--- rsa <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Buat Bina Smara, > > berikut data yang saya peroleh dari situs Depag RI > di > http://www.depag.go.id/index.php?menu=page&pageid=150: > ---> Sdr Efikoe: Berikut adalah alasan saya menuliskan bahwa dulu-dulunya urusan haji-lah yang dimintakan oleh pihak politisi Islam dalam rangka mendirikan Dep. Agama:
C. Agama Islam di Jaman Kemerdekaan Ketika Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dan mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagian saudara-saudara yang bergama Islam tidak puas ole karena keinginan mereka ialah agar negara yang baru itu adalah negara yang berdasarkan agama Islam. Namun demikian, setelah menempuh perdebatan politik, akhirnya kelompok nasionalis menang karena Pancasila telah ditetapkan menjadi dasar negara. Kelompok politik Islam mau menerimanya dengan syarat pemerintah perlu mengadakan departemen agama yang bertugas untuk mengurus pelaksanaan pengiriman jemaah haji ke Mekah. Meskipun kesepakatan bersama itu sudah diterima, akan tetapi sebagian tokoh Islam tidak dapat menerimanya dan oleh karena itu pada bulan Mei 1949 Kartosuwiryo dari Garut Jawa Barat memproklamasikan dirinya sebagai Imam atau pemimpin negara baru yang ia sebut Negara Islam Indonesia dan yang lebih lazim disebt Darul Islam atau DI (dari bahasa Arab dar al-Islam Artinya wilayah atau rumah Islam). Pemerintah Darul Islam didasarkan pada hukum Islam dan diselenggarakan para Kyai. Gerakan ini mendapat dukungan luas di daerah Jawa Barat dan Sulawesi Selatan dimana DI dipimpin oleh Kahar Muzakar dan Aceh yang dipimpin oleh Daud Beureh. Gerakan Di ini mendapat dukungan dari partai Masyumi akan tetapi kemudian dapat ditumpas oleh Pemerintah Indonesia tahun 1955 yang didukung oleh TNI. Pada tahun 1955 ketika diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia, ternyata kemenangan diraih oleh Partai Nasional Indonesia, kedua oleh Masyumi, ketiga oleh NU dan ke-4 oleh Partai Komunis Indonesia, ke-5 PSII, ke-6 Parkindo. Hasil ini menunjukkan bahwa partai-partai Islam menunjukkan kegagalan meskipun dikatakan bahwa 90% penduduk Indonesia beragama Islam. Memang kita harus menyadari bahwa tidak semua orang yang beragama Islam tertarik memasuki partai Islam karena banyak di antara mereka yang menjadi anggota Partai Nasional Indonesia, bahkan anggota PKI, PSI, Murba dan lain-lain. Ketika terjadi peristiwa G30S PKI, Suharto telah menuduh PKI sebagai pelaku Cup de ‘Etat dengan melakukan pembunuhan kejam atas beberapa Pewiwira militer dan akibatnya PKI kemudian dinyatakan sebagai partai terlarang dan duisul dengan penumpasan dan penangkapan atas orang-orang yang dianggap sebagai PKI atau simpatisannya. Akibat dari peristiwa itu, tidak sedikit masyarakat Indonesia tertuama darikalangan orang Jawa yang dibunuh bukan saja olehmiliter tetapi juga oleh pemuda-pemuda Islam. Di Jawa Timur, Gerakan Pemuda Ansor dari NU diberi semangat bahwa jika seorang berhasil membunuh seorang PKI, maka nilainya sama dengan menunaikan ibadah haji sebanyak 4 kali. Demikian banyak orang yang meskipun bukan PKI tetapi dituduh PKI karna pelbagai alasan yang dibuat, umpamanya bila ada yang memiliki rumah bagus ataupun isteri cantik maka bisa saja dituduh PKI dan kemudian dibunuh sehingga hartanya dapat dirampas. Suharto sendiri telah mengambil alih harta beberapa pejabat militer yang dituduh PKI tanpa melalui proses peradilan/hukum. Kita menyadari bahwa situasi ekonomi pada saat itu memang sangat sulit oleh karena mental para pejabat yang korup dan Sukarno sedng berusaha untuk merebut kembali Irian melalui kekuatan Mmiliter dengan komando Trikoranya pada tahun 1961 dan melaksanakan politik Berdikari (berdiri diatas kaki sendiri, Artinya Indonesia jangan mengharapkan bantuan negara lain) sehingga telah mengisolasi Indonesia dari negara Barat dan membangun aliansi politik baru dengan negara-negara komunis: Rusia dan Cina, Vietnam dan Korea Utara dengan mengumumkan poros Jakarta-Phnompenh-Hanoi-Beijing-Pyongyang pada pidato 17 Agustus 1965. Setelah PKI dilarang, Partai Nasional Indonesia juga mengalami dampak politik tersebut. Hal ini disebabkan oleh sering disebutkannya bahwa Marhaenis adalah Marxis yang diterapkan di Indonesia oleh pimpinan PNI dan akibatnya banyak juga pemimpin PNI yang terlibat atau terpengaruh pemikiran PKI. Akibatnya PNI terpecah menjadi PNI Ali Surahman dan PNI Osamalika-Usep sehingga situasi politik menjadi kacau dan diramalkan kekuatan politik Islamlah yang akan muncul dengan tidak ada pesaing lain dan kekuatan Islam mulai muncul dengan memberi tekanan kepada semua kekuatan politik yang ada (sebagaimana kita ketahui pada waktu itu berlaku penghimpunan kekuatan melalui apa yang ikenal dengan NASAKOM). Pada saat dan kondisi yang serba tidak menentu itu, keluar pernyataan-pernyataan dari kelompok Islam yang menyatakan bahwa barang siapa yang tidak menganut suatu agama, ia dituduh sebagai PKI dan itu berarti ia dapat dibunuh atau ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Dengan demikian agar seseorang terhindar dari pembunuhan yang dilakukan oleh para pemuda Islam ataupun tentara, ia harus berusaha menyelamatkan diri dengan cara memasuki suatu agama tertentu. Jadi beragama adalah agar supaya terhindar dari tuduhan sebagai PKI. Inilah situasi pelanggaran hak azasi yang terbesar yang pernah dilakukan oleh kelompok Islam dan pemerintah pada periode 1966 - 1970 sehingga dengan demikian ada banyak orang Jawa yang terpaksa harus memeluk agama Islam. Demikian juga pada waktu itu tidak sedikit orang Jawa yang menjadi penganut agama Kristen. Dalam laporan dari gereja-gereja di Jawa sesudah tahun 1966, mereka dibanjiri oleh masyarakat yang ingin dibaptis menjadi Kristen. Jadi pmenganut agama bukanlah karena keyakinan untuk memuja Yang Kuasa melainkan hanya demi terlindyng dari ancaman pembunuhan politik.---- ---bnsmr-- __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com