Mas Dana berkata =

Ketidakberubahan hukum tidak menjamin konsistensi penegakannya. Ini 
 sudah dibuktikan dalam sejarah. Ketidakberubahan hukum itu 
 memandegkan kemajuan persis spt yg terjadi di dunia Islam

===========================================

Jano - ko :

"Paling - palang" mas dana ini miskonsepsi lagi terhadap Islam, pasti negara 
timur tengah saja yang dianggap sebagai dunia Islam, padahal Amerika itu juga 
bagian dari dunia Islam....piye tho ?

:)

selamat sore WIB

--oo0oo---



Dan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                                  Hukum harus 
dinamis kalau mau tetap relevan dan oleh karenanya harus 
 mengikuti perkembangan jaman oleh karena itu harus bisa berubah. Tapi 
 bukan berarti penegakkannya boleh enggak konsisten.
 
 Harus dibedakan antara konsistensi penegakan hukum dan perubahan 
 nilai2 yg membawahi suatu hukum. Hukum di Barat berubah terus tetapi 
 begitu berubah konsistensi penegakannya tegar sesuai dg hukum yg baru.
 
 Ketidakberubahan hukum tidak menjamin konsistensi penegakannya. Ini 
 sudah dibuktikan dalam sejarah. Ketidakberubahan hukum itu 
 memandegkan kemajuan persis spt yg terjadi di dunia Islam. Makanya 
 saya tidak setuju dg ini karena pemikiran manusia itu berkembang.  
 Justru penyebab kemandegan dunia Islam antara lain karena hukumnya 
 tidak berkembang dg jaman tetapi konsistensi penegakannya tidak 
 seragam.
 
 Bedakan antara konsistensi penegakan hukum dan berubahnya nilai2 yg 
 mendasari suatu hukum.
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi Lestyaningsih 
 \(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
 >
 > 
 > Mbak,
 > Kalau hukum yang untuk masing-masing (tidak berimpact pada orang 
 lain),
 > misalnya sholat, puasa dll saya rasa OK saja setiap agama untuk
 > menjalankan atau meng-govern-nya masing-masing untuk para 
 pemeluknya. 
 > 
 > Kalau sudah ke hubungan antar manusia, atau aturan yang menyangkut 
 lebih
 > dari satu orang, tentu perlu ada satu hukum yang dipakai (diadopt) 
 untuk
 > diimplementasikan bersama-sama. Nah, untuk aturan seperti ini, ada 2
 > pilihan :
 > 1/ Sekuler, yang pada dasarnya adalah terserah manusia, atau manusia
 > membuat hukum sesuai kemauannya, atau berdasarkan demokrasi.
 > 2/ Islam, yaitu menggunakan hukum yang digali dari syariat Islam. 
 Kenapa
 > bukan aturan agama lain ? Karena agama lain tidak memiliki aturan 
 yang
 > menyeluruh seperti Islam. Islam itu ideologi, yang dari situ kita 
 bisa
 > menggali hukum-hukum kemasyarakatan, sebagaimana pernah tegak dan
 > diterapkan di masa kekhalifahan dulu. Dan aturan-aturan itu 
 applicable
 > dan membawa maslahat untuk orang Islam dan non-Islam, termasuk
 > perlindungan bagi orang-orang beragama lain untuk menjalankan ibadah
 > sesuai agamanya masing-masing, dan perlindungan atas keselamatan
 > orang-orang non muslim yang tidak memerangi Islam.
 > 
 > Sebagai orang Islam yang menginginkan untuk menjalankan hukum Islam
 > secara kaffah, seharusnya kita menginginkan pilihan ke-2: Islam 
 sebagai
 > aturan. Saya rasa itu adalah keinginan yang sangat logis bagi umat
 > Islam. 
 > 
 > Bagaimana dengan Pancasila ? Inget ngga jaman Sukarno dulu. Kan 
 pake-nya
 > Pancasila ya. Jaman pak Harto, sama juga pake Pancasila. Kenapa 
 aturan
 > secara praktis (tataran implementasi)-nya berbeda ? Ya karena 
 Pancasila
 > bisa diinterpretasikan secara berbeda. Pada jaman pak Karno, 
 Pancasila
 > diinterpretasikan dengan kacamata orla. Jaman pak Harto, dengan 
 kacamata
 > orba. Ya kalau mbak tanya apa yang mesti diubah, mungkin : Hayu kita
 > interpretasikan Pancasila dengan kacamata Islam. Bukankah mayoritas
 > penduduk di Indonesia juga Islam? Kenapa ragu mengambil sumber hukum
 > dari Islam ?
 > 
 > Mungkin itu dari saya, mbak. Prof DP kemungkinan akan menganjurkan 
 untuk
 > ambil pilihan pertama (sekuler). Kalau memang demikian, memang saya 
 dan
 > beliau memiliki pendapat dan pandangan yang berseberangan. 
 > 
 > Wallahu'alam
 > Wassalaam,
 > -Ning
 > 
 > -----Original Message-----
 > From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 > [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Mia
 > Sent: Friday, March 23, 2007 12:06 PM
 > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 > Subject: [wanita-muslimah] Re: A women's right to wear, or not to 
 wear,
 > the veil - Global Warming
 > 
 > Pak Dana, mba Ning negara plural Pancasila dengan parlemen sekarang 
 dan
 > yang mengakui semua 'hukum agama', apakah cukup memadai?
 > 
 > Kalau nggak, apa yang mesti diubah?
 > 
 > salam
 > Mia
 > 
 > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Dan" <dana.pamilih@>
 > wrote:
 > >
 > > Asumsi di sini ialah bahwa agama itu terpisah dari negara.  Hukum 
 > > negara berkedudukan di atas hukum agama karena hukum negara itu
 > adalah
 > > hasil kontrak sosial warganegara tsb.  Hukum negara itu lebih
 > mengikat
 > > karena tidak membedakan agama dan perangkat penegakannya ada, 
 resmi 
 > > dan berfungsi.
 > > 
 > > Hukum agama selama belum jadi hukum negara barulah kontrak antara
 > si
 > > individu dg Tuhan.  Kontrak ini tidak ada saksinya dan tidak ada
 > bukti
 > > hitam di atas putih.  Kontrak ini tidak ada perangkat penegakan 
 yg 
 > > resmi.  Yg ada itu model FPI yg seenaknya saja melakukan 
 vandalisme 
 > > atas nama agama.
 > > 
 > > Sumber hukum negara bisa dari Allah, bisa dari mana saja.  Tetapi
 > utk
 > > menjadi hukum harus melalui prosedur resmi dan mengikat bagi 
 semua 
 > > warganegara, tanpa kecuali.
 > > 
 > > Agama itu bagi saya adalah pengalaman spiritual pribadi yg selain 
 > > tidak dapat diterapkan kpd orang lain karena sangat individu
 > apalagi
 > > tidak mungkin diterapkan oleh gerombolan anarkis yg bermodal cuma 
 > > jubah putih dan berlafaz Arab.  Ini bukan agama.
 > > 
 > > Agama itu bisa juga sbg way of life yg artinya bagian dari 
 budaya. 
 > > Penegakan 'hukum' ini bisa melalui persuasi budaya.
 > > 
 > > Nah keduanya itu sebelum menjadi hukum positif suatu negara 
 adalah 
 > > pilihan sesuka hati bagi penganutnya.  Selama tidak melanggar 
 hukum 
 > > negara.
 > > 
 > > Selama hukum itu belum diratifikasi oleh DPR maka belum jadi hukum
 > yg
 > > dapat ditegakkan di Indonesia.  Inilah esensi dari NKRI, yaitu
 > negara
 > > sekuler modern.
 > > 
 > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi Lestyaningsih 
 > > \(Ning\)" <ninghdw@> wrote:
 > > >
 > > >  
 > > > Nimbrung, prof.
 > > >  
 > > > Saya tertarik dengan statement prof di bawah. "Konsumen berhak
 > memilih
 > > > apa yang DISUKAINYA selama TIDAK MELANGGAR HUKUM". 
 > > >  
 > > > Artinya :
 > > > 1/ Bila ada yang DIA SUKAI tapi MELANGGAR HUKUM --> Tidak bisa /
 > tidak
 > > > boleh dilakukan
 > > > 2/ Bila ada yang DIA TIDAK SUKAI tapi bila TIDAK DILAKUKAN akan 
 > > > MELANGGAR HUKUM --> Harus dilakukan (regardless dia suka atau
 > tidak)
 > > >  
 > > > Betul kan ?
 > > >  
 > > > Jadi Key word di sini adalah : MELANGGAR HUKUM atau TIDAK.
 > > >  
 > > > Artinya : Tidak ada lagi yang namanya KEBEBASAN itu. Karena kita
 > akan
 > > > DIPAKSA tidak melakukan apa yang kita sukai atau DIPAKSA
 > melakukan apa
 > > > yang tidak kita sukai, demi menaati HUKUM itu sendiri.
 > > >  
 > > > Sampai sini saya rasa saya masih aligned, Prof.
 > > >  
 > > > Selanjutnya, Hukum yang dimaksud itu hukum yang mana ? Apakah
 > hukum yang
 > > > menyenangkan orang banyak ? Atau hukum yang mana ? Nah, di sini
 > mungkin
 > > > kita berbeda pendapat. Saya berpendapat bahwa hukum yang
 > dimaksud di
 > > > atas, yang menjadi acuan bagi segala gerak-gerik kita itu,
 > haruslah
 > > > bersumber dari Allah SWT, dan bukan bersumber dari maunya orang
 > banyak
 > > > (based on democracy). Mengapa demikian ? Karena belum tentu
 > orang yang
 > > > banyak itu pasti benar. Kalau kebetulan maunya orang banyak
 > aligned
 > > > dengan hukum Allah, fine. Kalau tidak ? Gimana ?
 > > >  
 > > > Kalau kemudian kita sudah sepakat bahwa hukum yang harus ditaati
 > itu
 > > > adalah hukum dari Allah, mungkin diskusi bisa dilanjutkan
 > dengan :
 > > > Bagaimana kita mengetahui hukum yang mana yang bersumber dari
 > Allah itu,
 > > > bagaimana kriterianya, dan seterusnya. Saya rasa kalau kita 
 mulai 
 > > > diskusinya dari point ini, mungkin akan lebih clear (setidaknya
 > buat
 > > > saya )
 > > >  
 > > > Wassalaam,
 > > > -Ning
 > > >  
 > 
 > 
 > 
 > 
 > =======================
 > Milis Wanita Muslimah
 > Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun 
 masyarakat.
 > Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI :
 > http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
 > Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
 > Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
 > Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
 > Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
 > 
 > This mailing list has a special spell casted to reject any 
 attachment
 > .... 
 > Yahoo! Groups Links
 >
 
 
     
                       

 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to