Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-13 Terurut Topik ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
Yang repot dengan perumpamaan SIM itu kan Anda. Saya sih 
cuma menjelaskan dan meluruskan arah 'perasaan' Anda yang 
menyasar ke mana-mana. Ya sudah seharusnyalah Anda KO 
karena hal sesederhana dan sejelas itu saja tak mampu menangkap 
dan malah dipelintir-pelintir seenak perasaan.
Ini satu contoh lagi, Anda masih meributkan / mempertahankan /merasa benar 
dengan penggunaan kata 'babi' pada uji klinis ini lalu 
dengan polos bertanya, seandainya kata 'babi' diganti 'kelinci' apa 
masih tetap biadab? 

Nah, sambil mengunyah jadah bakar sekarang saya jawab: 
Ya, masih. Dan pertanyaan itu semakin mempertontonkan kebodohanmu 
karena kemarin sudah saya peringatkan: "Kelihatan sekali Anda tidak berusaha 
mengerti atau mencari tahu 
apa itu uji klinis dan malah bersemangat memamerkan kebodohan."

Jelas Anda bodoh, karena selain merupakan pengetahuan umum, uji 
klinis ini sudah juga saya singgung sedikit pada posting sebelumnya. 
Salah sendiri kalau Anda sampai tidak tahu. Salah sendiri kalau Anda 
merasa jadi gembala yang selalu merasa benar dan harus dituruti. 
Merasa ini, merasa itu, tanpa mikir.
Sekian, terimakasih. 

...ah, masih ada potongan jadah terakhir, 

nyam..nyam...
--- jonathangoeij@... wrote:
Saya tidak begitu tertarik permainan kata2 istilah SIM yg anda gunakan itu, 
terserah sajalah.

Seandainya kata 'babi' pada kalimat "Apakah hal ini artinya mulai sekarang 
etika yg melarang pasien2 jadi babi percobaan akan dihapus?" diganti kelinci, 
apakah masih tetap biadab? kalau sudah tidak lagi biadab kenapa kok babi biadab 
tetapi kelinci tidak?

Uji klinis memang diterapkan pada manusia, tetapi dalam melakukan uji klinis 
pertama harus ada ijin terlebih dahulu, kemudian harus disclose, pasien juga 
voluntary dan aware kalau jadi percobaan dan tahu risk yang dihadapi, dan 
mungkin hal2 yg lain.
--- ajegilelu@... wrote :
Inti perkataan Anda tuh ini:
"makanya saya bilang perumpamaan anda kurang tepat. Dr dr Terawan sudah anggota 
IDI dan punya ijin praktek (sudah punya SIM dalam perumpamaan anda), kemudian 
ketahuan melakukan pelanggaran kode etik."
Perkataan Anda tsb di atas menekankan bahwa uji klinis ini tentang 
keanggotaan, lalu seenaknya memastikan saya juga bicara hal 
yang sama, tentang keanggotaan, dengan perumpamaan ujian SIM.
Salah besar, mas. Saya mengumpamakan uji klinis dengan ujian SIM 
itu untuk menggambarkan sifat ujiannya. Ujian SIM dilakukan kepada 
orang yang memiliki kecakapan mengemudi, bukan ujian untuk bisa 
mengemudi apalagi untuk menjadi anggota ikatan pengemudi. Jadi, 
ujian ini hanya soal legalitas. Ujian SIM dilakukan untuk melegalkan 
kecakapan orang tsb dalam membawa kendaraan bermotor di jalan raya. 
Dia tak bakal kehilangan kecakapannya mengemudi sekalipun tidak 
mengantongi SIM. Dia hanya tidak punya izin untuk berkendara di 
jalan raya. Lebih kurangnya seperti itulah sifat dari uji klinis, yaitu 
untuk memberi legalitas / izin  atas temuan obat / metode baru pengobatan. 
Kalau betul bermanfaat bagi kesehatan masyarakat, maka obat / 
metode baru pengobatan itu tak bakal hilang kemujarabannya hanya 
karena tak dilegalkan organisasi. 

Soal penyebutan pasien sebagai 'babi' memang Anda biadab kok, 
ini pernyataan kalimatnya: 

"Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi 
babi percobaan akan dihapus?"
Kelihatan sekali Anda tidak berusaha mengerti atau mencari tahu 
apa itu uji klinis dan malah bersemangat memamerkan kebodohan. 
Sebab, uji klinis adalah tahapan yang harus dilakukan terhadap pasien 
sungguhan, dalam hal ini terhadap manusia, bukan lagi dengan hewan 
yangdilakukan pada tahap uji kelayakan sebelumnya. 

--- jonathangoeij@... wrote:

Re-posting, saya lihat dari tadi kok tidak masuk kemilis.
On Wednesday, April 11, 2018, 11:58:24 AM PDT, Jonathan Goeij wrote:
Inti perkataan saya adalah sudah punya SIM kok harus ujian SIM lagi, Dr dr 
Terawan sudah anggota IDI sudah punya ijin praktek. Uji klinis pd berita ini 
hanya ala kadarnya saja spy beliau tidak diskors, hanya sekedar samaran.

Anda yg menyebut pasien sebagai 'babi'.
Yg saya sebut "babi percobaan". Kenapa istilah babi pada kata 'babi percobaan' 
disebut biadab? bukankah pada kenyataannya babi banyak sekali dipakai utk uji 
klinis.

--- ajegilelu@... wrote :

Ini yang saya tulis: 

Kalau orang sudah punya SIM 
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi?
(masih ada di bawah sana)
Lalu Anda pelintir jadi begini: 
"Bukankah sudah punya SIM, kenapa kok mesti ikut ujian SIM lagi?"
Saya kira tidak ada perlunya bersikap biadab dengan menyebut 
pasien sebutan 'babi'.
--- jonathangoeij@...wrote: 
 Bukankah sudah punya SIM, kenapa kok mesti ikut ujian SIM lagi?
Tetapi terserah anda sajalah mau pakai perumpamaan apa saja.
Diantara puluhan ribu pasien apakah benar kesemuanya tahu dijadikan babi 
percobaan? atau karena pasiennya tentara semua ya tinggal manut sang MayJen?

--- ajegilelu@... wrote :

Perumpamaan yang saya buat dengan SIM itu untuk 'kecakapan' dalam mengemudi 
(dalam hal ini metode "cuci 

Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-12 Terurut Topik Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
Saya tidak begitu tertarik permainan kata2 istilah SIM yg anda gunakan itu, 
terserah sajalah.
Seandainya kata 'babi' pada kalimat "Apakah hal ini artinya mulai sekarang 
etika yg melarang pasien2 jadi babi percobaan akan dihapus?" diganti kelinci, 
apakah masih tetap biadab? kalau sudah tidak lagi biadab kenapa kok babi biadab 
tetapi kelinci tidak?
Uji klinis memang diterapkan pada manusia, tetapi dalam melakukan uji klinis 
pertama harus ada ijin terlebih dahulu, kemudian harus disclose, pasien juga 
voluntary dan aware kalau jadi percobaan dan tahu risk yang dihadapi, dan 
mungkin hal2 yg lain.

---In GELORA45@yahoogroups.com,  wrote :

Inti perkataan Anda tuh ini:
"makanya saya bilang perumpamaan anda kurang tepat. Dr dr Terawan sudah anggota 
IDI dan punya ijin praktek (sudah punya SIM dalam perumpamaan anda), kemudian 
ketahuan melakukan pelanggaran kode etik."
Perkataan Anda tsb di atas menekankan bahwa uji klinis ini tentang 
keanggotaan, lalu seenaknya memastikan saya juga bicara hal 
yang sama, tentang keanggotaan, dengan perumpamaan ujian SIM.
Salah besar, mas. Saya mengumpamakan uji klinis dengan ujian SIM 
itu untuk menggambarkan sifat ujiannya. Ujian SIM dilakukan kepada 
orang yang memiliki kecakapan mengemudi, bukan ujian untuk bisa 
mengemudi apalagi untuk menjadi anggota ikatan pengemudi. Jadi, 
ujian ini hanya soal legalitas. Ujian SIM dilakukan untuk melegalkan 
kecakapan orang tsb dalam membawa kendaraan bermotor di jalan raya. 
Dia tak bakal kehilangan kecakapannya mengemudi sekalipun tidak 
mengantongi SIM. Dia hanya tidak punya izin untuk berkendara di 
jalan raya. Lebih kurangnya seperti itulah sifat dari uji klinis, yaitu 
untuk memberi legalitas / izin  atas temuan obat / metode baru pengobatan. 
Kalau betul bermanfaat bagi kesehatan masyarakat, maka obat / 
metode baru pengobatan itu tak bakal hilang kemujarabannya hanya 
karena tak dilegalkan organisasi. 

Soal penyebutan pasien sebagai 'babi' memang Anda biadab kok, 
ini pernyataan kalimatnya: 

"Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi 
babi percobaan akan dihapus?"
Kelihatan sekali Anda tidak berusaha mengerti atau mencari tahu 
apa itu uji klinis dan malah bersemangat memamerkan kebodohan. 
Sebab, uji klinis adalah tahapan yang harus dilakukan terhadap pasien 
sungguhan, dalam hal ini terhadap manusia, bukan lagi dengan hewan 
yangdilakukan pada tahap uji kelayakan sebelumnya. 

--- jonathangoeij@... wrote:

Re-posting, saya lihat dari tadi kok tidak masuk kemilis.

On Wednesday, April 11, 2018, 11:58:24 AM PDT, Jonathan Goeij wrote:

Inti perkataan saya adalah sudah punya SIM kok harus ujian SIM lagi, Dr dr 
Terawan sudah anggota IDI sudah punya ijin praktek. Uji klinis pd berita ini 
hanya ala kadarnya saja spy beliau tidak diskors, hanya sekedar samaran.


Anda yg menyebut pasien sebagai 'babi'.
Yg saya sebut "babi percobaan". Kenapa istilah babi pada kata 'babi percobaan' 
disebut biadab? bukankah pada kenyataannya babi banyak sekali dipakai utk uji 
klinis.

--- ajegilelu@... wrote :

Ini yang saya tulis: 

Kalau orang sudah punya SIM 
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi?
(masih ada di bawah sana)
Lalu Anda pelintir jadi begini: 
"Bukankah sudah punya SIM, kenapa kok mesti ikut ujian SIM lagi?"
Saya kira tidak ada perlunya bersikap biadab dengan menyebut 
pasien sebutan 'babi'.
--- jonathangoeij@...wrote: 
 Bukankah sudah punya SIM, kenapa kok mesti ikut ujian SIM lagi?
Tetapi terserah anda sajalah mau pakai perumpamaan apa saja.
Diantara puluhan ribu pasien apakah benar kesemuanya tahu dijadikan babi 
percobaan? atau karena pasiennya tentara semua ya tinggal manut sang MayJen?

--- ajegilelu@... wrote :

Perumpamaan yang saya buat dengan SIM itu untuk 'kecakapan' dalam mengemudi 
(dalam hal ini metode "cuci otak"). Anda 
menyelewengkannya menjadi 'keanggotaan' dalam organisasi. 
Jadi, pertanyaan "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?"tetap 
tertuju ke Anda.
--- jonathangoeij@... wrote:
 Yg saya baca rekomendasi IDI hanyalah men-skors selama setahun "a 
recommendation to suspend him for a year over an ethics violation" bukan 
dipecat hanya tidak bisa praktek setahun saja, dalam waktu itu bisa memfokuskan 
diri pada penelitian misalnya ataupun mengajar dan hal2 yg lain.
Anda yg ngambil perumpamaan SIM bukan saya "Nggak bedanya orang yang cakap 
mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk mendapatkan SIM" 
seharusnya pertanyaan anda "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?" 
ditujukan kediri sendiri.
IDI mungkin cuma seperti "kumpulan sopir" tetapi khan sang dokter tidak bisa 
dapat rekomendasi praktek kalau tidak jadi anggota IDI (terkecuali internship 
yg cuman sementara), sedang ijin praktek dari DepKes mensyaratkan rekomendasi 
IDI.

--- ajegilelu@... wrote :

1. Sudah disinggung barang sedikit pada posting 
sebelumnya,https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/225974

2. Bagaimana Anda bisa begitu pasti kalau 

Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-12 Terurut Topik ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
Inti perkataan Anda tuh ini:
"makanya saya bilang perumpamaan anda kurang tepat. Dr dr Terawan sudah anggota 
IDI dan punya ijin praktek (sudah punya SIM dalam perumpamaan anda), kemudian 
ketahuan melakukan pelanggaran kode etik."
Perkataan Anda tsb di atas menekankan bahwa uji klinis ini tentang 
keanggotaan, lalu seenaknya memastikan saya juga bicara hal 
yang sama, tentang keanggotaan, dengan perumpamaan ujian SIM. 
Salah besar, mas. Saya mengumpamakan uji klinis dengan ujian SIM 
itu untuk menggambarkan sifat ujiannya. Ujian SIM dilakukan kepada 
orang yang memiliki kecakapan mengemudi, bukan ujian untuk bisa 
mengemudi apalagi untuk menjadi anggota ikatan pengemudi. Jadi, 
ujian ini hanya soal legalitas.  Ujian SIM dilakukan untuk melegalkan 
kecakapan orang tsb dalam membawa kendaraan bermotor di jalan raya. 
Dia tak bakal kehilangan kecakapannya mengemudi sekalipun tidak 
mengantongi SIM. Dia hanya tidak punya izin untuk berkendara di 
jalan raya. Lebih kurangnya seperti itulah sifat dari uji klinis, yaitu 
untuk memberi legalitas / izin  atas temuan obat / metode baru pengobatan. 
Kalau betul bermanfaat bagi kesehatan masyarakat, maka obat / 
metode baru pengobatan itu tak bakal hilang kemujarabannya hanya 
karena tak dilegalkan organisasi. 

Soal penyebutan pasien sebagai 'babi' memang Anda biadab kok, 
ini pernyataan kalimatnya: 
 
"Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi 
babi percobaan akan dihapus?"
Kelihatan sekali Anda tidak berusaha mengerti atau mencari tahu 
apa itu uji klinis dan malah bersemangat memamerkan kebodohan. 
Sebab, uji klinis adalah tahapan yang harus dilakukan terhadap pasien 
sungguhan, dalam hal ini terhadap manusia, bukan lagi dengan hewan 
yangdilakukan pada tahap uji kelayakan sebelumnya. 

   --- jonathangoeij@... wrote:
   
Re-posting, saya lihat dari tadi kok tidak masuk kemilis.
On Wednesday, April 11, 2018, 11:58:24 AM PDT, Jonathan Goeij wrote:
Inti perkataan saya adalah sudah punya SIM kok harus ujian SIM lagi, Dr dr 
Terawan sudah anggota IDI sudah punya ijin praktek. Uji klinis pd berita ini 
hanya ala kadarnya saja spy beliau tidak diskors, hanya sekedar samaran.


Anda yg menyebut pasien sebagai 'babi'.
Yg saya sebut "babi percobaan". Kenapa istilah babi pada kata 'babi percobaan' 
disebut biadab? bukankah pada kenyataannya babi banyak sekali dipakai utk uji 
klinis.

--- ajegilelu@... wrote :

Ini yang saya tulis: 

Kalau orang sudah punya SIM 
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi?
(masih ada di bawah sana)
Lalu Anda pelintir jadi begini: 
"Bukankah sudah punya SIM, kenapa kok mesti ikut ujian SIM lagi?"
Saya kira tidak ada perlunya bersikap biadab dengan menyebut 
pasien sebutan 'babi'.
--- jonathangoeij@...wrote: 
 Bukankah sudah punya SIM, kenapa kok mesti ikut ujian SIM lagi?
Tetapi terserah anda sajalah mau pakai perumpamaan apa saja.
Diantara puluhan ribu pasien apakah benar kesemuanya tahu dijadikan babi 
percobaan? atau karena pasiennya tentara semua ya tinggal manut sang MayJen?

--- ajegilelu@... wrote :

Perumpamaan yang saya buat dengan SIM itu untuk 'kecakapan' dalam mengemudi 
(dalam hal ini metode "cuci otak"). Anda 
menyelewengkannya menjadi 'keanggotaan' dalam organisasi. 
Jadi, pertanyaan "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?"tetap 
tertuju ke Anda.
--- jonathangoeij@... wrote:
 Yg saya baca rekomendasi IDI hanyalah men-skors selama setahun "a 
recommendation to suspend him for a year over an ethics violation" bukan 
dipecat hanya tidak bisa praktek setahun saja, dalam waktu itu bisa memfokuskan 
diri pada penelitian misalnya ataupun mengajar dan hal2 yg lain.
Anda yg ngambil perumpamaan SIM bukan saya "Nggak bedanya orang yang cakap 
mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk mendapatkan SIM" 
seharusnya pertanyaan anda "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?" 
ditujukan kediri sendiri.
IDI mungkin cuma seperti "kumpulan sopir" tetapi khan sang dokter tidak bisa 
dapat rekomendasi praktek kalau tidak jadi anggota IDI (terkecuali internship 
yg cuman sementara), sedang ijin praktek dari DepKes mensyaratkan rekomendasi 
IDI.

--- ajegilelu@... wrote :

1. Sudah disinggung barang sedikit pada posting 
sebelumnya,https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/225974

2. Bagaimana Anda bisa begitu pasti kalau perumpamaan 
saya dengan SIM itu cuma tentang keanggotaan kumpulan sopir, 
dan bukan untuk kecakapan mengemudi? 
Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?

--- jonathangoeij@... wrote:
Point no 2, makanya saya bilang perumpamaan anda kurang tepat. Dr dr Terawan 
sudah anggota IDI dan punya ijin praktek (sudah punya SIM dalam perumpamaan 
anda), kemudian ketahuan melakukan pelanggaran kode etik. Kalau diumpamakan IDI 
mungkin seperti polantas yg menangkap/memergoki seorang sopir ojek yg ngebut 
misalnya, nah seharusnya khan ditilang, tetapi jadi dilema karena sang 
pengemudi anggota TNI dgn pangkat tinggi lebih parah lagi para penumpang (yg 

Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-11 Terurut Topik Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
 Re-posting, saya lihat dari tadi kok tidak masuk kemilis.
On Wednesday, April 11, 2018, 11:58:24 AM PDT, Jonathan Goeij 
 wrote:  
 
 Inti perkataan saya adalah sudah punya SIM kok harus ujian SIM lagi, Dr dr 
Terawan sudah anggota IDI sudah punya ijin praktek. Uji klinis pd berita ini 
hanya ala kadarnya saja spy beliau tidak diskors, hanya sekedar samaran.
Anda yg menyebut pasien sebagai 'babi'.
Yg saya sebut "babi percobaan". Kenapa istilah babi pada kata 'babi percobaan' 
disebut biadab? bukankah pada kenyataannya babi banyak sekali dipakai utk uji 
klinis.

---In GELORA45@yahoogroups.com,  wrote :

Ini yang saya tulis: 

Kalau orang sudah punya SIM 
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi?
(masih ada di bawah sana)
Lalu Anda pelintir jadi begini: 
"Bukankah sudah punya SIM, kenapa kok mesti ikut ujian SIM lagi?"
Saya kira tidak ada perlunya bersikap biadab dengan menyebut 
pasien sebutan 'babi'.
--- jonathangoeij@...wrote: 

 Bukankah sudah punya SIM, kenapa kok mesti ikut ujian SIM lagi?
Tetapi terserah anda sajalah mau pakai perumpamaan apa saja.
Diantara puluhan ribu pasien apakah benar kesemuanya tahu dijadikan babi 
percobaan? atau karena pasiennya tentara semua ya tinggal manut sang MayJen?

--- ajegilelu@... wrote :

Perumpamaan yang saya buat dengan SIM itu untuk 'kecakapan' dalam mengemudi 
(dalam hal ini metode "cuci otak"). Anda 
menyelewengkannya menjadi 'keanggotaan' dalam organisasi. 
Jadi, pertanyaan "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?"tetap 
tertuju ke Anda.
--- jonathangoeij@... wrote:
 Yg saya baca rekomendasi IDI hanyalah men-skors selama setahun "a 
recommendation to suspend him for a year over an ethics violation" bukan 
dipecat hanya tidak bisa praktek setahun saja, dalam waktu itu bisa memfokuskan 
diri pada penelitian misalnya ataupun mengajar dan hal2 yg lain.
Anda yg ngambil perumpamaan SIM bukan saya "Nggak bedanya orang yang cakap 
mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk mendapatkan SIM" 
seharusnya pertanyaan anda "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?" 
ditujukan kediri sendiri.
IDI mungkin cuma seperti "kumpulan sopir" tetapi khan sang dokter tidak bisa 
dapat rekomendasi praktek kalau tidak jadi anggota IDI (terkecuali internship 
yg cuman sementara), sedang ijin praktek dari DepKes mensyaratkan rekomendasi 
IDI.

--- ajegilelu@... wrote :

1. Sudah disinggung barang sedikit pada posting 
sebelumnya,https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/225974

2. Bagaimana Anda bisa begitu pasti kalau perumpamaan 
saya dengan SIM itu cuma tentang keanggotaan kumpulan sopir, 
dan bukan untuk kecakapan mengemudi? 
Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?

--- jonathangoeij@... wrote:
Point no 2, makanya saya bilang perumpamaan anda kurang tepat. Dr dr Terawan 
sudah anggota IDI dan punya ijin praktek (sudah punya SIM dalam perumpamaan 
anda), kemudian ketahuan melakukan pelanggaran kode etik. Kalau diumpamakan IDI 
mungkin seperti polantas yg menangkap/memergoki seorang sopir ojek yg ngebut 
misalnya, nah seharusnya khan ditilang, tetapi jadi dilema karena sang 
pengemudi anggota TNI dgn pangkat tinggi lebih parah lagi para penumpang (yg 
pejabat tinggi) membela sang pengemudi sambil beralasan tiba lebih cepat (lha 
wong ngebut).
Point no 1, ada etika pd uji klinis, setahu saya seperti para pasien harus tahu 
dan dengan kesadarannya sendiri (atau keluarga) ikut serta dalam uji klinis itu 
dan diberi penjelasan risk yg dihadapi sebelum uji klinis. Dan juga tidak bisa 
diterapkan pada semua pasien seperti yg saya baca diberita itu.
--- ajegilelu@... wrote :

1. Uji klinis itu untuk menguji keampuhan obat / pengobatan pada 
subyek sungguhan, pada pasien (setelah melewati tahap uji kelayakan 
dengan subyek hewan dsb).
2. Lalu apa perumpamaan yang tepat? Kalau orang sudah punya SIM 
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi? Itu kan nggak logis walaupunlegal. 
Begitu juga mengaitkan persoalan ini dengan kepangkatan militer 
betul-betul paranoid sekalipun legal.
--- jonathangoeij@... wrote: Perumpamaan yg tepat bukannya "Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk 
mendapatkan SIM" karena sebetulnya sudah punya SIM, tetapi apakah pengemudi yg 
melanggar rambu lalu lintas kemudian enggak ditilang hanya karena ybs TNI dan 
jendral lagi yg dibela jendral2 yg lain.

On Wednesday, April 11, 2018, 8:46:09 AM PDT, Jonathan Goeij wrote:
Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi babi 
percobaan akan dihapus? Atau hanya khusus dr. Terawan?Seandainya dr. Terawan 
bukan Mayjen dan/atau bukan Kepala RSPAD apakah juga akan menimbulkan kegaduhan 
seperti ini?

--- ajegilelu@... wrote :

Sekedar formalitas. Barangkali ya tinggal ini kompromi terbaik 
supaya IDI tidak kehilangan muka. Toh dalam "uji klinis" 
yang selama ini dilakukan dr. Terawan terhadap para pasiennya 
dianggap berhasil, memuaskan para pasiennya. Jadi, 

Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-11 Terurut Topik ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
Ini yang saya tulis: 

Kalau orang sudah punya SIM 
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi? 
(masih ada di bawah sana)
Lalu Anda pelintir jadi begini: 
"Bukankah sudah punya SIM, kenapa kok mesti ikut ujian SIM lagi?"
Saya kira tidak ada perlunya bersikap biadab dengan menyebut 
pasien sebutan 'babi'.
   --- jonathangoeij@...wrote: 
   
    Bukankah sudah punya SIM, kenapa kok mesti ikut ujian SIM lagi?
Tetapi terserah anda sajalah mau pakai perumpamaan apa saja.
Diantara puluhan ribu pasien apakah benar kesemuanya tahu dijadikan babi 
percobaan? atau karena pasiennya tentara semua ya tinggal manut sang MayJen?

--- ajegilelu@... wrote :

Perumpamaan yang saya buat dengan SIM itu untuk 'kecakapan' dalam mengemudi 
(dalam hal ini metode "cuci otak"). Anda 
menyelewengkannya menjadi 'keanggotaan' dalam organisasi. 
Jadi, pertanyaan "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?"tetap 
tertuju ke Anda.
--- jonathangoeij@... wrote:
 Yg saya baca rekomendasi IDI hanyalah men-skors selama setahun "a 
recommendation to suspend him for a year over an ethics violation" bukan 
dipecat hanya tidak bisa praktek setahun saja, dalam waktu itu bisa memfokuskan 
diri pada penelitian misalnya ataupun mengajar dan hal2 yg lain.
Anda yg ngambil perumpamaan SIM bukan saya "Nggak bedanya orang yang cakap 
mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk mendapatkan SIM" 
seharusnya pertanyaan anda "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?" 
ditujukan kediri sendiri.
IDI mungkin cuma seperti "kumpulan sopir" tetapi khan sang dokter tidak bisa 
dapat rekomendasi praktek kalau tidak jadi anggota IDI (terkecuali internship 
yg cuman sementara), sedang ijin praktek dari DepKes mensyaratkan rekomendasi 
IDI.

--- ajegilelu@... wrote :

1. Sudah disinggung barang sedikit pada posting 
sebelumnya,https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/225974

2. Bagaimana Anda bisa begitu pasti kalau perumpamaan 
saya dengan SIM itu cuma tentang keanggotaan kumpulan sopir, 
dan bukan untuk kecakapan mengemudi? 
Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?

--- jonathangoeij@... wrote:
Point no 2, makanya saya bilang perumpamaan anda kurang tepat. Dr dr Terawan 
sudah anggota IDI dan punya ijin praktek (sudah punya SIM dalam perumpamaan 
anda), kemudian ketahuan melakukan pelanggaran kode etik. Kalau diumpamakan IDI 
mungkin seperti polantas yg menangkap/memergoki seorang sopir ojek yg ngebut 
misalnya, nah seharusnya khan ditilang, tetapi jadi dilema karena sang 
pengemudi anggota TNI dgn pangkat tinggi lebih parah lagi para penumpang (yg 
pejabat tinggi) membela sang pengemudi sambil beralasan tiba lebih cepat (lha 
wong ngebut).
Point no 1, ada etika pd uji klinis, setahu saya seperti para pasien harus tahu 
dan dengan kesadarannya sendiri (atau keluarga) ikut serta dalam uji klinis itu 
dan diberi penjelasan risk yg dihadapi sebelum uji klinis. Dan juga tidak bisa 
diterapkan pada semua pasien seperti yg saya baca diberita itu.
--- ajegilelu@... wrote :

1. Uji klinis itu untuk menguji keampuhan obat / pengobatan pada 
subyek sungguhan, pada pasien (setelah melewati tahap uji kelayakan 
dengan subyek hewan dsb).
2. Lalu apa perumpamaan yang tepat? Kalau orang sudah punya SIM 
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi? Itu kan nggak logis walaupunlegal. 
Begitu juga mengaitkan persoalan ini dengan kepangkatan militer 
betul-betul paranoid sekalipun legal.
--- jonathangoeij@... wrote: Perumpamaan yg tepat bukannya "Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk 
mendapatkan SIM" karena sebetulnya sudah punya SIM, tetapi apakah pengemudi yg 
melanggar rambu lalu lintas kemudian enggak ditilang hanya karena ybs TNI dan 
jendral lagi yg dibela jendral2 yg lain.

On Wednesday, April 11, 2018, 8:46:09 AM PDT, Jonathan Goeij wrote:
Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi babi 
percobaan akan dihapus? Atau hanya khusus dr. Terawan?Seandainya dr. Terawan 
bukan Mayjen dan/atau bukan Kepala RSPAD apakah juga akan menimbulkan kegaduhan 
seperti ini?

--- ajegilelu@... wrote :

Sekedar formalitas. Barangkali ya tinggal ini kompromi terbaik 
supaya IDI tidak kehilangan muka. Toh dalam "uji klinis" 
yang selama ini dilakukan dr. Terawan terhadap para pasiennya 
dianggap berhasil, memuaskan para pasiennya. Jadi, sekarang 
tinggal memenuhi azas legalitas saja. Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian 
untuk mendapatkan SIM.
--- SADAR@... wrote: Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis













Dr dr Terawan Agus Putranto saat memberikan keterangan di RSPAD 
Gatot Subroto, Rabu (4/4). (Dok. JawaPos.com) JawaPos.com - Kementerian Riset 
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan Kementerian Kesehatan 
(Kemenkes) akan segera melakukan mediasi terkait metode temuan yang dilakukan 
Dokter Terawan Agus Putranto. Menristekdikti, Mohamad Nasir menjelaskan, 
pertemuan mediasi akan 

Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-11 Terurut Topik Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
Bukankah sudah punya SIM, kenapa kok mesti ikut ujian SIM lagi?
Tetapi terserah anda sajalah mau pakai perumpamaan apa saja.
Diantara puluhan ribu pasien apakah benar kesemuanya tahu dijadikan babi 
percobaan? atau karena pasiennya tentara semua ya tinggal manut sang MayJen?

---In GELORA45@yahoogroups.com,  wrote :

Perumpamaan yang saya buat dengan SIM itu untuk 'kecakapan' dalam mengemudi 
(dalam hal ini metode "cuci otak"). Anda 
menyelewengkannya menjadi 'keanggotaan' dalam organisasi. 
Jadi, pertanyaan "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?"tetap 
tertuju ke Anda.
--- jonathangoeij@... wrote:
 Yg saya baca rekomendasi IDI hanyalah men-skors selama setahun "a 
recommendation to suspend him for a year over an ethics violation" bukan 
dipecat hanya tidak bisa praktek setahun saja, dalam waktu itu bisa memfokuskan 
diri pada penelitian misalnya ataupun mengajar dan hal2 yg lain.
Anda yg ngambil perumpamaan SIM bukan saya "Nggak bedanya orang yang cakap 
mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk mendapatkan SIM" 
seharusnya pertanyaan anda "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?" 
ditujukan kediri sendiri.
IDI mungkin cuma seperti "kumpulan sopir" tetapi khan sang dokter tidak bisa 
dapat rekomendasi praktek kalau tidak jadi anggota IDI (terkecuali internship 
yg cuman sementara), sedang ijin praktek dari DepKes mensyaratkan rekomendasi 
IDI.

--- ajegilelu@... wrote :

1. Sudah disinggung barang sedikit pada posting 
sebelumnya,https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/225974

2. Bagaimana Anda bisa begitu pasti kalau perumpamaan 
saya dengan SIM itu cuma tentang keanggotaan kumpulan sopir, 
dan bukan untuk kecakapan mengemudi? 
Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?

--- jonathangoeij@... wrote:
Point no 2, makanya saya bilang perumpamaan anda kurang tepat. Dr dr Terawan 
sudah anggota IDI dan punya ijin praktek (sudah punya SIM dalam perumpamaan 
anda), kemudian ketahuan melakukan pelanggaran kode etik. Kalau diumpamakan IDI 
mungkin seperti polantas yg menangkap/memergoki seorang sopir ojek yg ngebut 
misalnya, nah seharusnya khan ditilang, tetapi jadi dilema karena sang 
pengemudi anggota TNI dgn pangkat tinggi lebih parah lagi para penumpang (yg 
pejabat tinggi) membela sang pengemudi sambil beralasan tiba lebih cepat (lha 
wong ngebut).
Point no 1, ada etika pd uji klinis, setahu saya seperti para pasien harus tahu 
dan dengan kesadarannya sendiri (atau keluarga) ikut serta dalam uji klinis itu 
dan diberi penjelasan risk yg dihadapi sebelum uji klinis. Dan juga tidak bisa 
diterapkan pada semua pasien seperti yg saya baca diberita itu.
--- ajegilelu@... wrote :

1. Uji klinis itu untuk menguji keampuhan obat / pengobatan pada 
subyek sungguhan, pada pasien (setelah melewati tahap uji kelayakan 
dengan subyek hewan dsb).
2. Lalu apa perumpamaan yang tepat? Kalau orang sudah punya SIM 
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi? Itu kan nggak logis walaupunlegal. 
Begitu juga mengaitkan persoalan ini dengan kepangkatan militer 
betul-betul paranoid sekalipun legal.
--- jonathangoeij@... wrote: Perumpamaan yg tepat bukannya "Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk 
mendapatkan SIM" karena sebetulnya sudah punya SIM, tetapi apakah pengemudi yg 
melanggar rambu lalu lintas kemudian enggak ditilang hanya karena ybs TNI dan 
jendral lagi yg dibela jendral2 yg lain.

On Wednesday, April 11, 2018, 8:46:09 AM PDT, Jonathan Goeij wrote:
Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi babi 
percobaan akan dihapus? Atau hanya khusus dr. Terawan?Seandainya dr. Terawan 
bukan Mayjen dan/atau bukan Kepala RSPAD apakah juga akan menimbulkan kegaduhan 
seperti ini?

--- ajegilelu@... wrote :

Sekedar formalitas. Barangkali ya tinggal ini kompromi terbaik 
supaya IDI tidak kehilangan muka. Toh dalam "uji klinis" 
yang selama ini dilakukan dr. Terawan terhadap para pasiennya 
dianggap berhasil, memuaskan para pasiennya. Jadi, sekarang 
tinggal memenuhi azas legalitas saja. Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian 
untuk mendapatkan SIM.
--- SADAR@... wrote: Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis













Dr dr Terawan Agus Putranto saat memberikan keterangan di RSPAD 
Gatot Subroto, Rabu (4/4). (Dok. JawaPos.com) JawaPos.com - Kementerian Riset 
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan Kementerian Kesehatan 
(Kemenkes) akan segera melakukan mediasi terkait metode temuan yang dilakukan 
Dokter Terawan Agus Putranto. Menristekdikti, Mohamad Nasir menjelaskan, 
pertemuan mediasi akan dilakukan melalui komite bersama antar Kementerian. 
Rencananya, pertemuan ini akan membahas uji klinis metode Dokter Terawan. 
"Sudah ada (komunikasi dengan Dokter Terawan), nanti kita tinggal memanggil 
profesi kita akan cari jalan keluar yang terbaik," jelas Nasir di Jakarta, 
Selasa kemarin (10/4). Menurut Nasir, 

Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-11 Terurut Topik ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
Perumpamaan yang saya buat dengan SIM itu untuk 'kecakapan' dalam mengemudi 
(dalam hal ini metode "cuci otak"). Anda 
menyelewengkannya menjadi 'keanggotaan' dalam organisasi. 
Jadi, pertanyaan "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?"tetap 
tertuju ke Anda.
   --- jonathangoeij@... wrote:
    Yg saya baca rekomendasi IDI hanyalah men-skors selama setahun "a 
recommendation to suspend him for a year over an ethics violation" bukan 
dipecat hanya tidak bisa praktek setahun saja, dalam waktu itu bisa memfokuskan 
diri pada penelitian misalnya ataupun mengajar dan hal2 yg lain.
Anda yg ngambil perumpamaan SIM bukan saya "Nggak bedanya orang yang cakap 
mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk mendapatkan SIM" 
seharusnya pertanyaan anda "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?" 
ditujukan kediri sendiri.
IDI mungkin cuma seperti "kumpulan sopir" tetapi khan sang dokter tidak bisa 
dapat rekomendasi praktek kalau tidak jadi anggota IDI (terkecuali internship 
yg cuman sementara), sedang ijin praktek dari DepKes mensyaratkan rekomendasi 
IDI.

--- ajegilelu@... wrote :

1. Sudah disinggung barang sedikit pada posting 
sebelumnya,https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/225974

2. Bagaimana Anda bisa begitu pasti kalau perumpamaan 
saya dengan SIM itu cuma tentang keanggotaan kumpulan sopir, 
dan bukan untuk kecakapan mengemudi? 
Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?

--- jonathangoeij@... wrote:
Point no 2, makanya saya bilang perumpamaan anda kurang tepat. Dr dr Terawan 
sudah anggota IDI dan punya ijin praktek (sudah punya SIM dalam perumpamaan 
anda), kemudian ketahuan melakukan pelanggaran kode etik. Kalau diumpamakan IDI 
mungkin seperti polantas yg menangkap/memergoki seorang sopir ojek yg ngebut 
misalnya, nah seharusnya khan ditilang, tetapi jadi dilema karena sang 
pengemudi anggota TNI dgn pangkat tinggi lebih parah lagi para penumpang (yg 
pejabat tinggi) membela sang pengemudi sambil beralasan tiba lebih cepat (lha 
wong ngebut).
Point no 1, ada etika pd uji klinis, setahu saya seperti para pasien harus tahu 
dan dengan kesadarannya sendiri (atau keluarga) ikut serta dalam uji klinis itu 
dan diberi penjelasan risk yg dihadapi sebelum uji klinis. Dan juga tidak bisa 
diterapkan pada semua pasien seperti yg saya baca diberita itu.
--- ajegilelu@... wrote :

1. Uji klinis itu untuk menguji keampuhan obat / pengobatan pada 
subyek sungguhan, pada pasien (setelah melewati tahap uji kelayakan 
dengan subyek hewan dsb).
2. Lalu apa perumpamaan yang tepat? Kalau orang sudah punya SIM 
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi? Itu kan nggak logis walaupunlegal. 
Begitu juga mengaitkan persoalan ini dengan kepangkatan militer 
betul-betul paranoid sekalipun legal.
--- jonathangoeij@... wrote: Perumpamaan yg tepat bukannya "Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk 
mendapatkan SIM" karena sebetulnya sudah punya SIM, tetapi apakah pengemudi yg 
melanggar rambu lalu lintas kemudian enggak ditilang hanya karena ybs TNI dan 
jendral lagi yg dibela jendral2 yg lain.

On Wednesday, April 11, 2018, 8:46:09 AM PDT, Jonathan Goeij wrote:
Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi babi 
percobaan akan dihapus? Atau hanya khusus dr. Terawan?Seandainya dr. Terawan 
bukan Mayjen dan/atau bukan Kepala RSPAD apakah juga akan menimbulkan kegaduhan 
seperti ini?

--- ajegilelu@... wrote :

Sekedar formalitas. Barangkali ya tinggal ini kompromi terbaik 
supaya IDI tidak kehilangan muka. Toh dalam "uji klinis" 
yang selama ini dilakukan dr. Terawan terhadap para pasiennya 
dianggap berhasil, memuaskan para pasiennya. Jadi, sekarang 
tinggal memenuhi azas legalitas saja. Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian 
untuk mendapatkan SIM.
--- SADAR@... wrote: Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis













Dr dr Terawan Agus Putranto saat memberikan keterangan di RSPAD 
Gatot Subroto, Rabu (4/4). (Dok. JawaPos.com) JawaPos.com - Kementerian Riset 
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan Kementerian Kesehatan 
(Kemenkes) akan segera melakukan mediasi terkait metode temuan yang dilakukan 
Dokter Terawan Agus Putranto. Menristekdikti, Mohamad Nasir menjelaskan, 
pertemuan mediasi akan dilakukan melalui komite bersama antar Kementerian. 
Rencananya, pertemuan ini akan membahas uji klinis metode Dokter Terawan. 
"Sudah ada (komunikasi dengan Dokter Terawan), nanti kita tinggal memanggil 
profesi kita akan cari jalan keluar yang terbaik," jelas Nasir di Jakarta, 
Selasa kemarin (10/4). Menurut Nasir, dengan pertemuan ini diharapkan lembaga 
profesi tidak semudah itu memberi hukuman. Terlebih inovasi, malah seharusnya 
hal ini diberikan pendampingan agar memberikan hasil yang terbaik. "Tujuannya 
kita tidak selalu memudahkan untuk memberikan hukuman, inovasi tidak jalan 
kalau dengan cara begitu. Kita mendorong inovasi jika 

Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-11 Terurut Topik Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
Yg saya baca rekomendasi IDI hanyalah men-skors selama setahun "a 
recommendation to suspend him for a year over an ethics violation" bukan 
dipecat hanya tidak bisa praktek setahun saja, dalam waktu itu bisa memfokuskan 
diri pada penelitian misalnya ataupun mengajar dan hal2 yg lain.
Anda yg ngambil perumpamaan SIM bukan saya "Nggak bedanya orang yang cakap 
mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk mendapatkan SIM" 
seharusnya pertanyaan anda "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?" 
ditujukan kediri sendiri.
IDI mungkin cuma seperti "kumpulan sopir" tetapi khan sang dokter tidak bisa 
dapat rekomendasi praktek kalau tidak jadi anggota IDI (terkecuali internship 
yg cuman sementara), sedang ijin praktek dari DepKes mensyaratkan rekomendasi 
IDI.

---In GELORA45@yahoogroups.com,  wrote :

1. Sudah disinggung barang sedikit pada posting 
sebelumnya,https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/225974

2. Bagaimana Anda bisa begitu pasti kalau perumpamaan 
saya dengan SIM itu cuma tentang keanggotaan kumpulan sopir, 
dan bukan untuk kecakapan mengemudi? 
Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?

--- jonathangoeij@... wrote:
Point no 2, makanya saya bilang perumpamaan anda kurang tepat. Dr dr Terawan 
sudah anggota IDI dan punya ijin praktek (sudah punya SIM dalam perumpamaan 
anda), kemudian ketahuan melakukan pelanggaran kode etik. Kalau diumpamakan IDI 
mungkin seperti polantas yg menangkap/memergoki seorang sopir ojek yg ngebut 
misalnya, nah seharusnya khan ditilang, tetapi jadi dilema karena sang 
pengemudi anggota TNI dgn pangkat tinggi lebih parah lagi para penumpang (yg 
pejabat tinggi) membela sang pengemudi sambil beralasan tiba lebih cepat (lha 
wong ngebut).
Point no 1, ada etika pd uji klinis, setahu saya seperti para pasien harus tahu 
dan dengan kesadarannya sendiri (atau keluarga) ikut serta dalam uji klinis itu 
dan diberi penjelasan risk yg dihadapi sebelum uji klinis. Dan juga tidak bisa 
diterapkan pada semua pasien seperti yg saya baca diberita itu.
--- ajegilelu@... wrote :

1. Uji klinis itu untuk menguji keampuhan obat / pengobatan pada 
subyek sungguhan, pada pasien (setelah melewati tahap uji kelayakan 
dengan subyek hewan dsb).
2. Lalu apa perumpamaan yang tepat? Kalau orang sudah punya SIM 
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi? Itu kan nggak logis walaupunlegal. 
Begitu juga mengaitkan persoalan ini dengan kepangkatan militer 
betul-betul paranoid sekalipun legal.
--- jonathangoeij@... wrote: Perumpamaan yg tepat bukannya "Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk 
mendapatkan SIM" karena sebetulnya sudah punya SIM, tetapi apakah pengemudi yg 
melanggar rambu lalu lintas kemudian enggak ditilang hanya karena ybs TNI dan 
jendral lagi yg dibela jendral2 yg lain.

On Wednesday, April 11, 2018, 8:46:09 AM PDT, Jonathan Goeij wrote:
Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi babi 
percobaan akan dihapus? Atau hanya khusus dr. Terawan?Seandainya dr. Terawan 
bukan Mayjen dan/atau bukan Kepala RSPAD apakah juga akan menimbulkan kegaduhan 
seperti ini?

--- ajegilelu@... wrote :

Sekedar formalitas. Barangkali ya tinggal ini kompromi terbaik 
supaya IDI tidak kehilangan muka. Toh dalam "uji klinis" 
yang selama ini dilakukan dr. Terawan terhadap para pasiennya 
dianggap berhasil, memuaskan para pasiennya. Jadi, sekarang 
tinggal memenuhi azas legalitas saja. Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian 
untuk mendapatkan SIM.
--- SADAR@... wrote: Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis













Dr dr Terawan Agus Putranto saat memberikan keterangan di RSPAD 
Gatot Subroto, Rabu (4/4). (Dok. JawaPos.com) JawaPos.com - Kementerian Riset 
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan Kementerian Kesehatan 
(Kemenkes) akan segera melakukan mediasi terkait metode temuan yang dilakukan 
Dokter Terawan Agus Putranto. Menristekdikti, Mohamad Nasir menjelaskan, 
pertemuan mediasi akan dilakukan melalui komite bersama antar Kementerian. 
Rencananya, pertemuan ini akan membahas uji klinis metode Dokter Terawan. 
"Sudah ada (komunikasi dengan Dokter Terawan), nanti kita tinggal memanggil 
profesi kita akan cari jalan keluar yang terbaik," jelas Nasir di Jakarta, 
Selasa kemarin (10/4). Menurut Nasir, dengan pertemuan ini diharapkan lembaga 
profesi tidak semudah itu memberi hukuman. Terlebih inovasi, malah seharusnya 
hal ini diberikan pendampingan agar memberikan hasil yang terbaik. "Tujuannya 
kita tidak selalu memudahkan untuk memberikan hukuman, inovasi tidak jalan 
kalau dengan cara begitu. Kita mendorong inovasi jika itu baik," kata Nasir. 
Nantinya, Nasir akan mempercayakan uji klinis kepada Kementerian Kesehatan. 
Serta, akan disiapkan Rumah Sakit untuk menguji, Kemristekdikti mengaku siap 
memfasilitasi. Ke depannya, Nasir berharap jika temuan dan inovasi Dokter 
Terawan dalam uji 

Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-11 Terurut Topik ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
1. Sudah disinggung barang sedikit pada posting 
sebelumnya,https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/225974

2. Bagaimana Anda bisa begitu pasti kalau perumpamaan 
saya dengan SIM itu cuma tentang keanggotaan kumpulan sopir, 
dan bukan untuk kecakapan mengemudi? 
Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?

--- jonathangoeij@... wrote:
Point no 2, makanya saya bilang perumpamaan anda kurang tepat. Dr dr Terawan 
sudah anggota IDI dan punya ijin praktek (sudah punya SIM dalam perumpamaan 
anda), kemudian ketahuan melakukan pelanggaran kode etik. Kalau diumpamakan IDI 
mungkin seperti polantas yg menangkap/memergoki seorang sopir ojek yg ngebut 
misalnya, nah seharusnya khan ditilang, tetapi jadi dilema karena sang 
pengemudi anggota TNI dgn pangkat tinggi lebih parah lagi para penumpang (yg 
pejabat tinggi) membela sang pengemudi sambil beralasan tiba lebih cepat (lha 
wong ngebut).
Point no 1, ada etika pd uji klinis, setahu saya seperti para pasien harus tahu 
dan dengan kesadarannya sendiri (atau keluarga) ikut serta dalam uji klinis itu 
dan diberi penjelasan risk yg dihadapi sebelum uji klinis. Dan juga tidak bisa 
diterapkan pada semua pasien seperti yg saya baca diberita itu.
--- ajegilelu@... wrote :

1. Uji klinis itu untuk menguji keampuhan obat / pengobatan pada 
subyek sungguhan, pada pasien (setelah melewati tahap uji kelayakan 
dengan subyek hewan dsb).
2. Lalu apa perumpamaan yang tepat? Kalau orang sudah punya SIM 
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi? Itu kan nggak logis walaupunlegal. 
Begitu juga mengaitkan persoalan ini dengan kepangkatan militer 
betul-betul paranoid sekalipun legal.
--- jonathangoeij@... wrote: Perumpamaan yg tepat bukannya "Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk 
mendapatkan SIM" karena sebetulnya sudah punya SIM, tetapi apakah pengemudi yg 
melanggar rambu lalu lintas kemudian enggak ditilang hanya karena ybs TNI dan 
jendral lagi yg dibela jendral2 yg lain.

On Wednesday, April 11, 2018, 8:46:09 AM PDT, Jonathan Goeij wrote:
Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi babi 
percobaan akan dihapus? Atau hanya khusus dr. Terawan?Seandainya dr. Terawan 
bukan Mayjen dan/atau bukan Kepala RSPAD apakah juga akan menimbulkan kegaduhan 
seperti ini?

--- ajegilelu@... wrote :

Sekedar formalitas. Barangkali ya tinggal ini kompromi terbaik 
supaya IDI tidak kehilangan muka. Toh dalam "uji klinis" 
yang selama ini dilakukan dr. Terawan terhadap para pasiennya 
dianggap berhasil, memuaskan para pasiennya. Jadi, sekarang 
tinggal memenuhi azas legalitas saja. Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian 
untuk mendapatkan SIM.
--- SADAR@... wrote: Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis













Dr dr Terawan Agus Putranto saat memberikan keterangan di RSPAD 
Gatot Subroto, Rabu (4/4). (Dok. JawaPos.com) JawaPos.com - Kementerian Riset 
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan Kementerian Kesehatan 
(Kemenkes) akan segera melakukan mediasi terkait metode temuan yang dilakukan 
Dokter Terawan Agus Putranto. Menristekdikti, Mohamad Nasir menjelaskan, 
pertemuan mediasi akan dilakukan melalui komite bersama antar Kementerian. 
Rencananya, pertemuan ini akan membahas uji klinis metode Dokter Terawan. 
"Sudah ada (komunikasi dengan Dokter Terawan), nanti kita tinggal memanggil 
profesi kita akan cari jalan keluar yang terbaik," jelas Nasir di Jakarta, 
Selasa kemarin (10/4). Menurut Nasir, dengan pertemuan ini diharapkan lembaga 
profesi tidak semudah itu memberi hukuman. Terlebih inovasi, malah seharusnya 
hal ini diberikan pendampingan agar memberikan hasil yang terbaik. "Tujuannya 
kita tidak selalu memudahkan untuk memberikan hukuman, inovasi tidak jalan 
kalau dengan cara begitu. Kita mendorong inovasi jika itu baik," kata Nasir. 
Nantinya, Nasir akan mempercayakan uji klinis kepada Kementerian Kesehatan. 
Serta, akan disiapkan Rumah Sakit untuk menguji, Kemristekdikti mengaku siap 
memfasilitasi. Ke depannya, Nasir berharap jika temuan dan inovasi Dokter 
Terawan dalam uji klinis berhasil baik, dirinya menyarankan Dokter Terawan 
bergabung dengan kementeriannya. "Ya kalau terbukti baik temuannya, Dokter 
Terawan bisa bergabung dengan Kemristekdikti untuk pengembangan pendidikan yang 
lebih baik lagi," pungkasnya. (rgm/JPC)



   

Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-11 Terurut Topik Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
Point no 2, makanya saya bilang perumpamaan anda kurang tepat. Dr dr Terawan 
sudah anggota IDI dan punya ijin praktek (sudah punya SIM dalam perumpamaan 
anda), kemudian ketahuan melakukan pelanggaran kode etik. Kalau diumpamakan IDI 
mungkin seperti polantas yg menangkap/memergoki seorang sopir ojek yg ngebut 
misalnya, nah seharusnya khan ditilang, tetapi jadi dilema karena sang 
pengemudi anggota TNI dgn pangkat tinggi lebih parah lagi para penumpang (yg 
pejabat tinggi) membela sang pengemudi sambil beralasan tiba lebih cepat (lha 
wong ngebut).
Point no 1, ada etika pd uji klinis, setahu saya seperti para pasien harus tahu 
dan dengan kesadarannya sendiri (atau keluarga) ikut serta dalam uji klinis itu 
dan diberi penjelasan risk yg dihadapi sebelum uji klinis. Dan juga tidak bisa 
diterapkan pada semua pasien seperti yg saya baca diberita itu.
---In GELORA45@yahoogroups.com,  wrote :

1. Uji klinis itu untuk menguji keampuhan obat / pengobatan pada 
subyek sungguhan, pada pasien (setelah melewati tahap uji kelayakan 
dengan subyek hewan dsb).
2. Lalu apa perumpamaan yang tepat? Kalau orang sudah punya SIM 
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi? Itu kan nggak logis walaupunlegal. 
Begitu juga mengaitkan persoalan ini dengan kepangkatan militer 
betul-betul paranoid sekalipun legal.
--- jonathangoeij@... wrote:
 Perumpamaan yg tepat bukannya "Nggak bedanya orang yang cakap mengemudi 
kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk mendapatkan SIM" karena 
sebetulnya sudah punya SIM, tetapi apakah pengemudi yg melanggar rambu lalu 
lintas kemudian enggak ditilang hanya karena ybs TNI dan jendral lagi yg dibela 
jendral2 yg lain.

On Wednesday, April 11, 2018, 8:46:09 AM PDT, Jonathan Goeij wrote:

Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi babi 
percobaan akan dihapus? Atau hanya khusus dr. Terawan?Seandainya dr. Terawan 
bukan Mayjen dan/atau bukan Kepala RSPAD apakah juga akan menimbulkan kegaduhan 
seperti ini?

--- ajegilelu@... wrote :

Sekedar formalitas. Barangkali ya tinggal ini kompromi terbaik 
supaya IDI tidak kehilangan muka. Toh dalam "uji klinis" 
yang selama ini dilakukan dr. Terawan terhadap para pasiennya 
dianggap berhasil, memuaskan para pasiennya. Jadi, sekarang 
tinggal memenuhi azas legalitas saja. Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian 
untuk mendapatkan SIM.
--- SADAR@... wrote: Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis













Dr dr Terawan Agus Putranto saat memberikan keterangan di RSPAD 
Gatot Subroto, Rabu (4/4). (Dok. JawaPos.com) JawaPos.com - Kementerian Riset 
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan Kementerian Kesehatan 
(Kemenkes) akan segera melakukan mediasi terkait metode temuan yang dilakukan 
Dokter Terawan Agus Putranto. Menristekdikti, Mohamad Nasir menjelaskan, 
pertemuan mediasi akan dilakukan melalui komite bersama antar Kementerian. 
Rencananya, pertemuan ini akan membahas uji klinis metode Dokter Terawan. 
"Sudah ada (komunikasi dengan Dokter Terawan), nanti kita tinggal memanggil 
profesi kita akan cari jalan keluar yang terbaik," jelas Nasir di Jakarta, 
Selasa kemarin (10/4). Menurut Nasir, dengan pertemuan ini diharapkan lembaga 
profesi tidak semudah itu memberi hukuman. Terlebih inovasi, malah seharusnya 
hal ini diberikan pendampingan agar memberikan hasil yang terbaik. "Tujuannya 
kita tidak selalu memudahkan untuk memberikan hukuman, inovasi tidak jalan 
kalau dengan cara begitu. Kita mendorong inovasi jika itu baik," kata Nasir. 
Nantinya, Nasir akan mempercayakan uji klinis kepada Kementerian Kesehatan. 
Serta, akan disiapkan Rumah Sakit untuk menguji, Kemristekdikti mengaku siap 
memfasilitasi. Ke depannya, Nasir berharap jika temuan dan inovasi Dokter 
Terawan dalam uji klinis berhasil baik, dirinya menyarankan Dokter Terawan 
bergabung dengan kementeriannya. "Ya kalau terbukti baik temuannya, Dokter 
Terawan bisa bergabung dengan Kemristekdikti untuk pengembangan pendidikan yang 
lebih baik lagi," pungkasnya. (rgm/JPC)




Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-11 Terurut Topik ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
1. Uji klinis itu untuk menguji keampuhan obat / pengobatan pada 
subyek sungguhan, pada pasien (setelah melewati tahap uji kelayakan 
dengan subyek hewan dsb).
2. Lalu apa perumpamaan yang tepat? Kalau orang sudah punya SIM 
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi? Itu kan nggak logis walaupunlegal. 
Begitu juga mengaitkan persoalan ini dengan kepangkatan militer 
betul-betul paranoid sekalipun legal.
--- jonathangoeij@... wrote:
 Perumpamaan yg tepat bukannya "Nggak bedanya orang yang cakap mengemudi 
kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk mendapatkan SIM" karena 
sebetulnya sudah punya SIM, tetapi apakah pengemudi yg melanggar rambu lalu 
lintas kemudian enggak ditilang hanya karena ybs TNI dan jendral lagi yg dibela 
jendral2 yg lain.
On Wednesday, April 11, 2018, 8:46:09 AM PDT, Jonathan Goeij wrote:  
 Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi babi 
percobaan akan dihapus? Atau hanya khusus dr. Terawan?Seandainya dr. Terawan 
bukan Mayjen dan/atau bukan Kepala RSPAD apakah juga akan menimbulkan kegaduhan 
seperti ini?

--- ajegilelu@... wrote :

Sekedar formalitas. Barangkali ya tinggal ini kompromi terbaik 
supaya IDI tidak kehilangan muka. Toh dalam "uji klinis" 
yang selama ini dilakukan dr. Terawan terhadap para pasiennya 
dianggap berhasil, memuaskan para pasiennya. Jadi, sekarang 
tinggal memenuhi azas legalitas saja. Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian 
untuk mendapatkan SIM.
--- SADAR@... wrote: Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis













Dr dr Terawan Agus Putranto saat memberikan keterangan di RSPAD 
Gatot Subroto, Rabu (4/4). (Dok. JawaPos.com) JawaPos.com - Kementerian Riset 
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan Kementerian Kesehatan 
(Kemenkes) akan segera melakukan mediasi terkait metode temuan yang dilakukan 
Dokter Terawan Agus Putranto. Menristekdikti, Mohamad Nasir menjelaskan, 
pertemuan mediasi akan dilakukan melalui komite bersama antar Kementerian. 
Rencananya, pertemuan ini akan membahas uji klinis metode Dokter Terawan. 
"Sudah ada (komunikasi dengan Dokter Terawan), nanti kita tinggal memanggil 
profesi kita akan cari jalan keluar yang terbaik," jelas Nasir di Jakarta, 
Selasa kemarin (10/4). Menurut Nasir, dengan pertemuan ini diharapkan lembaga 
profesi tidak semudah itu memberi hukuman. Terlebih inovasi, malah seharusnya 
hal ini diberikan pendampingan agar memberikan hasil yang terbaik. "Tujuannya 
kita tidak selalu memudahkan untuk memberikan hukuman, inovasi tidak jalan 
kalau dengan cara begitu. Kita mendorong inovasi jika itu baik," kata Nasir. 
Nantinya, Nasir akan mempercayakan uji klinis kepada Kementerian Kesehatan. 
Serta, akan disiapkan Rumah Sakit untuk menguji, Kemristekdikti mengaku siap 
memfasilitasi. Ke depannya, Nasir berharap jika temuan dan inovasi Dokter 
Terawan dalam uji klinis berhasil baik, dirinya menyarankan Dokter Terawan 
bergabung dengan kementeriannya. "Ya kalau terbukti baik temuannya, Dokter 
Terawan bisa bergabung dengan Kemristekdikti untuk pengembangan pendidikan yang 
lebih baik lagi," pungkasnya. (rgm/JPC)


   

Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-11 Terurut Topik Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
 Perumpamaan yg tepat bukannya "Nggak bedanya orang yang cakap mengemudi 
kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk mendapatkan SIM" karena 
sebetulnya sudah punya SIM, tetapi apakah pengemudi yg melanggar rambu lalu 
lintas kemudian enggak ditilang hanya karena ybs TNI dan jendral lagi yg dibela 
jendral2 yg lain.
On Wednesday, April 11, 2018, 8:46:09 AM PDT, Jonathan Goeij 
 wrote:  
 
 Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi babi 
percobaan akan dihapus? Atau hanya khusus dr. Terawan?Seandainya dr. Terawan 
bukan Mayjen dan/atau bukan Kepala RSPAD apakah juga akan menimbulkan kegaduhan 
seperti ini?

