'Ru Bosscha, begitu ia dipanggil, atau lengkapnya Karel Albert Rudolf Bosscha, saya pikir tidak berteman dengan Alfred Lothar Wegener si tokoh continental drift, meskipun hidupnya sezaman. Tetapi, bisa saja buku2 tulisan Wegener tentang geologi atau meteorologi pernah dibaca Bosscha. Wegener memang punya gelar doktor astronomi dari University of Berlin, tetapi ia bukan astronom, ia adalah geophysicist, meteorologist, dan climatologist karena hobby.
Sementara itu, K.A.R. Bosscha adalah seorang Preangerplanter atau juragan perkebunan di tanah Priangan, bukan ilmuwan, hanya kepeduliannya terhadap pendidikan dan kesejahteraan masyarakat tatar Pasundan sangat tinggi, terbukti saudagar ini mendanai pendirian peneropongan bintang di Lembang oleh Nederlandsch Indische Sterrenkundige Vereniging (NISV) atau Perhimpunan Ilmu Astronomi Hindia Belanda. Sayang, Bosscha meninggal tak lama setelah teropong bintang itu usai dipasang di gedung kubah observatorium, dan tak lama setelah ia dianugerahi warga utama Bandoeng oleh Gemeente Bandoeng. Sabtu minggu lalu sebelum naik ke Tangkuban Perahu saya dan keluarga mampir ke sini (jalan peneropongan Bintang, Lembang) walaupun tahu tutup, sekedar menunjukkan kepada anak2 peneropongan bintang yang pada zamannya (1920-an-1930-an) menduduki posisi no. 3 di dunia setelah observatorium di Melbourne dan La Plata. Kini, observatorium Bosscha itu tengah gundah gulana akibat pembangunan Bandung Utara dan Lembang yang intensif, tak ada lagi langit gelap gulita dan suasana sunyi senyap seperti dulu. Kini tentang katastrofisme di Bumi dan hubungannya dengan siklus2 di Alam Semesta (kita batasi saja dulu ke siklus galaktik, ke siklus galaksi Bima Sakti di mana Tata Surya kita menjadi anggotanya). Bumi tak berdiri sendiri di Alam Semesta ini, ia hanya setitik debu di keluasan Alam Semesta yang seolah tak bertepi. Mengaitkan bahwa siklus galaktik mempengaruhi kepunahan atau katastrofisme di Bumi sudah diteliti para ilmuwan lebih dari 20 tahun yang lalu. Paper Alvarez et al. (1980) : Extraterrestrial cause for the Cretaceous-Tertiary extinction - Science 208, 1095 merupakan paper yang penting dan banyak dianut orang, yang lalu mengilhami pendapat lanjutan bahwa semua kepunahan pada periode2 Bumi adalah akibat extraterrestrial (benturan komet atau asteroid). Pendapat ini mendapat sokongan yang kuat ketika Raup dan Sepkoski (1984) : Periodicity of extinctions in the geologic past - Proc. Natl. Acad. Sci., 301, 801) menemukan siklus kepunahan di Bumi, yaitu setiap 26 juta tahun. Setiap 26 juta tahun sekali juga diketahui sebagai siklus perpotongan antara Tata Surya dan bidang Galaksi Bima Sakti. Setiap perpotongan ini akan meningkatkan semburan komet. Menurut Rampino dan Stothers (1984) : Terrestrial mass extinction; cometary impact and the Sun's motion perpendicular to the Galactic plane - Nature 308, 709; atau Clube dan Napier (1986) : Giant comets and the Galaxy : implications of the terrestrial records, dalam "the Galaxy and the Solar System" - Univ. of Arizona Press; semburan komet itu meningkat karena terjadi interaksi antara giant molecular clouds (GMCs) dengan awan Oort. Awan Oort terkenal sebagai "rumah para komet". Interaksi ini meningkatkan flux komet di sistem planet dalam (Merkurius-Bumi). Koinsiden siklus kepunahan di Bumi setiap 26 juta tahun dan siklus setiap 26 juta tahun peningkatan flux komet membuat pendapat bahwa seluruh kepunahan di Bumi adalah akibat siklus galaktik. Tetapi, ada beberapa problem yang harus diklarifikasi. Pertama, ada problem tentang validitas periodisitas. Walaupun orang dapat berdebat bahwa periodisitas siklus2 di atas didasarkan kepada statistik, masih perlu diteliti apakah siklus2 26 juta tahun itu terjadi bersamaan waktu efeknya, artinya apakah dalam 26 juta tahun itu siklus kepunahan dan siklus galaksi terjadi pada saat yang sama (sama2 di pangkal siklus, tengah siklus, ujung siklus ?). Bisa saja siklusnya sama2 26 juta tahun tetapi insiden keduanya berlainan. Kedua, problem interaksi dengan GMCs. Hipotesis bahwa interaksi dengan GMCs bisa melepaskan komet2 dari awan Oort mungkin masuk akal, tetapi perlu dipertimbangkan hal2 ini : (1) lebar lapisan awan molekuler (140 plus minus 20 parsec, 1 parsec = 3,26 tahun cahaya) terlalu besar relatif terhadap orbit Tata Surya yang hanya setengahnya (70 plus minus 20 parsec) - ini akan menyebabkan "signal to noise" ratio yang kecil, (2) mengacu kepada tingkat rata-rata cometary arrival, kerapatan GMCs masih kurang untuk menyebabkan tingkat datangnya komet satu setiap 30 juta tahun, dengan kerapatan yang sekarang, tingkat cometary arrival hanya satu per 200-500 juta tahun. Ketiga, problem tentang apa yang sebenarnya terjadi saat Tata Surya melalui GMCs, awan Oort atau struktur lain di Galaksi yang bisa membahayakan Tata Surya. Dua kepunahan besar terakhir di Bumi (pada 39 Ma dan 12 Ma, Sepkoski dan Raup, 1986) terjadi pada saat Tatasurya melalui kontur awan molekuler dengan kerapatan atom hidrogen yang rendah. Kondisi ini akan sulit melepaskan komet dari awan Oort saat terjadi interaksi dengan GMCs. Secara singkat, beberapa kepunahan di Bumi bisa disebabkan oleh extra-terrestrial impact seperti kepunahan di K-T boundary yang cukup meyakinkan dan banyak buktinya itu; tetapi tidak semua kepunahan di Bumi akibat extra-terrestrial impact. Beberapa kasus seperti kepunahan di ujung Perem adalah salah satunya (pernah saya ulas di milis IAGI pada November 2006 di bawah subyek "Impact from Deep"), yaitu terganggunya kesetimbangan chemocline di lautan akibat depleted oxygen (anoxia), tersemburnya gas H2S sampai ke atmosfer, mendominasi atmosfer, merobek selubung ozon, dan meracuni semua organisme marin. Kepunahan massal di Bumi dan kaitannya kepada evolusi fisik Bumi juga kaitannya dengan siklus2 galaktik merupakan salah satu dari kajian2 menarik di earth-space sciences. Saya kutipkan kata2 Wegener berikut ini, "Scientists still do not appear to understand sufficiently that all earth sciences must contribute evidence toward unveiling the state of our planet in earlier times, and that the truth of the matter can only be reached by combing all this evidence. . . It is only by combing the information furnished by all the earth sciences that we can hope to determine 'truth' here, that is to say, to find the picture that sets out all the known facts in the best arrangement and that therefore has the highest degree of probability. Further, we have to be prepared always for the possibility that each new discovery, no matter what science furnishes it, may modify the conclusions we draw." (Alfred Wegener - The Origins of Continents and Oceans (4th edition, 1929) Salam, awang -----Original Message----- From: Maryanto (Maryant) [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, January 17, 2008 6:54 C++ To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Subject: RE: [iagi-net-l] Lagi : Hipotesis Terbaru Kepunahan Dinosaurus pada K-T Boundary Budiman, Berikut ini saya ulangi lagi tentang teori kepunahan massal versi Salamologi (oret-oret tadi malam). Memang menyatukan banyak versi (uni-versi) itu sering sulit, dan bisa ketemu beberapa versi yang saling berlawanan. Uni-versi itu menjadikan mengambil yang baik, "membuang yang jelek". Semakin banyak versi yang di gabung, bisa semakin baik universitasnya. "helicoper view" perlu di jalankan dulu sebelum melihat "structure detail", terucap ketika melihat singkapan. Astronom, yang melihat bumi, sering mendapatkan filosofi yang lebih menghentakkan, berbobot di banding yang hanya melihat bumi (geolog). Alfred Wagener (1915, astronom Jerman) telah membuat susunan semua benua, menjadi Pangea, usulkan ilmu geodinamika, "founding" global tektonik kini. Apa Bosccha, pendiri HBS (embrio ITB, 1920), itu teman astronom Alfred Wagener ? Ada yang tahu ? Beruntung Indonesia dapat ilmuwan besar yang mendirikan pendidikan Indonesia itu. Juga nanti orang-orang TU Delf, dan University Utrecth (keduanya di Belanda). Vening Meinesz, lulusan Utrecth serta juga lulusan TU Delf, membuat alat ukur gravitasi, mengukur medan gravitasi semua permukaan bumi (1930'an), perkuat adanya kemudian lempeng tektonik. Labnya, adalah cikal bakal Vening Meinesz Research School of Geodynamic. Bumi hanya bediameter 10^7 meter, di banding jagadraya 10^28 meter. Melihat bumi dengan kacamata jagadraya, akan lebih baik di banding yang hanya melihat bumi saja. Geolog seakan hanya merasakan "bagian gajah" model anekdot Mas Gantok di bawah. Ga begitu ? Alvaretz dengan putranya melihat adanya lapisan KT boundary. Ada juga model kepunahna massal dengan meteor. Sayangnya, model meteor untuk kepunahan ini tak pas pada umur-umur sebelumnya, hingga umur Kambrium, setidaknya. Madder 1993, tunjukkan kepunahan di batas nama-nama umur, yakni Kambrium, OrdovisianSilur, Devon, Karbonaferous, PermianTriasik, Jurasik, dan Kretaseus. Salamologi telah melihat itu di 2004, dan langsung saja "membuldozer" teori kepunahan oleh adanya meteor tadi. Salamologi melihat, siklus "Period" itu salah satu jawaban adalah siklus 70 Ma. Ada siklus lain yakni Era 700 Ma, Stage 7 Ma, dan siklus 7x10^n, untuk n, dari 0 hingga 10. Nama-nama umur, berarti mempunyai fosil berbeda. Akan sama fosilnya, atau mirip, untuk umur yang sama. Itu artinya, evolusi sesuai dengan Kalender SALAM!. University Berkley tunjukkan mutasi gene mendekati angka setiap 7 Ka (Maryanto, 2007). Salamology artikan bahwa setiap Period, masa 70 Ma, akan ada perubahan mutasi, biota, sebanyak 70 Ma : 7 Ka = 10.000 mutasi, atawa 10.000 jenis makluk selama setiap Period itu : Kambrium, SilurDevon, Karbonafeous, dst. Setiap Period ada 10 Stage. Setiap Stage, 7 Ma, akan ada 1000 mutasi. KT Boundary tahun 67.394.521 BC. Pun, setiap satu "Period" itu, perubahanada perubahan makluk yang kontinu, sedikit-demis sedikit, teratur, dengan derajad perubahan yang konstan. Seberapa besar beda makluk mutasi 7 Ka? Awala Holosene (12.521 BC). 7 Ka kemudian, th 5.521 BC adalah kota pertama. Selama 7 Ka itu bersesuaian dengan masa Neolitik. Lalu 5.521 BC hingga 1479 AD adalah saya sebut masa kenabian. Lalu 1479 AD hingga 8479 AD masa globalisasi (Maryanto, 2007). Lalu 8479 AD-15.479 AD Zaman MbotenMangertos1. Lalu 7 Ka berikutnya Zaman MbotenMangertos2 dst. Rumus SABAR "Sequence Algorithm Beauty Among Realities" (Maryanto, 2007), perlihatkan satu sequence terdiri 10 parasequence, PS0 s/d PS9. Ketika dua zerocross sinuoidal, berarti kecepatan maximum, pancaroba. Pancaroba1: PS9 "ParaSequence-9", dengan kompresi maximum, paling cepat mendingin, kepunahan paling banyak terjadi ! Itu berlaku pada setiap Pereode SALAM. Perubahan curah hujan paling cepat, perubahan muka laut menyusut paling cepat, kenaikan daratan paling cepat, perubahan gaya kompresi pada lithosfer tercepat, perubahan intensitas magnetik paling besar, bumi menjauhi matahari paling cepat, penyakit bisa saja terjadi pada pasa ini, tak begitu banyak volkanisme, dan lebih banyak volkanisme pada Pancaroba2, dst. Pancaroba2: lima sequence berikutnya, PS4, lithosfer extensi tercepat, sedimentasi maximum syn-rift, muka laut naik paling cepat, perubahan magnetik bumi paling besar, biota semakin hidup nyaman, ekonomi malaise. Gempa, tsunami, gunung meletus, lebih banyak saya lihat ada di Pancaroba2, dan tak begitu banyak pada Pancaroba1. Namun Pancaroba1, hasilkan perubahan nama umur, artinya terjadilah "kepunahan massal" pada masa ini, tak di masa lain, dan kepunahan tak terjadi pada pancaroba2. Penyakit bisa saja terjadi dengan pendingin bumi yang paling cepat pada Pancaroba1 ini. Ini sepeti yang disitir Mas Awang di bawah sono, awal Treat email. Itulah Kepunahan masal versi Salamologi. Mangkubumi (memangku bumi), adalah gelar sebelum menjadi raja Hamongku Buwana (memangku buwana-Alam semesta) pada Mataram Yogja. Tak semua mangkubumi menjadi raja. Ahli hukum mungkin kurang tahu siklus alam, sehingga terlalu berani katakan sesuatu yang kadang asala dapat duit, dan tak tahu akibat jeleknya kemudian. Ekonom, mengetahui lebih banyak darinya, dengan data siklus akhir. Geolog lebih bijak, lebih tahu setidaknya hingga awal bumi, dan sebagain sudah awal jagad. Ahli ilmu alam lebih banyak tahu dari kondisi alam di banding ahli ilmu bumi. Salamologi, ilmu dengan objek se-alam, setidaknya di usahakan seluas itu, menggabungkan banyak disiplin ilmu, mem"buldozer" yang tak "comply", tak sesuai, siap di-adu dengan filosofi dunia, "open-mind". Komentar ? Salam, Maryanto. -----Original Message----- From: Subiyantoro, Gantok (gantoks) Mas Awang, Sepertinya semua teori tentang kepunahan dinosaurus itu masuk akal semua, mulai dari conventional wisdom sampai dinosaurus mati karena keracunan atau alergi (digigit lalat kali?). Teori-teori tersebut muncul satu persatu itu ibarat beberapa orang buta memegang seekor gajah yang besar, lalu masing-masing orang buta tersebut menginformasikan pengalamannya, yang satu memegang kaki yang dikira seperti pilar, satu lagi memegang badannya dikira seperti dinding, yang satu lagi memegang ekor dikira seperti seekor ular, dst. Pertanyaannya adalah bisa nggak sebab-sebab kepunahan dinosaurus yang bermacam-macam ini terjadi pada satu kurun waktu yang sempit. Kalau terjadi dari Kapur sampai Trias kemungkinannya si dinosaurus sempat kawin dan mempunyai keturunan dan keturunannya akan bersifat lebih resisten dari induknya (contoh: komodo, buaya dsb)? Bagaimana kalau dimulai dari Catatrophism dulu --> benturan bumi dengan komet --> terjadi plate movement --> membentuk volcanism dimana-mana dan plum --> amplitudo temperatur tinggi (kalau panas panas sekali, kalau dingin dingin sekali) --> environmental of live rusak & muncul creature baru yang resisten --> dinosaurus makan seadanya --> alergi --> mati. Ini guyon lho... -----Original Message----- From: Awang Harun Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, January 15, 2008 1:05 PM To: iagi-net@iagi.or.id Kepunahan dinosaurus pada ujung Kapur agaknya akan menjadi perdebatan tak habis-habisnya. "Conventional wisdom" saat ini mengatakan bahwa dinosaurus punah dari Bumi ketika asteroid atau komet membentur Bumi pada K-T Boundary 70-65 juta tahun yang lalu (K=Krijt=Krede=Cretaceous=Kapur, T=Tersier). Benturan ini selanjutnya telah menerbangkan debu ke angkasa, membuat lapisan debu sangat tebal di atmosfer yang menyelubungi Bumi, menahan sinar Matahari, mendinginkan Bumi, selanjutnya membunuh tumbuhan dan banyak hewan termasuk dinosaurus oleh proses berantai. Kawah benturan benda langit itu telah ditemukan di sekitar Semenanjung Yucatan, Teluk Meksiko. Lapisan jelaga sisa kebakaran hutan dan selapis tipis iridium asal angkasa luar pun telah ditemukan dan berumur 70-65 juta tahun di banyak tempat di seluruh dunia. Teori extra-terrestrial ini banyak dianut orang, menjadi conventional wisdom. Tantangan pernah muncul dari hipotesis lain. Justru planet Bumi yang memanas karena massive volcanism-lah penyebab dinosaurus punah, bukan planet Bumi yang mendingin karena sun block seperti kata teori extra-terrestrial. Maklum, dinosaurus dianggap hewan poikilotermik (berdarah dingin, juga mungkin pembunuh berdarah dingin - tentang dinosaurus poikiliotermik atau homeotermik masih diperdebatkan ), sehingga mereka tak serta-merta bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang memanas. Memang, di ujung Kapur itu volkanisme planet Bumi meningkat. Bagaimana kalau extra-terrestrial impact berhubungan dengan volkanisme yang meningkat pada periode yang sama pada ujung Kapur itu ? Itu yang pernah saya ulas beberapa tahun lalu di milis IAGI dalam tulisan teori antipodal - di satu titik di Bumi dibentur, di titik lain yang posisinya berlawanan (antipode) terjadi massive volcanism, dalam teori mantle superplume ini mungkin saja. Hipotesis lain yang pernah dimunculkan adalah bahwa dinosaurus punah karena alergi yang berhubungan dengan berkembangnya tumbuhan berbunga. Memang, angiospermae alias tumbuhan berbunga itu mulai muncul di ujung Kapur dan makin banyak melalui Tersier. Hipotesis lainnya lagi adalah bahwa dinosaurus punah karena penyakit, penyakit apa tak diterangkan lebih jauh. Hipotesis kepunahan karena penyakit mendapatkan "suntikan darah segar" baru-baru ini. Majalah Time tanggal 14 Januari yang lalu mengulas sebuah buku baru berjudul "What Bugged the Dinosaurs" (the Princeton University Press) oleh George Poinar dan Roberta Poinar. George Poinar adalah seorang ahli zoologi dari Oregon State University dan mantan konsultan WHO untuk penyakit2 infeksi. George Poinar juga punya spesialisasi dalam serangga-serangga purba yang terawetkan dalam getah damar (amber) - ingat film Jurassic Park, dari situ dinosaurus dihidupkan - juga ahli dalam kotoran dinosaurus yang sudah memfosil (hm..ada juga keahlian seperti itu). Suami isteri ini dalam penelitian fosil2 kotoran dinosaurus (semaca koprolit -lah) telah menemukan berbagai organisme parasit di dalamnya, misalnya nematode, lalat2 pengginggit, parasit2 yang hidup di usus yang semuanya berumur Kapur. Dari beberapa spesies serangga yang ditemukan, mereka telah berhasil mengekstraksi mikroba2 penyebab leishmania dan malaria - penyakit2 akibat gigitan seranggga. Kedua peneliti ini tak menyebutkan bahwa massive epidemic akibat penyakit infeksi ini telah memunahkan dinosaurus, mereka bahkan mengatakan bahwa penyakit2 ini telah melemahkan tubuh para dino sampai suatu waktu mereka tak dapat bertahan ketika lingkungan Bumi berubah akibat benturan asteroid/komet atau volkanisme. Kelihatannya, hipotesis2 atau teori2 yang dikemukakan di atas itu sedikit banyak ada benarnya, sebab semua buktinya ada. Sebuah paper baru di jurnal Science edisi 7 Januari 2008 tulisan Andre Bornemann bisa menunjukkan hal ini. Pada ujung Kapur itu terjadi baik kondisi super greenhouse (hothouse) penyebab panas juga icehouse penyebab dingin. Andre dan kawan2nya dari the Scripps Institute of Oceanography membuktikan hal ini dengan mengukur rasio-rasio oksigen-18 dan oksigen-16 pada cangkang-cangkang foraminifera berumur ujung Kapur dan mereka sampai kepada kesimpulan tersebut. Begitulah, ilmu berkembang terus, teori lama bisa makin benar, atau ternyata salah. Yang sekarang dianggap benar pun bisa baru diketahui ternyata salah pada masa depan. Begitu juga sebaliknya. Perubahan adalah esensi kemajuan ilmu pengetahuan. Salam, awang ---------------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi --------------------------------------------------------------------- DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. --------------------------------------------------------------------- This email was Anti Virus checked by Administrator. http://www.bpmigas.com ---------------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi --------------------------------------------------------------------- DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. ---------------------------------------------------------------------