On 1/9/06, adi <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> On Sun, Jan 08, 2006 at 08:42:52PM +0700, Budi Rahardjo wrote:
> > Sebetulnya, di Indonesia *LEBIH MURAH*, yaitu buku bajakan!
> > Mengapa ini tidak dimanfaatkan?
>
> piro Pak biaya cetaknya? sudah dihitung belum? setahu saya, membeli buku
> aslinya bisa lebih murah, kecuali kalau sudah dipalakin eh.. dipajakin.

Perbandingannya kira-kira begini:
Buku Walter Savitch (asli): US$89.64 (used: $63.99)
Buku bajakan: Rp 50 ribu s/d Rp 80 ribu
Sangat jauh bedanya. 10x lebih murah :(

PS: di Bandung, Dunia Baru merupakan sumbernya
(lebih bagus dan lebih banyak koleksinya daripada Hardy di Jakarta).
Selain buku teknis, dia juga punya buku2 bisnis.


> pada kenyataannya buku itu pun masih mahal. profile don't speculate :-)

tentu.

> buku untuk mahasiswa itu tugas perpustakaan. kalau itu kurang, biarlah
> yang mampu saja yang membeli buku.

tapi saya lihat perpustakaan manapun tidak mampu memberikan
buku untuk semua mahasiswa. buku yang paling populer pun paling2
hanya ada 10 buah. padahal mahasiswa bisa 70 orang.

belum lagi beberapa perpustakaan di luar negeri mulai pindah ke
langganan bentuk digital.

tapi memang perpustakaan di luar negeri bikin kita nangis:
http://blog.efx2.com/user/budi/3181/view/14071/
(cerita tentang kunjungan saya ke National Library Singapore
belum sampai 2 minggu yang lalu)


> mau yang pasti-pasti saja?
> - kalau dosen brengsek, bisa dipecat?

kalau dosennya PNS: kagak bisa! apalagi kalau senior! :(

> - mahasiswa brengsek mau tidak diluluskan?

yes. he he he

> - spp/uang gedung mau diturunkan? digratiskan?

mimpi kali ye?

> - pajak buku mau dihilangkan? mau dicetak dengan murah? percetakan
>   universitas mau?

nah yang ini ... seharusnya bisa. tinggal mau atau tidaknya.



> hayooh, mana akuntabilitasnya. hayooh diberesin dulu. mahasiswa yang
> malas membaca? buanyaaaak. dosen yang males membaca? buanyaaak.

alur berpikir saya seperti ini:
mahasiswa (nantinya) *harus lebih baik/pinter* dari dosennya.
jadi biarin saja dosennya bodoh/malas, tapi mahasiswanya harus lebih
bagus lagi supaya secara keseluruhan (bangsa/negara) kita maju.

jadi dosen gak boleh merasa lebih jago dari mahasiswanya.
kalau ternyata mahasiswanya lebih jago => berhasil
kalau ternyata dosennya tetap lebih pinter dari mahasiswanya,
berarti kurang berhasil alias gagal.

jadi ... sudahlah, dosen yang bobrok gak usah dipikirin.
sekarang bagaimana caranya agar dengan dosen yang bobrok sekalipun
bisa bikin keluaran yang bagus?
black magic?


> makanya turunin SPP/Uang gedung biar kesempatan orang yang gemar membaca
> masuk PT lebih besar.

turunin SPP sih saya sepakat, tapi saya masih belum yakin kalau
dia diturunin maka "orang yang gemar membaca" akan lebih banyak
masuk ke PT. saya belum bisa memahami alurnya pak.
saya belum melihat relasinya. kok feeling saya orang yang gemar
membaca atau tidak gemar membaca sama-sama punya peluang
masuk ke PT.

PT x, kapasitas 1000 orang
diturunkan SPP, kapasitas *tetap* 1000 orang.
(bahkan cenderung fasilitas berkurang)
permasalahan: bagaimana memilih yang 1000 orang itu?
- cari yang pinter?
- cari yang punya uang lebih banyak?
- cari yang gemar {membaca,menulis}?
- cari yang punya EQ/SQ/*Q lebih baik?
- cari yang hobby organisasi?
- cari yang jago ngoprek?
- cari yang jago olahraga?
- cari yang punya hobby meneliti?
- cari yang punya bakat xyz?
terus ... hubungannya dengan SPP dimana ya?

-- budi

Kirim email ke