Gaij temen Herman yang USD 1000/day itu di"cost-recovery"kan tidak?

----- Original Message -----
From: "Rovicky Dwi Putrohari" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Thursday, February 13, 2003 7:57 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia-kebun mangga kita


> Apakah salah seandainya biaya seorang engineer bergaji 1000 USD/day
(billing
> charge) ? mohon dibaca jumlah ini adalah "billing charges" bukan gajinya
> looh, karena akan dipotong cem-macem. Katakanlah dia hanya mengantongi 500
> USD/day, apakah ketinggian ?
>
> Cuman nambah dikit ajah. Semoga kita tidak menyalahkan mereka yg bergaji
> tinggi, barangkali gaji kita yang kerendahan.
> Aku juga tahu ada juga orang Indonesia yg kerja di BSP (temennya Herman)
> mendapatkan lebih dari 1000 USD/hari. Dan itu yang wajar ...
>
> rdp
>
> ----- Original Message -----
> From: "sugeng.hartono" <[EMAIL PROTECTED]>
> To: <[EMAIL PROTECTED]>
> Sent: Friday, February 14, 2003 12:18 PM
> Subject: Re: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia-kebun mangga kita
>
>
> > Pak Koesoema Yth,
> > Dulu sewaktu jadi mudlogger di Natuna, laut Jawa, Kaltim, Irja dll saya
> > terkagum-kagum akan 'kehebatan' Oil Co. Baru setelah bekerja di Oil Co.
> saya
> > prihatin. Ternyata semua 'kehebatan' itu masuk ke dalam biaya operasi,
> > istilah menterengnya: 'cost revovery', yang akhirnya ditanggung oleh
> > Republik. Saya lihat 'cost recovery' ini benar-benar 'dimanfaatkan' oleh
> > para Oil Co. (investor?). Dalam hati saya bertanya: bagaimana caranya
> > merubah PSC agar Oil Co. ini secara otomatis akan melakukan penghematan
> > (tanpa pengawasan) karena kalau tidak berhemat keuntungan mereka akan
> > mengecil. Konon PSC di Malysia ada istilah "revenue over cost" yang
> > berhubungan dengan split; kalau revenue/cost angkanya besar maka split
> bagus
> > (mungkin 80% dan 20% untuk Oil co.) tetapi kalau angkanya kecil (karena
> cost
> > tinggi=boros) maka splitnya lain, mungkin 90%-10%. Jadi Oil co. di sana
> akan
> > berusaha se-efisien mungkin.
> > Ada seorang manager expat mengundang dua rekannya dari USA, lalu diberi
> > titel 'advisor' lumpur pemboran di 'drilling rig' dengan honor yang
aduhai
> > (hampir $1000/hari). Padahal di situ sudah ada seorang 'drilling fluid
> > engineer' nasional yang handal dengan jam terbang lebih dari 15 tahu
> > (kenyataannya advisor tidak bekerja, hanya check-check, mengobrol dan
> > lihat-lihat laporan, saya lihat karena saya wellsite geologistnya).
> Advisor
> > ini bekerja 28 hari di Indonesia (kantor/rigsite), lalu cuti 28 hari di
> > kampungnya. Kalau dua "advisor" ini sempat bekerja selama dua tahun,
> berapa
> > ribu dolar uang yang harus dikeluarkan Oil co. untuk membiayai mereka.
> > Tetapi karena masuk 'cost recovery', masuk ke biaya sumur, akhirnya
> Republik
> > lah yang menanggung. Kita tidak bisa menyalahkan advisor tersebut karena
> > mereka sudah 'mengantongi' ijin kerja yang dikeluarkan oleh BPPKA (waktu
> > itu), Ditjen Migas dan Depnaker. Masih banyak contoh lainnya yang
> > berhubungan dengan 'pemanfaatan' cost recovery.
> > Kalau melihat potensi migas kita begitu besar, mulai dari Aceh,
sepanjang
> > Sumatra bagian timur, laut Jawa, Madura-Kangean, Kaltim, Irja-Salawati,
> > Natuna dll tentunya kita (segenap Rakyat Indonesia) bisa hidup
sejahtera,
> > tetapi kenyataannya sangat berbeda. Adakah yang salah dalam pengelolaan
> > migas kita?
> > Kalau lapangan migas kita ibaratkan kebun mangga yang dikelola oleh Oil
> co.
> > pada akhir panen mangga dibagi sesuai dengan perjanjian: Kita mendapat
> satu
> > keranjang buah mangga (85%), pemanen/penebas (Oil co.) hanya mendapat
satu
> > bakul (15%), tetapi di atas truk pemanen ada tiga keranjang buah mangga,
> > pengganti biaya memanen (cost recovery). Tulisan "bagi hasil
pertambangan"
> > di TEMPO 7 Desember 1998 terlampir. Tulisan ini mendapat beberapa
> tanggapan.
> > Wassalam,
> > S.H.
> >
> > ----- Original Message -----
> > From: Koesoema <[EMAIL PROTECTED]>
> > To: iagi-net <[EMAIL PROTECTED]>
> > Sent: Friday, February 14, 2003 7:57 AM
> > Subject: Re: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia
> >
> >
> > > Menurut hemat saya kelemahan dari sistim PSC ini adalah adanya "cost
> > > recovery", karena ini adalah sumber korupsi, dan menjadikan perusahaan
> > > cenderung tidak efficient. Perusahaan PSC akan berusaha membebankan
> segala
> > > cost (bahkan mungkin cost yang pegawai mereka yang tidak secara
langsung
> > > bekerja untuk contract area)  pada cost recovery, walaupun ada kontrol
> > dari
> > > Badan Migas (tapi kan bisa diajak jalan-jalan ke luar negeri).
termasuk
> > > sumbangan, misalnya ke Perguruan Tinggi . Sehingga pada akhirnya
> sumbangan
> > > itu seolah-olah diberikan si oil company (dengan upacara dsb) tetapi
> > > sebetulnya pemerintah yang memberikan. Setiap kali diminta sumbangan
> untuk
> > > aktivitas ilmiah /research mereka bilang sih setuju saja kalau  BPPK
> > > Pertamina (dulu Badan Pelaksana Migas, sekarang) setuju. Kalau tidak
> > > disetujui
> > > seolah-olah BPPK yang menghalang-halangi, kalau disetujui si PSC itu
> yang
> > > dapat nama menyumbang.
> > > Kalau saya boleh sedikit suudzon soal expat saja. Kalau tidak ada cost
> > > recovery mungkin PSC akan mengurangi mereka, karena tentu geologist
> lokal
> > > dengan kwalifikasi yang sama akan jauh lebih murah. Tetapi dengan
adanya
> > > cost recovery mereka akan memasukkan konco-konco karena tokh akan
> > dibebankan
> > > pada cost recovery, walaupun soal ini diatur oleh BP Migas, tapi kan
> bisa
> > > diatur. Ini suudzon saja. Suudzon lain adalah bahwa adanya sistim cost
> > > recovery akan mendorong pula sedikit mungkin dilakukannya investasi,
> > segala
> > > sesuatu seperti mobil, peralatan, bahkan storage tank, lebih baik
> menyewa
> > > daripada membeli. Ini juga sumber KKN.
> > > Saya kira sebaiknya cost recovery itu dihilangkan saja seperti dulu
> zaman
> > > Ibnu Sutowo, tetapi splitnya dinaikkan seperti dulu 40-60, tetapi
semua
> > cost
> > > ditanggung oleh PSC, dan pemerintah terima 60% clean. Memang sebaiknya
> > split
> > > ini dikaitkan dengan harga minyak international, sehingga mereka tidak
> > > mendapatkan wind-fall profit terlalu besar. Jadi misalnya kalau harga
> > minyak
> > > naik sampai 30 USD/barrel, splitnya diturunkan menjadi 20-80.
> > > Adanya cost recovery itu dalihnya adalah supaya Pemerintah (dulu cq
> > > Pertamina) ikut dalam management, tetapi sebenarnya akibat adanya
> kenaikan
> > > minyak yang tiba-tiba pada tahun 1973, sehingga PSC mendapatkan
windfall
> > > profit yang menurut Pemerintah (menteri pertambangan Sadli pada waktu)
> > > terlalu besar, sehingga kemudian Pemerintah secara sepihak merubah
split
> > > menjadi 15-85. PSC kemudian protest semua karena merubah kontrak
secara
> > > sepihak; dan pemerintah mundur dengan menawarkan adanya cost recovery
> ini
> > > yang diterima dengan baik oleh para PSC. Tetapi kemudian cost recovery
> ini
> > > dimanfaatkan betul oleh PSC, sehingga adakalanya cost recovery ini
> begitu
> > > besar menggerogoti bagian pemerintah yang 60%, bahkan pemeritah tidak
> > dapat
> > > apa-apa. Makanya kemudian diakali dengan adanya FTP (First Trench
> > > Petroleum), sehingga pemerintah tidak kosong sama sekali.
> > > Saya kira split 15-85 ini sangat menyesatkan untuk orang di luar
> industri
> > > perminyakan. Misalnya Amien Rais pernah membandingkan split 15-85
sistim
> > PSC
> > > dengan royalty yang diterima pemerintah dari Kontrak Karya dibidang
> > > pertambangan yang saya kira hanya sekitar 5%, tanpa menyadari adanya
> cost
> >
> > > recovery yang selain bisa besar sekali juga  menjadi sumber KKN.
> > > Saya kira sistim PSC itu dapat diperbaiki dengan menghilangkan adanya
> cost
> > > recovery, dan split-nya disesuaikan dengan harga minyak di pasaran.
> > > Akibatnya tentu BP Migas tidak akan terlalu memerlukan terlalu banyak
> > > kontrol.
> > > Tolong pendapat saya ini dikritik, karena kebanyakan pendapat ini
> bersifat
> > > suudzon saja, wallahu alam kebenarannya bagaimana.
> > > Wassalam
> > > RPK
> >
> >
> > ---------------------------------------------------------------------
> > To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
> > Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> > IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> > IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
> >
> > Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
> Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
> > Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
> > Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
> > Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
> > Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
> [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
> > Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
> > ---------------------------------------------------------------------
> >
>
>
> ---------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
>
> Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
> Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
> Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
> ---------------------------------------------------------------------
>



---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi 
Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke