Indonesia memang satu-satunya anggota OKI yang memiliki Departemen Agama. Saya 
tidak tahu, ini dulu idenya siapa. Departemen Agama seharusnya berfungsi untuk 
menaungi semua agama dan kepercayaan. Jadi, DepAg bukanlah departemen agama 
Islam seperti yang terjadi dewasa ini.

Kalau di negara lain, haji itu ada yang diurus oleh departemen pariwisatanya. 
Saya pikir, berdirinya depag itu karena di awal kemerdekaan sebagian besar 
sekolah di Indonesia adalah pesantren. Lalu, banyak juga sekolah yang 
berafiliasi di bawah depag dari madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, 
madrasah aliyah, hingga IAIN yang semuanya di bawah naungan depag.

Celakanya, di Indonesia ini banyak departemen teknis yang mempunyai 
pendidikannya sendiri. Jadi, untuk menata kembali departemen lain, perlu 
penataan depdiknas. Semua jenis pendidikan harus ada di bawah satu payung yaitu 
DEPDIKNAS. Ini dikerjakan dulu!

Salam,
chodjim



  ----- Original Message ----- 
  From: Lina Dahlan 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, October 17, 2007 9:27 AM
  Subject: [wanita-muslimah] Re: Perbedaan perlakuan terhadap sesama muslim


  Gimana kalo fungsinya yang diperjelas.

  Kalo saya pikir sih lebih kepada memperbaiki mental dan kemampuan 
  orang2 didalam departemen itu sendiri.

  Misalkanpun haji diurus Dep. luar Negeri, Pesantren di Depdiknas, 
  dan Kerukunan urusan polisi...tapi kalo orang di Dept Luar Negerinya 
  doyan korup, Depdiknas orang2nya can-lin-hay, polisinyapun rasis dan 
  katro'???

  Ya orang2 yang di kepemerintahan itu yang harus punya kapabilitias, 
  integritas, dan tas2 lainnya yang diperlukan.

  Diluar itu semua, segala nama yang diembel-embelkan dengan agama 
  menjadikan agama itu rusak (namanya) ketika faktanya kerusakan yang 
  ditemukan dalam instansi itu atau kelakuan orang2 beragama. Lalu 
  dihubungkan dengan ketidakmampuan agama yang notabene sebagai ajaran 
  moral dari Ilahi. Padahal kebenaran dalam agama itu tidak akan 
  hilang hanya karena kelakuan rusak orang2 beragama.

  Ketika kerusakan dilakukan oleh orang2 yang tak beragama atau 
  instansi2 yang tidak membawa nama agama, maka logikanya agama tidak 
  ter'salah'kan. 

  Mungkin ini hal positif bagi pemikiran sekuler untuk memisahkan 
  agama dari negara, yang artinya ingin mengembalikan fungsi 
  (kesucian) agama sebagai pendidikan moral saja. Namun, ada pula yang 
  meyakini agama bukan hanya sekedar pendidikan moral. Agama sebagai 
  ilmu.

  Jadi, bagi orang2 yang membawa agama ke ranah politik bersiap-
  siaplah menerima segala akibatnya. Memikul sesuatu dipundak kita 
  yang berhubungan dengan agama, sesungguhnya lebih berat. Maka bagi 
  yang berani memikulnya dengan kesadaran penuh, saya pikir dia orang 
  yang sangat 'kuat' daripada mengantongkan agama di sakunya atau 
  disembunyikan dikamarnya.

  Hal lainnya lagi yang berhubungan dengan perbedaan Idul FItri, saya 
  masih berharap KEPADA Muhammadiyah sebagai ormas besar dan 
  intelektual dapat melakukan hal sama ketika ada perbedaan antara 
  sholat yang pake qunut dan tidak. 

  wassalam,
  orangygtidakbermazhab.
  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Dan" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  >
  > Oleh karena itu bubarkan Dep Agama karena fungsinya tidak jelas. 
  > Pesantren seharusnya urusan Depdiknas, urusan haji milik Dep Luar
  > Negeri, urusan kerukunan antar agama urusan Polisi, jadi memang
  > demikianlah suatu Departemen yg lebih menjadi sumber masalah 
  daripada
  > solusi. Bubarkan saja.
  > 
  > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Kartono Mohamad" <kmjp47@>
  > wrote:
  > >
  > > Pada tanggal 12 Oktober 2007 mereka yang merayakan 1 Syawal 
  mengadakan
  > > sholat ied mendapat perlakuan diskriminatif. Beberapa lapangan
  > ditutup dan
  > > dikunci pagarnya. Lapangan yang dapat dimasuki, misalnya lapangan
  > Blok S,
  > > hanya satu pintu yang kecil dibuka. Pintu depan baru beberapa 
  saat
  > kemudian
  > > sesudah menjelang jam 7 dibuka. Nampaknya meski dibolehkan untuk 
  sholat,
  > > penggunaan pengeras suara dilarang. Sehingga khotbah tidak dapat
  > terdengar
  > > dari belakang. Di beberapa daerah terdapat perlakuan serupa.
  > Sepertinya ada
  > > instruksi dari pemerintah pusat (departemen agama?) untuk 
  memperlakukan
  > > seperti itu.
  > > Rasanya baru sekali ini perlakukan seperti itu terjadi. Di jaman
  > > pemerintahan Presiden Sukarno pernah juga ada perbedaan hari 
  dalam
  > merayakan
  > > 1 Syawal. Demikian pula di jaman pemerintahan Soegharto, 
  perbedaan
  > serupa
  > > pernah terjadi.Tetapi tidak pernah terjadi perlakuan yang 
  diskriminatif
  > > apapula pembatasan-pembatasan untuk orang melakukan sholat Ied. 
  Anehnya
  > > justru di jaman pemerintahan reformasi terdapat perlakuan serupa 
  itu.
  > > Pemerintah sekarang, entah inisiatif Menteri Agama atau atas ijin
  > Presiden
  > > telah melakukan diksriminasi terhadap sesama umat Islam yang 
  secara
  > formal
  > > katanya diakui.
  > > Diktator dalam beragama nampaknya mulai dilakukan. Apa sikap 
  ICMI,
  > > Muhammadyah, dan kelompok Islam lainnya? Termasuk yang tidak
  > memperingati 1
  > > Syawal tanggal 12 Oktober? Jangan lupa, sekali hal ini 
  dibiarkan, bukan
  > > tidak mungkin lain kali giliran mereka juga akan diperlakukan 
  serupa
  > kalau
  > > kebetulan tidak sejalan dengan sikap pemerintah.
  > > KM
  > >
  >



   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke