Re: Apakah Negara Islam
>Salam, >Lamanya suatu negara berada bukan jaminan kemajuan negara tersebut. >Contohnya negara-negara Amerika Latin yang merdeka sudah selama AS >tapi tetap saja tingkat kesejahteraannya tidak setinggi AS. Korea >Selatan yang merdeka selama Indonesia juga jauh lebih maju dari >Indonesia, juga Malaysia lebih maju dari Indonesia. Ada benarnya juga mas, mungkin untuk maju kita perlu mempertimbangkan ungkapan yang sempat saya baca waktu ke new york, yang kalau tidak keliru sbb : "KEMAJUAN SUATU NEGARA AKAN DICAPAI JIKA BIROKRAT BERSIH" mohon dikoreksi > > > > > >> __ >> Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com >> > >_ >DO YOU YAHOO!? >Get your free @yahoo.com address at http://mail.yahoo.com __ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
Re: Apakah Negara Islam
Salam, Lamanya suatu negara berada bukan jaminan kemajuan negara tersebut. Contohnya negara-negara Amerika Latin yang merdeka sudah selama AS tapi tetap saja tingkat kesejahteraannya tidak setinggi AS. Korea Selatan yang merdeka selama Indonesia juga jauh lebih maju dari Indonesia, juga Malaysia lebih maju dari Indonesia. Yang paling menentukan mungkin adalah kemampuan bangsa itu untuk maju dan terus berkembang, tanpa harus kembali ke titik nol lagi tiap ada pergantian kepemimpinan nasional. Tidak mengulang kesalahan yang sama adalah kunci kemajuan. Dan inilah yang nampaknya bangsa kita sangat kurang. Kita terlalu mudah jatuh pada dimensi religius sebagai pelarian dalam menghadapi masalah. Contohnya, krisis ekonomi kita anggap sebagai cobaan Tuhan. Nah kalau kita percaya bahwa krisis ini cobaan Tuhan, maka kita hanya perlu berdoa, tanpa harus mencari sebab-sebabnya. Contoh lagi, satu-dua tahun yang lalu ada program tambahan gizi untuk anak SD. Di Lampung terjadi anak-anak SD sakit dan dua meninggal dunia setelah makan bubur kacang ijo yang disiapkan ibu PKK. Gejala sakitnya adalah seperti keracunan makanan. Penelitian menyangkut penyebabnya belum selesai, sudah ada perintah dari jakarta untuk tidak menginterogasi ibu yang memasak bubur tsb. Karena itu, penyidikan dihentikan. Dengan demikian, penyebab dari kejadian itu tidak diketahui dengan pasti. Apa akibatnya? Kejadian yang sama terulang lagi di Jawa. Kalau misalnya penelitian itu tuntas dan misalnya diketahui bahwa dalam sisa bubur itu didapatkan bakteri penyebab penyakit, maka untuk selanjutnya, harus diupayakan bahwa memasaknya jangan sehari sebelumnya, tapi pagi harinya. kalau penyebabnya adlah pestisida, maka untuk selanjutnya, ibu-ibu itu perlu diperkenalkan dengan berbgai peestisida sehingga mengenalinya. Dan pemilik toko/penjualnya perlu dihukum supaya tidak sembarangan lagi. Tentang asas tunggal yang dicabut, ini masih bisa diperdebatkan apakah ini langkah maju atau langkah mundur. Di AS, herannya, hanya ada dua partai. Mau omong heterogenitas, AS kan menampung orang dari seluruh dunia. Dan kalau mau menyimak perbedaan antara kedua partai tersebut..tidak banyak. Ynag satu misalnya mengusulkan tunjangan sosial 50% dari usul yang lain. Yang satu usul doa di sekolah negeri, yang satu tidak setuju, tapi dua-duanya setuju menghormat bendera. Sekian dahulu. Panut Wirata ---djoko raharto <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > >>> > >>>Kalau kondisi di Irak, Palestina, Mesir, Siria, Jordania memang yang > >>>diinginkan oleh banyak orang tentunya orang akan berbondong-bondong > >>datang > >>>ke negeri itu. Kok pada ramai-ramai datang ke US? > > Itu namanya mobilitas. > >>> > >>>Saya tidak membela atau anti terhadap suatu sistem tertentu, hanya > >>berusaha > >>>jujur kepada diri sendiri (Tentunya berdasar kepentingan saya). > >>Misalnya, > >>>saya merasakan mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik di US, > >>daripada > >>>di Indonesia (sifat dasar manusia itu sama, tetapi tata cara > bernegara > >>>berbeda...) > >> > >>JR : wah jangan bandingin sama US yang sudah lebih dari 200 tahun > >>merdeka. Kita harus jujur bahwa untuk menuju ke keadaan seperti > US > >>membutuhkan proses dan membutuhkan orang-orang yang komit. > >> Saya kira orang-orang seperti anda yang sudah tinggal di US ini, > >>menularkan ilmu/hal-hal yang positif ke negara kita, Insya Allah > >>saya juga. > >>> > >>Salam > >> > > > >Memang betul, Indonesia baru 53,5 tahun merdeka. Tetapi Indonesia punya > >sejarah bernegara lebih panjang dari Amerika, Majapahit, Sriwijaya, > Mataram > >dan lain-lain. Budaya kita juga lebih tinggi dari Amerika, abad ke 6 > kita > >sudah bisa bangun candi Borobudur, berlayar dari pulau ke pulau. > Tapi > >ya itu, masa kejayaan hanya semasa saja, jatuh bangun. Sampai > sekarang > >saya belum menemukan jawabannya.apakah karena bentuk negara atau > mental > >atau alam atau sebab lain? Apakah orang Indonesia tidak bisa komit? > > > >Funny thoughsaya memang tinggal di US, tetapi saya banyak belajar > dari > >bangsa sendiri, tetangga saya. Ilmu yang positif (& negatif) itu > ada > >dimana-mana, cuman tinggal kita aja yang mau usaha mencarinya.. > > > > JR : Memang kita punya sejarah yang panjang, budaya yang tinggi, namun > kita harus menyadari bahwa di bidang "PERADABAN" terutama > yang menyangkut Ilmu pengetahuan harus kita akui kita > tertinggal. Borobudur dibangun pada abad ke 8, pada saat itu di > Eropa sudah ... tahu sendirilah. Sialnya belanda yang rakus > datang, dan terputuslah rantai kemajuan kita, then 350 tahun kita > masuk era pembodohan. > Tahu nggak apa warisan belanda? sangat minim, bahkan bahasa > belandapun kagak. > > Amerika maju ya karena mereka migran dari Eropa yang dan > kebetulan pula kemudian di dukung adanya revolusi Industri. > Soal ilmu yang positif itu ada di mana-mana yang memang benar, > makanya saya bilang kita ambil yan
Re: Apakah Negara Islam
>>> >>>Kalau kondisi di Irak, Palestina, Mesir, Siria, Jordania memang yang >>>diinginkan oleh banyak orang tentunya orang akan berbondong-bondong >>datang >>>ke negeri itu. Kok pada ramai-ramai datang ke US? Itu namanya mobilitas. >>> >>>Saya tidak membela atau anti terhadap suatu sistem tertentu, hanya >>berusaha >>>jujur kepada diri sendiri (Tentunya berdasar kepentingan saya). >>Misalnya, >>>saya merasakan mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik di US, >>daripada >>>di Indonesia (sifat dasar manusia itu sama, tetapi tata cara bernegara >>>berbeda...) >> >>JR : wah jangan bandingin sama US yang sudah lebih dari 200 tahun >>merdeka. Kita harus jujur bahwa untuk menuju ke keadaan seperti US >>membutuhkan proses dan membutuhkan orang-orang yang komit. >> Saya kira orang-orang seperti anda yang sudah tinggal di US ini, >>menularkan ilmu/hal-hal yang positif ke negara kita, Insya Allah >>saya juga. >>> >>Salam >> > >Memang betul, Indonesia baru 53,5 tahun merdeka. Tetapi Indonesia punya >sejarah bernegara lebih panjang dari Amerika, Majapahit, Sriwijaya, Mataram >dan lain-lain. Budaya kita juga lebih tinggi dari Amerika, abad ke 6 kita >sudah bisa bangun candi Borobudur, berlayar dari pulau ke pulau. Tapi >ya itu, masa kejayaan hanya semasa saja, jatuh bangun. Sampai sekarang >saya belum menemukan jawabannya.apakah karena bentuk negara atau mental >atau alam atau sebab lain? Apakah orang Indonesia tidak bisa komit? > >Funny thoughsaya memang tinggal di US, tetapi saya banyak belajar dari >bangsa sendiri, tetangga saya. Ilmu yang positif (& negatif) itu ada >dimana-mana, cuman tinggal kita aja yang mau usaha mencarinya.. > JR : Memang kita punya sejarah yang panjang, budaya yang tinggi, namun kita harus menyadari bahwa di bidang "PERADABAN" terutama yang menyangkut Ilmu pengetahuan harus kita akui kita tertinggal. Borobudur dibangun pada abad ke 8, pada saat itu di Eropa sudah ... tahu sendirilah. Sialnya belanda yang rakus datang, dan terputuslah rantai kemajuan kita, then 350 tahun kita masuk era pembodohan. Tahu nggak apa warisan belanda? sangat minim, bahkan bahasa belandapun kagak. Amerika maju ya karena mereka migran dari Eropa yang dan kebetulan pula kemudian di dukung adanya revolusi Industri. Soal ilmu yang positif itu ada di mana-mana yang memang benar, makanya saya bilang kita ambil yang positif-positif. So I don't think that I have funny thought. This is fact that in US law enforcement is better. I learn much about this. However, I always be an Indonesian. That is enough buddy __ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
Re: Apakah Negara Islam
>> >>Kalau kondisi di Irak, Palestina, Mesir, Siria, Jordania memang yang >>diinginkan oleh banyak orang tentunya orang akan berbondong-bondong >datang >>ke negeri itu. Kok pada ramai-ramai datang ke US? >> >>Saya tidak membela atau anti terhadap suatu sistem tertentu, hanya >berusaha >>jujur kepada diri sendiri (Tentunya berdasar kepentingan saya). >Misalnya, >>saya merasakan mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik di US, >daripada >>di Indonesia (sifat dasar manusia itu sama, tetapi tata cara bernegara >>berbeda...) > >JR : wah jangan bandingin sama US yang sudah lebih dari 200 tahun >merdeka. Kita harus jujur bahwa untuk menuju ke keadaan seperti US >membutuhkan proses dan membutuhkan orang-orang yang komit. > Saya kira orang-orang seperti anda yang sudah tinggal di US ini, >menularkan ilmu/hal-hal yang positif ke negara kita, Insya Allah >saya juga. >> >Salam > Memang betul, Indonesia baru 53,5 tahun merdeka. Tetapi Indonesia punya sejarah bernegara lebih panjang dari Amerika, Majapahit, Sriwijaya, Mataram dan lain-lain. Budaya kita juga lebih tinggi dari Amerika, abad ke 6 kita sudah bisa bangun candi Borobudur, berlayar dari pulau ke pulau. Tapi ya itu, masa kejayaan hanya semasa saja, jatuh bangun. Sampai sekarang saya belum menemukan jawabannya.apakah karena bentuk negara atau mental atau alam atau sebab lain? Apakah orang Indonesia tidak bisa komit? Funny thoughsaya memang tinggal di US, tetapi saya banyak belajar dari bangsa sendiri, tetangga saya. Ilmu yang positif (& negatif) itu ada dimana-mana, cuman tinggal kita aja yang mau usaha mencarinya.. T
Re: Apakah Negara Islam
> >Absurd? boleh saja dalam pandangan anda. Kalau tidak ada sebab khusus, atau >hal perlu diperhatikan, kan tidak perlu disebutkan khusus. Berpikiran >sederhana, dan logis selalu diklaim oleh semua orang. Kalau memang benar >ada kondisi yang anda sebutkan di atas, dan memang diterima oleh semua >orang, tentunya keadaan itu akan tetap ada dan berlangsung sampai sekarang, >misalnya Islam berkuasa di Spanyol. Orang Spanyol akan mempertahankan >keberadaan Islam di negerinya, karena memang merasa lebih baik dengan >keadaan tersebut. Jika roman diminati oleh orang, maka roman itu akan tetap >ada sampai JR : Masalahnya ini menyangkut keyakinan. Meskipun sesuatu baik tetapi bertentangan dengan keyakinannya ya tetap saja konflik. Sebagaimana yang terjadi di Spanyol, akhirnya umat Islam di bantai, dan kaum Yahudi disuruh memilih convert to Catholic or go out from spain. Sebagian besar kaum Yahudi akhirnya memilih tinggal di Turki Ottoman. > >Kalau kondisi di Irak, Palestina, Mesir, Siria, Jordania memang yang >diinginkan oleh banyak orang tentunya orang akan berbondong-bondong datang >ke negeri itu. Kok pada ramai-ramai datang ke US? > >Saya tidak membela atau anti terhadap suatu sistem tertentu, hanya berusaha >jujur kepada diri sendiri (Tentunya berdasar kepentingan saya). Misalnya, >saya merasakan mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik di US, daripada >di Indonesia (sifat dasar manusia itu sama, tetapi tata cara bernegara >berbeda...) JR : wah jangan bandingin sama US yang sudah lebih dari 200 tahun merdeka. Kita harus jujur bahwa untuk menuju ke keadaan seperti US membutuhkan proses dan membutuhkan orang-orang yang komit. Saya kira orang-orang seperti anda yang sudah tinggal di US ini, menularkan ilmu/hal-hal yang positif ke negara kita, Insya Allah saya juga. > Salam __ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
Re: Apakah Negara Islam
>JR : Sebenarnya kasusnya sama seperti di negara kayak US sini, kaum >minoritas harus dilindungi dan yang melindungi adalah hukum. I see. Well, hukum juga yang menentukan, mengatur manusia untuk berhubungan satu dengan yang lain. Saya tidak paham bagaimana US membentuk konstitusinya, tapi sepahaman saya, konstitusi di US itu tidak berdasar/memihak satu golongan pun. > Mereka punya hak dan kewajiban yang sama di mata hukum, meskipun >dalam prakteknya masih juga ada perbedaan, tapi saya kira ini >menyangkut manusiannya. Hak dan kewajiban yang sama di mata hukum, beserta implementasi hukumnya itu yang menentukan. Berangkatnya sudah setara, itu sudah baik, semua pihak punya kesempatan yang sama.. apakah itu pria atau wanita, ataukah pejabat atau rakyat biasa. > Soal "ancaman" sebenarnya tidaklah ada, asal masing-masing saling >menghormati dan tidak intervensi dalam masalah religi. Well, tidak ada yang perlu dilindungi, dong. Kalau yang lemah otomatis dilindungi oleh yang kuat itu memang wajar. Motivasi yang berbeda, dilindungi supaya kerdil terus, atau dilindungi supaya bisa tumbuh menjadi setara atau pengimbang. Perlindungan terhadap suatu kelompok tertentu, secara spesifik disebutkan, sebenarnya tidak perlu ada kalau memang bahaya/ancaman/iminen itu tidak ada. > Silakan yang beragama Kristen menjalankan agamanya dengan >baik. Demikian pula yang beragama lain. > Setiap agama mengajarkan agamanyalah yang paling benar, padahal >kebenaran hakiki ada di tangan Allah. Di dalam Islam sendiri >mengajarkan bahwa hanya Allah yang berhak menentukan apakah >seseorang termasuk kafir/tidak. Iya, Tuhan juga enggak pernah bilang sama saya, Dia beragama apa. Dia juga enggak pernah memaksa saya untuk harus ikut Dia. Cuman orang aja yang suka maksa-maksa. >> >Sejarah juga membuktikan ketika Islam berkuasa di Spanyol, maka >Islam, Christian, dan Jewish hidup rukun berdampingan. Dan silahkan >buka buku Max I Dimont. He said that the Islam were even more >tolerant of other people's religions than the roman. >Demikian juga kondisi sekarang : di Irak, Palestina, Mesir, >Siria, dan juga Jordania, they live side by side. > >So Please don't make absurb conclution. > Absurd? boleh saja dalam pandangan anda. Kalau tidak ada sebab khusus, atau hal perlu diperhatikan, kan tidak perlu disebutkan khusus. Berpikiran sederhana, dan logis selalu diklaim oleh semua orang. Kalau memang benar ada kondisi yang anda sebutkan di atas, dan memang diterima oleh semua orang, tentunya keadaan itu akan tetap ada dan berlangsung sampai sekarang, misalnya Islam berkuasa di Spanyol. Orang Spanyol akan mempertahankan keberadaan Islam di negerinya, karena memang merasa lebih baik dengan keadaan tersebut. Jika roman diminati oleh orang, maka roman itu akan tetap ada sampai sekarang Kalau kondisi di Irak, Palestina, Mesir, Siria, Jordania memang yang diinginkan oleh banyak orang tentunya orang akan berbondong-bondong datang ke negeri itu. Kok pada ramai-ramai datang ke US? Saya tidak membela atau anti terhadap suatu sistem tertentu, hanya berusaha jujur kepada diri sendiri (Tentunya berdasar kepentingan saya). Misalnya, saya merasakan mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik di US, daripada di Indonesia (sifat dasar manusia itu sama, tetapi tata cara bernegara berbeda...) Apakah negara Islam sesuai dengan azas Demokrasi? Jawabannya terserah anda masing-masing deh, terserah bagaimana mendefinisikan demokrasi dan Islam.dan jujur kepada diri sendiri. T
Re: Apakah Negara Islam
>>>Togu TML Tobing wrote: >>> Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan >nasrani/kristen itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara yang damai itu? >>> >>>Dilindungi dari SEGALA MACAM ancaman yang berniat jahat kepada kaum >>>nasrani >>> >> >>Thanks, jelas bagi saya kenapa kaum Nasrani itu perlu 'dilindungi', >karena ancaman yang berniat jahat kepada kaum nasrani itu NYATA JR : Sebenarnya kasusnya sama seperti di negara kayak US sini, kaum minoritas harus dilindungi dan yang melindungi adalah hukum. Mereka punya hak dan kewajiban yang sama di mata hukum, meskipun dalam prakteknya masih juga ada perbedaan, tapi saya kira ini menyangkut manusiannya. Soal "ancaman" sebenarnya tidaklah ada, asal masing-masing saling menghormati dan tidak intervensi dalam masalah religi. Silakan yang beragama Kristen menjalankan agamanya dengan baik. Demikian pula yang beragama lain. Setiap agama mengajarkan agamanyalah yang paling benar, padahal kebenaran hakiki ada di tangan Allah. Di dalam Islam sendiri mengajarkan bahwa hanya Allah yang berhak menentukan apakah seseorang termasuk kafir/tidak. > Sejarah juga membuktikan ketika Islam berkuasa di Spanyol, maka Islam, Christian, dan Jewish hidup rukun berdampingan. Dan silahkan buka buku Max I Dimont. He said that the Islam were even more tolerant of other people's religions than the roman. Demikian juga kondisi sekarang : di Irak, Palestina, Mesir, Siria, dan juga Jordania, they live side by side. So Please don't make absurb conclution. __ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
Re: Apakah Negara Islam
Alloo bung tobing...boleh ikutan ya...:) >>Togu TML Tobing wrote: >> >>> Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan nasrani/kristen >>> itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu >>> berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara >>> yang damai itu? >>> >>> >> >>Dilindungi dari SEGALA MACAM ancaman yang berniat jahat kepada kaum >>nasrani >> > >Thanks, jelas bagi saya kenapa kaum Nasrani itu perlu 'dilindungi', karena ancaman yang berniat jahat kepada kaum nasrani itu NYATA adanya. Tidak saja kaum nasrani yang perlu dilindungi. Dalam Pemerintahan Islam di masa Rasulullah dan para sahabat, semua manusia dan makhluk hidup lainnya dilindungi dari segala macam ancaman.Tidak ada "kelebihan dan keistimewaan" umat Islam dibanding umat lainnya di mata hukum dan masalah-masalah duniawi lainnya dalam sebuah pemerintahan Islam. Perlindungan yang diberikan kepada kaum nasrani TIDAK BEDA halnya dengan perlindungan yang diberikan kepada kaum muslimin dan umat lainnya,sebagai sesama warganegara. INTINYA sebenarnya terletak pada ADANYA perlindungan Kaum Mayoritas(Islam) kepada kaum minoritas(nasrani dan umat lainnya) dan penghormatan kepada hak-hak asasi manusia (tanpa memandang agama,ras,suku,status sosial,dsb), BUKAN pada nyata atau tidaknya suatu ancaman. Salam Mohamad Rosadi Virginia, USA __ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Where did you find all of this wonderful excerpts, Lutfi? INDI Lutfi M. wrote: HRH, The Prince of Wales, Islam And The West said: "Islamic countries like Turkey, Egypt, and Syria gave women the vote as early as Europe did its women --and much earlier than in Switzerland! In those countries women have long enjoyed equal pay, and the opportunity to play a full working role in their societies. The rights of Muslim women to property and inheritance, to some protection if divorced, and to the conducting of business, were rights prescribed by the Quran twelve hundred years ago, even if they were not everywhere translated into practice. In Britain at least, some of these rights were novel even to my grandmother's generation! " Indian Ambassador M. N. Masud, Understanding Islam said: "If true democracy is not confined to the form or model of government but is the way of life of a people wherein man is treated with respect and given dignity, irrespective of what he is or what he is not, then Islamic society, from the very birth of Islam, has been nearest to the ideal, much nearer to it than has been, perhaps, any other society in the recorded history of man." -- Indi Visit my world: http://pagina.de/indradi
Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Thanks for the excerpts, Lutfi! (all of you are encouraged to read it again) This is what I have been waiting to read since the beginning of our discussion about Islam and Democracy. Thus, I am looking forward to seeing "Freedom of Faith" put to use in Nusantara. But, who can guarantee that "Freedom of Faith" is set forth? Do we need a non-religious authority to ensure its existence? Let's develop a more in-dept study of this so that we may present this to Indonesian public. Remember: we must convey this great idea with honesty and openness. Peace. INDI __ Excerpts from Notes by Robin Wright on Lectures and Interviews Given by Abdul Karim Soroush, April-May 1995 Freedom of Faith: In a democracy what you really want is freedom of faith. The other thing is this: justice is important. That is not the consequence of the rules of shari'a. The third thing is this: there is no authority on matters of religious. So you have to build a society in such a way as to accommodate these principles. Text and Context: How do we reconcile the immutable principles of religion with the changing conditions of the world? The solution will be like this: we have to find something that is at the same time both changeable and immutable. And what is that? It is the revealed text itself. It is immutable and changeable at the same time. It has been revealed to the heart of the Prophet, and so it should be kept intact and nobody is permitted to temper with it. At the same time, there is the interpretation of the text. That is changeable. No interpretation is without presuppositions. These presuppositions are changeable since the whole knowledge of mankind is in flux. It is age-bound, if you like. Now, the knowledge of the age is always in flux. At the end of history - and I am not sure we are at the end of history, as some American philosophers suggest- we can know which knowledge is immutable and which not. But not now. This is how I express the situation: the text is silent. We have to hear its voice. In order to hear, we need presuppositions. In order to have presuppositions, we need the knowledge of the age. In order to have the knowledge of the age, we have to surrender to change. So we have here the miraculous entity that is changing but at the same time is immutable. Religion and Reason: he ancient world was based on a single source of information: religion. The modern world has more than one source: reason, experience, science, logic. Modernism was a successful attempt to free mankind from the dictatorship of religion. Postmodernism is a revolt against modernism- and against the dictatorship of reason. In the age of postmodernism, reason is humbler and religion has become more acceptable. To me the reconciliation between the two has become potentially more visible.
Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Title: RE: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi? . HRH, The Prince of Wales, Islam And The West said: "Islamic countries like Turkey, Egypt, and Syria gave women the vote as early as Europe did its women --and much earlier than in Switzerland! In those countries women have long enjoyed equal pay, and the opportunity to play a full working role in their societies. The rights of Muslim women to property and inheritance, to some protection if divorced, and to the conducting of business, were rights prescribed by the Quran twelve hundred years ago, even if they were not everywhere translated into practice. In Britain at least, some of these rights were novel even to my grandmother's generation! " Indian Ambassador M. N. Masud, Understanding Islam said: "If true democracy is not confined to the form or model of government but is the way of life of a people wherein man is treated with respect and given dignity, irrespective of what he is or what he is not, then Islamic society, from the very birth of Islam, has been nearest to the ideal, much nearer to it than has been, perhaps, any other society in the recorded history of man."
Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Title: RE: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi? Begini saja, gimana kalau debatnya ditunda dulu dan baca tulisan ini? -- Journal of Democracy - April 1996 Islam and Liberal Democracy Two Visions of Reformation Robin Wright Robin Wright is global-affairs correspondent for the Los Angeles Times and former Middle East correspondent for the Sunday Times of London. Her books include Sacred Rage: The Wrath of Militant Islam (1985) and In the Name of God: The Khomeini Decade (1990). Of all the challenges facing democracy in the 1990s, one of the greatest lies in the Islamic world. Only a handful of the more than four dozen predominantly Muslim countries have made significant strides toward establishing democratic systems. Among this handful - including Albania, Bangladesh, Jordan, Kyrgyzstan, Mali, Pakistan, and Turkey - not one has yet achieved full, stable, or secure democracy. And the largest single regional bloc holding out against the global trend toward political pluralism comprises the Muslim countries of the Middle East and North Africa. Yet the resistance to political change associated with the Islamic bloc is not necessarily a function of the Muslim faith. Indeed, the evidence indicates quite the reverse. Rulers in some of the most antidemocratic regimes in the Islamic world - such as Brunei, Indonesia, Iraq, Oman, Qatar, Syria, and Turkmenistan - are secular autocrats who refuse to share power with their brethren. Overall, the obstacles to political pluralism in Islamic countries are not unlike the problems earlier faced in other parts of the world: secular ideologies such as Ba'athism in Iraq and Syria, Pancasila in Indonesia, or lingering communism in some former Soviet Central Asian states brook no real opposition. Ironically, many of these ideologies wee adapted from the West; Ba'athism, for instance, was inspired by the European socialism of the 1930s and 1940s. Rigid government controls over everything from communications in Saudi Arabia and Brunei to foreign visitors in Uzbekistan and Indonesia also isolate their people from democratic ideas and debate on popular empowerment. In the largest and poorest Muslim countries, moreover, problems common to developing states, from illiteracy and disease to poverty, make simple survival a priority and render democratic politics a seeming luxury. Finally, like their non-Muslim neighbors in Asia and Africa, most Muslim societies have no local history of democracy on which to draw. As democracy has blossomed inWestern states over the past three centuries, Muslim societies have usually lived under colonial rulers, kings, or tribal and clan leaders. In other words, neither Islam nor its culture is the major obstacle to political modernity, eve if undemocratic rulers sometimes use Islam as their excuse. In Saudi Arabia, for instance, the ruling House of Saud relied on Wahhabism, a puritanical brand of Sunni Islam, first to unite the tribes of the Arabian Peninsula and then to justify dynastic rule. Like other monotheistic religions, Islam offers wide-ranging and sometimes contradictory instruction. In Saudi Arabia, Islam's tenets have been selectively shaped to sustain an authoritarian monarchy. In Iran, the revolution that overthrew the Shah in 1979 put a new spin on Shi'ite traditions. The Iranian Shi'ite community had traditionally avoided direct participation by religious leaders in government as demeaning to spiritual authority. The upheaval led by Ayatollah Ruhollah Khomeini thus represented not only a revolution in Iran, but also a revolution within the Shi'ite branch of Islam. The constitution of the Islamic Republic, the first of its kind, created structures and positions unknown to Islam in the past. Yet Islam, which acknowledges Judaism and Christianity as its forerunners in a single religious tradition of revelation-based monotheism, also preaches equality, justice, and human dignity - ideals that played a role in developments as diverse as the Christian Reformation of the sixteenth century, the American and French revolutions of the eighteenth century, and eve the "liberation theology" of the twentieth century. Islam is not lacking in tenets and practices that are compatible with pluralism. Among these are the traditions of ijtihad (interpretation), ijma (consensus), and shura (consultation). Diversity of Reform Politicized Islam is not a monolith; its spectrum is broad. Only a few groups, such as the Wahhhabi in Saudi Arabia, are in fact fundamentalist. This term, coined in the early twentieth century to describe a movement among Protestant Christians in the United States, denote passive adherence to a literal reading of sacred scripture. By contrast, many of today's Islamic movements are trying to adapt the tenets of the faith to changing times and circumstances. In their own way, some even res
Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
>Togu TML Tobing wrote: > >> Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan nasrani/kristen >> itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu >> berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara >> yang damai itu? >> >> > >Dilindungi dari SEGALA MACAM ancaman yang berniat jahat kepada kaum >nasrani > Thanks, jelas bagi saya kenapa kaum Nasrani itu perlu 'dilindungi', karena ancaman yang berniat jahat kepada kaum nasrani itu NYATA adanya. T
Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Hadeer wrote: > Begini lho, Bang Indi cara berpikir dan melihat dalam diskusi ini : > INDI: siap > Urutan Hukum dalam Islam : > > 1. AlQuran > 2. Hadist Rasullulah > 3. Ijtihad (Pemikiran Ulama, Ummat, Orang Pintar...dll) > Dan tidak ada pertentangan diantara ketigannya... > INDI: setuju. memang tidak ada pertentangan di dalamnya. > Nah ... yang namanya demokrasi...bermain di nomor 3sedangkan nomor > 1 > dan 2 ABSOLUT adanya... > INDI: jadi nomor 1 dan 2 merupakan "konstitusi" dan nomor 3 datang belakangan untuk "carry out the law" atau menerapkan. begitu kan? > Contoh : > > Jika hasil sebuah demokrasi menyatakan Berzinah itu bolehmaka > demokrasi itu menjadi gugur demi hukum ...karena tidak sesuai dengan > Nomor 1 > INDI: Proses pembuatan undang2 setelah konstitusi bisa menjadi proses yang paling panjang dan penuh tantangan (karena setiap wakil2 rakyat harus betul2 paham seluruh isi konstitusinya). Tetapi apakah seorang non-Islam bisa menjadi wakil rakyat dalam regu legislator? (mengingat bahwa dia belum tentu percaya pada konstitusi Islam yang ada: nomor 1 dan 2) > Kalau berzinah itu tetap dijalankan meskipun JELAS bertentangan dengan > > Nomor 1...maka WHAT KIND OF DEMOCRATION IS THAT ? WHAT KIND OF > COUNTRY...? WHAT KIND OF PEOPLE...? > INDI: people with uncontrollabe hormoneshaha. (people for production of people, right?).people who do not believe Zinah is wrong. Simple, right? > Tolong jangan ditawar untuk nomor 1 dan nomor 2Kalau masih > ditawarberarti END OF DISCUSSION... :-) > Saya berlepas tangan terhadap bang Indi :-) > INDI: saya setuju dengan 1 dan 2, cuma masih belum paham dengan nomor 3 (bagaimana non-Islam bisa ikut serta dalam legislator karena dia belum tentu percaya, begitu pula dengan jutaan warga negara non-Islam lainnya).Ide baru: bagaimana kalau Demokrasi tidak usah kita pakai dalam konsep negara Islam ini. Demokrasi mungkin bukan cara yang baik untuk negara kita (Demokrasi itu seperti di angan2 belaka dan tidak ada negara yang betul2 demokratis lho!) bagaimana kalau sistim Sosialis saja (bukan komunis lho!) yang kita pakai dalam konsep negara Islam. sistim zakat (dalam sistim sosialis yang baik) perlu kita pakai, bukan? sistim Sosialis sudah menjadi bumbu di negara mild-demokrasi seperti Swedia dan Jerman Barat (dimana persentasi kemiskinan lebih rendah dari AS). Saya rasa kalau memang ada rencana untuk membuat negara Islam harus ada penjelasan secara publik mengenai penerapan-nya. Sikap yang mem-promosikan secara umum untuk menghilangkan rasa was2 dari yang non-Islam. Keterbukaan adalah salah satu kunci jawabannya. Terima kasih untuk semua yang sudah ikut menyumbangkan pemikiran untuk konsep negara Islam yang unik ini. Saya sudah mendapat sedikit gambaran ttg. penerapan nomor 1 dan 2, meskipun nomor 3 belum bisa terkait di otak saya. peace. INDI
Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Togu TML Tobing wrote: > Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan nasrani/kristen > itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu > berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara > yang damai itu? > > Dilindungi dari SEGALA MACAM ancaman yang berniat jahat kepada kaum nasrani > Dalam hal perlindungan; tentunya yang memberi perlindungan adalah > pihak yang dalam posisi 'kuat' dan yang diberi perlindungan adalah > pihak yang dalam posisi 'lemah'. Apakah posisi 'kuat' dan 'lemah' ini > berpihak berdasarkan agama? > > Berdasarkan siapa yang memimpin...dan yang kuat sudah hukum alamnya melindungi yang lemah... > Bisakan diberikan contohnya pendirian negara Islam yang benar? > > Negara Medinah ...
Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Begini lho, Bang Indi cara berpikir dan melihat dalam diskusi ini : Urutan Hukum dalam Islam : 1. AlQuran 2. Hadist Rasullulah 3. Ijtihad (Pemikiran Ulama, Ummat, Orang Pintar...dll) Dan tidak ada pertentangan diantara ketigannya... Nah ... yang namanya demokrasi...bermain di nomor 3sedangkan nomor 1 dan 2 ABSOLUT adanya... Contoh : Jika hasil sebuah demokrasi menyatakan Berzinah itu bolehmaka demokrasi itu menjadi gugur demi hukum ...karena tidak sesuai dengan Nomor 1 Kalau berzinah itu tetap dijalankan meskipun JELAS bertentangan dengan Nomor 1...maka WHAT KIND OF DEMOCRATION IS THAT ? WHAT KIND OF COUNTRY...? WHAT KIND OF PEOPLE...? Tolong jangan ditawar untuk nomor 1 dan nomor 2Kalau masih ditawarberarti END OF DISCUSSION... :-) Saya berlepas tangan terhadap bang Indi :-) Wassalam Indi Soemardjan wrote: > Begini lho, mas Saeful > > saya masih ingin berdebat kepada anda mengenai adanya kontradiksi yang > > saya anggap penting dalam argumen anda. kontradiksi-nya terletak > diantara: > > -negara Islam yang mengambil makna Al Quran sebagai undang2 (menurut > tafsir tentunya). > > -negara Demokrasi yang memakai wakil rakyat untuk bersama2 membuat > undang2. > > coba jelaskan lagi bagaimana keduanya bisa dicampur: seperti minyak > dan > air. > > menurut saya pribadi: > demokrasi bukan itu "bukan hanya" seperti yang anda ceritakan kemarin: > > "tukang becak datang duluan dia duduk disab paling depan(pertama), > pejabat tinggi datang belakanga tidak duduklan paling belakang tidak > boleh melangkahi untuk duduk didepan, Imam/Pemimpin shalat kalau > salah > bisa dirkoreksi oleh uang mammum." (seperti yang anda ceritakan > kemarin). > > melainkan, > > demokrasi mempunyai aplikasi yang lebih dalam dari yang anda > ungkapkan, > yaitu: > demokrasi adalah sistim kenegaraan yang mencakup pembuatan undang2 > bersama atas konsep "mob rule" atau "majority rule" (sementara konsep > negara Islam tidak mengakui "mob rule" dengan adanya Al Quran atau > "Words of One God: Allah") > > saya rasa dugaan saya mengenai adanya kontradiksi dalam argumen anda > sudah cukup mudah/sederhana untuk dimengerti, bukan? > > Anda juga bertanya: > >Yang jadi pertanyaan saya kenapa bung indi ketakutan sama islam ? > >trauma apa yang anda dapat dare pemeluk islam ? > > saya hanya takut dengan adanya kontradiksi yang anda suguhkan kepada > negara sehingga saya minta penjelasan anda ttg. pembuatan undang2 > secara > "demokrasi" di jaman kejayaan Islam dulu. > > saya mendapat trauma? apakah mental trauma atau physical trauma? > Trauma itu timbul karena hal yang tidak diduga yang telah terjadi pada > > seseorang. > Berhubung masalah dari kontradiksi ini belum benar2 terjadi (mudah2an > tidak akan terjadi), maka saya tidak bisa mengakui adanya trauma > terhadap politik Islam/demokrasi dalam diri saya. > Yang ada hanya rasa was2 dan takut munculnya permasalahan dalam > kontradiksi yang anda suguhkan tadi. > > INDI >
Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Beginilah kalau kurang memahami agama Islam secara "kaffah" (perfect) :-( Di dalam Al-Quran, tidak ditentukan secara mutlak tentang pembentukan suatu pemerintahan Islam. Spt. diketahui dalam sejarah, saat-saat pertama pemerintahan negara Islam zaman Khulafaul Rasyidin, pemilihan pemimpin Islam dilakukan secara demokratis (melalui "bai'ah" = pemilihan umum). Di zaman itu pula, kaum muslimin hidup berdampingan dg. golongan "kafir zimmi" (kafir yg. dilindungi). Golongan nasrani/kristen pun dilindungi. Rumah-rumah ibadah agama lain (gereja, sinagoge) dibangun. Dilindungi dari siapa atau apa? Apakah keberadaan nasrani/kristen itu terancam sesuatu sehingga perlu dilindungi? Bukankah Islam itu berarti damai? Lalu mengapa ada yang perlu dilindungi dalam negara yang damai itu? Bahkan dalam akhlaq Islam mengenai peperangan, semua tempat ibadah segala agama dan kaum-kaum padri (pendeta, patriack, pendeta yahudi dsb.) itu harus dilindungi. Inilah Islam yg. sebenarnya diajarkan nabi. Dalam hal perlindungan; tentunya yang memberi perlindungan adalah pihak yang dalam posisi 'kuat' dan yang diberi perlindungan adalah pihak yang dalam posisi 'lemah'. Apakah posisi 'kuat' dan 'lemah' ini berpihak berdasarkan agama? Islamphobia terjadi karena ketakutan akibat contoh-contoh pendirian negara Islam yg. salah. Orang banyak mengambil contoh pendirian negara Islam spt. di Saudi Arabia yg. absolut. Bisakan diberikan contohnya pendirian negara Islam yang benar? Terus terang saya belum bisa mengerti, bagaimana dalam suatu negara diharapkan terjadinya/tercapainya suatu demokrasi atau kesejajaran atau persamaan hak/kewajiban, jika salah satu pihak/kelompok sudah 'mengklaim' superior terhadap pihak lain, misalnya dalam memberi perlindungan, atau harus menjadi pemimpin. Mudah-mudahan orang yang memahami agama Islam secara 'kaffah' dapat menjawab pertanyaan saya. T Disclaimer: Pertanyaan saya di atas bukan untuk mendiskreditkan agama tertentu?
Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Begini lho, mas Saeful saya masih ingin berdebat kepada anda mengenai adanya kontradiksi yang saya anggap penting dalam argumen anda. kontradiksi-nya terletak diantara: -negara Islam yang mengambil makna Al Quran sebagai undang2 (menurut tafsir tentunya). -negara Demokrasi yang memakai wakil rakyat untuk bersama2 membuat undang2. coba jelaskan lagi bagaimana keduanya bisa dicampur: seperti minyak dan air. menurut saya pribadi: demokrasi bukan itu "bukan hanya" seperti yang anda ceritakan kemarin: "tukang becak datang duluan dia duduk disab paling depan(pertama), pejabat tinggi datang belakanga tidak duduklan paling belakang tidak boleh melangkahi untuk duduk didepan, Imam/Pemimpin shalat kalau salah bisa dirkoreksi oleh uang mammum." (seperti yang anda ceritakan kemarin). melainkan, demokrasi mempunyai aplikasi yang lebih dalam dari yang anda ungkapkan, yaitu: demokrasi adalah sistim kenegaraan yang mencakup pembuatan undang2 bersama atas konsep "mob rule" atau "majority rule" (sementara konsep negara Islam tidak mengakui "mob rule" dengan adanya Al Quran atau "Words of One God: Allah") saya rasa dugaan saya mengenai adanya kontradiksi dalam argumen anda sudah cukup mudah/sederhana untuk dimengerti, bukan? Anda juga bertanya: >Yang jadi pertanyaan saya kenapa bung indi ketakutan sama islam ? >trauma apa yang anda dapat dare pemeluk islam ? saya hanya takut dengan adanya kontradiksi yang anda suguhkan kepada negara sehingga saya minta penjelasan anda ttg. pembuatan undang2 secara "demokrasi" di jaman kejayaan Islam dulu. saya mendapat trauma? apakah mental trauma atau physical trauma? Trauma itu timbul karena hal yang tidak diduga yang telah terjadi pada seseorang. Berhubung masalah dari kontradiksi ini belum benar2 terjadi (mudah2an tidak akan terjadi), maka saya tidak bisa mengakui adanya trauma terhadap politik Islam/demokrasi dalam diri saya. Yang ada hanya rasa was2 dan takut munculnya permasalahan dalam kontradiksi yang anda suguhkan tadi. INDI Rachman, Saeful (Exchange - PTI) wrote: > Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi? > Lima belas abad yang lalu sjeak Islam berdiri sudah melalkuan > demokrasi bisa dibuktikan dengan masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar > ra dan > Khalifah Umar ra > Ilima belas abad yang lalu Islam sudah menghapuskan > perbudakan, > Amerika baru satu abad jih > > dalam keseharian demokrasi Islam bisa dilihat dalam shalat > jumat > bejamaah, tukang becak datang duluan dia duduk disab paling > depan(pertama), > pejabat tinggi datang belakanga tidak duduklan paling belakang tidak > boleh > melangkahi untuk duduk didepan, Imam/Pemimpin shalat kalau salah > bisa > dirkoreksi oleh uang mammum > > Yang jadi pertanyaan saya kenapa bung indi ketakutan sama > islam ? > trauma apa yang anda dapat dare pemeluk islam ?
Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi? Lima belas abad yang lalu sjeak Islam berdiri sudah melalkuan demokrasi bisa dibuktikan dengan masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ra dan Khalifah Umar ra Ilima belas abad yang lalu Islam sudah menghapuskan perbudakan, Amerika baru satu abad jih dalam keseharian demokrasi Islam bisa dilihat dalam shalat jumat bejamaah, tukang becak datang duluan dia duduk disab paling depan(pertama), pejabat tinggi datang belakanga tidak duduklan paling belakang tidak boleh melangkahi untuk duduk didepan, Imam/Pemimpin shalat kalau salah bisa dirkoreksi oleh uang mammum Yang jadi pertanyaan saya kenapa bung indi ketakutan sama islam ? trauma apa yang anda dapat dare pemeluk islam ?
Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
From: Lutfi M. <[EMAIL PROTECTED]> To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi? Date: Saturday, January 02, 1999 6:34 AM Di zaman itu pula, kaum muslimin hidup berdampingan dg. golongan "kafir zimmi" (kafir yg. dilindungi). Golongan nasrani/kristen pun dilindungi. Rumah-rumah ibadah agama lain (gereja, sinagoge) dibangun. Nasrullah Idris Pada era Umar Bin Khattab, Gubernur Mesir (Amir Bin Ash) membongkar gubug fakir miskin Jahudi dengan paksa. Soalnya orang Jahudi itu ngotot tinggal di sana, meskipun akan dibeli beberapa kali lipat. Orang Jahudi melaporkan kepada Umar Bin Khattab. Lalu Umar menyuruh orang Jahudi mengambil sepotong tulang dari tong sampah. Lalu oleh Umar memotongnya menjadi dua bagian. Sebagiannya diberikan kepada Orang Jahudi untuk disampaikan kepada Amir. Apa yang terjadi? Amir pun ketakutan menerimanya. Karena itu bertanda ancaman hukuman dari Umar. Orang Jahudi pun heran. Ketika ditanya, Amir pun menjawab terus-terang bahwa ia telah berbuat kesalahan. Akhirnya Amir pun memutuskan untuk membangunnya kembali. Melihat adanya kepastian hukum itulah justru membuat orang Jahudi luluh hatinya. Ia relakan tanahnya itu dijadikan untuk kepentingan umum. Salam, Nasrullah Idris
Re: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Title: RE: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi? Beginilah kalau kurang memahami agama Islam secara "kaffah" (perfect) :-( Di dalam Al-Quran, tidak ditentukan secara mutlak tentang pembentukan suatu pemerintahan Islam. Spt. diketahui dalam sejarah, saat-saat pertama pemerintahan negara Islam zaman Khulafaul Rasyidin, pemilihan pemimpin Islam dilakukan secara demokratis (melalui "bai'ah" = pemilihan umum). Di zaman itu pula, kaum muslimin hidup berdampingan dg. golongan "kafir zimmi" (kafir yg. dilindungi). Golongan nasrani/kristen pun dilindungi. Rumah-rumah ibadah agama lain (gereja, sinagoge) dibangun. Bahkan dalam akhlaq Islam mengenai peperangan, semua tempat ibadah segala agama dan kaum-kaum padri (pendeta, patriack, pendeta yahudi dsb.) itu harus dilindungi. Inilah Islam yg. sebenarnya diajarkan nabi. Islamphobia terjadi karena ketakutan akibat contoh-contoh pendirian negara Islam yg. salah. Orang banyak mengambil contoh pendirian negara Islam spt. di Saudi Arabia yg. absolut. -- From: Indi Soemardjan[SMTP:[EMAIL PROTECTED]] Sent: 31 Desember 1998 10:44 Subject: Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi? Wah.saya mau menanggapi komentar mas Saeful: Kalau kehendak umumnya nya cuma mewakili yang Islam saja namanya bukan demokrasi dong, mas Saeful! Ingat Bhinneka Tunggal Ika? Lagipula yang namanya "Negara Islam" tersebut sulit sekali untuk dicampur adukkan dengan "Demokrasi" karena demokrasi adalah azas Mob-Rule dimana rakyat yang menentukan arah jalannya suatu negara. Di sisi lain, prinsip kenegaraan untuk sebuah Negara Islam semuanya telah diatur dalam Al Quran (yang menurut NII adalah hukum absolut). Ada bisa lihat perbedaannya? perbedaan antara Negara Islam dan Demokrasi itu besar sekali, bukan? Apparently there is a little conflict in Your reasoning; Islam is never compatible with democracy. (democracy, again, is based on a mob-rule ideology, while the Great Al Quran is based on the Word of God, therefore: absolute). You just can't mix oil with water, my friend! :) You just can't mix absolutism with mob-rule. :) You have to choose either one BUT NOT both of them at the same time (unless there is a miracle happening!) O iya.. Kalau maksud Anda kehendak mayoritas yang Islam saja ya berarti yang boleh tinggal di negara tersebut hanya yang setuju dengan Islam. Jadi semua warga negara akan diwajibkan untuk setuju dengan aturan Islam? (yang pada akhirnya merupakan pemaksaan suatu prinsip kepercayaan satu golongan kepada golongan lain?) wah, kacau sekali dong ya? Begitukah ide Anda untuk Nusantara? Bagaimana kita bisa hidup damai bersama2 dengan penganut agama lain? Coba pikirkan kembali ttg. Demokrasi dan Negara Islam absolute. Peace. INDI
Apakah Negara Islam "compatible" dengan azas Demokrasi?
Wah.saya mau menanggapi komentar mas Saeful: Kalau kehendak umumnya nya cuma mewakili yang Islam saja namanya bukan demokrasi dong, mas Saeful! Ingat Bhinneka Tunggal Ika? Lagipula yang namanya "Negara Islam" tersebut sulit sekali untuk dicampur adukkan dengan "Demokrasi" karena demokrasi adalah azas Mob-Rule dimana rakyat yang menentukan arah jalannya suatu negara. Di sisi lain, prinsip kenegaraan untuk sebuah Negara Islam semuanya telah diatur dalam Al Quran (yang menurut NII adalah hukum absolut). Ada bisa lihat perbedaannya? perbedaan antara Negara Islam dan Demokrasi itu besar sekali, bukan? Apparently there is a little conflict in Your reasoning; Islam is never compatible with democracy. (democracy, again, is based on a mob-rule ideology, while the Great Al Quran is based on the Word of God, therefore: absolute). You just can't mix oil with water, my friend! :) You just can't mix absolutism with mob-rule. :) You have to choose either one BUT NOT both of them at the same time (unless there is a miracle happening!) O iya.. Kalau maksud Anda kehendak mayoritas yang Islam saja ya berarti yang boleh tinggal di negara tersebut hanya yang setuju dengan Islam. Jadi semua warga negara akan diwajibkan untuk setuju dengan aturan Islam? (yang pada akhirnya merupakan pemaksaan suatu prinsip kepercayaan satu golongan kepada golongan lain?) wah, kacau sekali dong ya? Begitukah ide Anda untuk Nusantara? Bagaimana kita bisa hidup damai bersama2 dengan penganut agama lain? Coba pikirkan kembali ttg. Demokrasi dan Negara Islam absolute. Peace. INDI Rachman, Saeful (Exchange - PTI) wrote: > Mau NII atau "NII" atau apalah namanya kalau kehendak mayoritas rakyat > > Indonesia kenapa tidak ? > > itu kan namya Demokrasi ? > Ya engak ? > > -- > From: Hadeer[SMTP:[EMAIL PROTECTED]] > Sent: Thursday, December 31, 1998 10:16 AM > To: [EMAIL PROTECTED] > Subject: Re: NII-phobic? Yes, I am. > > Oh yaa...kalau NII nya kaya' yang Bang Indi tulis ya > kemungkinan > besar ini NII yang salah dan saya juga sudah dengar...NII yang salah > ini > nggak akan mungkin menjadi besar NII yang salah ini pasti hancur > dengan > sendirinya > > Yang saya maksud dalam tulisan saya sebelumnya adalah "NII" > (code > uncode) atau apalah namanya > > Wassalam > > -- > > From: Indi Soemardjan <[EMAIL PROTECTED]> > > To: [EMAIL PROTECTED] > > Subject: NII-phobic? Yes, I am. > > Date: 31 Desember 1998 7:43 > > > > I just wished everybody would pay close attention to their > political > > goals. > > I guess you have not heard much about them, ey? > > > > I just talked to several of my friends and they have felt > the same > way > > about NII's absolutism. One of them even resigned in 1991 > after > being > > told to steal money from his own parents (even his parents > are > regarded > > by NII as Kafir, and they also approved stealing from > kafir). When > he > > left the group, the NII leaders even called him a Murtad and > > threatened > > to kill him (because the Tafsir said so). > > > > You need to understand my point about their secrecy and > their > plans to > > create a new absolute nation under the Tafsir. > > > > Oh, one more thing: You cannot call me Islamphobic but you > can > call me > > NII-phobic. > > > > Let me know what you think of this matter. > > > > > > Indi -- Indi Visit my world: http://pagina.de/indradi