflik pemanfaatan lahan permukiman. Pemanfaatan lahan di daerah pedesaan didominasi oleh kegiatan pertanian. Hanya sebagian kecil lahan yanng dimanfaatkan untuk permukiman. Kondisi yang berbeda terjadi di kota yang sebagian besar lahannya dimanfaatkan untuk permukiman dan fasilitas lainnya. Walaupun demikian, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di pedesaan, maka lama kelamaan areal pertanian di pedesaan beralih fungsi menjadi areal permukiman. Masalah kemudian muncul ketika pembangunan permukiman tersebut harus mengorbankan lahan pertanian yang relatif subur yang selama ini menjadi sumber mata pencaharian penduduk. Di sinilah akan terjadi konflik kepentingan antara kebutuhan akan tempat tinggal dan kebutuhan akan mata pencaharian. Tetapi yang sering terjadi adalah mengorbankan lahan pertanian untuk permukiman. Akibat selanjutnya, para petani akan mencari lahan baru untuk pembukaan lahan pertanian, yaitu dengan jalan membuka hutan yang mestinya difungsikan sebagai wilayah konservasi. Inilah yang disebut sebagai ecological conflict. Berubahnya fungsi suatu lahan akan diikuti oleh perubahan fungsi lahan yang lain. Kondisi seperti ini dapat menurunkan kualitas lingkungan karena komponen biotik dan abiotik pada setiap lahan berbeda-beda. Perubahan ini juga akan merubah tatanan dan interaksi antarunsur lingkungan, baik komponen biotik, abiotik, dan sosial-budaya. Lingkungan itu sendiri memiliki tatanan atau jalinan hubungan antara satu dengan lainnya sehingga membentuk keseimbangan. Jika dengan dibangunnya permukiman terjadi perubahan pada salah satu unsurnya, maka tatanan lingkungan dan kualitas lingkungan akan terpengaruh. Ada beberapa hal yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan sebagai dampak dari pembangunan permukiman, antara lain: a. Dampak permukiman terhadap lingkungan biotik. Lahan yang dijadikan permukiman dapat berupa daerah pertanian maupun daerah yang masih alami seperti hutan. Proses konversi lahan jelas akan mengubah habitat berbagai macam makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Jika habitatnya rusak, maka akan terjadi beberapa kemungkinan seperti migrasi atau bahkan kepunahan. b. Dampak permukiman terhadap kualitas lingkungan fisik. Keberadaan permukiman pada suatu wilayah secara langsung menutup lahan-lahan terbuka dengan bangunan rumah dan berbagai fasilitasnya. Selain itu, aktivitas penduduk memberi dampak terhadap kualitas lingkungan tanah, air, dan udara. Lebih khusus pada kualitas lingkungan tanah, permukiman seringkali dibangun pada daerah dengan topografi yang datar. Lahan-lahan tersebut biasanya berada di daerah bantaran sungai atau dataran alluvial di daerah pesisir yang relatif subur. Bangunan permukiman akan mematikan produktivitas lahan tersebut dalam menghasilkan sumber pangan penduduk. Bertambahnya panduduk terus-menerus juga menuntut lahan permukiman yang lebih luas. Sebagian penduduk terpaksa atau sengaja merambah daerah lain seperti perbukitan atau daerah lereng gunung yang tadinya hutan atau wilayah konservasi. Akibatnya semakin banyak lahan yang terbuka akibat dari banyaknya vegetasi penutup yang ditebang oleh penduduk sekitar. Tidak adanya
CiKEAS SBY Dinilai tak Maksimal Beri Perlindungan Politik
http://www.lampungpost.com/aktual/berita.php?id=17582 Rabu, 19 Mei 2010 NASIONAL SBY Dinilai tak Maksimal Beri Perlindungan Politik JAKARTA (LampostOnline): Keputusan Sri Mulyani mundur sebagai Menteri Keuangan tak terlepas dari tekanan-tekanan politis yang diterimanya dari partai politik. Saat Sri Mulyani tertekan, Presiden SBY dinilai tidak memberi perlindungan politik yang cukup bagi Sri Mulyani sehingga dia memilih menerima tawaran dari Bank Dunia. Ini secara tidak langsung mengutarakan kekecewaan Sri Mulyani terhadap proteksi SBY yang kurang maksimal dari tekanan-tekanan DPR yang sangat kuat, kata pengamat politik Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhan Muhtadi, Rabu (19-5). Dalam konteks yang lebih spesifik, kata Burhan, Sri Mulyani menyesalkan tekanan politik dari DPR yang sangat kuat yang harus dia pikul terkait kebijakan bailout yang dia anggap benar untuk menyelamatkan perekonomian negara, tetapi malah dibilang salah. Sehingga dia merasa menjadi korban dari tekanan politik yang kuat, katanya. Seharusnya SBY segera mengambil langkah clear dalam pengambilan tanggung jawab, sehingga tidak menjadi bola liar yang ditendang ke mana-mana, imbuhnya. Burhan menilai, pernyataan Sri Mulyani malam tadi juga untuk menyindir partai politik. Terutama partai-partai anggota koalii yang menjadi motor penggerak Pansus Century di DPR. Pernyataan lebih banyak menyindir Partai Golkar dan PKS. Ketiga partai itu dianggap sebagai motor utama resistensi kalangan Senayan terhadap keputusan dia terhadap keputusan bailout, analisis dia. Sri Mulyani tadi malam memaparkan alasan dirinya mundur sebagai pejabat publik. Ia merasa dipojokkan dalam panggung politik di mana saat ini sebagai pembantu pemerintah dirinya tidak lagi dikehendaki dalam sebuah sistem politik. Mengapa Sri Mulyani mundur dari Menteri Keuangan? Tentu ini sudah ada dalam kalkulasi, di mana saya anggap sumbangan dan kepentingan saya sebagai pejabat publik tidak lagi dikehendaki di dalam suatu sistem politik, ungkap Sri Mulyani dalam kuliah umum yang bertemakan Kebijakan Publik dan Etika Publik di Ballroom Ritz-Carlton, Jakarta. Sri Mulyani juga merasa ketika sudah tidak dikehendaki dalam sistem politik maka perkawinan kepentingan antar kelompok tadi sudah sangat dominan dan kental.DTC/L-1 bening.gif
CiKEAS Balas Dendam, OPM Tembaki Aparat
http://www.cenderawasihpos.com/detail.php?ses=id=138 3 Mei 2010 18:58:08 Balas Dendam, OPM Tembaki Aparat 2 TNI dan 2 Polisi Terluka JAYAPURA-Diduga balas dendam atas tewasnya Werius Telenggen yang merupakan Komandan Regu TPN/OPM di wilayah Kampung Yambi, Distri Mulia, Puncak Jaya, yang tertembak oleh aparat gabungan TNI dan Polri beberapa waktu lalu, kelompok TPN/OPM mengamuk dengan menembaki aparat yang bertugas di Puncak Jaya pada Jumat (21/5) dan Sabtu (22/5). Akibatnya, 2 anggota TNI dan 2 polisi mengalami luka tembak. Dua anggota TNI yang mengalami luka tembak itu adalah Lettu Inf. Agung Setia yang terkena tembakan di bagian lengan kanan dan Pratu Afrianto yang mengalami luka tembak di bagian pantat bagian belakang dan kondisinya kritis. Keduanya dari Satgas Pamrahwan Yonif 753/AVT yang bertugas di Pos Yambi, Distrik Mulia, Puncak Jaya. Sedangkan 2 polisi yang mengalami luka tembak yaitu Bripda Seprianus Sahuleka yang mengalami luka tembak di bagian kaki kanan dan Kasat Samapta Polres Puncak Jaya, AKP Yeremias Rumawi yang luka di bagian lengan kiri dan dahi akibat terkena serpihan peluru. Sementara seorang polisi lagi bernama Iptu Hans Fairnap (mantan Danki Brimob Puncak Jaya) terkena tembak di bagian rompi belakang hingga pecah. Aksi penembakan yang pertama dilakukan Jumat (21/5) sekitar pukul 19.30 WIT. Anggota TNI yang sedang bertugas di Pos Satgas Pamrahwan Yonif 753/AVT wilayah Yambi, Distrik Mulia mendapat gangguan dari kelompok bersenjata TPN/OPM itu. Saat itu, anggota sedang melaksanakan pengamanan di sekitar pos, namun tiba-tiba dari 2 titik yaitu arah ketinggian sebelah selatan, tepatnya di bagian belakang pos yang berjarak 150 meter dan bagian utara tepatnya samping pos dengan jarak 100 meter dengan kondisi cuaca hujan dan berkabut sekelompok bersenjata menembaki aparat yang berada di pos itu. Setelah menembaki pos, kemudian para pelaku langsung melarikan diri ke arah hutan, sehingga tidak bisa dikejar. Kapolres Puncak Jaya, AKBP Alex Korwa saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos melalui telepon selulernya, Minggu (23/5) malam membenarkan peristiwa penembakan tersebut. Menurutnya, anggota TNI yang sedang berada di dalam pos tersebut tiba-tiba dikagetkan dengan suara tembakan yang tepat mengarah ke pos, sehingga dua anggota pos terkena tembakan. Disinggung apakah penembakan itu merupakan aksi balas dendam dari kelompok TPN/OPM pasca tewasnya Komandan Regu wilayah Yambi, Werius Telenggen beberapa waktu lalu? Kapolres mengungkapkan, hal itu bisa saja sebagai upaya balas dendam. Kita menduga kuat kemungkinan itu. Mungkin aksi itu adalah aksi balas dendam dari mereka, karena beberapa waktu lalu kita menewaskan salah satu orang dari mereka, ujarnya. Di tempat terpisah, Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Letkol Inf. Susilo saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos membenarkan peristiwa penembakan yang menimpa anggota Satgas Pamrahwan Yonif 753/AVT. Ya benar memang ada 2 anggota kami yang terkena tembak oleh sekelompok Gerombolan Pengacau Keamanan di wilayah Puncak Jaya, ungkapnya. Dikatakan, awalnya anggota itu sedang melaksanakan pengamanan pos, namun tiba-tiba ditembaki dari arah ketinggian. Saat itu kondisinya hujan dan berkabut. Setelah itu, ada 2 anggota yang tertembak yaitu Lettu Inf. Agung Setia dan Pratu Afrianto. Saat ini sudah berhasil dievakuasi ke Jayapura, meskipun sebelumnya proses evakuasi sempat gagal karena cuaca buruk. Kini keduanya sudah di RS Marten Indey untuk dirawat secara intensif. Sementara untuk proses pengejaran masih kami serahkan kepada polisi karena mereka masih pelaku-pelaku kriminal, terangnya. Sementara pada Sabtu (22/5) sekitar pukul 12.30 WIT, aparat gabungan yang ingin mengevakuasi korban tertembak itu dari Pos Yambi terdiri dari anggota Polres Puncak Jaya, Densus 88, Yonif 753/AVT, Brimobda Polda Papua BKO Polres Puncak Jaya, juga ditembaki oleh sekelompok bersenjata yang berjarak sekitar 1,5 km dari pos. Akibat rentetan tembakan itu, 3 orang anggota polisi terkena tembakan, yaitu Bripda Seprianus Sahuleka mengalami luka tembak di bagian kaki kanan, kemudian Kasat Samapta Polres Puncak Jaya, AKP. Yeremias Rumawi luka serpihan peluru pada bagian lengan kiri dan dahi, serta Iptu Hans Fairnap (mantan Danki Brimob Puncak Jaya) terkena tembak di bagian rompi belakang hingga pecah. Meskipun ditembaki, namun aparat gabungan yang ingin melakukan evakuasi korban ini sempat melakukan perlawanan sehingga terjadi kontak senjata, namun akhirnya kelompok tersebut mundur dan melarikan diri ke arah hutan, sehingga proses evakuasi berhasil dilakukan. Tepat sekitar pukul 17.40 tim evakuasi tiba di RSUD Mulia dan langsung ditangani oleh tim medis, dan pada Sabtu (22/5) pagi korban akan dievakuasi ke Jayapura sekitar pukul 08.30 dengan pesawat Trigana Air namun gagal karena cuaca buruk. Meskipun tertunda sehari, proses evekuasi korban ke Jayapura akhirnya berhasil dilakukan Minggu (23/5)
CiKEAS Hilangnya Kepekaan Wakil Rakyat
http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/hilangnya-kepekaan-wakil-rakyat/ Senin, 24 Mei 2010 13:16 Hilangnya Kepekaan Wakil Rakyat OLEH: RM BENNY SUSETYO PR Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta menunda realisasi pembangunan gedung baru pengganti Gedung Nusantara I. Penundaan itu layak dilakukan sampai tidak ada lagi polemik yang muncul akibat kesimpangsiuran informasi tentang anggaran pembangunan gedung tersebut. Resistensi publik atas rencana pembangunan gedung baru DPR itu terjadi karena ketertutupan Badan Urusan Rumah Tangga, yang menyebabkan informasi yang beredar simpang siur. Penulis juga kaget jika dana Rp 1,8 triliun ternyata hanya untuk satu gedung. Anggota Dewan yang terhormat sudah kehilangan nurani di tengah penderitaan rakyat mereka, karena hanya memikirkan hal yang fisik. Pertanyaan mendasarnya: apakah anggota Dewan yang terhormat masih memiliki kesadaran akan nurani? Nurani tidak lagi menjadi pijakan dalam bertindak dan berpikir. Ada kecenderungan mencari hal yang hanya memperkaya dirinya sendiri. Hilang nurani menciptakan mentalitas jalan pintas. Hal ini yang terjadi, karena segala idealisme memperjuangkan kepentingan rakyat sekadar politik mencari muka. Anggota Dewan kurang memiliki kepekaan terhadap penderitaan masyarakat. Pertanyaannya: mengapa hal demikian selalu terjadi? Mengapa kasus seperti ini selalu dan sering terulang? Ada apa dengan mentalitas wakil rakyat kita? Rupanya mereka yang duduk di Dewan terhormat sudah kehilangan ketajaman suara hati. Tidak diketahui persis di mana letak nurani anggota Dewan baru yang terhormat diletakkan, saat rakyat mengalami penderitaan dan beban hidup berat. Hilangnya rasa solidaritas wakil rakyat terhadap rakyatnya ini bisa kita prediksi sejak awal, karena meskipun mereka dipilih melalui sistem pemilu berbeda, mereka dipilih dan ditentukan oleh partai politik. Partai politik memiliki kesenjangan aspirasi yang sangat lebar antara elite dan konstituennya. Adalah kenyataan bahwa kecuali dua orang anggota, selebihnya dari mereka terpilih bukan karena persyaratan jumlah konstituennya. Kondisi ini membuat kita mengernyitkan dahi, karena ini amat menunjukkan kekaburan mereka dalam memaknai kekuasaan. Kekuasaan rupanya hanya dilihat sebagai mesin penghasil uang dan gengsi. Mesin kekuasaan itulah yang diyakini sebagai alat legalitasnya. Ketika legalitas hanya bersandar pada dua level ini, dalam kenyataannya ini membuat tata etika politik tidak lagi menjadi bagian dari kebiasaan anggota Dewan. Inilah yang menjadi masalah besar karena kata-kata mereka sulit dipercaya publik, sebab kenyataannya memang kata-kata mereka hanya pemanis bibir. Orientasi mereka sulit untuk dipertanggungjawabkan karena tidak jelas berpihak pada siapa aktivitas politiknya. Citra Dewan semakin kelam karena tidak ada motivasi untuk memperbaiki diri. Politik yang dijalankannya sering hampa etika. Tidak peduli ketika mereka harus kehilangan jati dirinya sebagai insan politik yang das sollen memiliki kejujuran, ketulusan, keterbukaan, dan keberanian menegakkan keadilan. Rasanya baru kemarin kita berharap ada perubahan perilaku anggota Dewan terhormat. Tetapi, harapan menjadi sia-sia karena mereka tidak memiliki kebiasaan baru dalam menjalankan amanat penderitaan rakyat. Politik Cari Kekayaan Akhirnya, sampai kini kita menghadapi kesulitan bagaimana cara terbaik mengingatkan sebagian wakil rakyat yang keblinger itu. Inilah realitas wajah anggota Dewan terhormat, yang kurang menyadari akan tugasnya melayani rakyat. Daulat rakyat tidak dijadikan cara berpikir, bertindak, berelasi dalam memperjuangkan nilai-nilai kesejahteran, keadilan, dan persamaan di depan hukum. Mereka sibuk mempercantik diri sendiri dengan segala hal yang bersifat material belaka. Padahal, semua itu bukan hal yang mendasar yang harus diperjuangkan. Lantas, di manakah nurani mereka jika hanya mencari hal yang menyenangkan perut tetapi lupa pada hal yang mendasar, yakni memikirkan kebutuhan masyarakat. Tetapi ini terjadi, berarti ada tragedi kematian nurani di kalangan anggota Dewan. Anggota Dewan tidak memiliki visi untuk memperjuangkan kesejahteran umum. Politik tanpa nurani cenderung hanya memperkaya diri sendiri. Politik kehilangan keutamaan moralitas, tidak mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Pertanyaan mendasarnya, di manakah orientasi mereka yang saat ini duduk di Parlemen? Politik dan pemerintahan harus menjadikan nilai moralitas publik sebagai acuan. Pemimpin sejati seharusnya meninggalkan keinginan dan nafsu kekuasaan politik sebagai sandaran hidup untuk memperoleh kekayaan. Sebab bila demikian, politik hanya akan menjadi arena investasi belaka: mengeluarkan berapa dan apa, dan mendapatkan berapa dan apa. Politik kekuasaan adalah amanat penderitaan rakyat. Pertanyaan buat para pemimpin terpilih ialah bagaimana kita menyikapi kondisi kritis bangsa kita saat ini.