---In GELORA45@yahoogroups.com,  wrote :

Sekedar formalitas. Barangkali ya tinggal ini kompromi terbaik 
supaya IDI tidak kehilangan muka. Toh dalam "uji klinis" 
yang selama ini dilakukan dr. Terawan terhadap para pasiennya 
dianggap berhasil, memuaskan para pasiennya. Jadi, sekarang 
tinggal memenuhi azas legalitas saja. Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian 
untuk mendapatkan SIM.
--- SADAR@... wrote: Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis












Dr dr Terawan Agus Putranto saat memberikan keterangan di RSPAD 
Gatot Subroto, Rabu (4/4). (Dok. JawaPos.com) JawaPos.com - Kementerian Riset 
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan Kementerian Kesehatan 
(Kemenkes) akan segera melakukan mediasi terkait metode temuan yang dilakukan 
Dokter Terawan Agus Putranto. Menristekdikti, Mohamad Nasir menjelaskan, 
pertemuan mediasi akan dilakukan melalui komite bersama antar Kementerian. 
Rencananya, pertemuan ini akan membahas uji klinis metode Dokter Terawan. 
"Sudah ada (komunikasi dengan Dokter Terawan), nanti kita tinggal memanggil 
profesi kita akan cari jalan keluar yang terbaik," jelas Nasir di Jakarta, 
Selasa kemarin (10/4). Menurut Nasir, dengan pertemuan ini diharapkan lembaga 
profesi tidak semudah itu memberi hukuman. Terlebih inovasi, malah seharusnya 
hal ini diberikan pendampingan agar memberikan hasil yang terbaik. "Tujuannya 
kita tidak selalu memudahkan untuk memberikan hukuman, inovasi tidak jalan 
kalau dengan cara begitu. Kita mendorong inovasi jika itu baik," kata Nasir. 
Nantinya, Nasir akan mempercayakan uji klinis kepada Kementerian Kesehatan. 
Serta, akan disiapkan Rumah Sakit untuk menguji, Kemristekdikti mengaku siap 
memfasilitasi. Ke depannya, Nasir berharap jika temuan dan inovasi Dokter 
Terawan dalam uji klinis berhasil baik, dirinya menyarankan Dokter Terawan 
bergabung dengan kementeriannya. "Ya kalau terbukti baik temuannya, Dokter 
Terawan bisa bergabung dengan Kemristekdikti untuk pengembangan pendidikan yang 
lebih baik lagi," pungkasnya. (rgm/JPC)

  

Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-11 Terurut Topik Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi babi 
percobaan akan dihapus? Atau hanya khusus dr. Terawan?Seandainya dr. Terawan 
bukan Mayjen dan/atau bukan Kepala RSPAD apakah juga akan menimbulkan kegaduhan 
seperti ini?

---In GELORA45@yahoogroups.com,  wrote :

Sekedar formalitas. Barangkali ya tinggal ini kompromi terbaik 
supaya IDI tidak kehilangan muka. Toh dalam "uji klinis" 
yang selama ini dilakukan dr. Terawan terhadap para pasiennya 
dianggap berhasil, memuaskan para pasiennya. Jadi, sekarang 
tinggal memenuhi azas legalitas saja. Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian 
untuk mendapatkan SIM.
--- SADAR@... wrote: Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis












Dr dr Terawan Agus Putranto saat memberikan keterangan di RSPAD 
Gatot Subroto, Rabu (4/4). (Dok. JawaPos.com) JawaPos.com - Kementerian Riset 
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan Kementerian Kesehatan 
(Kemenkes) akan segera melakukan mediasi terkait metode temuan yang dilakukan 
Dokter Terawan Agus Putranto. Menristekdikti, Mohamad Nasir menjelaskan, 
pertemuan mediasi akan dilakukan melalui komite bersama antar Kementerian. 
Rencananya, pertemuan ini akan membahas uji klinis metode Dokter Terawan. 
"Sudah ada (komunikasi dengan Dokter Terawan), nanti kita tinggal memanggil 
profesi kita akan cari jalan keluar yang terbaik," jelas Nasir di Jakarta, 
Selasa kemarin (10/4). Menurut Nasir, dengan pertemuan ini diharapkan lembaga 
profesi tidak semudah itu memberi hukuman. Terlebih inovasi, malah seharusnya 
hal ini diberikan pendampingan agar memberikan hasil yang terbaik. "Tujuannya 
kita tidak selalu memudahkan untuk memberikan hukuman, inovasi tidak jalan 
kalau dengan cara begitu. Kita mendorong inovasi jika itu baik," kata Nasir. 
Nantinya, Nasir akan mempercayakan uji klinis kepada Kementerian Kesehatan. 
Serta, akan disiapkan Rumah Sakit untuk menguji, Kemristekdikti mengaku siap 
memfasilitasi. Ke depannya, Nasir berharap jika temuan dan inovasi Dokter 
Terawan dalam uji klinis berhasil baik, dirinya menyarankan Dokter Terawan 
bergabung dengan kementeriannya. "Ya kalau terbukti baik temuannya, Dokter 
Terawan bisa bergabung dengan Kemristekdikti untuk pengembangan pendidikan yang 
lebih baik lagi," pungkasnya. (rgm/JPC)



Re: [GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-11 Terurut Topik ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
Sekedar formalitas. Barangkali ya tinggal ini kompromi terbaik 
supaya IDI tidak kehilangan muka. Toh dalam "uji klinis" 
yang selama ini dilakukan dr. Terawan terhadap para pasiennya 
dianggap berhasil, memuaskan para pasiennya. Jadi, sekarang 
tinggal memenuhi azas legalitas saja. Nggak bedanya orang 
yang cakap mengemudi kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian 
untuk mendapatkan SIM.
---SADAR@... wrote: Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis












Dr dr Terawan Agus Putranto saatmemberikan keterangan di RSPAD 
Gatot Subroto, Rabu (4/4). (Dok. JawaPos.com) JawaPos.com - Kementerian Riset 
Teknologidan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan Kementerian Kesehatan 
(Kemenkes)akan segera melakukan mediasi terkait metode temuan yang dilakukan 
DokterTerawan Agus Putranto. Menristekdikti, Mohamad Nasir 
menjelaskan,pertemuan mediasi akan dilakukan melalui komite bersama antar 
Kementerian.Rencananya, pertemuan ini akan membahas uji klinis metode Dokter 
Terawan. "Sudah ada (komunikasi dengan DokterTerawan), nanti kita tinggal 
memanggil profesi kita akan cari jalan keluar yangterbaik," jelas Nasir di 
Jakarta, Selasa kemarin (10/4). Menurut Nasir, dengan pertemuan inidiharapkan 
lembaga profesi tidak semudah itu memberi hukuman. Terlebih inovasi,malah 
seharusnya hal ini diberikan pendampingan agar memberikan hasil yangterbaik. 
"Tujuannya kita tidak selalumemudahkan untuk memberikan hukuman, inovasi tidak 
jalan kalau dengan carabegitu. Kita mendorong inovasi jika itu baik," kata 
Nasir. Nantinya, Nasir akan mempercayakan ujiklinis kepada Kementerian 
Kesehatan. Serta, akan disiapkan Rumah Sakit untukmenguji, Kemristekdikti 
mengaku siap memfasilitasi. Ke depannya, Nasir berharap jika temuan daninovasi 
Dokter Terawan dalam uji klinis berhasil baik, dirinya menyarankanDokter 
Terawan bergabung dengan kementeriannya. "Ya kalau terbukti baik 
temuannya,Dokter Terawan bisa bergabung dengan Kemristekdikti untuk 
pengembanganpendidikan yang lebih baik lagi," pungkasnya. (rgm/JPC)


[GELORA45] Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis

2018-04-10 Terurut Topik 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis
RABU, 11 APR 2018 08:00 | EDITOR : KUSWANDI
  





Dr dr Terawan Agus Putranto saat memberikan keterangan di RSPAD Gatot Subroto, 
Rabu (4/4). (Dok. JawaPos.com)


Berita Terkait
  a.. Polemik Dokter Terawan Bukan 'Perang' antara IDI dan TNI AD
   
  b.. Polemik Metode Cuci Otak Dokter Terawan, IDI: Ada Otak yang 'Bermain
   
  c.. Metode Cuci Otak Ala Dokter Terawan Picu Perpecahan Profesi 
KedokteranJawaPos.com - Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi 
(Kemristekdikti) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan segera melakukan 
mediasi terkait metode temuan yang dilakukan Dokter Terawan Agus Putranto.

Menristekdikti, Mohamad Nasir menjelaskan, pertemuan mediasi akan dilakukan 
melalui komite bersama antar Kementerian. Rencananya, pertemuan ini akan 
membahas uji klinis metode Dokter Terawan.

"Sudah ada (komunikasi dengan Dokter Terawan), nanti kita tinggal memanggil 
profesi kita akan cari jalan keluar yang terbaik," jelas Nasir di Jakarta, 
Selasa kemarin (10/4).

Menurut Nasir, dengan pertemuan ini diharapkan lembaga profesi tidak semudah 
itu memberi hukuman. Terlebih inovasi, malah seharusnya hal ini diberikan 
pendampingan agar memberikan hasil yang terbaik.

"Tujuannya kita tidak selalu memudahkan untuk memberikan hukuman, inovasi tidak 
jalan kalau dengan cara begitu. Kita mendorong inovasi jika itu baik," kata 
Nasir.

Nantinya, Nasir akan mempercayakan uji klinis kepada Kementerian Kesehatan. 
Serta, akan disiapkan Rumah Sakit untuk menguji, Kemristekdikti mengaku siap 
memfasilitasi.

Ke depannya, Nasir berharap jika temuan dan inovasi Dokter Terawan dalam uji 
klinis berhasil baik, dirinya menyarankan Dokter Terawan bergabung dengan 
kementeriannya.

"Ya kalau terbukti baik temuannya, Dokter Terawan bisa bergabung dengan 
Kemristekdikti untuk pengembangan pendidikan yang lebih baik lagi," pungkasnya..

(rgm/JPC)