Bukan hanya 'alien' Boantjioe (Manchu) dari dinasti Tjeng (Qing), tetapi juga 
'alien' Mongol dari dinasti Goan (Yuan), sudah dianggap sebagai 'pribumi'.

Karena kedua dinasti penjajah itu lalu menyerapkan dirinya pada budaya Han, 
maka mereka kemudian dianggap 'orang' Cina.
Sehingga di kemudian hari prestasi kaisar Kublai Khan dari dinasti Goan, 
misalnya, dan prestasi kaisar Kian Liong (Qianlong) dari dinasti Tjeng, 
misalnya lagi, sudah menjadi kebanggaan seluruh Tiongkok.

Walaupun di jamannya masing-masing ada saja pemberontakan untuk memerdekakan 
bangsa Han.

Wasalam.

========================= 

  ----- Original Message ----- 
  From: shinmen takezo 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, November 30, 2009 11:17 AM
  Subject: Re: [budaya_tionghua] OOT: Percaya ga Percaya: baru ngobrol dengan 
cicit Kaisar Guang Xu di Jakarta


    
  apek liang u 

  yang menarik di bahas adalah apa pandangan tiongkok terhadap dinasti "alien" 
qing , sebagai bagian dari sejarah tiongkok , apa kekalahan peperangan atau 
penghinaan terhadap qing , juga bisa dianggap penghinaan juga terhadap tiongkok 



  2009/11/30 liang u <lian...@yahoo.com>

      

    Dik Christ, 
      Sangat menarik ceritanya, sayang saya jauh di Singapore, kalau tidak 
sudah datang minta  dikenalkan kepadanya. Mungkin yang aneh adalah dinasti Qing 
dikuasai oleh orang Man (Mancu) atau Boan menurut logat Hokkian,bukan Monggol. 
Yang diperintah Mongol adalah dinasti Yuan atau Guan.
    Ketika saya ke Beijing, saya pernah mengunjungki Qing Xi Ling atau makam 
barat kaisar dinasti Qing yang terletak di kabupaten Yi keresidenan Baoding 
propinsi Hebei. Hari pertama pagi-pagi diantar tuan rumah meninjau waduk yang 
sekarang menjadi tempat wisata, siang pulang makan di rumah penduduk, setelah 
makan sorenya mau diajak ke Qing Xi Ling itu, tapi malang hari hujan, maka 
sayapun tidur. Ketika bangun ada tamu di sana tadinya saya kira tamu tuan rumah 
saja. Tapi saya terkejut kalau ia datang mencari saya. Katanya jangan tidur di 
sini (di rumah petani tuan rumah) udara sudah dingin dan ranjang keras, tidur 
saja di hotel, nanti dia yang urus, kalau mau saya telpon sekarang, jangan 
pulang besok, kita ke Qing Xi Ling dulu, katanya kemudian.
       Karena hari hujan dan sudah mulai gelap (maklum sudah Oktober) udara 
cukup dingin, sebetulnya saya tak niat keluar, hanya kurang enak terhadap tuan  
rumah, tapi kelihatan tuan rumah seolah memberi isyarat untuk saya turut saja. 
Akhirnya saya mengiakan, tamu  bilang, nanti saya pindahkan mobil ke depan 
rumah. Ia pun membawa payung keluar, depan rumah adalah jalan tanah, kira-kira 
100 meter dari jalan kampung yang diaspal. Setelah ia keluar, tuan rumah 
bilang, ia orang kampung sini asalnya, ia ketua pengadilan negeri kabupaten 
katanya, saya tertegun. Bagaimana ia tahu saya dan bagaimana ia tahu kedatangan 
saya? Tuan rumah bilang mungkin dari mulut penduduk kampung, dikampung seorang 
asing datang, seluruh kampung tahu, jangan khawatir katanya, orang kampung sini 
semua sne Li , masih ada hubungan keluarga semua. 
       Ketika kami keluar, di depan sudah ada mobil dinas Pengadilan 1. Haha, 
saya seorang kaypang diajak naik mobil pemerintah dan ditempatkan di hotel 
sebagai tamu pemerintah daerah. 
       Di jalan ia bilang undur dua tiga hari, kita keliling dulu, di sini 
banyak peninggalan sejarah. Kami libur nasional seminggu katanya. Tapi saya 
terpaksa menolak, karena jadwal sudah pasti pesawat tak dapat diubah. Dengan 
menyesal kelihatannya ia berkata, kalau begitu kita mampir sekarang. Kami 
mampir ke makam pertama yang kami lewati, ialah makam kaisar Jiaqing, salah 
satu makam terbesar di kompleks itu . Hari hujan, dan sudah gelap makam tak ada 
listrik, lapangan luas, karena itu jalan agak licin, ia menunggu di depan 
dengan isteri saya, karena isteri tak berani jalan di jalanan licin, kedua 
lututnya pernah dioperasi. Saya pergi dengan putri tuan rumah petani tempat 
saya menginap sehari sebelumnya. Makan sangat luas sayang aulanya yang penuh 
dengan gambar dan keterangan tentang Jiaqing, tak dapat terbaca lagi karena 
sudah mulai gelap. Akhirnya kamipun keluar. Di luar gerbang ada deretan rumah 
gedung, jelas bukan rumah petani, ia bilang inilah turunan mantan pegawai 
istana dinasti Qing yang sampai sekarang masih tinggal di situ mengurus makam. 
Dulu mereka kerja bakti, tanpa gaji, tapi setelah reformasi mereka diberi honor 
lagi, sebagai penjaga benda bersejarah. Di samping itu di sana ada makam 
ibusuri Cixi yang kenamaan yang menyebabkan dinasi Qing murat marit. Cixi di 
makamkan disana, jenazah sudah diangkut dengan kereta api. Jalan kereta api ke 
kabupaten ini adalah jalan khusus untuk keluarga kerajaan yang mau sembahyang 
ke makam kaisar. 
       Keluar dari makam Jiaqing hari sudah gelap benar, sayang katanya dia 
salah, harusnya ke makam Yongzheng dulu (Yong Ceng) kaisar tangan besi yang 
berhasil mempertahankan kegemilangan dinasti Qing yang diwariskan oleh salah 
satu kaisar yang paling berhasil dalam sejarah Tiongkok yaitu ayahnya Yong Ceng 
kaisar Kangxi.  Pak Hakim bilang, lain kali datang lagi dan atur waktu jangan 
terlalu mepet ia bilang, kami libur seminggu karena hari Nasional. Kalaupun 
saya ada halangan, katanya lagi, ada supir yang akan mengantar. 
      Hari kedua pagi-pagi pak Hakim sudah datang ke hotel, mengajak makan pagi 
dan langsung mengantar kami dengan mobil dinas ke Beijing. Jangan naik bis 
katanya, hujan, bis becek. Supir libur tak ada di tempat saya antar sendiri 
sampai ke hotel di Beijing. Jadilah pak Hakim supir dan saya sebagai tamu 
pemerintah daerah. Dunia terbalik pikir saya, saya hanya heran, kabarnya 
pejabat sombong-sombong bagaimana seorang ketua pengadilan negeri kabupaten, 
mau membawa mobil sendiri, menjemput kami di kampung, mengantar ke makam 
kaiisar dan akhirnya mengantar kembali ke hotel. Saya juga perhatikan, setiap 
lewat gerbang tol, ia bayar, masuk ke halaman makam kaisar ia juga membeli 
karcis bahkan membelikan kami karcis. Ketika sampai ke depan hotel, penjaga 
gerbang bertanya mau masuk ke kompleks hotel ada urusan apa, baru portal di 
angkat. Sebetulnya dari mobil sudah kelihatan tulisan yang besar. Pengadilan 
Negeri Kabupaten Yi no. 1.
      Sampai di hotel iapun mengantar kami masuk ke reseptionis untuk mengambil 
kunci kamar. Ketika saya ajak makan dulu, di hotel ada rumah makan, ia menolak 
dan pamitan pergi.
      Kalau semua pejabat seperti itu, saya pikir, Tiongkok akan melesat lebih 
cepat, selama ini saya dengar pejabat sombong, korup dan memandang rendah 
rakyat miskin. Pengalaman yang sangat berbeda dengan masukan yang selalu saya 
dengar, 
      Di samping itu, di Beijing, saya kedatangan tamu lain yang di luar 
dugaan. Seorang profesor dari Universitas Minoritas datang malam-malam 
menjenguk kami di hotel di antar oleh seorang mahasiswi Mancu yang saya kenal. 
Surprise!  Saya tak sempat bertanya termasuk etnis apa dia? Sedang hotel tempat 
menginap saya hanya hotel bintang 2! Mahasiswi Mancu tsb juga menggunakan sne 
Wang (Hokkian Ong) .
       Cerita Sdr. Christ di atas saya rasa lebih banyak benarnya. Mereka 
menggunakan sne Ong mungkin karena merasa masih keturunan dari kerajaan, ong 
berarti raja. 
       Kalau ada waktu, saya kira moderator perlu mengirim orang untuk 
mengetahui lebih dalam, ini adalah sejarah Tiongkok yang luput dari perhatian 
orang. Di Tiongkok, dinasti Qing tidak lagi dianggap penjajahan, karena orang 
Mancu adalah salah satu etnis resmi di Tiongkok. Demikian juga dinasti Utara, 
seperti Wei utara, karena orang etnis yang menjadi raja sekarang adalah bagian 
dari etnis bangsa Tionghoa. Mongolia agak lain, pendapat masih terpecah. Karena 
etnis Mongol sekarang mempunyai negara Mongolia, tapi sebagian termasuk etnis 
dalam wilayah Tiongkok, jadi adalah termasuk etnis bangsa Tionghoa (Zhonghua 
Minzu). 
    Catatan:
       Dinasti Qing (1616-1911),  Kangxi, kaisar ke-4 sejak berdirinya negara 
Jin (Kim) II  dan Kaisar ke -3 setelah negara Jin diproklamirkan menjadi 
dinasti Qing (Ceng atau Cing) , Yongzheng, kaisar ke 5, Jiaqing kaisar ke 7, 
Guangxu kaisar ke 11 dan Puyi kaisar ke 12 (terakhir).
    Dinasti Qing ini diperintah oleh keluarga Aixinjioro (orang barat 
menulisnya sebagai Aisingioro) .




----------------------------------------------------------------------------
    From: save_mynit <save_my...@yahoo.com>

    To: budaya_tionghua@yahoogroups.com

    Sent: Sun, November 29, 2009 5:20:54 PM
    Subject: [budaya_tionghua] OOT: Percaya ga Percaya: baru ngobrol dengan 
cicit Kaisar Guang Xu di Jakarta


      
    Salam teman2,

    Boleh percaya atau tidak. Saya pun separuh percaya separuh tidak. Dalam 
minggu ini baru bertemu dan berkenalan dengan seorang Mongol yg lahir di 
Indonesia. Ketika dia menceritakan asal-usulnya, dia cerita kalau neneknya 
adalah putri tertua Kaisar Guang Xu - kaisar yang memerintah tepat sebelum the 
last emperor Pu Yi.

    Alkisah, saat Kakek Buyutnya memerintah di Cina, pemerintahan tersebut 
katanya dicemburui dan diambil alih lewat kelicikan XiCi saudara sepupunya. 
Sang Kakek buyut (Guang Xu) akhirnya tewas diracun. Menurut ceritanya, Kaisar 
Guang Xu mempunyai lebih dari satu istri. Dari istri pertama, dia sama sekali 
tidak menghasilkan keturunan laki2 (bayi yang dilahirkan berupa ketuban yg 
isinya air-tidak ada bayinya). Sedang dari istri ke dua ia memiliki 8 (lupa 
kayaknya) putri dan putri tersulung adalah nenek dari si cicit ini.

    Karena Kaisar Guang Xu tidak punya penerus laki2 maka secara licik XiCi 
menunjuk anak laki2 dari adik kaisar Guang Xu, yakni Puyi yg masih kecil. 
Jadilah Guang Xu dilengser diteruskan oleh kaisar kecil Puyi. Cerita 
selanjutnya, Puyi pun menderita (ceritanya disiksa oleh Jepang, dituduh 
mendalangi pemberontakan, dan seterusnya). Puyi pun sempat kabur dari Cina, dan 
pada suatu saat kembali ke Cina tapi menyerahkan stempel kaisar (tanda menolak 
menjadi kaisar). Selanjutnya hidup Puyi seperti rakyat jelata, miskin dan 
sempat berjualan kembang.

    Bagaimana cicit Kaisar Guang Xu bisa sampai di Indonesia? Menurut si cicit 
ini, pada masa coup di pemerintahan Guang Xu, seluruh keluarga dan anak2 Guang 
Xu dibabat habis. Itu pula yang menurut si cicit ini, neneknya selalu dendam 
pada Sun Yat Sen. Menurut kisahnya, 6 dari saudara2 sang nenek dikejar dan 
dibunuh. Akhirnya si nenek memutuskan untuk lari sampai ke Indonesia.

    Di Indonesia (ini uniknya) si Nenek turun Jakarta, di tempat yang disebut 
"Pasar Pancoran" - katanya ini adalah Glodok jaman dulu. Dan di Indonesia dia 
mencari2 orang China yang cukup besar yang bisa jadi tempat perlindungan. Pada 
cerita inilah sang cicit menyebut nama seorang mantan orang terkaya Asia pada 
jaman itu: Oei Tiong Ham yang juragan gula. Katanya, Oei Tiong Ham mengirim 
orang untuk menjemput si Nenek yang masih keluarga Kaisar Guang Xu itu dengan 
mobil dan diantar hingga ke Semarang.

    Selanjutnya, demi menghilangkan jejak maka sepakatlah si Nenek ini untuk 
ganti marga. Kebetulan marga yang dipakai adalah marga Hokkian: Ong. Saya lupa 
tanya, bagaimana jelasnya, kalau tidak salah si cicit ini punya ayah asli dari 
Mongol (mungkin cucu langsung Kaisar Guang Xu) dan menikah dengan seorang 
perempuan Tionghoa yang berasal dari Menado. Si cicit ini pun lahir di Sana dan 
sempat kembali ke Mongolia.

    Usia si cicit ini masih muda. Beda kira2 2 tahun dengan saya. Do you 
believe it? Sekarang kalau saya mau ngobrol dengan si cicit ini, hanya tinggal 
jalan kaki sekian puluh meter dari rumah. Dan saya masih penasaran untuk 
ngobrol lagi dengan si cicit yang berwajah sangat totok dengan alis tinggi dan 
tekstur tulang wajah yang sangat mirip orang Cina daratan (kulit agak hitam dan 
sipit).

    Percaya gak percaya....

    Salam
    Abdi Christ








  

Kirim email ke