CiKEAS Hilangnya Kepekaan Wakil Rakyat
http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/hilangnya-kepekaan-wakil-rakyat/ Senin, 24 Mei 2010 13:16 Hilangnya Kepekaan Wakil Rakyat OLEH: RM BENNY SUSETYO PR Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta menunda realisasi pembangunan gedung baru pengganti Gedung Nusantara I. Penundaan itu layak dilakukan sampai tidak ada lagi polemik yang muncul akibat kesimpangsiuran informasi tentang anggaran pembangunan gedung tersebut. Resistensi publik atas rencana pembangunan gedung baru DPR itu terjadi karena ketertutupan Badan Urusan Rumah Tangga, yang menyebabkan informasi yang beredar simpang siur. Penulis juga kaget jika dana Rp 1,8 triliun ternyata hanya untuk satu gedung. Anggota Dewan yang terhormat sudah kehilangan nurani di tengah penderitaan rakyat mereka, karena hanya memikirkan hal yang fisik. Pertanyaan mendasarnya: apakah anggota Dewan yang terhormat masih memiliki kesadaran akan nurani? Nurani tidak lagi menjadi pijakan dalam bertindak dan berpikir. Ada kecenderungan mencari hal yang hanya memperkaya dirinya sendiri. Hilang nurani menciptakan mentalitas jalan pintas. Hal ini yang terjadi, karena segala idealisme memperjuangkan kepentingan rakyat sekadar politik mencari muka. Anggota Dewan kurang memiliki kepekaan terhadap penderitaan masyarakat. Pertanyaannya: mengapa hal demikian selalu terjadi? Mengapa kasus seperti ini selalu dan sering terulang? Ada apa dengan mentalitas wakil rakyat kita? Rupanya mereka yang duduk di Dewan terhormat sudah kehilangan ketajaman suara hati. Tidak diketahui persis di mana letak nurani anggota Dewan baru yang terhormat diletakkan, saat rakyat mengalami penderitaan dan beban hidup berat. Hilangnya rasa solidaritas wakil rakyat terhadap rakyatnya ini bisa kita prediksi sejak awal, karena meskipun mereka dipilih melalui sistem pemilu berbeda, mereka dipilih dan ditentukan oleh partai politik. Partai politik memiliki kesenjangan aspirasi yang sangat lebar antara elite dan konstituennya. Adalah kenyataan bahwa kecuali dua orang anggota, selebihnya dari mereka terpilih bukan karena persyaratan jumlah konstituennya. Kondisi ini membuat kita mengernyitkan dahi, karena ini amat menunjukkan kekaburan mereka dalam memaknai kekuasaan. Kekuasaan rupanya hanya dilihat sebagai mesin penghasil uang dan gengsi. Mesin kekuasaan itulah yang diyakini sebagai alat legalitasnya. Ketika legalitas hanya bersandar pada dua level ini, dalam kenyataannya ini membuat tata etika politik tidak lagi menjadi bagian dari kebiasaan anggota Dewan. Inilah yang menjadi masalah besar karena kata-kata mereka sulit dipercaya publik, sebab kenyataannya memang kata-kata mereka hanya pemanis bibir. Orientasi mereka sulit untuk dipertanggungjawabkan karena tidak jelas berpihak pada siapa aktivitas politiknya. Citra Dewan semakin kelam karena tidak ada motivasi untuk memperbaiki diri. Politik yang dijalankannya sering hampa etika. Tidak peduli ketika mereka harus kehilangan jati dirinya sebagai insan politik yang das sollen memiliki kejujuran, ketulusan, keterbukaan, dan keberanian menegakkan keadilan. Rasanya baru kemarin kita berharap ada perubahan perilaku anggota Dewan terhormat. Tetapi, harapan menjadi sia-sia karena mereka tidak memiliki kebiasaan baru dalam menjalankan amanat penderitaan rakyat. Politik Cari Kekayaan Akhirnya, sampai kini kita menghadapi kesulitan bagaimana cara terbaik mengingatkan sebagian wakil rakyat yang keblinger itu. Inilah realitas wajah anggota Dewan terhormat, yang kurang menyadari akan tugasnya melayani rakyat. Daulat rakyat tidak dijadikan cara berpikir, bertindak, berelasi dalam memperjuangkan nilai-nilai kesejahteran, keadilan, dan persamaan di depan hukum. Mereka sibuk mempercantik diri sendiri dengan segala hal yang bersifat material belaka. Padahal, semua itu bukan hal yang mendasar yang harus diperjuangkan. Lantas, di manakah nurani mereka jika hanya mencari hal yang menyenangkan perut tetapi lupa pada hal yang mendasar, yakni memikirkan kebutuhan masyarakat. Tetapi ini terjadi, berarti ada tragedi kematian nurani di kalangan anggota Dewan. Anggota Dewan tidak memiliki visi untuk memperjuangkan kesejahteran umum. Politik tanpa nurani cenderung hanya memperkaya diri sendiri. Politik kehilangan keutamaan moralitas, tidak mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Pertanyaan mendasarnya, di manakah orientasi mereka yang saat ini duduk di Parlemen? Politik dan pemerintahan harus menjadikan nilai moralitas publik sebagai acuan. Pemimpin sejati seharusnya meninggalkan keinginan dan nafsu kekuasaan politik sebagai sandaran hidup untuk memperoleh kekayaan. Sebab bila demikian, politik hanya akan menjadi arena investasi belaka: mengeluarkan berapa dan apa, dan mendapatkan berapa dan apa. Politik kekuasaan adalah amanat penderitaan rakyat. Pertanyaan buat para pemimpin terpilih ialah bagaimana kita menyikapi kondisi kritis bangsa kita saat ini.
CiKEAS Perlu Sinergi Hadapi Boikot CPO Indonesia
http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=Newsid=19090 2010-05-24 Perlu Sinergi Hadapi Boikot CPO Indonesia SP/Ignatius Liliek Pekerja memanen kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Pemerintah Indonesia memproyeksikan produksi minyak kelapa sawit (CPO) pada tahun ini sebesar 19,4 juta ton. [JAKARTA] Pemboikotan produk minyak sawit mentah (CPO) Indonesia oleh perusahaan multinasional sebenarnya bisa dicegah bila pemerintah dan industri sawit nasional saling bersinergi dan mampu mengomunikasikan upaya-upaya yang telah dilakukan dalam pengembangan perkebunan sawit berkelanjutan (sustainable). Selain itu, pemerintah perlu menegakkan aturan yang dalam implementasinya kerap disabotase pemerintah daerah. Pelanggaran aturan yang berdampak pada perusakan lingkungan tersebut menjadi dasar tuduhan lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing bahwa pengembangan sawit di Indonesia menyebabkan deforestasi. Tudingan itu pula yang membuat perusahaan multinasional memboikot sawit RI.Demikian mengemuka dalam diskusi terbatas Mencari Akar Masalah Pemboikotan Produk Sawit Indonesia yang digelar Investor Daily di Jakarta, Jumat (21/5). Diskusi menghadirkan pembicara Deputi Menko Perekonomian bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady, Direktur Budidaya Tanaman Tahunan Kementerian Pertanian Mukti Sarjono, dan Kepala Sub Direktorat Perkebunan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Radix Siswo. Selain itu, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan, Sekjen Gapki Joko Supriyono, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara Bustar Maitar, Direktur Eksekutif Walhi Berry Nahdian Forqan, anggota Komisi IV DPR Anton Sihombing, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, serta pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo. Menurut Fadhil, umumnya industri sawit nasional sudah mematuhi berbagai aturan terkait lingkungan. Namun, belum dikomunikasikan dengan stakeholders sehingga yang mencuat banyak dari sisi negatif. Padahal, pembeli di luar negeri memiliki peran penting karena 15,5 juta ton dari total produksi minyak sawit mentah (CPO) Indonesia 20 juta ton diekspor.Agus Pambagyo menambahkan, serangan hanya diarahkan pada sawit Indonesia dibandingkan Malaysia. Hal itu karena komunikasi industri sawit dan Pemerintah Malaysia berjalan baik. Seperti diketahui, pemboikotan sawit Indonesia sudah menimpa PT Sinar Mas Agro Resources Technologi Tbk (SMART). Setelah Unilever NV, Nestle SA, dan Cargill Inc, produsen minyak nabati asal Spanyol Abengoa Bioenergi SA per 10 Mei lalu ikut menghentikan pembelian CPO dari Sinar Mas. Boikot tersebut terkait dengan tuduhan Greenpeace pada April 2008 bahwa SMART merusak hutan dalam pengembangan sawit. Edy Putra menilai, akar masalah pemboikotan sawit Indonesia karena reaksi berlebihan (over reactive) perusahaan multinasional (multi-national company/MNC) terhadap isu lingkungan yang dikampanyekan LSM dan pemberitaan yang berlebihan (overshadow). Dari aspek perdagangan, Edy menengarai, tujuan pemboikotan itu untuk menekan harga CPO Indonesia dan MNC ingin mencari sumber lain yang lebih murah. Edy menjelaskan, dalam perdagangan internasional, Indonesia sangat concern dengan lima isu dalam artikel 20-21 ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kelima isu itu adalah kesehatan, lingkungan, keamanan fisik, security, dan moral publik. Arah kebijakan industri nasional mengacu pada artikel itu karena demand internasional bergerak ke sana, ujarnya. Untuk itu, Edy mengharapkan adanya pengkajian menyeluruh (overall review) atas semua aspek terkait isu-isu lingkungan yang dianggap menjadi penyebab pemboikotan produk sawit Indonesia. Selain itu, katanya, kampanye yang mengangkat isu lingkungan oleh Greenpeace, Walhi, dan LSM lingkungan lainnya harus diawasi agar tidak dimanfaatkan oleh pihak lain. [ID/H-12]
CiKEAS Tangani Teroris secara Holistik
http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=newsdetail=trueid=19108 2010-05-24 Tangani Teroris secara Holistik [JAKARTA] Penanganan teroris tidak bisa instan, tetapi perlu upaya jangka panjang, dengan perencanaan yang matang dan holistik. Salah satunya adalah dengan pendekatan persuasif kepada kelompok yang memang dicurigai atau terindikasi tumbuhnya paham yang menjurus pada terorisme. Demikian Direktur Eksekutif The Wahid Institute Ahmad Suaedy usai menjadi pembicara dalam sebuah seminar mengenang almarhum Gus Dur di Jakarta akhir pekan lalu. Menurutnya, selama ini pemerintah memang tidak punya upaya lain selain penggerebekan dan penembakan. Hal ini disebabkan pemerintah terlalu lama membiarkan gerakan itu tumbuh menjadi kuat dan matang tanpa upaya pencegahan. Ibarat penyakit tidak dilakukan sejak ada gejala, tetapi dibiarkan menjalar dan kuat, sehingga ketika ada shock therapy itu terlalu berat dan tidak mudah, katanya. Kegagalan Dia mengatakan, munculnya tunas baru terorisme yang umumnya adalah usia muda menunjukkan kegagalan penanganan yang lebih berorientasi pada akibat. Menurutnya, terorisme tumbuh tidak semata karena paham radikalisme, tetapi didukung oleh faktor kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran. Kondisi ini memberikan peluang kepada teroris untuk merekrut anggota baru. Hampir sama dengan Vietnam, karena kemiskinannya memberikan peluang bagi teroris dan pemberontak negara untuk berkembang dan merekrut generasi baru. Di Malaysia dan Singapura sulit terjadi, karena mereka tidak melihat peluang di sana, tidak banyak pengangguran. Karena itu, salah satu langkah konkret yang bisa dilakukan adalah, melakukan pendekatan secara penafsiran ataupun ekonomi kepada pesantren atau kelompok yang memang diketahui menjadi pusat penggodokan, sehingga tidak tumbuh menjadi matang. Pendekatan ini melibatkan pemerintah dan semua pihak. Sementara itu, Wakil Ketua Komnas HAM Nurkholis mengatakan, saat ini Komnas HAM membentuk tim untuk menyelidiki apakah penanganan teroris selama ini melalui prosedur atau tidak. Misalnya, apakah benar penembakan dilakukan, karena dalam kondisi membahayakan polisi atau tidak. Terkait dengan pencegahan, Staf Khusus Bidang Komunikasi dan Media Kementerian Pendidikan Nasional Sukemi di Bogor, Jawa Barat, pekan lalu menuturkan, Kementerian Pendidikan Nasional melalui Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan yang bertugas dalam pembinaan siswa meminta perguruan tinggi melakukan deradikalisasi. Universitas melakukan deradikalisasi melalui mata kuliah agama dan kewarganegaraan. [D-13/D-11]
CiKEAS Etos Kepemimpinan Transformatif
http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=newsdetail=trueid=19026 2010-05-22 Etos Kepemimpinan Transformatif Etika Oleh : Kasdin Sihotang Wacana kepemimpinan tetap saja menarik untuk diperbincangkan secara serius. Minimal ada tiga alasan utama mengapa wacana tersebut tetap aktual untuk didiskusikan. Alasan pertama, peran atau kehadiran seorang pemimpin dalam komunitas masih sangat penting. Tidak bisa dimungkiri bahwa kualitas pemimpin menentukan kualitas kehidupan sebuah komunitas, termasuk sebuah bangsa. Konkritnya, bangsa yang dipimpin oleh seorang leader yang berbobot akan menjadi bangsa yang berbobot pula. Bangsa seperti ini akan menempatkan mutu sebagai perhatian dari sang pemimpin. Dengan kata lain, pemimpin seperti ini akan melakukan yang terbaik bagi rakyatnya. Atas tujuan dan fungsi luhur dari seorang pemimpin itulah Plato, seorang pemikir dari Yunani, mengidentifikasikan bahwa menjadi seorang pemimpin bukan sembarangan orang. Sang pemimpin haruslah memenuhi kriteria, yang oleh Plato disebutkan sebagai kriteria etis. Dengan kriteria etis, Plato ingin menegaskan dua hal berikut, yakni sang pemimpin selalu mengandalkan diri pada daya nalar dalam menjalankan tugas kepemimpinannya dan berpijak pada nilai dan norma-norma moral, khususnya keadilan dan kebenaran, di samping tingkat kepedulian yang tinggi terhadap kondisi rakyatnya. Menurut bahasa psikologis, pemimpin yang diidam-idamkan oleh Plato adalah orang yang mempunyai empati yang besar terhadap kehidupan orang-orang yang dipimpinnya. Dasar filosofis penentuan kriteria di atas adalah nilai kehidupan dari rakyat. Yang diurus oleh seorang pemimpin bukanlah benda-benda, tetapi manusia. Pemimpin harus mempunyai kepekaan terhadap kehidupan orang-orang yang diurusnya. Keberhasilan pemimpin justru terletak pada kepeduliannya ini. Alasan kedua, semakin sulitnya mencari pemimpin yang berbobot di tingkat nasional. Ada fenomena yang akhir-akhir ini kurang menggembirakan disaksikan oleh masyarakat, yakni banyaknya pemimpin daerah yang tersandung masalah hukum, karena perbuatan mereka di masa lalu. Kasus yang terakhir adalah apa yang menimpa gubernur Sumatera Utara. Fenomena seperti itu sebenarnya menunjukkan kenyataan yang tak terbantahkan akan sulitnya kita menemukan pemimpin yang berbobot di negeri ini. Demikian halnya makin maraknya para artis-artis, termasuk artis-artis yang kurang memenuhi kriteria moral meramaikan pencalonan kepala daerah, menjadi tanda bahwa bangsa ini kesulitan mencari figur pemimpin yang berbobot. Alasan ketiga, tantangan global yang semakin besar. Percaturan global dalam bidang ekonomi dan politik menuntut kualitas yang lebih agar bisa bertarung di tingkat yang lebih luas. Ketika bangsa ini berhenti memikirkan, apalagi menyiapkan kader-kader bangsanya, maka eksistensi bangsa ini akan terancam. Bangsa ini akan hanya menjadi penonton dan bulan-bulanan arus globalisasi, karena tidak mempunyai pemimpin yang bermutu. Orang asing akan merajai negeri ini. Akan sangat menyedihkan kalau hal ini yang terjadi. Melihat tiga argumen di atas, sudah saatnya bangsa ini menyiapkan calon-calon pemimpin, minimal menanamkan etos kepemimpinan bagi calon-calon pemimpin bangsa ke depan. Pertanyaan, etos kepemimpinan seperti apa yang tepat untuk ditumbuhkembangkan dalam menyiapkan calon-calon pemimpin bangsa? Walaupun sudah pernah digulirkan di rubrik ini tujuh tahun lalu (SP, 25/1/03), penulis tetap merasa perlu untuk mewacanakan etos kepemimpinan transformatif secara lebih mendalam. Mengapa? Pertama, kegagalan model kepemimpinan reformatif yang diberlakukan selama sepuluh tahun terakhir ini. Era reformasi yang melahirkan model kepemimpinan reformatif nampaknya tidaklah membawa perubahan yang sangat signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemajuan secara besar-besaran tidak sertamerta langsung dirasakan oleh masyarakat. Dalam situasi seperti sekarang, harus ada terobosan baru agar rakyat mengalami perubahan. Dan menurut hemat penulis model kepemimpinan transformatif sangat mendesak demi terwujudnya perubahan itu. Kedua, keunggulan dari model kepemimpinan transformatif itu sendiri. Untuk membantu mengenal keunggulan-keunggulan dimaksudkan, tidak ada salahnya menyetir apa yang pernah dipaparkan oleh Gary Yulk. Lima etos Dalam bukunya Leadership in Organization ( 1989), Gary Yulk mencirikan minimal lima etos kepemimpinan transformatif yang berbeda dari model kepemimpinan yang lainnya. Etos pertama adalah keberpihakan kepada rakyat. Itu berarti fokus kepemimpinan transformatif sangat jelas bersifat sosial dan utilitarianistik yang sehat, bukan bersifat egoistis dan komunitarianistik. Disebutkan besifat sosial utilitarianistik yang sehat, karena orientasi pemimpin seperti ini berpusat pada kepentingan rakyat. Dengan kata lain, kepemimpinan transformatif menginternalisasikan nilai-nilai empatik kepada masyarakat. Etos kedua, menempatkan nilai-nilai etis
CiKEAS Nasionalisme, Kewarganegaraan, dan Pancasila
