Terima kasih atas masukannya. Semuanya punya pandangan (paradigma) yang
benar dari sisi masing-masing. Tetapi yang menjadi pokok permasalahannya
adalah mekanisme kontrol (quality control) dari sistem pengawasan absensi
dosen Univ. Gunadarma. Apakah pihak kampus sudah melakukan dan memperhatikan
indikator kinerjanya (bahasa mata kuliahnye kinerja sistem
hehehehe........) khususnya indikator kehadiran dosen. Siapa yang mengontrol
dan memberi sangsi apa bila seseorang dosen tidak melakukan tugasnya? Apakah
setiap hari absensi dosen dicek oleh koordinator absensi dosen (supervisor
dosen)?

Sering kali saya masuk keruang dosen untuk menanyakan "Apakah dosen 'A'
hadir?", namun jawabannya 'tidak tahu' ujar salah satu staff. Kalau boleh
saya menyarankan, apabila seorang dosen berhalangan hadir, lebih baik 1 hari
sebelumnya ada pemberitahuan ke koordinator dosen kuliah. (Ada ga sih......
koordinator kuliah malam?????) Atau ke seseorang yang berkenaan dengan tugas
pengawasan ini. Sehingga dapat dicari dosen pengganti atau mencari
alternatif solusi lain.......

Saya mengharapkan keseriusan dari pihak kampus untuk memperhatikan hal ini
untuk meningkatkan kinerja Univ Gunadarma demi kemajuan bersama. 



Terima kasih




 
-----Original Message-----
From:   Avi Heidir [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   11 Oktober 2001 7:45
To:     [EMAIL PROTECTED]
Subject:        Re: [GUNADARMA] Dosen jarang hadir?

Wow............. ck..ck...ck..
 maybe I did, missed the big picture...
Never thought about that...

Saya pikir tadinya diskusi ini diawali dengan komplain saudara Togar ttg
dosennya yang tidak menjalankan kewajibannya sebagai dosen, ternyata
permasalahannya jauh lebih kompleks ya.... :-)

Well...

Buat saudara Togar, saran saya tergantung kepada tujuan pertanyaan anda...
- Kalo anda bingung cari materi kuliah dan materi UTS karena sampai saat ini
dosen jarang masuk, ya.... baca aja saran2 Made di bawah... banyak cara
untuk mendapatkan ilmu kok... saya setuju bahwa anda harus aktif cari
ilmu....

- Kalo anda merasa dirugikan oleh dosen, karena anda rugi waktu dan uang,
ya... laporkan saja dosen tersebut ke koordinator mata kuliah dan dekan
fakultas, biar mereka yang mem'proses' si dosen. Trus, tanya koordinator
mata kuliah materi apa yang musti anda pelajari untuk UTS.

Tambahan, kalo lebih dari satu dosen yang sering tidak masuk, sepertinya
anda harus mempertanyakan ke pihak sekolah mengenai kebijakan mereka. Apakah
mereka memang sedang mempersiapkan Gunadarma menjadi "Open University" atau
E-Learning". Kalo jawabannya iya... ya jangan komplain kalo dosen nggak
masuk... memang itu yang akan anda dapat dari Gunadarma.

 Tapi kalo enggak... ya anda harus mempertanyakan ke pihak gunadarma,
bagaimana solusinya? Apakah bisa memberikan fasilitas untuk diskusi sesama
mahasiswa, atau seperti cerita Made di Jerman, bisa memberikan fasilitas
untuk latihan2 sendiri yang nantinya bisa menunjang obyektif dari mata
kuliah tersebut....

Buat Made, hehehe... peace Man... santai.... :-D
saya musti pulang dulu nih, saya reply dari rumah ya ...

Buat yang lain... kasih koment dong... terutama staff dan dosen2 gunadarma..
pengen denger nih komentarnya...

Ciao!

Arvian Heidir
IT Consultant
Arv-Arv SoftWork
1347 Block Drive
Santa Clara, CA95050-4412
mailto:[EMAIL PROTECTED]



----- Original Message -----
From: "I Made Wiryana" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Wednesday, October 10, 2001 3:20 PM
Subject: Re: [GUNADARMA] Dosen jarang hadir?


