Yup...... Pada hakekatnya masalah Mei adalah sebuah tragedi yang sebenarnya masyarakat bisa tahu dan menduga duga. Dan dugaan tidak akan menjadi masalah, karena namanya juga dugaan. Dan akan menjadi masalah disaat memaksakan kehendak kepada seseorang pangkostrad, mengapa tidak mempertanyakan kepada Pangab, Pangti ( sekarang sudah terlambat karena sudah almarhum ), Pangdam, Kapolda, Kapolri, BIN, BIA, BAIS dan tentunya juga agen asing. ( mohon di ingat agen asing sudah masuk lama sebelum tragedi Mei berlangsung, begitu mahasiswa mulai melakukan banyak demo dan orasi, pada saat itu juga asing masuk ). Dan mohon di ingat mahasiswa terutama PRD melakukan orasinya di kandang Banteng, sampai akhirnya beberapa aktivis di ciduk ( oleh tim mawar PS sebelum di angkat jadi Pangkostrad ), dan para aktivis saat ini malah banyak yang bergabung dengan PS malah beberapa diantaranya menjadi anggota DPR Pusat ( seingatku ada sekitar 3 orang dedengkot aktivis masuk ke DPR melalui partainya PS/Gerindra.
Apakah para Aktivis tersebut tidak peduli dengan peristiwa Mei ? Yang menjadi aku prihatin, mengapa kasus Mei yang sedemikian besar menjadi difokus kan kepada seorang PS ? berdasarkan apa sehingga PS harus bertanggung jawab ?. Bila sekarang tidak memilih Mega pun, silahkan, lha aku pribadi tidak akan mendapatkan bintang jasa maupun materi bila Mega menang, biarpun aku aktif di PDI-Perjuangan yang pasti pilihanku adalah kebenaran, dan bila dibenak ku tidak benar, aku cukup tiarap dari partai, lha dibayar kagak, keluar uang mah iya. Mengenai kemerosotan PDI-Perjuangan, jujur saja bukan karena Mega ansich, memang kader partai yang ada belum terbiasa dengan kondisi yang cepat mengalami perubahan, dan ini bukan dialami oleh PDI-Perjuangan semata, kita mau tidak mau harus melihat peta politik secara nasional, semisal PDI-Perjuangan yang turun, harus diteliti karena apa, demikian juga Golkar yang turun, dan PPP ( aku tulis 3 partai ini karena ke 3 partai ini sudah eksis lama dan memiliki jaringan sampai ke akar rumput ). So bagi yang tidak suka PS, silahkan saja pilih yang lain aku tidak mau berkampanye mengenai Capres di millis ini. ( Bila Pak Chan tidak membawa kasus PS ke millis ini, aku juga tidak akan memberi komentar karena millis ini kurang menyukai tulisan yang bernuansa politis. Aku hanya tidak suka membawa kasus Mei yang merupakan tragedi besar dibuat menjadi tragedi karena ulah seorang PS, terlalu bodoh menurut pandanganku. ( BIla memang ulah PS seorang maka penghentian jabatan Pangkostrad bukan dikarenakan kasus penculikan, ingat dicopot dari posisi Letjen dengan masa depan cerah adalah sebuah pukulan paling menyakitkan bagi orang yang mengalaminya, dan dicopot karena kasus penculikan adalah pencopotan yang memalukan ) Untuk pelanggaran HAM berat, yang bisa mengadili adalah Mahkamah International, adalah mustahil pelanggar HAM berat di adili oleh negara dimana dia tinggal. ( silahkan pelajari kasus kasus pelanggaran HAM berat, mulai dari 65 sd 1998 dimana peranan Mahkamah International ?, banci kah ?, merem kah ? ), dan mengapa baru sekarang di ulang ulang lagi lagu lama ? ( 11 tahun dengan isi yang sama ). Mengapa tidak belajar dari pengalaman ?, apa acara tahunan akan tetap sama lagunya, bahwa Mei tanggung jawab nya ada di para Jendral dan terutama di PS ?, mohon direnungkan dengan kepala dingin. Mohon di ingat aku peduli dengan peristiwa? bukan Mei semata. apalagi untuk Mei, aku memiliki banyak sanak saudara di Jakarta yang tinggal menyebar di semua wilayah JKT, dan rumah ku di Bogor menjadi tempat pengungsian kaum Perempuan, sedang yang Pria melakukan penjagaan dan siap kabur setiap saat, bukan lah sebuah pengalaman yang menyenangkan karena beberapa hari serba was was siapa kena korban dan siapa tidak kena. sur. ----- Original Message ----- From: ChanCT Kang Sur yb, Maaf seandainya jawaban saya malah jadi bikin bingung, ... saya akan coba sekali memberikan penjelasan tambahan, tapi dengan syarat, cobalah bersikap netral dalam menilai PS, jangan memastikan lebih dahulu PS hanya dikambing-hitamkan, tapi juga tidak usah memastikan PS terlibat. Masalah kepastian sebagai putusan terakhir menilai pribadi PS, kita taroh dipaling akhir saja, dan tidak perlu kita-kita orang kecil yang beri keputusan atau kepastian begitu. Dengan sikap kang Sur memastikan PS hanya dikambing-hitamkan, menjadi menuding fokus saya hanya pada PS seorang? Padahal tidak ada maksud saya begitu! Saya hanya ajukan keraguan saya, dan tidak seharusnya PS hanya berkelit membantah tuduhan yang selama ini diisukan, tanpa memberikan penjelasan untuk menjernihkan masalah. Saya tidak menuding PS, tapi ajukan pertanyaan: "kalau PS bilang, segerombol pemuda provokator yang didatangkan bertruk-truk itu bukan dia yang perintahkan, lalu siapa? Mungkinkah kekuatan mahasiswa dari parpol dan Islam? Kalau bukan seorang jenderal yang gerakkan, kenapapula Kodam dan Polda, Kapolri diam-diam saja tidak kerahkan pasukan untuk menindas kerusuhan yang meledak? Bukankah sejak awal Mei itu mereka cukup keras menindas aksi mahasiswa, sampai jatuh korban-jiwa? Apa sesungguhnya yang terjadi, Jakarta ketika itu ditanggal 13-14 Mei '98 dibiarkan dalam keadaan vacum, tidak ada aparat keamanan yang mentgertibkan dan menindas kerusuhan yang meledak?" Begitu pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan, dengan tidak bermaksud sudah menuding apalagi memastikan PS yang gerakkan provokator itu. PS dalam jajaran pejabat begitu tinggi, setidaknya dia berkemampuan untuk mengetahui, mencium siapa sesungguhnya yang gerakkan itu provokator, tapi, ... kenapa sampai lebih 11 tahun telah lewat tetap saja diam tak bersuara? Sebagai pangkostrad sekalipun cadangan strategis, dengan menguasai 44 batalyon, tentu berkekuatan lebih dari cukup untuk mentertibkan kerusuhan seandainya dia mau, dimana naluri kemanusiaan dia setelah melihat Kodam dan Polda diam tidak bergerak. Kenapa tetap saja biarkan dan diam? Seandainya lagi, kalau dia dapatkan perintah penglima ABRI untuk juga diam, sekalipun dia harus tunduk, ... kenapa pula dia tidak ajukan pendapat lain dan membuka masalah dengan biarkan diri jadi kambing-hitam? Kenapa dia tidak ikuti jejak mertuanya dalam menumpas G30S, menggerakkan pasukan Kostrad atau Kopapsusnya untuk mentertibkan kerusuhan yang terjadi? Atau benar seperti kata jenderal Sintong, ketika itu PS sedang siap-siap lancarkan kudeta saja? Ya, ... banyak masalah misterius dijenjang atas ketika itu, dan sudah seharusnya dijernihkan untuk mentuntaskan masalah. Masalah pelanggaran HAM berat yang terjadi dalam perjalanan sejarah bangsa ini, jangan dibiarkan lewat begitu saja, apalagi untuk dilupakan. Lalu tokoh-tokoh yang seharusnya bertanggungjawab boleh saja lolos dari sanksi HUKUM. Syukur kalau orang-orang macam itu sudah keburu mati dan tidak bisa bikin korban berikut, tapi kalau ternyata malah berhasil pegang kekuasaan, itu kan sangat mengerikan?! Siapa bisa jamin tidak akan terulang lagi kerusuhan yang mencelakan rakyat bahkan dengan jatuhkan korban lebih besar, ... dan kalau pengalaman begitu ditiru dan dilakukan oleh jenderal-jenderal lainnya, kan juga berarti celakakan rakyat lagi jadi berdarah-darah, .... mudah-mudahan saja tidak sampai begitu. Terus terang saja kang Sur, saya termasuk seorang yang kecewa pada Mega dengan dipilihnya PS sebagai cawaapresnya, ... yang saya kuatirkan akan membuat pendukungnya lebih merosot. Salam damai, ChanCT