http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=newsdetail=trueid=19025 010-05-22 Nasionalisme, Kewarganegaraan, dan Pancasila Oleh : As'ad Said Ali Survei yang dilakukan Pusat Studi Pancasila menyebutkan, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di sekolah-sekolah sekarang ini seolah hanya pelengkap kurikulum, dan tidak dipelajari secara serius oleh peserta didik. Pelajar dan guru hanya mengejar mata pelajaran-mata pelajaran yang menentukan kelulusan saja. Temuan ini menegaskan, hasil survei lembaga-lembaga lain yang dilakukan sekitar tahun 2006 dan 2007 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai Pancasila merosot tajam. Bagi kalangan tertentu, keprihatinan tersebut mungkin dipandang sebagai sikap konservatif. Namun, dalam konteks berbangsa, ini adalah sebuah fakta bahwa kredibilitas Pancasila sedang merosot, dan pendidikan kewarganegaraan tidak lagi populer. Penyebabnya bisa macam-macam, satu hal yang patut kita pertanyakan, apakah fenomena ini mengindikasikan bahwa masa depan berbangsa kita sedang terancam? Sejak reformasi, masyarakat kita sedang mengalami perubahan radikal. Reformasi telah mengantarkan bangsa kita pada dunia baru, yang sama sekali lain, terbuka dan liberal, di tengah sebuah arus yang disebut globalisasi. Globalisasi bukan hanya mengubah selera dan gaya hidup satu masyarakat bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, tetapi juga menyatukan orientasi dan budaya menuju satu budaya dunia (world culture). Anak-anak muda di Yogyakarta saat ini orientasi dan gaya hidupnya relatif sama dengan anak-anak muda di New York, London maupun Paris. Penyatuan dan penyeragaman itu kian hari bahkan semakin intensif, massive dan menyeluruh. Hal itu disebabkan karena kontak kebudayaannya bersifat nonfisik dan individual. Sarananya adalah media komunikasi dan informasi, yang bisa diakses oleh siapa pun dan di mana pun. Kontak kebudayaannya bersifat massal dan melibatkan sejumlah besar orang. Perkembangan dan pengaruh kapitalisme transnasional pun menjadi kian kokoh dan meluas menggantikan kapitalisme negara. Dalam diplomasi internasional pun kini muncul apa yang disebut dengan mikro diplomasi. Semua perkembangan ini menegaskan bahwa negara bukan lagi satu-satunya entitas yang memungkinkan hubungan antarbangsa dapat terjadi. Hubungan antarbangsa menjadi kian terbuka, kelompok masyarakat bahkan individu pun dapat melakukannya. Pertanyaannya, bagaimana nasib nasionalisme? Perubahan corak nasionalisme adalah di antara yang paling nyata dan penting. Saya menyaksikan tanda-tanda nasionalisme ala negara sedang digantikan oleh sebuah nasionalisme baru yang bercorak massa. Pada nasionalisme ala negara, aktor yang berperan sebagai penafsir nasionalisme adalah negara itu sendiri karena orientasinya adalah kekuasaan. Semangatnya pun terus terjaga melalui lagu-lagu kebangsaan yang diperdengarkan setiap jam di radio dan televisi. Oleh karena itu, ekspresinya lebih heroik. Nasionalisme ala massa, basisnya bukan pada mitos tentang ancaman, utopia atau kedigdayaan masa lalu, yang dapat mengorbankan patriotisme dan heroisme. Sebaliknya pada sesuatu yang lebih dekat, konkrit dan memiliki makna pragmatis sebagai identitas diri, yakni bangsa. Singkatnya, konstruksinya mengalami penyederhanaan, tidak lagi bersifat romantis dan hegemonik seperti dulu; cenderung praktis, terbuka dan mengandung etos menuju harmoni. Patriotisme pada nasionalisme ala massa memiliki definisinya sendiri, yang bebas dari imajinasi masa lalu yang heroik dan romantis. Konstruksinya lebih berorientasi ke masa depan pada nilai-nilai universal dan modern. Bentuk ekspresinya pun tidak tunggal, bahkan di sana-sini mencerminkan pengaruh budaya massa, sehingga tampak pragmatis. Kegiatan pengembangan oleh LSM, para pemuda dengan grup musiknya, usaha mendorong demokrasi, good and clean governance, dan lain sebagainya, adalah manifestasi paling nyata dari patriotisme baru ini. Semua aktivitas itu terangkum dalam suatu komitmen, yakni keterikatan pada semangat membangun negeri, tanah harapan, yang menjadi identitas mereka. Inilah imajinasi dasar materi nasionalisme era globalisasi ini. Jadi, meski konstruksinya mengalami penyederhanaan, namun tetap tidak kehilangan rohnya. Nasionalisme adalah sebuah kesadaran yang tidak akan hilang sepanjang nation state ada, sebab hubungan di antara keduanya ibarat tulang dan daging. Globalisasi memang merelatifkan batas antarnegara (borderless), mengubah selera dan gaya hidup satu masyarakat bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, dan menyatukan orientasi dan budaya mereka menuju suatu budaya dunia (world culture). Namun, itu sama sekali tidak akan menghilangkan nation state. Negara bangsa tetap dibutuhkan oleh setiap orang, sehebat apa pun arus globabalisasi itu. Dari pengalaman masa lalu, kita memperoleh pelajaran berharga bahwa menjaga keutuhan bangsa dengan pendekatan kekuasaan, ternyata tidak baik, bahkan menimbulkan ekses yang
CiKEAS Wakil Rakyat Pun Akan Menjual Warga Miskin
Refleksi : Wakil rakyat? Yang ada hanya wakil bandit, perampok, tukang catut, garong dan malah bandit atau garong itu sendiri duduk atas nama wakil rakyat, maka oleh karena itu yang namanya DPR adalah tidak lain dari pada Dewan Penipu Rakyat. Sejak lama mereka menjual rakyat. Lihat saja pada kasus TKI. TkI dikirim tanpa perlindungan hukum sewajarnya. Untuk menutup tipu muslihat terhadap TKI ditempelkan gelar pahlawan devisa. http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/wakil-rakyat-pun-akan-menjual-warga-miskin/ Senin, 24 Mei 2010 13:34 Wakil Rakyat Pun Akan Menjual Warga Miskin JAKARTA - Nasib warga miskin di Ibu Kota Jakarta makin tidak terurus. Pelbagai program peningkatan layanan kesehatan bagi kaum papa ini pun tetap isapan jempol belaka. Belakangan, wakil rakyat di DPRD Jakarta berencana mengomersialkan warga miskin. Pantaskah? Sudah 10 tahun Sarmi (43) menjadikan dinding Jembatan Kali Cakung sebagai tembok rumah. Tempat tinggalnya ini pun hanya beralaskan tanah liat. Meski hidup miskin, dia sekeluarga tidak pernah merasakan layanan kesehatan yang murah, apalagi gratis dari pemerintah. Suaminya sudah empat bulan meninggal dunia. Kepergian suaminya meninggalkan duka mendalam bagi seluruh keluarga, bukan hanya karena sang suami merupakan tulang punggung keluarga, namun karena kepergian suami juga meninggalkan utang cukup besar kepada rentenir. Utang sebesar Rp 5 juta tersebut diperoleh untuk biaya sang suami ketika sedang dirawat inap selama dua minggu di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja, Jakarta Utara karena penyakit komplikasi yang dideritanya. Nenek dari enam orang cucu ini menuturkan, pihak rumah sakit awalnya memberi tahu bahwa biaya perawatan suaminya Rp 10 juta. Tetapi karena dia mengatakan bahwa tidak mampu membayar, karena memang pekerjaan suaminya hanyalah buruh pelabuhan. pihak rumah sakit lalu memintanya untuk membuat surat pengantar dari RT, RW, yang diketahui kelurahan. Akhirnya, dengan surat pengantar itu, saya hanya diminta membayar Rp 5 juta, ujarnya kepada SH, Jumat (21/5). Uang tersebut didapatkannya dengan jalan meminjam dari rentenir, dan sepeninggal suami maka ia dan tiga anaknya harus bahu-membahu membayar utang tersebut. Perempuan yang sehari-hari menempati rumah berdinding tripleks dan beratapkan seng di Jalan Sungai Landak, Cilincing, Jakarta Utara ini mengaku, trauma bila harus berobat ke rumah sakit. Sebab penghasilannya sebagai tukang cuci hanya cukup untuk membayar cicilan utang dan makan saja. Saat SH berkunjung ke rumahnya, kondisi tempat tinggalnya cukup memprihatinkan. Tidak ada jendela untuk dijadikan ventilasi sehingga mereka hanya mengandalkan pintu depan sebagai tempat pergantian udara. Ketika ditanya apakah mengetahui tentang program layanan kesehatan untuk keluarga miskin (gakin) dari Pemda Jakarta, dirinya mengaku tidak pernah mengetahuinya.Yang saya tahu hanya program BLT (Bantuan Langsung Tunai-red) dari SBY (Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono), katanya. Otomatis, karena ia tidak mengetahui perihal program yang bertujuan membantu warga miskin di Ibu Kota ini maka ia tidak tahu soal Kartu Gakin, termasuk penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Akibat trauma dan tergolong miskin, nenek yang menempati rumah dengan luas 4 X 4 meter dengan tinggi rumah tidak sampai dua meter ini enggan pergi ke dokter bila sakit menyerang. Anak dan cucu, termasuk saya kalau sakit cukup beli obat warung. Bahkan, saat cucu saya kena beling, lukanya cukup diberi spirtus dan tidak perlu ke rumah sakit, tukasnya. Hal yang sama diutarakan oleh Agus (39), warga Kampung Sawah, Cilincing, Jakarta Utara. Pria yang berprofesi sebagai montir keliling ini mengaku, tidak mau berobat ke dokter, karena biaya yang diminta dokter dan rumah sakit relatif mahal. Bapak dua anak ini juga enggan pergi ke puskesmas, karena sarana kesehatan bagi masyarakat tersebut memberikan obat yang sama untuk semua penyakit. Saya pernah berobat ke puskesmas karena berak-berak diberi tiga macam obat berbentuk pil. ternyata obat yang sama juga diberikan puskesmas saat saya berobat untuk penyakit batuk dan pilek, ucapnya. Selain itu, bapak dua anak ini mengaku trauma pergi ke RSUD Koja sebab selalu diminta uang muka ketika masuk ke Instalasi Gawat Darura (IGD). Dengan situasi rumah sakit dan tempat layanan kesehatan lainnya yang tidak ramah dengan warga miskin, Agus pun enggan berobat ke tempat tersebut. Bahkan, ia pernah mengalami luka iris saat bekerja memperbaiki sebuah truk. Darah yang keluar saat itu cukup banyak. Saat itu dia berinisiatif menggunakan minyak rem sebagai pengganti obat luka. Ia mengaku tidak peduli akan efek samping dari penggunaan pelumas sebagai alternatif obat luka, yang pasti saat ini lukanya sudah sembuh dan ia bisa bekerja sebagaimana mestinya. Baik Sarmi maupun Agus mengaku tidak memiliki Kartu Gakin. Bahkan, ironisnya mereka berdua baru mengetahui bila ada program
CiKEAS Wife-beating, sharia, and Western law
http://www.atimes.com/atimes/Middle_East/LE25Ak01.html May 25, 2010 Wife-beating, sharia, and Western law By Spengler More than the Koran's sanction of wife-beating, the legal grounds on which the Koran sanctions it reveals an impassable gulf between Islamic and Western law. The sovereign grants inalienable rights to every individual in Western society, of which protection from violence is foremost. Every individual stands in direct relation to the state, which wields a monopoly of violence. Islam's legal system is radically different: the father is a governor or administrator of the family, that is, a little sovereign within his domestic realm, with the right to employ violence to control his wife and children. That is the self-understanding of modern Islam spelled out by Muslim-American scholars - and it is incompatible with the Western concept of human rights. The practice of wife-beating, which is found in Muslim communities in Western countries, is embedded too profoundly in sharia law to be extracted. Nowhere to my knowledge has a Muslim religious authority of standing repudiated wife-beating as specified in Surah 4:32 of the Koran, for to do so would undermine the foundations of Muslim society. By extension, the power of the little sovereign of the family can include the killing of wayward wives and female relations. Execution for domestic crimes, often called honor killing, is not mentioned in the Koran, but the practice is so widespread in Muslim countries - the United Nations Population Fund estimates an annual toll of 5,000 - that it is recognized in what we might term Islamic common law. Muslim courts either do not prosecute so-called honor killings, or prosecute them more leniently than other crimes. Article 340 of Jordan's penal code states, He who discovers his wife or one of his female relatives committing adultery and kills, wounds, or injures one of them, is exempted from any penalty. Syria imposes only a two-year prison sentence for such killings. Pakistan forbids them but rarely punishes them. Nonetheless, some Western legal authorities, including the president of Britain's Supreme Court, Lord Phillips, promote the use of sharia courts to adjudicate family disputes in Western nations. Dr Rowan Williams, the archbishop of Canterbury, drew a storm of criticism in 2008 when he proposed that sharia courts could hear domestic cases among Muslims in the United Kingdom. Several months later, Lord Phillips said at a London mosque, Those who are in dispute are free to subject it to mediation or to agree that it shall be resolved by a chosen arbitrator. There is no reason why principles of sharia law or any other religious code should not be the basis for mediation or other forms of dispute resolution. Punishments, he added, should be drawn from the laws of England and Wales. Stoning, whipping and amputating hands were out of the question. He did not mention spanking, a telling omission, for Islamic authorities explicitly allow husbands to inflict limited corporal punishment on their wives. A number of putatively pro-family legal scholars in the United States argue that sharia should be applied to American family law. That is monstrous. Not since German jurists endorsed Adolf Hitler's race laws during the 1930s have legal theorists in the West betrayed their principles so egregiously. I can find no record of a recognized Muslim authority repudiating wife-beating. Tariq Ramadan, the Swiss Muslim scholar who purports to offer a Westernized version of Islam, notoriously defended wife-beating in a 2003 televised debate with then-French interior minister Nicolas Sarkozy. On the contrary, Westernized Muslim scholars strive to justify the practice on Islamic legal grounds. Muslim traditional society is a nested hierarchy in which the clan is an extended family, the tribe an extended clan, and the state an extended tribe. The family patriarch thus enjoys powers in his realm comparable to those of the state in the broader realm. That is the deeper juridical content of the Koranic provision for wife-beating in Surah 4:34: [Husbands] are the protectors and maintainers of their [wives] because Allah has given the one more [strength] than the other, and because they support them from their means. Therefore the righteous women are devoutly obedient and guard in [the husband's] absence what Allah would have them guard. As to the women on whose part you fear disloyalty and ill-conduct, admonish them first, refuse to share their beds, spank them, but if they return to obedience, seek not against them means of [annoyance]: for Allah is Most High, Great. An essay by two Michigan State University Law students, Bassam A Abed Syed E Ahmad, is cited often on Islamic web sites as a credibly modern interpretation of Surah 4:34. Abed and Ahmad begin with the legal principal that sanctions wife-beating, namely that the husband is the
CiKEAS Muslim-beating in the 'righteous' US
http://www.atimes.com/atimes/Middle_East/LE25Ak02.html May 25, 2010 Muslim-beating in the 'righteous' US By Stephan Salisbury Alioune Niass, the Sengalese Muslim vendor who first spotted the now infamous smoking SUV in Times Square and alerted police, is no hero. If it were not for the Times of London, we would not even know of his pivotal role in the story. No mainstream American newspaper bothered to mention or profile Niass, who peddles framed photographs of celebs and the Manhattan skyline. None of the big television stations interviewed him. As far as the readers of the New York Times are concerned - not to mention the New York Post and the Daily News - Niass doesn't exist. Nor does he exist for President Barack Obama, who telephoned Lance Orton and Duane Jackson, two fellow vendors, to thank them for their alertness in reporting the SUV. The New York Mets even feted Jackson and Orton as heroes at a game with the San Francisco Giants. And Niass? Well, no presidential phone calls, no encomiums, no articles (though his name did finally surface briefly on a New York Times blog several days after the incident), no free Mets tickets. Yet as the London Times reported, it was Niass who first saw the clouds of smoke seeping from the SUV on that May 1 Saturday night. He hadn't seen the car drive up because he was attending to customers - and, for a vendor in Times Square, Saturday nights are not to be taken lightly. Niass was alarmed, however, when he saw that smoke. I thought I should call 911, he told the Times, but my English is not very good and I had no credit left on my phone, so I walked over to Lance, who has the T-shirt stall next to mine, and told him. He said we shouldn't call 911. Immediately he alerted a police officer nearby. Then the cop called 911. So Lance got the press, and he and Jackson, who also reported the SUV, have been celebrated as heroes. As the Times interview with Niass has made the Internet rounds, there have been calls for the recognition of his heroism, too. These three men all acted admirably. The two other vendors did what any citizen ought to do on spotting a smoldering car illegally parked on a busy street. But heroes? In the case of Niass, characterizing him as a hero may in a sense diminish the significance of his act. A vendor in New York since 9/11, he saw something amiss and reported it, leading him into contact with the police. That a Muslim immigrant would not think twice about this simple civic act speaks volumes about the power of American society and the actual day-to-day lives and conduct of Muslims in this nation, particularly immigrant Muslims. This was a reasonably routine act for Orton and Jackson, but for Niass it required special courage, and the fact that he acted anyway only underscores what should be an obvious fact about Muslims in post-9/11 America: they represent a socially responsible and engaged community like any other. Assault on American Muslims Why do I say that his act required courage? Like many Muslim immigrants in New York City and around the country, Niass senses that he is viewed with suspicion by fellow citizens - and particularly by law-enforcement authorities - simply because of his religion. In an interview with Democracy Now, an essential independent radio and television news program, Niass said that, in terrorism cases, law enforcement authorities view every Muslim as a potential threat. Ordinary citizens become objects of suspicion for their very ordinariness. If one person is bad, they are going to say everybody for this religion. That is, I think, wrong. As far as Niass is concerned, terrorists are, at best, apostates, irreligious deviants. That not religion, he told his interviewer, because Islam religion is not terrorist. Because if I know this guy is Muslim, if I know that, I'm going to catch him before he run away. The New York Police Department Intelligence Division, the Federal Bureau of Investigation and Immigration and Customs Enforcement all routinely run armies of informers through the city's Middle Eastern and South Asian communities. In the immediate wake of 9/11, sections of New York experienced sweeps by local and federal agents. The same in Philadelphia, Detroit, Chicago, Houston and communities on the West Coast - everywhere, in fact, that Muslims cluster together. I've been reporting on this for years (and have made it the subject of my book Mohamed's Ghosts: An American Story of Love and Fear in the Homeland). Despite the demurrals of law-enforcement officials, these sweeps and ongoing, ever-widening investigations have focused exclusively on Muslim enclaves. I have seen the destructive impact on family and community such covert police activity can have: broken homes, deported parents, bereft children, suicides, killings, neighbors filled with mutual suspicions, daily shunning as a fact of life. Since when is being Muslim a
CiKEAS Saudi women open fire and punch virtue police
http://www.smh.com.au/world/saudi-women-open-fire-and-punch-virtue-police-20100523-w3dr.html Saudi women open fire and punch virtue police May 23, 2010 - 9:24AM Women are reportedly fighting back against Saudi Arabia's so-called virtue police, with one married woman opening fire and another punching an officer. The incident involving the married woman happened when she was caught in an illegal seclusion with another man in Ha'il last week, reported The Los Angeles Times. She shot at the officers to distract them and allow the man to escape instant detention, Sheik Mutlak al Nabet, a spokesman for Commission for the Promotion of Virtue and Prevention of Vice, known as the religious police, told the Times. The woman's husband has asked the police to punish his wife and strip of her Saudi nationality, as it is illegal for women to socialise with unrelated men or walk in public without a male guardian. A few days earlier a young woman had reportedly punched an officer of the religious police in Al Mubarrazz so badly he had to go to hospital to be treated for bruising. Saudi newspaper Okaz wrote that the woman lashed out when the policeman challenged on the relationship she had with a man she was with in a public park. She now could face jail or the lash. The Los Angeles Times reported Saudi human rights activist Wajiha Huwaidar as saying: People are so fed up with these religious police, and now they have to pay the price for the humiliation they put people through for years and years. This is just the beginning and there will be more resistance. smh.com.au
CiKEAS Ketika Gajah Terpaksa Keluar dari Habitat
http://www.antaranews.com/berita/1274026152/ketika-gajah-terpaksa-keluar-dari-habitat Ketika Gajah Terpaksa Keluar dari Habitat Minggu, 16 Mei 2010 23:09 WIB | Warta Bumi | Masalah Lingkungan | Fazar Muhardi Bengkalis (ANTARA News) - Hewan bongsor itu keluar dengan bergerombolan. Mereka bukan tengah berekreasi, namun terpaksa ke luar dari habitat aslinya karena kelaparan dan kian menyempitnya lahan hutan hunian mereka akibat maraknya perambahan. Begitulah peristiwa yang kerap terjadi di Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Riau. Akibatnya adalah kerusakan rumah, tanaman kebun, dan kecemasan warga untuk tinggal di pedesaan setempat. Korban luka-luka bahkan meninggal dunia pun tak terelakkan. Peristiwa ini terjadi berulangkali dalam beberapa tahun terakhir di sebuah desa yang berada tepat di bibir hutan Kabupaten Bengkalis atau di kawasan konservasi SM Balai Raja yang kini hanya tersisa sekitar 500 hektare dari belasan ribu hektare sebelumnya. Namun demikian, pada perkembangan terakhir di bulan Mei 2010 ini, seekor anak gajah yang tertangkap di perkebunan sawit oleh pihak berwajib (pemerintah-red), oleh masyarakat setempat diminta untuk dibebaskan karena dia tidak mengganggu dan tidak membahayakan warga. Justru menurut warga di sana, apabila anak gajah itu ditangkap dan induk gajah itu mencarinya di sekitar permukiman maka akan lebih membahayakan keselamatan warga setempat. Penjelasan dan pemahaman yang sangat sederhana yang teruraikan dari pemikiran masyarakat bila kawanan gajah liar sudah keluar dari habitatnya adalah disebabkan oleh dua realita. Yang pertama, karena habitatnya sudah tidak layak untuk hidup akibat dirusak oleh manusia dengan penebangan hutan dan bahkan pembalakan liar secara besar-besaran. Realita yang kedua adalah karena manusia dengan sengaja membangun gedung industri dan permukiman di kawasan tempat di mana rombongan gajah itu melintas untuk mencari makan dalam siklus hidupnya. Realita ini menimbulkan berbagai pertanyaan, di antara kedua sebab tersebut, apa sebenarnya yang terjadi dengan hewan yang dilindungi negara itu? Mengapa gajah keluar dari habitatnya menuju ke perkebunan bahkan melintasi permukiman manusia? Berdasarkan penelusuran ANTARA, pada masa kerajaan Sultan Iskandar Muda di tahun 1607 sampai degan 1636, gajah sangat bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Selain menjadi kendaraan kehormatan raja, pasukan darat Sultan Iskandar Muda juga mengandalkan kekuatan pasukan gajah untuk menaklukkan lawan perangnya. Bahkan ekspansi penguasaan atas wilayah semenanjung Malaya seperti Johor dan sekitarnya dilakukan dengan pasukan gajah ini, dan telah membuat pasukan asing dari Spanyol dan Portugis gentar. Pasukan gajah pada masa itu siap tempur menghadapi letusan senjata api dan meriam yang kerap membuat kebanyakan mereka teluka hingga tewas. Kala itu gajah diperlakukan hampir sama seperti manusia oleh bangsa kerajaan. Sebagai contoh, pada zaman itu, gajah jantan yang memiliki tubuh dan bulu yang ideal yang dapat memenangkan sebuah pertempuran, akan mendapatkan imbalan seekor gajah betina yang molek pula untuk dijadikan selir. Sedangkan bila gajah itu kembali dengan kegagalan ditambah dengan kondisi tubuh yang kurang ideal, maka gajah itu akan diperlakukan sebaliknya, dan akan mendapatkan hukuman. Pada zaman kerjaan itu, gajah bukanlah hewan liar yang ganas. Justru sebaliknya, berdasarkan cerita kuno yang dikutip dari sebuah buku `traciusang` berjudul `kerajaan gajah`, kawanan gajah pada zaman itu merupakan hewan raksasa yang paling dekat dengan manusia. Pemanfaatan gajah dilakukan masyarakat pada zaman itu untuk bertani, berkebun, dan yang paling handal, gajah yang sebelumnya telah dijinakkan biasanya digukan sebagai transportasi angkut barang dan manusia. Pada masa itu kebanyakan gajah liar, atau gajah yang belum pernah bersentuhan langsung dengan manusia bukan hanya dilindungi secara hukum, namun perlindungan gajah liar pada waktu itu juga cenderung ke pelestariannya dengan menjaga keutuhan habitat hewan belalai itu mulai dari pelestarian hutan dan mengawasi gerak-gerik gajah liar agar tetap nyaman di habitat aslinya. Cerita tersebut berbeda dengan yang terjadi terhadap hewan balalai itu saat ini. Di zaman modern sekarang, kebanyakan manusia memilih untuk melakukan perburuan gelap terhadap gajah liar yang dilindungi negara itu. Perlahan, sejak perburuan manusia yang dilakukan secara terus menerus itu, gajah-gajah kini mulai berkurang, dan bahkan terancam punah. Sebagai contoh, pada pertengahan April-Mei 2010, di Desa Petani, Kecamatan Pinggir, Bengkalis, kawanan gajah liar masuk keperkebunan warga dan mengobrak-abrik tanaman masyarakat di sana. Kedatangan segerombolan gajah itu mengakibatkan sedikitnya seribuan hektare perebunan milik warga rusak. Beberapa warga Desa Petani pada saat itu mengalami luka-luka akibat diterjang kawanan hewan bertubuh bongsor itu saat (warga) melakukan
CiKEAS Tiap Tahun 1,8 Juta Hektare Hutan Indonesia Hancur
http://www.antaranews.com/berita/1274525348/tiap-tahun-1-8-juta-hektare-hutan-indonesia-hancur Tiap Tahun 1,8 Juta Hektare Hutan Indonesia Hancur Sabtu, 22 Mei 2010 17:49 WIB | Warta Bumi | Masalah Lingkungan | Cibinong (ANTARA News) - Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Prof Dr Umar Anggara Jenie, M.Sc, Apt mengungkapkan bahwa kondisi hutan di Indonesia sudah mengkhawatirkan karena 1,8 juta hektare hutan hancur per tahun. Pada edisi 2008 Guinness Books of Record melansir bahwa Indonesia merupakan negara yang hutannya mengalami kerusakan paling cepat di antara 44 negara yang masih memiliki hutan, yakni 1,8 juta hektare hutan hancur per tahun, katanya pada peringatan hari Keanekaragaman Hayati se-Dunia dan Tahun Keanekaragaman Hayati di Pusat Penelitian (Puslit) Biologi, Cibinong Science Center (CSC), Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar), Sabtu. Umar mengatakan, data tersebut berdasarkan pengamatan dari tahun 2002 hingga 2005, artinya tingkat kehancuran hutan mencapai dua persen setiap tahun atau setara dengan 51 kilometer persegi per hari. Bahkan, kata dia, di Jawa dan Bali lebih kurang 91 persen dari hutan alam yang pernah ada kini telah berubah musnah dan beralih fungsi. Selain itu, kata dia, Indonesia juga akan kehilangan beragam hewan dan tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia dan modal pembangunan utama yang dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat. Melihat kenyataan tersebut, penyelamatan tumbuhan asli Indonesia menjadi suatu keniscayaan dan harus memacu kita untuk mencegah punahnya tumbuhan sebagai aset yang tidak ternilai harganya untuk modal pembangunan dan masa depan bangsa, jelasnya. Ia mengatakan, keanekaragaman hayati merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan nasional dan modal strategis dalam meningkatkan kemandirian dan daya saing bangsa. Indonesia, katanya, memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang melimpah sehingga dijuluki sebagai Megadiversity Country. Dalam hal keanekaragaman tumbuhan, katanya, Indonesia menduduki peringkat lima besar di dunia, memiliki lebih dari 38.000 jenis tumbuhan, di mana 55 persen diantaranya merupakan jenis endemik. Untuk Pulau Jawa saja, kata dia, sejumlah jenis setiap 10.000 kilometer persegi mencapai 2.000-3.000 jenis. Sedangkan di Kalimantan dan Papua mencapai lebih dari 5.000 jenis, dan masih banyak keanekaragaman hayati lainnya yang berpotensi dan memiliki prospek secara ekonomis maupun keilmuan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan degradasi habitat yang berimplikasikan pada penurunan keanekaragaman ekosistem, kenis dan genetik memperlihatkan `trend` yang semakin mengkhawatirkan, katanya. Sementara itu, Sekretaris Utama LIPI Prof Rochadi Abdul Hadi mengatakan, penanaman yang dilakukan tidak hanya penanaman semata, tapi jenis pohon yang ditanam adalah jenis tanaman endemik di Indonesia yang populasinya terancam punah. Ini bukan asal menanam saja, tapi yang kita tanam adalah tanaman jenis endemik Indonesia yang sudah mau punah, ada 17 jenis dengan jumlah 2010 pohon, katanya. Rochadi mengatakan, selama ini banyak yang melakukan penanaman pohon tidak diperhatikan jenis pohon yang ditanam, sehingga nilai pohon yang ditanam tidak bermanfaat. Ia mencotohkan banyak kalangan melakukan penanaman pohon jenis Akasia yang bukan asli Indonesia, ternyata pohon tersebut merusak ekosistem yang lain. (KR-LR/A035) Baca Juga a.. Menhut: Kondisi Hutan di Sumsel Cukup Parah
CiKEAS Norwegia Ingin Danai Penyelamatan Hutan Indonesia
Refleksi : Dirusakan dan orang lain bikin betul? Apakah ini artinya mereka, merdeka untuk mersak dan merampok? Assalamailaikum, silahkan sekaligus dicukur bikin gurun pasir! http://www.antaranews.com/berita/1273825346/norwegia-ingin-danai-penyelamatan-hutan-indonesia Norwegia Ingin Danai Penyelamatan Hutan Indonesia Jumat, 14 Mei 2010 15:22 WIB | Warta Bumi | Konservasi/Pelestarian | Jakarta (ANTARA News) - Norwegia ingin dana perubahan iklim dari mereka digunakan untuk program pencegahan dan konservasi kawasan hutan di Indonesia, kata Direktur WWF Fitrian yang dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat, menanggapi peluang Indonesia mendapatkan dana perubahan iklim dari Norwegia. Dari berbagai diskusi, Norwegia ingin dana perubahan iklimnya digunakan untuk pencegahan deforestasi dan degradasi hutan, termasuk pencegahan kebakaran hutan dan pembukaan hutan gambut, katanya. Norwegia telah memberikan dana perubahan iklim sebesar 1 miliar dolar AS untuk penyelamatan dan konservasi hutan Amazon di Brazil. Norwegia dan Brazil sepakat untuk mengamankan, mempertahankan dan menjaga hutan Amazon yang tersisa, katanya. Mengutip data Kementerian Kehutanan, Fitrian mengatakan laju kerusakan hutan dan gambut di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan laju penanaman. Pada kisaran tahun 1990-2000, laju kerusakan hutan mencapai 2 juta hektar per tahunnya. Pada 2000-2005, laju pembukaan hutan menurun meski masih tinggi yaitu sejuta hektar per tahunnya, jelasnya. Sedangkan laju penanaman saat ini mencapai kisaran 300 ribu hektar per tahun. Oleh karena itu, lanjutnya, Norwegia memandang lebih penting penyelamatan hutan dibandingkan program penanaman satu juta pohon yang ditawarkan pemerintah Indonesia untuk dibiayai dengan dana perubahan iklim Norwegia. Program penanaman penting, tetapi kalau pembukaan hutan gambut tidak dicegah, maka emisi gas rumah kaca lebih besar, katanya. Sebelumnya, Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Rachmat Witoelar mengatakan Indonesia akan mendapatkan bantuan dana internasional sampai tiga miliar dolar AS untuk menanggulangi perubahan iklim. (*)
CiKEAS New mosque opens in Berlin
http://www.kuwaittimes.net/read_news.php?newsid=MzU2OTE5NzI1 Headline News New mosque opens in Berlin Published Date: May 22, 2010 BERLIN: A new mosque that is one of the largest in Germany was officially opened yesterday in Berlin's Kreuzberg quarter, which has a strong Turkish presence. The mosque, which can hold around 1,000 people, is part of a complex that media reports said cost around ?10 million ($12.5 million) to build and was entirely financed by private Lebanese and Palestinian donors. The mosque is topped by a glass dome and four small minarets, and is part of a six-storey, 5,000-sq-m building that includes commercial and social centres and a library. Germany's largest mosque can accommodate 2,500 people and is in the city of Mannheim in the west of the country. The construction of mosques in Germany has prompted debate - as it has in other European countries - notably among the extreme right. - AFP
CiKEAS Medics Save Man with Elephant's Nose
http://english.pravda.ru/society/stories/22-05-2010/113458-elephant_man-0 Medics Save Man with Elephant's Nose 22.05.2010 Medical professionals conducted a unique operation on a patient whose nose was turning into a trunk. Doctors of the Moscow regional scientific clinical institute named after Vladimirsky operated on a man whose nose tissues grew to gigantic size. The rare disease is called rhinophyma and it has been known for a while, yet it is the first case in the world when the growth reached this size. A 63-year old resident of a city in Moscow region was admitted to the hospital when the growth on his nose reached his chin. The man was experiencing certain difficulties eating and breathing, let alone his appearance. The huge tumor was completely covering his mouth, and the man had to eat lifting his tumor with one hand and holding a spoon with the other. The only way to treat rhinophyma is surgical. During this procedure anesthesiologists encountered an unexpected issue when it was difficult to fix an oxygen mask on his face. The doctors found the way out and everything went smoothly. The operation was conducted with the application of cold plasma. This is a relatively new method first used in 2005. Extra tissue is cut off with a special device . The advantage of the method is reduced blood loss, control over all removed tissue, absence of pain and fast healing. The causes of the diseases are not known. Usually it is men who suffer from it, rarely women. It is interesting that Afro-Americans never suffer from it, the doctor explains. Smoking, alcohol, high blood pressure, diabetes may cause the disease. The first symptom is alteration of skin color. If you develop redness, blue color and uneven skin surface on your nose you should consult a doctor. Timely treatment will prevent further growth, said the doctor. Life News nose-5.jpg
CiKEAS Every Food-Making Company Has Its Own Cemetery of Customers
