Yang repot dengan perumpamaan SIM itu kan Anda. Saya sih
cuma menjelaskan dan meluruskan arah 'perasaan' Anda yang
menyasar ke mana-mana. Ya sudah seharusnyalah Anda KO
karena hal sesederhana dan sejelas itu saja tak mampu menangkap
dan malah dipelintir-pelintir seenak perasaan.
Ini satu contoh
Saya tidak begitu tertarik permainan kata2 istilah SIM yg anda gunakan itu,
terserah sajalah.
Seandainya kata 'babi' pada kalimat "Apakah hal ini artinya mulai sekarang
etika yg melarang pasien2 jadi babi percobaan akan dihapus?" diganti kelinci,
apakah masih tetap biadab? kalau sudah tidak lagi
Inti perkataan Anda tuh ini:
"makanya saya bilang perumpamaan anda kurang tepat. Dr dr Terawan sudah anggota
IDI dan punya ijin praktek (sudah punya SIM dalam perumpamaan anda), kemudian
ketahuan melakukan pelanggaran kode etik."
Perkataan Anda tsb di atas menekankan bahwa uji klinis ini tentang
Re-posting, saya lihat dari tadi kok tidak masuk kemilis.
On Wednesday, April 11, 2018, 11:58:24 AM PDT, Jonathan Goeij
wrote:
Inti perkataan saya adalah sudah punya SIM kok harus ujian SIM lagi, Dr dr
Terawan sudah anggota IDI sudah punya ijin praktek. Uji klinis pd berita ini
hanya
Ini yang saya tulis:
Kalau orang sudah punya SIM
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi?
(masih ada di bawah sana)
Lalu Anda pelintir jadi begini:
"Bukankah sudah punya SIM, kenapa kok mesti ikut ujian SIM lagi?"
Saya kira tidak ada perlunya bersikap biadab dengan menyebut
pasien sebutan 'babi
Bukankah sudah punya SIM, kenapa kok mesti ikut ujian SIM lagi?
Tetapi terserah anda sajalah mau pakai perumpamaan apa saja.
Diantara puluhan ribu pasien apakah benar kesemuanya tahu dijadikan babi
percobaan? atau karena pasiennya tentara semua ya tinggal manut sang MayJen?
---In GELORA45@yahoogr
Perumpamaan yang saya buat dengan SIM itu untuk 'kecakapan' dalam mengemudi
(dalam hal ini metode "cuci otak"). Anda
menyelewengkannya menjadi 'keanggotaan' dalam organisasi.
Jadi, pertanyaan "Sebuah kartu tanda anggotakah kedudukan SIM itu?"tetap
tertuju ke Anda.
--- jonathangoeij@... wrote
Yg saya baca rekomendasi IDI hanyalah men-skors selama setahun "a
recommendation to suspend him for a year over an ethics violation" bukan
dipecat hanya tidak bisa praktek setahun saja, dalam waktu itu bisa memfokuskan
diri pada penelitian misalnya ataupun mengajar dan hal2 yg lain.
Anda yg ngam
1. Sudah disinggung barang sedikit pada posting
sebelumnya,https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/225974
2. Bagaimana Anda bisa begitu pasti kalau perumpamaan
saya dengan SIM itu cuma tentang keanggotaan kumpulan sopir,
dan bukan untuk kecakapan mengemudi?
Sebuah k
Point no 2, makanya saya bilang perumpamaan anda kurang tepat. Dr dr Terawan
sudah anggota IDI dan punya ijin praktek (sudah punya SIM dalam perumpamaan
anda), kemudian ketahuan melakukan pelanggaran kode etik. Kalau diumpamakan IDI
mungkin seperti polantas yg menangkap/memergoki seorang sopir o
1. Uji klinis itu untuk menguji keampuhan obat / pengobatan pada
subyek sungguhan, pada pasien (setelah melewati tahap uji kelayakan
dengan subyek hewan dsb).
2. Lalu apa perumpamaan yang tepat? Kalau orang sudah punya SIM
kenapa harus ujian mengambil SIM lagi? Itu kan nggak logis walaupunlegal.
Perumpamaan yg tepat bukannya "Nggak bedanya orang yang cakap mengemudi
kendaraan bermotor dan tinggal ikut ujian untuk mendapatkan SIM" karena
sebetulnya sudah punya SIM, tetapi apakah pengemudi yg melanggar rambu lalu
lintas kemudian enggak ditilang hanya karena ybs TNI dan jendral lagi yg di
Apakah hal ini artinya mulai sekarang etika yg melarang pasien2 jadi babi
percobaan akan dihapus? Atau hanya khusus dr. Terawan?Seandainya dr. Terawan
bukan Mayjen dan/atau bukan Kepala RSPAD apakah juga akan menimbulkan kegaduhan
seperti ini?
---In GELORA45@yahoogroups.com, wrote :
Sekedar f
Sekedar formalitas. Barangkali ya tinggal ini kompromi terbaik
supaya IDI tidak kehilangan muka. Toh dalam "uji klinis"
yang selama ini dilakukan dr. Terawan terhadap para pasiennya
dianggap berhasil, memuaskan para pasiennya. Jadi, sekarang
tinggal memenuhi azas legalitas saja. Nggak bedanya o
Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan Akan Diuji Klinis
RABU, 11 APR 2018 08:00 | EDITOR : KUSWANDI
Dr dr Terawan Agus Putranto saat memberikan keterangan di RSPAD Gatot Subroto,
Rabu (4/4). (Dok. JawaPos.com)
Berita Terkait
a.. Polemik Dokter Terawan Bukan 'Perang' antara IDI dan TNI AD
15 matches
Mail list logo