Re: Apakah Negara Islam

1999-01-05 Terurut Topik djoko raharto

>Salam,
>Lamanya suatu negara berada bukan jaminan kemajuan negara tersebut.
>Contohnya negara-negara Amerika Latin yang merdeka sudah selama AS
>tapi tetap saja tingkat kesejahteraannya tidak setinggi AS.  Korea
>Selatan yang merdeka selama Indonesia juga jauh lebih maju dari
>Indonesia, juga Malaysia lebih maju dari Indonesia.

Ada benarnya juga mas,
mungkin untuk maju kita perlu mempertimbangkan ungkapan yang sempat saya
baca waktu ke new york, yang kalau tidak keliru sbb :

"KEMAJUAN SUATU NEGARA AKAN DICAPAI JIKA BIROKRAT BERSIH"

mohon dikoreksi

>
>
>
>
>
>> __
>> Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
>>
>
>_
>DO YOU YAHOO!?
>Get your free @yahoo.com address at http://mail.yahoo.com


__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



Re: Apakah Negara Islam

1999-01-04 Terurut Topik Panut Wirata

Salam,
Lamanya suatu negara berada bukan jaminan kemajuan negara tersebut.
Contohnya negara-negara Amerika Latin yang merdeka sudah selama AS
tapi tetap saja tingkat kesejahteraannya tidak setinggi AS.  Korea
Selatan yang merdeka selama Indonesia juga jauh lebih maju dari
Indonesia, juga Malaysia lebih maju dari Indonesia.
 Yang paling menentukan mungkin adalah kemampuan bangsa itu untuk
maju dan terus berkembang, tanpa harus kembali ke titik nol lagi tiap
ada pergantian kepemimpinan nasional.  Tidak mengulang kesalahan yang
sama adalah kunci kemajuan.  Dan inilah yang nampaknya bangsa kita
sangat kurang.  Kita terlalu mudah jatuh pada dimensi religius sebagai
pelarian dalam menghadapi masalah.  Contohnya, krisis ekonomi kita
anggap sebagai cobaan Tuhan.  Nah kalau kita percaya bahwa krisis ini
cobaan Tuhan, maka kita hanya perlu berdoa, tanpa harus mencari
sebab-sebabnya.  Contoh lagi, satu-dua tahun yang lalu ada program
tambahan gizi untuk anak SD.  Di Lampung terjadi anak-anak SD sakit
dan dua meninggal dunia setelah makan bubur kacang ijo yang disiapkan
ibu PKK.  Gejala sakitnya adalah seperti keracunan makanan.
Penelitian  menyangkut penyebabnya belum selesai, sudah ada perintah
dari jakarta untuk tidak menginterogasi ibu yang memasak bubur tsb.
Karena itu, penyidikan dihentikan.  Dengan demikian, penyebab dari
kejadian itu tidak diketahui dengan pasti.  Apa akibatnya? Kejadian
yang sama terulang lagi di Jawa.  Kalau misalnya penelitian itu tuntas
dan misalnya diketahui bahwa dalam sisa bubur itu didapatkan bakteri
penyebab penyakit, maka untuk selanjutnya, harus diupayakan bahwa
memasaknya jangan sehari sebelumnya, tapi pagi harinya.  kalau
penyebabnya adlah pestisida, maka untuk selanjutnya, ibu-ibu itu perlu
diperkenalkan dengan berbgai peestisida sehingga mengenalinya.  Dan
pemilik toko/penjualnya perlu dihukum supaya tidak sembarangan lagi.
 Tentang asas tunggal yang dicabut, ini masih bisa diperdebatkan
apakah ini langkah maju atau langkah mundur.  Di AS, herannya, hanya
ada dua partai.  Mau omong heterogenitas, AS kan menampung orang dari
seluruh dunia.  Dan kalau mau menyimak perbedaan antara kedua partai
tersebut..tidak banyak.  Ynag satu misalnya mengusulkan tunjangan
sosial 50% dari usul yang lain.  Yang satu usul doa di sekolah negeri,
yang satu tidak setuju, tapi dua-duanya setuju menghormat bendera.
 Sekian dahulu.

Panut Wirata






---djoko raharto <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> >>>
> >>>Kalau kondisi di Irak, Palestina, Mesir, Siria, Jordania memang
yang
> >>>diinginkan oleh banyak orang tentunya orang akan berbondong-bondong
> >>datang
> >>>ke negeri itu. Kok pada ramai-ramai datang ke US?
>
> Itu namanya mobilitas.
> >>>
> >>>Saya tidak membela atau anti terhadap suatu sistem tertentu, hanya
> >>berusaha
> >>>jujur kepada diri sendiri (Tentunya berdasar kepentingan saya).
> >>Misalnya,
> >>>saya merasakan mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik di US,
> >>daripada
> >>>di Indonesia (sifat dasar manusia itu sama, tetapi tata cara
> bernegara
> >>>berbeda...)
> >>
> >>JR : wah jangan bandingin sama US yang sudah lebih dari 200 tahun
> >>merdeka. Kita harus jujur bahwa untuk menuju ke keadaan seperti
> US
> >>membutuhkan proses dan membutuhkan orang-orang yang komit.
> >> Saya kira orang-orang seperti anda yang sudah tinggal di US
ini,
> >>menularkan ilmu/hal-hal yang positif ke negara kita, Insya Allah
> >>saya juga.
> >>>
> >>Salam
> >>
> >
> >Memang betul, Indonesia baru 53,5 tahun merdeka. Tetapi Indonesia
punya
> >sejarah bernegara lebih panjang dari Amerika, Majapahit, Sriwijaya,
> Mataram
> >dan lain-lain. Budaya kita juga lebih tinggi dari Amerika, abad ke 6
> kita
> >sudah bisa bangun candi Borobudur, berlayar dari pulau ke pulau.
> Tapi
> >ya itu, masa kejayaan hanya semasa saja, jatuh bangun. Sampai
> sekarang
> >saya belum menemukan jawabannya.apakah karena bentuk negara atau
> mental
> >atau alam atau sebab lain? Apakah orang Indonesia tidak bisa komit?
> >
> >Funny thoughsaya memang tinggal di US, tetapi saya banyak belajar
> dari
> >bangsa sendiri, tetangga saya.  Ilmu yang positif (& negatif) itu
> ada
> >dimana-mana, cuman tinggal kita aja yang mau usaha mencarinya..
> >
>
> JR : Memang kita punya sejarah yang panjang, budaya yang tinggi, namun
> kita  harus menyadari bahwa di bidang "PERADABAN" terutama
> yang  menyangkut Ilmu pengetahuan harus kita akui kita
> tertinggal. Borobudur dibangun pada abad ke 8, pada saat itu
 di
> Eropa sudah ... tahu sendirilah. Sialnya belanda  yang rakus
> datang, dan terputuslah rantai kemajuan kita, then 350  tahun kita
> masuk era pembodohan.
>  Tahu nggak apa warisan belanda? sangat minim, bahkan bahasa
> belandapun kagak.
>
>  Amerika maju ya karena mereka migran dari Eropa yang dan
> kebetulan pula kemudian di dukung  adanya revolusi Industri.
>  Soal ilmu yang positif itu ada di mana-mana yang memang benar,
> makanya saya bilang kita ambil yan

Re: Apakah Negara Islam

1999-01-04 Terurut Topik djoko raharto

>>>
>>>Kalau kondisi di Irak, Palestina, Mesir, Siria, Jordania memang yang
>>>diinginkan oleh banyak orang tentunya orang akan berbondong-bondong
>>datang
>>>ke negeri itu. Kok pada ramai-ramai datang ke US?

