Apakah salah seandainya biaya seorang engineer bergaji 1000 USD/day (billing
charge) ? mohon dibaca jumlah ini adalah "billing charges" bukan gajinya
looh, karena akan dipotong cem-macem. Katakanlah dia hanya mengantongi 500
USD/day, apakah ketinggian ?

Cuman nambah dikit ajah. Semoga kita tidak menyalahkan mereka yg bergaji
tinggi, barangkali gaji kita yang kerendahan.
Aku juga tahu ada juga orang Indonesia yg kerja di BSP (temennya Herman)
mendapatkan lebih dari 1000 USD/hari. Dan itu yang wajar ...

rdp

----- Original Message -----
From: "sugeng.hartono" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Friday, February 14, 2003 12:18 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia-kebun mangga kita


> Pak Koesoema Yth,
> Dulu sewaktu jadi mudlogger di Natuna, laut Jawa, Kaltim, Irja dll saya
> terkagum-kagum akan 'kehebatan' Oil Co. Baru setelah bekerja di Oil Co.
saya
> prihatin. Ternyata semua 'kehebatan' itu masuk ke dalam biaya operasi,
> istilah menterengnya: 'cost revovery', yang akhirnya ditanggung oleh
> Republik. Saya lihat 'cost recovery' ini benar-benar 'dimanfaatkan' oleh
> para Oil Co. (investor?). Dalam hati saya bertanya: bagaimana caranya
> merubah PSC agar Oil Co. ini secara otomatis akan melakukan penghematan
> (tanpa pengawasan) karena kalau tidak berhemat keuntungan mereka akan
> mengecil. Konon PSC di Malysia ada istilah "revenue over cost" yang
> berhubungan dengan split; kalau revenue/cost angkanya besar maka split
bagus
> (mungkin 80% dan 20% untuk Oil co.) tetapi kalau angkanya kecil (karena
cost
> tinggi=boros) maka splitnya lain, mungkin 90%-10%. Jadi Oil co. di sana
akan
> berusaha se-efisien mungkin.
> Ada seorang manager expat mengundang dua rekannya dari USA, lalu diberi
> titel 'advisor' lumpur pemboran di 'drilling rig' dengan honor yang aduhai
> (hampir $1000/hari). Padahal di situ sudah ada seorang 'drilling fluid
> engineer' nasional yang handal dengan jam terbang lebih dari 15 tahu
> (kenyataannya advisor tidak bekerja, hanya check-check, mengobrol dan
> lihat-lihat laporan, saya lihat karena saya wellsite geologistnya).
Advisor
> ini bekerja 28 hari di Indonesia (kantor/rigsite), lalu cuti 28 hari di
> kampungnya. Kalau dua "advisor" ini sempat bekerja selama dua tahun,
berapa
> ribu dolar uang yang harus dikeluarkan Oil co. untuk membiayai mereka.
> Tetapi karena masuk 'cost recovery', masuk ke biaya sumur, akhirnya
Republik
> lah yang menanggung. Kita tidak bisa menyalahkan advisor tersebut karena
> mereka sudah 'mengantongi' ijin kerja yang dikeluarkan oleh BPPKA (waktu
> itu), Ditjen Migas dan Depnaker. Masih banyak contoh lainnya yang
> berhubungan dengan 'pemanfaatan' cost recovery.
> Kalau melihat potensi migas kita begitu besar, mulai dari Aceh, sepanjang
> Sumatra bagian timur, laut Jawa, Madura-Kangean, Kaltim, Irja-Salawati,
> Natuna dll tentunya kita (segenap Rakyat Indonesia) bisa hidup sejahtera,
> tetapi kenyataannya sangat berbeda. Adakah yang salah dalam pengelolaan
> migas kita?
> Kalau lapangan migas kita ibaratkan kebun mangga yang dikelola oleh Oil
co.
> pada akhir panen mangga dibagi sesuai dengan perjanjian: Kita mendapat
satu
> keranjang buah mangga (85%), pemanen/penebas (Oil co.) hanya mendapat satu
> bakul (15%), tetapi di atas truk pemanen ada tiga keranjang buah mangga,
> pengganti biaya memanen (cost recovery). Tulisan "bagi hasil pertambangan"
> di TEMPO 7 Desember 1998 terlampir. Tulisan ini mendapat beberapa
tanggapan.
> Wassalam,
> S.H.
>
> ----- Original Message -----
> From: Koesoema <[EMAIL PROTECTED]>
> To: iagi-net <[EMAIL PROTECTED]>
> Sent: Friday, February 14, 2003 7:57 AM
> Subject: Re: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia
>
>
> > Menurut hemat saya kelemahan dari sistim PSC ini adalah adanya "cost
> > recovery", karena ini adalah sumber korupsi, dan menjadikan perusahaan
> > cenderung tidak efficient. Perusahaan PSC akan berusaha membebankan
segala
> > cost (bahkan mungkin cost yang pegawai mereka yang tidak secara langsung
> > bekerja untuk contract area)  pada cost recovery, walaupun ada kontrol
> dari
> > Badan Migas (tapi kan bisa diajak jalan-jalan ke luar negeri). termasuk
> > sumbangan, misalnya ke Perguruan Tinggi . Sehingga pada akhirnya
sumbangan
> > itu seolah-olah diberikan si oil company (dengan upacara dsb) tetapi
> > sebetulnya pemerintah yang memberikan. Setiap kali diminta sumbangan
untuk
> > aktivitas ilmiah /research mereka bilang sih setuju saja kalau  BPPK
> > Pertamina (dulu Badan Pelaksana Migas, sekarang) setuju. Kalau tidak
> > disetujui
> > seolah-olah BPPK yang menghalang-halangi, kalau disetujui si PSC itu
yang
> > dapat nama menyumbang.
> > Kalau saya boleh sedikit suudzon soal expat saja. Kalau tidak ada cost
> > recovery mungkin PSC akan mengurangi mereka, karena tentu geologist
lokal
> > dengan kwalifikasi yang sama akan jauh lebih murah. Tetapi dengan adanya
> > cost recovery mereka akan memasukkan konco-konco karena tokh akan
> dibebankan
> > pada cost recovery, walaupun soal ini diatur oleh BP Migas, tapi kan
bisa
> > diatur. Ini suudzon saja. Suudzon lain adalah bahwa adanya sistim cost
> > recovery akan mendorong pula sedikit mungkin dilakukannya investasi,
> segala
> > sesuatu seperti mobil, peralatan, bahkan storage tank, lebih baik
menyewa
> > daripada membeli. Ini juga sumber KKN.
> > Saya kira sebaiknya cost recovery itu dihilangkan saja seperti dulu
zaman
> > Ibnu Sutowo, tetapi splitnya dinaikkan seperti dulu 40-60, tetapi semua
> cost
> > ditanggung oleh PSC, dan pemerintah terima 60% clean. Memang sebaiknya
> split
> > ini dikaitkan dengan harga minyak international, sehingga mereka tidak
> > mendapatkan wind-fall profit terlalu besar. Jadi misalnya kalau harga
> minyak
> > naik sampai 30 USD/barrel, splitnya diturunkan menjadi 20-80.
> > Adanya cost recovery itu dalihnya adalah supaya Pemerintah (dulu cq
> > Pertamina) ikut dalam management, tetapi sebenarnya akibat adanya
kenaikan
> > minyak yang tiba-tiba pada tahun 1973, sehingga PSC mendapatkan windfall
> > profit yang menurut Pemerintah (menteri pertambangan Sadli pada waktu)
> > terlalu besar, sehingga kemudian Pemerintah secara sepihak merubah split
> > menjadi 15-85. PSC kemudian protest semua karena merubah kontrak secara
> > sepihak; dan pemerintah mundur dengan menawarkan adanya cost recovery
ini
> > yang diterima dengan baik oleh para PSC. Tetapi kemudian cost recovery
ini
> > dimanfaatkan betul oleh PSC, sehingga adakalanya cost recovery ini
begitu
> > besar menggerogoti bagian pemerintah yang 60%, bahkan pemeritah tidak
> dapat
> > apa-apa. Makanya kemudian diakali dengan adanya FTP (First Trench
> > Petroleum), sehingga pemerintah tidak kosong sama sekali.
> > Saya kira split 15-85 ini sangat menyesatkan untuk orang di luar
industri
> > perminyakan. Misalnya Amien Rais pernah membandingkan split 15-85 sistim
> PSC
> > dengan royalty yang diterima pemerintah dari Kontrak Karya dibidang
> > pertambangan yang saya kira hanya sekitar 5%, tanpa menyadari adanya
cost
>
> > recovery yang selain bisa besar sekali juga  menjadi sumber KKN.
> > Saya kira sistim PSC itu dapat diperbaiki dengan menghilangkan adanya
cost
> > recovery, dan split-nya disesuaikan dengan harga minyak di pasaran.
> > Akibatnya tentu BP Migas tidak akan terlalu memerlukan terlalu banyak
> > kontrol.
> > Tolong pendapat saya ini dikritik, karena kebanyakan pendapat ini
bersifat
> > suudzon saja, wallahu alam kebenarannya bagaimana.
> > Wassalam
> > RPK
>
>
> ---------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
>
> Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
> Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
> Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
> ---------------------------------------------------------------------
>


---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi 
Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke