Kang Sur yb,

Maaf seandainya jawaban saya malah jadi bikin bingung, ... saya akan coba 
sekali memberikan penjelasan tambahan, tapi dengan syarat, cobalah bersikap 
netral dalam menilai PS, jangan memastikan lebih dahulu PS hanya 
dikambing-hitamkan, tapi juga tidak usah memastikan PS terlibat. Masalah 
kepastian sebagai putusan terakhir menilai pribadi PS, kita taroh dipaling 
akhir saja, dan tidak perlu kita-kita orang kecil yang beri keputusan atau 
kepastian begitu. 

Dengan sikap kang Sur memastikan PS hanya dikambing-hitamkan, menjadi menuding 
fokus saya hanya pada PS seorang? Padahal tidak ada maksud saya begitu! Saya 
hanya ajukan keraguan saya, dan tidak seharusnya PS hanya berkelit membantah 
tuduhan yang selama ini diisukan, tanpa memberikan penjelasan untuk 
menjernihkan masalah. Saya tidak menuding PS, tapi ajukan pertanyaan: "kalau PS 
bilang, segerombol pemuda provokator yang didatangkan bertruk-truk itu bukan 
dia yang perintahkan, lalu siapa? Mungkinkah kekuatan mahasiswa dari parpol dan 
Islam? Kalau bukan seorang jenderal yang gerakkan, kenapapula Kodam dan Polda, 
Kapolri diam-diam saja tidak kerahkan pasukan untuk menindas kerusuhan yang 
meledak? Bukankah sejak awal Mei itu mereka cukup keras menindas aksi 
mahasiswa, sampai jatuh korban-jiwa? Apa sesungguhnya yang terjadi, Jakarta 
ketika itu ditanggal 13-14 Mei '98 dibiarkan dalam keadaan vacum, tidak ada 
aparat keamanan yang mentgertibkan dan menindas kerusuhan yang meledak?" Begitu 
pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan, dengan tidak bermaksud sudah menuding 
apalagi memastikan PS yang gerakkan provokator itu.

PS dalam jajaran pejabat begitu tinggi, setidaknya dia berkemampuan untuk 
mengetahui, mencium siapa sesungguhnya yang gerakkan itu provokator, tapi, ... 
kenapa sampai lebih 11 tahun telah lewat tetap saja diam tak bersuara? Sebagai 
pangkostrad sekalipun cadangan strategis, dengan menguasai 44 batalyon, tentu 
berkekuatan lebih dari cukup untuk mentertibkan kerusuhan seandainya dia mau, 
dimana naluri kemanusiaan dia setelah melihat Kodam dan Polda diam tidak 
bergerak. Kenapa tetap saja biarkan dan diam? Seandainya lagi, kalau dia 
dapatkan perintah penglima ABRI untuk juga diam, sekalipun dia harus tunduk, 
... kenapa pula dia tidak ajukan pendapat lain dan membuka masalah dengan 
biarkan diri jadi kambing-hitam? Kenapa dia tidak ikuti jejak mertuanya dalam 
menumpas G30S, menggerakkan pasukan Kostrad atau Kopapsusnya untuk mentertibkan 
kerusuhan yang terjadi? Atau benar seperti kata jenderal Sintong, ketika itu PS 
sedang siap-siap lancarkan kudeta saja?

Ya, ... banyak masalah misterius dijenjang atas ketika itu, dan sudah 
seharusnya dijernihkan untuk mentuntaskan masalah. Masalah pelanggaran HAM 
berat yang terjadi dalam perjalanan sejarah bangsa ini, jangan dibiarkan lewat 
begitu saja, apalagi untuk dilupakan. Lalu tokoh-tokoh yang seharusnya 
bertanggungjawab boleh saja lolos dari sanksi HUKUM. Syukur kalau orang-orang 
macam itu sudah keburu mati dan tidak bisa bikin korban berikut, tapi kalau 
ternyata malah berhasil pegang kekuasaan, itu kan sangat mengerikan?! Siapa 
bisa jamin tidak akan terulang lagi kerusuhan yang  mencelakan rakyat bahkan 
dengan jatuhkan korban lebih besar, ... dan kalau pengalaman begitu ditiru dan 
dilakukan oleh jenderal-jenderal lainnya, kan juga berarti celakakan rakyat 
lagi jadi berdarah-darah, .... mudah-mudahan saja tidak sampai begitu.

Terus terang saja kang Sur, saya termasuk seorang yang kecewa pada Mega dengan 
dipilihnya PS sebagai cawaapresnya, ... yang saya kuatirkan akan membuat 
pendukungnya lebih merosot. 

Salam damai,
ChanCT

  ----- Original Message ----- 
  From: gsuryana 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, June 20, 2009 11:29 PM
  Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Dari Tatap Muka Prabowo Subianto dengan 
Kalangan Tionghoa





  Sebenarnya ada 1 kesimpulan yang patut dicerna.......

  PDI-Perjuangan dibawah Mega memiliki sebuah komitment yang sangat ketat, 
didalam berhubungan dengan para mantan tentara, sebelum bisa bertemu dengan 
Mega, maka otomatis akan meliwati beberapa filter, karena PDI-Perjuangan tidak 
ingin nama partai menjadi rusak karena salah memilih orang, apalagi dari TNI.
  Sayangnya umum tidak mau memperhatikan detail ini, hanya menyama ratakan 
semata.
  ( Maaf aku memang kader PDI-Perjuangan, jadi minimal mengetahui proses 
masuknya tokoh ke partai PDI-Perjuangan )

  PS sudah bisa dipastikan dijadikan kambing hitam, karena Cang Ato sudah pasti 
lengser ( lha di tanjung priok sudah ada yang jaga ketat koq ), dan siapa yang 
paling mudah dijadikan kambing hitam setelah Cang Ato lengser ?, di saat itu 
rising star bisa dibilang ada 3 orang.
  ( PS, Sintong dan SBY ),  makanya memberi mandat penuh ke Pangab waktu itu 
Wir, dan Wir memang memiliki surat mandat penuh mirip dengan super semar ( 
hanya tidak digunakan oleh Wir , dan pernah di perlihatkan ke umum juga aku 
pernah melihat aslinya )

  Selama masih ngotot menuduh PS sebagai dalang Mei, maka selama itu pula otak 
sudah tercuci dan selama itu pula kasus Mei tidak akan pernah terungkap, karena 
belum apa apa sudah di fokus kan ke seorang PS, dan itu bisa membuat kasus Mei 
semakin hilang.