Itu namanya mobilitas.
>>>
>>>Saya tidak membela atau anti terhadap suatu sistem tertentu, hanya
>>berusaha
>>>jujur kepada diri sendiri (Tentunya berdasar kepentingan saya).
>>Misalnya,
>>>saya merasakan mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik di US,
>>daripada
>>>di Indonesia (sifat dasar manusia itu sama, tetapi tata cara
bernegara
>>>berbeda...)
>>
>>JR : wah jangan bandingin sama US yang sudah lebih dari 200 tahun
>>merdeka. Kita harus jujur bahwa untuk menuju ke keadaan seperti
US
>>membutuhkan proses dan membutuhkan orang-orang yang komit.
>> Saya kira orang-orang seperti anda yang sudah tinggal di US ini,
>>menularkan ilmu/hal-hal yang positif ke negara kita, Insya Allah
>>saya juga.
>>>
>>Salam
>>
>
>Memang betul, Indonesia baru 53,5 tahun merdeka. Tetapi Indonesia punya
>sejarah bernegara lebih panjang dari Amerika, Majapahit, Sriwijaya,
Mataram
>dan lain-lain. Budaya kita juga lebih tinggi dari Amerika, abad ke 6
kita
>sudah bisa bangun candi Borobudur, berlayar dari pulau ke pulau.
Tapi
>ya itu, masa kejayaan hanya semasa saja, jatuh bangun. Sampai
sekarang
>saya belum menemukan jawabannya.apakah karena bentuk negara atau
mental
>atau alam atau sebab lain? Apakah orang Indonesia tidak bisa komit?
>
>Funny thoughsaya memang tinggal di US, tetapi saya banyak belajar
dari
>bangsa sendiri, tetangga saya.  Ilmu yang positif (& negatif) itu
ada
>dimana-mana, cuman tinggal kita aja yang mau usaha mencarinya..
>

JR : Memang kita punya sejarah yang panjang, budaya yang tinggi, namun
kita  harus menyadari bahwa di bidang "PERADABAN" terutama
yang  menyangkut Ilmu pengetahuan harus kita akui kita
tertinggal. Borobudur dibangun pada abad ke 8, pada saat itu  di
Eropa sudah ... tahu sendirilah. Sialnya belanda  yang rakus
datang, dan terputuslah rantai kemajuan kita, then 350  tahun kita
masuk era pembodohan.
 Tahu nggak apa warisan belanda? sangat minim, bahkan bahasa
belandapun kagak.

 Amerika maju ya karena mereka migran dari Eropa yang dan
kebetulan pula kemudian di dukung  adanya revolusi Industri.
 Soal ilmu yang positif itu ada di mana-mana yang memang benar,
makanya saya bilang kita ambil yang positif-positif.

So I don't think that I have funny thought. This is fact that in
US law enforcement is better. I learn much about this. However, I
always be an Indonesian.

That is enough buddy

__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



Re: Apakah Negara Islam

1999-01-03 Terurut Topik Togu TML Tobing

>>
>>Kalau kondisi di Irak, Palestina, Mesir, Siria, Jordania memang yang
>>diinginkan oleh banyak orang tentunya orang akan berbondong-bondong
>datang
>>ke negeri itu. Kok pada ramai-ramai datang ke US?
>>
>>Saya tidak membela atau anti terhadap suatu sistem tertentu, hanya
>berusaha
>>jujur kepada diri sendiri (Tentunya berdasar kepentingan saya).
>Misalnya,
>>saya merasakan mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik di US,
>daripada
>>di Indonesia (sifat dasar manusia itu sama, tetapi tata cara bernegara
>>berbeda...)
>
>JR : wah jangan bandingin sama US yang sudah lebih dari 200 tahun
>merdeka. Kita harus jujur bahwa untuk menuju ke keadaan seperti  US
>membutuhkan proses dan membutuhkan orang-orang yang komit.
> Saya kira orang-orang seperti anda yang sudah tinggal di US ini,
>menularkan ilmu/hal-hal yang positif ke negara kita, Insya Allah
>saya juga.
>>
>Salam
>

Memang betul, Indonesia baru 53,5 tahun merdeka. Tetapi Indonesia punya
sejarah bernegara lebih panjang dari Amerika, Majapahit, Sriwijaya, Mataram
dan lain-lain. Budaya kita juga lebih tinggi dari Amerika, abad ke 6 kita
sudah bisa bangun candi Borobudur, berlayar dari pulau ke pulau. Tapi
ya itu, masa kejayaan hanya semasa saja, jatuh bangun. Sampai sekarang
saya belum menemukan jawabannya.apakah karena bentuk negara atau mental
atau alam atau sebab lain? Apakah orang Indonesia tidak bisa komit?

Funny thoughsaya memang tinggal di US, tetapi saya banyak belajar dari
bangsa sendiri, tetangga saya.  Ilmu yang positif (& negatif) itu ada
dimana-mana, cuman tinggal kita aja yang mau usaha mencarinya..

T



Re: Apakah Negara Islam

1999-01-03 Terurut Topik djoko raharto

>
>Absurd? boleh saja dalam pandangan anda. Kalau tidak ada sebab khusus,
atau
>hal perlu diperhatikan, kan tidak perlu disebutkan khusus. Berpikiran
>sederhana, dan logis selalu diklaim oleh semua orang. Kalau memang
benar
>ada kondisi yang anda sebutkan di atas, dan memang diterima oleh semua
>orang, tentunya keadaan itu akan tetap ada dan berlangsung sampai
sekarang,
>misalnya Islam berkuasa di Spanyol. Orang Spanyol akan mempertahankan
>keberadaan Islam di negerinya, karena memang merasa lebih baik dengan
>keadaan tersebut. Jika roman diminati oleh orang, maka roman itu akan
tetap
>ada sampai

JR : Masalahnya ini menyangkut keyakinan. Meskipun sesuatu baik tetapi
bertentangan dengan keyakinannya ya tetap saja konflik.
Sebagaimana yang terjadi di Spanyol, akhirnya umat Islam di
bantai, dan kaum Yahudi disuruh memilih convert to Catholic or go
out from spain. Sebagian besar kaum Yahudi akhirnya memilih  tinggal
di Turki Ottoman.


>
>Kalau kondisi di Irak, Palestina, Mesir, Siria, Jordania memang yang
>diinginkan oleh banyak orang tentunya orang akan berbondong-bondong
datang
>ke negeri itu. Kok pada ramai-ramai datang ke US?
>
>Saya tidak membela atau anti terhadap suatu sistem tertentu, hanya
berusaha
>jujur kepada diri sendiri (Tentunya berdasar kepentingan saya).
Misalnya,
>saya merasakan mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik di US,
daripada
>di Indonesia (sifat dasar manusia itu sama, tetapi tata cara bernegara
>berbeda...)

JR : wah jangan bandingin sama US yang sudah lebih dari 200 tahun
merdeka. Kita harus jujur bahwa untuk menuju ke keadaan seperti  US
membutuhkan proses dan membutuhkan orang-orang yang komit.
 Saya kira orang-orang seperti anda yang sudah tinggal di US ini,
menularkan ilmu/hal-hal yang positif ke negara kita, Insya Allah
saya juga.
>
Salam

__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



Re: Apakah Negara Islam

1999-01-03 Terurut Topik Togu TML Tobing

>JR : Sebenarnya kasusnya sama seperti di negara kayak US sini, kaum
>minoritas harus dilindungi dan yang melindungi adalah hukum.

I see. Well, hukum juga yang menentukan, mengatur manusia untuk
berhubungan satu dengan yang lain. Saya tidak paham bagaimana US membentuk
konstitusinya, tapi sepahaman saya, konstitusi di US itu tidak
berdasar/memihak satu golongan pun.

> Mereka punya hak dan kewajiban yang sama di mata hukum, meskipun
>dalam prakteknya masih juga ada perbedaan, tapi saya kira ini
>menyangkut manusiannya.

Hak dan kewajiban yang sama di mata hukum, beserta implementasi hukumnya
itu yang menentukan. Berangkatnya sudah setara, itu sudah baik, semua pihak
punya kesempatan yang sama.. apakah itu pria atau wanita, ataukah
pejabat atau rakyat biasa.

> Soal "ancaman" sebenarnya tidaklah ada, asal masing-masing saling
>menghormati dan tidak intervensi dalam masalah religi.

Well, tidak ada yang perlu dilindungi, dong. Kalau yang lemah otomatis
dilindungi oleh yang kuat itu memang wajar. Motivasi yang berbeda,
dilindungi supaya kerdil terus, atau dilindungi supaya bisa tumbuh menjadi
setara atau pengimbang. Perlindungan terhadap suatu kelompok tertentu,
secara spesifik disebutkan, sebenarnya tidak perlu ada kalau memang
bahaya/ancaman/iminen itu tidak ada.

> Silakan yang beragama Kristen menjalankan agamanya dengan
>baik. Demikian pula yang beragama lain.
> Setiap agama mengajarkan agamanyalah yang paling benar, padahal
>kebenaran hakiki ada di tangan Allah. Di dalam Islam sendiri
>mengajarkan bahwa hanya Allah yang berhak menentukan apakah
>seseorang termasuk kafir/tidak.

Iya, Tuhan juga enggak pernah bilang sama saya, Dia beragama apa. Dia
juga enggak pernah memaksa saya untuk harus ikut Dia. Cuman orang aja
yang suka maksa-maksa.

>>
>Sejarah juga membuktikan ketika Islam berkuasa di Spanyol, maka
>Islam, Christian, dan Jewish hidup rukun berdampingan. Dan silahkan
>buka buku Max I Dimont. He said that the Islam were even more
>tolerant of other people's religions than the roman.
>Demikian juga kondisi sekarang : di Irak, Palestina, Mesir,
>Siria, dan juga Jordania, they live side by side.
>
>So Please don't make absurb conclution.
>

Absurd? boleh saja dalam pandangan anda. Kalau tidak ada sebab khusus, atau
hal perlu diperhatikan, kan tidak perlu disebutkan khusus. Berpikiran
sederhana, dan logis selalu diklaim oleh semua orang. Kalau memang benar
ada kondisi yang anda sebutkan di atas, dan memang diterima oleh semua
orang, tentunya keadaan itu akan tetap ada dan berlangsung sampai sekarang,
misalnya Islam berkuasa di Spanyol. Orang Spanyol akan mempertahankan
keberadaan Islam di negerinya, karena memang merasa lebih baik dengan
keadaan tersebut. Jika roman diminati oleh orang, maka roman itu akan tetap
ada sampai sekarang

Kalau kondisi di Irak, Palestina, Mesir, Siria, Jordania memang yang
diinginkan oleh banyak orang tentunya orang akan berbondong-bondong datang
ke negeri itu. Kok pada ramai-ramai datang ke US?

Saya tidak membela atau anti terhadap suatu sistem tertentu, hanya berusaha
jujur kepada diri sendiri (Tentunya berdasar kepentingan saya). Misalnya,
saya merasakan mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik di US, daripada
di Indonesia (sifat dasar manusia itu sama, tetapi tata cara bernegara
berbeda...)

Apakah negara Islam sesuai dengan azas Demokrasi? Jawabannya terserah anda
masing-masing deh, terserah bagaimana mendefinisikan demokrasi dan
Islam.dan jujur kepada diri sendiri.

T



Re: Apakah Negara Islam

1999-01-02 Terurut Topik djoko raharto

>>>Togu TML Tobing wrote:
>>>
  Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan
>nasrani/kristen
 itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu
 berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara
 yang damai itu?


>>>
>>>Dilindungi dari SEGALA MACAM ancaman yang berniat jahat kepada kaum
>>>nasrani
>>>
>>
>>Thanks, jelas bagi saya kenapa kaum Nasrani itu perlu 'dilindungi',
>karena ancaman yang berniat jahat kepada kaum nasrani itu NYATA


JR : Sebenarnya kasusnya sama seperti di negara kayak US sini, kaum
minoritas harus dilindungi dan yang melindungi adalah hukum.
 Mereka punya hak dan kewajiban yang sama di mata hukum, meskipun
dalam prakteknya masih juga ada perbedaan, tapi saya kira ini
menyangkut manusiannya.
 Soal "ancaman" sebenarnya tidaklah ada, asal masing-masing saling
menghormati dan tidak intervensi dalam masalah religi.
 Silakan yang beragama Kristen menjalankan agamanya dengan
baik. Demikian pula yang beragama lain.
 Setiap agama mengajarkan agamanyalah yang paling benar, padahal
kebenaran hakiki ada di tangan Allah. Di dalam Islam sendiri
mengajarkan bahwa hanya Allah yang berhak menentukan apakah
seseorang termasuk kafir/tidak.
>
Sejarah juga membuktikan ketika Islam berkuasa di Spanyol, maka
Islam, Christian, dan Jewish hidup rukun berdampingan. Dan silahkan
buka buku Max I Dimont. He said that the Islam were even more
tolerant of other people's religions than the roman.
Demikian juga kondisi sekarang : di Irak, Palestina, Mesir,
Siria, dan juga Jordania, they live side by side.

So Please don't make absurb conclution.



__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



Re: Apakah Negara Islam

1999-01-02 Terurut Topik Mohammad Rosadi

Alloo bung tobing...boleh ikutan ya...:)


>>Togu TML Tobing wrote:
>>
>>>  Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan
nasrani/kristen
>>> itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu
>>> berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara
>>> yang damai itu?
>>>
>>>
>>
>>Dilindungi dari SEGALA MACAM ancaman yang berniat jahat kepada kaum
>>nasrani
>>
>
>Thanks, jelas bagi saya kenapa kaum Nasrani itu perlu 'dilindungi',
karena ancaman yang berniat jahat kepada kaum nasrani itu NYATA adanya.

Tidak saja kaum nasrani yang perlu dilindungi. Dalam Pemerintahan Islam
di masa Rasulullah dan para sahabat, semua manusia dan makhluk hidup
lainnya dilindungi dari segala macam ancaman.Tidak ada "kelebihan dan
keistimewaan" umat Islam dibanding umat lainnya di mata hukum dan
masalah-masalah duniawi lainnya dalam sebuah pemerintahan Islam.
Perlindungan yang diberikan kepada kaum nasrani TIDAK BEDA halnya dengan
perlindungan yang diberikan kepada kaum muslimin dan umat
lainnya,sebagai sesama warganegara. INTINYA  sebenarnya terletak pada
ADANYA perlindungan Kaum Mayoritas(Islam) kepada kaum minoritas(nasrani
dan umat lainnya) dan penghormatan kepada hak-hak asasi manusia (tanpa
memandang agama,ras,suku,status sosial,dsb), BUKAN pada nyata atau
tidaknya suatu ancaman.

Salam

Mohamad Rosadi
Virginia, USA

__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Indi Soemardjan

Where did you find all of this wonderful excerpts, Lutfi?
 

INDI

Lutfi M. wrote:



HRH, The Prince of Wales, Islam And The
West said:

"Islamic countries like Turkey, Egypt,
and Syria gave women the vote as early as Europe did its women --and much
earlier than in Switzerland! In those countries women have long enjoyed
equal pay, and the opportunity to play a full working role in their societies.
The rights of Muslim women to property and inheritance, to some protection
if divorced, and to the conducting of business, were rights prescribed
by the Quran twelve hundred years ago, even if they were not everywhere
translated into practice. In Britain at least, some of these rights were
novel even to my grandmother's generation! "

Indian Ambassador M. N. Masud, Understanding
Islam said:
    "If
true democracy is not confined to the form or model of government but is
the way of life of a people wherein man is treated with respect and given
dignity, irrespective of what he is or what he is not, then Islamic society,
from the very birth of Islam, has been nearest to the ideal, much nearer
to it than has been, perhaps, any other society in the recorded history
of man."
 

--
Indi

Visit my world: http://pagina.de/indradi
 


Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Indi Soemardjan

Thanks for the excerpts, Lutfi!
(all of you are encouraged to read it again)

This is what I have been waiting to read since the beginning of our
discussion about Islam and Democracy. Thus, I am looking forward to seeing
"Freedom of Faith" put to use in Nusantara.

But, who can guarantee that "Freedom of Faith" is set forth?
Do we need a non-religious authority to ensure its existence?

Let's develop a more in-dept study of this so that we may present this
to Indonesian public.
Remember: we must convey this great idea with honesty and openness.
 

Peace.

INDI

__

Excerpts from Notes by Robin Wright on Lectures and Interviews Given
by Abdul Karim Soroush, April-May 1995

Freedom of Faith: In a democracy what you really want is freedom
of faith. The other thing is this: justice is important. That is not the
consequence of the rules of shari'a. The third thing is this: there is
no authority on matters of religious. So you have to build a society in
such a way as to accommodate these principles.

Text and Context: How do we reconcile the immutable principles
of religion with the changing conditions of the world? The solution will
be like this: we have to find something that is at the same time both changeable
and immutable. And what is that?  It is the revealed text itself.
It is immutable and changeable at the same time. It has been revealed to
the heart of the Prophet, and so it should be kept intact and nobody is
permitted to temper with it. At the same time, there is the interpretation
of the text. That is changeable. No interpretation is without presuppositions.
These presuppositions are changeable since the whole knowledge of mankind
is in flux. It is age-bound, if you like.

Now, the knowledge of the age is always in flux. At the end of history
- and I am not sure we are at the end of history, as some American philosophers
suggest- we can know which knowledge is immutable and which not. But not
now.

This is how I express the situation: the text is silent. We have to
hear its voice. In order to hear, we need presuppositions. In order to
have presuppositions, we need the knowledge of the age. In order to have
the knowledge of the age, we have to surrender to change. So we have here
the miraculous entity that is changing but at the same time is immutable.

Religion and Reason: he ancient world was based on a single source
of information: religion. The modern world has more than one source: reason,
experience, science, logic. Modernism was a successful attempt to free
mankind from the dictatorship of religion.

Postmodernism is a revolt against modernism- and against the dictatorship
of reason. In the age of postmodernism, reason is humbler and religion
has become more acceptable. To me the reconciliation between the two has
become potentially more visible.


Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Lutfi M.
Title: RE: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?





.


 HRH, The Prince of Wales, Islam And The West said:


"Islamic countries like Turkey, Egypt, and Syria gave women the vote as early as Europe did its women --and much earlier than in Switzerland! In those countries women have long enjoyed equal pay, and the opportunity to play a full working role in their societies. The rights of Muslim women to property and inheritance, to some protection if divorced, and to the conducting of business, were rights prescribed by the Quran twelve hundred years ago, even if they were not everywhere translated into practice. In Britain at least, some of these rights were novel even to my grandmother's generation! "

Indian Ambassador M. N. Masud, Understanding Islam said:
    "If true democracy is not confined to the form or model of government but is the way of life of a people wherein man is treated with respect and given dignity, irrespective of what he is or what he is not, then Islamic society, from the very birth of Islam, has been nearest to the ideal, much nearer to it than has been, perhaps, any other society in the recorded history of man."




Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Lutfi M.
Title: RE: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?





Begini saja, gimana kalau debatnya ditunda dulu dan baca tulisan ini?


--


Journal of Democracy - April 1996 

Islam and Liberal Democracy 

Two Visions of Reformation

Robin Wright 

Robin Wright is global-affairs correspondent for the Los Angeles Times and former Middle East correspondent for the Sunday Times of London. Her books include Sacred Rage: The Wrath of Militant Islam (1985) and In the Name of God: The Khomeini Decade (1990). 

Of all the challenges facing democracy in the 1990s, one of the greatest lies in the Islamic world. Only a handful of the more than four dozen predominantly Muslim countries have made significant strides toward establishing democratic systems. Among this handful - including Albania, Bangladesh, Jordan, Kyrgyzstan, Mali, Pakistan, and Turkey - not one has yet achieved full, stable, or secure democracy. And the largest single regional bloc holding out against the global trend toward political pluralism comprises the Muslim countries of the Middle East and North Africa. 

Yet the resistance to political change associated with the Islamic bloc is not necessarily a function of the Muslim faith. Indeed, the evidence indicates quite the reverse. Rulers in some of the most antidemocratic regimes in the Islamic world - such as Brunei, Indonesia, Iraq, Oman, Qatar, Syria, and Turkmenistan - are secular autocrats who refuse to share power with their brethren. 

Overall, the obstacles to political pluralism in Islamic countries are not unlike the problems earlier faced in other parts of the world:

secular ideologies such as Ba'athism in Iraq and Syria, Pancasila in Indonesia, or lingering communism in some former Soviet Central Asian states brook no real opposition. Ironically, many of these ideologies wee adapted from the West; Ba'athism, for instance, was inspired by the European socialism of the 1930s and 1940s. Rigid government controls over everything from communications in Saudi Arabia and Brunei to foreign visitors in Uzbekistan and Indonesia also isolate their people from democratic ideas and debate on popular empowerment. In the largest and poorest Muslim countries, moreover, problems common to developing states, from illiteracy and disease to poverty, make simple survival a priority and render democratic politics a seeming luxury. Finally, like their non-Muslim neighbors in Asia and Africa, most Muslim societies have no local history of democracy on which to draw. As democracy has blossomed inWestern states over the past three centuries, Muslim societies have usually lived under colonial rulers, kings, or tribal and clan leaders. 

In other words, neither Islam nor its culture is the major obstacle to political modernity, eve if undemocratic rulers sometimes use Islam as their excuse. In Saudi Arabia, for instance, the ruling House of Saud relied on Wahhabism, a puritanical brand of Sunni Islam, first to unite the tribes of the Arabian Peninsula and then to justify dynastic rule. Like other monotheistic religions, Islam offers wide-ranging and sometimes contradictory instruction. In Saudi Arabia, Islam's tenets have been selectively shaped to sustain an authoritarian monarchy. 

In Iran, the revolution that overthrew the Shah in 1979 put a new spin on Shi'ite traditions. The Iranian Shi'ite community had traditionally avoided direct participation by religious leaders in government as demeaning to spiritual authority. The upheaval led by Ayatollah Ruhollah Khomeini thus represented not only a revolution in Iran, but also a revolution within the Shi'ite branch of Islam. The constitution of the Islamic Republic, the first of its kind, created structures and positions unknown to Islam in the past. 

Yet Islam, which acknowledges Judaism and Christianity as its forerunners in a single religious tradition of revelation-based monotheism, also preaches equality, justice, and human dignity - ideals that played a role in developments as diverse as the Christian Reformation of the sixteenth century, the American and French revolutions of the eighteenth century, and eve the "liberation theology" of the twentieth century. Islam is not lacking in tenets and practices that are compatible with pluralism. Among these are the traditions of ijtihad (interpretation), ijma (consensus), and shura (consultation). 

Diversity of Reform


Politicized Islam is not a monolith; its spectrum is broad. Only a few groups, such as the Wahhhabi in Saudi Arabia, are in fact fundamentalist. This term, coined in the early twentieth century to describe a movement among Protestant Christians in the United States, denote passive adherence to a literal reading of sacred scripture. By contrast, many of today's Islamic movements are trying to adapt the tenets of the faith to changing times and circumstances. In their own way, some even res

Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Togu TML Tobing

>Togu TML Tobing wrote:
>
>>  Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan nasrani/kristen
>> itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu
>> berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara
>> yang damai itu?
>>
>>
>
>Dilindungi dari SEGALA MACAM ancaman yang berniat jahat kepada kaum
>nasrani
>

Thanks, jelas bagi saya kenapa kaum Nasrani itu perlu 'dilindungi', karena
ancaman yang berniat jahat kepada kaum nasrani itu NYATA adanya.

T



Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Indi Soemardjan

Hadeer wrote:

> Begini lho, Bang Indi cara berpikir dan melihat dalam diskusi ini :
>

INDI: siap

> Urutan Hukum dalam Islam :
>
> 1. AlQuran
> 2. Hadist Rasullulah
> 3. Ijtihad (Pemikiran Ulama, Ummat, Orang Pintar...dll)
> Dan tidak ada pertentangan diantara ketigannya...
>

INDI: setuju. memang tidak ada pertentangan di dalamnya.

> Nah ... yang namanya demokrasi...bermain di nomor 3sedangkan nomor
> 1
> dan 2 ABSOLUT adanya...
>

INDI: jadi  nomor 1 dan 2 merupakan "konstitusi" dan nomor 3 datang
belakangan untuk "carry out the law" atau menerapkan. begitu kan?

> Contoh :
>
> Jika hasil sebuah demokrasi menyatakan Berzinah itu bolehmaka
> demokrasi itu menjadi gugur demi hukum ...karena tidak sesuai dengan
> Nomor 1
>

INDI: Proses pembuatan undang2 setelah konstitusi bisa menjadi proses
yang paling panjang dan penuh tantangan (karena setiap wakil2 rakyat
harus betul2 paham seluruh isi konstitusinya). Tetapi apakah seorang
non-Islam bisa menjadi wakil rakyat dalam regu legislator? (mengingat
bahwa dia belum tentu percaya pada konstitusi Islam yang ada: nomor 1
dan 2)

> Kalau berzinah itu tetap dijalankan meskipun JELAS bertentangan dengan
>
> Nomor 1...maka WHAT KIND OF DEMOCRATION IS THAT ? WHAT KIND OF
> COUNTRY...? WHAT KIND OF PEOPLE...?
>

INDI: people with uncontrollabe hormoneshaha. (people for production
of people, right?).people who do not believe Zinah is wrong. Simple,
right?

> Tolong jangan ditawar untuk nomor 1 dan nomor 2Kalau masih
> ditawarberarti END OF DISCUSSION... :-)
> Saya berlepas tangan terhadap bang Indi :-)
>

INDI: saya setuju dengan 1 dan 2, cuma masih belum paham dengan nomor 3
(bagaimana non-Islam bisa ikut serta dalam legislator karena dia belum
tentu percaya, begitu pula dengan jutaan warga negara non-Islam
lainnya).Ide baru:
bagaimana kalau Demokrasi tidak usah kita pakai dalam konsep negara
Islam ini. Demokrasi mungkin bukan cara yang baik untuk negara kita
(Demokrasi itu seperti di angan2 belaka dan tidak ada negara yang betul2
demokratis lho!)
bagaimana kalau sistim Sosialis saja (bukan komunis lho!) yang kita
pakai dalam konsep negara Islam. sistim zakat (dalam sistim sosialis
yang baik) perlu kita pakai, bukan?
sistim Sosialis sudah menjadi bumbu di negara mild-demokrasi seperti
Swedia dan Jerman Barat (dimana persentasi kemiskinan lebih rendah dari
AS).
Saya rasa kalau memang ada rencana untuk membuat negara Islam harus ada
penjelasan secara publik mengenai penerapan-nya. Sikap yang
mem-promosikan secara umum untuk menghilangkan rasa was2 dari yang
non-Islam. Keterbukaan adalah salah satu kunci jawabannya.
Terima kasih untuk semua yang sudah ikut menyumbangkan pemikiran untuk
konsep negara Islam yang unik ini. Saya sudah mendapat sedikit gambaran
ttg. penerapan nomor 1 dan 2, meskipun nomor 3 belum bisa terkait di
otak saya.




peace.

INDI



Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Hadeer

Togu TML Tobing wrote:

>  Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan nasrani/kristen
> itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu
> berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara
> yang damai itu?
>
>

Dilindungi dari SEGALA MACAM ancaman yang berniat jahat kepada kaum
nasrani

> Dalam hal perlindungan; tentunya yang memberi perlindungan adalah
> pihak yang dalam posisi 'kuat' dan yang diberi perlindungan adalah
> pihak yang dalam posisi 'lemah'. Apakah posisi 'kuat' dan 'lemah' ini
> berpihak berdasarkan agama?
>
>

Berdasarkan siapa yang memimpin...dan yang kuat sudah hukum alamnya
melindungi yang lemah...

> Bisakan diberikan contohnya pendirian negara Islam yang benar?
>
>

Negara Medinah ...



Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Hadeer

Begini lho, Bang Indi cara berpikir dan melihat dalam diskusi ini :

Urutan Hukum dalam Islam :

1. AlQuran
2. Hadist Rasullulah
3. Ijtihad (Pemikiran Ulama, Ummat, Orang Pintar...dll)
Dan tidak ada pertentangan diantara ketigannya...

Nah ... yang namanya demokrasi...bermain di nomor 3sedangkan nomor 1
dan 2 ABSOLUT adanya...

Contoh :

Jika hasil sebuah demokrasi menyatakan Berzinah itu bolehmaka
demokrasi itu menjadi gugur demi hukum ...karena tidak sesuai dengan
Nomor 1

Kalau berzinah itu tetap dijalankan meskipun JELAS bertentangan dengan
Nomor 1...maka WHAT KIND OF DEMOCRATION IS THAT ? WHAT KIND OF
COUNTRY...? WHAT KIND OF PEOPLE...?

Tolong jangan ditawar untuk nomor 1 dan nomor 2Kalau masih
ditawarberarti END OF DISCUSSION... :-)
Saya berlepas tangan terhadap bang Indi :-)

Wassalam



Indi Soemardjan wrote:

> Begini lho, mas Saeful
>
> saya masih ingin berdebat kepada anda mengenai adanya kontradiksi yang
>
> saya anggap penting dalam argumen anda. kontradiksi-nya terletak
> diantara:
>
> -negara Islam yang mengambil makna Al Quran sebagai undang2 (menurut
> tafsir tentunya).
>
> -negara Demokrasi yang memakai wakil rakyat untuk bersama2 membuat
> undang2.
>
> coba jelaskan lagi bagaimana keduanya bisa dicampur: seperti minyak
> dan
> air.
>
> menurut saya pribadi:
> demokrasi bukan itu "bukan hanya" seperti yang anda ceritakan kemarin:
>
> "tukang becak datang duluan dia duduk disab paling depan(pertama),
> pejabat tinggi datang belakanga tidak duduklan paling belakang tidak
> boleh melangkahi untuk duduk didepan,  Imam/Pemimpin  shalat kalau
> salah
> bisa dirkoreksi oleh uang mammum." (seperti yang anda ceritakan
> kemarin).
>
> melainkan,
>
> demokrasi mempunyai aplikasi yang lebih dalam dari yang anda
> ungkapkan,
> yaitu:
> demokrasi adalah sistim kenegaraan yang mencakup pembuatan undang2
> bersama atas konsep "mob rule" atau "majority rule" (sementara konsep
> negara Islam tidak mengakui "mob rule" dengan adanya Al Quran atau
> "Words of One God: Allah")
>
> saya rasa dugaan saya mengenai adanya kontradiksi dalam argumen anda
> sudah cukup mudah/sederhana untuk dimengerti, bukan?
>
> Anda juga bertanya:
> >Yang jadi pertanyaan saya kenapa bung indi ketakutan sama islam ?
> >trauma apa yang anda dapat dare pemeluk islam ?
>
> saya hanya takut dengan adanya kontradiksi yang anda suguhkan kepada
> negara sehingga saya minta penjelasan anda ttg. pembuatan undang2
> secara
> "demokrasi" di jaman kejayaan Islam dulu.
>
> saya mendapat trauma? apakah mental trauma atau physical trauma?
> Trauma itu timbul karena hal yang tidak diduga yang telah terjadi pada
>
> seseorang.
> Berhubung masalah dari kontradiksi ini belum benar2 terjadi (mudah2an
> tidak akan terjadi), maka saya tidak bisa mengakui adanya trauma
> terhadap politik Islam/demokrasi dalam diri saya.
> Yang ada hanya rasa was2 dan takut munculnya permasalahan dalam
> kontradiksi yang anda suguhkan tadi.
>
> INDI
>



Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Togu TML Tobing
Beginilah kalau kurang memahami agama Islam secara "kaffah" (perfect) :-(
Di dalam Al-Quran, tidak ditentukan secara mutlak tentang pembentukan suatu pemerintahan Islam.  Spt. diketahui dalam sejarah, saat-saat pertama pemerintahan negara Islam zaman Khulafaul Rasyidin, pemilihan pemimpin Islam dilakukan secara demokratis (melalui "bai'ah" = pemilihan umum).



Di zaman itu pula, kaum muslimin hidup berdampingan dg. golongan "kafir zimmi" (kafir yg. dilindungi).  Golongan nasrani/kristen pun dilindungi.  Rumah-rumah ibadah agama lain (gereja, sinagoge) dibangun.


Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan nasrani/kristen itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara yang damai itu?

Bahkan dalam akhlaq Islam mengenai peperangan, semua tempat ibadah segala agama dan kaum-kaum padri (pendeta, patriack, pendeta yahudi dsb.) itu harus dilindungi.  Inilah Islam yg. sebenarnya diajarkan nabi.



Dalam hal perlindungan; tentunya yang memberi perlindungan adalah pihak yang dalam posisi 'kuat' dan yang diberi perlindungan adalah pihak yang dalam posisi 'lemah'. Apakah posisi 'kuat' dan 'lemah' ini berpihak berdasarkan agama?

Islamphobia terjadi karena ketakutan akibat contoh-contoh pendirian negara Islam yg. salah.  Orang banyak mengambil contoh pendirian negara Islam spt. di Saudi Arabia yg. absolut.

Bisakan diberikan contohnya pendirian negara Islam yang benar?

Terus terang saya belum bisa mengerti, bagaimana dalam suatu negara diharapkan terjadinya/tercapainya suatu demokrasi atau kesejajaran atau persamaan hak/kewajiban, jika salah satu pihak/kelompok sudah 'mengklaim' superior terhadap pihak lain, misalnya dalam memberi perlindungan, atau harus menjadi pemimpin.

Mudah-mudahan orang yang memahami agama Islam secara 'kaffah' dapat menjawab pertanyaan saya.

T


Disclaimer:
Pertanyaan saya di atas bukan untuk mendiskreditkan agama tertentu? 

Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Indi Soemardjan

Begini lho, mas Saeful

saya masih ingin berdebat kepada anda mengenai adanya kontradiksi yang
saya anggap penting dalam argumen anda. kontradiksi-nya terletak
diantara:

-negara Islam yang mengambil makna Al Quran sebagai undang2 (menurut
tafsir tentunya).

-negara Demokrasi yang memakai wakil rakyat untuk bersama2 membuat
undang2.


coba jelaskan lagi bagaimana keduanya bisa dicampur: seperti minyak dan
air.

menurut saya pribadi:
demokrasi bukan itu "bukan hanya" seperti yang anda ceritakan kemarin:
"tukang becak datang duluan dia duduk disab paling depan(pertama),
pejabat tinggi datang belakanga tidak duduklan paling belakang tidak
boleh melangkahi untuk duduk didepan,  Imam/Pemimpin  shalat kalau salah
bisa dirkoreksi oleh uang mammum." (seperti yang anda ceritakan
kemarin).

melainkan,

demokrasi mempunyai aplikasi yang lebih dalam dari yang anda ungkapkan,
yaitu:
demokrasi adalah sistim kenegaraan yang mencakup pembuatan undang2
bersama atas konsep "mob rule" atau "majority rule" (sementara konsep
negara Islam tidak mengakui "mob rule" dengan adanya Al Quran atau
"Words of One God: Allah")

saya rasa dugaan saya mengenai adanya kontradiksi dalam argumen anda
sudah cukup mudah/sederhana untuk dimengerti, bukan?

Anda juga bertanya:
>Yang jadi pertanyaan saya kenapa bung indi ketakutan sama islam ?
>trauma apa yang anda dapat dare pemeluk islam ?

saya hanya takut dengan adanya kontradiksi yang anda suguhkan kepada
negara sehingga saya minta penjelasan anda ttg. pembuatan undang2 secara
"demokrasi" di jaman kejayaan Islam dulu.

saya mendapat trauma? apakah mental trauma atau physical trauma?
Trauma itu timbul karena hal yang tidak diduga yang telah terjadi pada
seseorang.
Berhubung masalah dari kontradiksi ini belum benar2 terjadi (mudah2an
tidak akan terjadi), maka saya tidak bisa mengakui adanya trauma
terhadap politik Islam/demokrasi dalam diri saya.
Yang ada hanya rasa was2 dan takut munculnya permasalahan dalam
kontradiksi yang anda suguhkan tadi.

INDI


Rachman, Saeful (Exchange - PTI) wrote:

> Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
> Lima belas abad yang lalu sjeak Islam berdiri sudah melalkuan
> demokrasi bisa dibuktikan dengan masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar
> ra dan
> Khalifah Umar ra
> Ilima belas abad yang lalu Islam sudah menghapuskan
> perbudakan,
> Amerika baru satu abad jih
>
> dalam keseharian demokrasi Islam bisa dilihat dalam shalat
> jumat
> bejamaah, tukang becak datang duluan dia duduk disab paling
> depan(pertama),
> pejabat tinggi datang belakanga tidak duduklan paling belakang tidak
> boleh
> melangkahi untuk duduk didepan,  Imam/Pemimpin  shalat kalau salah
> bisa
> dirkoreksi oleh uang mammum
>
> Yang jadi pertanyaan saya kenapa bung indi ketakutan sama
> islam ?
> trauma apa yang anda dapat dare pemeluk islam ?



Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1999-01-02 Terurut Topik Rachman, Saeful (Exchange - PTI)

Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Lima belas abad yang lalu sjeak Islam berdiri sudah melalkuan
demokrasi bisa dibuktikan dengan masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ra dan
Khalifah Umar ra
Ilima belas abad yang lalu Islam sudah menghapuskan perbudakan,
Amerika baru satu abad jih

dalam keseharian demokrasi Islam bisa dilihat dalam shalat jumat
bejamaah, tukang becak datang duluan dia duduk disab paling depan(pertama),
pejabat tinggi datang belakanga tidak duduklan paling belakang tidak boleh
melangkahi untuk duduk didepan,  Imam/Pemimpin  shalat kalau salah bisa
dirkoreksi oleh uang mammum

Yang jadi pertanyaan saya kenapa bung indi ketakutan sama islam ?
trauma apa yang anda dapat dare pemeluk islam ?



Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1999-01-01 Terurut Topik Nasrullah Idris

From: Lutfi M. <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Date: Saturday, January 02, 1999 6:34 AM

Di zaman itu pula, kaum muslimin hidup berdampingan dg. golongan "kafir zimmi" (kafir 
yg.
dilindungi).  Golongan nasrani/kristen pun dilindungi. Rumah-rumah ibadah agama lain 
(gereja,
sinagoge) dibangun.

Nasrullah Idris

Pada era Umar Bin Khattab, Gubernur Mesir (Amir Bin Ash) membongkar gubug fakir miskin 
Jahudi
dengan paksa.
Soalnya orang Jahudi itu ngotot tinggal di sana, meskipun akan dibeli beberapa kali 
lipat.

Orang Jahudi melaporkan kepada Umar Bin Khattab. Lalu Umar  menyuruh orang Jahudi 
mengambil
sepotong tulang dari tong sampah. Lalu oleh Umar memotongnya menjadi dua bagian. 
Sebagiannya
diberikan kepada Orang Jahudi untuk disampaikan kepada Amir.

Apa yang terjadi? Amir pun ketakutan menerimanya. Karena itu bertanda ancaman hukuman 
dari Umar.
Orang Jahudi pun heran. Ketika ditanya, Amir pun menjawab terus-terang bahwa ia telah 
berbuat
kesalahan.
Akhirnya Amir pun memutuskan untuk membangunnya kembali.

Melihat adanya kepastian hukum itulah justru membuat orang Jahudi luluh hatinya. Ia 
relakan
tanahnya itu dijadikan untuk kepentingan umum.

Salam,

Nasrullah Idris



Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1999-01-01 Terurut Topik Lutfi M.
Title: RE: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?





Beginilah kalau kurang memahami agama Islam secara "kaffah" (perfect) :-(
Di dalam Al-Quran, tidak ditentukan secara mutlak tentang pembentukan suatu pemerintahan Islam.  Spt. diketahui dalam sejarah, saat-saat pertama pemerintahan negara Islam zaman Khulafaul Rasyidin, pemilihan pemimpin Islam dilakukan secara demokratis (melalui "bai'ah" = pemilihan umum).

Di zaman itu pula, kaum muslimin hidup berdampingan dg. golongan "kafir zimmi" (kafir yg. dilindungi).  Golongan nasrani/kristen pun dilindungi.  Rumah-rumah ibadah agama lain (gereja, sinagoge) dibangun.

Bahkan dalam akhlaq Islam mengenai peperangan, semua tempat ibadah segala agama dan kaum-kaum padri (pendeta, patriack, pendeta yahudi dsb.) itu harus dilindungi.  Inilah Islam yg. sebenarnya diajarkan nabi.

Islamphobia terjadi karena ketakutan akibat contoh-contoh pendirian negara Islam yg. salah.  Orang banyak mengambil contoh pendirian negara Islam spt. di Saudi Arabia yg. absolut.

--
From:   Indi Soemardjan[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   31 Desember 1998 10:44
Subject:    Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?


Wah.saya mau menanggapi komentar mas Saeful:


Kalau kehendak umumnya nya cuma mewakili yang Islam saja namanya bukan
demokrasi dong, mas Saeful! Ingat Bhinneka Tunggal Ika?


Lagipula yang namanya "Negara Islam" tersebut sulit sekali untuk
dicampur adukkan dengan "Demokrasi" karena demokrasi adalah azas
Mob-Rule dimana rakyat yang menentukan arah jalannya suatu negara. Di
sisi lain, prinsip kenegaraan untuk sebuah Negara Islam semuanya telah
diatur dalam Al Quran (yang menurut NII adalah hukum absolut).


Ada bisa lihat perbedaannya? perbedaan antara Negara Islam dan Demokrasi
itu besar sekali, bukan?


Apparently there is a little conflict in Your reasoning; Islam is never
compatible with democracy. (democracy, again, is based on a mob-rule
ideology, while the Great Al Quran is based on the Word of God,
therefore: absolute).


You just can't mix oil with water, my friend!  :)
You just can't mix absolutism with mob-rule. :)
You have to choose either one
BUT NOT both of them at the same time
(unless there is a miracle happening!)



O iya..


Kalau maksud Anda kehendak mayoritas yang Islam saja ya berarti yang
boleh tinggal di negara tersebut hanya yang setuju dengan Islam. Jadi
semua warga negara akan diwajibkan untuk setuju dengan aturan Islam?
(yang pada akhirnya merupakan pemaksaan suatu prinsip kepercayaan satu
golongan kepada golongan lain?) wah, kacau sekali dong ya?


Begitukah ide Anda untuk Nusantara?
Bagaimana kita bisa hidup damai bersama2 dengan penganut agama lain?


Coba pikirkan kembali ttg. Demokrasi dan Negara Islam absolute.


Peace.


INDI











Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?

1998-12-31 Terurut Topik Indi Soemardjan

Wah.saya mau menanggapi komentar mas Saeful:

Kalau kehendak umumnya nya cuma mewakili yang Islam saja namanya bukan
demokrasi dong, mas Saeful! Ingat Bhinneka Tunggal Ika?

Lagipula yang namanya "Negara Islam" tersebut sulit sekali untuk
dicampur adukkan dengan "Demokrasi" karena demokrasi adalah azas
Mob-Rule dimana rakyat yang menentukan arah jalannya suatu negara. Di
sisi lain, prinsip kenegaraan untuk sebuah Negara Islam semuanya telah
diatur dalam Al Quran (yang menurut NII adalah hukum absolut).

Ada bisa lihat perbedaannya? perbedaan antara Negara Islam dan Demokrasi
itu besar sekali, bukan?

Apparently there is a little conflict in Your reasoning; Islam is never
compatible with democracy. (democracy, again, is based on a mob-rule
ideology, while the Great Al Quran is based on the Word of God,
therefore: absolute).

You just can't mix oil with water, my friend!  :)
You just can't mix absolutism with mob-rule. :)
You have to choose either one
BUT NOT both of them at the same time
(unless there is a miracle happening!)


O iya..

Kalau maksud Anda kehendak mayoritas yang Islam saja ya berarti yang
boleh tinggal di negara tersebut hanya yang setuju dengan Islam. Jadi
semua warga negara akan diwajibkan untuk setuju dengan aturan Islam?
(yang pada akhirnya merupakan pemaksaan suatu prinsip kepercayaan satu
golongan kepada golongan lain?) wah, kacau sekali dong ya?

Begitukah ide Anda untuk Nusantara?
Bagaimana kita bisa hidup damai bersama2 dengan penganut agama lain?

Coba pikirkan kembali ttg. Demokrasi dan Negara Islam absolute.

Peace.

INDI






Rachman, Saeful (Exchange - PTI) wrote:

> Mau NII atau "NII" atau apalah namanya kalau kehendak mayoritas rakyat
>
> Indonesia kenapa tidak ?
>
> itu kan namya Demokrasi ?
>  Ya engak ?
>
> --
> From:  Hadeer[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
> Sent:  Thursday, December 31, 1998 10:16 AM
> To:  [EMAIL PROTECTED]
> Subject:  Re: NII-phobic? Yes, I am.
>
> Oh yaa...kalau NII nya kaya' yang Bang Indi tulis ya
> kemungkinan
> besar ini NII yang salah dan saya juga sudah dengar...NII yang salah
> ini
> nggak akan mungkin menjadi besar  NII yang salah ini pasti hancur
> dengan
> sendirinya
>
> Yang saya maksud dalam tulisan saya sebelumnya adalah "NII"
> (code
> uncode)  atau apalah namanya
>
> Wassalam
>
> --
> > From: Indi Soemardjan <[EMAIL PROTECTED]>
> > To: [EMAIL PROTECTED]
> > Subject: NII-phobic? Yes, I am.
> > Date: 31 Desember 1998 7:43
> >
> > I just wished everybody would pay close attention to their
> political
> > goals.
> > I guess you have not heard much about them, ey?
> >
> > I just talked to several of my friends and they have felt
> the same
> way
> > about NII's absolutism. One of them even resigned in 1991
> after
> being
> > told to steal money from his own parents (even his parents
> are
> regarded
> > by NII as Kafir, and they also approved stealing from
> kafir). When
> he
> > left the group, the NII leaders even called him a Murtad and
>
> threatened
> > to kill him (because the Tafsir said so).
> >
> > You need to understand my point about their secrecy and
> their
> plans to
> > create a new absolute nation under the Tafsir.
> >
> > Oh, one more thing: You cannot call me Islamphobic but you
> can
> call me
> > NII-phobic.
> >
> > Let me know what you think of this matter.
> >
> >
> > Indi



--
Indi

Visit my world: http://pagina.de/indradi