Marilah kita renungkan kembali konsep Bangsa Indonesia yang jelas merupakan 
gabungan dari berbagai suku, etnis dan Agama yang berbeda-beda itu, dan oleh 
karena pejuang-pejuang Kemerdekaan RI, mengangkat semboyan "BHINEKA TUNGGAL 
IKA" sebagai lambang negara.

Hanya saja, dimasa Soeharto berkuasa selama lebih 32 tahun, konsep Bangsa 
Indonesia berubah menjadi bangsa pribumi dan oleh karena Tionghoa diperlakukan 
sebagai pendatang yang harus "membaur", harus ber"ASIMILASI" dengan yang 
dinamakan "PRIBUMI". Selama lebih 32 tahun itu keadaan dan status etnis 
TIonghoa sekalipun sudah berbuat banyak untuk "membaur", menghilangkan segala 
yang berbau TIonghoa, dari ganti nama-nya jadi nama yang mirip dengan 
"pribumi", juga banyak yang kawin campur dan bahkan menjadi Islam, tapi tetap 
suasana hidup harmonis dalam masyarakat tidak memuaskan. Kerusuhan-kerusahan 
anti-TIonghoa tetap saja meletus setiap saat, lebih kerap dan lebih besar, dari 
Situbondo, Rengasdengklok, Ujungpandang, ... dan puncaknya yang kita saksikan 
sendiri Tragedi Mei '98. 

Mengapa? Karena selama kekuasaan ORBA itu, kita menghadapi kenyataan pahit 
masih saja ada sementara elite-politik, khususnya dijajaran pejabat tinggi 
Pemerintah dan TNI yang rasis dan dengki pada Tinghoa, berusaha mengambil oper 
posisi Tionghoa dibidang ekonomi, sementara lain justru bersekongkol deengan 
pengusaha Tionghoa untuk memperkaya diri sendiri. Disatu pihak jenderal 
Soeharto "memberi" fasilitas kemudahan berusaha bahkan hak-monopoli pada 
segelintir pengusaha Tionghoa, sehingga lahir konglomerat-konglomerat Tionghoa 
yang dijadikan sapi-perah untuk menggendutkan perut sendiri, dipihak lain 
menjadikan mayoritas Tionghoa yang berada dilapisan menengah-bawah sebagai 
kambing hitam yang patut dikorbankan, yang boleh saja dijadikan tumbal 
kegagalan politik-ekonomi Pemerintah, untuk mengalihkan sasaran kemarahan 
rakyat banyak yang makin menderita kemiskinan pada Tionghoa. Dengan dalih yang 
katanya, "Tionghoa yang tidak lebih dari 3% penduduk, tapi menguasai lebih 70% 
ekonomi",  Tionghoa yang melarikan uang ke luarnegeri, Tionghoa yang melakukan 
penghisapan dan Tionghoa-TIonghoa itulah merusak ekonomi nasional dan membuat 
rakyat menderita kemiskinan sampai sekarang, .... 

Setelah Soeharto lengser dan memasuki masa reformasi/demokrasi lebih 10 tahun 
ini, harus diakui keadaan makin membaik, termasuk posisi dan status Tionghoa di 
Indonesia. Secara hukum dipulihkan kembali untuk menggunakan budaya Tionghoa, 
kebebasan merayakan tahun Baru-Imlek, atraksi Liang-Liong dan Barongsai juga 
diperbolehkan lagi, Konghucu kembali ditempatkan sebagai Agama yang sah di 
Indonesia dan, ... dengan disahkannya UU Kewarganegaraan No.12/2006, yang 
menegaskan Tionghoa yang lahir di Indonesia dan selamanya belum pernah menjadi 
WN-asing adalah Bangsa Indodnesia asli. Dengan demikian bisa memperlakukan 
Tionghoa juga sebagai warga yang sepenuhnya mempunyai hak dan kewajiban sama 
deengan suku-suku lain yang ada. Kembali menegakkan konsep Bangsa Indonesia 
yang tepat, bukan lagi bangsa Pribumi dan menempatkan Tionghoa sebagai 
pendatang.

Oleh karena itu, marilah semua pihak dengan tegas mengkonsekwenkan BHINEKA 
TUNGGAL IKA dalam praktek kehidupan nyata bermasyarakat, harus bisa saling 
menerima dan menghormati segala perbedaan yang ada, ya beda ras, ya beda suku, 
ya beda etnis, ya beda Agama bahkan beda pandangan ideologi-politik. 
Bersama-sama, bergotong-royong membangun masyarakat ini lebih baik dan lebih 
sejahtera lagi. Membangun masyarakat adil dan makmur secepat dan sebaik 
mungkin. Mudah-mudahan begitu.

Salam,
ChanCT

  ----- Original Message ----- 
  From: Lim Wiss 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, December 04, 2008 9:33 AM
  Subject: RE: [budaya_tionghua] Hang-Liong & Babi Buta


  Ini dia yang suka buat provokator J

   

  Apa arti berbaur? Apa harus menikah dengan pribumi? Atau masuk agama Islam? 
Atau tidak mencantumkan nama marga?

  Berbaur? Saya pikir semua orang pasti berbaur, kita khan tinggal di Indonesia.

  Begitu kita ke sekolah saja, karyawan di sekolah ada orang chinesse, ada pula 
orang pribumi. Tidak masalah tuch.

   

  Jangan sebut tragedi 98 itu merupakan hasil tidak berbaur antara orang 
chinesse dengan pribumi, itu fitnah yang disebarkan ke masyarakat.

  Kalau mau tahu itu unsur politik, lalu diprovokasi ama orang2 kalau warga 
keturunan itu yang merusak ekonomi di Indonesia.

   

  Siapa yang mau ngaku? Semua orang tahu siapa yang lebih merusak ekonomi di 
Indonesia.

  Tapi mengapa hanya warga keturunan yang diserang! Karena tidak ada yang 
membela.

  Kalau pejabat diserang, bisa mati! 

  Itulah mental pengecut! Beraninya ama orang lemah!

   

  Kita bisa lihat kejadian di Amerika dulu, di mana orang chinesse belum ada 
yang menjabat di pemerintahan.

  Selalu saja warga keturunan chinesse di Amerika itu jadi bulan-bulanan orang 
bule, dirampok, dijarah, dibunuh, diperkosa.

  Sejak warga keturunan chinesse menjabat di pemerintahan Amerika, barulah 
warga keturunan dilindungi.

   

  Permasalahan beberapa orang tidak mau berbaur, jangan disalahkan dong!

  Kalau kamu tinggal di lingkungan orang yang tidak mampu, apakah kamu berani 
berbaur dgn lingkungan tsb?

  Kalau berbaur, tiap hari ada saja yang pinjam uang minta dikasihani.

  Kalau bayar masih mending. Kalau pinjam, tidak bayar?

  Tiap bulan ada 100 orang aja yang pinjam uang ama kamu Rp 100,000 apa kamu 
masih berani berbaur dengan orang di lingkungan kamu?

   

  Rgds,

  Lim Wiss

   


------------------------------------------------------------------------------

  From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of 
[EMAIL PROTECTED]
  Sent: Wednesday, December 03, 2008 10:18 PM
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
  Subject: Re: [budaya_tionghua] Hang-Liong & Babi Buta

   

  Ah itu prasangka buruk lo pada aja, katanya org cina yg bener2 nasionalis n 
membaur mah gak bakal dibegituin, ga ada tuh yg begituan, itu cuma karena lo 
pada kurang membaur aja, maunya eklucif aje, diem dirumah ga kenal tetangga, 
ada baksos dll ga pernah ikut, klo siskamling cuma sumbang duit doank, coba 
liat tuh cina2 yg membaur n nasionalis gak bakal kena begitu, ga ada tuh 
diskriminasi n niat jelek dr pribumi, mereka cuma pengen bercanda doank, tolong 
yah tenglang2 jgn menyebarkan fitnah yg meresahkan yg bakal menyebabkan 
kejadian 98 terulang lagi ( eh emang ada apaan yah taon 98? Cuma maen kembang 
api bareng n bersih2 rumah dr para parasit aja kan) 
  Ps: itu kata beberapa tokoh cina yang anti diskriminasi n sangat nasionalis 
lho bukan kata g, klo g mah nyasar salah jalan aja pernah ditimpukin batu. Jgn2 
g bkn diindo yah waktu itu, jd bingung dah. 


------------------------------------------------------------------------------

  From: tanita herlina 
  Date: Tue, 2 Dec 2008 20:47:22 -0800 (PST)
  To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
  Subject: Re: [budaya_tionghua] Hang-Liong Babi Buta

  Hehehehe, saya juga punya pengalaman seperti ini waktu SD dulu. Setiap pulang 
sekolah selalu dinyanyikan lagu, syairnya begini:

  Cina loreng, makan babi sekaleng
  Nggak habis gw tempeleng

   lagu itu masih saya ingat dengan jelas, dan sampai sekarang, kalau bertemu 
dengan orang2 yang dahulu menyanyikan lagu itu, saya jadi senyum2 sendiri dalam 
hati.

  Aneh ya, kenapa lagu itu cuma buat orang keturunan Tionghoa, padahal yang 
makan daging babi kan bukan cuma keturunan Tionghoa saja. Bahkan banyak 
Tionghoa yang memeluk agama Islam yang sama sekali tidak tau bau apalagi rasa, 
ataupun memakan olahan dari daging babi (tidak ada maksud sara, hanya mencoba 
berpikir kritis).

  Kalau untuk penanggulangan, saya rasa sampai saat ini belum ada ya Pak Yan, 
tetapi mungkin (ini mungkin lho ya...) anak2 yang bersekolah di sekolah 
internasional/swasta umum tidak merasakan hal2 seperti ini (karena siswanya 
berasal dari berbagai negara/suku dan agama, dan perbedaan bentuk fisik sudah 
menjadi hal yang wajar). 

  Tapi jujur, saya tidak pernah membenci, apalagi sakit hati dengan lagu itu. 
Malahan lagu itu saya jadikan pemacu untuk berprestasi lebih baik (walaupun 
belum jadi yang terbaik).

  Salam
  Lina




------------------------------------------------------------------------------

  From: Yan Widjaja <[EMAIL PROTECTED]>
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
  Sent: Wednesday, December 3, 2008 11:23:34 AM
  Subject: [budaya_tionghua] Hang-Liong & Babi Buta

         

        Hang-Liong & Babi Buta 

          

        Kamsia Tan Lookay atas guyonan sambutannya. Tapi sebenarnya yang 
tersirat dalam naskah tersebut adalah secuil kenangan masa kecil  - yang bukan 
tak mungkin juga dialami Lookay atau teman-teman lain. 

           Sebuah tulisan tak mungkin ujug-ujug nongol begitu saja,  pasti ada 
musababnya, begitu pun dengan ide itu. Muasalnya begini, minggu lalu cayhe 
sempat menonton sebuah film Indonesia terbaru di Taman Ismail Marzuki, Cikini. 
Judulnya, "Babi Buta yang Ingin Terbang", disutradarai  anak muda bernama 
Edwin. Dibintangi antara lain oleh Ladya Cheryl, Pong Hardjatmo, Andara Early, 
dan Joko Anwar. Terselip latar belakang kerusuhan biadab Mei 1998. 

           Ternyata di antara para undangan terlihat banyak Ncek-ncek dan 
Ncim-ncim yang antre untuk menontonnya. Padahal ini bukan film biasa, dalam 
arti sebuah kreasi art yang absurd dan sangat dalam artinya. Rasanya dari 
seratus orang penonton, dijamin seratus orang itu takkan memahami sama sekali. 
Mungkin dalam selaksa penonton baru seorang yang mampu. Terus terang cayhe 
sendiri bukan termasuk orang yang mengerti apa sebenarnya pesan dan maksud 
Edwin, cuma sekadar meraba-raba belaka . 

            Tidak apa-apa, karena yang ingin cayhe sampaikan, ada satu adegan 
kecil dalam film Babi Buta tersebut.  Begini, ceritanya suatu siang di 
Surabaya, dua  anak SD pulang sekolah, satu lelaki satu perempuan. Di sebuah 
lorong sepi, tiga anak mencegat, lalu mulai memukuli si bocah sambil memaki, 
"Cino, Cino!" 

             Jelas bocah keturunan Tionghoa itu tak pernah melakukan kesalahan 
apa-apa pada para pengeroyoknya. Tapi ia mandah saja digebuki begitu! 

            Nah, adegan itulah yang bikin cayhe terkenang pada hopeng Ung yang 
pernah dehem-dehem ketika cayhe semasa bocah dikepung empat anak yang sama 
sekali tak cayhe kenal. 

            Pengalaman serupa pernah terjadi pada sutradara handal Loocianpwe 
Teguh Karya yang bernama asli Steve Lim Tjoan Hock. Ketika kecil dan dicaci, 
"Cina lu, Cina lu!", ia berani balas mengumpat, misalnya,  "Batak lu!" atau 
"Jawa lu!", begitu ceritanya pada cayhe. 

           Bahkan biduan legendaris Chrisye pun mengalami hal sama,  
di-Cina-Cinakan sambil disambit batu. Tentu saja  waktu itu ia masih kecil, dan 
yang dilakukannya hanyalah lari pulang ke rumah sambil menangis . 

           Nah, mungkin ada yang punya pengalaman mirip serta punya  kiat 
penanggulangan selain mengandalkan ginkang Hang-Liong-Si- Pat-Ku-Ping? 

        Soja.
        --- On Wed, 3/12/08, Tantono Subagyo <[EMAIL PROTECTED] com> wrote:

          From: Tantono Subagyo <[EMAIL PROTECTED] com>
          Subject: Re: [budaya_tionghua] Hang-Liong-Si- Pat-Ku-Ping!





           
       

   


------------------------------------------------------------------------------

  Get your preferred Email name! 
  Now you can @ymail.com and @rocketmail. com.

   

   


------------------------------------------------------------------------------



  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG - http://www.avg.com 
  Version: 8.0.173 / Virus Database: 270.9.13/1825 - Release Date: 2008/12/2 
¤U¤È 08:44

Kirim email ke