  Yang belum bisa menjawab, mengapa dunia Barat dalam hal ini Mahkamah 
International tidak melakukan black list kepada para Jendral Indonesia yang 
pada saat itu memiliki kemampuan untuk menggerakan pasukan dan polisi ( mulai 
dari Pandam, Kapolda, Pangab, Kasad, sedang Pangkostrad sekali lagi bukan 
jabatan yang mampu secara langsung memerintahkan pasukan bisa bergerak kesana 
sini, Pangkostrad hanya bisa mem BKO kan pasukan ke Pandam, Kapolda dan ini pun 
bisa diperintah oleh Pangti dan Pangab.

  Padahal berdasarkan gosip banyak nian cacat TNI dijaman Cang Ato....ada apa 
dibalik ini semua ?

  Kadang aku bingung juga dengan Pak Chan, karena fokusnya hanya ke satu orang 
PS, padahal untuk bisa menggerakan kerusuhan pada saat itu bukan Jakarta saja, 
masih ada Medan, Solo dalam hal ini minimal ada tambahan 2 Pangdam dan 2 
Kapolda selain Jakarta.

  Aku biarpun tinggal di Bogor bukan nya tidak prihatin, lha banyak kerabat dan 
saudaraku tinggal di Jakarta, apa aku juga tidak kecewa ?

  Bila bertanya mengapa Jakarta Vakum ?.........mengapa ditanyakan ke PS ?, kan 
ada Pangdam, dan Kapolda ( mohon di ingat pada saat itu Polisi banyak menerima 
pasukan yang di BKO kan dari TNI, karena belum dipecah seperti saat ini, dimana 
Polisi dan TNI sudah menjadi 2 organisasi terpisah. )
  Silahkan tanya kepada Pak Safry Samsoedin dan Kapolda Hamaminata (?)

  sur.
  ps.
  Mengenai Sintong...........no comennt, yang aku tahu beliau sangat dekat 
dengan HBB
    ----- Original Message ----- 
    From: ChanCT 
    Kang Sur yb,

    Sebenarnya saja bukan saya yang menduga Prabowo terlibat atau dalang 
Tragedi Mei '98, tapi itulah yang dituduhkan media, juga jenderal Sintong dalam 
bukunya yang cukup bikin heboh itu, ... dan, itulah sesungguhnya yang harus 
dijernihkan baik oleh PS pribadi maupun aparat hukum. Menemukan kebenaran siapa 
sesungguhnya yang harus bertanggungjawab terjadinya Tragedi Mei '98 itu. Jangan 
dibiarkan saja tetap gelap dan misterius.

    Tidak hanya jenderal PS, tapi banyak tokoh sudah meyakini bahwa kerusuhan 
Mei itu terorganisasi secara sistematis untuk mencapai tujuan tertentu. Lalu, 
siapa sesungguhnya yang berkemampuan mengorganisasi secara sistematis begitu? 
PS yang berada dalam jajaran begitu tinggi, menjabat Pangkostrad setidak-nya 
banyak mengetahui masalah dan sebagai anak bangsa yang bernaluri kemanusiaan, 
seharusnya tampil untuk ikut menjernihkan masalah. Tidak menampik tuduhan 
begitu saja, dengan menyatakan: "bukan saya yang memerintahkan, diatas saya 
masih ada yang berhak menurunkan perintah". Itukan ucapan yang keluar dari 
mulut orang awam dibawah, yang memang tidak tahu apa-apa.

    Lha, kalau PS bilang, segerombol pemuda provokator yang didatangkan 
bertruk-truk itu bukan dia yang perintahkan, lalu siapa? Mungkinkah kekuatan 
mahasiswa dari parpol dan Islam? Kalau bukan seorang jenderal yang gerakkan, 
kenapapula Kodam dan Polda, Kapolri diam-diam saja tidak kerahkan pasukan untuk 
menindas kerusuhan yang meledak? Bukankah sejak awal Mei itu mereka cukup keras 
menindas aksi mahasiswa, sampai jatuh korban-jiwa? Apa sesungguhnya yang 
terjadi, Jakarta ketika itu ditanggal 13-14 Mei '98 dibiarkan dalam keadaan 
vacum, tidak ada aparat keamanan yang mentgertibkan dan menindas kerusuhan yang 
meledak? 

    Yaaah, saya tidak berkemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan 
oleh umum, dan sekalipun peristiwa sudah lewat 11 tahun tetap tinggal menjadi 
tanda-tanya besar, ... dan tentu saja itu tetap menyakiti banyak hati para 
korban. Karena tidak juga dapatkan kejernihan dan keadilan untuk menindak 
tokoh/dalang yang harus bertanggungjawab.

    Salam,
    ChanCT

      ----- Original Message ----- 
      From: gsuryana 
      To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
      Sent: Thursday, June 18, 2009 



  


------------------------------------------------------------------------------



  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG - www.avg.com 
  Version: 8.5.339 / Virus Database: 270.12.68/2175 - Release Date: 06/14/09 
05:53:00

Kirim email ke