Wah, sudah ada yang gemes nih tentang ibu bekerja, hehehe..... :-)

Rekan-rekan, kalau di keluarga kami, kami sama-sama paham bahwa Suami
bekerja adalah suatu KEWAJIBAN. Sedangkan isteri bekerja bukan
kewajiban.

Saya+isteri sudah sepakat, bahwa duit suami, ya duit isteri. Tapi duit
isteri, bukan duit suami :-)

Kalau boleh, saya ingin menitikberatkan sekali lagi bahwa KEWAJIBAN
suami adalah bekerja mencari nafkah. Adapun isteri, boleh saja bekerja
asal SEIZIN suami. Memang tidak sedikit cerita sukses bahwa walaupun
kedua orangtua bekerja, anak-anak tidak masalah. Tetapi banyak juga
cerita sedih terjadi, semisal cerita karir direktris ini.

Isteri saya sendiri malah lebih memilih resign dari kantornya, supaya
bisa terus dekat dengan si kecil. Dan terus terang, ini sangat-sangat
saya dukung. Soal penghasilan, ya cukup tidak cukup segitu itulah gaji
saya....... Kewajiban saya toh untuk mencukupi ?

Jadi sekali lagi, dudukkanlah masalah pada tempatnya. Lihat juga
sikonnya. Buat saya pribadi, isteri saya tidak wajib mencari tambahan.
Itu adalah KEWAJIBAN SAYA. Adapun untuk rekan-rekan sekalian, silakan
saja disesuaikan dengan keadaan masing-masing. Intisari dari cerita sang
direktris tadi adalah betapa si anak menjadi 'jauh' dari ibu kandungnya
sendiri. Malah lebih dekat ke 'pengasuh'nya..... Jadi, pelajarannya bagi
kita, adalah bagaimana 'antisipasi' terhadap hal ini. Bagi saja, bukan
antisipasinya yang penting. Justru kalau bisa kondisi yang mengarah ke
situ bisa dihindari, bukankah lebih baik 'mencegah daripada mengobati' ?

Anyway, sekali lagi, kondisi masing-masing berbeda-beda. Silakan
disesuaikan sendiri-sendiri.......

Terima kasih.
Semoga ada gunanya.

Salam hangat,

( Bayu )


Miladinne Inesza L wrote:
> 
> Seringkali pandangan masyarakat sangat tidak berpihak kepada kita sebagai
> ibu. Lucu ya, padahal kita yang merasakan beratnya mengandung 9 bulan, kita
> juga yang merasakan sakitnya melahirkan, kita juga cari uang untuk makan
> anak kita, dan kita juga yang berusaha sekeras mungkin untuk bisa menjaga
> dan merawat anak kita sebaik mungkin dan pada saat yang sama kita juga
> dituntut untuk perform di pekerjaan kita karena kalau kita nggak perform
> balik2 dampaknya ke keluarga juga, ya kan kalau gaji nggak naik2 juga
> dampaknya ke keluarga bukan?
> 
> Tidak ada yang bisa merasakan betapa pedih dan sakitnya hati kita kalau di
> rumah anak kita sakit sementara kita sedang bekerja di kantor. Tidak ada
> juga yang bisa merasakan betapa kita harus 'tebal muka' untuk maksa cuti ke
> kantor kalau anak sakit padahal di kantor kerjaan lagi bertumpuk. Tidak ada
> juga yang bisa merasakan sedihnya kita melihat ekspresi wajah anak yang
> sedih atau marah waktu kita tinggal bekerja. Toh tidak banyak juga yang
> percaya kalau kita bilang bahwa kalau bisa memilih, kita akan pilih tinggal
> di rumah merawat anak daripada bekerja.
> 
> Dan tetap kalau ada apa-apa sama anak, kita yang disalahkan. Jarang yang
> mengerti atau bahkan mau tahu bahwa kalau ada apa-apa sama anak, ibunyalah
> yang paling hancur dibuatnya.Lalu kalau sudah begitu, omongan yang paling
> sering terdengar adalah, "Itulah susahnya jadi perempuan"
> 
> Hmmh, capek ya lihat kenyataan seperti ini........
> 
> Maaf nih jadi curhat,
> Mila.
> 
> ----- Original Message -----
> From: "Misty A. Maitimoe" <[EMAIL PROTECTED]>
> To: <[EMAIL PROTECTED]>
> Sent: Monday, May 27, 2002 8:43 AM
> Subject: RE: [balita-anda] Fw: Fw: Mahalnya sebuah karir seorang Direktris
> 
> > Pendapat yang lebih realistis niiiih.....
> >
> > Anak adalah tanggung jawab kedua orang tua, bukan cuma ibunya aja
> > tokh....????
> >
> > M


>> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]


Kirim email ke