> On Wed, 10 Oct 2001, Avi Heidir wrote:
>
> > Hi Made,
> > I think you are missing the point here....
>
> I did not miss the point. Tolong diliat dalam konteks apa saya membalas
> "hak dan kewajiban" mahasiswa tsb. Maybe you miss the big picture in this
> discussion.
>
> > Yang di bahas khan mahasiswa merasa rugi sudah mengeluarkan biaya untuk
> > 'service' yang tidak di dapat. Memang 'kewajiban' mahasiswa bukan hanya
> > membayar uang kuliah, tapi kewajiban belajar itu adalah kewajiban
mahasiswa
> > terhadap diri sendiri, bukan terhadap pihak sekolah...
>
> Tolong dilihat lagi dari posting sebelumnya 8-).  Dan konteks secara
> total.
>
> Hubungan mahasiswa sekolah dalam konteks client server memang sudah
> terjadi pada saat ini.  Tetapi bukan dalam arti seperti yang sering ada
> dalam benak mahasiswa atau "masyarakat".
>
> Misal "biaya" yang diberikan oleh mahasiswa kepada Universitas itu "bukan
> saja dikembalikan dalam arti "perkualihan" thok.  (dalam arti kalau nggak
> ada perkuliahan dia akan rugi).  Karena kalau pembicaraan "client-server"
> dalam konteks seperti ini, maka menjadi tidak berarti konsep "Open
> University", "eLearning", dan segalanya itu 8-)  Yang sama sekali (atau
> sedikit sekali) perkuliahan. (he.he katanya mau jaman serba eLearning,
> Internet atau mbuh apa lagi.... koq masih mengandalkan "tatap muka di
> kelas ?").
>
> Pada paradigma pendidikan Universitas sekarang ini, Uni sudah bergeser
> dari "lembaga pemberi instruksi pelajaran" (via perkuliahan) menjadi
> lembaga penyedia fasilitas (istilahnya dari instruktor ke fasilitator).
> Jadi bisa dikatakan paradigma Universitas sekarang ini malah kembali ke
> model Plato Academy, yaitu student bukan dianggap "target" dari knowledge
> transmision, tetapi dianggap sebagai "companion". Sehingga peran
> Universitas lebih kepada "midwife, matchmaker, atau master of ceremony
> dari banquet.
>
> Nah tugas Uni untuk menyediakan fasilitas "untuk menjadikan pintar"
> sendiri bisa dideliveri (kalau mengambil konteks "client-server delivery
> mechanism") dalam bentuk, fasilitas Lab, perpus, perkualiahan, atmosfir
> diskusi, keberadaan dosen-dosen (bukan hanya dosen yg di kelas),
> working-group, eLearn, materi multimedia, administrasi, penyediaan SDM
> dll, dlsb.
>
> Yang semuanya itu jelas membutuhkan waktu, biaya dan tenaga 8-) Nah
> duitnya dari mana, ya dari SPP mahasiswa, emang murah nyekolahin dosen ke
> LN, atau ke DN..he.he.he. emang murah beli peralatan Lab yang sering
> "dirusak", emang murah ngisi buku perpustakaan yg sering "dihabisin", Buat
> PTN mungkin tadinya mendapatkan subsidi yang cukup besar dari pemerintah,
> ataupun keringanan biaya operasional dan pengadaan SDM.  Tentu saja
> ceritanya jadi lain.
>
> Jadi "perkuliahan" atau tatap muka itu adalah "salah satu" dari fasilitas
> yang "harus disediakan". Dengan kita beranggapan bahwa "perkuliahan dan
> kehadiran" dosen adalah segalanya (misal dianggap sebagai suatu indikasi
> tercapainya kontrak "client server" antara mahasiswa - universitas),
> artinya malah kita berjalan mundur dari konsep pendidikan saat ini.
> Konsep pendidikan yang masih "menomor 1 kan" tatap muka perkuliahan itu
> sebetulnya malah "mundur".
>
> Artinya bukan berarti kehadiran dosen itu "diabaikan" tetapi jangan
> dinilai sebagai "komponen" UTAMA dalam penilaian kontrak "client-server"
> antara mahasiswa-uni. 8-). Sehingga "hubungan" menjadi tidak "one to one"
> untuk tiap deliveri fasilitas tersebut (sebagai contoh kalau kita itung di
> Unviversitas Jerman, 1 semester paling mahasiswa dapat kuliah 1-2 kali
> dalam 1 minggu, lainya diskusi latihan sendiri dsb, dll), itupun dg jumlah
> tidak sampai 12 kali pertemuan.  (maximal 10 kali pertemuan untuk 1 mata
> kuliah).
>
> Jelas dengan cara itu kita melihat "kerangka hak dan kewajiban" tidak
> menjadi "satu per satu". Dengan kata lain "saya bayar SPP" dosen "penuh
> ngajar".  Nah bisa saja "misal" dosen tersebut nggak ngajar, tapi
> memberikan hal lainnya yg bersifat pemberian materi.????
>
> > Sedangkan kewajiban mahasiswa membayar uang kuliah merupakan kewajiban
> > mahasiswa terhadap pihak universitas untuk mendapatkan 'hak'nya. Salah
satu
> > 'perjanjian' antara pihak mahasiswa dan pihak sekolah adalah 'transaksi'
> > belajar-mengajar, dimana sudah di sepakati bahwa mahasiswa dan dosen
akan
>                      ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
> > melakukan proses belajar-mengajar pada waktu dan tempat yang ditentukan.
> > Proses belajar-mengajar ini bisa berupa kuliah (proses satu arah) atau
> > diskusi (proses dua arah). Yang jelas dalam proses belajar mengajar ini
ada
> > transaksi 'ilmu' .... bertukar pikiran dan ideas...
>
> Masih ingat batasan SKS (Satu Kredit Semseter) ???? ( SKS didefinsikan
> sebagai 1 jam perkuliahan (atau tatap muka) dan 4 jam waktu di luar
> perkuliahan ygn dilakukan oleh mahasiswa sendiri).  Nah kalaui kita ingin
> "stick" kepada aturan di atas sebagai suatu "ikatan kontrak" antara
> mahasiswa dan Uni.  Maka dengan mudah  Uni menyatakan bahwa mahasiswa
> telah "break the contract". Karena telah "melanggar" kesepatakan dari
> sistem SKS itu sendiri 8-)
>
> Karena Uni telah berusaha memenuhi "kewajiban yang 1 jam" tetapi mahasiswa
> tidak melakukan yg 4 jam tsb 8-).  Nah untungnya pendidikan tidak berlaku
> dalam penerjemahan seperti di atas 8-).  Apalagi di jaman sekarang ini,
> proses belajar mengajar antara "dosen dan mahasiswa" itu SUDAH tidak dalam
> mekanisme "sender dan recipient" tapi lebih kepada suatu bentuk fasilitasi
> saling menemukan sendiri permasalahan, dan membahas permasalahan.
>
> Tentu saja diskusi sebetulnya akan lebih menarik dan berfungsi kalau yang
> ditanyakan "DOSEN SAYA SERING TIDAK MASUK, TERUS GIMANA CARANYA SAYA BISA
> PAHAM" (misal kemudian diatasi dengan pembentukan working group antar
> mahasiswa, mahassiwa-alumni, mahasiswa, dg dosen lain).  Email sudah ada,
> mailing list sudah ada, kenapa tidak dimanfaatkan.
>
> Mungkin akan lebih konstruktif pertanyaan seperti ini 8-)
>
> > Trus kalo mahasiswa yang sering tidak hadir gimana? Lho, khan kalo tidak
> > hadir ada konsekuensinya--> nilai jeblok , nggak dapet ilmu, dsb,
dsb....
> > Mahasiswa tidak boleh dianggap sebagai anak kecil lagi, kalo dia sering
>                                     ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~1
> > tidak masuk, dia sendiri yang menanggung konsekuensinya...tapi kalo
dosen
>                     ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ 2
> > sering tidak masuk, yang rugi (kehilangan kesempatan bertukar pikiran
dan
> > idea dengan dosen) adalah seluruh Mahasiswa yang sudah hadir menunggu...
>
> Bila mahasiswa ingin berada tidak pada posisi anak kecil lagi, mungkin dia
> tidak terlalu mempermasalahkan dosen ada atau tidak 8-). Alasan kesempatan
> kehilangan kesempatan diskusi atau "tukar menukar idea", karena tidak ada
> dosen... heh.e.h koq sepertinya dibuat-buat 8-)  Ada email, ada milis, ada
> sarana lainnya ?
>
> Saya sering melakukan diskusi via irc, milis, messenger, kepada mahasiswa
> yg memang ingin berdikusi, banyak di antara mereka yg saya bimbing
> skripsinya 8-).
>
> Oh ya, sebetulnya ada semacam kontradiksi dalam pernyataan anda :
>
> Pernyataan nomor 1 dan 2 di atas adalah pernyataan yang benar kalau memang
> mahasiswa udah dewasa 8-), dia tidak masuk maka DIA HARUS menanggung
> akibatnya. Makanya saya jadi bingung kalau kondisi itu malah dianggap
> salah.  Bukannya orang dewasa adalah mereka yang mau menanggung resiko
> akan perbuatannya ???
>
> Menurut pengalaman saya 8-) biasanya kalau memang mahasiswanya yg "malas"
> maka dosen ada atau tidak ada, dia tidak akan tukar menukar idea..he.he.h
> Tapi kalau memang mahasiswanya rajin mereka akan coba cari cara
> alternatif, dosen kelasnya nggak masuk, dia masuk ke kelas lain.  Dosen di
> kelasnya nggak enak, dia masuk ke kelas lain.  Saya kenal banyak mahasiswa
> Gunadarma melakukan hal itu 8-)  Karena memang pada niatannya untuk
> belajar, bukan sekedar datang, absen, nyatet dari dosen di kelas, dan
> syukur-syukur ujiannya lulus.
>
> Hayo.. coba "jujur" 8-)
>
> > Kalo saya di posisi mahasiswa terus terang saya merasa rugi. Saya sudah
rugi
> > uang dan waktu. Saya akan melaporkan ke koordinator mata kuliah atau ke
> ~~~~~~~~~~~~~~~~
> > Dekan fakultas...
>
> > Di bawah ini saya kutip mission statement dari California State
University,
> > Fresno faculty board.
> >
> > At Fresno State we believe the STUDENT is No. 1
>
> Bisa di"ratio" uang sekolah di sana dan di Gunadarma 8-).  Memang dalam
> model pendidikan sekarang apalagi yang "dibiayai mahasiswa" Student adalah
> No.1 tetapi bukan berarti dia harus dilayani dan selesai bayar SPP
> semuanya terpenuhi 8-).
>
> Terkadang ketika kita di LN, kita lupa membandingkan situasi di
> Universitas di LN dan di Indonesia.  Memang ketika kita di LN kita
> seharusnya jadi "mata" melihat hal positif, dan membawa ke sini dg
> penyesuaian di situasi setempat.  Uni seperti Gunadarma jelas menanggung
> biaya dan kompleksitas jauh lebih tinggi dari Fresno (saya berani
> taruhan.... rektor Fresno diminta jadi rektor Gunadarma bisa pusing kepala
> nggak karuan.he.he.he.he)
>
> Saya sering membandingkan sistem Uni di LN, dan di Gunadarma, tapi saya
> berusaha tidak membandingkan dg "buta".  Tapi lihat kompleksitas yang ada,
> lihat latar belakang, lihat kondisi masyarakat.  Sebagai contoh, dosen di
> Jerman/Australia bisa aja di depan kelas bilang.. "saya nggak ngerti
> masalah yang akan saya ajar secara ditail, untuk itu, ayo satu persatu
> presentasi"... 8-) kalau di Indonesia.. mahasiswa langsung teriak "payaaah
> nih dosennya nggak menguasai" .he.he.he
>
> Kenapa dosen di Gunadarma nggak masuk kelas ?(bisa aja dia frustasi karena
> melihat mahasiswa di kelas lebih asyik ngobrol, ada yg ngerokok, diminta
> baca nggak ada yg baca, diminta nanya nggak ada yg nanya, disuruh bikin
> tugas, hasilnya sama semua..he.h.ee.hayo..... 8-))
>
> Wah kalau mau di"list" keluhan dosen yg bikin frustasi ngajar (di luar
> masalah gaji dsb), mungkin lebih panjang lagi......
>
> > Sekali lagi kewajiban mahasiswa belajar tidak ada hubungannya dengan
> > kerugian mereka karena tidak menerima 'service' dalam proses belajar
> > mengajar.
>
> Di Jerman juga "Student is No.1" dalam arti, mereka yang menentukan diri
> mereka sendiri 8-) mau jadi pinter, mau bolos, mau nggak datang.
> Perkuliahan relatif kecil jumlahnya 8-) (dibanding perkuliahan di
> Indonesia jauh frekuensinya lebih banyak).  Dengan "gaji" seperti yg
> diterima dosen Indonesia saya masih salut.. bisa mengajar serajin "itu".
> (bandingkan kalau anda di profesional trainnning center 8-)
>
> Hak dan kewajiban adalah hal yang "sejajar" dan tidak bisa di"ambil one to
> one" dalam kaitannya di dunia pendidikan.
>
> Saya sendiri lebih melihat hal yang menyebalkan dari ketidak hadiran dosen
> adalah mahasiswa udah keburu dateng ke kampus 8-) Bukan dari bisa atau
> tidaknya dia mendapatkan "ilmu" 8-).  Dengan "memasang" pandangan bahwa
> perkuliahan hanyalah satu-satunya cara untuk mendapatkan ilmu atau
> berdiskusi maka kita menempatkan mahasiswa sama dengan siswa SMA alias
> belum dewasa.
>
> IMW
> "Masih dosen tetap Gunadarma, pernah ngajar di Australia, dan Jerman" 8-)
>
>
>
> * Gunadarma Mailing List -----------------------------------------------
> * Archives     : http://milis-archives.gunadarma.ac.id
> * Langganan    : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED]
> * Berhenti     : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED]
> * Administrator: [EMAIL PROTECTED]
>



____________________________
BN3 Hosted Customer Service Solution, basic service FREE.
CRM enable your web site in 5 minutes! http://www.bn3.com

* Gunadarma Mailing List -----------------------------------------------
* Archives     : http://milis-archives.gunadarma.ac.id
* Langganan    : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED]
* Berhenti     : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED]
* Administrator: [EMAIL PROTECTED]

* Gunadarma Mailing List -----------------------------------------------
* Archives     : http://milis-archives.gunadarma.ac.id
* Langganan    : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED]
* Berhenti     : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED]
* Administrator: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke