Pak Lutfi

Untuk kali ini saya ga sependapat dg anda.

Kalo kontraknya habis di 2017 kenapa Pertamina harus right to match yg lain
"CRL" sound hanya cara pembenaran harus dg cara tender.Padahal udah kasat
mata Blok Mahakam pasti bagus secara G&G dan Bisnis.
Yg model Blok Mahakam kalo di Petronas, Norway dan Angola pasti diambil
oleh Government Oil Company.

Case yg diberikan pak Luthfi adalah kontrak yg masih jalan jadi prosesnya
memang through TENDER karena operator mau memaksimalkan monetizing proses.
Tapi kalo kontraknya habis ya up to Gov.yg bersangkutan untuk memberikan
pengelolaannya. Dalam hal ini kalo blok Mahakam di serahkan ke non
Pertamina berarti GOI ga tau kemampuan anaknya sendiri.

Saya bilang di email saya terdahulu PT.Suma Sarana aja bisa mengelola kalo
di berikan apalagi Pertamina, PASTI BISA ituloh maksud saya

Ya udah aku mau beli tiket Gun and Roses (GNR) dulu via online

Avi
Bendahara IAGI
Merangkap Director PT SS
On Oct 19, 2012 4:38 PM, "Achmad Luthfi" <aluthfi...@gmail.com> wrote:

> Pak Ong Yth,
>
> Terima kasih atas pencerahannya, teoritis sangat bagus apa yang
> dikemukakan Pak Ong, kalau kita berpikir "Indonesia First", bukan hanya
> Pendapatan Negara saja, tetapi termasuk melindungi Bangsanya, melindungi
> Sumberdaya alamnya (Tanah Airnya), mencerdaskan Bangsanya (Termasuk dalam
> mengelola lapangan Migas raksasa). Kalau konsep yang dipaparkan Pak Ong itu
> diterapkan di Blok Mahakam, maka kita kalah jauh dengan Negara seperti
> Angola dalam melindungi Sonangol untuk mendidik mencerdaskan Bangsa Angola
> berkiprah dalam Industri Perminyakan. Pengalaman Pertamina mengikuti tender
> (farm in) salah satu lapangan offshore di Angola yang dioperasikan oleh BP,
> lapangan ini dalam development phase dengan cadangan yang menarik, partner
> BP berniat dispose  sebagian interest share-nya, proses farm-out ini
> dilaksanakan melalui tender. Pertamina mengikuti tender ini, ternyata
> penawaran Pertamina paling menarik (paling tinggi dibanding competitornya).
> Apa yang terjadi setelah operator (BP) menyampaikan rekomendasi mitranya
> kepada Pemerintah Angola untuk memenangkan Pertamina, ternyata Pemerintah
> Angola memberikan "Right to Match" kepada Sonangol, dan Sonangol
> mengeksekusi dengan me-match tawaran Pertamina dalam bidding tersebut,
> finally Sonangol yang diputuskan farm-in di lapangan tersebut. Padahal
> Pertamina sudah menyiapkan dana untuk keperluan tersebut. Alangkah indahnya
> keputusan tersebut bagi Bangsa Angola, karena jelas sudah ada huge
> discovery dan sedang dikembangkan. Apa kita tidak bisa melakukan seperti
> Angola yang konon sosial-ekonominya lebih dibelakang Indonesia posisinya.
> Apa yang dilakukan oleh Angola dalam memproteksi sumberdaya alamnya juga
> dilakukan oleh negara maju seperti Norwegia. Kebetulan saya pernah belajar
> "Petroleum Policy and Administration" di Stavanger, Norwegia. Norwegia
> adalah Negara berfaham Sosialis dengan Sistem Kerajaan, maka prinsip
> liberal penerapannya paling buntut. MAAF KONSEP YANG DISAMPAIKAN PAK ONG
> TERSEBUT CONDONG KE NEOLIBERAL PADAHAL DASAR NEGARA KITA BUKAN NEGARA
> LIBERAL. Dalam sistim perminyakan Norwegia menggunakan "Tax and Royalty",
> operatorshipnya menggunakan sistim join operatorship dan ada periode
> transfer of operatorship. Norwegia tidak ingin hanya memetik Tax and
> Royalty saja tetapi ingin menguasai Dan mendapatkan keuntungan yang besar
> dari cadangan minyaknya. Caranya ? Disamping MEMPERKUAT STATOIL, NEGARA
> MELALUI ANGGARANNYA JUGA MELAKUKAN INVESTASI YANG DISEBUT SDFI (STATE
> DIRECT FINANCIAL INVESTMENT). MENTERI KEUANGAN NORWAY YANG MEMBERIKAN
> KULIAH WAKTU ITU MENGATAKAN "PRINSIPNYA KEUNTUNGAN KEKAYAAN ALAM NORWAY
> TERMASUK MINYAK BUMI TIDAK BOLEH DIBAWA LARI PIHAK ASING KE LUAR NORWAY,
> KARENA ITU PERUSAHAAN NORWAY DAN INVESTASI NEGARA HARUS MENGUASAI SEBAGAIAN
> BESAR LAPANGAN-LAPANGAN MINYAK YANG CADANGANNYA BAGUS. Sebagai Contoh
> Lapangan Troll yang konon kabarnya produksi gas-nya bisa memenuhi separuh
> kebutuhan Eropa Barat dan Utara selama 50 tahun, 76% dari kepemilikan
> lapangan oleh Pemerintah Norway diberikan kepada Statoil dan SDFI, sisanya
> yang 24% dimenangkan oleh Shell melalui tender.
> Kembali ke Blok Mahakam, cara Angola dalam memproteksi sumberdaya migasnya
> Dan membesarkan Sonangol bisa diakomodasi. Untuk Blok Mahakam setelah 2017
> sepenuhnya menjadi hak Pemerintah, tenderkan saja Blok Mahakam dengan
> Pertamina diberikan "Right to Match", saya koq punya keyakinan Pertamina
> mampu melakukan "MATCHING" terhadap penawar tertinggi. Masak kita kalah
> Sama Angola dalam berprinsip "Angola First", begitu juga Norwy dalam
> mengimplementasikan "Norway First". Apakah kita mau berbeda dalam
> menerapkan prinsip "INDONESIA FIRST".....?
> Maaf Pak Ong, kalau saya punya pendapat yang berbeda. Sedikitpun saya
> tidak bermaksud menggurui terutama dalam "INDONESIA FIRST".
>
>
> Salam Hormat,
> A. Luthfi
>
> On Friday, October 19, 2012, Ong Han Ling <hl...@geoservices.co.id> wrote:
> > Pak Luthfi,
> >
> >
> >
> > Teman-teman IAGI harap jangan keliru, saya setuju extension Mahakam
> diberikan kepada Pertamina. Saya juga tidak bisa lupakan jasa-jasa
> Pertamina. Perusahaan dimana saya bekerja sebelumnya, PT Geoservices,
> didirikan tahun 1971, bersama Durban Ardjo, dosen Tambang ITB, yang
> sekarang menjadi Pres.Dir., dibesarkan oleh Pertamina. Siapa sih yang tidak
> bangga kalau Pertamina bisa seperti Petronas, Petrobras, Pemex, SVPD,
> StatOil, dsb.
> >
> >
> >
> > Tapi seperti yang pernah ditanyakan Pak Rovicky dan telah saya
> terangkan, kita jangan berikan “at any price”. Kita jangan berikan blank
> cek. Harus ada rambu-rambu. Prinsipnya Negara harus dapat keuntungan
> sebesar-besarnya. Untuk ini kita perlu melakukan tender. Evaluasi tender
> berdasarkan NPV, yang diterima Negara. Supaya risiko yang ditanggung negara
> kecil, kita masukkan konsep cost recovery limit yang menjadi ciri khas
> suatu PSC. Selain itu, Pertamina diberi preference, umpama 10%. Jadi Kalau
> Total waktu tender memasukan NPV bagi Negara 100 dan Pertamina 90, maka
> blok diberikan kepada Pertamina. Kalau Pertamina cuma memberikan NPV 85, ya
> diberikan ke Total.  Preference 10% diberikan untuk hal-hal yang tidak bisa
> diukur, seperti nasionalism dan Indonesian content. Atau kalau merasa
> kurang, preference bisa dinaikkan menjadi 20%. Tapi jangan “Pokoknya
> Pertamina”, nanti kalau bid Pertamina cuma 10% dari bid Total bagaimana?
> >
> >
> >
> > Prinisip business jangan diabaikan. Jangan diberikan ke Pertamina
> sebagai hadiah. Harus ada kompetisi. Karena ada kompetisi, kemungkinan
> Pertamina memasukkan tender dengan NPV 150 bagi Negara mengalahkan Total
> (100) dengan telak. Dengan sistim tender, Pertamina committed untuk
> memberikan ke Pemerintah 150. Demikian juga bagi Total. Karena tender,
> Total akan memasukan the best price kalau ingin tetap di Indonesia.
> Alhasil, Pemerintah yang diuntungkan.
> >
> >
> >
> > Salam sejahtera Pak Luthfi.
> >
> >
> >
> > HL Ong
> >
> >
> >
> > From: Achmad Luthfi [mailto:aluthfi...@gmail.com]
> > Sent: Thursday, October 18, 2012 8:57 AM
> > To: iagi-net@iagi.or.id
> > Subject: RE: [iagi-net-l] Pertamina Acquire Petrodelta SA for USD 725
> Million
> >
> >
> >
> > Pak Ong dan teman-teman IAGi,
> >
> > Memang sebaiknya kita suspend dulu Bravo untuk Pertamina. Seperti telah
> dipaparkan Pak Ong, bahwa Pertamina telah bermain di arena high risk dalam
> ekspansi upstream (unorganic strategy/Pertamina term), dan berbagai
> kegagalan-kegagalan telah dipaparkan Pak Ong juga. Kalau kita solid sebagai
> bangsa dalam bernegara tentu tidak menginginkan BUMN seperti Pertamina
> mengalami kegagalan beruntun dimasa datang, karena itu minta Blok Mahakam
> bagi Pertamina adalah suatu yang mutlak perlu didukung oleh semua komponen
> anak Bangsa. Mengapa ada komponen anak Bangsa lebih pro TOTAL mendapat
> perpanjangan di Blok Mahakam ? Kurang peduli terhadap keinginan Pertamina
> untuk mengelola Blok Mahakam, ini sama dengan membiarkan kekayaan alam kita
> dirampok oleh Perusahaan Asing, sementara Kita membiarkan Pertamina
> berkelana ke penjuru Buana menanam investasinya di High Risk Arena,
> kemungkinan gagal lebih besar. Bisa dibayangkan bagaimana bodohnya kita
> sebagai Bangsa dalam bernegara; Uang jutaan dollar Amrik milik Bangsa
> sendiri kita lempar ke luar negeri yang kemungkinan total lost cukup besar,
> sementara keuntungan yang besar mungkin milyaran dollar Amrik kita biarkan
> dikeruk Perusahaan Asing seperti TOTAL, kita mengalami dua kali kerugian
> yang significant bahkan lebih.
> > Pertamina punya dana besar, setelah minta Blok Mahakam sejak 2008 belum
> dapat kepastian maka dana yang ada di Pertamina sebagai perusahaan dinilai
> perlu diinvestasikan, akhirnya investasi jatuh ke Venezuela sementara
> Pertamina juga hunting ke Kazastan sambil tetap berharap mendapat Mahakam.
> Disadari dengan harga minyak yang tinggi tidak mudah untuk dapat membeli
> lapangan dengan cadangan dan produksi yang besar.
> > Memang susah dimengerti apa maunya sebagian kalangan bangsa kita, Blok
> Mahakam dengan keuntungan dipelupuk mata tak tampak tetapi kerugian
> investasi d lautan dibiarkan.
> > HAYOOOO BANGUN BANGSAKU, WUJUDKAN LAGU CIPTAAN KOESBINI....... BAGIMU
> NEGERI JIWA RAGA KAMI....
> >>
> >>
> >> 2012/10/17 Ong Han Ling <hl...@geoservices.co.id>
> >>
> >> Pak Yanto dan teman-teman IAGI yang “pokoknya Pertamina”,
> >>
> >>
> >>
> >> Saya melihat tiga alasan mengapa teman-teman di IAGI memberikan “bravo”
> kepada Pertamina dalam pembelian 38% dari saham Petrodelta SA, perusahaan
> E&P, Venezuela. Karena (1) keberaniannya, (2) punya cash $725 juta, atau
> (3) mengharapkan keuntungan besar dari pembelian ini?
> >>
> >>
> >>
> >> Buat apa kita bangga kalau nantinya rugi. Jadi yang kita harapkan
> adalah keuntungan besar. Perusahaan yang menjual ke Pertamina, HNR Energia
> BV, adalah perusahaan swasta Belanda. Pasti dia jual kepada penawar yang
> tertinggi, mungkin saja lewat bidding. Dia jual dengan harga tsb. karena
> dia anggap ini menguntungkan baginya daripada kalau dia tahan. Dia juga
> punya alasan kuat kenapa mau dijual. Mungkin karena politik Chavez atau
> mungkin dia jenuh menghadapi peraturan di Venezuela, dll. Kebetulan
> perusahaan yang dipilih atau menang adalah Pertamina karena memberikan
> harga tertinggi. Mungkin juga HNR Energia BV adalah perusahaan TBK Belanda
> dan menjual di pasar stock exchange hingga semua orang bisa saja beli
> sahamnya; atau beli saham dari induknya, Harvest International Inc. Artinya
> beli saham bukan suatu “big deal”. Semua orang bisa. Yang pernah beli saham
> mengetahui bahwa harga saham seperti yo-yo, bisa naik dan bisa turun.
> >>
> >>
> >>
> >> Dua contoh “kegagalan” yang terjadi baru-baru ini. Pertamina
> memberanikan diri bor dilaut dalam. Pertamina dengan partner StatOil ikut
> konsortium pemboran. Biaya bor diperkirakan sekitar $20-25 juta. Waktu
> gilirannya setelah dua tahun, biaya pemboran naik 3-4 kali. Padahal
> pemboran sekitarnya oleh perusahaan IOC semuanya gagal, tetapi Pertamina
> somehow tidak bisa mundur. Hasilnya negatif. Contoh  lain, tender di Papua,
> Pertamina berpartner dengan Shell dikalahkan. Protes ke ESDM, ditolak.
> Pemenang tender telah mengebor 10 well dan menghabiskan sekitar $70 juta.
> Hasil negatif. Pertamina lucky, padahal tadinya ngotot.  Memang eksplorasi
> jauh lebih tinggi risikonya dibandingkan Petrodelta yang melakukan
> explorasi dan produksi. Namun prinsipnya sama, pemenang tender blok migas
> belum bisa kita banggakan, belum tentu untung, kemungkinan untuk rugi
> besar. Memang kalau untung besar sekali.
> >>
> >>
> >>
> >> Jadi belum waktunya kita bilang “Bravo” kepada Pertamina. Hanya “waktu”
> bisa ceritera apakah pembelian ini  menguntungkan atau merugikan. Kalau
> sekarang ingin memberikan “bravo” kepada Pertamina, sebaiknya dibatasi
> karena keberanianya dan karena punya cash; bukan karena keberhasilannya
> untuk mendapatkan keuntungan bagi Negara.
> >>
> >>
> >>
> >> Maaf kalau pendapat saya berlainan dengan kebanyakan anggota IAGI.
> >>
> >>
> >>
> >> Salam,
> >>
> >>

Kirim email ke