http://english.pravda.ru/science/health/18-05-2010/113402-food_additives-0 18.05.2010 Every Food-Making Company Has Its Own Cemetery of Customers It is very hard to buy food without any additives today. Coloring agents, fillers, conservatives and other chemicals indicated as E with digits can be found in practically everything that we eat today. Where do they all come from and why do we have to eat those chemicals? Food makers will not like the answer to this question. They are fond of making consumers believe that we all use food additives all the time: salt, sugar, soda, vinegar, etc. Indeed, sodium bicarbonate and vinegar are included on the list of additives as E500 and E260. All other E-additives - thousands of them - can not be found in our kitchens. The massive use of additives with the E prefix was launched between the 18th and the 19th centuries, although their production was a crime. This chemistry became legal many years afterwards. It is an open secret that coloring agents make your food look a lot nicer. Red aniline dye or carmine from cochineal (made from green-flies) can be added to improve the color appearance of minced or chopped meat. This technology was described in a book published in 1907 in New York. Afterwards, the chemicals were described as food additives. Aniline dyes were banned for posing health hazard, whereas cochineal - a substance made from bugs - is still used. The chemical industry produced thousands of other substances to give sausage products a nice meat color instead of their natural grey. Starch is also used during the production of sausages. It is used as a filler to inhibit water and supersede expensive meat. The use of starch makes the production technology cheaper, whereas the final product looks very nice and edible. Nowadays, the food industry uses genetically modified starch for it triggers a much better reaction in the production of sausage products. Stabilizers, vegetable albumens and the albumens made of processed inedible parts of animals and birds work a lot better with genetically modified starch. All these chemicals reduce the price and produce the effect of meat of the virtually meatless product. In the past, makers of candy would often add dangerous substances in the products made for children. For example, they used coloring agents containing copper and lead. It was even rumored that every food maker, like every surgeon, had their own cemeteries. It is hard to believe these stories, but one may recollect the recent scandal with toxic melamine added in baby food in China. Formaldehyde, a highly toxic and carcinogenic substance produced from melamine, had been used as a food conservative for years. Moreover, the E239 additive - hexamethylenetetramine - which turns into formaldehyde - is still legally allowed in Russia. It is used as a conservative for fish and caviar. They tried to establish control over the production of food in the beginning of the 20th century. It became clear that it was already impossible to root out falsified food. Officials had to conduct complicated talks with food makers to legalize many chemicals used in their recipes. The control over the use of additives in the food industry was launched during the 1950s, when the UN established a special department of food and health experts. Some chemicals were banned after a series of poisonings and deaths. The most outstanding scandal at this point is connected with the use of cobalt-containing additives. They would make beer foam nice and puffy but trigger the development of a serious heart disease with beer fans. Numerous deaths were reported during 1964-1966 in Belgium, the USA and Canada. The cobalt-containing additives were quickly banned. The most recent scandal is connected with six synthetic coloring agents for sweets and drinks produced for children. The agents develop the syndrome of hyperactivity. EU officials decided not to ban the chemicals, but simply asked food-making companies to stop using them and change their recipes. It means that the European makers will be making safe and high-quality candy in Europe, but export dangerous products where the additives are legally allowed. In conclusion, we would like to remind you that the tests of food additives are imperfect. Many of them are considered harmless only relatively. They are legally allowed only temporarily. Arguments and Facts
CiKEAS Jumlah Penduduk Papua 146 Ribu Orang
Refleksi : Kalau jumlah penduduk Papua 146 ribu orang sesuai hasil sensus 56% sekarang, jadi kalau 100% bisa diperkirakan akan mencapai 1.5 juta atau mungkin sedikit lebih dari angka ini. Angka sebelumnya menunjukan 2,2 juta. .Dengan demikian mungkin bisa dipertanyakan berapa banyak jumlah transmigrasi yang dikirim sejak tahun 1966 hingga kini? Apakah mereka sudah kembali ke tempat asal mereka? Jangan-jangan orang Papua pelan-pelan dihabiskan oleh tenaga gaib nan jahat, maka oleh karena itu angka jumlah penduduk rendah. http://www.cenderawasihpos.com/detail.php?id=102 21 Mei 2010 18:35:39 Jumlah Penduduk Papua 146 Ribu Orang Hasil Data Sementara BPS JAYAPURA-Sensus penduduk yang dijadwalkan bakal rampung akhir bulan ini sudah mulai menunjukkan hasil. Dari data sementara yang telah dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua, jumlah penduduk Papua sebanyak 146 ribu orang.Demikian ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua Ir. Djarot Soetanto,MM Jumat (21/5) kemarin. Dikatakan, dalam pelaksanaan Sensus Penduduk (SP) hingga saat ini telah mencapai 56% dan diharapkan dalam satu atau dua hari ini sudah ada perkembangan yang lebih banyak lagi. Menurutnya, daerah yang sudah rampung hasilnya yaitu Keerom dan Nabire ,yang mana untuk L1 telah selesai datanya hanya tinggal membereskan L1, C1 dan Pendataan Rumah Tangga untuk daerah-daerah yang belum masuk di BPS Provinsi. Badan Pusat Statistik (BPS) RI akan memberikan apresiasi kepada anggota BPS yang ditempatkan di wilayah paling timur Indonesia ini. Dimana BPS Pusat berjanji akan memberikan bantuan motor bagi Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) untuk Papua, namun belum tau pasti jumlah motor yang akan diberikan untuk Papua tersebut. Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Jayapura Muchlis M. Sotting, B,St mengatakan, data sementara jumlah penduduk Kota Jayapura sebanyak 109.591 jiwa. Dikatakan, data tersebut merupakan data akhir tertanggal 18 Mei lalu, Memang proses sensus dari lapangan telah rampung kami lakukan, akan tetapi mengingat sejumlah data masih perlu di kroscek kebenarannya, jadi kami baru berani mengumumkan data yang benar, setelah semua proses selesai, katanya. Menurut Kepala BPS kota, jumlah 109.591 jiwa itu merupakan data penduduk dari 575 blok sensus yang telah selesai dikerjakan sedang 53 Blok sensus lainnya saat ini masih dalam tahap finishing. Dijelaskan, ada sejumlah kendala yang dihadapi petugas di lapangan, selain penduduk yang sebelumnya berada di Kota Jayapura, namun saat di temui di alamat tempat tinggalnya, ternyata telah pindah tempat, namun tidak jarang pula ada sejumlah masyarakat yang tidak mau disensus, dengan alasan kekecewaan terhadap pemerintah. Meski begitu, pihaknya akan tetap mengusahakan data yang seakurat mungkin, hingga batas waktu 31 Mei mendatang. Kami yakin sensus penduduk 2010 akan rampung akhir bulan ini, tandasnya. (cr-161/rik/fud) (scorpions)
CiKEAS Telepon Bandara Cengkareng Mati 6 Jam
Refleksi : 6 jam telepon Bandar mati, apakah situasinya mirip cerita dalam film klasik berjudul 6 Jam di Jokja. Apakah sebelumnya tidak dipikirkan akan ada kemungkinan kejadian ini dan oleh karena itu harus ada cadangan agar komunikasi tidak terputuskan? Ataukah pihak petinggi perusahaan telopon kurang tidak diberikan gula-gula, jadi diminta dengan cara halus?. http://www.surabayapost.co.id/?mnu=beritaact=viewid=860fa0a2331017c10d37a13691f6041cjenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862cPHPSESSID=93f0ef3bef516783bccd2ec5ec8ad297 Telepon Bandara Cengkareng Mati 6 Jam Jumat, 21 Mei 2010 | 14:01 WIB Jakarta - Saluran telepon di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, mati selama 6 jam. Akibat kasus ini bandara tidak bisa menerima panggilan telepon. Untungnya insiden matinya telepon itu tidak mengakibatkan kecelakaan pesawat. Ya, saluran telepon mati sejak pukul 01.00 WIB dan baru normal pukul 07.00 WIB, kata Corporate Secretary PT Angkasa Pura II, Sudaryanto, Jumat (21/5). Akibat insiden ini bandara sama sekali tidak bisa mendengar suara dari lawan bicara alias mati sama sekali. Pada dasarnya operasional tidak masalah, tapi seharusnya tidak boleh terjadi di bandara. Bandara itu kan seperti istana, VVIP, imbuhnya. Meski tidak terjadi suatu insiden akibat matinya telepon ini, dia berharap peristiwa ini tidak terjadi lagi. Harusnya tidak boleh mati, ini menyangkut penerbangan, katanya. Pendapat senada disampaikan pengamat perhubungan, Agus Pambagio. Insiden ini sangat disayangkan karena perlakuan terhadap bandara sama seperti objek vital lainnya seperti Istana Negara. Telekomunikasi ini terkait jaringan navigasi, traffic penerbangan dan keselamatan penerbangan, kata Agus, Jumat (21/5). Menurut dia, matinya saluran telepon berkait juga dengan keselamatan pendaratan dan keberangkatan pesawat yang melibatkan nyawa ribuan penumpang. Kalau sampai mati bisa ribet. Bagaimana mengatur lalu lintas penerbangan? Kita bisa kena larangan terbang, katanya. Menurut Agus, bandara merupakan objek vital yang sudah sepantasnya dijaga secara luar biasa hingga saluran komunikasinya tidak terganggu. Bandara seperti istana negara, tidak boleh sarana seperti telepon mati. Bagaimana nanti radar di bandara bisa berfungsi? tanyanya. Akibat insiden ini, PT Angkasa Pura II melayangkan protes ke PT Telkom. Alasannya insiden itu dikhawatirkan bisa mengakibatkan peristiwa fatal seperti kecelakaan pesawat. Kami melayangkan surat meminta penjelasan. Seharusnya tidak boleh pelayanan di Bandara mati, kata Sudaryanto. Sudaryanto juga menepis tudingan kalau matinya sambungan telepon itu karena pihak bandara belum membayar tagihan telepon. Kami sudah bayar, tegasnya. Dia memastikan bahwa matinya sambungan telepon itu sepenuhnya bukan kesalahan pihak bandara. Itu kesalahan Telkom, secara teknis ada di Telkom, katanya. Sementara itu Vice President Public and Marketing Communication, PT Telkom, Eddy Kurnia ketika dihubungi pukul 11.00 tadi mengaku belum mendapat laporan insiden itu. Saya belum mendapat laporan mengenai informasi itu. Akan saya laporkan segera setelah ada data akurat yang masuk, ujarnya.dtc
CiKEAS Better eating, wearing habits help preserve biodiversity
http://www.thejakartapost.com/news/2010/05/23/better-eating-wearing-habits-help-preserve-biodiversity.html Better eating, wearing habits help preserve biodiversity Ika Krismantari, The Jakarta Post, Jakarta | Sun, 05/23/2010 11:44 AM | Headlines Adopting the habit of eating food and wearing clothes made from natural materials can help preserve biodiversity, the Indonesian Biodiversity Foundation (Kehati) says. Kehati program director Anida Haryatmo said Saturday that stimulating interest for traditional food and nature-based clothes could make people see that saving the environment and preserving biodiversity were not necessarily expensive. Kehati has done the same for preserving traditional plants used for dyes by creating demand for fabrics made from natural dyes, Anida said after a tree planting event to celebrate International Biodiversity Day. The foundation considers the stimulation strategy an alternative way to help preserving biodiversity in developing countries, where the level of awareness of environmental protection was still low. Indonesia is one of the developing countries experiencing massive natural destruction as people choose to damage the planet for economic gains. People still consider efforts to save the environment expensive because it sometimes involves high-end technology. Indonesia is home to 40,000 plant species and 1,531 bird species, 515 mammal species and 240 endangered species. The country is believed to host 17 percent of the world's species and has the world's richest biodiversity after Brazil. This year has been declared the year of International Biodiversity by the UN in an attempt to fight global warming and destructive human activities that have put 30 percent of the world's species on the brink of extinction. The Green Wave, an annual global campaign involving youth around the world planting trees, is also celebrated on the same day this year. A number of schools in Jakarta held tree planting events on Saturday as part of the Green Wave movement and to celebrate International Biodiversity Day. We can start preserving the environment by doing simple things such as planting a tree, Adeline Tiffanie, the founder of environmental protection group Sahabat Alam, said. Adeline attended the Green Wave program at her Jubilee school in Kemayoran, Central Jakarta, which was hosted by Kehati and aircraft manufacturer Airbus. Kehati ran a similar event in a high school in Cibinong, Bogor, on the same day
CiKEAS 'Stick to politics and leave religion alone' + Cartoon gets Zapiro death threats
http://www.capetimes.co.za/?fSectionId=3531fArticleId=nw20100523134205434C943143 'Stick to politics and leave religion alone' 23 May 2010, 13:44 The National Press Club (NPC) on Sunday called for a meeting between Jonathan Shapiro, the Mail and Guardian and Muslim leaders to discuss a controversial cartoon that has angered the Muslim community. The media needs to be sensitive to religious beliefs and must not marginalize any community. We need to act responsibly, said NPC chairman Yusuf Abramjee. The Zapiro cartoon which was published in the Mail and Guardian on Thursday depicts Muhammad lying on a couch and complaining to a psychologist that other prophets have followers with a sense of humour. As a Muslim myself, I find it offensive and provocative, said Abramjee. We promote freedom of speech and expression. But, let's not forget that it is not absolute. In this case, it must be weighed against religious tolerance. Muslims across the country had taken offence to the characterisation of the Prophet Muhammad and expressed their anger at the cartoon on social networking sites such as Facebook and Twitter. One comment posted on Facebook by Zainub Milan-Ming said: Zapiro stick to politics and leave religion alone. Do you even have one? Abramjee called on the Muslim community to be calm and not to respond with anger, abuse or threat. According to media reports, staff at the Mail and Guardian spent Friday fielding threatening phone calls from offended Muslims. Callers told staffers: You've got to watch your back, and This will cost him his life, reported The Guardian newspaper website in the United Kingdom. Meanwhile, the Witness said Jonathan 'Zapiro' Shapiro defended his work as freedom of expression. Abramjee said he would meet with Muslim leaders in Johannesburg on Sunday afternoon to encourage a meeting between the community, editor of the Mail and Guardian, Nic Dawes and Shapiro. I will call on them to engage Dawes and Shapiro and find a solution, said Abramjee. - Sapa + http://www.capetimes.co.za/index.php?fSectionId=3531fArticleId=vn20100522073111640C965241 Cartoon gets Zapiro death threats 22 May 2010, 08:06 By Bianca Capazorio, SAPA and Reuters Days after an alleged al-Qaeda operative detailed sketchy plans to attack World Cup teams over cartoons of the Muslim Prophet Muhammad, the Mail Guardian newspaper has made waves locally and internationally by also publishing a cartoon of the Prophet. A cartoon by award-winning satirist Jonathan Shapiro, known as Zapiro, in the MG yesterday depicts the Prophet grumbling to a psychiatrist about the furore in the Muslim world created by a Facebook page called Everybody Draw Muhammad Day. Other prophets have followers with a sense of humour! complains the turbanned, bearded figure, stretched out on the psychiatrist's couch. Muslims consider any depiction of the founder of Islam to be offensive. On Thursday night, the Council of Muslim Theologians lost an 11th hour court bid to bar the publication of the cartoon in the MG. The council had warned of a possible violent backlash and said the timing was bad, given the alleged threat to the World Cup. My view is no cartoon is as insulting to Islam as the assumption Muslims will react with violence, the newspaper's editor Nic Dawes said in defence of the drawing. Dawes said in an online statement yesterday: When I first saw the image, and approved it for publication, it was clear to me that it was Zapiro's contribution to the global debate around representations of the Prophet. This is an enormously complex and sensitive subject, but I felt that Zapiro had attempted to handle it with care. Unlike some other cartoonists who have tackled the same subject, he had not used Islamophobic imagery, nor had he mocked the Prophet. Yesterday, the paper reported it was receiving a flood of calls about the cartoon, and had even received death threats against the cartoonist. Phone ringing off the hook. Making the point that I have faith in Muslim South Africans' tolerance and openness to debate, Dawes tweeted yesterday. The debate raged online too, with hundreds of comments appearing on stories about the cartoon, either defending freedom of speech or expressing disgust. Several blogs also had the cartoon as a topic. International news media such as Reuters, the BBC and the Guardian were also reporting the story widely yesterday. Blogger Khadija Pattel wrote: Waking up to news that an interdict against the Mail Guardian publishing a Zapiro cartoon depicting the Prophet Muhammad (Peace be upon him) had failed left me a little unsettled. I only believed it once I saw it. And when I did see it, it was disappointment I felt most acutely. City Press editor and former Mail Guardian editor Ferial Haffajee tweeted: Draw Muhammad Day is as much about free expression as the Youth League is about advancing young people. She however defended Zapiro's right to
CiKEAS Gay couple sentenced to 14 years hard labour
Refleksi : Bagi yang suka sejenis, jangan main ke Malawi, hukumannya bisa sangat berat. http://www.capetimes.co.za/?fArticleId=5479351 Gay couple sentenced to 14 years hard labour May 21, 2010 Edition 1 RAPHAEL TENTHANI Sapa-AP BLANTYRE: A magistrate sentenced a couple to the maximum 14 years in prison with hard labour under Malawi's anti-gay legislation, and crowds jeered the two men as they were driven to jail yesterday. The harsh sentence for unnatural acts and gross indecency had been expected after the same magistrate convicted Tiwonge Chimbalanga and Steven Monjeza earlier this week under laws dating from the colonial era. The case has drawn international condemnation and sparked a debate on human rights in this conservative southern African country. Chimbalanga, a 20-year-old hotel janitor, and his unemployed partner were arrested on December 27, the day after they celebrated their engagement at the hotel where Chimbalanga worked - an apparent first in Malawi. Maximum sentences are intended for use for worst cases, magistrate Nyakwawa Usiwa Usiwa said as he delivered his sentence. We are sitting here to represent the Malawi society which I do not believe is ready at this point in time to see its sons getting married to other sons or conducting engagement ceremonies. The lawyer for the two, Mauya Msuku, said they would appeal. Chimbalanga was composed as police officers handcuffed him to Monjeza. I am not worried, he told reporters as they were taken to a police vehicle. Monjeza broke down upon hearing the ruling and was still sobbing as he was helped into the van. Hundreds of onlookers inside and outside the court house showed little sympathy. Many shouts of You got what you deserve! were heard. Michelle Kagari, deputy Africa director of Amnesty International, called the sentence an outrage.
CiKEAS Jemaat Mengadu ke Komnas HAM
Refleksi : Apa yang dibisa dilakukan oleh Komnas HAM ialah tidak lain dari memasukan pengaduan ke dalam arkif saja. Komnas HAM tidak mempunyai kekuatan hukum apa-apa, ibarat anjing penjaga pintu yang dirantai lagi tanpa gigi. Mengonggong pun tak kuat suaranya. Inilah dilemanya. http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/jemaat-mengadu-ke-komnas-ham/ Sabtu, 22 Mei 2010 12:17 Penyegelan GKI Taman Yasmin Bogor Jemaat Mengadu ke Komnas HAM OLEH: HERU GUNTORO Jakarta - Penyegelan rumah ibadah yang dilakukan oleh pemerintah kota kembali terjadi. Kali ini menimpa Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin, Bogor, Jawa Barat. Mereka harus beribadah di trotoar karena gedung yang selama ini digunakan untuk beribadah disegel Pemerintah Kota Bogor tanpa alasan jelas. Demikian keluhan dari puluhan jemaat GKI Taman Yasmin, Bogor, ketika mengadukan nasibnya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Jumat (21/5). Pengaduan tersebut diterima oleh Komisioner Bidang Pemantauan dan Investigasi Komnas HAM Johny Nelson Simanjuntak. Johny mengungkapkan bahwa berbagai langkah hukum telah dilalui GKI Taman Yasmin dalam mendirikan rumah ibadah dan tidak ada satu pun yang dilanggarnya. Bahkan, kepada tokoh masyarakat yang keberatan akan pembangunan gereja pun telah disosialisasikan. Hal ini terbukti pada 14 Januari 2006, di mana 24 orang tokoh masyarakat Kelurahan Curug Mekar menandatangani surat keterangan tidak keberatan akan pembangunan rumah ibadah. Selain itu, sepanjang tahun 2006, proses memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB) juga telah dilalui melalui Wali Kota Bogor, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor, serta Kantor Pertanahan Kota Bogor yang menyatakan tidak keberatan akan pembangunan rumah ibadah. Namun, pada 10 Februari 2008, ada demonstrasi di DPRD yang memaksa IMB gereja tersebut dicabut. Lantas, pada 25 Februari 2008, rekomendasi Wali Kota Bogor Diani Budiarto No 503/367/Huk yang berisikan adanya sikap keberatan dan protes dari masyarakat kepada Pemerintah Kota Bogor terhadap pembangunan gereja. Alasan seperti ini tidak bisa dipertanggung jawabkan, tegas Johny. Pihak Gereja kemudian mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Ketua PTUN Bandung memenangkan perkara bahwa pembangunan gereja bisa terus berlangsung. Tapi, pada 8 Maret 2010, datang surat dari kepala Dinas Cipta Karya dan Tata ruang Kota Bogor perihal permohonan agar kegiatan pembangunan gereja dihentikan. Tanggal 10 Maret 2010 ada pemasangan tulisan disegel, serta pemasangan gembok tanpa melalui prosedur hukum yang jelas. Jhony berpendapat, jika Pemerintah Kota Bogor menyegel rumah ibadah, harus disertai dengan alasan yang jelas dan logis. Kalau pun dilarang beribadah di sana, semestinya pemerintah kota merelokasi jemaat gereja agar dapat terus beribadah dengan tenang dan nyaman. Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom mengungkapkan, kejadian ini akan terus berulang karena terus akan ada pihak-pihak yang mengacaukan kebebasan untuk beribadah dan berkeyakinan. Kasus seperti ini membuktikan tidak adanya jaminan kebebasan beribadah dan berkeyakinan. Jika ada yang menganggunya, sudah pasti itu bentuk pelanggaran. Dengan kejadian ini, Gomar mempertanyakan peran pemerintah. Undang-Undang 1945 sudah memberikan kepastian bahwa warga negara bisa beribadah, tetapi nyatanya masih banyak orang yang melanggar hak orang lain utnuk beribadah sesuai keyakinan dan keimanan yang ia miliki. Gomar mencatat, sepanjang tahun 2010 saja, ada delapan kasus serupa, yakni penolakan pembangunan rumah ibadah, padahal sudah melalui proses hukum. Yang terakhir terjadi di HKBP Cinere, Depok, Jawa Barat. PTUN Bandung akhirnya memenangkan HKBP Cinere sehingga dapat terus membangun gereja.
CiKEAS Otda Munculkan Oligarki Kekuasaan Baru
Refleksi : Sudah puluhan tahun diciptakan daerah istimewa dan otonomi etc.Faedah dari ciptaan ini kepada rakyat tidak terbukti ada, tidak ada perubahan perbaikan tingkat hidup signifikan bagi penduduk setempat, selain bertambah miskin. Pemerintahan daerah istimewa atau otonomi itu tidak lain dari alat penjilat ke atas dan penginjak ke bawah, yang dijilat ke atas ialah penguasa berkedudukan lebih tinggi, dan yang diinjak-injak ialah rakyat jelata, inilah oligari kekuasaan baru atau a la kekuasaan kerajaan Mojopahit zaman bahula. http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/otda-munculkan-oligarki-kekuasaan-baru/ Sabtu, 22 Mei 2010 12:33 Otda Munculkan Oligarki Kekuasaan Baru Jakarta - Otonomi daerah (otda) di sisi lain telah memunculkan oligarki kekuasaan baru di daerah yang menguntungkan sekolompok kecil orang yang dekat dengan penguasa di daerah saja. Hal ini dilakukan dengan cara adanya transfer korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di daerah. Pendapat tersebut disampaikan Guru Besar FISIP Uni-versitas Airlangga, Kacung Marijan, dalam Seminar Otonomi Daerah dan Kesejahte-raan Rakyat, di Jakarta, Jumat (21/5). Kacung mengatakan, implikasi langsung dari adanya oligarki kekuasaan akibat dari otda adalah munculnya kekuatan-kekuatan yang menguasai sektor ekonomi dan politik di daerah sehingga hanya berputar dalam lingkaran kekuasaan tersebut.Saat ini, otda telah melahirkan oligarki baru di daerah. Dengan oligarki tersebut, hanya sekelompok kecil orang saja yang diuntungkan, termasuk di dalamnya adalah adanya transfer korupsi di daerah. Kemudian, menimbulkan shadow economic and politic power yang menguasai daerah tersebut, kata Kacung. Kacung mengungkapkan, kebijakan desentralisasi dengan bentuk otda telah menambah kesenjangan yang terjadi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan karena otda yang dilakukan saat ini tidak disertai dengan desentralisasi sektor ekonomi dan fiskal yang baik. Dengan demikian mengakibatkan keuangan daerah tetap sangat bergantung pada pusat. Kegagalan kebijakan desentralisasi dengan melaku-kan otda di Indonesia, menurut Kacung, adalah karena kurangnya komitmen dan dukungan elite politik nasional yang takut kehilangan kekuasaan dan otoritasnya di daerah. Penyebab lainya adalah karena miskinnya sumber daya sebagai akibat menumpuknya menumpuknya sumber daya yang berkualitas dipusat saat sentralisasi. Tidak jarang para elite politik nasional enggan melaksanakan kebijakan desentralisasi karena takut kehilangan kekuasaannya. Kalaupun ada, biasanya mereka enggan mewujudkannya dalam sebuah realitas. Di samping itu, pelaksanaan desentralisasi juga teradang masalah sumber daya yang menumpuk di pusat akibat dari sentralisasi, ujar Kacung. Partisipasi Sementara itu, peneliti utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengatakan, dampak nyata dari dilakukannya desentralisasi dengan bentuk otda adalah meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan munculnya inovasi kebijakan daerah dalam mengurus daerahnya. Dengan otda, daerah mulai menggeliat, baik secara politik maupun ekonomi, yang ditandai dengan munculnya best practice di sektor penting, seperti pelayanan publik, investasi, dan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya penghargaan yang diberikan pemerintah pusat maupun lembaga lain kepada daerah, ungkap Siti Zuhro. Namun pada kenyataannya, menurut Siti Zuhro, penyerahan urusan pemerintahan dalam otda menjadi tidak jelas karena pertimbangan politis. Masih ada keengganan pemerintah pusat menyerahkan urusan pemerintahan yang lebih banyak kepada daerah, dengan alasan bisa memunculkan separatisme serta persaingan antardaerah dan pusat. Selain itu, dapat mele-mahkan kontrol pusat terhadap daerah, tutur Siti Zuhro.(cr-10)
CiKEAS Cegah Terorisme Masuk Kampus
http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=Newsid=19022 2010-05-22 Cegah Terorisme Masuk Kampus [BOGOR] Paham-paham radikalisasi yang mengarah ke terorisme terus bertumbuh di dalam kampus, karena merupakan lahan strategis dan leluasa untuk menyebarkan gagasan radikalisme. Karena itu, kampus harus mampu mencegah jaringan radikalisme yang menyusup dan melakukan doktrinisasi kepada para mahasiswa. Para teroris memilih target mahasiswa yang pintar dan memiliki idealisme tinggi serta memiliki pemikiran radikal dan revolusioner. Demikian rangkuman pendapat dari Staf Khusus Bidang Komunikasi dan Media Kementerian Pendidikan Nasional Sukemi dan Sosiolog Universitas Indonesia Johannes Frederik Warouw di sela-sela lokakarya implementasi reformasi birokrasi Kemdiknas di Bogor, Jawa Barat, Jumat (21/5). Berkaitan dengan itu kata Sukemi, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) mendorong pelaksanaan deradikalisasi di kampus-kampus. Deradikalisasi merupakan usaha untuk mengembalikan paham radikal dari orang yang terkena paham itu. Kampus dan sekolah melakukan deradikalisasi melalui pelajaran agama dan kewarganegaraan. Dalam Kementerian Agama juga ada divisi khusus deradikalisasi. Dan deradikalisasi di kampus sekarang sudah diterapkan masuk dalam akademik, kata Sukemi. Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Syamsul Hadi menyatakan, deradikalisasi dan pencegahan masuknya paham radikalisme terus dilakukan di dalam kampus. Di UNS dosen-dosen pengajar agama memberikan paham keislaman yang mampu mencairkan paham radikalisme yang eksklusif dan sempit. Di UNS para dosen dan pengajian diminta diisi dengan pengajaran dan dakwah yang sejuk. Kami menekankan kepada para dosen dan pengajar agama untuk menekankan agama Islam yang sejuk, bijaksana dan lemah lembut serta tidak menggunakan kekerasan, ujarnya. Menurutnya, mahasiswa mudah terdoktrinasi, karena kondisi psikologinya belum stabil. Mahasiswa cenderung agresif menyangkut perjuangan sehingga mereka mudah terpancing untuk melakukan kekerasan. Konseling Ditegaskannya, apabila ada seseorang mahasiswa atau sekelompok siswa yang terlihat memiliki paham radikalisme atau perlawanan, pihak kampus segera melakukan konseling. Namun, diakuinya, sulit mendeteksi keberadaan mereka karena kelompok tersebut cenderung sifatnya tertutup. Sosiolog Universitas Indonesia Johannes Frederik Warouw mengungkapkan, kampus adalah tempat strategis dan leluasa untuk menyebarkan gagasan radikalisme, karena kebebasan berekspresi dan berpendapat terbuka luas. Para mahasiswa mudah disusupi oleh paham-paham radikalisme karena mereka memiliki idealisme sangat tinggi. Para terorisme memilih target mahasiswa yang pintar dan memiliki idealisme tinggi serta memiliki pemikiran radikal dan revolusioner. Solusinya adalah harus dilakukan pendekatan, peran pemerintah untuk menghapus kemiskinan, ketidakadilan dan keterbelakangan, katanya. Senada dengan itu, Sekretaris Fraksi Partai Hanura DPR, Sarifuddin Sudding, Sabtu (22/5) mengatakan, pemerintah harus memiliki terobosan konkret, bagaimana memprioritaskan peningkatan kesejahteraan rakyat. Di samping itu, pembangunan infrastruktur di daerah harus jadi perhatian pula, sehingga memacu pembangunan secara merata. Para kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) pun harus mempunyai program yang jelas untuk mencegah meluasnya paham terorisme dan radikalisme tersebut. Pola sistem keamanan lingkungan (siskamling) dulu, perlu diterapkan lagi sekarang, sehingga setiap ada perkembangan mencurigakan dalam masyarakat bisa diketahui dan segera dilaporkan ke aparat terdekat. [D-11/M-15]
CiKEAS Indonesia Pionir dalam Pemetaan
Refleksi : Siapa sebenarnya Zandavlit, cartograf atau georgaf? Dari sumber mana dipakai untuk menyatakan adanya pemetaan ini ?? http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/indonesia-pionir-dalam-pemetaan/ abtu, 22 Mei 2010 12:16 Indonesia Pionir dalam Pemetaan Jakarta - Ternyata, sejak zaman Kerajaan Kediri, Indonesia telah memliki kegiatan survei dan pemetaan letak geografis setiap kepulauan yang ada di Nusantara. Ini menunjukkan bahwa Indonesia selangkah lebih maju dalam pemetaan sejak delapan abad lalu. Demikian dikemukakan peneliti penginderaan jarak jauh dan sistem informasi Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Sri Lestari Munajati dalam peluncuran buku survei dan pemetaan dalam rangka perayaan ke-40 tahun Bakosurtanal di Jakarta, Kamis (20/5).Hal ini juga dibuktikan melalui tulisan CJ Zandvlit, seorang warga negara Belanda, pada 1994, di jurnal Holland Horizon yang mengatakan bahwa sejarah mencatat kegiatan survei pertama dan pemetaan di dunia justru dilakukan di Indonesia. Ini merupakan kebanggaan untuk bangsa kita, tandas Sri. Kini, Bakosurtanal terus berupaya untuk memberikan yang terbaik dalam pemetaan. Dikatakan Sri, selama empat dasawarsa terakhir, Bakosurtanal telah melakukan banyak kegiatan survei dan pemetaan karena pada masa kini teknologi informasi sangat menunjang keakuratan data. Pakar sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warwan Adam mengungkapkan bahwa sebagian masyarakat masih belum paham akan letak geografis negaranya. Hal ini terbukti ketika sengketa Ambalat muncul, baru masyarakat menolak apa yang dilakukan oleh negara tetangga. Padahal, jika masyarakat paham akan letak geografis negaranya, hal-hal demikian bisa dihindari. Dalam kesempatan itu, diluncurkan pula sistem informasi geoparsial nasional yang merupakan integrasi sistem informasi spasial nasional dari berbagai sektor untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu, diluncurkan pula aplikasi Indonesia 30 yang merupakan aplikasi dengan basis Web-GIS. Aplikasi ini menyajikan informasi wilayah pada setiap perpotongan bujur dan lintang untuk setiap 30 menit atau setengah derajat (utara-selatan, barat-timur). (heru guntoro)
CiKEAS Putra Bungsu SBY Calon Kuat Sekjen Demokrat
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/politik/10/05/23/116822-putra-bungsu-sby-calon-kuat-sekjen-demokrat Putra Bungsu SBY Calon Kuat Sekjen Demokrat Ahad, 23 Mei 2010, 21:21 WIB Edhie Baskoro Yudhoyono REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Meski kalah di putaran pertama pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat, namun kubu Andi Mallarangeng kemungkinan kuat tetap mendapat posisi strategis di kepengurusan partai periode mendatang. Kubu Andi merupakan calon kuat pengisi posisi Sekjen. Posisi itu bisa diisi Andi sendiri atau Edhie Baskoro Yudhoyono. ''Siapa yang akan diutus dan didorong kita serahkan, Andi atau Ibas. Untuk kubu Pak Marzuki pun kita sediakan tempat,'' kata anggota tim sukses Anas Urbaningrum, Saan Mustopa, di sela-sela kongres, Ahad (23/5). Kubu Anas memang sejak awal sudah menawarkan posisi sekjen kepada kubu Andi. Bahkan, posisi sekjen ini dijadikan alat lobi. Lobi dilakukan untuk menarik suara pendukung Andi ke Anas. Red: Budi Raharjoedhie_baskoro_yudhoyono_100523212047.jpg
CiKEAS Takut Tua dan Kulit Berkerut?
Refleksi : Hidup petani cokelat! http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/10/05/22/116675-takut-tua-dan-kulit-berkerut-gampang-makanlah-cokelat-antioksidan Sabtu, 22 Mei 2010, 07:38 WIB Takut Tua dan Kulit Berkerut? Coba Deh..Makan Cokelat Antioksidan REPUBLIKA.CO.ID,Pembuat cokelat terbesar di dunia mengatakan perusahaannya mungkin telah tampil dengan batangan cokelat yang dapat melawan kerut-merut dan memperlambat proses penuaan, sehingga membuatnya jadi kelompok makanan mutakhir untuk menyentuh nafsu makan bagi hidup yang lebih sehat. Mengkonsumsi 20 gram cokelat yang dibuat secara khusus dan dikemas dengan antioksidan, atau flavanol, setiap hari mungkin membantu mencegah kerut-merut dan membuat kulit lebih bersinar dengan mendorong kelenturannya dan meningkatkan hidrasi, demikian hasil studi yang dilakukan oleh Barry Callebaut. Konsumen menjadi kian sadar mengenai nilai gizi dari apa yang mereka makan, dan pernyataan Barry Callebaut disampaikan saat perusahaan raksasa makanan seperti Nestle dan Danone juga memasuki kancah makanan sehat. Cokelat yang berwarna gelap sudah dikaitkan dengan manfaat tertentu kesehatan, seperti membantu menurunkan tekanan darah dan mengurangi risiko stroke berkat tingginya kandungan antioksidannya. Kelompok perusahaan Swiss tersebut telah mengembangkan cara memelihara flavanol yang terdapat pada biji cokelat selama proses pembuatan cokelat, sehingga memungkinkan mereka menghasilkan satu batang cokelat yang kaya akan flavanol, kata Kepala Pejabat Inovasi Barry Callebaut Hans Vriens dalam satu wawancara. Cokelat dan kesehatan tampaknya tak bisa bersatu. Tapi itu adalah masalah yang sangat menarik: jika saya dapat makan sesuatu yang saya suka dan itu baik buat saya, itu luar biasa, kata Vrien sebagaimana dikutip wartawan kantor berita Inggris, Reuters. Cokelat barangkali berada di bagian paling bawah daftar ketika orang memikirkan makanan yang lebih sehat, tambahnya. Merokok, polusi, kafein dan kurang tidur membuat sumbangan bagi terciptanya radikal bebas yang dapat merusak sel kesehatan di dalam tubuh dan mempercepat proses penuaan. Ada sangat banyak bukti yang memperlihatkan flavanol memperlambat kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas, kata pengulas Pasar Modal Kepler Jon Cox. Perusahaan pembuat makanan mengungkit kesehatan dan kesejahteraan ke dalam bermacam produk dan tentu saja ada pasar buat cokelat pada kesehatan dan kesejahteraan. Kami sudah melihat bagaimana ini telah bekerja pada produk susu, dengan produk seperti Antimel dari Danone dan Bencol dari Unilever, kata Cox. Pasar cokelat fungsional, yang meliputi cokelat organik dan diet, menyaksikan pertumbuhan dua-poin, dengan mudah melewati pertumbuhan 1-2 persen yang saat ini terlihat di bagian lain pasar cokelat, kata Cox. Namun beberapa ahli ragu mengenai dampak positif flavano pada kulit. Ada sangat banyak bukti bahwa flavanol cokelat memiliki dampak positif pada aliran darah. Flavanol dapat mengurangi tekanan darah sehingga dapat memiliki dampak positif pada penyakit jantung dan pembuluh darah, kata Richard Hurrell, Profesor mengenai Gizi Manusia di Swiss Federal Institute of Technology. Dampak yang mungkin pada kulit dan penampilan kognitif kurang kuat. Ada bukti, tapi itu sangat kurang konsisten. Yang mungkin adalah dampak pada aliran darah adalah juga apa yang meningkatkan daya ingat atau kesehatan kulit pada beberapa studi, kata Hurrell.
CiKEAS Siti Hajar Kapok Jadi TKI
Refleksi : Siti kapok, tetapi ratusan ribu lainnya terpaksa tidak kapok, karena didorong hasrat untuk berkewajiban membantu kehidupan keluarga. http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/10/05/23/116760-siti-hajar-kapok-jadi-tki Siti Hajar Kapok Jadi TKI Ahad, 23 Mei 2010, 12:37 WIB REPUBLIKA.CO.ID, GARUT-- Bekas TKW di Malaysia, Siti Hajar (33), warga Kampung Lio RT 02/05, Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengaku masih trauma akibat penyiksaan oleh majikannya, sehingga dia tidak mau lagi bekerja di luar negeri. Saya akan teringat terus sampai mati, kata Siti Hajar, saat ditemui di rumahnya, di Limbangan Garut, Minggu. Siti Hajar disiksa majikannya di Malaysia, Michele, pada 7 Juni 2009, hingga luka parah. Dalam proses pengadilan di negeri jiran itu Michele terbukti menyiram Siti dengan air panas, menyiksa dengan martil dan gunting hingga menyebabkan cacat permanen pada tubuh Siti. Michele dihukum delapan tahun penjara dengan sejumlah denda. Siti mengaku tidak puas dengan putusan Pengadilan di Kuala Lumpur tersebut, karena tidak sebanding dengan akibat yang diderita oleh dirinya. Akibat traumanya itu, dia mengaku berupaya mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di Bandung atau Jakarta untuk membiayai pendidikan dua anaknya. Seorang anak Siti kini duduk di kelas 1 SMA, dan seorang lagi masih berusia empat tahun. Siti Hajar, Sabtu (22/5) siang, tiba di kampung halamannya setelah pesawat yang ditumpanginya mendarat di Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, sekitar pukul 10.40 WIB. Kedatangan kembali Siti Hajar di Tanah Air itu setelah dia mengikuti proses persidangan Michele di Pengadilan Kuala Lumpur. Wakil Bupati Garut Rd Diky Candra menyatakan puas atas vonis hukuman penjara selama delapan tahun yang diberikan kepada Michele, meski menurutnya, santunan yang diperoleh Siti Hajar dinilai tak sesuai dengan penderitaannya akibat mengalami penyiksaan berat.
CiKEAS Mahfud: Indonesia Jangan Tiru Majapahit
Refleksi : Sekarang neo-Majapahit, lebih banyak pahitnya. http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/10/02/18/104371-mahfud-indonesia-jangan-tiru-majapahit Mahfud: Indonesia Jangan Tiru Majapahit Kamis, 18 Februari 2010, 14:35 WIB JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD mengatakan, Indonesia jangan menjadi seperti Kerajaan Majapahit. Majapahit hancur karena ketidakadilan dan kesewenang-wenangan, kata Mahfud dalam pidato pembukaan dialog publik bertajuk Akar Mafia Peradilan di Tanah Air di Jakarta, Kamis. Katanya, saat Majapahit runtuh sedikit sekali bahkan hampir tidak ada rakyat yang menangis. Hal itu, ujar dia, berbeda dengan saat Majapahit berada pada masa kejayaannya di mana banyak warga yang menjadi pembela kerajaan yang berkuasa di kawasan Asia Tenggara itu. Ia berpendapat bahwa masih terdapat tindakan kesewenang-wenangan pada era reformasi ini karena masih banyak pejabat yang tersandera dengan dosa-dosa pada masa dahulu. Untuk itu, ujar dia, diperlukan reformasi hukum yang berjalan secara menyeluruh dan tidak berhenti di tengah jalan terhadap berbagai instansi yang didalamnya banyak terdapat para pejabat yang terperangkap dosa masa lalu. Ketua MK mencontohkan, di Cina seorang Kepala Kejaksaan Tinggi bisa dihukum mati hanya karena kasus bepergian keluar negeri atas biaya negara yang tidak melalui prosedur yang semestinya. Kalau di sini, pejabat seperti itu paling dihukum hanya empat tahun, katanya.
CiKEAS With Fidel, you cannot lie
http://www.granma.cu/ingles/cuba-i/20mentir-mayo.html Havana. May 21, 2010 With Fidel, you cannot lie Manuel E. Yepe FIFTY years ago, when I was chief of protocol for the Foreign Ministry, I witnessed an incident which, while not very important, did involve important people: Ahmed Sukarno, the former president of Indonesia; Ernest Hemingway, the great U.S. author; and the maximum leader of the Cuban Revolution, Fidel Castro. On that Sunday in May 1960 the plan for the official visit of the Indonesian president, the first head of state to visit Cuba following the revolutionary victory was the following: lunch and a day at Jibacoa beach, which is around 40 km outside of Havana, as Fidel Castro's guest. A lack of organization due to leadership inexperience, which frequently caused problems, led us to change our rendezvous to Santa Cruz del Norte, a small fishing village a little closer to the capital, but also on the same coastal route. There, right on the highway, we had to stop the convoy which was taking President Sukarno to Jibacoa, on the same road that we had just taken to bring in the musicians by bus. From Santa Cruz del Norte we got word to Havana to let the Prime Minister Fidel Castro know that the meeting place had been changed. Everything appeared to be happily resolved when drinks and hors d'oeuvres were served to the guests and the musicians began to play. But, a half hour later, the prime minister had not arrived and we were worried that Sukarno would get impatient with the absence of his host. Then we got a short wave radio message from the leader of the Cuban Revolution. He was competing in the Marlin Fishing Tournament with Ernest Hemingway for whom this annual tournament is now named. He asked to be excused for being late. In a short while he hoped to join his guest, and he suggested that we not wait for him to have lunch. I conveyed his apology to the president but lied about the reason, ..serious issues of government were preventing the prime minister from joining us at the appointed time, but he was already on his way. Another half hour passed. I received another message from the prime minister. He was winning, and so he could not leave the fishing tournament. Once again he asked to be excused and suggested that lunch be served without him. It seems that the prime minister has had to call a very urgent government meeting and he ask you to wait for him and that he will not be delayed for long, was the false message that I gave to Sukarno. After another 30 minutes had gone by, the distinguished foreign dignitary could no longer hide his displeasure. The thing is that there is a very tense situation with the United States and surely something extremely serious has arisen, I tried to calm him. The foreign leader went ahead and ate lunch without waiting for his host. He seemed to enjoy the food and the artists' performance. But after the dessert he arose and asked to leave. While Sukarno and his party got into their cars, I was convinced that I had just witnessed a serious incident in diplomatic relations between our two nations. But 10 minutes later, when the convoy had taken the broad Via Blanca highway headed for the capital, it came to an abrupt halt. The car carrying Comandante en Jefe Fidel Castro in the opposite direction had intercepted it. Fidel got out and personally opened the left rear door of the car carrying President Sukarno. He entered and I gave him my seat next to the president. Did they tell you that I was competing against Ernest Hemingway in the fishing contest? I couldn't leave because I was winning. I won the first prize without any doubt! was the cheerful greeting from the leader of the Revolution. Yes, I knew that. I am very happy. Congratulations. I am very glad that you were able to come, said Sukarno. And they embraced smiling while I, acting as interpreter, was sweating profusely. And from that experience, I learned one lesson, with Fidel, you cannot lie.
CiKEAS Genetically modified Cuban corn.....
http://www.granma.cu/ingles/cuba-i/20maiz-mayo.html Havana. May 21, 2010 Genetically modified Cuban corn receives license for planting and consumption . The new variety, developed by scientists at Havana's Genetic Engineering and Biotechnology Center and the Liliana Dimitrova Horticultural Research Institute, is resistant to the main plague that attacks that grain on the island Lilliam Riera GENETICALLY modified corn developed by Cuban scientists has been planted on a large scale since last year in six of the country's 14 provinces: La Habana, Matanzas, Villa Clara, Sancti Spíritus, Ciego de Avila and Camagüey. Doctor Carlos Borroto, deputy director of Havana's Genetic Engineering and Biotechnology Center (CIGB), who spoke with Granma International, noted that the crop now covers a total area of more than 1,000 hectares, and it was later decided that the new variety (FR-Bt1) would receive three essential licenses for continuing to assess its safety and efficiency. In early 2009, licenses were granted for its consumption (by the Institute of Food Hygiene and Safety of the Ministry of Public Health), large-scale planting (by the National Center of Biological Safety attached to the Ministry of Science, Technology and the Environment), and the registration of the variety, by the Ministry of Agriculture (MINAGRI). The new variety is the fruit of a Cuban project begun in the year 2000, developed from the outset by a team from the CIGB plant division and specialists with the Liliana Dimitroval Institute of Horticultural Research. Its objective: the development of a variety of corn resistant to the main plague that attacks this grain on the island (the palomilla moth) and a certain type of weed-killer. The CIGB deputy director said that it was developed under strict measures of biosecurity and subjected to rigorous eco-toxologic studies (to measure its impact on other species in its habitat) related to food security. He said that comparative analyses had shown that the nutritional content was the same for the FR-Bt1 and the original, non-modified variety. With respect to yields, he said that they were superior, and that the original, non-modified variety usually obtained from an average of one hectare (ha), the equivalent of no more than one ton (t) of dry corn (grains only). With the FR-Bt1, however, the average obtained from one hectare was 2.5t. In fact, in areas where recommended agricultural techniques were applied (irrigation, on-time harvesting.), more than 4t had been obtained. The genetically modified corn eliminated the damage caused by the palomilla and facilitated weed control without using pesticides. Currently, according to the requirements of the licenses obtained, a detailed monitoring process is being followed, both for the medium and long terms, to determine the effects on biodiversity. Up until now, the findings have been positive, Borroto said. Cuba has scientists at the highest level in this area; equipment for modern biotechnology; strong regulatory bodies for ensuring safety in the use of these crops (both for the environment and for human and animal consumption), and an enormous amount of political will for support, he told reporters during a conference on this specialty in Havana, when the FR-Bt1 variety was still in field trials. CERTIFIED SYSTEM FOR SEED PRODUCTION Borroto also reported that last year, a certified system was established for producing FR-Bt1 seeds, with the goal of ensuring that this is done in a controlled manner, under strict measures of security. He explained that the original seed is being produced at the CIGB in very small quantities (20 kg). The first multiplication takes place in the Institute of Animal Science, to obtain 2t of the basic high-quality seed, and the second and final multiplication is done on specialized MINAGRI farms, to obtain the 200t of registered seed, which will be the source for commercial planting this year. Its harvest, he said, will be allocated for feeding poultry and hogs, and it would thus begin replacing part of the country's importations of this grain. Addressing the latest research, the scientist said that CIGB specialists and the Liliana Dimitrova Horticultural Research Institute were immersed in obtaining genetically modified pure lines from the FR-Bt1, with the goal of crossing them with other non-modified pure Cuban lines with excellent characteristics, in order to obtain hybrids whose yields in practice could be more than 8t per hectare. While the subject of genetically modified crops is controversial, renowned experts believe they can contribute to solving the problem of hunger in a world whose population - 70% of which is rural and poor - continues to grow, while at the same time, prices continue to rise for rice, wheat and corn, essential foods in the diets of many nations. Doctor Clive James, founder and president of the ISAAA, an organization
CiKEAS Bogor, Bekasi Churchgoers Still Locked Out of Worship
http://www.thejakartaglobe.com/city/bogor-bekasi-churchgoers-still-locked-out-of-worship/376686 May 23, 2010 Ulma Haryanto Bogor, Bekasi Churchgoers Still Locked Out of Worship For yet another Sunday, two congregations in Bogor and Bekasi had to hold Mass on the street in the absence of local permits to use their churches. The Bogor administration has not removed the seal from the church door. This is the fourth time we have had to hold prayers outside, Jayadi Demanik, a member of the GKI Yasmin congregation, told the Jakarta Globe on Sunday. He also said that nearly 100 Bogor Police officers had come to the location to secure the area. It was different from the last time they came. They said they did not come to prevent us from praying, but instead told us that they wanted to keep the area safe in case there's an attack, he said. Jayadi said that on Saturday, Bogor Police Adj. Comr. Irwansyah called a member of the congregation and told him to cancel the Mass. Nobody should prevent anyone from praying, Jayadi said. Irwansyah declined to comment on the matter. He said that the last time they tried to hold a service, officers from the public order agency, or Satpol PP, tried to stop them from praying on the street. In February 2008 the Bogor administration suspended the church's permit after a group of people calling themselves the Communication Forum for Indonesian Muslims (Forkami) protested in front of the Bogor Legislative Council. The city placed an administrative seal on the church notifying the public of the suspended license, but worshipers were still able to pray there. Last month, the city locked the church doors. Despite three administrative court rulings in Jakarta and Bandung favored the church, the seal has not been removed. Members of HKBP Filadelfia face a similar obstacle in Bekasi. They waited two years for a permit to build a church, only to be told by the city administration in December that they could not conduct worship at the church's proposed location. We are still holding our prayers on the street, the Rev. Palti Panjaitan said. The plot of land where the church was to be built contains a temporary chapel made of plywood and covered by a tarp. [The Bekasi authorities] cited the law governing homes and other structures, not on religious activities, Palti said. He said that his church had also received threats from Forkami, which had staged noisy protests outside the proposed church site twice in 2008 and 2009. The members of the church are currently waiting for their case to be heard at the State Administration Court (PTUN), where a secretary told the church's lawyer, Parasian Hutasoit, that the hearing would likely be held on Thursday or May 31.
CiKEAS Military post in Papua attacked, two wounded
http://www.antaranews.com/en/news/1274509671/military-post-in-papua-attacked-two-wounded Military post in Papua attacked, two wounded Saturday, May 22, 2010 13:27 WIB | National | Jayapura, Papua (ANTARA News) - Two military officers were wounded when an unknown group of armed people attacked their post in Yambi, Puncak Jaya district, Papua, at 8 am Friday, an ANTARA source said here on Saturday. The source said that the military post in Yambi which is 80 km from Mulia, district capital of Puncak Jaya, was attacked by an armed group whose identities were not yet known. One of the the two wounded military personnel is the Yambi Military Post Commandant Second Lieut. Agung, while the other one was not yet identified. The two victims would be flown to Jayapura by a military helicopter midday on Saturday. Puncak Jaya District Police Chief Adjunct Senior Commissioner Alek Korwa confirmed the incident when contacted on Saturday.He said that security condition in Mulia city remained conducive, however.(*) COPYRIGHT © 2010
CiKEAS Cabup Terkaya Berdampingan Cawabup Termiskin di Gresik
Refleksi : Agaknya Cagub terkaya akan menang, tetapi kalau seandainya yang miskin dipilih dan menang, maka pasti beliau pun akan menjadi kaya. http://www.antaranews.com/berita/1274474147/cabup-terkaya-berdampingan-cawabup-termiskin-di-gresik Cabup Terkaya Berdampingan Cawabup Termiskin di Gresik Sabtu, 22 Mei 2010 03:35 WIB | Peristiwa | Politik/Hankam | Gresik (ANTARA News) - Mujitabah sebagai calon bupati dengan harta kekayaan tertinggi berpasangan dengan Suwarno yang kekayaannya terendah mewarnai pemilihan kepala daerah Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gresik, Jumat, mengumumkan harta kekayaan Mujitabah mencapai Rp98,175 miliar, atau tertinggi dibanding calon lainnya. Sementara itu, Suwarno yang mendampingi Mujitabah melalui jalur independen, harta kekayaannya hanya sekitar Rp90 juta, atau terendah dibanding calon yang lain. Anggota KPU Gresik Abdul Basid mengatakan data harta kekayaan tersebut bersumber dari laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harta kekayaan semua calon itu merupakan hasil laporan semua harta, baik bergerak maupun tidak bergerak yang dimiliki para calon, katanya. Total kekayaan pasangan Mujitabah-Suwarno sebagaimana data LHKPN mencapai Rp98,1 miliar. Di urutan kedua cabup Mohammad Nashihan yang memiliki kekayaan Rp18,1 miliar. Sedangkan pasangannya yaitu cawabup Syamsul Ma`arif kekayaannya sebesar Rp1,2 miliar. Pasangan ini diusung koalisi PAN dan sejumlah partai politik nonparlemen. Sementara itu, pasangan calon Sambari Halim Radianto-M Qosim yang diusung koalisi Partai Golkar-PKPI ini total kekayaannya Rp18,9 miliar, dengan perincian kekayaan Sambari Rp16,2 miliar, dan Qosim Rp1,9 miliar. Sedangkan total kekayaan pasangan Sastro Soewito-Samwil dan pasangan Bambang Suhartono-Abdullah Qonik hampir berimbang, yakni sekitar Rp8 miliar. Kemudian harta kekayaan cabup Husnul Khuluq yang sebelumnya menjabat Sekda Kabupaten Gresik sebesar Rp923,03 juta, dan pasangannya, Musyaffa` Noer Rp3,8 miliar. (M038/K004) COPYRIGHT © 2010
CiKEAS Pemerintah Siapkan Transport Jerman-Jakarta
http://us.detiknews.com/read/2010/05/22/143034/1362105/10/pemerintah-siapkan-transport-jerman-jakarta Sabtu, 22/05/2010 14:30 WIB Ainun Habibie Kritis Pemerintah Siapkan Transport Jerman-Jakarta Reza Yunanto - detikNews Jakarta - Pemerintah akan mengambil alih segala urusan jika terjadi sesuatu pada istri mantan presiden BJ Habibie, Ibu Hasri Ainun Habibie, yang kini sedang kritis. Hal-hal teknis sudah disiapkan. Presiden telah memutuskan kalau terjadi sesuatu pada Ibu Ainun maka semua permasalahan diambil alih oleh pemerintah karena Ibu Ainun mantan ibu negara, terang orang dekat BJ Habibie, Ahmad Watik Pratiknya, dihubungi melalui telepon, Sabtu (22/5/2010). Watik yang mewakili keluarga BJ Habibie diminta mengikuti rapat koordinasi di kediaman wapres Boediono. Rapat tersebut juga dihadiri sejumlah menteri dan pejabat. Dalam rapat tersebut juga dibicarakan persiapan teknis jika terjadi sesuatu pada mantan first lady itu. Misal transport Jerman ke sini dan acara di Jakarta nanti yang bertanggungjawab Garnisun, jelas Direktur Eksekutif The Habibie Centre ini
CiKEAS Indonesia Kehilangan Akar Budaya
http://www.gatra.com/artikel.php?id=137940 Pendapat Christine Hakim Indonesia Kehilangan Akar Budaya Jakarta, 22 Mei 2010 16:16 Aktris senior Christine Hakim menilai, Indonesia semakin kehilangan akar budayanya, karena cenderung mudah tergerus oleh kebudayaan asing, dan mengakibatkan kehilangan jati diri sebagai satu bangsa. Memang berat untuk dikatakan, dan berat pula untuk diakui bahwa Indonesia kehilangan akar budaya. Namun, inilah hal yang semakin terasakan, ujar perempuan kelahiran Kuala Tungkal, Jambi, pada 25 December 1956 itu, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Jum`at (21/5) petang. Dalam diskusi itu Christine mengemukakan, jika sejumlah bangsa lain di Asia Tenggara semakin mengukuhkan kebudayaan nasionalnya, maka Indonesia justru terasa kian gamang. Kita bisa saksikan bila ada seorang perempuan berbalut kain sari, maka pastilah dia dari India. Namun, orang asing bisa menilai saya sebagai orang Eropa atau Amerika Latin sekalipun saya menggunakan pakaian adat satu wilayah di Indonesia. Dalam hal ini beruntung ada batik yang agak dikenal masyarakat dunia sebagai khas Indonesia, kata salah seorang tokoh pahlawan versi majalah Time pada tahun 2002. Perempuan bernama lengkap Herlina Christine Natalia Hakim itu mengemukakan, kebudayaan Indonesia ibarat ingin bangkit atau bangun, tetapi belum melek karena tingkat kesadaran bangsanya belum terbentuk secara tegas. Seperti lakon Hantu Keramas, katanya sambil tersenyum. Pemeran utama dan peraih Piala Citra Festival Film Indonesia dalam film Tjoet Nja` Dhien (1988) tersebut menyatakan, akar budaya Indonesia tidak kokoh sebagai wujud gagalnya sistem pendidikan Indonesia, selain belum terbentuknya kebijakan politik mengenai kebudayaan. Selama ini kebijakan politik baru sebatas politik itu sendiri. Sementara itu, kebijakan politik terhadap pendidikan, dan kebudayaan, masih rapuh, katanya. Oleh karena itu, Christine mengusulkan dibentuknya kebijakan pendidikan dan kebudayaan yang lebih melindungi kearifan masyarakat lokal Indonesia. Keberagaman budaya, dan daya tahan masyarakat lokal inilah yang di masa lalu memperlihatkan akar budaya dan jati diri bangsa kita, demikian Christine. [EL, Ant]
CiKEAS Kasihan..Satu Keluarga Terpaksa Tinggal di Kandang Ayam
Refleksi : Kalau 40 juta penduduk NKRI dikatagorikan miskin, maka pertanyaannya berapa banyak keluarga yang berdiam seperti warga desa Branta di Pamekasan ini? http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara/10/05/22/116681-kasihankeluarga-terpaksa-tinggal-di-kandang-ayam Kasihan..Satu Keluarga Terpaksa Tinggal di Kandang Ayam Sabtu, 22 Mei 2010, 10:24 WIB REPUBLIKA.CO.ID, PAMEKASAN--Warga Desa Branta, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, Madura, Jawa Timur yang selama ini tinggal di bekas kandang ayam karena tidak punya rumah, Sabtu (22/5), dikunjungi Bupati Pamekasan Kholilurrahman. Kholilurrahman datang melihat tempat tinggal pasangan suami istri Mohammad Tamim (35) dan Muslihah (32) warga Dusun Tenjang, Desa Branta Pesisir, Kecamatan Tlanakan itu. Kondisi seperti ini kok bisa luput dari pendataan saat ada bantuan rumah tidak layak huni baru-baru ini, kata Bupati saat melihat secara langsung kondisi rumah tempat tinggal Tamim dan keluarganya itu. Di kandang berukuran sekitar 3x4 meter inilah Tamim bersama istri dan tiga orang anaknya, Milda (5), Ulfia Narafifah (9) dan Luluk Agustinah (10) tinggal. Dengan ukuran yang sangat sempit, disitu juga Tamim dan keluarganya memasak. Panci, kompor dan baju menyatu menjadi satu. Ya beginilah kehidupan kami sehari-hari, kata Muslihat kepada Bupati Kholilurrahman, dengan wajah tertunduk lesu. Sebelum menghuni rumah yang merupakan bekas kandang ayam milik warga di dusun Tenjang itu, Tamim bersama istrinya Muslihah dan anak-anaknya hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Tidak jarang mereka tidur di trotoar jalan dan seringkali diusir petugas.Setelah ada bekas kandang ayam yang kami tempati sekarang ini, kehidupan kami agak lebih tenang, kata suaminya Tamim. Meski keluarga ini merupakan keluarga yang sangat miskin, ia luput dari pendataan bantuan rumah tidak layak huni yang dicanangkan pemerintah pada 2008 . Bahkan, bantuan beras untuk keluarga miskin (raskin) saja, hanya menerima empat kali. Soalnya saat pendataan dulu, mereka belum tinggal di kampung ini masih berpindah-pindah. Setelah ada tempat bekas kandang ayam ini, Pak Tamim dan keluarganya menetap dan menjadi warga Desa Branta, kata Kepala Desa Branta Pesisir, Misbahul Laila. Red: Ririn Sjafriani
CiKEAS Ibn Arabi Pendukung Pluralisme Agama, Benarkah?
My heart has adopted every shape; it has become a pasture for a gazelles, and a convent for Christian monks.A temple for idols, and a pilgrim's Ka'ba, The tables of a Torah, and the pages of a Koran. I follow the religion of Love; wherever Love's camels turn, there Love is my religion and faith. - Ibn Arabi[4] ^ Cited in Monroe, James T. (2004). Hispano-Arabic poetry: a student anthology. Gorgias Pr Llc. p. 320. ISBN 978-1593331153. http://books.google.co.uk/books? http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/10/05/22/116710-ibn-arabi-pendukung-pluralisme-agama-benarkah Ibn Arabi Pendukung Pluralisme Agama, Benarkah? Sabtu, 22 Mei 2010, 17:02 WIB REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Meskipun lebih dikenal sebagai tokoh Sufi, Ibn 'Arabi juga kampium dalam studi agama-agama. Ia bernama lengkap Abu Bakr Muhammad ibn al'Arabi al-Hatimi al-Tai, asal Murcia, Spanyol. Ia lahir tanggal 17 Ramadhan 560 H/28 Juli 1165 dan meninggal pada 16 November 1240 bertepatan tanggal 22 Rabiul Akhir 638 pada usia tujuh puluh tahun. Oleh para pengikutnya, Ibn Arabi diberi julukan Syaikh al-Akbar (Sang Mahaguru) atauMuhyiddin (Sang Penghidup Agama). Ayahnya adalah pegawai penguasa Murcia, Spanyol. Ketika Ibn 'Arabi berusia tujuh tahun, Murcia ditaklukkan oleh Dinasti al Muwahiddun (al-Mohad) sehingga ayahnya membawa pergi keluarganya ke Sevilla. Pada tahun 620/1233, Ibn 'Arabi menetap secara permanen di Damaskus, tempat sejumlah muridnya, termasuk al-Qunawi yang menemaninya sampai akhir hayat. Selama periode tersebut, penguasa Damaskus dari Dinasti Ayyubiyah, Muzhaffar al-Din merupakan salah seorang muridnya. Ibn 'Arabi wafat di Damaskus pada 16 November 1240 bertepatan tanggal 22 Rabiul Akhir 638 pada usia tujuh puluh tahun. Ibn 'Arabi telah menulis 289 buku dan risalah. Bahkan menurut Abdurrahman Jami, ia telah menulis 500 buku dan risalah. Sedangkan menurut al-Sya'rani, karya Ibn Arabi berjumlah 400 buah. Di antara karya Ibn Arabi yang paling terkenal adalah al-Futûhat al-Makkiyyah, Fushûshul Hikam, dan Turjumân al-Asywâq. Beberapa dasawarsa terakhir Ibn 'Arabi oleh sebagian kalangan sering diklaim sebagai pelopor paham Pluralisme Agama. Dr Syamsuddin Arif menyebut, nama Ibn 'Arabi dicatut dan dijadikan bemper untuk membenarkan konsep 'agama perennial' atau religio perennis yang dipopulerkan oleh Frithjof Schuon, Seyyed Hossein Nasr dan William C Chittick dalam tulisan-tulisan mereka. Padahal Ibn 'Arabi tegas menyatakan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang sah di dalam pandangan Allah SWT. Setelah Nabi Muhammad SAW diutus, maka pengikut agama-agama para Nabi sebelumnya, wajib beriman kepada Nabi Muhammad SAW dan mengikuti syariatnya. Sebab, dengan kedatangan sang Nabi terakhir, maka syariat agama-agama sebelumnya otomatis tidak berlaku lagi. Dr Mohd Sani bin Badrun, alumnus ISTAC-IIUM, dalam tesisnya berjudul Ibn al-'Arabi's Conception of Religion, menegaskan bahwa menurut Ibn Arabi, syariat para Nabi terikat dengan periode tertentu, yang akhirnya terhapuskan oleh syariat Nabi sesudahnya. Hanya Alquran, menurutnya, yang tidak terhapuskan. Bahkan Alquran menghapuskan syariat yang diajarkan oleh Kitab-kitab sebelumnya. Karena itu, syariat yang berlaku bagi masyarakat, adalah syariat yang dibawa oleh Nabi terakhir. Salah satu kesimpulan penting dari teori agama-agama Ibn Arabi yang diteliti oleh Dr Mohd Sani bin Badrun adalah: Kaum Yahudi wajib mengimani kenabian Isa AS dan Muhammad SAW. Kaum Kristen juga wajib beriman kepada kenabian Muhammad SAW dan Alquran. Jika mereka menolaknya, maka mereka menjadi kafir. Bahkan, Ibn Arabi pun berpendapat, para pemuka Yahudi dan Kristen sebenarnya telah mengetahui kebenaran Muhammad SAW, tetapi mereka tidak mau mengimaninya karena berbagai faktor, seperti karena kesombongan dan kedengkian. Menurut Ibn 'Arabi, sebagaimana dikutip oleh Dr Mohd Sani bin Badrun, tanda paling nyata kebenaran Muhammad saw adalah Alquran, yang diturunkan dalam bahasa Arab yang secara mutlak tidak dapat ditiru oleh orang-orang Arab sendiri (al-Futûhat, 3:145). Bahkan beliau bertanya secara retoris, Apalagi tanda yang lebih bermukjizat selain daripada Alquran? (al-Futûhat, 4:526). Alquran juga mendatangkan apa yang sebagiannya telah disampaikan oleh kitab-kitab terdahulu yang Muhammad tidak tahu isi kandungannya melainkan melalui dari Alquran. Menurut Sani, Ibn 'Arabi justru meyakini bahwa orang-orang Yahudi, Nasrani, ahli-ahli kitab (ashab al-kutub) pasti tahu bahwa Alquran adalah bukti dari Allah akan kebenaran Muhammad (al-Futûhat, 3:145). Oleh karena mereka yang mendustakan kebenaran Nabi Muhammad bakal diazab Tuhan karena Ia telah menurunkan Alkitab dengan haq dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih itu benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (al-Futûhat, 4:526). Ibn 'Arabi juga menegaskan bahwa para pemimpin ahli kitab telah menyesatkan pengikut mereka dengan memerintahkan apa yang tidak pernah dikatakan Allah,